kontruksi jalan raya

Upload: pomy-manuain

Post on 29-Oct-2015

159 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

  • T

    EK

    NIK

    JA

    LA

    N R

    AY

    A

    U N I V E R S I T A S

    M U H A M M A D I Y A H M A T A R A M

    F A K U L T A S T E K N I K

    2 0 0 9

    T U G A S 1

    J A L A N R A Y A

    NAMA : FACHRUROZI

    NIM : 40811.0060

    FAKULTA S : TEKNIK

    JUR USAN : TEKNIK SIPIL

    O L E H

    TEK.JALAN RAYA

  • KONTRUKSI JALAN RAYA (LAPISAN PERKERASAN)

    a. Lapisan Tanah Dasar ( subgrade ) ialah lapisan tanah dasar dibawah perkerasan yang

    berfungsi untuk mendukung perkerasan, tanah dasar dapat berupa tanah asli setempat

    yang didapatkan atau tanah urugan badan jalan yang dipadatkan, biasanya tanah urugan

    lebih baik di bandingkan tanah aslinya karena tanah urugan telah dipadatkan atau

    material tanah urugan lebih baik dari tanah aslinya, di sebut sebagai improve subgrade

    Kuatnya struktur perkerasan bergantung pada daya dukung tanah, untuk mengetahui daya

    dukung tanah kita perlu melakukan pengetesan CBR terhadap tanah asli atau tanah

    urugan yang akan di gunakan, pengetesan CBR dapat dilakukan di lapangan dan

    laboratorium.

    PENGUKURAN CBR DI LAPANGAN

    Gamabar 1. Pungukuran CBR di lapangan

  • Gambar 2. Pengukuran nilai CBR dengan alat DCPT

    Nilai CBR lapangan dapat juga diperoleh dengan menggunakan alat Dynamic Cone

    Penetrometer Test (DCPT). Pemeriksaan dengan alat DCPT dapat menghasilkan data

    kekuatan tanah sampai kedalaman 90 cm di bawah tanah dasar. Pengujian dilakukan

    dengan cara menjatuhkan tiang pemberat seberat 20 lb (9,07 kg) dari ketinggian 20

    inches (50,8 cm). Ujung tiang berbentuk kerucut dengan luas sq. inch (1,61 cm2)

    bersudut 30o atau 60

    o.

  • PENGUKURAN CBR DI LABORATORIUM

    Gamabar 3. Pengukuran CBR di laboratorium

    Setelah nilai CBR telah diketahui maka dapat kita tentukan nilai daya dukung tanah dengan

    grafik monogarf.

    Grafik 1. Monograf DDT

    DDT =

    9.1

    CBR

    =

    5

    0

    Seperti terlihat pada

    gambar

    disamping, apabila

    nilai CBR = 50

    maka nilai daya

    dukung tanah

    (DDT = 9.1)

  • b. LAPISAN PONDASI BAWAH (SUBBASE COURSE)

    Adalah lapisan yang berada diantara tanah dasar dan pondasi atas, lapisan ini berfungsi

    untuk meneruskan beban ke tanah dasar, mencegah air tanah masuk ke permukaan

    perkerasan, mencegah partikel partikel kecil (abu tanah dasar) masuk ke pondasi atas,

    melindungi tanah dasar dari beban berat pada awal pengerjaan struktur karena kurangnya

    daya dukung tanah, melindungi tanah dasar dari perubahan iklim tertama pada saat

    musim penghujan.

    c. LAPISAN PONDASI ATAS ( BASE COURSE )

    Adalah lapisan perkerasan yang berada antara lapisan pondasi bawah ( Subbase Course )

    dan lapisan permukan ( Surface Course ), lapisan ini berfungsi untuk meneruskan beban

    roda pada lapisan permukaan ke pondasi bawah secara merata. Karena lapisan ini

    menerima beban yang besar maka di perlukan bahan yang kuat dan awet sehingga

    konstruksi perkerasan dapat digunakan cukup lama.

    d. LAPISAN PERMUKAAN ( BASE COURSE )

    Adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan beban roda kendaraan, lapisan ini

    berfungsi untuk menahan beban roda kendaraan untuk disalurkan ke lapisan permukaan,

    menahan gesekan roda akibat pengereman kendaraan (lapisan aus), mencegah air hujan

    menyerap kelapisan pondasi atas yang akan mengakibatkan kerusakan struktur.

