kondisionalitas pengakuan terhadap status …

20
1 KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS HUKUM DAN HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL Farah Reza Praditya Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok 16424 Email : [email protected] Abstrak Skripsi menjelaskan bagaimana pengaturan tentang wilayah adat yang meliputi tanah ulayat dan hutan adat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Bagaimana peraturan perundang-undangan mengatur hak dan kewajiban Masyarakat Hukum Adat terhadap wilayah tersebut sebagai subjek hukum negara secara limitatif dan diskriminatif. Penjelasan tersebut disusun secara kronologis, dimana diurutkan dari peraturan perundang- undangan masa kolonial hingga peraturan terkini yang saat ini berlaku. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku tidak memberikan perlindungan dan pengakuan yang memadai bagi terselenggaranya hak konstitusional Masyarakat Hukum Adat bahkan cenderung mencederai hak-hak konstitusional tersebut. Kata Kunci : Masyarakat Hukum Adat, Hak Ulayat, Hak Konstitusional. CONDITIONAL RECOGNITION TO MASYARAKAT HUKUM ADAT’S LEGAL STATUS AND COLLECTIVE RIGHTS ON INDONESIAN LEGISLATION Abstract This thesis does explanations concerning to Indonesian legislation that specifically ruled about adat territories including their collective rights over customary land and forest. Conceive legal status, duties, and rights of Masyarakat Hukum Adat in various relevant legislations. This research concluded that Indonesian legislation gave the collective rights of Masyarakat Hukum Adat to their adat territories but ruled it by conditional recognitions. Consequently, this conditional recognition has abandoned Masyarakat Hukum Adat’s constitutional right and bring them to suffering. Keywords : Masyarakat Hukum Adat, Collective Rights, Constitutional Rights. Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Upload: others

Post on 08-Nov-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

1

KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS HUKUM

DAN HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL

Farah Reza Praditya

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok 16424

Email : [email protected]

Abstrak

Skripsi menjelaskan bagaimana pengaturan tentang wilayah adat yang meliputi tanah ulayat dan hutan adat

dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Bagaimana peraturan perundang-undangan mengatur hak

dan kewajiban Masyarakat Hukum Adat terhadap wilayah tersebut sebagai subjek hukum negara secara limitatif

dan diskriminatif. Penjelasan tersebut disusun secara kronologis, dimana diurutkan dari peraturan perundang-

undangan masa kolonial hingga peraturan terkini yang saat ini berlaku. Hasil penelitian ini menyimpulkan

bahwa peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku tidak memberikan perlindungan dan pengakuan

yang memadai bagi terselenggaranya hak konstitusional Masyarakat Hukum Adat bahkan cenderung mencederai

hak-hak konstitusional tersebut.

Kata Kunci : Masyarakat Hukum Adat, Hak Ulayat, Hak Konstitusional.

CONDITIONAL RECOGNITION TO MASYARAKAT HUKUM ADAT’S LEGAL

STATUS AND COLLECTIVE RIGHTS ON INDONESIAN LEGISLATION

Abstract

This thesis does explanations concerning to Indonesian legislation that specifically ruled about adat territories

including their collective rights over customary land and forest. Conceive legal status, duties, and rights of

Masyarakat Hukum Adat in various relevant legislations. This research concluded that Indonesian legislation

gave the collective rights of Masyarakat Hukum Adat to their adat territories but ruled it by conditional

recognitions. Consequently, this conditional recognition has abandoned Masyarakat Hukum Adat’s

constitutional right and bring them to suffering.

Keywords : Masyarakat Hukum Adat, Collective Rights, Constitutional Rights.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 2: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

2

Universitas Indonesia

Pendahuluan

Keberadaan masyarakat hukum adat dan hukum adatnya juga sudah diakui sejak

zaman kolonial Belanda, hal tersebut dibuktikan dengan diaturnya keberlakuan hukum adat

bagi masyarakat pribumi (masyarakat hukum adat) pada zaman itu. Pengaturan mengenai hal

tersebut dituangkan dalam peraturan kolonial dalam Pasal 131 ayat (2) sub b Indische

Staatsregering (IS) yang menyatakan bahwa bagi golongan bumi putera (pribumi) berlaku

hukum adatnya.1

Pasal ini jelas menyatakan bahwa hukum adat dan masyarakat hukum adat telah diakui

terlebih dahulu sebelum negara ini merdeka dan masyarakat hukum adat sudah mampu

membentuk tatanan hukum sendiri jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI) dapat merumuskan Undang-Undang sendiri. Kemudian setelah negara ini merdeka

dan mampu membentuk Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi negara, keberadaan

masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya juga diakui dalam batang tubuh

sebagai hak konstitusional warga negara Indonesia, hal ini menyebabkan lahirnya tanggung

jawab negara untuk mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat hukum adat tersebut

beserta hak-hak tradisionalnya dalam setiap kebijakan negara yang diambil.2

Sebagai negara hukum, seperti yang jelas disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-

Undang Dasar 1945 negara ini tidak dipersepsikan sebagai negara dengan kedaulatan tunggal

yang absolut melainkan dibatasi oleh hukum (termasuk hukum dasar atau konstitusi).3

Sehingga Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28 I ayat (3) tersebut adalah landasan yuridis bagi

masyarakat hukum adat untuk dapat menuntut hak-hak tradisonalnya dapat dilindungi dan

diakui oleh negara.

