koperasi dan perdagangan - kementerian … · web viewdengan bertambah meningkatnya simpanan...

122
KOPERASI DAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI

Upload: trinhdang

Post on 09-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KOPERASI DAN PERDAGANGANDALAM NEGERI

BAB XI

KOPERASI DAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI

A. KOPERASI

1. Pendahuluan

Sebagaimana tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Ne-gara, dalam rangka mewujudkan demokrasi ekonomi peranan kope-rasi akan terus ditingkatkan agar tumbuh menjadi lembaga eko-nomi yang kuat dan mampu menjadi wadah utama bagi pembinaan dan pengembangan kemampuan berusaha golongan ekonomi lemah. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan usaha untuk lebih memasyarakatkan kesadaran berkoperasi terutama di-kalangan golongan ekonomi lemah agar koperasi dapat tumbuh dan berkembang sebagai gerakan dari kalangan masyarakat sen-diri. Oleh karena itu langkah-langkah pembinaan serta penyu-luhan yang tepatguna bagi pengembangan koperasi perlu diting-katkan sehingga koperasi mampu meningkatkan kegiatan usahanya sesuai dengan prinsip ekonomi dan mampu bersaing dalam membe-rikan pelayanan kepada masgarakat. Dengan demikian diharapkan koperasi akan mampu meningkatkan kesejahteraan para anggota-nya dan sebaliknya para anggotanya akan dapat lebih merasakan manfaat berkoperasi. Hal ini pada gilirannya akan menjadikan koperasi lebih mandiri dan makin berakar dalam kehidupan eoeial ekonomi masyarakat.

Sejalan dengan itu, peranan dan usaha koperasi perlu di-tingkatkan dan diperluas di berbagai sektor, seperti pertani-an, perindustrian, perdagangan, angkutan, kelistrikan dan

XI/3

lain-lain. Dalam rangka mempercepat pertumbuhan koperasi di berbagai sektor tersebut, perlu didorong dan dikembangkan kerjasama yang serasi antara koperasi dengan usaha swsata dan usaha negara.

Dalam membina koperasi perlu ditingkatkan penyuluhan yang diarahkan pada peningkatan kemampuan pemimpin koperasi dan anggota koperasi untuk mengelola organisasi koperasi, untuk menghimpun dan mengerahkan dana untuk modal koperasi, dan untuk menjalankan usaha serta menyelenggarakan pengawasan terhadap koperasi. Di samping itu, bantuan dan pemberian fa-silitas yang tepatguna tetap dilanjutkan. Sebagai salah satu perwujudan dari pelaksanaan unsur pemerataan dalam pembangun-an, maka pembinaan Koperasi Unit Desa dan koperasi primer lainnya terus mendapat perhatian utama agar koperasi semakin memasyarakat dan membudaya.

Tujuan pembinaan koperasi adalah meningkatkan kemampuan KUD dan koperasi primer lainnya untuk: (1) berswakarsa dan berswadaya, (2) menjadi salah satu wadah utama untuk membina kemampuan golongan ekonomi lemah, (3) meningkatkan pelayanan-nya kepada masyarakat dan para anggotanya, (4) berpartisipasi aktif di berbagai sektor, seperti sektor pertanian pangan, industri, kelistrikan desa, perdagangan, perkreditan, angkut-an dan sebagainya, (5) mengadakan kerjasama dengan sesama ko-perasi primer lainnya dan dengan usaha-usaha negara dan swasta di wilayah atau di daerah kerja masing-masing.

2. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah

Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya dalam Repelita IV, maka pada tahun keempat kebijaksanaan yang ditempuh dalam menguashakan tercapainya tujuan tersebut dilaksanakan melalui dua program pokok, yaitu Program Pembinaan Kelembagaan Kope-rasi dan Program Pengembangan Usaha Koperasi. Untuk mendukung kedua program pokok pembangunan koperasi tersebut dilaksa-nakan pula dua program penunjang, yaitu Program Pendidikan dan Program Penelitian Koperasi.

a. Pembinaan Keleabagaan Koperasi

Perhatian utama dalam pembinaan kelembagaan koperasi di-tujukan pada tiga hal, yaitu: organisasi, tatalaksana dan pengawasan. Selanjutnya, pembinaan kelembagaan koperasi di-maksudkan untuk (1) meningkatkan penghayatan setiap anggota

XI/4

koperasi mengenai arti koperasi bagi kehidupan mereka, (2) me-ningkatkan kemampuan para anggota untuk berkoperasi dan kemam-puan anggota pengurus serta badan pemeriksa dalam memimpin dan mengelola koperasi, (3) meningkatkan kemampuan para manajer dan para pembantu manajer serta karyawan lainnya dalam menge-lola usaha koperasi sesuai dengan tugas mereka masing-masing, (4) menyempurnakan organisasi dan tatalaksana koperasi-kope-rasi yang ada, (5) mendorong pembentukan dan pengembangan unit-unit organisasi serta mendorong peningkatan usaha di ma-sing-masing wilayah kerja koperasi sesuai dengan kebutuhan para anggotanya (6) dan menyempurnakan iklim berkoperasi me-lalui usaha mempertinggi kesadaran masyarakat umum akan pen-tingnya peranan koperasi bagi kepentingan masyarakat pada umumnya.

Langkah-langkah yang telah ditempuh dalam pembinaan ke-lembagaan koperasi adalah sebagai berikut: (1) menyelenggara-kan pendidikan, kursus-kursus, latihan dan penataran yang khusus diperuntukkan bagi para anggota pengurus, anggota badan pemeriksa, para manajer beserta para pembantunya dan bagi karyawan koperasi lainnya, (2) menyelenggarakan konsul-tasi dalam usaha untuk menyempurnakan tertib organisasi dan administrasi, serta meningkatkan partisipasi anggota. dalam kegiatan-kegiatan organisasi koperasi melalui bimbingan pe-nyelenggaraan sistem akuntansi dan audit di lingkungan kope-rasi-koperasi primer, (3) secara teratur memberikan penyuluh-an kepada•para anggota koperasi dan memberikan penerangan me-ngenai perkoperasian kepada masyarakat umum melalui radio, televisi serta media masea lainnya, (4) mengembangkan rasa tanggungjawab masyarakat umum mengenai perkembangan perkope-rasian agar anggota masyarakat yang bersedia untuk berperan-serta secara nyata dalam pembangunan koperasi semakin ber-tambah.

b. Pengembangan Usaha Koperasi

Pembinaan usaha koperasi diarahkan untuk memantapkan dan mengembangkan kemampuan usaha yang dilakukan oleh koperasi primer, terutama Koperasi Unit Desa (KUD), dalam kegiatan pe-nyediaan kebutuhan anggota dan masyarakat sekitarnya, penye-diaan sarana produksi, pengelolaan hasil produksi dan pema-sarannya, serta penyediaan kesempatan untuk kegiatan simpan pinjam dan kegiatan-kegiatan lainnya.

Dalam pelaksanaannya, pengembangan usaha koperasi dila-kukan dengan: (1) menyelenggarakan pendidikan, kursus-kursus

XI/5

dan latihan keterampilan usaha bagi para anggota pengurus, anggota badan pemeriksa, para manajer dan pembantu manajer serta bagi para karyawan koperasi, (2) memberikan konsultasi dan bimbingan mengenai masalah produksi, manajemen, pembiaya-an, pemasaran, pengolahan hasil, dan masalah lainnya yang berkaitan dengan pengembangan usaha.

Di samping itu juga ditempuh langkah-langkah untuk (1) memberi kesempatan yang lebih luas kepada koperasi, khususnya KUD, untuk melaksanakan kegiatan pengadaan pangan, penyaluran sarana produksi pertanian, pemasaran hasil-hasil pertanian, jasa angkutan, jasa kelistrikan desa, jasa perkreditan, simpan pinjam dan lain-lain, serta (2) membantu mengusahakan fasili-tas kredit dengan persyaratan yang memadai bagi koperasi yang memerlukannya untuk pengelolaan dan pengembangan usahanya.

c. Kegiatan Penunjang

Agar pelaksanaan pembinaan koperasi dapat berhasilguna, diperlukan tenaga pembina yang memadai dalam jumlah dan mutu yang meliputi keterampilan, tingkat pengetahuan dan pengab-diannya. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1987/88 tetap di-adakan kegiatan latiban keterampilan dan penataran bagi para petugas pembina, baik bagi yang telah bertugas maupun bagi pembina yang baru.

Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan data yang diperlu-kan bagi penetapan kebijaksanaan psmbangunan koperasi, maka terus dilaksanakan kegiatan penelitian mengenai kelembagaan koperasi dan kegiatan-kegiatan usahanya.

3. Hasil-hasil Yang Dicapai

Hasil-hasil pelaksanaan pembinaan kelembagaan dan pem-binaan usaha koperasi dalam tahun 1987/88 dapat dilaporkan sebagai berikut:

a. Hasil-hasil Pambinaan Kelembagaan Koperasi

Keberhasilan pembinaan kelembagaan koperasi ditentukan oleh keberhasilan dalam membina peserta yang aktif dalam ge-rakan koperasi yang bersangkutan dan dalam mendorong makin berfungsinya Rapat Anggota Tahunan Koperasi. Pengetahuan, ke-terampilan, daya kerja dan sikap hidup para anggota badan

XI/6

pengurus dan anggota badan pemeriksa, para manajer, para kar-yawan, para anggota serta kader koperasi akan sangat menentu-kan pertumbuhan koperasi. Dengan demikian, keberhasilan yang dicapai dalam latihan keterampilan dan penataran perkoperasi-an diharapkan akan membantu perkembangan koperasi, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

Kegiatan latihan keterampilan dan penataran perkoperasi-an diselenggarakan bagi para pengelola koperasi, seperti ang-gota pengurus, anggota badan pemeriksa, para kader, manajer dan para karyawan koperasi. Antara tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1987/88, Tabel XI-1 menunjukkan bahwa 2.448 orang pe-ngelola koperasi telah memperoleh kesempatan mengikuti latih-an keterampilan dalam tahun 1987/88, atau turun 82,7% jika dibanding dengan tahun 1986/87 yang berjumlah 14.117 orang. Hal itu disebabkan oleh diterapkannya perayaratan yang lebih ketat bagi calon peserta latihan, di samping ditiadakannya latihan bagi para anggota Badan Pemeriksa Koperasi yang untuk sementara dipandang telah memadai. Selanjutnya pengelola ko-perasi yang mengikuti latihan tersebut dalam tahun 1985/86, 1984/85 dan 1983/84 masing-masing berjumlah 23.354, 19.138 dan 24.181 orang.

Di samping itu dalam tahun 1987/88, seperti juga pada tahun-tahun sebelumnya, telah diselenggarakan pendidikan/la-tihan bagi para kader koperasi yang antara lain terdiri dari kelompok penyuluh lapangan keluarga berencana, pengajar/dosen, pemuka gereja, pelatih dewan koperasi, kelompok tani, redak-tur TVRI, pemuda, pramuka, pondok pesantren, mahasiawa, buruh, wartawan, murid sekolah, pepabri dan wanita. Pendidikan/la-tihan keterampilan bagi kelompok masyarakat tersebut dapat dilihat dalam Tabel XI-2.

Hasil pembinaan kelembagaan secara kuantitatif dapat di-lihat dari perkembangan jumlah koperasi, seperti yang ditun-jukkan Tabel XI-3 dan Grafik XI-l. Tabel tersebut menunjuk-kan bahwa pada tahun 1987 terdapat 31.162 koperasi yang ber-arti terdapat kenaikan sebesar 2,4% jika dibanding dengan jumlah koperasi pada tahun 1986 yang berjumlah 30.446 buah. Dalam perkembangan jumlah koperasi tersebut termasuk juga KUD. Pada tahun 1987 jumlah KUD adalah 7.470 buah, sedangkan pada tahun sebelumnya baru berjumlah 7.350 buah, yang berarti terdapat kenaikan sebesar 1,6%. Dalam periode yang sama kope-rasi yang bukan KUD mencapai kenaikan 2,6%. Jumlah koperasi secara keseluruhan dalam tahun-tahun sebelumnya adalah 25.161 buah dalam tahun 1983, 26.432 buah dalam tahun 1984 dan

XI/7

TABEL XI - 1

JUMLAH PENGURUS, MANAJER, KARYAWANDAN KADER KOPERASI YANG MEMPEROLEH PENDIDIKAN PERKOPERASIAN,

1983/84 - 1987/88(orang)

1) Termasuk 1.008 orang Pengurus Kredit 2) Termasuk 461 Personil P.P.K3) Kader Perkoperasian yang memperoleh kursus perkoperasian4) Untuk tahun 1987/88 pendidikan BP tidak diadakan

karena dipandang untuk sementara telah memadai.

XI/8

TABEL XI - 2

JUMLAH KADER DARI LINGKUNGANKELOMPOK MASYARAKAT DAN KOPERASI GOLONGAN MASYARAKAT

YANG MEMPEROLEH PENDIDIKAN PERKOPERASIAN,1983/84 - 1987/88

(orang)

1) Tanda -) berarti untuk tahun yang bersangkutan tidak diprogramkan antara lain karena jumlahnya dipandang telah memadai.

2) Hanya diprogramkan pada tahun 1986/873) Termasuk Koperasi Pramuka, Koperasi Pondok Pesantren, Koperasi Mahasiswa,

Buruh dan Wartawan.4) Termasuk Koperasi Veteran dan Koperasi Angkatan Darat (Hankam). 5) Angka perbaikan

XI/9

TABEL XI - 3

JUMLAH KOPERASI SELURUH INDONESIA, 1)1983 – 1987

1) Mencakup Primer, Pusat, Gabungan dan Induk

XI/10

GRAFIK XI – 1

JUMLAH KOPERASI SELURUH INDONESIA,1983 - 1987

XI/11

28.103 buah dalam tahun 1985. Didalamnya termasuk KUD yang berturut-turut adalah 6.373, 6.629 dan 6.979 buah. Secara keseluruhan tampak bahwa laju perkembangan koperasi non KUD lebih besar dari pada KUD. Hal ini disebabkan antara lain oleh adanya persyaratan wilayah kerja bagi KUD.