    Perkerasan lentur (fleksible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai

    bahan pengikat. Disebut lentur karena konstruksi ini mengijinkan terjadinya deformasi

    vertikal akibat beban lalu lintas. Fungsi dari lapisan ini adalah memikul dan

    mendistribusikan beban lalu lintas dari permukaan sampai ke tanah dasar.

  • Gambar 4. Penyebaran beban roda melalui lapisan perkerasan jalan

    MATERIAL KONSTRUKSI PERKERASAN LENTUR:

    ASPAL CEMENT (AC)

    Aspal cement/aspal beton adalah campuran antara agregat dengan aspal sebagai

    bahan pengikat dan bahan pengisi (filler), yang dicampur, dihampar dan dipadatkan

    dalam keadaan panas atau dingin dengan suhu tertentu. Beton aspal juga merupakan

    campuran yang digunakan untuk lapisan permukaan jalan. Pembuatan aspal beton

    dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan yang mampu memberikan sumbangan

    daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai pelapis kedap air.

    Lapisan aspal cement terdiri atas tiga jenis, yaitu : laston Aus (BC) untuk lapis

    permukaan, mempunyai ukuran butir agregat maksimum 25,4 mm, laston Aus (WC)

    untuk lapis perata atau laston atas mempunyai ukuran butir agregat maksimum 19,0

    mm dan laston pondasi (ATB) untuk pondasi mempunyai ukuran butir agregat

    maksimum 37,5 mm.( Sumber : Pusat Litbang Prasarana Transportasi Badan

    Penelitian dan Pengembangan, Divisi 6, hal 6 19).

  • Berdasarkan fungsinya, beton aspal dapat diklasifikasikan sebagai berikut ( Sumber :

    Silvia Sukirman, Perkerasan Lentur Jalan Raya, hal 177):

    o Sebagai lapis permukaan yang tahan terhadap cuaca, gaya gesek dan tekanan

    roda serta lapisan kedap air dan dapat melindungi lapisan dibawahnya dari

    rembesan air.

    o Sebagai pelapis pondasi atas.

    o Sebagai pelapis pembentukan pondasi, jika dipergunakan pada pekerjaan

    peningkatan dan pemeliharaan.

    o Untuk mendapatkan beton aspal yang bermutu tinggi, maka sebaiknya

    memenuhi syarat syarat antara lain :

    o Campuran harus memiliki stabilitas yang tinggi, sanggup menahan beban

    lalu lintas tanpa deformasi.

    o Tahan terhadap lenturan, tidak ada retak-retak pada lapisan campuran

    permukaan

    o Tahan lama/awet dan aus terhadap cuaca dan beban lalu lintas

    o Campuran harus nonstick/tidak slip selama masa pelayanan

    Harus ekonomis.

    AGREGAT KASAR (CA)

    Agregat kasar adalah agregat yang tertahan pada saringan No.4 atau 4,76 mm dan

    harus terdiri dari batu pecah atau kerikil pecah yang bersih, kering, kuat, awet dan bebas

    dari bahan lain yang mengganggu serta memenuhi persyaratan sebagai berikut (Sumber :

    DPU, Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton (LASTON) Untuk Jalan Raya hal 3) :

    a) Keausan yang diperiksa dengan mesin Los Angles pada 500 putaran, maksimum

    40%

    b) Kelekatan dengan aspal minimum 95 %

    c) Jumlah berat butiran tertahan saringan No. 4 secara visual minimum 50 %

    d) Indeks kepipihan butiran tertahan dan 3/8 maksimum 25%.

    e) Penyerapan air maksimum 3 %

  • f) Berat jenis curah (Bulk) minimum 2,5 (khusus untuk terak)

    Bahan agregat kasar dalam keadaan kering setelah melalui percobaan analisa

    saringan/gradasi harus memenuhi spesifikasi berikut :

    TABEL II.1 SPESIFIKASI AGREGAT KASAR BETON ASPAL

    Ukuran Saringan Persen Berat Yang Lolos

    mm ASTM Batas atas Batas tengah Batas

    bawah

    20

    12.7

    9.5

    4.76

    3/8

    No. 4

    100

    100

    55

    10

    100

    65

    27.5

    5

    100

    30

    0

    0

    Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Lapisan Beton Aspal (LASTON) untuk jalan

    raya,Departemen Pekerjaan Umum, 1987.