1 Admon Saleo, (2014) “Pengakuan Masyarakat Adat Tentang Hak Ulayat”, Lex Privatum

II : 1.

2 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen kedua), Ps 18 ayat (2).

3 Hendra Nurtjahjo, Ilmu Negara : Pengembangan Teori Bernegara dan Suplem, Ed.1.,

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 82.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 3: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

3

Universitas Indonesia

Pengakuan dan perlindungan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat juga

diisyaraatkan dengan disebutkannya istilah masyarakat hukum adat, masyarakat adat, hak

ulayat, tanah ulayat maupun hutan ulayat dalam berbagai peraturan perundang-undangan

yang berlaku di Indonesia selain Undang-Undang Dasar. Dimana, secara khusus Undang-

Undang Pokok Agraria (UUPA) mengakui keberadaan hak ulayat atas tanah yang dimiliki

oleh masyarakat hukum adat yaitu dengan mengatur pelaksanaan hak ulayat tersebut dalam

isi pasal-pasalnya, diantaranya Pasal 3 UUPA.

Pasal tersebut secara eksplisit mengakui keberadaan hak ulayat dalam masyarakat hukum

adat yang berupa hak-hak atas tanah yang memang sudah terbentuk dan berlaku sebelum

lahirnya Undang-Undang Pokok Agriria (UUPA). Selain UUPA, peraturan perundang-

undangan lain juga menyebutkan istilah-sitilah yang berhubungan dengan hak ulayat maupun

masyarakat hukum adat.

Dengan dicantumkannya istilah yang berhubungan dengan masyarakat hukum adat

maupun hak ulayat pada berbagai peraturan perundang-undangan nyatanya tidak memberikan

kepastian hukum bagi kedudukan masyarakat hukum adat di Indonesia, hal ini dibuktikan

dengan banyaknya sengketa atas kepemilikan tanah maupun wilayah hutan antara masyarakat

hukum adat dan pihak lainnya, dimana kedudukan hukum mayarakat hukum adat selalu lebih

lemah dibanding pihak luar yang sebenarnya bukan penghuni asal wilayah tersebut.

Kondisi ini disebabkan oleh lemahnya perlindungan negara terhadap keberadaan

masyarakat hukum adat maupun hak-hak tradisonalnya dimana dalam berbagai peraturan

perundang-undangan yang berlaku status hukum masyarakat hukum adat tidak diperjelas

bahkan seringkali didiskriminasikan. Ketidakjelasan norma hukum yang mengatur status dan

pengakuan serta perlindungan masyarakat hukum adat berisi pengakuan bersyarat bagi

masyarakat hukum adat. Pengakuan bersyarat tersebut dijabarkan dalam berbagai peraturan

perundang-undangan yang secara semu mengakui masyarakat hukum adat, seperti dalam

Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Kehutanan, Undang Sumber Daya Air dan

Undang-Undang lainnya.

Tinjauan Teoritis

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 4: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

4

Universitas Indonesia

Dalam tulisan ini, Penulis memberikan definisi terhadap istilah-istilah berikut:

1. Kondisionalitas (Kondisional-itas)

a. Kondisional berasal dari kata bahasa Inggris condisional yang berarti

determined by something else (ditentukan oleh suatu hal lain).4

b. Akhiran –itas yang digunakan pada kata serapan kondisional menjadikan

makna kata benda.5

Sehingga kondisionalitas berarti suatu hal yang keberadaannya digantungkan

oleh suatu hal yang lain. Dalam Skripsi ini, kondisionalitas merujuk pada

persyaratan-persyaratan yang diajukan untuk menentukan keberadaan suatu hal

tertentu.

2. Legitimasi

Legitimasi adalah keterangan yg mengesahkan, pernyataan yg sah (menurut

undang-undang atau sesuai dengan undang-undang).6

3. Masyarakat Hukum Adat

Menurut Ter Haar, masyarakat hukum adat adalah suatu kelompok masyarakat

yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai kekuasaan sendiri, dan

mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda terlihat maupun benda tak terlihat,

dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam

masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorang pun

diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk

4Kamus Merriam Webster Online, http://www.merriam-

webster.com/thesaurus/conditional, diunduh pada 28 Desember 2014.

