laporan dkp2 rizka

Upload: rizka-maulida-alqadrie

Post on 17-Oct-2015

68 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN HASIL DISKUSIMODUL MUSKULOSKELETALPEMICU 2

KELOMPOK DISKUSI 1

1. Furqan RachmanI111120102. Irvinia RahmadyahI111120233. Eko Kunaryagi I111120364. Hayati I111120535. Woris Christoper I111120566. Syf. Rizka Maulida I111120597. Lodi SalimI111120608. SujonoI111120619. Yehuda Lutfi WibowoI1111206610. Dea EricaI1111208111. Tia Aditya RiniI1111208212. T. Tomy SaputraI11108030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK2013

BAB IPENDAHULUAN

1.1 PemicuNyeri dan bengkak pada sendi Ny. WatiNy Wati, adalah seorang wanita 34 tahun dengan 2 anak usia 1 dan 4 tahun. Suatu hari, ia datang ke poliklinik umum dengan keluhan bengkak, kemerahan, dan nyeri pada sendi pergelangan tangan dan jari-jari ke dua tangan yang dirasakannya sejak 8 bulan. Setiap pagi hari ia mengeluh jari tangannya kaku dan sulit digerakkan yang akan membaik setelah beraktifitas lebih kurang dua jam. Sejak sebulan yang lalu, kedua pergelangan kaki dan lutut juga sakit sehingga ia sulit berjalan. Ia juga mengeluh nafsu makan turun sehingga badannya semakin kurus. Selama delapan bulan ini, ia minum puyer bintang tujuh untuk menghilangkan nyerinya.1.2 Klarifikasi Dan Definisi MasalahSendi: Tempat penyatuan/sambungan diantara tulang, terutama sambungan yang memungkinkan pergerakan satu tulang/lebih.11.3 Kata Kunci1. Ny. Wati 34 tahun2. Keluhan:a. Bengkak, kemerahan, nyeri pada sendi, pergelangan dan jari-jari tangan sejak 8 bulan.b. Pergelangan kaki dan lutut sakit sejak 1 bulan lalu.3. Nyeri pada pagi hari4. Membaik setelah beraktivitas kurang lebih 2 jam5. Nafsu makan menurun6. Penggunaan obat nyeri

1.4 Rumusan MasalahNy. Wati 34 tahun mengalami bengkak, kemerahan, dan nyeri pada sendi pergelangan tangan dan jari-jari kedua tangan sejak 8 bulan lalu.

1.5 Analisis MasalahNy. Wati 34 tahun

Riwayat Penggunaan Obat:Selama 8 bulan minum puyer bintang toejoe.Riwayat Penyakit Sekarang:a. Pergelangan kaki dan lutut sakit sejak 1 bulan lalu.b. Setiap pagi jari tangan kaku dan sulit digerakkan, membaik setelah kurang lebih 2 jam.c. Nafsu makan menurunKeluhan utama:Bengkak, kemerahan, nyeri pada sendi pergelangan tangan dan jari-jari sejak 8 bulan.

Differensial Diagnosis:a. Rheumatoid Arthritisb. OAc. GOUTd. Arthritis Sepsis

Pemeriksaan Fisik

Diagnosis Kerja

Pemeriksaan Penunjang

Tata Laksana

1.6 HipotesisNy. Wati 34 tahun mengalami Rheumatoid Arthritis dan diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.

1.7 Pertanyaan Diskusi1. Jelaskan mengenai sendi ?2. Jelaskan mengenai nyeri ?3. Jelaskan mengenai Rheumatoid Arthritis?4. Bagaimana etiologi rheumatoid arthritis ?5. Bagaimana patofisiologi rheumatoid arthritis?6. Mengapa pada sendi pergelangan tangan Ny.Wati nyeri, bengkak dan kemerahan?7. Apakah penggunaan obat oleh nyonya wati selama 8 bulan sudah tepat?8. Apa diagnosis yang tepat pada kasus ini?9. Apa hubungan penyakit yang di derita Ny. Wati dengan nafsu makannya yang menurun?10. Apakah ada hubungan antara riwayat kehamilan dengan penyakit yang diderita?11. Apa pemeriksaan penunjang yang tepat pada kasus ini?12. Apakah ada hubungan usia dengan penyakit yang di derita?13.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Sendi2.1.1 Definisi SendiSendi adalah tempat pertemuan dua tulang atau lebih, baik terjadi pergerakan atau tidak terjadi pergerakan.22.1.2 Tipe-tipe SendiSendi dikelompokkan menurut jaringan yang terdapat di antara tulang-tulang: junctura fibrosa, junctura cartilaginea, dan junctura synovialis.2

Gambar 1. Contoh tiga tipe sendi: A & B. Junctura Fibrosa; C & D. Junctura Cartilaginea; E-J. Junctura Synovialis2a. Junctura FibrosaPermukaan tulang yang bersendi dihubungkan oleh jaringan fibrosa sehingga kemungkinan geraknya sangat sedikit. Derajat pergerakan tergantung pada panjang serabut kolagen yang menghubungkan tulang. Sutura tengkorak dan articulatio tibiofibularis inferior merupakan contoh junctura fibrosa.2b. Junctura CartilagineaJunctura cartilaginea dapat dibagi lagi menjadi dua tipe primer dan sekunder. Junctura cartilaginea primer adalah junctura cartilaginea yang tulang-tulangnya disatukan oleh selempeng atau sebatang cartilago hialin. Persatuan antara epifisis dan diafisis pada sebuah tulang yang sedang tumbuh dan hubungan antara iga pertama dan manubrium sterni merupakan contoh sendi ini. Tidak ada pergerakan yang dapat dilakukan. Junctura cartilaginea sekunder adalah send kartilaginosa yanga tulang-tulangnya dihubungan oleh selempeng kartilago fibrosa dan facies articularis-facies articularisnya diliputi oleh selapis tipis cartilago hialin. Contohnya adalah sendi di antara corpus vertebrae dan symphisis pubis. Mungkin dapat dilakukan sedikit pergerakan.2c. Junctura SynovialisFacies articularis tulang-tulang diliputi oleh selapis tipis cartilago hialin dan ujungnya dipisahkan oleh rongga sendi. Susunan seperti ini memungkinkan pergerakan yang luas. Rongga sendi dibatasi oleh membrana synovialis, yang terbentang dari pinggir facies articularis yang satu ke facies articularis yang lain. Membran synovialis dilindungi permukaan luarnya oleh membrana fibrosa yang kuat disebut capsula articularis. Facies articularis mendapatkan pelumas dari cairan kental yang disebut synovia (cairan synovial), yang dihasilkan oleh membrana synovialis. Pada junctura synovialis tertentu, seperti articulatio genus, di antara facies articularisnya terdapat discus atau potongan fibrocartilago, disebut discus articularis.2