    Gambar II.2 grafik spesifikasi agregat kasar beton aspal (campuran normal)

    Dalam keadaan apapun, agregat kasar yang kotor dan berdebu serta mengandung

    partikel harus lolos ayakan No. 200 lebih besar dari 1% tidak boleh digunakan.

  • AGREGAT HALUS (FA)

    Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No. 4 (4,76 mm) dan tertahan saringan

    No. 200 (0,075 mm). Agregat halus terdiri dari pasir alam, pasir buatan, pasir terak atau

    gabungan dari bahan-bahan tersebut. Agregat halus harus bersih, kering, kuat, bebas dari

    gumpalan-gumpalan lempung dan bahan-bahan lain yang mengganggu serta terdiri dari

    buitr-butir yang bersudut tajam dan mempunyai permukaan yang kasar.

    Agregat halus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal

    Beton SKBI 1987, DPU) :

    a. Nilai sand equivalent minimum 50%

    b. Berat jenis semu (Apparent) minimum 2,5 gr/cm3

    c. Penyerapan agregat maksimum 3%

    TABEL II.2 GRADASI AGREGAT HALUS BETON ASPAL

    Ukuran Saringan Persen Berat Yang Lolos

    mm ASTM Batas atas Batas tengah Batas bawah

    9.5

    4.75

    1.18

    0.3

    0.15

    3/8

    No. 4

    No. 16

    N0. 50

    No.

    100

    100

    100

    80

    30

    10

    100

    97.5

    62.5

    20

    6

    100

    95

    45

    10

    2

    Sumber : Alik Ansyori Alamsyah, Rekayasa Jalan Raya, Malang, 2001

  • Gambar II.3 Grafik spesifikasi agregat halus beton aspal

    Sumber : Spesifikasi Umum, Buku 3, Second Highway Sector Invesment, Direktorat

    Bina Program Jalan, Departemen Pekerjaan Umum.

    Filler (FF)

    Bahan pengisi merupakan agregat yang lebih halus dibandingkan agregat halus

    umumnya, karena filler lolos saringan No. 200. Menurut keputusan menteri

    pekerjaan umum No. 378/KPTS/1978 tentang pengesahan 33 standar konstruksi

    bangunan Indonesia, bahan pengisi (filler) harus terdiri dari debu batu, debu batu

    kapur, kapur padam, semen dan bahan mineral non plastis.

    Bahan pengisi harus kering dan bebas dari kotoran atau bahan lain yang

    mengganggu dan apabila dilakukan pemeriksaan analisa saringan basah harus

    memenuhi gradasi seperti dalam Tabel II.4 berikut (Petunjuk Pelaksanaan Lapis

    Aspal Beton SKBI 1987, DPU):

  • TABEL II.3 GRADASI BAHAN PENGISI UNTUK BETON ASPAL

    Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Lapisan Beton Aspal (LASTON) untuk jalan

    raya,Departemen Pekerjaan Umum, 1987.

    Gambar II.4 Grafik Gradasi Bahan Pengisi untuk Beton Aspal Agregat Campuran

    Agregat campuran harus mempunyai gradasi yang menerus dari butir yang kasar

    sampai yang halus, dan apabila diperiksa dengan SNI harus memenuhi salah satu

    gradasi yang tercantum pada Tabel II.4 Agregat campuran yang diperoleh dari hasil

    pencampuran menurut proporsi yang diperlukan untuk rumusan campuran kerja, harus

    mempunyai eqivalensi pasir minimal 50%.

  • TABEL II.4 BATAS-BATAS GRADASI MENERUS AGREGAT CAMPURAN

    Sumber :Petunjuk Pelaksanaan LASTON SKBI 1987 DPU.

    No.