Selain diukur dengan perkembangan jumlah koperasinya, perkembangan kelembagaan koperasi juga dapat diukur dari per-kembangan jumlah anggotanya. Perkembangan jumlah anggota ko-perasi dapat dilihat dalam Tabel XI-4.dan Grafik XI-2, yang didalamnya termasuk anggota KUD. Pada tahun 1987 jumlah tersebut telah mencapai 25.545 ribu orang. Jika dibanding dengan jumlah anggota koperasi pada tahun sebelumnya terdapat kenaikan sebanyak 18,3%. Khusus untuk jumlah anggota KUD, kenaikannya adalah sebesar 6,1%, yaitu dari 15.733 ribu orang pada tahun 1986 menjadi 16.682 ribu orang pada tahun 1987. Hal itu disebabkan antara lain oleh sulitnya komunikasi antara petani dengan kantor koperasinya karena terlampau luasnya wilayah kerja KUD. Jumlah anggota koperasi pada tahun 1983, hanya 13.652 ribu orang, namun pada tahun 1984 dan 1985 meningkat masing-masing menjadi 16.402 dan 20.285. Sedangkan jumlah anggota KUD, pada tahun 1983 adalah 9.608 ribu orang, yang kemudian meningkat menjadi 12.008 orang pada tahun 1984 dan 14.916 orang pada tahun 1985.

Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai keadaan kelembagaan koperasi perlu diperhatikan pula perkem-bangan kelengkapan organisasi, seperti Rapat Anggota Tahunan (RAT). Perkembangan jumlah koperasi yang telah mengadakan RAT dapat dilihat pada Tabel XI-5. Tabel tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 1987 telah diselenggarakan RAT oleh 18.021 koperasi atau 57,8% dari jumlah koperasi pada tahun tersebut. Ini merupakan suatu peningkatan dibandingkan dengan tahun 1986 yang tercatat sebanyak 16.608 koperasi yang telah meng-adakan RAT, atau 54,5% dari jumlah koperasi pada tahun ter-sebut. Dalam tahun 1983, 1984 dan 1985 jumlah koperasi yang menyelenggarakan RAT pada masing-masing 13.761, 18.809 dan 14.881 koperasi atau 54,7%, 71,2% dan 53,0% dari koperasi yang ada pada waktu itu.

Untuk mengelola koperasi dengan baik, selain diperlukan pengurus dan badan pemeriksa yang berpengabdian tinggi, juga diperlukan sedikit-dikitnya seorang manajer yang mempunyai kemampuan dan keterampilan manajemen yang memadai. Dengan se-makin banyaknya koperasi yang memiliki manajer tersebut, di-harapkan semakin banyak pula koperasi yang mampu mengelola

XI/12

TABEL XI – 4

JUMLAH ANGGOTA KOPERASI PRIMER,1983 – 1987

X/14

GRAFIK XI – 2

JUMLAH ANGGOTA KOPERASI PRIMER,1983 – 1987

R E P E L I T A IV

X/14

TABEL XI – 5

PENYELENGGARAAN RAPAT ANGGOTA TAHUNAN,1983 – 1987

TahunSeluruh Koperasi

Jumlah Koperasi yang menyeleng-

garakan RAT

Persentase 1) Koperasi yang

menyelengga rakan RAT

(buah) (buah) (%)

1983 25.161 13.761 54,7

1984 26.432 18.809 71,2

1985 28.103 14.881 53,0

1986 30.446 16.608 54,5

1987 31.162 18.021 57,8

1) Realisasi RAT tahun bersangkutan dibagi dengan jumlah Koperasi/KUD tahun bersangkutan.

usahanya secara mandiri. Perkembangan jumlah koperasi yang memiliki manajer dapat dilihat dalam Tabel XI-6. Dalam tahun 1987 terdapat 5.385 orang manajer yang bekerja di lingkungan KUD, yang berarti turun 10,8% jika dibanding dengan jumlah manajer KUD yang terdapat pada tahun 1986. Hal itu disebabkan antara lain oleh adanya manajer yang mengundurkan diri karena mendapatkan pekerjaan di perusahaan lain. Namun untuk kope-rasi bukan KUD terdapat kenaikan jumlah manajer dari 901 orang dalam tahun 1986 menjadi 1.008 orang dalam tahun 1987,

XI/15

TABEL XI – 6

KUD DAN KOPERASI NON KUD YANG TELAH MEMPUNYAI MANAJER,1983 – 1987

1) "Surplus" manajer KUD pada tahun-tahun ini karena ditempuh kebijaksanaan“dropping” manajer dari Pusat sebagai tindak lanjut dari keinginan kuatuntuk membangun KUD.

XI/16

yang berarti terdapat. kenaikan sebanyak 11,9% jika dibanding tahun sebelumnya yang jumlahnya baru mencapai 901 orang. Pada tahun 1983, 1984, dan 1985 jumlah manajer di lingkungan KUD berjumlah 8.364, 7.257 dan 6.517 orang, sedangkan di ling-kungan bukan KUD masing-masing berjumlah 964, 975 dan 890 orang manajer. Secara keseluruhan koperasi non KUD lebih ke-kurangan manajer dibanding KUD.

b. Pengembangan Usaha Koperasi

Sebagai hasil kegiatan bimbingan dan perkembangan usaha koperasi yang dilaksanakan dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1987 secara menyeluruh terlihat peningkatan usaha. Tabel XI-7 menyajikan perkembangan simpanan anggota, modal dan nilai usaha koperasi. Pada tahun 1987, simpanan anggota mencapai Rp 435,7 milyar dibandingkan dengan tahun 1986 yang hanya sebesar Rp 415,0 milyar, atau kenaikan sebesar 5%. Dalam tahun-tahun sebelumnya simpanan ini terus menunjukkan peningkatan, yaitu mencapai Rp 125,0 milyar pada tahun 1983, Rp 132,0 milyar pada tahun 1984 dan Rp 178,1 milyar pada tahun 1985.

Kenaikan simpanan anggota relatif sangat besar dalam tahun 1986 dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal itu karena dimasukkannya komisi yang diperoleh KUD dari kegi-atan-kegiatan pengadaan pangan, penjualan palawija, penjualan cengkeh dan lain-lain ke dalam simpanan anggota, dengan mak-sud untuk menunjang upaya peningkatan kemandirian koperasi.

Dengan bertambah meningkatnya simpanan anggota dan di-perolehnya kredit dengan syarat yang ringan sebagaimana di-uraikan dalam kegiatan permodalan, modal usaha koperasi se-cara keseluruhan diharapkan juga bertambah meningkat. Modal usaha yang dikelola oleh koperasi dalam tahun 1987 berjumlah Rp 1.183,8 milyar, yang apabila dibandingkan dengan tahun 1986 sebesar Rp 870,4 milyar telah terjadi lonjakan sebesar 36%. Peningkatan modal tersebut cukup memberikan harapan untuk peningkatan usaha koperasi-koperasi yang bersangkutan. Dalam tahun 1983 jumlah modal usaha koperasi adalah Rp 537,6 milyar dan turun menjadi Rp 467,6 milyar pada tahun 1984, namun kemudian meningkat kembali dan pada tahun 1985 mencapai Rp 618,8 milyar.

Disebabkan oleh berbagai hal, nilai usaha koperasi sejak tahun 1983 sampai dengan 1987 berfluktuasi dan secara kese-luruhan tidak menunjukkan peningkatan yang berarti. Dalam

XI/17

TABEL XI - 7

SIMPANAN ANGGOTA, MODAL DAN NILAI USAHA KOPERASI,1983 – 1987

1) Perkembangan modal usaha dan nilai usaha menurun karena terpengaruholeh adanya kebijaksanaan moneter dan perbankan pada tahun 1983.

2) Kenaikan simpanan yang sangat tinggi ini disebabkan karena dimasukkannya fee KUD dari pengadaan pangan, pemasaran palawija, pemasaran cengkeh dan lain-lain ke dalam simpanan dalam rangka usaha mendorong peningkatan ke-mandirian koperasi.

3) Menurunnya nilai usaha disebabkan karena menurunnya berbagai kegiatan seperti pengadaan beras, pemasaran kopra dan pemasaran cengkeh.

XI/18

tahun 1984 nilai usaha tersebut turun dari Rp 2.114,4 milyar pada tahun sebelumnya menjadi Rp 1.490,1 milyar. Penurunan nilai usaha ini antara lain disebabkan oleh pengaruh kebijak-sanaan moneter dan perbankan yang dikeluarkan pada tahun 1983. Dalam tahun 1985, nilai usaha secara keseluruhan me-ningkat menjadi Rp 2.213,7 milyar, tetapi dalam tahun 1986 menurun lagi menjadi Rp 1.453,0 milyar. Penurunan ini antara lain disebabkan oleh menurunnya berbagai kegiatan yang di-tangani oleh koperasi seperti pengadaan beras, pemasaran kopra dan pemasaran cengkeh. Namun demikian, pada tahun 1987 nilai tersebut meningkat kembali menjadi Rp 2.218,0 milyar, atau kenaikan sebesar 52,4%.

Untuk memberikan gambaran mengenai perkembangan usaha KUD dan koperasi-koperasi lainnya secara lebih terperinci se-lama periode 1983 - 1987 dapat dilaporkan sebagai berikut:

(1) Permodalan

Untuk melayani kebutuhan anggota dan masyarakat sekitar-nya, koperasi memerlukan modal dalam jumlah yang memadai. Sumber permodalan koperasi berasal dari simpanan anggota dan pinjaman dari bank pemerintah. Modal koperasi yang bersumber dari simpanan anggota, sebagaimana diuraikan di atas, secara keseluruhan telah menunjukkan peningkatan yang cukup berarti dari tahun ke tahun

.Modal koperasi yang bersumber dari kredit bank pemerintah

diperoleh dengan persyaratan yang cukup ringan. Pinjaman tersebut dapat diperoleh koperasi dengan jaminan yang diberikan oleh Perusahaan Umum Pengembangan Keuangan Koperasi (Perum PKK). Perkembangan jumlah kredit yang diperoleh koperasi dari bank dan jaminan yang disediakaa oleh Perum PKK dapat dilihat dalam Tabel XI-8. Pada tahun 1983/84 jaminan tersebut berjumlah Rp 129,7 milyar, kemudian pada tahun 1984/85 sedikit menurun menjadi Rp 126,2 milyar. Pada tahun 1985/86 jaminan tersebut meningkat menjadi Rp 145,2 milyar, namun kemudian pada tahun 1986/87 menurun lagi menjadi Rp 102,1 milyar dan kemudian sedikit meningkat menjadi Rp 109,6 milyar pada tahun 1987/88. Berfluktuasinya jaminan kredit yang disediakan oleh Perum PKK dari tahun ke tahun ini menunjukkan belum stabilnya perkembangan pertumbuhan kredit koperasi.

Selanjutnya nilai kredit yang diperoleh koperasi dengan jaminan Perum PKK juga menunjukkan perkembangan yang serupa.

XI/19

TABEL XI - 8

JUMLAH KUD/NON KUD DAN JUMLAH KREDIT YANG DIJAMIN OLEH PERUM PKK,

1983/84 – 1987/88

Tahun

Jumlah KUD/Non KUD

Penerima Kredit

Besarnya Jaminan

(Juta Rp.)

Besarnya Nilai Kredit (Juta

Rp.)

1983/84 2.105 129.663,0 142.629,3

1984/85 1.125 126.225,5 127.849,0

1985/86 9.908 145.160,0 169.197,0

1986/87 9.630 102.137,3 127.232,8

1987/88 1.646 109.630,8 129.145,4

1) Perum PKK : Perusahaan Umum Pengembangan Keuangan Koperasi

Pada tahun 1983/84 nilai kredit tersebut adalah Rp 142,6 mil-yar, dan pada tahun 1984/85 berkurang sedikit menjadi Rp 127,8 milyar. Kemudian pada tahun 1985/86 nilai kredit meningkat lagi menjadi Rp 169,2 milyar dan menurun menjadi Rp 127,2 milyar pada tahun 1986/87 dan kemudian sedikit meningkat men-jadi Rp 129,1 milyar pada tahun 1987/88.

Untuk membantu KUD dalam pengadaan beraa untuk sarana penyangga telah disediakan pagu kredit setiap tahun bagi KUD yang turut serta dalam kegiatan itu yaitu serendah-rendahnya Rp 47,0 milyar dan setinggi-tingginya Rp 75,7 milyar.

(2) Usaha Perkreditan

Untuk membantu penduduk yang mempunyai usaha kecil-ke-cilan di pedesaan, sejak tahun 1979 telah disediakan kredit yang dikenal dengan Kredit Candak Kulak (KCK). Kredit ini di-salurkan lewat koperasi. Prosedur untuk memperolehnya sangat

XI/20

sederhana dan bunganya pun ringan. Penyediaan KCK selama tahun-tahun 1983 – 1987 dapat dilihat dalam Tabel XI-9.

TABEL XI – 9

PELAKSANAAN KREDIT CANDAK KULAK,1983 – 1987

Tahun

JumlahKoperasi Pe-laksana (KUD& Non KUD)

JumlahNasabah(orang)

Jumlah Kredit(juta Rp.)