Gambar 2. Anatomi Sendi Synovialis2

Bantalan lemak ditemukan pada beberapa sendi sinovial dan terletak di antara membrana synovialis dan capsula fibrosa atau tulang. Contohnya dapat ditemukan pada articulatio coxae dan articulatio genus. Luas pergerakan junctura synovialis ditentukan oleh bentuk tulang yang membentuk sendi, struktur anatomi yang mengikuti pergerakannya (misalnya, paha berhadapan dengan dinding anterior abdomen pada fleksi sendi panggul), dan adanya ligamentum fibrosa yang menghubungkan tulang-tulang. Kebanyakan ligamentum terletak di luar capsula articularis, tetapi pada articulatio genus beberapa ligamentum penting seperti ligamentum cruciatum, terletak di dalam capsula.2Junctura synovialis dapat dikelompokkan berdasarkan pada bentuk facies articularisnya dan tipe pergerakan yang mungkin dilakukan.21. Articulatio plana (sendi plana): Pada sendi ini, permukaan sendinya rata atau hampir rata, sehingga memungkinkan terjadinya pergeseran antar tulang yang satu dengan yang lainnya. Contoh sendi plana adalah articulatio sternoclavicularis dan articulatio acromioclavicularis.21. Ginglymus (sendi engsel): Sendi ini menyerupai engsel pintu sehingga memberi kemungkinan untuk gerakan fleksi dan ekstensi. Contoh gynglimus adalah articulatio cubiti, articulatio genus, dan articulatio talocruralis.21. Articulatio trochoidea (sendi pasak): Pada sendi ini, terdapat pasak tulang yang dikelilingi oleh cincin ligamentum bertulang. Hanya mungkin dilakukan gerakan rotasi. Contoh yang baik dari sendi ini adalah articulatio atlantoaxialis dan articulatio radioulnaris superior.21. Articulatio condyloidea: Sendi ini mempunyai dua permukaan konveks yang bersendi dengan dua permukaan konkaf. Gerakan yang mungkin dilakukan adalah fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, sedikit rotasi. Contoh yang baik dari sendi ini adalah articulationes metacarpophalangeae atau articulationes interphalangeae manus.21. Articulatio ellipsoidea: Pada sendi ini, facies articularis berbentuk konveks elips yang sesuai dengan facies articularis konkaf elips. Gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi dapat dilakukan, kecuali rotasi. Contohnya ialah articulatio radiocarpalis.21. Articulatio sellaris (sendi pelana): Pada sendi ini, facies articularis berbentuk konkafokonveks yang saling berlawanan dan mirip dengan pelana kuda pada punggung kuda. Sendi ini dapat melakukan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan rotasi. Contoh tipe sendi pelana yang paling baik yaitu articulatio carpometacarpalis pollicis.21. Articulatio sphreoidea (sendi peluru): Pada sendi ini, kepala sendi yang berbentuk bola pada satu tulang cocok dengan lekuk sendi yang berbentuk socket pada tulang yang lain. Susunan ini memungkinkan pergerakan yang luas, termasuk fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi medial, rotasi lateral, dan sirkumduksi. Contoh yang baik untuk sendi ini adalah articulatio humeri dan articulatio coxae.2

2.1.3 Stabilitas SendiStabilitas sebuah sendi tergantung pada tiga faktor utama:2(a) bentuk, ukuran, dan susunan facies articularisStruktur ball-and-socket articulatio coxae dan mortise pada articulatio talocruralis merupakan contoh yang baik bagaimana bentuk tulang berperan penting pada stabilitas sendi. Akan tetapi terdapat pula sendi yang bentuk sendinya kurang atau tidak berperan dalam stabilitas sendi seperti articulatio acromioclavicularis, articulatio calcaneocuboidea, dan articulatio genus.2(b) ligamentumLigamentum fibrosa mencegah pergerakan sendi yang berlebihan, tetapi apabila regangan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, ligamentum fibrosa akan teregang. Contohnya ialah ligamentum pada sendi-sendi yang membentuk lengkung kaki tidak dengan sendirinya menyokong beban berat badan. Apabila tonus otot yang biasanya menyokong lengkung kaki terganggu akibat kelelahan, ligamentum akan meregang dan lengkung kaki akan turun sehingga terjadi kaki datar.Sebaliknya, ligamentum elastika akan kembali ke panjang semula sesudah meregang. Ligamentum elastika tulang-tulang pendengaran memegang peranan aktif dalam menyokong sendi dan membantu mengembalikan tulang-tulang pada posisi semula setelah melakukan pergerakan.2(c) tonus otot di sekitar sendi.Pada kebanyakan sendi, tonus otot merupakan faktor utama yang mengatur stabilitas sendi, misalnya tonus otot-otot pendek di sekitar articulatio humeri mempertahankan caput humeri yang berbentuk setengah bulat pada cavitas glenoidalis scapulae. Tanpa kerja otot-otot ini, hanya dibutuhkan sedikit tenaga untuk menyebabkan terjadinya dislokasio sendi. Articulatio genus merupakan sendi yang sangat tidak stabil tanpa aktivitas tonus muskulus quadriceps femoris. Sendi antara tulang-tulang kecil yang membentuk lengkung kaki sebagian besar disokong oleh tonus otot-otot tungkai bawah, yang tendonya berinsersio pada tulang-tulang kaki.2

2.1.4 Histologi SendiSebagian besar sendi kita adalah sendi sinovial. Permukaan tulang yang bersendi diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin. Keseluruhan daerah sendi dikelilingi sejenis kantong, terbentuk dari jaringan berserat yang disebut kapsul. Jaringan ini dilapisi membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial untuk meminyaki sendi. Bagian luar kapsul diperkuat oleh ligamen berserat yang melekat pada tulang, menahannya kuat-kuat di tempatnya dan membatasi gerakan yang dapat dilakukan.3Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai mempunyai fungsi ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang agar tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi menjadi mulus/licin, serta sebagai penahan beban dan peredam benturan. Agar rawan berfungsi baik, maka diperlukan matriks rawan yang baik pula.3Matriks terdiri dari 2 tipe makromolekul, yaitu :3 Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering rawan sendi, mengandung 70-80% air, hal inilah yang menyebabkan tahan terhadap tekanan dan memungkinkan rawan sendi elastis3 Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat kering rawan sendi, sangat tahan terhadap tarikan. Makin kearah ujung rawan sendi makin tebal, sehingga rawan sendi yang tebal kolagennya akan tahan terhadap tarikan.3Disamping itu matriks juga mengandung mineral, air, dan zat organik lain seperti enzim.32.1.5 Persarafan SendiCapsula articularis dan ligamentum mendapat banyak persarafan sensoris. Sebuah saraf sensoris yang menyarafi sendi, juga menyarafi otot-otot yang menggerakkan sendi dan kulit di sekitar insersio otot-otot tersebut. Aturan ini dikenal dengan nama Hukum Hilton. Pembuluh darah pada sendi mendapat banyak persarafan dari serabut otonom simpatis. Tulang rawan yang meliputi facies articularis hanya mempunyai sedikit ujung saraf di dekat pinggirnya. Peregangan kapsula dan ligamentum yang berlebihan menimbulkan refleks kontraksi otot-otot di sekitar sendi; regangan yang sangat berlebihan menimbulkan rasa nyeri. Reseptor regangan pada capsula articularis dan ligamentum secara terus menerus mengirimkan informasi proprioseptif ke sistem saraf pusat sehingga sistem saraf terus menerus mendapatkan informasi mengenai keadaan sendi. Kerja reseptor tersebut menambah informasi dari muscle spindle dan tendon spindle yang diteruskan ke sistem saraf, membantu mempertahankan tonus postural, dan mengkoordinasi gerakan volunter.2