    Campuran I II III IV V VI VII VIII IX X XI

    Gradasi/

    Tekstur kasar kasar rapat rapat rapat rapat rapat rapat rapat rapat rapat

    Tebal

    Padat(mm) 20-40 25-50 20-40 25-50 40-65 50-75 40-50 20-40 40-65 40-65 40-50

    Ukuran

    Saringan % Berat Yang Lolos Saringan

    1

    (38,1mm) - - - - - 100 - - - - -

    1.0

    (25,4mm) - - - - 100

    90-

    100 - - 100 100 -

    (19,1mm) - 100 - 100

    80-

    100

    82-

    100 100 -

    85-

    100 85-100 100

    (12,7mm) 100

    75-

    100 100

    80-

    100 - 72-90

    80-

    100 100 - - -

    3/8

    (9,52mm) 75-100 60-80

    80-

    100 70-90 60-90 - - - 65-85 56-78 74-92

    No. 4

    (4,76mm) 35-55 35-55 55-75 50-70 48-65 52-70 54-72 62-80 45-65 38-60 48-70

    No. 8

    (2,38mm) 20-35 20-35 35-50 35-50 35-50 40-56 42-58 44-60 34-54 27-47 35-53

    No. 30

    (0,59mm) 10-20 10-22 18-29 18-29 19-30 24-36 26-38 28-40 20-35 13-28 15-30

    No. 50

    (0,279mm) 6-16 6-16 13-23 13-23 13-23 16-26 18-28 20-30 16-26 9-20 10-20

    No. 100

    (0,149mm) 4-12 4-12 8-16 8-16 7-15 10-18 12-20 12-20 10-18 - -

    No. 200

    (0,074mm) 2-8 2-8 4-10 4-10 1-8 6-12 6-12 6-12 5-10 4-8 4-9

  • Catatan :

    Nomor campuran I,III,IV,VI,VII,VIII,IX,X dan XI digunakan untuk lapisan

    permukaan.

    Nomor campuran II dan V digunakan untuk lapisan permukaan, perata (Leveling)

    dan lapisan antara (Binder).

    ASPAL BETON (AC)

    Klasifikasi Fungsi:

    a. Berdasarkan fungsinya aspal beton campuran panas dapat diklasifikasikan sebagai

    berikut:

    b. Sebagai lapis permukaan yang tahan terhadap cuaca, gaya geser, dan tekanan roda serta

    memberikan lapis kedap air yang dapat melindungi lapis dibawahnya dari rembesan air.

    c. Sebagai lapis pondasi atas

    d. Sebagai lapis pembentuk pondasi, jika dipergunakan pada pekerjaan peningkatan atau

    pemeliharaan jalan.

    Karakteristik Campuran:

    a. Stabilitas

    b. Durabilitas (Keawetan/Daya Tahan)

    c. Fleksibilitas (Kelenturan)

    d. Skid Resistance (Kekesatan)

    e. Fatique Resistance (Ketahanan Kelelahan)

    f. Workability (Kemudahan Pelaksanaan)

  • HOT ROLLED SHEET (HRS)

    KLASIFIKASI FUNGSI:

    Hot Rolled Asphalt (HRA) sering juga disebut campuran aspal bergradasi senjang. Disebut

    demikian karena HRA mengandalkan kekuatan dari ikatan antara bahan pengikat, agregat

    halus dan filler, tidak seperti aspal beton yang mengandalkan saling kunci antara agregat

    kasar. Pada awal pemakaiannya di Indonesia, metode HRA (di Indonesia dikenal juga

    dengan Hot Rolled Sheet/HRS) ini mampu mengatasi permasalahan retak pada jaringan,

    namun demikian timbul masalah baru dengan terjadinya deformasi plastis dengan waktu

    yang sangat singkat. Adanya gap gradasi disebut-sebut sebagai penyebab timbulnya

    kerusakan dini tersebut.

    KARAKTERISTIK CAMPURAN:

    Tipe F (fine) : Agregat halus sebaiknya mengandung tidak lebih dari 5% (m/m) dari

    material yang tertinggal pada saringan 2.36 mm dan material yang lolos dari saringan

    0.075 mm tidak melebihi 9% dari berat keseluruhan dari agregat halus.

    Tipe C (coarse) : Untuk campuran tipe C, agregat halus sebaiknya mengandung tidak

    lebih dari 10% (m/m) dari material yang tertinggal pada saringan 2.36 mm dan

    material yang lolos dari saringan 0.075 mm tidak melebihi 19% dari berat keseluruhan

    dari agregat halus.