1983 4.286 12.835.943 145.683,9

1984 4.964 13.893.891 166.861,7

1985 5.485 15.041.349 204.555,4

1986 5.476 15.984.499 225.103,4

1987 5.981 16.414.200 234.522,9

Tabel tersebut menunjukkan bahwa baik jumlah koperasi pelaksana maupun jumlah nasabah atau penyediaan KCK oleh Ko-perasi dan KUD selama jangka waktu tersebut terus bertambah. Pada tahun 1983 terdapat hanya 4.286 koperasi dan KUD yang turut mengambil bagian dalam pelaksanaan KCK dengan kredit yang disalurkan eeluruhnya bernilai Rp 145,7 milyar dan nasabah yang menikmatinya berjumlah 12,8 juta orang. Koperasi dan KUD yang turut menyalurkan KCK dalam tahun 1984 berjumlah 4.964 buah dengan kredit yang tersalurkan berjumlah Rp 166,9 milyar dan nasabah yang memanfaatkannya sebanyak 13,9 juta

XI/21

orang. Dalam tahun 1985 peserta pelaksanaan KCK sebanyak 5.485 koperasi dan KUD dengan kredit yang disalurkan berjum-lah Rp 204,6 milyar dan jumlah nasabahnya 15 juta orang. Selanjutnya, dalam tahun 1986 koperasi yang turut serta dalam penyaluran KCK berjumlah 5.476 buah dengan jumlah kredit yang disalurkan Rp 225,1 milyar untuk dengan nasabah yang berjum-lah hampir 16. juta orang. Pada tahun 1987 terdapat 5.981 koperasi berperan serta dalam penyaluran KCK dengan jumlah kredit sebesar Rp 234,5 milyar kepada 16,4 nasabah. Khusus untuk tahun 1987 terdapat kenaikan sebagai berikut: jumlah koperasi pelaksana KCK meningkat dengan 9,2%, jumlah nasabah KCK meningkat. dengan 2,7% dan jumlah kredit yang diberikan kepada nasabah meningkat dengan 4,2%.

Penyebaran pemanfaatan fasilitas KCK di berbagai daerah/ propinsi sampai dengan Desember 1987 dapat dilihat dalam Tabel XI-10. Tabel tersebut menunjukkan jumlah KUD dan koperasi bukan KUD yang menyalurkan KCK dan jumlah nasabah yang memanfaatkannya serta jumlah kredit yang dikeluarkan. Tampak bahwa enam propinsi yang secara relatif menonjol dalam pemanfaatan fasilitas KCK, adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.

(3) Pengadaan dan Pemasaran Pangan

Sejak 16 tahun yang lalu telah diberikan kesempatan bagi KUD untuk ikut serta dalam pengadaan pangan untuk stok nasio-nal. Pengikutsertaan KUD dalam pengadaan pangan tersebut di-maksudkan agar para petani produsen dapat memperoleh kepasti-an bahwa harga penjualan yang diterimanya benar-benar sesuai dengan kebijaksanaan harga dasar dan sekaligua agar KUD dapat memperoleh kesempatan untuk mengembangkan kemampuan usahanya sehingga peranannya dalam kegiatan perekonomian makin mening-kat.

Angka-angka yang menggambarkan perkembangan jumlah KUD yang berpartisipasi dalam pengadaan pangan selama empat tahun pertama Repelita IV dapat dilihat dalam Tabel XI-11. KUD yang ikut serta melaksanakan pengumpulan beras dalam tahun 1987/88 berjumlah 1.759 buah dan secara bersama-sama mereka berhasil mengumpulkan sebanyak 1.261 ribu ton setara beras. Pada tahun 1986/87 terdapat 1.992 KUD, berarti dalam tahun 1987/88 ter-jadi penurunan jumlah KUD yang ikut serta sebesar 12%, dan kegiatan pengadaan pangannya menurun dari 1.363 ribu ton se-tara beras atau 8%. Dari tabel tersebut juga tampak bahwa

XI/22

TABEL XI - 10

PENYEBARAN KREDIT CANDAK KULAK MENURUT DAERAH TINGKAT I,SAMPAI DENGAN DESEMBER 1987

XI/23

TABEL XI - 11

PELAKSANAAN PENGADAAN PANGAN (GABAH/BERAS) OLEH KUD,

1983/84 - 1987/88

Tahun KUDPelaksana(buah)

Jumlah PembelianSetara Beras 1)

(ton)

1983/84 2.246 970.078

1984/85 2.291 2.046.428

1985/86 2.082 1.481.300

1986/87 1.992 1.362.989

1987/88 1.759 1.261.457

1) Dari data yang ada tidak dapat dibedakan antara yang dilaksanakan oleh KUD masing-masing secara murni dan yang dilaksanakan dengan kerjasama dengan pengusaha bukan KUD.

2.246 KUD telah berpartisipasi dalam pengadaan pangan pada tahun 1983/84 dan sebagai keseluruhan KUD telah berhasil mengumpulkan gabah dan atau beras sebanyak 970,1 ribu ton se-tara beras. Dalam tahun 1984/85 terdapat 2.291 KUD ikut serta dan hasil pengumpulannya mencapai 2.046,4 ribu ton setara beras. KUD yang ikut serta dalam pembelian beras dalam tahun 1985/86 berjumlah 2.082 buah dan secara bersama-sama berhasil mengumpulkan 1.481,3 ribu ton setara beras.

Pada tabel tersebut tampak pula bahwa baik jumlah KUD yang ikut serta dalam pengadaan pangan maupun banyaknya gabah dan beras yang terkumpul dalam empat tahun terakhir cenderung

XI/24

menurun. Penurunan itu antara lain disebabkan oleh semakin baiknya harga gabah/beras di pasaran sehingga pada umumnya para petani menjual hasil produksinya langsung ke pasaran umum.

Besarnya partisipasi KUD dalam pengadaan beras dari ha-sil produksi dalam negeri untuk sarana penyangga Pemerintah selama 4 tahun pelaksanaan Repelita IV ditunjukkan dalam Tabel XI-12. Terlihat bahwa hanya sebagian kecil dari hasil pembelian beras dari petani yang dilakukan oleh KUD dijual di pasaran umum.

Pengadaan pangan yang dilakukan oleh KUD untuk sarana penyangga pemerintah dibiayai dengan kredit dari bank peme-rintah. Kredit yang disediakan bagi KUD untuk pengadaan pangan selama periode 1983/84 - 1987/88 dapat dilihat dalam Tabel XI-13. Selama periode ini, pemanfaatan dana pagu kredit yang

TABEL XI - 12

PENJUALAN GABAH/BERAS OLEH KUDKEPADA BULOG DAN PASARAN UMUM (LEWAT PUSKUD),

1983/84 - 1987/88

XI/25

TABEL XI – 13

PELAKSANAAN KREDIT PENGADAAN PANGAN MELALUI KUD,1983/84 - 1987/88

Tahun

Pagu Kredit yang tersedia Perjanjian Kredit

KUD(buah)

(juta Rp) KUD(buah)

(juta Rp)

1983/84 3.483 49.000,0 2.394 36.084,1

1984/85 3.345 46.898,4 2.368 40.712,3

1985/86 3.105 60.240,0 2.037 39.840,0

1986/87 2.998 60.240,0 2.118 44.210,0

1) Angka diperbaiki

tersedia berkisar antara 66-87%. Namun demikian pagu kredit yang disediakan mengalami kenaikan yang cukup berarti dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat pada pagu kredit yang dise-diakan dalam tahun 1987/88 sebesar Rp 75,7 milyar, naik 25,7% jika dibanding dengan pagu kredit yang disediakan dalam tahun 1986/87 yang berjumlah Rp 60,2 milyar. Dalam tahun-tahun se-belumnya pagu kredit yang disediakan adalah Rp 49,0 milyar pada tahun 1983/84, Rp 46,9 milyar pada tahun 1984/85 dan Rp 60,2 milyar pada tahun 1985/86.

XI/26

(4) Penyaluran Sarana Produksi Pertanian

Selain diberi kesempatan untuk ikut serta dalam pengada-an pangan, KUD juga diberi kesempatan untuk ikut serta melak-sanakan penyaluran sarana produksi pertanian, seperti pupuk dan obat-obatan pertanian. Jumlah KUD yang telah mampu melak-sanakan kegiatan pengadaan dan penyaluran pupuk dan obat-obat-an pertanian dapat dilihat dalam Tabel XI-14. Tabel tersebut menunjukkan bahwa dalam MT 1987/88 terdapat 1.478 KUD yang

TABEL XI - 14

PENGADAAN DAN PENYALURAN PUPUK OLEH KUD,1983/84 - 1987/88

Musim Tanam KUD(buah)

Penerimaan(ton)

Penyaluran(ton)

1983/84 3.647 697.267 458.078

1984/85 3.555 510.311332.540

1985/86 3.092 510.856 394.268

1986/87 2.197493.795

448.649

1987/88 1.478 574.806 491.062

ikut serta dalam kegiatan penyaluran pupuk dan pupuk yang tersalurkan kepada petani mencapai 491,1 ribu ton. Dalam MT 1986/87 terdapat 2.197 KUD yang menyalurkan pupuk sebesar 448,6 ribu ton. Dengan demikian, meskipun jumlah KUD yang ikut serta dalam penyaluran pupuk dalam MT 1987/88 menurun 32,7%, karena persyaratan yang diperketat, tetapi penyaluran-nya meningkat dengan 9,5% jika dibandingkan dengan penyaluran pupuk yang dilakukan pada tahun 1986/87. Perkembangan dalam tahun-tahun sebelumnya adalah sebagai berikut: Dalam MT 1983/84 terdapat 3.647 KUD yang menyalurkan pupuk sebanyak

XI/27

458,1 ribu ton, dalam MT 1984/85 terdapat 3.555 KUD yang me-nyalurkan pupuk sebanyak 332,5 ribu ton, dalam MT 1985/86 terdapat 3.092 KUD dan tetapi jumlah pupuk yang tersalurkan adalah 394,3 ribu ton. Untuk tahun 1984/85 telah terjadi pe-nurunan karena pada MT 1985 kredit Bimas dihapus.

Perkembangan penyaluran pestisida oleh KUD selama perio-de 1983/84 - 1987/88 dapat dilihat dalam Tabel XI-15. Dalam tahun 1987/88 terdapat 210 KUD yang ikut serta dalam penya-luran pestisida, berarti menurun 72% jika dibandingkan dengan

TABEL XI - 15

PENGADAAN DAN PENYALURAN PESTISIDA OLEH KUD,1983/84 - 1987/88

Musim Tanam KUD(buah)

Penerimaan(liter)

Penyaluran(liter)

1982/83 2.874 6.911.876 3.388.527

1983/84 2.645 5.826.506 3.728.319

1984/85 2.365 2.482.161 532.167

1985/86 1.499 2.219.847 984.829

1986/87 1) 751 793.602 462.340

1987/88 210 278.911 87.321

1) Angka diperbaiki

tahun 1986/87 yang berjumlah 751 KUD. Dalam periode yang sama penyalurannya juga menurun dari 462,3 ribu liter menjadi 87,3 ribu liter, atau suatu penurunan sebesar 81,1%. Kecenderungan

XI/28

menurunnya jumlah KUD dan penyaluran pestisida tersebut dise-babkan dimulainya kebijaksanaan pemberantasan hama dan penya-kit tanaman secara terpadu, sehingga jumlah penggunaan pesti-sida menurun. Untuk tahun-tahun sebelumnya tabel tersebut me-nunjukkan bahwa dalam MT 1983/84 sebanyak 3.728,3 ribu liter pestisida telah disalurkan oleh 2.645 KUD. Dalam MT 1984/85 sebanyak 2.365 KUD telah menyalurkan sebanyak 532,2 ribu liter pestisida. Sedang MT 1985/86 berturut-turut 1.499 KUD dan 984,8 liter.

(5) Pemasaran Hasil Perkebunan Rakyat

Koperasi yang telah banyak memperoleh pembinaan dalam usahanya antara lain adalah koperasi yang berkegiatan di lingkungan perkebunan rakyat, terutama bagi koperasi yang me-nangani pemasaran komoditi-komoditi kopra, cengkeh dan yang menangani perkreditan untuk tebu rakyat. Hasil pembinaan usaha yang diberikan kepada koperasi-koperasi tersebut dapat dilihat dalam Tabel XI-16, Tabel XI-17 dan Tabel XI-18.

TABEL XI - 16

USAHA KOPERASI DALAM BIDANG PERKOPRAAN,1983 – 1987

XI/29

TABEL XI - 17

USAHA KUD DALAM PEMASARAN CENGKEH,1983 – 1987

1) Angka diperbaiki

TABEL XI - 18

REALISASI KREDIT PRODUKSI TEBU RAKYAT INTENSIFIKASIOLEH KOPERASI UNIT DESA,

1983/84 - 1987/88

Tahun KUD(buah)

Realisasi Kredit(Juta Rp.)

1983/84 712 155.730,0

1984/85 716 103.138,0

1985/86 687 159.581,9

1986/87 593 98.426,6

1987/88 593 150.964,2

XI/30

Perkembangan pemasaran kopra oleh koperasi selama tahun-tahun, 1983 - 1987 dapat dilihat pada Tabel RI-16. Pada tahun 1986 dan tahun 1987 usaha koperasi dalam bidang perkopraan tampak menurun. Menurunnya nilai usaha pemasaran kopra oleh koperasi terutama disebabkan oleh adanya kesulitan untuk mem-peroleh kredit yang diperlukan bagi pemasaran kopra. Koperasi yang mampu melakukan pembelian kopra dalam tahun 1986 ber-jumlah 194 buah dan secara keseluruhan hanya berhasil mengum-pulkan sebanyak 57,8 ribu ton senilai Rp 11,5 milyar. Pen-jualannya dalam tahun itu hanya mencapai 57 ribu ton senilai Rp. 12,9 milyar. Dalam tahun 1987 jumlah koperasi yang berke-giatan dalam pemasaran kopra turun menjadi 140 buah, yang se-cara keseluruhan hanya berhasil mengumpulkan kopra sebanyak 27,1 ribu ton dengan nilai Rp 5,9 milyar, dengan penjualan sebesar 26,6 ribu ton senilai Rp 6,1 milyar. Sebagai pemban-ding pemasaran kopra dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1985 setiap tahun menunjukkan peningkatan yang berarti, terlebih-lebih pada tahun 1985. Dalam tahun 1983 terdapat 191 koperasi yang secara keseluruhan berhasil mengumpulkan kopra sebanyak 56,9 ribu ton, senilai Rp 9,6 milyar, dan menjual sebanyak 55,5 ribu ton, senilai Rp 10,3 milyar. Pada tahun berikutnya sebanyak 202 koperasi berhasil mengumpulkan kopra sebanyak 47,1 ribu ton dengan nilai Rp 15,0 milyar, dan kopra yang berhasil dijual berjumlah 45,1 ribu ton dengan nilai Rp 16,1 milyar. Selanjutnya, dalam tahun 1985 terjadi peningkatan dalam jumlah kopra yang berhasil dikumpulkan dan dijual. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga kopra pada tahun sebelum-nya. Dalam tahun tersebut terdapat 206 koperasi yang berhasil melaksanakan pembelian dan secara bersama-sama menghasilkan 122,3 ribu ton kopra yang nilainya Rp 29,8 milyar, sedangkan kopra yang berhasil dijual adalah 119,7 ribu ton dengan nilai Rp 36,9 milyar.

