lap or an 1

Upload: petrus-ferdinand-simatupang

Post on 09-Jul-2015

174 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG PENGENDALIAN HAMA TERPADU PADA KOMODITAS KACANG TANAH DI DESA CARANG PULANG

Oleh; Rani Farida Restiana Aminudi Ida Parida Irma Utami Siagian A24062237 A24070145 A34070003 A34070038 A34070057

Dosen Dr. Ir. I Wayan Winasa, Msi Dr. Ir. Abdul Munif, Msi Dr. Ir. Yayi Munara, Msi Dr. Ir. Widodo, Msc

Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor 2010

BAB I PENDAHULUAN

Latar BelakangKacang tanah (Arachis hypogeae L.) merupakan tanaman pangan yang mendapatkan prioritas kedua untuk dikembangkan dan ditingkatkan produksinya setelah padi. Hal ini didorong dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan pangan, bahan baku industri dan pakan ternak. Produktivitas kacang tanah di Indonesia baru mencapai 1.20 ton/ha, jauh lebih rendah dibandingkan potensi hasilnya yang dapat mencapai 2,5 ton/ha. Kacang tanah bagi masyarakat indonesia merupakan sumber protein nabati kedua terbesar setelah kedelai. Namun, produksi kacang tanah di indonesia belum optimal karena teknik produksi yang belum memadai dan minimnya penggunaan benih unggul. Dampaknya kebutuhan dalam negeri yang meningkat tidak bisa dipenuhi sehingga volume impor kacang tanah menjadi tinggi. Faktor biotis merupakan salah satu penyebab penurunan produksi kacang tanah. Faktor biotis adalah makhluk hidup yang menimbulkan kerusakan pada tanaman, seperti manusia, hewan/binatang, serangga, jasad mikro ataupun submikro dan lain sebagainya. Hama penting kacang tanah adalah pengisap daun (Empoasca), pengorok daun (Stomopteryx subsecivella), ulat jengkal (Plusia chalcites), ulat grayak (Spodoptera litura), kumbang daun (Phaedonia inclusa). Sedangkan Penyakit utama pada kacang tanah antara lain layu bakteri (Ralstonia solanacearum), bercak daun, karat (Puccinia arachidis), dan busuk daun. Konsep Pengendalian hama terpadu (PHT) dengan pemanfaatan musuh alami sebagai agens hayati dalam mengendalikan hama dan penyakit perlu dikedepankan dalam menekan penggunaan pestisida kimia yang berlebihan. Agens hayati merupakan bagian dari suatu ekosistem yang sangat penting peranannya dalam mengatur keseimbangan ekosistem tersebut. Secara alamiah, agens hayati merupakan komponen utama dalam pengendalian alami yang dapat mempertahankan semua organisme pada ekosistem tersebut berada dalam keadaan seimbang.

Tujuan Praktikun ini bertujuan mengetahui jenis hama dan penyakit di ekosistem pertanaman, mengetahui kelimpahan antropoda yang menghuni pertanaman dan mengelompokannya berdasarkan perannya, menerapkan teknik sampeling dan teknik pengamatan pada beberapa ekosistem pertanaman, menganalisis kelimpahan antropoda yang menghuni ekosistem pertanaman dan kaitannya dengan intensitas kerusakan dan praktek budidaya, dan untuk mengetahui tingkat kejadian dan keparahan penyakit dan kaitannya dengan praktek budidaya.

BAB II BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Petakan lahan kacang tanah dengan unit contoh tanaman sebanyak 50 tanaman. Formalin untuk membantu membunuh dan mengawetkan artropoda yang terperangkap dalam trap yang diletakan sejajar permuakaan tanah. Jaring untuk menangkap dan mengamati serangga yang berada dipertanaman. Sekop, seng, gelas bekas air mineral untuk membuat lubang perangkap (pitfall traps). Mikroskop stereo, buku penunjang, cawan petri dan keperluannya lainnya utuk identifikasi artropoda yang tertangkap.