    Menurut resep dan persyaratan yang dibuat oleh BS. 594 (1992) dapat dilihat kriteria

    untuk merancang atau mendesain campuran Hot Rolled Asphalt (HRA) sebagai

    berikut :

  • Tabel 1. Kriteria Stabilitas

    Dari Rancangan

    Campuran Aspal Di

    Laboratorium Traffic

    Flow

    (Comm.Vec./line/day)

    Marshall Properties

    Stability of

    complete mix

    (kN)

    Maximum flow

    (mm)

    Less than 1500

    1500 6000

    over 6000

    3.0 8.0

    4.0 8.0

    6.0 10.0

    5.0

    5.0

    5.0 7.0

    Catatan : Untuk nilai stabilitas sampai dengan 8.0 kN, nilai flow maksimum

    sebaiknya 5 mm, sedangkan pada saat nilai stabilitas melebihi 8.0 kN, maka

    penggunaan flow maksimum sampai dengan 7.0 mm diperbolehkan.

    Tabel 3.1. Kriteria Stabilitas Dari Rancangan Campuran Aspal Di Laboratorium

    Tabel 3.2. Hasil Pengujian Marshall Campuran HRA dengan Filler 100% Abu Batu;

    50% Abu Batu-50% Abu Grajen; dan 100% Abu Grajen Pada Kondisi Aspal

    Optimum

  • SPLIT MASTIC ASPAL (SMA)

    Klasifikasi Fungsi :

    Split Mastik Aspal (SMA) di indonesia dianggap mempunyai kelebihan di bandingkan

    dengan jenis perkerasan lainnya seperti AC dan HRS. Kelebihan tersebut antara lain

    mempunyai skid resistant tinggi karena kadar agregat kasarnya besar dan lebih awet

    karena kadar aspalnya tinngi dan distabilisasi dengan serat selulosa. SMA diformulasikan

    khusus untuk meningkatkan durabilitas, kekesatan, fleksibilitas, ketahanan alur dan

    ketahanan terhadap oksidasi. Jenis campuran ini dimaksudkan untuk dipergunakan pada

    jalan-jalan dengan lintas berat, atau tanjakan. Karena kandungan aspal yang tinggi, dalam

    pembuatan SMA perlu ditambahkan serat selulosa. Fungsi utama dari serat ini adalah

    untuk menahan aspal agar tidak mengalir keluar dari campuran juga sebagai tulangan

    dalam campuran SMA, yang digunakan sebagai bahan penstabil aspal.

    Karakteristik campuran:

    split (agregat kasar dengan kadar tinggi, 75 %)

    Mastic Asphalt (campuran agregat halus, filler dan aspal dengan kadar relatif tinggi).

    No. Sifat

    Campuran Satuan Syarat

    Komposisi Filler dan Kadar Aspal

    Optimum (KAO)

    KAO

    6,65%

    KAO

    6,85% KAO 6,9%

    100%Abu

    Batu

    50% Abu

    Batu-50%

    Abu Grajen

    100% Abu

    Grajen

    1. Kepadatan/density gr/cc - 2,378 2,333 2,141

    2. Stabilitas kg Min.

    800 1150 1139 1013

    3. Kelelehan mm Min. 2 4,97 4,745 4,7

    4. Marshall Quotient kg/mm Min.

    200 231,6 242,9 215,6

    5. VMA % Min. 17 18,04 19,76 26,39

    6. VIM % - 5,838 5,431 1,663

    7. VFA % Min. 65 67,64 72,52 93,8

    8. Stabilitas Sisa % Min. 85 87,17 85,3 85,74

  • Keistimewaan lain dari SMA dan yang membedakan dari perkerasan lain yakni

    digunakan jenis bahan tambah berupa serat selulosa jenis roadcel 50, yang diproduksi di

    Indonesia. Mutu yang diharapkan dapat diberikan oleh campuran SMA (PT. Olah Bumi

    Mandiri, 1995), adalah :

    1. Meningkatkan permukaan jalan lebih kasar, anti selip.

    2. Meningkatkan temperature aspal, sehingga tidak terjadi bleeding.

    3. Meningkatkan stabilitas struktur.

    4. Meningkatkan umur jalan dua kali lipat.

    5. Menambah daya tahan terhadap radiasi Ultra Violet.

    6. Mempunyai ketahanan terhadap elastisitas jalan yang tinggi.

    7. Sangat tahan terhadap tekanan beban berat pada permukaan jalan.