Dalam rangka pelaksanaan kebijaksanaan harga dasar ceng-keh, pada tahun 1986 tercatat 125 KUD yang mampu membeli 2,9 ribu ton cengkeh senilai Rp 22,6 milyar dan penjualannya men-capai 3 ribu ton cengkeh, termasuk sisa cengkeh tahun-tahun sebelumnya dengan nilai Rp 24,1 milyar. Pemasaran cengkeh yang dilaksanakan oleh KUD dalam tahun 1987 sedikit membaik. Dalam tahun tersebut terdapat 164 KUD, atau naik 31,2% dari tahun sebelumnya, yang mampu membeli cengkeh sebanyak 6,7 ribu ton, atau naik 131,9%, senilai Rp 41,5 milyar dan men-jual 6,1 ribu ton, atau naik 101,8%, senilai Rp 41,4 milyar. Perkembangan ini dapat dilihat dalam Tabel XI-17.

Sebagai pembanding pelaksanaan kebijaksanaan harga dasar

XI/31

cengkeh pada tahun-tahun sebelumnya adalah sebagai berikut. Tahun 1983 terdapat 264 KUD yang melakukan kegiatan pengumpulan cengkeh. Jumlah cengkeh yang berhasil terkumpulkan pada tahun itu seluruhnya mencapai 20,4 ribu ton senilai Rp 152,9 milyar. Dari cengkeh yang terkumpul itu yang dapat terjual berjumlah 19,1 ribu ton dengan nilai Rp 157,4 milyar. Pada tahun 1984 terdapat 228 KUD yang melakukan pengumpulan dan penjualan cengkeh, tetapi pengumpulan dan penjualan yang di-lakukan oleh KUD tersebut amat menurun disebabkan oleh pe-nyempurnaan tataniaga cengkeh yang memberikan kesempatan ke-pada pedagang antar pulau untuk membeli langsung kepada pe-tani. Cengkeh yang berhasil terkumpulkan oleh KUD hanya 7,7 ribu ton senilai Rp 39,7 milyar, sedangkan yang terjual hanya 7,9 ribu ton dengan nilai Rp 47,8 milyar. Selanjutnya pada tahun 1985, kegiatan KUD dalam pembelian dan penjualan ceng-keh menurun lagi. Pada tahun itu hanya 121 KUD yang melaksa-nakan kegiatan tersebut. Pembelian yang mereka lakukan hanya menghasilkan 4,8 ribu ton seharga Rp 35,3 milyar. Penjualan-nya mencapai 4,8 ribu ton seharga Rp 37,1 milyar. Jumlah ko-perasi yang melakukan pembelian pada tahun 1986 sedikit ber-tambah menjadi 125 KUD, tetapi jumlah cengkeh yang berhasil dikumpulkan turun lagi menjadi 2,9 ribu ton senilai Rp 22,6 milyar, sedangkan penjualannya mencapai 3,0 ribu ton senilai Rp 24,1 milyar.

Di berbagai daerah di Jawa sejak tahun 1980/81 terdapat sejumlah Koperasi Unit Desa yang mengambil bagian dalam ke-giatan usaha Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Kegiatan itu dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan dan peranan KUD dalam melayani kepentingan petani, khusuanya petani tebu, dalam memenuhi kebutuhan kredit mereka untuk membiayai peng-olahan tanah, penyediaan bibit, penebangan dan angkutan.

Jumlah KUD yang berkegiatan di bidang TRI disajikan dalam Tabel XI-18. Tabel itu menunjukkan bahwa dalam tahun 1987/88 terdapat 593 KUD yang menyalurkan kredit TRI sebesar Rp 151,0 milyar. Dalam tahun 1986/87 jumlah KUD nya juga 593 buah, tetapi kredit yang disalurkan hanya sebesar Rp 98,4 milyar. Dengan demikian dalam tahun 1987/88 jumlah kredit TRI yang disalurkan melalui KUD meningkat dengan 53,4%. Perkem-bangan dalam tahun-tahun sebelumnya adalah sebagai berikut. Pada tahun 1983/84 terdapat 712 KUD yang turut serta dalam penyediaan kredit bagi para petani tebu dengan total nilai kredit meliputi Rp 155,7 milyar. Pada tahun 1984/85 sebanyak 716 KUD turut serta dalam menyalurkan kredit TRI yang ber-jumlah Rp 103,1 milyar. Pada tahun 1985/86 penyaluran kredit TRI dilakukan oleh 687 KUD dengan nilai Rp 159,6 milyar.

XI/32

(6) Usaha Perikanan Rakyat

Koperasi yang bekerja di lingkungan perikanan rakyat juga memperoleh pembinaan dalam bidang usahanya dan perkembangannya pada periode 1983 - 1987 dapat dilihat dalam Tabel XI-19.

TABEL XI - 19

USAHA KOPERASI PERIKANAN RAKYAT,1983 – 1987

Tahun Koperasi(buah)

Jumlah Anggota(orang)

Nilai Usaha(Juta Rp.)

1983 615 133.802 70.070,0

1984 645 148.520 71.434,0

1985 669 153.330 88.648,0

1986 669 153.356 88.753,0

1987 669 153.369 88.756,0

Tabel tersebut menunjukkan bahwa selama 3 tahun terakhir (1985 - 1987) jumlah koperasi perikanan rakyat tetap, yaitu 669 buah, sedang jumlah anggotanya serta nilai usahanya juga kurang lebih tidak berubah yaitu sekitar 153,3 ribu anggota dan sekitar Rp 88,7 milyar nilai usaha. Namun selama 3 tahun sebelumnya (1983 - 1985) tercatat adanya kenaikan yang ber-arti dalam jumlah koperasi maupun jumlah anggotanya. Dalam tahun 1983 terdapat 133,8 ribu orang yang hidup dari perikan-an rakyat yang tergabung dalam 615 koperasi dengan nilai usaha mencapai Rp 70,1 milyar: Dalam tahun 1984 jumlah kope-rasi perikanan rakyat meningkat menjadi 645 buah, dan anggo-tanya menjadi 148,5 ribu orang. Nilai usahanya sebagai kese-luruhan sedikit meningkat menjadi Rp 71,4 milyar. Dalam tahun 1985 tercatat 669 koperasi dengan jumlah anggota 153,3 ribu orang dan nilai usaha sebesar Rp 88,6 milyar.

XI/33

(7) Usaha Peternakan Rakyat

Untuk meningkatkan kemampuan koperasi dalam memberikan pelayanan kesehatan ternak dan menyalurkan sarana produksi peternakan serta dalam memasarkan hasil-hasil peternakan, ma-ka koperasi yang mempunyai usaha di bidang peternakan rakyat juga mendapatkan pembinaan yang intensif.

Kemampuan koperasi peternakan (tidak termasuk peternakan sapi perah) dalam membina usaha bersama rakyat dalam bidang peternakan tercermin dalam Tabel XI-20. Dalam tahun 1987 ter-jadi kenaikan jumlah koperasi dan nilai usahanya. Apabila dalam tahun 1986 jumlah koperasi peternakan adalah 494 buah dengan anggota 53,9 ribu peternak dan nilai usaha koperasi

TABEL XI – 20

USAHA KOPERASI DI BIDANG PETERNAKAN, 1)1983 – 1987

Tahun Koperasi(buah)

Jumlah Anggota(orang)

Nilai Usaha(Juta Rp.)

1983 491 48.383 61.046,5

1984 514 51.673 87.344,5

1985 494 53.855 92.724,0

1986 494 53.855 89.567,0

1987 499 53.855 92.724,0

1) Tidak termasuk usaha koperasi susu

XI/34

sebesar Rp 89,6 milyar, maka pada tahun 1987, jumlah koperasi yang berusaha di bidang peternakan adalah 499 buah dengan jumlah anggotanya sama yaitu 53,9 ribu orang serta nilai usa-hanya mencapai Rp 92,7 milyar. Perkembangan dalam tahun-tahun sebelumnya adalah sebagai berikut. Dalam tahun 1983 terdapat 491 koperasi dengan anggota 48,4 ribu peternak dan nilai usa-hanya mencapai Rp 61,0 milyar. Dalam tahun 1984 terdapat 514 buah dengan anggota 51,7 ribu peternak dan nilai usahanya mencapai Rp 87,3 milyar. Sedangkan dalam tahun 1985 jumlah koperasi menurun sedikit dari tahun sebelumnya menjadi 494 buah, tetapi jumlah anggotanya dan nilai usahanya bertambah masing-masing menjadi 53,9 ribu peternak dan Rp 92,7 milyar.

Di samping upaya tersebut di atas, pembinaan juga dibe-rikan kepada koperasi yang mempunyai usaha di bidang peterna-kan susu perah. Hasil pembinaan usaha itu dapat dilihat dalam Tabel XI-21. Dalam tahun 1987 koperasi yang bekerja di bidang peternakan sapi perah sama dengan tahun sebelumnya, yaitu 183 buah, tetapi anggotanya meningkat menjadi 59,5 ribu peternak dari 52,4 ribu peternak dalam tahun sebelumnya. Secara kese-luruhan dalam tahun 1987 mereka berhasil memproduksi dan me-masarkan 307,4 juta liter susu, meningkat sedikit dari yang diproduksi dan dipasarkan dalam tahun sebelumnya sebesar 302,7 juta liter susu. Perkembangan dalam tahun-tahun sebe-lumnya adalah sebagai berikut. Dalam tahun 1983 terdapat 173 koperasi dengan jumlah anggotanya 41,7 ribu peternak. Kope-rasi-koperasi tersebut dalam tahun itu berhasil membina ang-gotanya sehingga mereka mampu memproduksi dan memasarkan susu sebanyak 160,3 juta liter. Dalam tahun 1984 jumlah koperasi-nya meningkat menjadi 182 buah, jumlah anggotanya 42,2 ribu peternak dan jumlah susu yang berhasil diproduksikan dan dipasarkan sangat meningkat, yaitu menjadi 284,2 juta liter. Dalam tahun 1985, jumlah koperasi menjadi 183 buah, jumlah anggotanya meningkat sekali menjadi 52,4 ribu peternak dan produksi susu meningkat pula menjadi 296,2 juta liter.

Populasi sapi perah yang dimiliki oleh para peternak anggota koperasi setiap tahunnya juga meningkat, sebagaimana dapat dilihat dalam tabel di atas.

(8) Usaha Kerajinan Rakyat/Industri Kecil

Koperasi yang berkegiatan di bidang kerajinan rakyat/in-dustri kecil yang dibina meliputi industri logam, industri pertambangan, industri sandang dan batik serta usaha tahu tempe. Perkembangan usaha koperasi-koperasi tersebut secara

XI/35

TABEL XI - 21

USAHA KOPERASI SUSU/KUD UNIT SUSU,1983 – 1987

1) Rata-rata produksi per ekor per hari

XI/36

keseluruhan dapat dilihat dalam Tabel XI-22. Koperasi kera-jinan rakyat di bidang ini terus berkembang. Pada tahun 1987 terdapat 1.288 koperasi dengan anggotanya berjumlah 277 ribu orang dan nilai usahanya mencapai .Rp 392,2 milyar. Sedangkan pads tahun 1986 jumlah koperasi adalah 1.010 buah, anggotanya 199,9 ribu orang, dengan nilai usahanya mencapai Rp 341,0 milyar. Ini berarti bahwa antara tahun 1986 dan 1987 terjadi

TABEL XI - 22

USAHA KOPERASI KERAJINAN RAKYAT,1983 – 1987

TahunKoperasi(buah)

JumlahAnggota(orang)

Nilai Usaha(Juta Rp.)

1983 675 65.201 210.147,3

1984 725 65.800 220.500,0

1985 789 70.402 240.800,0

1986 1.010 199.902 341.027,0

1987 1.288 276.969 392.181,0

kenaikan jumlah koperasi sebesar 27,5%, jumlah anggotanya se-besar 38,6% dan nilai usahanya sebesar 15,0%. Perkembangan dalam tahun-tahun sebelumnya adalah sebagai berikut. Dalam tahun 1983 terdapat 675 koperasi dengan anggotanya 65,2 ribu orang, sedangkan nilai usahanya secara keseluruhan mencapai Rp 210,1 milyar. Dalam tahun 1984 jumlah koperasi meningkat menjadi 725 buah, dan anggotanya menjadi 65,8 ribu orang serta nilai usahanya mencapai Rp 220,5 milyar. Selanjutnya, pada tahun 1985 jumlah anggota koperasinya meningkat lagi menjadi 789 buah dan jumlah anggotanya mencapai 70,4 ribu orang, se-dangkan nilai usahanya mencapai Rp 240,8 milyar.

XI/37

Salah satu jenis koperasi yang berkegiatan dalam kerajin-an rakyat adalah koperasi yang berusaha dalam industri logam, seperti pandai besi, serta koperasi yang-mengusahakan tambang batu gamping, kapur, pasir dan batu kali. Kegiatan koperasi-koperasi tersebut dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1987 dapat digambarkan dalam Tabel XI-23. Tabel tersebut menunjuk-kan bahwa dalam tahun 1987 terdapat 338 koperasi logam dan

TABEL XI - 23

USAHA KOPERASI INDUSTRI LOGAM DAN TAMBANG 1),1983 – 1987

Tahun

JumlahKoperasi/KUD

(buah)

JumlahAnggota(orang)

Nilai Usaha(Juta Rp.)