Metode Menemukan petak pertanaman kacang tanah yang diakan diamati. petak tanaman yang representative untuk dilakukan pengamatan selama 5 minggu. Selanjut dari petakan tersebut dipilih secara acak 50 tanaman sebagai unit tanaman contoh dan cukup mewakili dari tanaman yang ada. Tanaman contoh diberi tanda berupa ajir yang diberi nomor dan ditancapkan disebelah tanaman tersebut dilakukan saat tanaman berumur 6 MST. Pengamatan unit tanaman meliputi tajuk tanaman berupa gejala serangan hama dan penyakit, intensitas kerusakan hama, kejadian dan

keparahan penyakit. Pengamatan dilakukan sebanyak 5 kali dan dilakukan setiap minggu sekali yaitu saat berumur 7 MST, 8 MST, 9 MST, 10 MST dan 11 MST. Pengamatan dengan menggunakan lubang perangkap (pitfall traps) dilakukan dengan membuat lubang perangkap sebanyak 5 lubang dengan menggunakan skop tanah. Lubang yang telah dibuat kemudian diletakkan gelas bekas air mineral 240ml. Gelas tersebut diisi dengan formalin 2% sekitar 60ml. Selanjutnya gelas dimasukkan dan permukaan atas gelas diratakan dengan permukaan tanah. Gelas diberi atap agar terhindar dari hujan. Perangkap dipasang selama 24 jam kemudian diangkat dan dimasukkan kedalam kantong plastik dan diberi label. Pemasangan perangkap pada kacang tanah diletakkan diareal pertanaman dengan jarak antar satu perangkap dengan yang lain tidak ditentukan. lubang diharapkan merata pada areal pertanaman kacang tanah. Pengamatan dengan menggunakan pitfall traps sebanyak 5 kali dalam 5 minggu dan setiap 1 kali pengamatan terdapat 5 kai ulangan. Pengamatan dimulai dari tanaman berumur 6 MST sampai 10 MST.

Pengamatan menggunakan jaring serangga. Metode yang digunakan yaitu dengan cara mengayunkan jaring sebanyak lima ayunan di bagian atas tajuk tanaman. Waktu pengmatan dilaksanakan setiap seminggu sekali di pagi hari. Pengamatan dilakukan sebanyak lima kali, dan setiap pengamatan dilakukan sebanyak lima ulangan, dengan pola huruf x di dalam petak lahan. Hasil tangkapan dimasukkan kedalam plastik untuk diidentifikasi dan dihitung jumlahnya. Pengamatan dimulai dari tanaman berumur 6 MST sampai 10 MST. Data hasil pengamatan 50 unti tanaman diolah dengan menggunakan rumus: KP = (n/N )x 100% Keterangan KP = Kejadian Penyakit N = Jumlah tanaman yang diamati n = Jumlah tanaman yang terserang

Keparahan penyakit atau Intensitas kerusakan hama=((nxv):(NxV))x100% Keterangan n = jumlah tanaman yang tergolong kedalam suatu kategori serangan v = skor pada setiap kategori serangan N = jumlah tanaman yang diamati V = skor untuk kategori serangan terberat

Skor skala kerusakan 0 = Luas gejala 0 % (tidak ada gejala) 1 = Luas gejala 1-5% 2 = Luas gejala 6-10% 3 = Luas gejala 11-25% 4 = Luas gejala 26-40% 5 = Luas gejala 41-65% 6 = Luas gejala 66-100%

BAB III TINJAUAN PUSTAKAKacang tanah (Arachis hypogea) merupakan tanaman pangan berupa semak dan termasuk kedalam ordo Leguminase, Famili Papilionaceae, Genus Arachis. Jenis tanaman yang ada di Indonesia ada 2 ( dua ) tipe yaitu : Tipe tegak, jenis kacang ini tumbuh lurus atau sedikit miring keatas, buahnya terdapat pada ruas-ruas dekat rumpun, umumnya pendek ( genjah ) dan kemasakan buahnya serempak. Tipe menjalar, jenis ini tumbuh kearah samping, batang utama berukuran panjang, buah terdapat pada ruas-ruas yang berdekatan dengan tanah dan umumnya berumur panjang (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul, 2000). Tanaman kacang tanah bisa dipanen antara umur 100 - 110 hari, dengan tanda tanda : kulit polong mengeras dan berwarna kehitaman, polong berisi penuh, kulit biji tipis mengkilat dan tidak berair serta sebagian besar daun telah rontok (Liptan, 2000).

Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi MIG Corp menyatakan bahwa Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kacang tanah antara 800-1.300 mm/tahun. Suhu udara minimal untuk tumbuhnya kacang tanah sekitar 2832 oC. Kelembaban udara untuk tanaman kacang tanah berkisar antara 65-75 %. Penyinaran sinar matahari secara penuh amat dibutuhkan bagi tanaman kacang tanah, terutama kesuburan daun dan perkembangan besarnya kacang. Jenis tanah yang sesuai yaitu gembur/bertekstur ringan dan subur dan pH antara 6,06,5. Tanah berdrainase dan berserasi baik atau lahan yang tidak terlalu becek dan tidak terlalu kering, baik bagi pertumbuhan kacang tanah. Ketinggian tempat yang ideal antara 500 m dpl. Beberapa jenis penyakit yang dapat ditemui pada pertanaman kacang tanah menurut Infotech25 (2005) yaitu: 1. Penyakit Bercak Daun Penyebab penyakit ini adalah cendawan Cercospora arachidicola, mulai menyerang tanaman pada saat berumur 3 minggu. Gejala serangan timbul bercakbercak bulat tidak teratur berwarna coklat dikelilingi lingkaran berwarna kuning. Pengendaliannya dengan cara: (a) rotasi tanaman lain yang bukan merupakan inang jamur bercak daun, (b) membakar sisa-sisa tanaman sakit dan membajak lebih dalam, (d) menanam kacang tanah yang tahan penyakit tersebut, dan (e) menyemprot dengan fungisida kloro takonil, metil tifronat pada umur 7 dan 9 minggu setelah tanam. 2. Penyakit Karat Penyakit ini sering menyerang bersama-sama bercak daun. Gejala serangan, timbul bercak kecil berwarna orange seperti karat berukuran 0,5-1 mm, serangan berat daun menjadi kuning, tetapi tidak rontok. Pengendaliannya dengan cara: (a) melakukan rotasi dengan tanaman lain, (b) mencabut, membakar atau membenamkan tanaman sakit, (c) menanam varietas tahan atau toleran, dan (d) menyemprot dengan fungisida markozeb, kloro takonil. 3. Penyakit Busuk Daun Penyebab penyakit ini adalah cendawan Rhizoctonia solani atau Sclerotium rolfsii, gejala serangannya kecambah roboh, busuk akar pada tanaman muda dan

busuk batang serta hawar daun pada tanaman dewasa. Pengendaliannya dengan cara : (a) mencabut dan membakar tanaman sakit, (b) memperlancar drainase, (c) menanam benih tidak terlalu dalam, dan (d) memberikan perlakuan pada benih dengan fungisida thiram (tetra methyl thiuroma disulfide). 4. Penyakit Bakteri Penyebab penyakit ini adalah Pseudomonas solanaccearum, gelala serangan pada tanaman muda menjadi layu secara mendadak dengan daun tetap hijau dan diikuti tanaman mati. Serangan pada tanaman lebih tua, proses kelayuan secara bertahap dan kadang-kadang hanya sebagaian yang layu, kemudian perakaran dan polong menjadi busuk berwarna coklat. Pengendaliannya dengan cara : (a) menanam varietas tahan, (b) melakukan rotasi dengan tanaman bukan inang bakteri layu, (c) mencabut tanaman sakit dan membakar, dan (d) menggunakan benih sehat. 5. Penyakit Virus Penyakit virus yang umum menyerang dan merugikan adalah virus belang yang disebabkan oleh Peanut Mottle Virus (PMoV) dan Peanut Stripe Virus (PStV). Gejala serangan pada tanaman muda adalah timbulnya bercak-bercak klorotik melingkar yang selanjutnya berkembang menjadi belang-belang berwama hijau dan daun yang sakit berwarna lebih pucat. Pengendaliannya dengan cara: (a) mencabut dan membakar tanaman sakit, dan (b) mengendalikan vektor dengan insektisida. Menurut Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan

Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi MIG Corp beberapa teknik pengendalian pada penyakit yang menyerang tanaman kacang tanah antara lain: Penyakit layu dengan cara pengendalian: penyemprotan Streptonycin atau Agrimycin, 1 ha membutuhkan 0,5-1 liter. Agrimycin dalam kelarutan 200-400 liter/ha. Penyakit sapu setan dengan cara pengendalian: tanaman dicabut, dibuang dan dimusnahkan, semua tanaman inang dibersihkan (sanitasi lingkungan). Penyakit bercak daun dengan cara engendalian: penyemprotan dengan bubur Bardeaux 1 % atau Dithane M 45, atau Deconil pada tanaman selesai berbunga, dengan interval