5Kamus Besar Bahasa Indonesia Online , http://kbbi.web.id/-is%20itas, diunduh 9 Agustus

2014

6 Ibid.,

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 5: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

5

Universitas Indonesia

membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti

melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya.7

Masyarakat Hukum Adat adalah Warga Negara Indonesia yang memiiki

karakteristik khas, hidup berkelompok secara harmonis sesuai hukum adatnya,

memiliki ikatan pada asal usul leluhur dan atau kesamaan tempat tinggal, terdapat

hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai

yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial,budaya, hukum dan

memanfaatkan satu wilayah tertentu secara turun temurun.8

4. Hukum Adat

Hukum adalah seperangkat norma atau aturan, baik yang tertulis maupun tidak

tertulis, yang hidup dan berlaku untuk mengatur tingkah laku manusia yang

bersumber pada nilai budaya bangsa Indonesia, yang diwariskan secara turun

temurun, yang senantiasa ditaati dan dihormati untuk keadilan dan ketertiban

masyarakat, dan mempunyai akibat hukum atau sanksi.9

Hukum Adat menururt C. Van Vollenhoven adalah apabila seorang hakim

menghadapi kenyataan bahwa ada peraturan tingkah laku yang oleh masyarakat

dianggap patut dan mengikat para warga masyarakat serta ada perasaan umum

peraturan-peraturan itu harus dipertahankan oleh para penjabat hukum, maka

peraturan-peraturan adat tadi bersifat hukum.10

5. Hak Ulayat

7 B. Ter Haar Bzn, Op.Cit., hlm. 6.

8 Indonesia, Peraturan Menteri dalam Negeri tentang Pedoman Pengakuan dan

Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.Permendagri 52 tahun 2014, Ps 1 angka 1.

9Ibid.,Ps. 1 angka 3.

10 C. van Vollenhoven, Het Adatrecht van Nederlandsch-Indie, Dell III, hlm 398, dalam

Mr. Soekanto dan Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Bandung : Alumni, 1981) hlm. 15-

16.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 6: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

6

Universitas Indonesia

Ter Haar menyebut Hak Ulayat sebagai Hak Pertuanan (Beschikkingsrecht).

Beliau menggambarkan Hak Pertuanan sebagai suatu hubungan hidup antara

Masyarakat Hukum Adat dengan tanah dimana mereka diam (tinggal), hubungan

ini digambarkan oleh Ter Haar sebagai suatu pertalian hukum (rechtsbetreking).

Pertalian tersebut terjalin antara Masyarakat Hukum Adat dan tanah yang

merupakan tempat tinggal, tempat mencari penghidupan bahkan tanah pemakaman

nenek moyang Masyarakat Hukum Adat.11

Imam Sudiyat menggunakan istilah hak purba untuk merujuk kepada hak

ulayat, dimana hak purba adalah hak yang dimiliki oleh suatu suku

(clan/gens/stam), sebuah serikat desa-desa (dorpenbond) atau biasanya oleh seuah

desa saja untuk menguasai seluruh tanah seisinya dalam lingkungan wilayahnya.12

Menurut Prof. MR. DR. Soekanto, hak ulayat adalah hubungan antara

persekutuan hukum dengan tanah yang diduduki (ditinggali). Hubungan ini terjadi

sebab tanah tersebut memberi penghisupan bagi warga persekutuan hukum

tersebut, dimana atas hak tersebut persekutuan hukum yang bersangkutan

mempunyai hak untuk menguasai tanah, hak atas pohon-pohon, dan lain-lain dalam

wilayah tersebut.13

Hak Ulayat adalah suatu kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai

oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu timbul dari hubungan

secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus.14

6. Tanah Ulayat

11

Uraian B. Ter Haar Bzn, Op.Cit., hlm.49.

12 Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, (Yogyakarta : Liberty,1981), hlm. 2.

13 Soekanto, Meninjau Hukum dat Indonesia : Suatu Pengantar Untuk Mempelajari

Hukum Adat, (Jakarta : CV Rajawali,1985), hlm.80.

14 Indonesia, Peraturan Menteri Agria tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Tanah

Ulayat Masyarakat Hukum Adat.Permen Agaria Nomor 5 tahun 1999, Ps 1 angka 1.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 7: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

7

Universitas Indonesia

Tanah Ulayat adalah adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat

dari suatu masyarakat hukum adat tertentu.15

7. Hutan Adat

Adalah hutan yang berada diwilayah Masyarakat Hukum Adat.16

8. Wilayah Adat

Wilayah Adat adalah tanah adat yang berupa tanah, air, dan atau perairan

beserta sumber daya alam yang ada diatasnya dengan batas-batas tertentu, dimiliki,

dimanfaatkan dan dilestarikan secara turun temurun dan secara berkelanjutan untuk

memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang diperoleh melalui pewarisan dari

leluhur mereka atau gugatan kepemilikan berupa tanah ulayat atau hutan adat.17

9. Doktrin

Doktrin adalah ajaran; pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan (dalam

konteks ini adalah ahli ilmu hukum).18

Metode Penelitian

Sebagai suatu penelitian ilmiah, penelitian hukum bekerja didasarkan pada suatu

metode tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum dengan

jalan menganalisanya. 19

Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian hukum normatif,

15

Ibid.,Ps 1 angka 2.

16 Indonesia, Undang-Undang Kehutanan, UU Nomor 41 tahun 1999, LN tahun 1967

Nomor 8, TLN 2823.