1983 210 19.733 65.049,1

1984 225 20.879 69.250,4

1985 249 21.467 75.345,7

1986 333 21.641 108.498,6

1987 338 21.857 112.838,5

1) Industri Logam berupa Pandai Besi dan Tambang berupa Barang Galian seperti : Batu Gamping, Kapur, Pasir dan Batu kali.

tambang dengan anggota seluruhnya 21,9 ribu orang dan nilai usaha mencapai Rp 112,8 milyar. Pada tahun 1986 terdapat 333 koperasi dengan anggota sebanyak 21,6 ribu orang dengan nilai usahanya mencapai Rp 108,5 milyar. Ini berarti bahwa dalam tahun 1987 terjadi kenaikan jumlah koperasi sebesar 1,5%, jumlah anggota sebesar 1% dan nilai usaha sebesar 4% diban-dingkan dengan tahun 1986. Perkembangam dalam tahun-tahun se-belumnya adalah sebagai berikut. Dalam tahun 1983 terdapat

XI/38

210 koperasi industri logam dan pertambangan dengan anggota yang seluruhnya berjumlah 19,7 ribu orang. Nilai usaha yang dihasilkan oleh koperasi-koperasi tersebut pada tahun itu se-luruhnya mencapai Rp 65,0 milyar. Pada tahun 1984 jumlah ko-perasinya meningkat menjadi 225 buah dan anggotanya menjadi sebanyak 20,9 ribu orang, sedangkan nilai usahanya dalam tahun itu mencapai Rp 69,3 milyar. Dalam tahun berikutnya jumlah koperasi meningkat menjadi 249 buah dan anggotanya 21,5 ribu orang sedangkan nilai usaha yang dikelola koperasi-koperasi tersebut mencapai Rp 75,3 milyar.

Perkembangan koperasi yang berusaha dalam produksi dan pemasaran komoditi batik dan pakaian jadi dapat dilihat dalam Tabel XI-24. Tabel tersebut menunjukkan perkembangan yang

TABEL XI – 24

USAHA KOPERASI DI BIDANG BATIK DAN GARMENT,TAHUN 1983 – 1987

TahunJumlah

Koperasi/KUD(buah)

JumlahAnggota(orang)

Nilai Usaha(Juta Rp.)

1983 154 21.875 71.545,5

1984 159 22.933 74.500,0

1985 168 25.725 87.225,7

1986 187 64.871 104.327,5

1987

cukup menggembirakan. Jumlah koperasi dalam tahun 1986 adalah 187 buah dengan jumlah anggota sebanyak 64,9 ribu orang dan nilai usaha sebesar Rp 104,3 milyar. Dalam tahun 1987 jumlah

XI/39

koperasi meningkat menjadi 192 buah dengan anggotanya menjadi 68,1 ribu orang dan nilai usahanya menjadi Rp 114,8 milyar. Perkembangan dalam tahun-tahun sebelumnya adalah sebagai ber-ikut. Dalam tahun 1983 hanya terdapat 154 koperasi, dengan anggotanya secara keseluruhan 21,9 ribu orang dan nilai usa-hanya mencapai Rp 71,5 milyar. Dalam tahun berikutnya, jumlah koperasi meningkat menjadi 159 buah dengan jumlah anggota 22,9 ribu orang serta nilai usaha sebesar Rp 74,5 milyar. Dalam tahun 1985 terjadi peningkatan lagi sehingga jumlah koperasi menjadi 168 buah dan jumlah anggota menjadi 25,7 ribu orang serta nilai usahanya menjadi Rp 87,2 milyar.

Perkembangan koperasi industri kecil dalam produksi dan pemasaran tahu tempe disajikan dalam Tabel XI-25. Tabel ter-sebut menunjukkan bahwa jumlah koperasi tahu tempe dalam tahun

TABEL XI – 25

KOPERASI PRODUKSI TAHU TEMPE,1983 – 1987

1987 tetap 71 buah, tetapi anggotanya turun menjadi 23,4 ribu orang, dan modalnya juga sedikit turun menjadi Rp 65,9 milyar.

XI/40

Namun demikian, koperasi tersebut dalam tahun 1987 itu telah mampu menyalurkan kedele kepada para anggota sebanyak 170,4 ribu ton yang berarti meningkat 20,4% jika dibanding dengan tahun sebelumnya. Dibanding dengan tahun 1985, jumlah koperasi tahu tempe dalam tahun 1986 bertambah menjadi 71 buah. Jumlah anggotanya meningkat menjadi 37,1 ribu orang, besar modalnya menjadi Rp 69,4 milyar dan jumlah kedele yang disalurkan men-capai 141,5 ribu ton.

Selama tahun-tahun 1983-1985 jumlah koperasi tidak meng-alami peningkatan, yaitu tgtap 67 buah. Tetapi jumlah anggo-ta, besarnya modal dan jumlah kedele yang disalurkan selama tahun-tahun tersebut mengalami peningkatan yang cukup menggem-birakan. Anggota koperasi tahu tempe dalam tahun 1983 ber-jumlah 17,2 ribu orang, modalnya mencapai Rp 29,6 milyar dan kedele yang disalurkan berjumlah 84,5 ribu ton. Dalam tahun 1984 jumlah anggotanya meningkat menjadi 30,5 ribu orang, mo-dalnya menjadi Rp 33,9 milyar dan jumlah kedele yang disalur-kan 87,5 ribu ton. Selanjutnya dalam tahun 1985 jumlah anggo-ta koperasi tahu tempe meningkat lagi menjadi 35 ribu orang dan modalnya meningkat sehingga menjadi Rp 55,4 milyar. Jumlah kedele yang disalurkan dalam tahun itu juga meningkat sekali sehingga menjadi 131,7 ribu ton.

(9) Penyaluran Barang Kebutuhan Pokok

Untuk membantu para anggotanya dalam memenuhi kebutuhan akan bahan pokok, bagi koperasi juga dibuka kesempatan untuk menyalurkan bahan-bahan kebutuhan, seperti gula pasir dan tepung terigu, kepada para anggotanya. Perkembangan penyalur-an bahan-bahan itu dapat dilihat dalam Tabel XI-26 dan Tabel XI-27.

Tabel XI-26 menunjukkan bahwa dalam tahun 1987, jumlah gula pasir yang berhasil disalurkan oleh koperasi kepada para anggotanya meningkat 42,3% jika dibanding dengan tahun 1986, sehingga menjadi 549,7 ribu ton dari 386,4 ribu ton dalam ta-hun sebelumnya. Pada tahun 1983, koperasi menyalurkan seba-nyak 529,1 ribu ton gula pasir kepada para anggotanya. Se-dangkan dalam tahun 1984 penyaluran tersebut menurun menjadi 474,4 ribu ton, tetapi dalam tahun 1985 meningkat lagi menjadi 593,4 ribu ton.

Penyaluran tepung terigu oleh koperasi kepada para ang-gotanya dapat dilihat dalam Tabel XI-27. Tabel tersebut me-nunjukkan bahwa penyaluran tepung terigu dalam tahun 1987

XI/41

TABEL XI – 26

PENYALURAN GULA PASIROLEH KOPERASI UNIT DESA,

1983 - 1987(ton)

TABEL XI – 27

PENYALURAN TEPUNG TERIGU OLEH PUSKUD,1983 - 1987

(ton)

XI/42

mencapai 122,8 ribu ton, yang berarti terdapat kenaikan se-besar 15,1% dari tahun 1986 dengan penyaluran 106,6 ribu ton. Pada tahun 1983 dan 1984 terdapat jumlah penyaluran yang sama yaitu 93,7 ribu ton tepung terigu, sedangkan pada tahun 1985 jumlah tersebut meningkat sedikit menjadi 103,9 ribu ton.

(10) Koperasi Jasa Angkutan

Koperasi bidang usaha jasa angkutan meliputi koperasi-koperasi yang anggota-anggotanya berusaha dalam angkutan darat, angkutan sungai dan angkutan laut.

Hasil pembinaan koperasi yang berusaha di bidang jasa angkutan darat dan sungai dapat dilihat dalam Tabel XI-28.

TABEL XI - 28

USAHA KOPERASI ANGKUTAN DARAT/SUNGAI,TAHUN 1983 – 1987

Tahun

JumlahKoperasi(buah)

JumlahAnggota(orang)

JumlahArmada(unit)

1983 108 22.850 5.650

1984 127 23.993 6.478

1985 154 26.990 7.766

1986 184 33.690 8.860

1987 191 34.815 9.976

Tabel tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 1987 tercatat ada sebanyak 191 koperasi jasa angkutan yang secara keseluruhan mampu mengelola 9.976 unit kendaraan angkutan darat dan su-ngai. Keadaan tersebut berarti bahwa jumlah koperasi jasa ang-kutan dan jumlah kendaraan yang dikelola masing-masing naik sebesar 3,8% dan 12,6% dibanding dengan tahun sebelumnya. Pada

XI/43

tahun 1986 koperasi tersebut berjumlah 184 buah dan kendaraan yang dikelolanya ada 8.860 unit kendaraan. Perkembangan dalam tahun-tahun sebelumnya adalah sebagai berikut. Dalam tahun 1983 terdapat 108 koperasi dan kendaraan yang dikelola ber-jumlah 5.650 unit. Dalam tahun 1984 terdapat 127 koperasi yang mampu mengelola kendaraan angkutan darat/sungai sebanyak 6.478 unit. Selanjutnya, dalam tahun 1985 terdapat 154 koperasi yang sebagai keseluruhan mengelola kendaraan sebanyak 7.766 unit.

Koperasi yang berusaha di bidang angkutan laut disajikan dalam Tabel XI-29. Tabel tersebut menunjukkan bahwa pada tahun

TABEL XI – 29

USAHA KOPERASI ANGKUTAN LAUT,TAHUN 1983 – 1987

TahunJumlahKoperasi(buah)

JumlahAnggota(orang)

JumlahArmada(unit)

1983 27 3.410 375

198431 3.557 381

198536

3.610383

198637 3.854 384

1987 38 4.017 399

1987 terdapat sebanyak 38 koperasi yang mengelola 399 perahu, sedangkan pada tahun 1986 terdapat 37 koperasi yang mampu me-ngelola 384 perahu. Ini berarti bahwa antara tahun 1986 dan 1987 telah terjadi peningkatan jumlah koperasi sebesar 2,7% dan jumlah perahu sebesar 3,9%. Pada tahun 1983, 1984 dan 1985 terdapat berturut-turut 27, 31 dan 36 koperasi dengan armada yang dikelolanya sebanyak 375, 381 dan 383 unit perahu.

XI/44

(11) Pemasaran Jasa Kelistrikan

Sebagai hasil pembinaan yang dilakukan secara terus-me-nerus dan intensif, beberapa koperasi/KUD telah mampu berpar-tisipasi dalam usaha pemasaran jasa listrik pedesaan baik se-cara swadaya maupun dengan bekerja sama dengan PLN. Dalam rangka kerja sama dengan PLN, koperasi melakukan pekerjaan dengan menggunakan Pola I, II dan III. Melalui kerja sama Po-la I petugas koperasi yang telah mendapat latihan teknis di-tugasi untuk membaca meter dan melakukan penagihan rekening listrik kepada para pelanggan dengan mendapat upah sebesar seperti yang tertera dalam perjanjian. Sedang bentuk pekerja-an Pola II adalah sama dengan pekerjaan Pola I, tetapi ditam-bah dengan pekerjaan sebagai pemasang instalasi, pemasang sambungan rumah, pemelihara jaringan dan memberi pelayanan kepada para pelanggan apabila terjadi gangguan teknis. Bentuk pekerjaan Pola III sama dengan Pola II, tetapi koperasi-kope-rasi tersebut berperan sebagai pembeli, tenaga listrik dari PLN dan selanjutnya mendistribusikan tenaga listrik itu kepa-da para pelanggan. Di samping itu terdapat beberapa koperasi yang telah mampu mengelola listrik secara swadaya yang berda-sarkan Pola IV. Melalui Pola IV, koperasi melakukan pekerjaan mulai dari pembangunan pembangkit tenaga listrik sampai de-ngan penyalurannya kepada para pelanggan.

Perkembangan koperasi yang. telah mampu berpartisipasi dalam usaha pemasaran jasa listrik pedesaan dengan pola I, II, III, IV dari tahun 1983 sampai dengan 1987 dapat dilihat dalam Tabel XI-30.

Tabel tersebut menunjukkan bahwa dalam tahun 1987 ter-dapat 1.199.744 pelanggan yang tersebar di 2.807 desa yang dilayani oleh 890 koperasi dan KUD. Pada tahun 1986 terdapat 591 koperasi dan KUD yang mampu melayani 635.405 pelanggan di 1.632 desa. Dengan demikian dalam tahun 1987 telah terjadi kenaikan jumlah koperasi dan KUD sebesar 50,6%, jumlah desa sebesar 72,0% serta jumlah pelanggan sebesar 88,8%, dibanding dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 1983, 1984 dan 1985 ter-dapat berturut-turut 478, 490 dan 506 koperasi dan KUD yang mampu melayani 183.256, 302.260 dan 484.782 pelanggan di 1.394, 1.503 dan 1.589 desa.

Selain itu, terdapat tiga proyek listrik pedesaan Pola IV yaitu KLP "Sinar Siwo Mego" di kabupaten Lampung Tengah, KLP "Sama Hotuna" di kabupaten Luwu dan KLP "Sinar Rinjani" di kabupaten Lombok Timur, yang pembangunannya sampai sekarang

XI/45

TABEL XI – 30

PARTISIPASI KOPERASI DALAMPEMASARAN JASA LISTRIK PEDESAAN, 1)

1983 – 1987

TahunJumlah

KoperasiKUD

JumlahPelanggan Yang

Dilayani(Rumah)

JumlahDesa

1983 478 183.256 1.394

1984 490 302.260 1.503

1985 506 484.782 1.589

1986 591 635.405 1.632.

1987 890 1.199.744 2.807

1) Swadaya dan kerjasama dengan PLN

belum selesai secara menyeluruh. Ketiga koperasi listrik pe-desaan tersebut di atas pada tahun 1983 dapat melayani 5.804 pelanggan yang tersebar di 46 desa. Jumlah pelanggan listrik pada tahun 1984 meningkat menjadi 8.227 rumah yang tersebar di 47 desa. Pada tahun 1985 jumlah pelanggan meningkat lagi menjadi 15.793 rumah yang tersebar di 86 desa. Selanjutnya, pada tahun 1986 ketiga koperasi tersebut telah mampu melayani 24.773 rumah yang tersebar di 136 desa. Dalam tahun 1987 jum-lah pelanggan meningkat lagi menjadi 30.007 rumah yang terse-bar di 151 desa.