penyemprotan 1 minggu atau 10 hari sekali. Penyakit mozaik dengan cara engendalian: penyemprotan dengan fungisida secara rutin 5-10 hari sekali sejak tanaman itu baru tumbuh. Penyakit karat dengan cara engendalian: tanaman yang terserang dicabut dan dibakar serta semua vektor penularan harus dibasmi. Hama yang biasa menyerang tanaman kacang tanah menurut Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi MIG Corp diantaranya: 1. Uret Gejala: memakan akar, batang bagian bawah dan polong akhirnya tanaman layu dan mati. Pengendalian: menanam serempak, penyiangan intensif, tanaman terserang dicabut dan uret dimusnahkan. 2. Ulat berwarna Gejala: daun terlipat menguning, akhirnya mengering. Pengendalian:

penyemprotan insektisida Azodrin 15 W5C, Sevin 85 S atau Sevin 5 D. c) Ulat grayak Gejala: ulat memakan epidermis daun dan tulang secara berkelompok. Pengendalian: (1) bersihkan gulma, menanam serentak, pergiliran tanaman; (2) penyemprotan insektisida lannate L, Azodrin 15 W5C. 3. Ulat jengkal Gejala: menyerang daun kacang tanah. Pengendalian: penyemprotan insektisida Basudin 60 EC Azodrin 15 W5C, Lannate L Sevin 85 S. 4. Sikada Gejala: menghisap cairan daun. Pengendalian: (1) penanaman serempak, pergiliran tanaman; (2) penyemprotan insektisida lannate 25 WP, Lebaycid 500 EC, Sevin 5D, Sevin 85 S, Supraciden 40 EC. 5. Kumbang daun Gejala: daun tampak berlubang, daun tinggal tulang, juga makan pucuk bunga. Pengendalian: (1) penanaman serentak; (2) penyemprotan Agnotion 50 EC, Azodrin 15 W5C, Diazeno 60 EC.

Menurut Darwis (2001) empat prinsip PHT, yaitu (1) budi daya tanaman sehat, (2) pelestarian dan pemanfaatan musuh alami, (3) pengamatan periodik atau secara berkala, dan (4) petani mampu menjadi manajer dalam usaha tani. McKenzie dan Schneider (2006) menyatakan bahwa PHT menggabungkan berbagai macam cara pengendalian hama, untuk: Mencegah kemungkinan terjadinya permasalahan hama, mengurangi jumlah permasalahan hama jika sudah terjadi dan menggunakan pengendalian alami untuk mengatasi permasalahan yang sudah terjadi. Sistem pengendalian hama terpadu ini lebih dikaitkan dengan konsep ekosistem. Setiap bagian dalam ekosistem saling berkaitan erat dan saling mempengaruhi. Berhasilnya konsep PHT haruslah memahami bagaimana setiap bagian dalam sistem bekerja dan bagaimana mereka saling bekerjasama. (Misalnya, tanah, serangga, tanaman dan pepohonan, burung, binatang, air, manusia, teknologi).

Sistem PHT akan membantu untuk: Mengurangi penggunaan sumber daya dan produk yang mahal, karena lahan akan merawat dirinya sendiri secara terusmenerus, serta sumber daya yang dibutuhkan lebih banyak berasal dari sumber daya local, memperbaiki kualitas tanah, tumbuhan dan lingkungan, meningkatkan produksi dari tanah secara keseluruhan, meningkatkan keanekaragaman dan daya tahan terhadap hama, penyakit dan cuaca ekstrim dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat sekitarnya Pengelolaan tanaman yang baik, meliputi: Rotasi tanaman Mengisi unsur hara dalam tanah Pola-pola alami untuk berbagai macam bentuk kebun - Mencegah serangan hama Tanaman campuran, bukan monokultur - Mengurangi jumlah perkembangan hama Tanaman penghambat hama - Memperlambat serangan berbagai macam hama Penanaman berpasangan Tanaman akan saling membantu satu sama lain Membuat & menggunakan umpan serta perangkap Menjaga rendahnya jumlah hama Menggunakan binatang untuk mengontrol hama Metode yang efektif dan efisien

untuk mengontrol hama Membuat & menggunakan pestisida alami Mendukung lingkungan yang lebih sehat Kontrol biologis Mekanisme pengontrolan hama alami dalam skala yang lebih luas