2.2 Nyeri

2.2.1 DefinisiDefinisi nyeri berdasarkan International Association for the Study of Pain adalah pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dimana berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan jaringan. Sensasi nyeri mungkin dapat ditimbulkan dengan merangsang nociceptor atau adanya iritasi di sepanjang saraf tepi. Rangsangan yang dapat membangkitkan rasa nyeri dapat berupa rangsangan listrik, kimia, dan mekanik. Ketiga rangsangan ini mampu menyebabkan terlepasnya bahan kimia yang merangsang nosiseptor. Nociceptor terdapat di periosteum, dinding arteri, tentorium cerebri, dan pada permukaan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke saraf pusat melalui serabut saraf aferen. Serabut saraf aferen memiliki tipe:41. Tipe A atau disebut A delta Fiber atau fast pain pathways yang menghantarkan rasa nyeri yang berasal dari rangsangan mekanik dan suhu.41. Tibe B atau C fiber atau slow pain pathways yang menghantar rasa nyeri dari polimodal nociceptor.4Impuls nyeri bersinaps di transmissiom neuron cell. Dari sini, sebagian impuls diteruskan ke otak melalui ascending pain path ways dan sebagian lagi menuju ke kornu anterior dan sinap di alfa motor neuron dan selanjutnya menimbulkan refleks kontraksi otot untuk menghindar dari rangsang nyeri.Impuls asending diteruskan ke talamus dan retikular activating system dan kemudian ke korteks diteruskan ke area somatosensoris.4 2.2.2 Fisiologi NyeriRangsangan noksius, baik mekanik, suhu atau kimia, secara langsung akan merangsang nosiseptor melalui bekerjanya saluran natrium atau kation non-selektif.5 Saluran ion ini dapat bekerja dengan adanya perubahan struktur membran setelah adanya stimuli mekanik. Selain itu kerusakan jaringan menyebabkan dilepaskannya bermacam byproduct jaringan seperti prostaglandin, substansia P, bradikinin, leukotrien, histamin, serotonin, dan sitokin (interleukin, tumor necrotizing factor dan neurotropin). Beberapa substrat ini dapat merangsang nosiseptor (menyebabkan impuls) secara langsung atau tidak langsung melalui sel inflamator dan kebanyakan akan mensensitisasi (meningkatkan frekwensi on off impuls) nosiseptor, serta memiliki efek sinergistik.6,7Proses diterimanya rangsangan oleh nosiseptor hingga menyebabkan timbulnya impuls disebut proses transduksi. Proses ini, terjadi sangat rumit, melibatkan banyak substrat dan reseptor. Pada tingkat ini bahkan terdapat mekanisme modulasi perifer. Tidak semua nyeri yang berasal dari perifer adalah nyeri nosiseptif, beberapa nyeri neuropatik disebabkan oleh kerusakan atau disfungsi dari system saraf perifer (serabut saraf perifer, ganglia, dan pleksus saraf). Adanya rangsangan akan meyebabkan terjadinya potensial aksi pada membran yang selanjutnya akan diteruskan melalui akson. Ada tidaknya myelin berpengaruh pada proses penghantaran impuls saraf yang melalui akson. Pada neuron yang tidak bermielin impuls saraf atau potensial aksi menjalar sebagai gelombang yang tidak terputus. Sedangkan pada akson yang bermielin impuls akan menjalar dengan potensial aksi hanya pada daerah yang tidak bermielin atau nodus ranvier, sehingga penjalaran akan berlangsung lebih cepat. Hal ini disebut sebagai penghantaran saltatori.8

2.2.3 Tatalaksana NyeriBlokade nyeri dapat terjadi di semua tingkat, dari perifer hingga sentral. Efek sebagai anti nyeri atau anti nosisepsi dikenal sebagai sifat analgesik. Mekanisme terjadinya blokade nyeri merupakan kunci utama dari manajemen atau penatalaksanaan nyeri. Penatalaksanaan nyeri menyangkut farmakologi dan non-farmakologi. Intervensi farmakologis terutama menggunakan obat yang kerja utamanya memberikan anti-nyeri atau disebut analgesik, tetapi juga menggunakan obat lain yang memiliki efek blokade nyeri walau itu bukan potensi utamnya.9Beberapa analgesik bekerja dengan target meredakan proses radang yang menyebabkan sensitisasi. Sebagai contoh obat antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs) menghambat siklooksigenase (COX) yang akan menghambat sintesis prostaglandin. Mekanisme kerja dari obat golongan NSAID yang paling utama adalah inhibisi dari enzim siklooksigenase (COX) yang akan menyebabkan terhambatnya sintesis prostaglandin. Prostaglandin adalah salah satu substansia yang dihasilkan dari adanya proses inflamasi, yang akan merangsang nosiseptor sehingga menimbulkan impuls nosiseptif.9Anti-depresan memiliki efek memblok reuptake dari serotonin dan norepinefrin di SSP, sehingga meningkatkan aktifitas dari system modulasi nyeri endogen. Obat anestesi lokal bekerja dengan memblok saluran natrium pada membran sel saraf, sehingga memblok terjadinya konduksi impuls saraf. Capsaicin, alkaloid yang disintesis dari cabai, bekerja mendeplesi substansia P pada terminal saraf sensorik lokal. Zat ini diberikan secara topikal. Berguna pada neuropati DM, osteoartritis, dan neuralgia post-herpes. Namun capsaicin juga memberikan rasa panas. Dengan adanya pengaruh inflamasi terhadap mekanisme terjadinya nyeri maka Kortikosteroids, Dexamethasone, Methylprednisolone, memiliki tempat sebagai anti-nyeri. -opioid, NE (norepinephrine)/5-HT atau 5-hydroxytryptamineMixed (serotonin) reuptake inhibitor, Tramadol, memiliki efek anti-nyeri dengan bekerja pada reseptor-reseptor tersebut. Selain itu efektifitas dari tramadol berkaitan pula pada metabolitnya o-desmetiltramadol, yang opioid 200 kali lipat darimemiliki afinitas terhadap reseptor induknya. Baclofen, yaitu GABA agonis, bekerja dengan cara berikatan dengan GABA reseptor dan menginhibisi proses transmisi. Metode non-farmakologis biasanya digunakan sebagai ajuvan terhadap terapi farmakologis. Thermotherapi (aplikasi panas), kryotherapi (aplikasi dingin), counter-irritation, electroanalgesia (transcutaneous electrical stimulation), akupuntur atau therapeutic massage, bekerja memblokade nyeri diduga dengan penjelasan pada pain gate theory yang diajukan wall dan melzack. Dengan adanya rangsangan noksius atau non-noksius akan memberikan inhibisi pada neuron WDR di kornu dorsalis.9