Di samping itu, dalam rangka memanfaatkan kelebihan lis-trik dari Pabrik Pupuk Iskandar Muda dan Pabrik Pupuk ASEAN, pada tahun 1987 dibangun sebuah Koperasi Listrik Pedesaan “Wira Karya” di kabupaten Lhok Seumawe. Koperasi tersebut pada saat ini telah mampu melayani 1.435 pelanggan yang ter-sebar di 32 desa.

XI/46

c. Hasil-hasil Kegiatan Penunjang

Untuk melaksanakan pembinaan koperasi secara teratur dan intensif diperlukan tenaga pembina yang terampil dan penuh dedikasi. Oleh karena itu setiap tahun diselenggarakan kur-sus-kursus dan penataran bagi para petugas yang bekerja seba-gai pembina, baik bagi petugas pembina yang telah bekerja maupun bagi para pembina yang masih baru. Di samping itu untuk memenuhi kebutuhan akan data yang diperlukan oleh para pembina ataupun oleh para pengambil kebijaksanaan untuk mene-tapkan kebijaksanaan pembangunan koperasi pada tahun-tahun berikutnya, setiap tahun diselenggarakan kegiatan penelitian, baik di bidang kelembagaan maupun di bidang usaha.

(1) Pendidikan Tenaga Pembina

Pembina koperasi yang telah memperoleh kesempatan meng-ikuti pendidikan penataran dalam tahun 1987/88 berjumlah 1.447 orang, sedangkan dalam tahun 1986/87 berjumlah 3.103 orang, yang berarti turun sebesar 53,4%. Hal ini disebabkan oleh diterapkannya persyaratan yang lebih ketat dalam pemi-lihan para peserta penataran. Dalam tahun 1983/84, 1984/85 dan 1985/86 para peserta berjumlah masing-masing 2.819 orang, 3.998 orang dan 4.528 orang.

(2) Penelitian Perkoperasian

Penelitian perkoperasian yang dilaksanakan dalam tahun 1983/84 sampai dengan tahun 1987/88 berjumlah 23 judul pene-litian. Khusus untuk tahun 1987/88 yang penting untuk dila-porkan ada tiga judul, yaitu, penelitian mengenai Sistem Akuntansi, Sistem Simpan-Pinjam Koperasi dan Pengkajian Karya Ilmiah di bidang Perkoperasian.

B. PERDAGANGAN DALAM NEGERI

1. Pendahuluan

Dalam Repelita IV pembangunan bidang perdagangan dalam negeri ditujukan untuk, pertama, meningkatkan dayaguna dan hasilguna pemasaran, khususnya perdagangan hasil produksi dan bahan produksi yang dihasilkan dan diperlukan oleh sektor-sektor; dan kedua, meningkatkan peranan para pedagang nasio-nal, termasuk para pedagang golongan ekonomi lemah, dalam perdagangan secara keseluruhan. Meningkatnya hasilguna dan

XI/47

dayaguna pemasaran dan perdagangan akan memperluas pemasaran bahan-bahan dan barang-barang hasil produksi dalam negeri dalam jumlah yang cukup serta dengan harga yang wajar dan makin terjangkau oleh masyarakat banyak. Peningkatan pemasar-an tersebut terutama ditujukan atas barang dan bahan kebutuhan pokok serta barang strategis lainnya. Pada gilirannya pe-ningkatan pemasaran dan perdagangan tersebut akan meningkat-kan produksi, memperluas kesempatan berusaha dan kesempatan kerja, serta memacu pertumbuhan perekonomian nasional.

Dengan semakin baiknya sistem pemasaran dan perdagangan di dalam negeri, maka hubungan ekonomi antar daerah dan antar pulau dapat semakin berkembang dan lancar. Hal ini pada gi-lirannya akan memperkuat kesatuan ekonomi dan ketahanan eko-nomi nasional serta makin memeratakan kesempatan berusaha. Sejalan dengan itu kebijaksanaan perdagangan yang mendukung dan melindungi pengusaha golongan ekonomi lemah di sektor perdagangan akan sangat membantu usaha memeratakan kesempatan berusaha. Selanjutnya hal ini akan sangat membantu usaha me-meratakan distribusi pendapatan.

2. Kebijaksanaan dan langkah-langkah

Guna mencapai tujuan tersebut, selama periode 1983/84 - 1987/88 telah ditentukan empat sasaran utama kebijaksanaan di bidang perdagangan. Sasaran-sasaran tersebut adalah: menjaga kemantapan harga, menyempurnakan prasarana pemasaran, mening-katkan peranan pengusaha/pedagang nasional khususnya pengusa-ha/pedagang golongan ekonomi lemah, dan memperluas pasaran barang-barang produksi dalam negeri.

Selama periode tersebut telah diambil beberapa langkah kebijaksanaan mendasar yang mempunyai dampak luas di bidang perdagangan, baik dalam negeri maupun,luar negeri, industri, penanaman modal dan di bidang ekonomi lainnya. Langkah-lang-kah kebijaksanaan tersebut mempunyai dampak yang besar ter-hadap kelancaran arus barang dan jasa. Beberapa langkah kebijaksanaan yang ditempuh meliputi antara lain: Inpres No. 4 Tahun 1985 yang ditujukan guna melancarkan arus perdagangan serta mendorong ekspor; paket kebijaksanaan 6 Mei 1986 yang ditujukan untuk meningkatkan daya saing barang-barang ekspor; paket kebijaksanaan 24 Desember 1987 yang ditujukan untuk lebih menyederhanakan ijin ekspor, impor dan investasi; Keppres No. 6 Tahun 1988 tanggal 28 Maret 1988 yang ditujukan untuk mengatur pengadaan barang dan jasa; serta Inpres No. 1 Tahun 1988 tanggal 28 Maret 1988 yang ditujukan untuk meng-atur tata cara pengadaan barang dan jasa.

XI/48

Upaya pelaksanaan untuk mencapai sasaran kebijaksanaan perdagangan tersebut di atas, khususnya untuk perdagangan dalam negeri, adalah sebagai berikut ini.

a. Menjaga Kemantapan Harga

Tujuan utama penjagaan kemantapan harga atau kestabilan harga adalah agar harga barang berada pada tingkat yang wajar dan terjangkau oleh masyarakat banyak. Di samping itu juga diharapkan agar masyarakat dapat memenuhi kebutuhan pokoknya dan pembangunan nasional dapat berlangsung seperti yang di-rencanakan. Penjagaan kemantapan harga tersebut dilakukan me-lalui mekanisme penjagaan kelancaran penyaluran barang kepada konsumen, baik konsumen akhir maupun konsumen antara, serta pengendalian stok melalui koordinasi dengan sektor produksi dan sektor perhubungan. Apabila terjadi gejolak harga, maka diusahakan penambahan jumlah peredaran barang dengan menggu-nakan cadangan yang dikuasai dan atau dikendalikan oleh peme-rintah ataupun bila diperlukan melalui pengaturan impor. Pen-jagaan kemantapan harga yang wajar juga mencakup upaya untuk mengendalikan laju inflasi dan perbedaan gejolak harga yang terjadi antara daerah yang satu dan lainnya, maupun perbedaan harga antara daerah konsumen dan daerah produsen.

Untuk memantapkan harga dan melaksanakan pemerataan pengadaan barang untuk daerah yang dinilai terpencil dan rawan dari segi prasarana dilaksanakan perdagangan perintis. Kebijaksanaan ini antara lain diselenggarakan melalui kegiat-an pelayaran perintis. Kegiatan ini diselenggarakan sebelum kegiatan komersial bisa diselenggarakan pada tingkat harga yang wajar dan terjangkau oleh masyarakat di daerah yang ber-sangkutan. Daerah yang dinilai terpencil dan rawan dari segi prasarana perdagangan tersebut meliputi 16 daerah, antara lain adalah kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur, Maluku Tenggara, Maluku Tengah, Maluku Utara, dan Irian Jaya.

b. Penyempurnaan prasarana pemasaran

Kebijaksanaan penyempurnaan prasarana pemasaran dituju-kan untuk meningkatkan kelancaran arus barang. Untuk itu di-lakukan upaya-upaya guna meningkatkan pengadaan prasarana pe-masaran. Langkah kebijaksanaan yang telah diambil, antara lain berupa pendataan mengenai jumlah, penyebaran serta kua-litas prasarana perdagangan yang tersedia. Informasi yang di-peroleh digunakan untuk masukan perencanaan, pembangunan dan pengawasan prasarana pemasaran. Di samping itu informasi ter

XI/49

sebut juga digunakan dalam pengendalian stok terhadap kebutuhan pokok masyarakat. Adapun rincian kebijaksanaan penyempurnaan prasarana pemasaran adalah sebagai berikut.

1) Penyempurnaan prasarana fisik

Kebijaksanaan ini ditujukan untuk meningkatkan kelan-caran arus barang dan kualitas pelayanan`kepada masyarakat. Di samping itu juga untuk penyediaan tempat berusaha yang layak bagi para pedagang, termasuk di dalamnya golongan ekonomi lemah. Kegiatan yang diselenggarakan berupa pemba-ngunan dan atau pemugaran prasarana fisik perdagangan, seperti pasar Inpres dan pusat pertokoan atau perbelanjaan. Pembangunan ini juga ditujukan untuk memperbaiki lingkungan wilayah perkotaan serta menumbuhkan perekonomian, daerah. Dengan adanya deregulasi perbankan pada Juni 1983, maka penyediaan dana pembangunan untuk program Inpres pasar dan pertokoan dialihkan dari penggunaan dana Inpres pasar menjadi partisipasi langsung pihak bank.

Penyediaan prasarana perdagangan juga dijalankan mela-lui pembangunan pasar percontohan di daerah pedalaman, daerah perbatasan, daerah terpencil dan daerah transmigrasi. Kebijak-sanaan tersebut juga bertujuan untuk mendorong potensi ekono-mi daerah-daerah. Di samping itu juga bertujuan untuk ikut memeratakan hasil-hasil pembangunan dan membuka isolasi daerah terpencil.

2) Penyempurnaan prasarana kelembagaan

Kebijaksanaan penyempurnaan prasarana kelembagaan ditu-jukan untuk memberikan kemudahan, kepastian dan perluasan ke-sempatan berusaha kepada masyarakat. Kebijaksanaan tersebut diselenggarakan melalui peningkatan prasarana kelembagaan, antara lain berupa penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

c. Meningkatkan peranan peagusaha/pedagang nasional khususnya pengusaha/pedagang golongan ekonomi lemah

Guna lebih meningkatkan kemampuan pengusaha dan mencip-takan iklim yang lebih sehat bagi dunia usaha guna memasarkan barang-barang, maka telah diambil beberapa kebijaksanaan pokok. Pokok kebijaksanaan tersebut antara lain adalah seba-gai berikut ini.

XI/50

1) Paket kebijaksanaan 24 Desember 1987

Paket Kebijaksanaan 24 Desember 1987 untuk sektor per-dagangan, antara lain, bertujuan guna lebih menyederhanakan izin ekspor, impor dan investasi. Hal tersebut dilakukan untuk dapat memberikan fasilitas serta ruang gerak yang lebih besar bagi pengusaha untuk meningkatkan daya saingnya di pasaran luar negeri. Dengan adanya paket kebijaksanaan tersebut, maka seorang pengusaha untuk dapat melakukan perdagangan ekspor tidaklah lagi perlu harus memiliki Angka Pengenal Ekspor (APE) atau Angka Pengenal Ekspor Terbatas (APET). Seorang pengusaha cukup memiliki SIUP yang dikeluarkan oleh Departemen Perda-gangan untuk menyelenggarakan kegiatan ekspor, atau Izin Usaha yang dikeluarkan oleh instansi teknis yang berwenang lainnya. Perkecualian untuk itu hanyalah bagi barang-barang yang terikat dengan ketentuan internasional atau bilateral mengenai kuota, dan barang-barang yang Indonesia merupakan pemasok utama dunia. Untuk tata niaga ekspor tekstil dan pro-duk tekstil perkecualian. tersebut hanya untuk ekspor ke ne-gara yang menetapkan kuota impor. Di bidang impor juga telah dilakukan penyederhanaan dan pembebasan atas pengaturan tata niaga terhadap sejumlah barang dari kelompok makanan dan mi-numan, produk industri listrik dan elektronika, serta produk logam. Barang yang terkena peraturan keagenan tunggal juga telah disederhanakan. Apabila semula ada 278 jenis barang yang terkena peraturan keagenan tunggal, maka sekarang hanya terdapat 70 jenis barang.

2) Keppres No. 6 Tahun 1988 tanggal 28 Maret 1988 ten-tang pencabutan beberapa ketentuan dan mengenai pengadaan barang dan jasa; dan Inpres No. 1 Tahun 1988 tanggal 28 Maret 1988 mengenai tata cara peng-adaan barang dan jasa

Dengan diberlakukannya kebijaksanaan tersebut, yang ber-laku mulai 1 April 1988, tata cara pengadaan barang, peralat-an dan jasa oleh Pemerintah telah semakin disederhanakan. Pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan di liagkungan ma-sing-masing Departemen dan Lembaga Pemerintah secara fungsio-nal, dengan memperhatikan: a) diperolehnya harga yang paling menguntungkan negara dan dapat dipertanggung jawabkan; b) di-perolehnya barang dan jasa dengan kualitas menurut persyarat-an teknis yang diperlukan; dan c) digunakannya barang dan jasa hasil produksi dalam negeri. Pelaksanaan pengadaan ter-sebut sejauh mungkin dilakukan di tempat yang membutuhkan atau tempat yang terdekat. Kebijaksanaan ini telah memberikan

XI/51

banyak kemudahan bagi para pengusaha nasional untuk memper-luas pemasaran barang hasil produksinya melalui pembelian oleh pemerintah.