Kejadian penyakit pada kacang tanah diamati melalui penghitungan melalui pengambilan sampel secara acak minimal 10% dari populasi tanaman (Temaja et al., 2007). Kelimpahan populasi serangga pada suatu habitat ditentukan oleh adanya keanekaragaman dan kelimpahan sumber pakan maupun sumber daya lain yang tersedia pada habitat tersebut. Berdasarkan hasil tangkapan diperoleh berbagai serangga dengan fungsi ekologi yang berbeda. Ada beberapa serangga yang berfungsi sebagai hama, ataupun musuh alami seperti predator mamupun parasitoid. Keanekaragaman fungsi tersebut bermanfaat dalam menjaga keseimbangan ekosistem pada pertanaman. Sehingga memudahkan dalam pengendalian hama secara alami. Menurut Sosromarsono (1977) parasitoid adalah salah satu musuh alami yang umum digunakan dan merupakan faktor utama dalam mengendalikan populasi hama di alam. Peningkatan indeks keanekaragaman parasitoid yang relatif kecil seiring dengan peningkatan indeks keanekaragaman tumbuhan (Pathak, 2001).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN HasilTabel 1 Kerapatan Artropoda yang Tertangkap Lubang PerangkapOrdo/Famili Hymenoptera/Formicidae Collembola Orthoptera/Gryllidae Coleoptera/Carabidae Orthoptra/Acrididae Araneidae/Laba-laba 6 6 2 0 0 0 0 Jumlah seranga (ekor) pada saat umur tanaman minggu ke (MST) 7 8 9 10 5 5 4 1 0 0 0 0 10 5 4 1 3 0 5 0 2 0 2 0 0 1 1 0 Peranan pengurai Pengurai Predator Predator Hama Predator

Tabel 2 Kerapatan Serangga yang Tertangkap Jaring SeranggaOrdo/Famili Jumlah serangga (ekor) yang tertangkap jaring saat tanaman berumur ke (MST) 6 7 8 9 10 12 3 1 1 2 0 0 0 0 6 0 0 0 0 17 0 2 0 4 7 1 1 1 6 0 0 0 0 18 0 1 0 1 0 0 2 1 17 1 0 0 0 40 0 1 0 3 0 0 2 0 3 2 0 4 0 38 0 0 0 11 0 0 7 0 0 1 2 0 2 Peranan Hama Predator Hama Hama Hama Predator Hama Predator Pengurai Parasitoid Hama Hama Hama Hama

Hemiptera/Empoasca Orthoptera/Gryllidae Orthoptera/Acrididae Hemitera/Pentatomidae Diptera/Agromyzidae Dipteral/Asilidae Hemiptera/Coreidae Araneidae/Laba-laba Hymenoptera/Formicidae Hymenoptera Lepidoptera Thysanoptera/Thripidae Hemiptera/Alydidae Hemiptera/Cicadellidae

Tabel 3 Intensitas Kerusakan Hama pada Kacang TanahJenis serangga Biloba subsecivella Spodoftera litura Oxya sp. Lamprosema indicata Intensitas kerusakan hama pada pengamatan ke (MST) 7 8 9 10 11 1 0,33 0,33 0 0 2,33 7,3 13 18 20 5,33 14,33 7,67 22,33 36,67 2 0,33 0,33 0,33 0

Tabel 4 Kejadian Penyakit pada Kacang TanahUmur Tanaman (MST) 7 8 9 10 11 Bercak daun 58 90 90 92 94 Kejadian Penyakit (%) Penyakit belang 0 2 6 6 6

Penyakit sapu 0 2 4 4 6

Tabel 5 Keparahan Penyakit Pada Kacang TanahUmur tanaman (MST) 7 8 9 10 11 Bercak daun 12.3 23.6 38 44.3 50.6 Keparahan penyakit (%) Penyakit belang Penyakit sapu 0 0 2 2 6 4 6 4 6 6

Tabel 6 Kelimpahan Artropoda Berdasarkan PeranannyaUmur Tanaman (MST) 6 7 8 9 10 Rata-rata Hama 15 22 17 2 45 20.2 Pesentase Artropoda Predator 6 42 16 2 16 20 Parasitoid 21 21 59 0 0 20.2 Pengurai 32 24 24 16 4 20

Tabel 7 Hasil Wawancara Mengenai Karakteristik PetaniNama Petani Alamat Pendidikan Terakhir Umur Kepemilikan lahan Luas Lahan Ahmad Bastari Desa Carang Pulang SMA 45 tahun Sendiri 10.000 m2 Paiman Desa Carang Pulang SMA 55 tahun Sendiri 1000m2 Jamsari Desa Carang Pulang SD 54 tahun Sendiri 1200m2 Haji Uming Desa Carang Pulang Tidak sekolah 93 tahun Sendiri 30.000m2