17 Permendagri 52 tahun 2014, Op.Cit., Ps. 1 ayat (2).

18 Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, http://kbbi.web.id/doktrin, diunduh 9 Agustus

2014.

19 Soerjono Soekanto(a), Pengantar Penelitian Hukum, Cet3., (Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia,1986), hlm.43.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 8: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

8

Universitas Indonesia

20 yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data

sekunder. 21

Bahan hukum yang digunakan sebagai dasar penelitian ini adalah peraturan

perundang-undangan, mulai dari hierarki peraturan perundang-undangan yang paling tinggi

yaitu Undang-Undang Dasar 1945 hingga Surat Edaran Menteri.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yakni yang

mencakup antara lain, dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang

berbentuk laporan, buku harian dan seterusnya.

1. Bahan Hukum Penelitian

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat , 22

yang terdiri

dari

a. Undang-Undang Dasar 1945

b. Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

c. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria

d. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa

e. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

f. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

g. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

h. Peraturan Menteri Agraria Nomor 5 tahun 1999 tentang Pemoman Penyelesaian

Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat

i. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman

Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat

j. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012

20

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan

Singkat), (Jakarta : Rajawali Press,2001), hlm. 13.

21 Ibid., hlm.13.

22 Ibid., hlm 52.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 9: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

9

Universitas Indonesia

2) Bahan Hukum Sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer. 23

Bahan-bahan yang bersumber dari pendapat ilmiah para sarjana dan buku-

buku literatur yang ada kaitannya dengan ketenagakerjaan dan pertambangan umum

3) Bahan Hukum Tersier yaitu berupa kamus-kamus yang ada kaitannya dengan

ketenagakerjaan yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.

Alat pengumpulan data yang akan dipergunakan yaitu studi dokumen atau bahan

pustaka. Metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif, karena data yang

digunakan adalah data sekunder.Pada penelitian hukum normatif menelaah data sekunder,

biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya.24

Dalam penelitian ini pun

diterapkan analisis data yang demikian demi mendapatkan data yang akurat terhadap

permasalahan dalam penelitian ini.

Hasil Penelitian

Melalui IGO (Inlandsche Gemeente Ordonantie), Staatsblad 1906 Nomor 83,

pemerintah Belanda mengakui Pemerintahan Desa di Jawa dan Madura dan IGOB

(Inlandsche Gemeente Ordonantie Biutengewsten) Staatsblad 1938, Nomor 490 yang

mengakui struktur pemerintahan adat disepuluh wilayah di luar Jawa-Madura.25

Peraturan

tersebut memberikan kesempatan bagi terlaksananya struktur masyarakat desa yang asli tanpa

menciptakan struktur masyarakat yang baru. Ini merupakan peraturan yang bijaksana sebab

dengan demikian tidak perlu dilakukan perombakan struktur masyarakat dalam suatu desa,

dimana setiap kesatuan masyarakat hukum adat dapat tetap melaksanakan Hukum Adatnya

dan memiliki Hak Ulayatnya. Kemudian pada masa berlakunya Indische Staatregeling dalam

Pasal 131 ayat (2) sub-b dinyatakan bahwa bagi golongan bumi putera (pribumi) berlaku

hukum adatnya. 26

Walaupun terdapat pengecualian terhadap penerapan Pasal tersebut namun

23

Ibid.

24 Ibid., hlm 69.

25 Bernadius Steni, Problematik Pembaharuan Hukum dan Persoalan Agraria :

Transplantasi Hukum, Posisi Hukum Lokal dan Agenda Pembaruan Agraria, hlm. 5.www.huma.or.id,

diakses pada 4 Desember 2014,

26 Hilman Hadikusuma, Sejarah Hukum Adat Indonesia, (Bandung : Alumni, 1978), hlm.

112.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 10: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

10

Universitas Indonesia

secara eksplisit peraturan tersebut menempatkan dengan jelas status hukum golongan bumi

putera (Masyarakat Hukum Adat) sebagai subjek hukum seperti halnya golongan Eropa dan

Timur Asing.

Pengaturan mengenai keberlakuan hukum adat dalam Pasal 131 IS tersebut juga

sekaligus memberikan pengakuan terhadap eksistensi Masyarakat Hukum Adat sebagai

subjek atau pelaku dari Hukum Adat itu sendiri.Meskipun pada pelaksanaanya, golongan

pribumi pada masa itu adalah subjek hukum yang kedudukannya paling rendah dalam strata

politik, hukum maupun ekonomi.

Sehubungan dengan pemanfaatan Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, Pemerintah

Kolonial juga menerapkan beberapa kebijakan yang sangat merugikan pelaksanaan Hak

Ulayat Masyarakat Hukum Adat, salah satunya yang sangat terkenal adalah domein

verklaring.