3) Pembinaan pedagang golongan ekonomi lemah

Guna meningkatkan peranan pedagang golongan ekonomi lemah, berbagai program pembangunan telah dilaksanakan; an-tara lain berupa pendidikan dan pembinaan pedagang golongan ekonomi lemah di berbagai wilayah Indonesia. Kegiatan latihan tersebut antara lain ditujukan untuk meningkatkan keterampil-an dan pengetahuan dalam bidang perdagangan, penyaluran, dis-tribusi barang dan jasa, serta menciptakan tertib niaga. Hal tersebut mengarah kepada perluasan lapangan kerja dan mening-katkan pendapatan golongan ekonomi lemah. Di samping itu juga memberikan perlindungan terhadap konsumen serta ikut menun-jang stabilitas ekonomi nasional.

Selama tahun 1987/88 untuk peningkatan dan kelancaran pelaksanaan penyaluran pupuk dan pestisida kepada para petani, dalam rangka kerjasama antara Indonesia dengan FAO, telah dilaksanakan latihan bagi para penyalur sarana produksi per-tanian. Program tersebut diikuti oleh pihak swasta dan KUD.

Pembinaan langsung lainnya terhadap para pedagang go-longan ekonomi lemah dilaksanakan melalui kegiatan penyuluhan lapangan perdagangan di 27 propinsi. Kegiatan ini berupa pem-berian informasi perdagangan yang meliputi aspek harga dan informasi ekonomi lainnya dan diselenggarakan melalui media masa dan secara langsung melalui petugas penyuluh lapangan perdagangan.

d. Memperluas pasaran barang-barang produksi dalam negeri

Kebijaksanaan ini bertujuan untuk meningkatkan pertum-buhan ekonomi nasional melalui mekanisme perluasan pemasaran produk-produk yang dihasilkan di dalam negeri. Penerapan ke-bijaksanaan ini dilakukan dengan mengingat berbagai pertim-bangan ekonomi yang rasional. Perluasan pemasaran hasil-hasil produksi dalam negeri tersebut penting karena bisa meningkat-kan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha serta kegiatan ekonomi pada umumnya.

Di samping langkah-langkah kebijaksanaan tersebut di atas, juga dilakukan pengaturan tata niaga untuk sejumlah ko-

XI/52

moditi. Pengaturan tata niaga sejumlah komoditi tersebut di-tujukan guna mengendalikan harga dan pengadaannya. Komoditi yang diatur dibatasi pada barang kebutuhan pokok masyarakat dan barang-barang penting lainnya, yang sangat diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan. Adapun komoditi tersebut ber-ikut pokok kebijaksanaannya yang terkait adalah sebagai ber-ikut ini.

1) Pupuk

Pengaturan tata niaga pupuk diselenggarakan dalam rangka pengamanan, program peningkatan produksi pertanian, terutama pangan. Pengaturannya dilaksanakan dengan mengingat faktor musim tanam, jumlah dan waktu penggunaan yang dibutuhkan oleh sektor pertanian. Untuk semakin meningkatkan kelancaran pe-nyaluran pupuk kepada para petani, maka ditetapkan bahwa mulai 1 April 1988 secara bertahap peranan KUD sebagai pe-nyalur dan pengecer pupuk bersubsidi di lini empat akan di-tingkatkan peranannya. Diharapkan pada saatnya nanti, seluruh penyaluran pupuk bersubsidi untuk petani dapat dilaksanakan melalui KUD (Tabel XI-31).

2) Besi Baja

Pengaturan tata niaga beai baja ditujukan untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan menjaga kestabilan harga serta persediaan bahan baku barang jadi beai dan baja. Sejalan dengan itu juga ditetapkan pengaturan tata niaga impor barang jadi besi atau baja. Pengaturan tata niaga ini berupa penun-jukan importir barang-barang jadi dari besi atau baja untuk jenis tertentu. Selain itu juga ditetapkan kebijaksanaan me-ngenai pembelian bahan baku di dalam negeri serta dilakukan pemantauan harga untuk mengendalikan tingkat harganya.

3) Semen

Dalam rangka memantapkan pengadaan dan harga semen, maka dilakukanlah pengaturan tata niaga yang meliputi pengamanan suplai dan stok minimum serta penetapan alokasi bulanan me-nurut pabrik dan daerah. Sedangkan usaha untuk menciptakan tingkat harga yang wajar dan terkendali di tingkat konsumen diselenggarakan melalui kebijaksanaan penetapan Harga Pedoman Setempat (HPS) di ibukota propinsi. Di samping itu juga di-lakukan pemantauan stok dan harga semen dari distributor sam-pai ke pengecer di daerah. Untuk menjaga stabilitas penyalur-an dan harga semen, maka ditetapkan bahwa dalam satu daerah pemasaran minimal harus terdapat dua merek yang beredar.

XI/53

TABEL XI - 31

REALISASI PENYALURAN PUPUK,1983/84 - 1987/88

(ribu ton)

MT1 = Musim Tanam April s/d SeptemberMT1 = Musim Tanam Oktober s/d Maret

XI/54

4) Kayu

Kebijaksanaan pengaturan tata niaga pemasaran kayu dalam negeri terutama ditujukan untuk menjamin kebutuhan kayu untuk pelaksanaan pembangunan. Di samping itu untuk tetap menjamin peningkatan ekspor kayu dan kebutuhan di dalam negeri akan kayu gergajian dan kayu olahan, maka dilaksanakan penyempur-naan tata niaga ekspor komoditi tersebut. Mengingat bahwa in-dustri perkayuan telah berkembang semakin pesat dan mengingat bahwa kayu merupakan kekayaan alam yang pemanfaatannya perlu diatur, maka ditetapkan bahwa ekspor kayu gergajian dan kayu olahan hanya dapat dilakukan oleh eksportir terdaftar yang diakui.

5) Kertas

Pengaturan tata niaga kertas koran produksi dalam negeri ditujukan untuk mendorong industri percetakan buku-buku pe-ngetahuan dan penerbitan pers yang ada di dalam negeri. Pe-mantapan pengadaan serta pengendalian harga kertaa koran di dalam negeri diatur melalui penetapan harga kertaa koran pro-duksi dalam negeri. Sejak Oktober 1987 ditetapkan harga kertas koran di gudang penerbit sebesar Rp 880/kg. Di dalam harga tersebut termasuk biaya distribusi sebesar Rp 30/kg, tetapi belum termasuk PPN. Harga tersebut berlaku sama untuk seluruh daerah di Indonesia, sedangkan PPN atas kertas koran untuk penerbitan surat kabar ditanggung oleh pemerintah.

6) Kopra, minyak kelapa dan minyak kelapa sawit

Pengaturan kebijaksanaan tata niaga perdagangan minyak kelapa sawit diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan di dalam negeri. Di samping itu juga ditujukan kepada peningkatan per-olehan devisa. Karena itu pengaturan tata niaga minyak kelapa sawit tersebut ditujukan kepada pemenuhan kebutuhan industri di dalam negeri yang mengolah menjadi minyak goreng. Harga minyak kelapa sawit untuk kebutuhan industri dalam negeri per 2 Pebruari 1988 ditetapkan sebesar Rp 500/kg FOB Belawan. Dalam harga tersebut belum termasuk PPN sebesar 10%. Harga sebelumnya yang ditetapkan per 4 Januari 1986 adalah Rp 425/kg FOB Belawan. Adapun penetapan kenaikan harga tersebut didasar-kan atas pertimbangan bahwa tingkat harga yang selama ini ber-laku telah tidak sesuai lagi dengan situasi pasar.

7) Cengkeh

Pengaturan tata niaga cengkeh ditujukan pada usaha untuk

XI/55

membantu meningkatkan pendapatan para petani dan menjaga ke-lancaran produksi dan distribusi cengkeh, serta untuk membe-rikan perlindungan kepada industri dalam negeri, terutama in-dustri rokok. Per 1 April 1987 telah ditetapkan harga dasar lelang cengkeh yang diantarpulaukan sebesar Rp 7.000/kg. Se-dangkan harga dasar pembelian cengkeh oleh KUD dari petani ditetapkan sebesar Rp 6.500/kg. Selanjutnya telah dikeluarkan petunjuk teknis pelaksanaan tata niaga cengkeh tersebut, yang menentukan adanya perusahaan yang menjadi penyangga dalam pe-laksanaan lelang. Perusahaan tersebut juga berperan sekaligus sebagai pemegang stok nasional cengkeh. Apabila dalam suatu lelang tidak ada pemenang lelang, ataupun penawaran lelang berada di bawah harga dasar lelang, maka perusahaan penyangga akan menampungnya.

8) Garam

Kebijaksanaan pengaturan tata niaga garam ditujukan un-tuk memantapkan pengadaan garam dari segi jumlah, harga dan mutu; baik untuk kepentingan konsumen, maupun untuk kepen-tingan produsen petani garam. Kebijaksanaan tersebut, antara lain tertuang melalui penentuan HPS garam. Kepada harga garam tersebut ditambahkan biaya yodisasi, biaya pengantongan dan PPN 10%. Sedangkan untuk memantapkan dan meningkatkan pelak-sanaan yodisasi garam, dalam rangka memperbaiki menu makanan/ gizi rakyat serta memenuhi kebutuhan nasional akan garam ber-yodium, maka distribusi garam beryodium yang beredar di se-luruh Indonesia diatur secara tersendiri. Perihal pengadaan garam industri, apabila untuk pemenuhan kebutuhannya masih perlu dilakukan impor, maka diadakan pengaturan secara ter-pisah.

9) Gula Pasir

Pengaturan untuk pengadaan dan penyaluran gula pasir baik yang berasal dari produksi dalam negeri maupun impor dilaku-kan oleh Bulog. Kebijaksanaan tersebut ditujukan untuk dapat menjaga stabilitas harga agar tetap dalam jangkauan daya beli masyarakat. Di samping itu juga sekaligua dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan industri gula di dalam negeri.

10) Susu

Kebijaksanaan tata niaga suau ditujukan kepada pemenuhan kebutuhan konsumsi akan susu dari produksi dalam negeri. Da-lam pelaksanaan kebijaksanaan ini koperasi susu diikutserta-kan secara aktif. Impor susu dilakukan untuk menutup keku

XI/56

rangan produksi dalam negeri dibandingkan permintaan. Untuk itu ditentukan tingkat impor yang diizinkan, yang didasarkan atas perhitungan ratio penggunaan suau dalam negeri terhadap susu yang boleh diimpor oleh industri pengolah susu. Sejak 1 Januari 1988 ratio penyerapan susu murni produksi dalam negeri terhadap impor telah dirubah menjadi 1 : 1,7. Sedangkan ratio untuk penyerapan susu bubuk produksi dalam negeri terhadap susu bubuk impor menjadi 1 : 3,5. Ketentuan ini berlaku juga untuk persero niaga yang ditunjuk untuk mengimpor bahan baku susu.

3. Hasil-hasil Pelaksanaan

Hasil-hasil pelaksanaan kebijaksanaan di bidang perdagangan dalam negeri selama tahun 1987/88 adalah sebagai ber ikut ini. Penyajian hasil pelaksanaan ini diberikan sesuai-dengan nama pokok-pokok kebijaksanaan perdagangan dalam ne-geri.

a. Menjaga kemantapan harga

Perkembangan harga barang untuk beberapa komoditi ter-tentu dapat dilihat pada Tabel XI-32 sampai dengan Tabel XI-37 dan Grafik XI-3, Grafik XI-4, Grafik XI-5, Grafik XI-6, Grafik XI-7 serta Grafik XI-8. Dari analisa data yang disaji-kan tersebut terlihat bahwa tingkat penyaluran untuk bahan

TABEL XI - 32

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN BESI BETON DI JAKARTA,1983/84 - 1987/88

(Rp/Kg)

Repelita IV

Bulan 1983/84 1984/85 1985/86 1986/87 1987/88

April 350,0 415,0 425,0 417,0 467,0

Juli 375,0 415,0 439,0 548,0 467,0

Oktober 375,0 420,0 433,0 466,0 508,0

Januari 415,0 425,0 434,0 473,0 510,4

XI/57

GRAFIK XI – 3

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN BESI BETON DI JAKARTA, 1983/84 - 1967/88

XI/58

TABEL XI - 33

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN SEMENDI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA,

1983/84 - 1987/88(Rp/Karung)

XI/59

GRAFIK XI – 4

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA SEMEN DI MEDAN,JAKARTA DAN SURABAYA,1983/84 - 1987/88

XI/60

TABEL XI - 34

PERKEKHAROAH RATA-RATA HARGA ECERAN MIMYAK GORENGDI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA,

1983/84 - 1987/88(Rp/Botol)

XI/61

GRAFIK XI – 5

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN MINYAK GORENGDI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA,

1989/94 - 1987/88

XI/62

TABEL XI - 35

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN GULA PASIRDI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA,

1983/84 - 1987/88(Rp/kg)

XI/63

GRAFIK XI – 6

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN GULA PASIRDI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA,

1983/84 – 1987/88

XI/64

TABEL XI - 36

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN MINYAK TANAHDI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA,

1983/84 - 1987/88(Rp/botol)

XI/65

GRAFIK XI – 7

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN MINYAK TANAHDI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA.

1983/84 - 1987/88

XI/66

TABEL XI - 37

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN TEKSTIL KASARDI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA,

1983/84 - 1987/88(Rp/meter)

XI/67

GRAFIK XI – 8

PERKEMBANGAN RATA-RATA HARGA ECERAN TEKSTIL KASAR DI MEDAN, JAKARTA DAN SURABAYA,

1983 - 1987/88

XI/68

kebutuhan pokok cukuplah lancar. Hal ini tampak dari relatif stabilnya perkembangan harga yang terjadi. Walaupun terjadi gejolak harga atas beberapa komoditi, namun perubahan tersebut relatif kecil.