2.3 Artritis Reumatoida. DefinisiArtritis Rematoid adalah suatu penyakit peradangan kronik sistemik yang menyerang berbagai jaringan, tetapi pada dasarnya menyerang sendi untuk menghasilkan suatu sinovitis prolifaratif nonsupuratif yang sering kali berkembang menjadi kehancuran tulang rawan sendi dan tulang di bawahnya dan menimbulkan kecacatan akibat arthritis. Jika terjadi serangan pada ekstraartikular misalnya kulit, jantung, pembuluh darah, otot dan paru Rematoid Artritis dapat menyerupai SLE atau scleroderma. Rematoid Artritis merupakan suatu kondisi yang sangat umum terjadi, dengan prevalensi kira-kira 1%; penyakit ini 3-5 kali lebih sering menyerang perempuan dibandingkan laki-laki. Insidens tertinggi pada decade kedua hingga keempat, tetapi tidak ada kelompok usia yang kebal.10

b. Morfologi Artritis ReumatoidRematoid Artritis menyebabkan perubahan morfologis yang luas; perubahan terberat terjadi pada persendian. Rematoid Artritis secara khas muncul sebagai arthritis simetris, yang terutama menyerang sendi kecil pada tangan dan kaki, pergelangan kaki, lutut, pergelangan tangan, siku dan bahu. Secara klasik, sendi interfalang proksimal dan metakarpofalang akan terserang.10Secara histologis, sendi yang menyerang menunjukkan sinovitis kronis yang di tandai dengan:101. Hyperplasia dan proliferasi sel synovial,1. Infiltrat sel peradangan perivaskuler padat pada sinovium yang tersusun atas sel CD4+, sel plasma, dan makrofag,1. Peningkatan vaskularitas akibat angiogenesis,1. Neutrofil dan agregat fibrin yang menglami organisasi pada permukaan synovial dan dalam ruang sendi,1. Peningkatan aktivitas osteoklas pada tulang di bawahnya sehingga terjadi penetrasi synovial dan erosi tulang.Gambaran klasik adalah terdapatnya panus, yang dibentuk oleh sel epitel synovial yang berproliferasi dan bercampur dengan sel radang, jaringan granulasi, dan jaringan ikat fibrosa; pertumbuhan jaringan ini sangat berlebihan sehingga membrane synovial yang biasanya tipis dan halus berubah menjadi tonjolan yang bnyak sekali, edematosa, dan meyerupai daun pakis.10

c. EtiologiEtiologi pasti belum diketahui. Tetapi terdapat keterkaitan dengan penanda genetik HLA-DW4 & HLA-DR5 pada orang Kaukasia. HLA-DW4 pada orang Amerika Afrika, Jepang, Indian Chippewa.11Terjadi aktivasi abnormal pada sel B, sel T dan efektor imun bawaan yang menyebabkan sel-sel tersebut lebih reaktif dan autoimun.12

d. Gambaran KlinisAda beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada seseorang artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus sekaligus pada saat yang bersamaan karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.111. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer: termasuk sendi-sendi ditangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalang distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.3. Kekakuan dipagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.4. Artritis erosif: merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi ditepi tulang.5. Deformitas: kerusakan struktur penunjang sendi meningkat dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.6. Nodul-nodul reumatoid: massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa pasien artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau sepanjang permukaan permukaan ekstensor dari lengan.7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata dan pembuluh darah dapat rusak.