Tabel 8 Hasil Wawancara Mengenai Aspek BudidayaJenis pertanyaan Varietas Asal Benih Jarak Tanam Pupuk yang digunakan Waktu pemupukan Waktu Penyiangan Umur Panen Rotasi tanam Tanaman disekitar tanaman kacang tanah Hasil panen Penjualan hasil panen Harga Ahmad Bastari Singa Pemerintah 20-25 cm Pupukkandang, NPK 30 HST 30 HST 45-100 HST Padi-Ubi jalar Ubi jalar, singkong, Jagung, Padi 4000 Kg Pasar anyar Basah 3000/Kg, Benih 15000/Kg Paiman Sendiri 20 cm x 40 cm Pupuk kandang, Urea, TSP 15 HST 15 HST 85-100 HST Padi-Ubi jalarjagung Ubi jalar, singkong, Jagung, Padi 270 Kg Pakan burung Jamsari Sendiri 20cm x 40cm Pupuk kandang, NPK 30 HST 30 HST 100 HST Ubi jalarjagung Ubi jalar, singkong, Jagung, Padi 500 Kg Pedagang pengumpul 3500/Kg Hai Uming Kijang Sendiri Sendiri Pupuk kandang, kompos Saat tanamn Awal tanam 90-100 HST Padi Ubi jalar, singkong, Jagung, Padi 15 000 Kg pasar 3500/Kg

Tabel 9 Hasil Wawancara Mengenail Hama dan Penyakit Tanaman Kacang TanahNama Petani Gejala Jenis Hama Jenis Penyakit Sapu setan, karat daun Jenis Pestisida Furadan, Decis Cara Aplikasi Tabor, Semprot Dosis Pengetahuan Mengenai PHT Cukup memahami

Ahmad bastari

Paiman

Jamsari

Daun kriting, layu, polong tidak berisi, Daun terdapat bercak Daun kriting, layu, polong tidak berisi, Daun terdapat bercak polong tidak berisi, Daun terdapat bercak, kerdil

ulat

1 kaleng untuk 1000 m2

Wereng, ulat

Sapu setan, karat daun

decis

semprot

5 tutup/ 1 tangki swallow

Kurang memahami

Ulat,

Karat daun, sapu setan

Decis

Semprot

1 tutup botol dicampur dengan 5 liter air

Tidak memahami

Haji Uming

Daun kriting, layu, polong tidak berisi, Daun terdapat bercak

ulat

karat daun, sapu setan

Kurang memehami

PembahasanPenggunaan pitfall traps berfungsi sebagai perangkap bagi serangga yang aktif menjalankan aktifitasnya ditanah. Data artropoda terperangkap yang didapat selama 5 minggu, dari 6 MST sampai 10 MST disajikan dalam grafik 1. Hasilnya yaitu perangkap pada pertanaman kacang tanah lebih banyak menangkap famili Gryllidae dan paling sedikit menangkap Araneidae (laba-laba) serta famili Formicidae. Famili Gryllidae lebih banyak terperangkap dari pada Collembola, walapupun keduanya aktif didalam tanah. Penyebabnya mungkin populasi Gryllidae lebih banyak dan lebih muda terperangkap serta mudah tertarik perangkap. Perangkap selain menangkap predator dan pengurai juga menangkap hama yaitu famili Acrididae. Predator yang tertangkap yaitu famili Gryllidae, Carabidae dan Araneidae. Sedangkan pengurai yang tertangkap yaitu ordo Collembola dan famili Formicidae. Artopoda yang tertangkap dari yang terbanyak sampai yang paling sedikit yaitu Gryllidae, Formicidae, Carabidae, Acrididae, Araneidae dan Collembola. Pertanaman kacang tanah yang diamati berada pada areal pertanaman bambu, sehingga dapat diperkirakan banyaknya formicidae berasal dari pertanaman bambu yang tumbuh secara liar. Peranan Formicidae dan Collembola dalam tanah dipertanaman kacang tanah dapat berfungsi sebagai pengurai atau penggembur tanah karena aktivitasnya didalam tanah dan memakan serangga-serangga mati. Serangga yang tertangkap jaring cukup beragam. Serangganya ada yang bersifat hama, predator, pengurai dan parasitoid. Serangga hama yang tertangkap yaitu Empoasca, Acrididae, Pentatomidae, Agromyzidae, Coreidae, Alydidae,