Dalam pelaksanaannya, peraturan ini mengakibatkan hilangnya Hak Ulayat atas tanah

Masyarakat Hukum Adat sebab penafsiran terhadap peraturan diatas menjadikan hak tanah-

tanah yang kuasai rakyat dengan hak milik adat menjadi tanah domein negara dan peraturan

domein verklaring menggolongkan tanah ulayat sebagai tanah negara yang bebas, sehingga

pemerintah bebas untuk memberikan tanah tersebut kepada pihak lain yang dikehendakinya.

Dalam perkembangannya terjadi kesalahan fatal dalam konsep pengakuan terhadap

hak-hak tradisional Masyarakat Hukum Adat dalam pemanfaatan tanah ulayat khususnya

ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Dimana dalam Pasal 3 Undang-Undang

Pokok Agraria disebutkan adanya pengakuan limitatif terhadap pengakuan dan perlindungan

terhadap Masyarakat Hukum Adat dan hak ulayatnya, yaitu penerapan tiga syarat berikut :

a. sepanjang menurut kenyataannya masih ada

b. harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara yang

berdasarkan atas persatuan bangsa

c. serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang

lebih tinggi.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 11: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

11

Ketentuan dalam Pasal 3 UUPA memang menunjukkan pengakuan terhadap Hak Ulayat

Masyarakat Hukum Adat tetapi juga sekaligus membatasi pengakuan tersebut, hal ini

menunjukkan bahwa konsep pengakuan yang diberikan oleh Penjelasan Pasal 18 UUD 1945

sebelum amandemen (yang saat itu masih berlaku) berseberangan dengan konsep pengakuan

UUPA. Sebab apabila dicermati kembali, dalam Penjelasan Pasal 18 UUD 1945 sebelum

amandemen tidak diberlakukan syarat apapun atas pengakuan terhadap keberadaan

Masyarakat Hukum Adat beserta daerah istimewanya.

Selanjutnya Masa Orde Baru merupakan masa kegelapan bagi Masyarakat Hukum Adat

yang melahirkan suatu marginalisasi masyarakat hukum adat disegala bidang.27

Pertama, terbitnya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa

mengakibatkan Masyarakat Hukum Adat tidak lagi memiliki Pemerintahan lokal yang

otonom sehingga sistem kelembagaan adat tidak lagi diakui sebagai pranata hukum

melainkan sebagai perpanjangan tangan pemerintah dari tingkat pusat, provinsi dan

kabupaten.

Kedua adalah diamandemennya UUD 1945 yang kemudian menambahkan Pasal 18 B ayat

(2) yang secara spesifik mengatur tentang pengakuan dan penghormatan terhadap Masyarakat

Hukum Adat dan hak-hak tradisionalnya. Apabila ditelaah dari segi subtansinya maka ini

adalah bentuk pelemahan pengakuan dan penghormatan negara kepada Masyarakat Hukum

Adat.

Alasannya adalah pengakuan yang dilakukan terhadap Masyarakat Hukum Adat yang

diatur dalam UUD 1945 hasil amandemen kedua berisi berbagai klausula yang menjabarkan

syarat-syarat yang bersifat limitatif terhadap terwujudnya pengakuan dan perlindungan

Masyarakat Hukum Adat. Sehingga apabila diuraikan, pengakuan terhadap Masyarakat

Hukum Adat dalam pasal 18 B ayat (2) mengandung empat syarat :

1) Sepanjang masih hidup,

27

Institute for Research and Empowerment, “Masyarakat Adat Urgensi Pemberdayaan” ,

http://www.ireyogya.org/, diakses pada 5 Desember 2014.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 12: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

12

Universitas Indonesia

Syarat ini telah sebelumnya disertakan dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 3 dan

Undang-Undang Kehutanan Pasal 4 ayat (3) yang sebelumnya telah terbit sebelum

amandemen UUD 1945 ini.

2) masih sesuai dengan perkembangan masyarakat,

Syarat kedua ini merupakan syarat yang ada dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia

Pasal 6 ayat (2) yang merumuskan syarat ini dengan frasa “selaras dengan perkembangan

zaman”.

3) masih sesuai dengan prinsip negara kesatuan,

Syarat ini pada dasarnya sama dengan frasa “sesuai dengan kepentingan nasional dan negara”

dalam Undang-Undang Pokok Agraria Pasal 3, Undang-Undang Kehutanan Pasal 4 ayat (3).

4) diatur dengan undang-undang

Empat persyaratan yuriridis terhadap masyarakat hukum adat ditengarai mengandung

nuansa paradigma patrenalistik dan sentralistik, dengan memandang hukum negara dan

hukum adat sebagai dua sistem hukum yang bertolak belakang. Hal ini sangat merugikan

perlidungan Masyarakat Hukum Adat beserta jaminan terselenggaranya hak-hak

tradisionalnya.28

Bidang kehutanan adalah salah satu bidang yang seringkali mengalami konflik dengan

eksistensi hak ulayat Masyarakat Hukum Adat sebab pada nyatanya sebagian besar kelompok

Masyarakat Hukum Adat memiliki wilayah hutan adat sebagai sumber kehidupan dan

penghidupannya oleh karena itu Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 tentang

kehutanan turut mengatur dan mengakui keberadaan Masyarakat Hukum Adat dan hak atas

hutan adat.