Kriteria diagnostikDiagnostik artritis reumatoid dapat menjadi suatu proses yang kompleks. Pada tahap dini mungkin hanya akan ditemukan sedikit atau tidak ada uji laboratorium yang positif; perubahan-perubahan sendi dapat minor dan gejala-gejalanya dapat hanya bersifat sementara. Diagnostik tidak hanya bersandar pada satu karakteristik saja tetapi berdasarkan pada suatu evaluasidari sekelompok tanda dan gejala. Kriteria diagnostik adalah sebagai berikut:111. Kekakuan pagi hari (lamanya paling tidak 1 jam)2. Artritis pada 3 atau lebih sendi3. Artritis sendi-sendi jari-jari tangan4. Artritis yang simetris5. Nodul reumatoidfakor reumatoid dalam serum6. Peruahan-peruahan radiologik (erosi atau dekalsifikasi tulang)Diagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari tujuh keriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu.11e. PatofisiologiMeskipun Rematoid Artritis pada dasarnya merupakan suatu arthritis poliartikular simetris, dapat pula ditemukan gejala konstitusional, seperti lemah, malaise dan demam ringan. Manifestasi sistemik tersebut banyak disebabkan oleh mediator yang sama dengan yang menyebabkan peradangan sendi (misalnya, IL-1 dan TNF). Arthritis pertama kali muncul secara samar, dengan rasa nyeri dan kaku sendi, terutama pada pagi hari. Sejalan dengan perkembangan penyakit, sendi membesar, gerakan sendi menjadi terbatas, dan pada saatnya akan muncul ankilosis yang lengkap.10Patofisiologi Arthritis Rheumatoid merupakan akibat dari disregulasi komponen humoral yang dimediasi sel sistem imun. Kebanyakan pasien menghasilkan antibodi yang disebut faktor rheumatoid; pasien-pasien seropositif ini cenderung untuk lebih memiliki agressive sourse dibandingkan pasien yang seronegatif. Immunoglobulin dapat mengaktivasi sistem komplemen, yang melipatgandakan respon imun dengan meningkatkan kemotaksis, fagositosis, dan pelepasan limfokin oleh sel mononuklear yang kemudian disajikan kepada limfosit T. Antigen yang diproses dikenali oleh protein major hiscompatibility complex (MHC) pada permukaan limfosit, yang berakibat pada aktivasi sel T dan sel B. Tumor nekrosis faktor (TNF), interleukin-1 (IL-1), dan interleukin-6 (IL6) merupakan sitokin proinflamasi yang penting dalam inisiasi dan kelanjutan inflamasi. Sel T yang teraktivasi menghasilkan sitotoksin, yang secara langsung toksis terhadap jaringan, dan sitokin, yang menstimulasi aktivasi lebih lanjut proses inflamasi dan menarik sel-sel ke daerah inflamasi. Makrofag menstimulasi untuk melepaskan prostaglandin dan sitotoksin. Sel B yang teraktivasi menghasilkan sel plasma, yang membentuk antibodi dengan kombinasi dengan komplemen, mengakibatkan akumulasi polymorphonuclear leukocyte (PMN). PMN melepaskan sitotoksin, radikal bebas oksigen, dan radikal hidroksil yang mendukung kerusakan selular pada sinovium dan tulang. Substansi vasoaktif (histamin, kinin, prostaglandin) dilepaskan pada daerah inflamasi, meningkatkan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema, rasa hangat, erythema, dan rasa sakit dan membuat granulosit lebih mudah untuk keluar dari pembuluh darah menuju daerah inflamasi. Inflamasi kronik pada jaringan lapisan sinovial kapsul sendi menghasilkan proliferasi jaringan (bentuk pannus). Pannus menyerang kartilago dan permukaan tulang, menghasilkan erosi tulang dan kartilago dan menyebabkan destruksi sendi. Hasil akhir mungkin kehilangan ruang sendi, kehilangan pergerakan sendi, fusi tulang (ankilosis), dislokasi sendi, penyusutan tendon dan kelainan bentuk yang kronik.110. Destruksi langsung.Destruksi pencernaan oleh produksi protease, kolagenase, dan enzim-enzim hidrolitik lain yang memecah kartilago, ligamen, tendon, dan tulang pada sendi, serta dilepaskan bersama-sama dengan radikal oksigen dan metabolit Asam Arakidonat oleh leukosit PMN dalam cairan sinovial.111. Destruksi tidak langsung.Hal ini terjadi melalui panus rematoid. Panus merupakan jaringan granulasi vaskular yang terbentuk dari sinovium yang meradang kemudian meluas ke sendi. Di sepanjang pinggir panus terjadi destruksi kolagen dan proteoglikan melalui produksi enzim oleh sel di dalam panus tersebut.11Artritis rematoid seringkali dianggap sebagai sebuah sindrom klinis yang mencakup beberapa subset penyakit. Subset yang berbeda ini memerlukan beberapa kaskade peradangan dimana semuanya memulai jalur akhir yang umum dimana inflamasi sinovial yang persisten dan berhubungan dengan kerusakan kartilago sendi dan tulang yang berada dibawahnya.131. InflamasiSalah satu yang termasuk kunci kaskade peradangan adalah termasuk produksi yang belebihan dan ekspresi yang berlebihan dari TNF. Hal ini lah yang mendorong peradangan kedua sinovial dan kehancuran sendi. Produksi TNF yang berlebih memiliki beberapa penyebab, termasuk interaksi antara limfosit T danlimfosit B, synovial-like fibroblasts, dan makrofag. Proses ini menyebabkan kelebihan produksi banyak sitokin seperti interleukin 6, yang juga menyebabkan peradangan persisten dan kerusakan sendi. Kelebihan produksi proinflammatory sitokin ( misalnya, interleukin 1) berbeda dari proses untuk interleukin 6 yang produksinya kurang ditandai atau khusus untuk satu atau lebih subset penyakit dan ditunjukkan dengan efek blokade interleukin-1 (IL-1) pada bentuk lain dari artritis idiopatik remaja atau penyakit pada onset dewasa.131. Sel Sinovial dan Sel KartilagoPopulasi sel lokal yang dominan pada sendi yang terkena artritis rematoid adalah sinovial dan sel kartilago. Sel synovial dapat dibagi menjadi fibroblast-like dan macrophage-like synoviocytes. Kelebihan produksi proinflammatory sitokin diyakini akan dimulai terutama oleh macrophage-like synoviocytes. Fibroblast-like synoviocytes menunjukkan perilaku yang tidak normal pada penyakit rheumatoid arthritis. Dalam model percobaan, implantasi dari fibroblast-like synoviocytes dengan tulang rawan mengarah ke fibroblasts yang menyerang tulang rawan dimana sikap itu berkorelasi dengan kehancuran sendi. Suatu Informasi yang terkumpul tentang kerusakan sendi dan aktivasi peran osteoklas sebagai kunci utama yang memulai erosi pada tulang. Hubungan ini telah terbukti karena inhibisi yang spesifik dari aktivasi osteoklas dapat mengurangi kerusakan tapi tidak mempengaruhi inflamasi sendi.13Masih belum diketahui secara pasti apakah artritis rematoid dimulai dengan kerusakan sendi yang mengarah kepada kerusakan tulang ataukah sebaliknya. Salah satu argumen untuk rheumatoid arthritis mulai dalam sendi adalah pengamatan synoviocytes fibroblas-seperti menampilkan perubahan perilaku dapat menyebar antara sendi, menunjukkan bagaimana polyarthritis mungkin berkembang. Pengaturan kekebalan peradangan tergantung pada keseimbangan antara jumlah dan kekuatan dari berbagai jenis sel. Kendali respon imu arthritogenic telah diteliti pada tikus di mana antigen khusus dikenal. Infus rendah jumlah sel T dengan karakteristik tertentu ameliorates artritis dalam model tikus penyakit, menampilkan sel T dapat menjadi pelindung. Penelitian berkelanjutan harus menerjemahkan temuan eksperimental ini ke dalam praktek klinis.131. Auto AntibodiFaktor Reumatoid adalah autoantibodi klasik di rheumatoid arthritis. IgM dan faktor-faktor Reumatoid IgA adalah kunci penanda patogen yang ditujukan terhadap fragmen Fc IgG. Tambahan (dan semakin penting) jenis antibodi yang diarahkan melawan peptida citrullinated (ACPA). Meskipun sebagian besar, tapi tidak semua, pasien ACPA-positif juga positif untuk faktor rheumatoid, ACPA tampak lebih spesifik dan sensitif untuk diagnosis dan tampaknya lebih baik prediksi prognostik buruk seperti kehancuran sendi yang progresif.13Penelitian yang sedang berlangsung bertujuan untuk mengidentifikasi kekhususan antibodi yang relevan untuk pasien berbeda subset dan tahap penyakit. 50% -80% individu dengan rheumatoid arthritis memiliki rheumatoid factor, ACPA, atau keduanya. komposisi dari tanggapan antibodi bervariasi dari waktu ke waktu, dengan keterbatasan spesifisitas di awal rheumatoid arthritis dan kematangan respon yang lebih epitopes diakui dan lebih isotop digunakan pada akhir penyakit. Bukti dari hewan model dan data in vivo menyarankan bahwa ACPA patogen berdasarkan induksi arthritis dalam model tikus dan karena respon imunologi hadir dalam ACPA-positif pasien secara khusus sitrulin. Temuan studi klinis menunjukkan bahwa pasien dengan rheumatoid arthritis dan kedua rheumatoid factor dan ACPA (otoantibodi-positif penyakit) berbeda dari individu dengan apa yang disebut penyakit otoantibodi-negatif. Misalnya, secara histologis, orang dengan penyakit ACPA-positif memiliki limfosit lebih dalam jaringan sinovial, sedangkan orang-orang dengan ACPA-negatif rheumatoid arthritis memiliki fibrosis lebih dan peningkatan ketebalan lapisan lapisan sinovial. ACPA positif penyakit ini dikaitkan dengan peningkatan kerusakan bersama dan tingkat remisi rendah.13