Cicadellidae dan Thripidae. Family Empoasca merupakan yang banyak tertangkap dengan jumlah 125 ekor, famili ini berwarna hijau dan berukuran kecil. Famili

Pentatomidae yang tertangkap hanya 1 ekor yaitu pada saat tanaman berumur 6 MST. Serangga predator yang tertangkap berasal dari famili Gryllidae dan Laba-laba. Serangga pengurainya yaitu dari famili Formicidae sedangkan Parasitoid yang ditemukan berasal dari ordo Hymenoptera. Tanaman berumur 6 MST dengan populasi serangga (artropoda) hama yang mulai meningkat diimbangi dengan peningkatan populasi serangga (artropoda) predator dan parasitoid, dapat dilihat pada grafik 4. Tapi populasi predator pada 8 MST dan populasi parasitoid pada 9 MST mulai menurun. Populasi hama pada umur tanaman 10 MST meningkat sedangkan populasi predator dan parasitoid terus menurun. Hal ini bisa disebabkan banyak predator dan parasitoid mati karena umumnya berumur pendek dan menghasilkan keturunan lebih sedikit dibandingkan serangga hama. Kerusakan hama dapat berupa gejala korokan yang disebabkan Biloba subsecivella (Lepidoptera:Gelechiidae), daun menggulung yang disebabkan

Lamprosem indicate (Lepidoptera:Pyralidae), Grigitan yang disebabkan Oxya sp. (Orthoptera:Acrididae) dan daun menggulung yang disebabkan Spodoftera litura (Lepidoptera:Noctuidae). Intensitas kerusakan hama tersebut pada grafik memiliki pola yang beragam. Ada yang polanya meningkat seiring bertambahnya umur tanaman, ada yang pola grafiknya naik turun dan pola grafiknya menurun dai 7 MST sampai 11 MST. Kerusakan karena serangan Biloba subsecivella meningkat dari umur tanaman 7 MST ke 8 MST dan turun pada umur 10 MST dan selanjutnya serangan meningkat kembali sampai umur 11 MST. Intensitas kerusakan yang turun tersebut disebabkan perbedaan nilai scoring saat pengamatan, munculnya daun baru, terjadi kerontokan daun yang terserang hama dan tanaman contoh hilang yang diganti dengan tanaman lainnya. Gejala kerusakan daun berlubang-lubang karena serangan Spodoptera litura meningkat sampai dengan umur 11 MST. Keparahan penyakit pada tabel 5 menunjukkan penyakit yang paling banyak meyerang tanamana kacang tanah yaitu bercak. Gejala ini sebenarnya terdiri dari 2

penyakit yaitu penyakit karat dan Bercak Cercospora. Penyatuan ini disebabkan karena awal pengamatan sampai selesai kita menduga gejala tersebut disebabkan karat. Tapi setelah diteliti lagi ternyata kacang tanah tersebut juga terserang bercak cercospora. Jadi seharusnya penyakit yang ditemukan pada kacang tanah ada 4 yaitu penyakit karat disebabkan Puccinia arachidicola, Bercak cercospora disebabkan Cercospora sp., Penyakit sapu ole fitoplasma dan penyakit belang disebabkan mottle mosaik virus. Semua penyakit tersebut memiliki pola grafik yang keparahan penyakit meningkat dari umur 7 MST sampai 11 MST. Tapi peningkatan paling tajam dan jelas yaitu yang memiliki gejala bercak. Gejala ini banyak ditemukan pada daun-daun yang paling bawah. Hal ini mungkin dipengaruhi kelembaban pada tanaman. Kejadian penyakit paling tinggi ke rendah yaitu dari bercak, penyakit belang dan penyakit sapu. Wawancara dilakukan di Carang Pulang dengan 4 petani yang bernama pak Ahmad bastari, pak Paiman, pak Jamsari, dan pak Haji Uming. Umur paling muda 45 tahun dan paling tua 93 tahun. Petani memiliki lahan sendiri, ada yang dikelola sendiri dan menpekerjakan orang lain. Varietas kacang tanah yang digunakan adalah variaetas singa, kijang dan ada 2 petani yang tidak mengetahui varietas yang digunakannya. Benih kacang tanah diperoleh dari pemerintah, dibeli sendiri dan diproduksi sendiri dari panen sebelumnya. Jarak tanamnya umumnya 20cm x 40cm dan pupuknya dalah pupuk kandang, Npk, Urea, TSP, dan kompos. Pupuk kandang ada yang diproduksi sendiri karena ada petani yang memiliki ternak seperti sapi. Umur panen kacang tanah bervariasi, untuk benih biasanya panennya lebih lama yaitu kurang lebih 100 HST, sedangkan untuk sayur pada umur 85 HST sudah dipanen. Rotasi yang dilakukan yaitu dengan padi, ubi jalar dan jagung. Hasil panennya ada yang dijual sendiri ke pasar, dijual kepengumpul yang ada didesa dan ada yang menjadi pemasok bagi penamgkaran burung untuk dijadikan pakan burung. Hama dan penyakit yang menyerang pertanaman kacang tanah menurut petani Carang Pulang yaitu Penyakit Sapu, Karat, dan ulat. Penyakit Sapu oleh petani dikendalikan dengan cara dicabut. Pengendalian dengan pestisida dilakukan jika