Dari Pasal 67 ayat (1) dan (2) UU Kehutanan tersebut sudah dapat ditemukan dua

syarat limitatif bagi pengakuan Masyarakat Hukum Adat :

1) Sepanjang menurut kenyataannya masih ada

2) Diakui keberadaannya oleh Peraturan Daerah

28

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (a),Op.Cit., hlm. 29

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 13: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

13

Universitas Indonesia

Setelah jatuhnya Masa Orde baru, terbit dua peraturan perundang-undangan yang

kemudian menjadi kebangkitan kembali pengakuan dan penghormatan terhadap Masyarakat

Hukum Adat dan hak-hak tradisionalnya. Yang pertama adalah Undang-Undang tentang

Pemerintahan Daerah Nomor 22 tahun 1999 yang mencabut Undang-Undang Nomor 5 tahun

1979 tentang Pemerintahan Desa. Peraturan yang kedua adalah Peraturan Menteri Nomor 5

tahun 1999 yang merupakan Pedoman penyelesaian masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum

Adat.

Secara tegas adalam konsiderannya, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 mengakui

bahwa Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 5 tahun 1979 yang menyeragamkan

nama, bentuk, susunan, dan kedudukan pemerintahan Desa, tidak sesuai dengan jiwa

Undang-Undang Dasar 1945 dan perlunya mengakui serta menghormati hak asal-usul Daerah

yang bersifat istimewa. Kemudian pada tahun 2004 undang-undang ini dicabut dan

digantikan oleh undang-undang nomor 32 tahun 2004 yang kembali menerapkan syarat

pengakuan terhadap masyarakat hukum adat. Dimana apabila dijabarkan pada pokoknya

syarat yang ditentukan oleh undang-undang ini merupakan cerminan dari syarat yang

diterapkan dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 setelah amandemen.

Pada tahun yang sama disahkan pula Undang-Undang tentang Sumber Daya Air yang

isinya mengakui Masyarakat Hukum Adat dan hak atas sumber daya air sebagai bagian dari

hak ulayat. Hal tersebut tercermin dalam Pasal 6 (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 7 tahun

2004 tentang Sumber Daya Air yang mengatur dua syarat penguasaan sumber daya air oleh

masyarakat hukum adat :

1. Sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang-

undangan dan,

2. telah dikukukan oleh Pemerintah Daerah setempat.

Dalam perkembangannya, Undang-Undang tentang Desa diperbaharui dengan terbitnya

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014. Undang-Undang tentang Desa yang saat ini berlaku

juga melakukan pengakuan terhadap wilayah masyarakat hukum adat dalam bentuk

pengakuan terhadap Desa Adat. Ini merupakan terobosan baru bagi perkembangan

pengakuan Masyarakat Hukum Adat, sebab saat ini wilayah Masyarakat Hukum Adat

memiliki bentuk khusus yang berbeda dengan bentuk, struktur dan pengaturannya dengan

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 14: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

14

Universitas Indonesia

desa umum, yaitu Desa Adat. Dimana nama atau penyebutan Desa Adat dapat disesuaikan

dengan istilah yang berlaku di daerah setempat.29

Kesimpulan

1. Pengakuan dan perlindungan terhadap keberadaan kesatuan Masyarakat Hukum Adat

sebagai subjek hukum pada dasarnya telah dilakukan sejak zaman kolonial Belanda, hal

tersebut dibuktikan dengan pengaturan keberlakuan hukum adat dalam ayat (2) sub b

Indische Staatsregering (IS). Dengan diakuinya hukum adat dalam peraturan tersebut,

maka secara tidak langsung pengaturan tersebut mengakui pula Masyarakat Hukum Adat

yang merupakan subjek dari hukum adat. Kemudian setelah kemerdekaan Indonesia,

pengakuan dan penghormatan terhadap eksistensi Masyarakat Hukum Adat dikukuhkan

dalam konstitusi yaitu Penjelasan Pasal 18 UUD 1945. Ini merupakan model pengakuan

terhadap Masyarakat Hukum Adat yang ideal sebab pengakuan yang dilakukan tidak

hanya mengakui eksistensi Masyarakat Hukum Adatnya namun juga mengakui

keberadaan daerah istimewa yang menjadi hak asal-usul Masyarakat Hukum Adat

tersebut.

Dalam perkembangannya terjadi dinamika pengakuan dan perlidungan terhadap

keberadaan Masyarakat Hukum adat dalam peraturan perundang-undangan nasional,

dimana terdapat masa kelam dan masa kejayaan terhadap pengakuan dan perlindungan

Masyarakat Hukum Adat. Periode kelam tersebut dimulai sejak diundangkannya

Undang-Undang Pemerintahan Desa Nomor 5 tahun 1979 yang memerintahkan

penyeragaman bentuk dan struktur Desa di seluruh wilayah Indonesia, sehingga tidak

lagi diakui bentuk desa adat yang merupakan wilayah ulayat Masyarakat Hukum Adat.