Gambar Reumathoid Artrhritis

Gambaran Sendi Normal dan Sendi Artritis Rematoid

2.3.2 Tata Laksana ArtritisBanyak jenis dan cara pengoabatan dari penyakit nyeri sendi arthritis, tergantung dari beratnya keluhan dan penyakit penyebabnya, serta sendi yang terkena arthritis. Pengobatannya tergantung pada umur, pekerjaan dan kegiatan sehari-hari penderita. Prinsip pengobatannya adalah menghilangkan dan mengobati penyakit yang mencegah komplikasi perubahan bentuk sendi. Karena penyakit yang mendahului yang menimbulkan keluhan arthritis sering tidak bisa diobati sehingga pengobatan bertujuan untuk mengurangi keluhan sakit dan mencegah komplikasi perubahan bentuk sendi.Dasar pengobatan penyakit nyeri sendi adalah memberikan obat sederhan agar penderita mampu bergerak mengerjakan kegiatan sehari-hari dan bisa beristirahat lebih baik. Obat yang lazim diberikan kepada penderita arthritis adalah : Parasetamol (acetaminophen) Aspirin Obat antiperadangan yang bukan golongan steroid (NSAID=nonsteroid antiinflamasi drug) Kortikosteroid Obat untuk menekan reaksi kekebalan (imunosuppresif).Fisio terapi untuk otot-otot dan rehabilitasi persendian perlu untuk penderita penyakit nyeri sendi yang berat. Sebagai penderita arthritis sembuh sempurna dengan pengobatan tetapi lebih banyak yang menjadi sakit sendi yang menahun. Penyakit nyeri sendi ini dapat membuat orang menjadi lemah, tetapi berolahraga secara teratur dapat membantu membentuk massa otot. Meskipun tidak disarankan untuk melakukan gerakan olharaga pada sendi yang panas dan meradang, cobalah menggerakan tangan ke semua rentang gerakan paling tidak sehaki sehari demi menjaga kemampuan gerak. Kompres hangay dapat meredakan nyeri dan mengurangi kejang otot.