petani menemukan hama yang menyerang pertanaman. Sebagai contoh tanaman terserang ulat maka petani melakukan penyemprotan yang aplikasinya biasanya pada pagi hari. Petani di desa Carang Pulang yang diwawancarai, 3 diantaranya mengikuti kegiatan kelompok tani. Petani tersebut pernah mendengar pengendalian hama terpadu tapi penerapannya dilapangan belum terlalu maksimal. Pak Ahmad Bastari merupakan ketua kelompok tani di Carang Pulang. Beliau menjelaskan salah satu pengendalian hama terpadu dengan sistem legowo pada tanaman padi. System legowo dilakukan agar sinar matahari masuk diantara pertanaman, selain itu adalh pengeringan lahan untuk mengatasi masalah keong mas.

BAB V KESIMPULANPengambilan sampel unit tanaman sebanyak 50 tanaman seacra acak dipetak pengamatan. Penjaringan serangga dan peletakan trap membentuk huruf X. Hama yang menyerang kacang tanah dari intensitas kerusakan tinggi sampai rendah yaitu Oxya sp (Orthoptera:Acridadae), indicate Spodoftera litura dan (Lepidoptera:Noctuidae), Biloba Subsecivella

Lamprosema

(Lepidoptera:Pyraliade),

(Lepidoptera:Gelechiidae). Penyakit yang menyerang pertanaman dari keparahan dan kejadian penyakit yang paling tinggi ke rendah yaitu Penyakit bercak dan karat, Penyakit Belang dan Penyakit Sapu. Serangga yang tertangkap jaring paling banyak famili Empoasca dan berperanan sebagai hama. Artropoda yang tertangkap perangkap yaitu dari famili Formicidae dan berperan sebagai pengurai. Populasi hama yang meningkat tidak terimbangi populasi predator dan parasitoid (grafik 5). Petani yang diwawancarai sudah pernah mendengar konsep PHT tapi belum terlalu memahami dan belum sepenuhnya menjalankan konsep tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Darwis, V. 2001. Penerapan empat prinsip PHT oleh petani teh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.Bogor. 18 hal. Dinas pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul. 2001. Budidaya Kacang Tanah (Arachis hypogea L.). http://www.warintekjogja.com/. [27 November 2010]. Infotech25. 2005. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Kacang Tanah (2). http://id.shvoong.com/exact-sciences/agronomy-agriculture/. [27 November 2010]. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi MIG Corp. tt. Budidaya kacang tanah. http://migroplus.com/. [27 November 2010]. Liptan. 2000. Paket Teknologi Anjuran Budidaya Kacang Tanah. Instalasi Penelitian dan Pengkajian teknologi Pertanian Mataram. McKenzie, L. dan P. Schneider. 2006. Buku Pedoman Pelatih untuk Pelatihan Permakultur. Yayasan IDEP. 138 hal. Pathak, V.N.2001. Diseases of fruit Crops. Oxford and IBH Publ.Co., New Delhi, 309 hal.345 Sosromarsono, 1977. http://tumoutou.net/3_sem1_012/trizelia.htm, diakses tanggal 12 Mei 2009. Temaja, IG.R.M, G. Suastika, SH. Hidayat, dan U. Kartosuwondo. 2007. Deteksi Chrysanthemum B Carlavirus (CVB) pada Tanaman Krisan di Indonesia. AGRITOP 26(1): 6-12.