Dengan tidak diakuinya wilayah ulayat tersebut, maka artinya tidak diakui lagi

keberadaan dari subjek wilayah ulayat tersebut, yaitu Masyarakat Hukum Adat. Namun

dikemudian hari, UU Pemerintahan Desa tersebut dicabut dengan diterbitkan Undang-

Undang Nomor 22 tahun 1999.

29 Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) Undnag-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang

Pemerintahan desa.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 15: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

15

Universitas Indonesia

2. Pengakuan dan perlindungan terhadap eksistensi Masyarakat Hukum Adat nyatanya

tidak memberikan impilikasi langsung terhadap perlindungan pelaksanaan Hak

Ulayatnya.

Dalam peraturan perundang-undangan nasional saat ini, pengaturan tentang tanah ulayat

diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria yang lahir pada tahun 1960 dan pengaturan

terhadap hutan ulayat/hutan adat diatur dalam Undang-Undang Kehutanan tahun 1999.

Pengaturan mengenai tanah ulayat mengalami kendala yang paling besar, sebab

pengaturan dalam Undang-Undang Pokok Agraria tersebut tidak menjamin pelaksanaan

Hak Ulayat atas tanah dengan baik.

Sedangkan perlindungan dan pengakuan terhadap hutan adat atau hutan ulayat dalam

peraturan perundang-undangan nasional mengalami kemajuan yang siginifikan semenjak

keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 yang mengakui

keberadaan Hutan Adat terpisah dari Hutan Negara. Hasil putusan Mahkamah Konstitusi

ini penting sebab pengakuan terhadap Hutan Adat menjadi pengukuhan terhadap Hak

Ulayat atas hutan. Meskipun pada pelaksanaanya keputusan Mahkamah Konstitusi ini

masih sulit dilakukan sebab beberapa peraturan pelaksananya masih belum menyesuaikan

dengan hasil putusan Mahkamah Konstitusi ini.

3. Dinamika pengakuan dan perlindungan terhadap Masyarakat Hukum Adat dan Hak

Ulayatnya mengalami masa pasang surut dari masa ke masa. Puncak kejayaan pengakuan

terhadap Masyarakat Hukum Adat terjadi pada masa berlakunya Undang-Undang Dasar

1945 sebelum amandemen, namun yang terjadi sekarang adalah pengakuan bersyarat

yang mencederai hak konstitusional Masyarakat Hukum Adat itu sendiri. Kondisionalitas

pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat menimbulkan diskriminasi

terhadap Masyarakat Hukum Adat yang kemudian berdampak pada kerugian sosial-

ekonomi, politik dan hukum. Syarat-syarat yang diajukan oleh negara dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku, mengindikasikan keengganan negara untuk

melindungi eksistensi Masyarakat Hukum Adat dan Hak Ulayatnya bahkan negara

cenderung mencugai keberadaan Masyarakat Hukum Adat sebagi ancaman integrasi

nasional.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 16: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

16

Universitas Indonesia

Saran

Dari kesimpulan-kesimpulan di atas, maka dapat diberikan saran sebagai berikut,

1. Negara perlu melakukan amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 khususnya

Pasal 18 B ayat (2) hal ini penting sebab pengakuan bersyarat yang dilakukan oleh

Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen tidak dapat melindungi eksistensi dan Hak

Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Amandemen ini diharapkan dapat

“mendekonstitusionalisasi” kondisionalitas pengakuan yang saat ini berlaku sehingga

rumusan Undang-Undang Dasar 1945 dapat dikembalikan ke konsep pengakuan yang

dirumuskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen.

2. Dilakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang yang telah

merugikan hak konsitusional Masyarakat Hukum Adat seperti Undang-Undang Pokok

Agraria dan Undang-Undang Sumber Daya Air sehingga tidak ada lagi norma hukum yang

mencederai hak-hak tradisional Masyarakat Hukum Adat.

3. Dibentuk Undang-Undang serta Peraturan Pemerintah baru yang secara spesifik mengatur

perlindungan dan pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat dan hak-hak

tradisionalnya sesuai dengan pokok pemikiran para pendiri negara ini dalam Penjelasan

Pasal 18 UUD 1945 sebelum amandemen.

Daftar Referensi

Buku

Alting, Husen. Dinamika Hukum dalam Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat

Hukum Indoensia atas Tanah, Yogyakarta : Laksbang Pressindo. 2010.

Ardilaga, Roestandi. Hukum Agraria Indonesia Teori dan Praktek. Bandung : N.V. Masa

Baru, 1962.

Arizona, Yance. Eds Antara Teks dan Konteks : Dinamika Pengakuan Hukum Terhadap

Masyarakat Adat atas Sumber Daya Alam di Indonesia. Jakarta : Huma, 2010.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 17: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

17

Universitas Indonesia

Asshidiqie, Jimmly. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Depok : Mahkamah

Konstitusi Republik Indonesia dan Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI. 2004.

Bzn, B. Ter Haar. Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat. Terjemahan K. Ng Soebakti

Poesponoto. Jakarta : Pradnya Paramita,1994.