2.4 Komposisi Puyer Bintang Toedjoea. Asam Asetil SalisilatObat yang dikenal sebagai asetosal atau aspirin ini adalah obat analgesik antipiretik dan antiinflamasi yang luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Asam salisilat sangat iritatif.14Farmakodinamik. Efek yang paling sering terjadi adalah induksi ulkus peptikum yang kadang kadang disertai anemia akibat perdarahan saluran cerna. Dua mekanisme terjadinya iritasi lambung adalah iritasi yang bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan kerusakan jaringan; iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI1. Kedua prostaglandin ini banyak ditemukan di mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang sekresi mukus yang bersifat sitoprotektif. Dan pada dosis yang tinggi dapat mengakibatkan kelainan pada lambung dan peradangan pada lambung. Efek samping juga dapat ditemukan pada hati dan ginjal. Toksik salisilat ini lebih berkaitan dengan dosis bukan akibat reaksi imun. Gejala yang sering terlihat hanya kenaikan SGOT dan SGPT, beberapa dapat mengalami hepatomegali, anoreksia, mual dan ikterus. Bila terjadi ikterus pemberian aspirin harus dihentikan karena dapat terjadi nekrosis hati yang fatal. Oleh sebab itu aspirin tidak dianjurkan diberikan pada pasien penyakit hati kronik. Salisilat juga dapat menurunkan fungsi ginjal pada orang dengan hipovolemia dan gagal jantung.Farmakokinetik. Pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar di usus halus bagian atas. Kecepatan absorpsi tergantung dari kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung. Setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan cairan transeluler. Obat ini mudah menembus sawar darah otak dan sawar uri. Kira-kira 80-90% salisilat plasma terikat degan albumin. Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama dalam hati, sehingga hanya kira-kira 30 menit terdapat dalam plasma. Biotransformasi salisilat terjadi di banyak jaringan, namun terutama di mikrosom dan mitokondria hati.Efek Samping. Obat jenis ini sering digunakan untuk mengobati keluhan-keluhan ringan dan karena itu sering terjadi penyalahgunaan obat jenis ini. Keracunan umumnya ringan namun dapat mencapai kematian jika keracunan berat. Efek samping lain yang dapat terjadi oleh pemakaian asam asetil salisilat dalam pemakaian dosis tinggi selain pada saluran cerna adalah nyeri kepala, pusing, tinitus, gangguan pendengaran, penglihatan kabur, rasa bingung, lemas, rasa kantuk, banyak keringat, haus, mual, muntah dan kadang-kadang diare. Pada pemberian dengan dosis toksik obat antiinflamasi ini dapat menyebabkan hepatitis fulminans. Obat ini juga dapat menghambat agregasi trombosit dan memperpanjang waktu perdarahan pada orang sehat. Pada beberapa kasus, pemberian aspirin pada anak-anak dapat menyebabkan sindromReye.14b. AcetaminofenAsetaminofen adalah obat derivat para amino fenol bersama dengan fenasetin. Asetaminofen merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen. Saat ini yang lebih sering digunakan adalah asetaminofen daripada fenasetin. Hal ini dikarenakan sifat fenasetin yang menyebabkan analgesik nefropati, anemia hemolitik, dan mungkin kanker kandung kemih. Asetaminofen juga dikenal dengan nama parasetamol dan tersedia sebagai obat bebas. Perlu diperhatikan bahwa takaran berlebihan dapat berakibat fatal terhadap kerusakan hati. Dan yang penting diketahui bahwa efek anti-inflamasi dari asetaminofen hampir tidak ada.15Farmakodinamik. Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek antiinflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada asetaminofen, demikian juga pada gangguan pernapasan dan keseimbangan asama basa.Farmakokinetik. Asetaminofen diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma di capai dalam waktu setengah jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% asetaminofen terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit dari hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai asetaminofen (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.Efek Samping. Manifestasi dari reaksi alergi terhadap obat ini adalah eritema atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Akibat dosis toksik yang paling serius adalah nekrosis hati. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10-15 gram (200-250 mg/kgB) asetaminofen. Anoreksia, mual, muntah dan sakit perut terjadi dalam 24 jam pertama dan dapat berlangsung selam seminggu atau lebih. Gangguan hepar juga dapat terlihat dengan peningkatan aktivitas serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubin serum serta pemanjangan masa protrombin. Aktivitas alkali fosfatase dan kadar albumin serum tetap normal. Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma dan kematian. Masa paruh lebih dari 4 jam dapat menjadi petunjuk terjadinya nekrosis hati dan masa paruh lebih dari 12 jam dapat memprediksi akan terjadinya koma hepatik. Kerusakan hati tidak hanya disebabkan oleh asetaminofen saja. Faktor-faktor lain juga turut memperparah efek toksisitasnya, misalnya radikal bebas yang sangat reaktif berikatan dengan makromolekul sel hati, pasien yang juga mendapat barbiturat, antikonvulsi lain atau pada alkoholik yang kronis.15c. KafeinKafein adalah derivat xantin bersama dengan teofilin dan teobromin. Ketiganya adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan. Kafein terdapat dalam kopi yang didapat dari biji Coffee, teh dari daun Thea sinensis mengandung kafein dan teofilin, cocao yang didapat dari biji Theobroma cacao mengandung kafein dan teobromin. Kafein berefek stimulasi.14Farmakodinamik. Obat golongan ini memiliki efek sebagai relaksan otot polos, terutama otot polos bronkus, merangsang SSP, otot jantung dan meningkatkan diuresis. Kerja obat ini terhadap tubuh juga melibatkan banyak sistem. Pada SSP, kafein merangsang medula oblongata yang merupakan pusat napas. Kafein dan teofilin dapat menimbulkan mual dan muntah melalui efek sentral maupun perifer. Muntah akibat teofilin terjadi bila kadarnya dalam plasma melebihi 15 g/ml. Kadar yang tinggi kafein dan teofilin juga merangsang sistem kardiovaskuler dan akibatnya denyut jantung menjadi cepat atau bahkan pada beberapa kasus menyebabkan aritmia pada jantung. Pada sistem pencernaan kafein menstimulasi sekresi asam lambung dan enzim pencernaan. Pada ginjal metilxantin, khususnya teofilin tidak memiliki efek diuretik yang kuat. Efeknya dapat berasal dari peningkatan filtrasi oleh glomerulus dan reabsorpsi natrium yang rendah pada tubulus ginjal. Pada otot polos, sangat berguna bagi penderita asma, dan dapat sebagai bronkodilator. Sedangkan pada otot rangka berkaitan dengan kerja otot polos. Kafein dan teofilin dapat memperbaiki ventilasi dan mengurangi sesak napas sehingga oksigen dapat ditransfer ke otot.Farmakokinetik. Metilxantin cepat diabsorpsi setelah pemberian oral, rektal, atau parenteral. Sediaan cair atau tablet akan diabsorpsi secara lengkap. Dalam keadaan perut kosong, sediaan teofilin bentuk cair atau tablet tidak bersalut dapat menghasilkan kadar puncak plasma dalam waktu 2 jam, sedangkan kafein dalam waktu 1 jam. Jika ada makanan akan memperlambat penyerapan obat ini. Pada ibu yang mengandung metilxantin didistribusikan ke seluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Volume distribusi kafein dan teofilin adalah antara 400-600 ml/kg dan pada bayi prematur nilai ini lebih tinggi. Eliminasi metilxantin terutama melalui metabolisme dalam hati. Sebagian besar diekskresi bersam urin dalam bentuk asam metilurat atau metilxantin. Kurang dari 20% teofilin dan 5% kafein akan ditemukan di urin dalam bentuk utuh. Waktu paruh plasma kafein antara 3-7 jam, nilai ini akan menjadi 2 kali lipat pada wanita hamil tua atau wanita yang menggunakan pil kontrasepsi jangka panjang. Pada bayi prematur kecepatan eliminasi teofilin dan kafein sangat menurun, waktu paruh kafein rata-rata 50 jam, sedangkan teofilin antara 20-36 jam.Efek Samping. Pada manusia, kematian akibat keracunan kafein jarang terjadi. Gejala yang biasa paling mencolok pada penggunaan dosis tinggi adalah muntah dan kejang. Gejala permulaan berupa sukar tidur, gelisah dan eksitasi yang dapat berkembangmenjadi delirium ringan. Gangguan sensoris berupa tinitus dan kilatan cahaya sering dijumpai. Otot rangka menjadi tegang dan ekstrasistol, sedangkan pernapasan menjadi lebih cepat. Kadar kafein dalam darah pasca kematian ditemukan antara 80 g/ml sampai lebih dari 1 mg/ml.152.5 Studi Kasusa. Pada sendi pergelangan tangan Ny.Wati nyeri, bengkak dan kemerahanNyeri, bengkak, dan kemerahan merupakan tanda-tanda terjadinya proses inflamasi/ peradangan pada sendi pergelangan tangan (articulatio metacarpophalangeal) Ny.Wati. Selain itu, hal-hal tersebut juga merupakan gejala khas dari penyakit Rematoid Artritis di mana biasanya gejala tersebut menyerang daerah sendi-sendi proksimal kecil di tangan dan kaki, baru setelah itu akan melibatkan, biasanya simetris, di pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki dan lutut (sinovitis). Sinovitis terjadi karena pelepasan enzim-enzim destruktif yang mengakibatkan perubahan seperti penyakit sendi degeneratif, tetapi dengan ankilosis (destruksi) tulang dan fibrosis.16b. penggunaan obat Ny. Wati selama 8 bulanPenggunaan obat oleh Ny.Wati selama 8 bulan tidak tepat. Karena penggunaan obat tanpa persetujuan (diketahui/anjuran) dokter dalam jangka panjang tidak dibenarkan, mengingat efek samping yang akan terjadi dari penggunaan obat tersebut. Pada pasien ini sudah terjadi efek samping saluran cerna akibat penggunaan obat puyer bintang tujuh yang mengandung acetosal yang dapat menyebabkan gangguan saluran cerna.c. hubungan antara riwayat kehamilan dengan penyakit yang dideritaAlasan dibalik efek dari kehamilan terhadap aktivitas RA tetap tidak diketahui, tapi berbagai teori telah dibuat. Meskipun demikian, tidak ada mekanisme tunggal yang memuaskan dalam menjelaskan perbaikan yang diamati dan beberapa faktor yang mungkin bertanggung jawab atas menurunnya keparahan penyakit. Beberapa teori diusulkan adalah sebagai berikut :170. Pengaruh kehamilan pada imunitas yang diperantarai sel ( misalnya penurunan imunitas seluler , dominasi helper T - cell 2 [ TH2 ] sitokin profil )0. Peningkatan kadar sitokin anti-inflamasi , seperti interleukin - 1 antagonis reseptor ( IL - 1Ra ) dan larut tumor necrosis factor - alpha reseptor ( sTNFRs ) , serta down-regulasi sitokin Th1 selama kehamilan0. Efek dari perubahan hormonal selama kehamilan ( misalnya peningkatan kortisol, estrogen, dan tingkat progestin )0. Pengaruh kehamilan pada imunitas humoral ( misalnya penurunan proporsional dalam imunoglobulin G kurang unit galaktosa terminal , sebuah serum alpha - 2 kehamilan terkait globulin tinggi [ PAG ] tingkat ) 0. Fungsi neutrofil diubah selama kehamilan ( misalnya penurunan neutrofil meledak pernapasan )0. Tingkat ketidakseimbangan HLA antara ibu dan janin (kurang mirip secara genetik ibu dan janin, semakin besar kemungkinan RA akan diturunkan)Kemungkinan penyebab flare-up selama periode postpartum meliputi berikut ini:17 penurunan tingkat steroid anti-inflamasi Peningkatan kadar prolaktin ( misalnya hormon proinflamasi ) Perubahan neuroendokrin sumbu Perubahan dari TH2 ke sel - T helper 1 profil sitokin