Gejolak perkembangan harga bisa diukur melalui indeks harga konsumen barang dan jasa. Pada tingkat nasional terekam indeks harga untuk 17 kota propinsi. Indeks tersebut menun-jukkan bahwa perkembangan harga yang terjadi cukuplah mantap dan terkendali. Selama tahun 1987/88 tercatat indeks umum me-ningkat sebesar 8,3%. Kenaikan untuk masing-masing kelompok barang adalah sebagai berikut: kelompok makanan sebesar 13.9%, perumahan sebesar 4,7%, sandang-sebesar 5,8%, serta aneka barang dan jasa sebesar 3,6%. Selama tahun 1986/87, laju inflasi diukur dari kenaikan indeks umum, yang terjadi adalah sebesar 8,8%. Dengan demikian tingkat inflasi yang terjadi pada 1987/1988 adalah lebih rendah bila dibandingkan kenaikan tahun sebelumnya. Dari 17 ibu kota propinsi yang menjadi ukuran, selama periode 1987/88 tingkat inflasi yang tertinggi terjadi di Ambon sebesar 17,3%. Sedangkan di kota-kota lainnya seperti Medan, Padang, Jakarta, Surabaya, Menado dan Jayapura hanya meningkat antara 5,6% - 8,1%.

b. Penyempurnaan prasarana pemasaran

1). Penyempurnaan prasarana fisik

Guna meningkatkan pertumbuhan sektor perdagangan dan menggairahkan iklim berusaha yang sehat, maka penyediaan sa-rana perdagangan terus ditingkatkan sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Peningkatan tersebut diselenggarakan baik melalui program Inpres pasar untuk pembangunaa pasar dan per-tokoan maupun melalui pembangunan.pasar percontohan di daerah perbatasan, terpencil dan transmigrasi. Dalam tahun 1987/88 telah berhasil dibangun sebanyak 9 buah pasar yang tersebar di 9 propinsi.

2) Penyempurnaan prasarana kelembagaan

(a) Pelaksanaan Undang-undang Metrologi Legal dan Undang-undang Wajib Daftar Perusahaan

Guna meningkatkan perlindungan terhadap konsumen, maka diselenggarakan upaya untuk menjaga kebenaran dan ketertiban pengukuran dan kepastian hukum dalam pemakaian satuan, stan-dar, alat-alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya. Ke-tentuan mengenai hal tersebut tertuang dalam UU No. 2 Tahun

XI/69

1981. Untuk memasyarakatkan kemetrologian terutama mengenai metrologi legal, maka diselenggarakan kegiatan penyuluhan dan pengawasan dengan pendekatan persuasif dan edukatif. Untuk tujuan tersebut tingkat pelayanan kemetrologian yang diberi-kan terus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan kegiatan per-dagangan yang semakin maju. Selama tahun 1987 telah berhasil dilaksanakan tera sah atas alat-alat ukur, tatar, timbang dan perlengkapannya (UTTP) sebanyak 2.168.940 buah dan tera ulang sah alat UTTP sebanyak 3.904.188 buah. Di samping itu dalam tahun tersebut juga telah dilaksanakan pengawasan dan penyu-luhan kepada 139.850 buah toko dan warung.

Sebagai pelaksanaan Undang-undang Wajib Daftar Perusaha-an, yang mulai dilaksanakan sejak Juli tahun 1985, sampai dengan bulan Maret 1988 telah terdaftar sebanyak 467.026 buah perusahaan. Perusahaan tersebut terdiri dari PT sebanyak 42.562 buah, FA sebanyak 1.887 buah, CV sebanyak 63.012 buah, koperasi sebanyak 4.668 buah, perusahaan perseorangan 349.497 buah dan badan usaha lainnya sebanyak 5.722 buah.

(b) Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

Penciptaan iklim usaha yang baik dan pemberian kesempat-an berusaha di bidang perdagangan merupakan sasaran yang senantiasa diupayakan dan ditingkatkan. Jumlah SIUP yang di-keluarkan terus meningkat setiap tahunnya. Sampai dengan Desember 1987 jumlah SIUP yang telah dikeluarkan adalah se-besar 1.167.302 buah. Perusahaan yang memperoleh SIUP terse-but terdiri dari 50.688 pedagang besar, 293.065 pedagang menengah, dan 823.549 pedagang kecil. Hal ini berarti suatu peningkatan sebesar 17,9% jika dibandingkan dengan SIUP yang dikeluarkan dalam tahun 1986 yang mencapai 989.911 buah perusahaan.

c. Meningkatkan peranan pengusaha/pedagang nasional khususnya pengusaha/pedagang golongan ekonomi lemah

Guna semakin meningkatkan peranan pengusaha dan pedagang golongan ekonomi lemah, berbagai program pembangunan telah dilakukan, antara lain berupa penataran pedagang kecil go-longan ekonomi lemah dan koperasi pengecer pupuk. Program ini antara lain bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan daya asing pedagang, dan meningkatkan kemampuan pedagang dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat konsumen. Untuk itu selama tahun 1987/88 telah berhasil.di-tatar sebanyak 105 orang pedagang kecil di 3 propinsi. Se

XI/70

dangkan melalui bantuan FAO telah ditatar sebanyak 1.008 pengecer pupuk yang terdiri dari pengusaha swasta dan KUD di 11 propinsi (Tabel XI - 38). Program ini masih akan diteruskan ke propinsi lainnya dalam tahun mendatang.

Selain itu untuk memperluas pemasaran dan meningkatkan efisiensi pemasaran, terutama untuk pedagang golongan ekonomi lemah, juga telah ditempuh cara penyampaian informasi pema-saran. Penyampaian informasi tersebut dilakukan secara lang-sung melalui media-media masa di 26 propinsi dan melalui pe-tugas penyuluh lapangan perdagangan. Adapun informasi perda-gangan yang diberikan meliputi informasi harga di daerah kon-sumsi dan daerah produksi, serta aspek pemasaran lainnya. Di samping itu ditingkatkan pula keikutsertaan para pedagang dalam kegiatan promosi, seperti pameran dagang dan pameran pembangunan.

d. Memperluas pasaran barang-barang produksi dalam negeri

Perluasan pemasaran hasil produksi dalam negeri berjalan paralel dengan tumbuhnya kepercayaan terhadap hasil produksi nasional. Untuk itu diselenggarakanlah berbagai usaha promosi dan penyuluhan serta pengawasan mutu. Sehubungan dengan itu Pusat Pengujian Mutu Barang dan 17 Balai Pengawasan Mutu Barang daerah serta 48 kantor metrologi Departemen Perdagang-an telah ikut serta meneliti kualitas produk yang diperda-gangkan dalam rangka penjagaan standar perdagangan yang ber-laku. Sasaran kegiatan ini adalah untuk meningkatkan keperca-yaan konsumen pada produksi dalam negeri. Pada gilirannya hal tersebut akan dapat memperluas pasar produk-produk tersebut.

Seperti disebutkan di muka, untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri yang terua meningkat serta meningkatkan dayaguna pemasaran, maka beberapa komoditi yang berikut ini masih di-atur dan atau dikendalikan tataniaganya. Pengaturan tersebut dilakukan mengingat pentingnya kegunaan komoditi yang ber-sangkutan bagi kesuksesan pembangunan nasional.

1) Pupuk

Penyaluran pupuk urea selama tahun 1987/88 dibandingkan dengan tahun 1986/87 naik sebesar 1,2%. Peningkatan yang re-latif kecil ini terjadi, antara lain karena bergesernya pola musim tanam yang menjadi lebih mundur sebagai akibat dari ke-marau panjang, serta masih dapat tetap dipertahankannya ting

XI/71

TABEL XI – 37

PEMBINAAN PEDAGANG GOLONGAN EKONOMI LEMAH1983/84 – 1987/88

(orang)

1) Sejak tahun 1987/88 penataran lebih selektif dan pemberian konsultasi padsebagian besar Propinsi/Dati I dinilai sudah cukup.

XI/72

kat stok di lini III dan IV yang setiap saat dapat dicairkan untuk disampaikan kepada para petani. Di samping itu juga karena cukup tersedianya pupuk jenis lainnya seperti ZA dan KCL. Sampai bulan Pebruari 1988 jumlah seluruh realisasi pe-nyaluran pupuk yang telah dicapai ialah sebesar 97,1% dari rencana kebutuhan.

2) Besi Baja

Pengadaan beberapa jenis produk besi baja tertentu se-lama tahun 1987/88 telah dapat dipenuhi melalui produksi dalam negeri. Bahkan beberapa produk besi baja telah dapat diekspor. Produk-produk ekspor tersebut, antara lain adalah coils, batang kawat, besi beton, baja lembaran, dan lain-lain-nya, dengan jumlah seluruhnya 533.790 ton. Kebutuhan besi baja di dalam negeri selama tahun 1987/88 adalah sebesar 2.238.000 ton. Bagian yang masih perlu diimpor berjumlah 864.595 ton. Tabel XI-32 menyajikan perkembangan harga eceran besi beton di Jakarta yang menunjukkan peningkatan sebesar 9,3% dalam 1987/88, sedangkan kenaikan harga yang terjadi se-lama 1986/87 ialah sebesar 13,4%. Dengan demikian tingkat harga eceran besi beton dalam tahun 1987/88 menunjukkan ke-naikan yang relatif lebih kecil, yang antara lain disebabkan karena cukup tersedianya suplai besi beton.

3) Semen

Realisasi pengadaan dan penyaluran semen di dalam negeri selama tahun 1987/88 adalah sebesar 9.998.100 ton, yaitu naik sebesar 5,7% dari penyaluran semen tahun 1986/87. Berkat ada-nya harga pedoman setempat maka selama 1987/88 perkembangan harga eceran semen relatif stabil. Tabel XI-33 menyajikan perkembangan harga eceran semen di Medan, Jakarta dan Sura-baya, yang menunjukkan bahwa kenaikan harga semen di masingmasing kota tersebut selama 1987/88 adalah sebesar 1,4%, 1,3% dan 0,7%; sedangkan untuk tahun 1986/87 kenaikan harga semen mencapai sebesar 4,3%, 8,6% dan 5,4%. Terlihat bahwa perubah-an harga yang terjadi selama 1987/88 relatif lebih kecil di-bandingkan dengan 1986/87.

4) Kayu

Semakin baiknya angkutan kayu antar pulau menyebabkan perbedaan harga kayu di daerah produksi dan di daerah kon-sumsi, terutama di pulau Jawa, menjadi semakin kecil. Kon-sumai kayu lapis di dalam negeri juga terus meningkat dan se-bagian besar kayu olahan yang dikonsumsi di dalam negeri ter

XI/73

utama digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan bahan bangunan dan peralatan rumah tangga.

5) Kertas

Pengadaan kertas koran dalam negeri untuk kepentingan pers nasional dipenuhi dari produksi dalam negeri. Penyaluran kertas koran ke daerah-daerah telah semakia meningkat, baik dari segi jumlah maupun frekuensi pengadaannya, sesuai dengan kebutuhan penerbit. Kelancaran penyaluran kertas tersebut ke daerah-daerah telah dapat memantapkan harga kertas koran di daerah-daerah.

6) Kopra/minyak kelapa dan minyak kelapa sawit

Kebutuhan akan minyak goreng, di dalam negeri kian hari kian meningkat. Karena produksi kopra berkembang lebih lambat, maka kebutuhan akan bahan baku minyak goreng sebagian dipe-nuhi dari minyak kelapa sawit. Peningkatan konsumsi minyak goreng tersebut terjadi oleh karena pertambahan penduduk dan karena peningkatan konsumsi sebagai akibat terjadinya pening-katan pendapatan. Karena daerah produksi minyak kelapa sawit sebagian besar berada di luar Jawa, sedangkan konsumsi minyak goreng paling banyak di Jawa, maka tingkat harga di Jawa sangat dipengaruhi oleh penyaluran ataupun pengiriman CPO dari Sumatera Utara, di samping ditentukan oleh volume serta harga kopra yang diantarpulaukan. Tabel XI-34 menunjukkan bahwa selama tahun 1987/88 kenaikan harga eceran tertinggi hanya terjadi di Jawa yaitu Jakarta dan Surabaya, masing-ma-sing sebesar 17% dan 3,2%, sedangkan harga eceran tertinggi di Medan relatif tetap.

7) Cengkeh

Dari produksi yang diperkirakan sebesar 45.379 ton, volume cengkeh yang diantarpulaukan selama tahun 1987 adalah sebesar 28.015 ton. Dari jumlah tersebut 10.769 ton di anta-ranya merupakan hasil dari lelang, sedangkan 9.021 ton dibeli oleh perusahaan penyangga. Dengan adanya sistem lelang dan perusahaan yang berperan sebagai penampung stok, maka perbe-daan harga di daerah produsen dengan di daerah konsumen, ter-utama di Semarang dan Surabaya menjadi relatif kecil.

8) Garam

Pengadaan garam untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri selama tahun 1987/88 tidak menunjukkan adanya permasalahan,

XI/74

karena adanya kelebihan produksi bila dibandingkan konsumsi. Jumlah produksi yang tercapai adalah sebesar 1,052 juta ton, sedangkan tingkat konsumsi diperkirakan hanya mencapai 968 ribu ton. Untuk menunjang upaya peningkatan kesehatan masya-rakat, telah ditetapkan bahwa garam konsumsi yang boleh ber-edar hanyalah garam beryodium.

9) Gula Pasir

Perkembangan harga gula pssir selama tahun 1987/88 me-nunjukkan.kenaikan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 19,3% di Medan, 7,7% di Jakarta dan 11,3% di Surabaya. Kenaikan harga, gula pasir yang relatif tinggi tersebut antara lain karena adanya kebutuhan untuk tahun baru dan lebaran yang lebih tinggi. Di samping itu juga karena adanya penetapan harga baru pada bulan Mei 1987 dengan kenaikan rata-rata sebesar 9,57% dibanding dengan penetapan harga Maret 1985.

Selama tahun 1987/88 oleh Bulog telah disalurkan seba-nyak 2.029,4 ribu ton gula pasir; yang dipenuhi dari pengada-an dalam negeri sebesar 2.083,5 ribu ton dan dari impor se-banyak 113,6 ribu ton.

10) Susu

Kebijaksanaan di bidang persusuan telah berhasil mening-katkan produksi susu di dalam negeri karena telah memberikan dorongan kepada peternak susu untuk meningkatkan produksinya. Penyerapan susu murni oleh perusahaan pengolah susu murni yang digunakan sebagai dasar dari penetapan alokasi untuk pengadaan susu impor dalam tahun 1987/88 adalah sebesar 116.099 ton. Jumlah ini 14,2% lebih rendah dari penyerapan tahun 1986/87 besarnya 135.369 ton.

XI/75