Hadikusuma, Hilman. Sejarah Hukum Adat Indonesia, Bandung : Alumni, 1978.

Hutagalung, Arie S. Tebaran Pemikiran Seputar Hukum Tanah. Jakarta : Lembaga

Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Masyarakat Hukum Adat : Inventarisasi dan

Perlindungan Hak . Jakarta : Penerbit Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Nurtjahjo, Hendra. Ilmu Negara : Pengembangan Teori Bernegara dan Suplem, Ed.1.,

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.

Zakaria, R. Yando. Abih Tandeh : Masyarakat Desa Dibawah Rejim Orde Baru, Jakarta :

ELSA, 2000.

Sepomo. Bab-Bab tentang Hukum Adat, Jakarta : Pradnya Paramita, 2007.

Setiady,Tolib. Intisari Hukum Adat Indonesia (Dalam Kajian Kepustakaan), Bandung:

Alfabeta, 2008.

Simarmata, Rikardo. Pengakuan Hukum terhadap Masyarakat Adat Indonesia, Jakarta :

UNDP, 2006.

Soekanto dan Soerjono Soekanto. Pokok-Pokok Hukum Adat. Bandung : Alumni, 1981.

Soekanto, Meninjau Hukum dat Indonesia : Suatu Pengantar Untuk Mempelajari Hukum

Adat, Jakarta : CV Rajawali,1985.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat),

Jakarta : Rajawali Press, 2001.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 18: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

18

Universitas Indonesia

_________________. Pengantar Penelitian Hukum Cet3. Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia,1986.

_________________.. Hukum Adat Indonesia. Jakarta :Raja Grafindo Persada,2003.

Sudiyat, Imam Hukum. Adat Sketsa Asas. Yogyakarta : Liberty,1981.

______, Imam. Asas-Asas Hukum Adat : Bekal Pengantar. Yogyakarta : Liberty,1978.

Jurnal

Saleo, Admon “Pengakuan Masyarakat Adat Tentang Hak Ulayat”, Lex Privatum II : 1.

2001.

Arizona, Yance. “Hak Ulayat : Pendekatan Hak Asasi Manusia dan Konstitusionalisme

Indonesia” Jurnal Konstitusi Volume 6 Nomor 2, Juli 2009

Matuankotta, Jenny K “Eksistensi Masyarakat Hukum Adat dalam Mempertahankan Sumber

Daya Alam”, Jurnal Konstitusi Pusat Kajian Konstitusi Fakultas Hukum Universitas

Pattimura Volume II Nomor 1, Juni 2010.

Skripsi, Tesis Dan Laporan Penelitian

Elmiyah, Nurul “Negara dan Masyarakat Adat : Studi Mengenai Hak atas Tanah dan Hasil

Hutan di Mamahak Besar dan Long Bangun, Kalimantan Timur” Disertasi Doktor

Universitas Indonesia, 2003.

Nurtjahjo, Hendra Sophian, Martabaya dan Novrizal Bahar, Laporan Hasil Penelitian : Legal

Standing Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam Berperkara di Mahkamah

Konstutusi. Depok : Pusat Kajian HTN FHUI , 2007.

Internet

Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN), “Naskah Akademik Rancangan Undang-

Undang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat versi AMAN”

http://www.aman.or.id/, diakses pada 2 Desember 2014.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 19: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

19

Universitas Indonesia

Kamus Besar Bahasa Indonesia Online , http://kbbi.web.id/-is%20itas, diunduh 9 Agustus

2014

Kamus Merriam Webster Online, http://www.merriam-webster.com/thesaurus/conditional,

diunduh pada 28 Desember 2014.

Peraturan Perundang-Undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

________________, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Nomor

39 tahun 1999. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 165. Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia 3886.

________________, Undang-Undang tentang Pengaturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960. Lembaran Negara Nomor 2043.

________________,Undang-Undang tentang Pemerintahan Desa. Undang-Undang Nomor 5

tahun 1979. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 56. Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia 3153.

________________,Undang-Undang Nomor tentang Pemerintahan Daerah. Undang-

Undang 22 tahun 1999. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 60. Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia 3839.

________________,Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang

Nomor 32 tahun 2004. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 125.

________________, Undang-Undang tentang Kehutanan. Undang-Undang Nomor 41 tahun

1999. Lembaran negara Republik Indonesia Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3888.

Kementrian Negara Agraria/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Peraturan

Menteri Agraria tentang Pemoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat

Hukum Adat. Peraturan Menteri Agraria Nomor 5 tahun 1999.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014

Page 20: KONDISIONALITAS PENGAKUAN TERHADAP STATUS …

20

Universitas Indonesia

Kementrian Negara Dalam Negeri Republik Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri

tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 52 tahun 2014.

Putusan Pengadilan

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan Mahkamah Konstutusi Nomor 35/PUU-

X/2012, tanggal 26 Maret 2013.

Kondisionalitas pengakuan..., Farah Reza Praditya, FH, 2014