d. Nafsu makan Ny. Wati menurunNafsu makan Ny. W menurun (anoreksia) bisa terjadi karena dua hal, yakni akibat penggunaan obat puyer bintang tujuh dalam jangka panjang yang menyebabkan gangguan saluran cerna. Komposisinya adalah acetaminophen 400 mg, acetosal 250 mg, dan coffein 50 mg. Dari ketiga kandungan zat aktif yang terdapat dalam puyer tersebut, yang menyebabkan gangguan saluran cerna adalah acetosal. Yang kedua karena gejala sistemik akibat proses perjalanan penyakit rematoid artritis.

e. Hubungan usia dengan penyakit yang dideritaTidak terdapat hubungan antara usia dengan penyakit yang diderita oleh pasien tersebut.

f. Pemeriksaan penunjang yang tepat pada kasus ini:111. Pemeriksaan hematologi: hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit2. Gambaran darah tepi3. Laju endap darah4. Faktor rematoid5. Analisis cairan sinovial6. Radiologi

g. diagnosis yang tepat pada pasien iniBerdasarkan gejala yang ada dan pemeriksaan yang dilakukan, diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah Rematoid Artritis. Diagnosis ini diambil berdasarkan kriteria diagnosis rematoid arthritis sebagai berikut:1. Kekakuan pada pagi hari (lamanya paling tidak 1 jam)1. Artritis pada 3 atau lebih sendi1. Artritis sendi-sendi jari tangan1. Artritis yang simetris1. Nodul rematoid1. Faktor rematoid serum positif1. Perubahan radiologis berupa erosi/dekalsifikasiDiagnosis artritis reumatoid dikatakan positif apabila sekurang-kurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat kriteria yang disebutkan terdahulu harus sudah berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu.

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanHipotesis diterima dengan sedikit perubahan.Hipotesis kelompok kami yaitu:Ny. Wati 34 tahun mengalami artritis reumatoid dan diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.

DAFTAR PUSTAKA1. Dorland. Kamus Kedokteran. Edisi 31. Jakarta: EGC. 20102. Snell RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC. 20063. Junquiera, Luiz Carlos, Carneiro, Jose. Histologi Dasar Teks dan Atlas. Jakarta:EGC. 20074. MasUd, Ibnu. 1993. Fisiologi Nyeri dan Pengaruh penggunaan analgesik spesifik. Kedokteran Universitas Brawijaya. Vol. IX.No 2 Agustus, 19935. Tabolt RM, McCrory CR. Mechanisms of Postoperative Pain-Neuropathic. Dalam: Shorten G, Carr DB, Harmon D, Puig MM, Browne J, eds. Postoperative Pain Management:An Evidence-Based Guide to Practice. Philadelpia: Saunders Elsevier, 20066. Rathmell J F. An Introduction of Neuoanatomy and Neurophysiology Relevant to Pain and Regional Anasthesia. Dalam: Hines, R L, ed. Regional Anasthesia: The Requisites in Anesthesiology. Philadelpia: Elsevier Mosby, 20047. Meyer RA, Ringkamp M, Campbell JN, Raja SN. Peripherial Mecanisms of Cutaneous Nosiseption. Dalam: McMahon SB, Koltzenberg M, eds. Wall and Melzacks Textbook of Pain, 5th ed. London: Elsevier Chuchill Livingstone, 20068. Martini, F H. Fundamental of Anatomy and Physiology. 7th ed. San Francisco: Pearson Benjamin Cummings, 2006.9. Kakigi R, Shibasaki H. Mechanisms of Pain Relief by Vibration and Movement. Journal of Neurology, Neurosurgery, and Psychiatry 1992; 55: 282-28610. Vinay, et all. 2007. Buku Ajar Patologi. Ed 7. Vol 1. Jakarta: EGC. Hal 151-15411. Price SA & Lorraine MW. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 2, Edisi 6. Jakarta: EGC. 200612. McPhee SJ & Ganong WF. Patofisiologi Penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran Klinis. Jakarta: EGC. 201213. david L Scott, et al. Rheumatoid arthritis. Seminar, vol.376, hal: 1094-1108. 201014. Wilmana PF, Gan S. Analgesik-antipiretik, analgesik anti-inflamasi nonsteroid, dan obat gangguan sendi lainnya. In: Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. p. 230-9.15. Louisa M, Dewoto HR. Perangsang sususan saraf pusat. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. 5th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. p. 252-8.16. Robbins SL, Cotran RS & Kumar V. Buku Saku Robbins: Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta: EGC. 200717. Medscape (http://emedicine.medscape.com/article/335186-overview)33