keistimewaan diy oleh prof joko suryo

6
 Keistimewaan DIY oleh Prof Joko Suryo SRI Sultan Hamengku Buwono X tidak bersedia menjadi gubernur lagi. Pernyataan ini menarik dan menimbulkan pertanyaan: Mengapa HB X tidak bersedia menjadi gubernur lagi? Sekarang, usulan Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) sedang dalam proses. Yang saya ketahui, ini tidak cepat ditangani pemerintah pusat. Jika ini menjadi perhatian, mestinya 2006-2007 pembahasan RUUK ini sudah diagendakan di DPR. Bahkan sampai sekarang belum ada tanda-tanda percepatan. Sementara masa jabatan Sri Sultan HB X sudah akan berakhir tahun 2008. Pertanyaannya: Mungkinkah pernyataan HB X itu muncul ada hubungannya dengan itu? Tidak bisa diabaikan, satu hal yang masuk dalam RUUK selain masalah keistimewaan itu juga ada masalah kedudukan gubernur. Yang muncul dan menjadi wacana selama ini pertama usulan bahwa Hamengku Buwono dan Paku Alam (yang bertahta) otomatis menjadi gubernur dan wakil gubernur (tanpa pemilihan). Sedang wacana kedua, masalah kedudukan gubernur ini perlu dilakukan melalui mekanisme pemilihan. Persoalan di sini jelas, otomatis atau melalui pemilihan. Dan sejauh ini ‘di atas’ atau di pusat, tampaknya belum memroses ini. Dengan kata lain, sekalipun semua pasti sepaham mengenai keistimewaan itu, tetapi mengenai kedudukan? Semua menjadi terkatung-katung. Semua jadi menunggu-nunggu dan membuat semuanya menjadi tidak pas. Padahal pada sisi lain HB X secara implisit selalu mengatakan: ”patuh pada yang ditetapkan di pusat”. Pernyat aan ini saya tangkap, bahwa apa yang ditentukan di atas, selalu akan membuatnya manut. Keistimewaan DIY merupakan amanah Konstitusi. Secara fundamental, keistimewaan ini berdasarkan Konstitusi bahkan juga berdasarkan historis dan kultural. Sebagian besar orang pasti sepaham bahwa itu wajar dan harus didukung. Keistimewaan Yogyakarta itu terwujud atas histori: ”sumbangan yang besar pada Republik”.  Dulu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KGPAA Paku Alam VIII, secara cepat menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia, yang baru saja memproklamirkan Kemerdekaannya. Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman, sebagai pemerintahan kerajaan yang otonom langsung menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia. Peristiwa yang kita kenal kemudian dengan nama Makloemat No X, 5 September 1945. Dan Sultan HB IX kemudian sekaligus menawarkan pada Republik Indonesia yang ketika itu ibukota di Jakarta terancam pada masa clash, untuk memindahkan ibukota ke Yogyakarta. Memang, waktu itu ibukota pindah dan pemerintahan dijalankan dari Yogyakarta. Yogyakarta merupakan pusat pemerintahan. Pemerintah RI lewat Presiden Soekarno kemudian memberikan piagam keistimewaan, karena  jasa dan s umbanga nnya yang besar terh adap Repub lik. Artiny a, jika sampa i sekarang keistimewaan itu masih betul-betul dimiliki DIY, adalah wajar dan patut didukung. Bukankah apa yang dilakukan HB IX tersebut merupakan cerminan sikap kepemimpinan seorang demokrat yang demokratis? Dan ini bisa dikatakan merupakan sebuah pioner di negeri ini.

Upload: wisnu-nugroho

Post on 18-Jul-2015

42 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Keistimewaan DIY Oleh Prof Joko Suryo

5/16/2018 Keistimewaan DIY Oleh Prof Joko Suryo - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keistimewaan-diy-oleh-prof-joko-suryo 1/6

 

Keistimewaan DIY oleh Prof Joko Suryo

SRI Sultan Hamengku Buwono X tidak bersedia menjadi gubernur lagi. Pernyataan inimenarik dan menimbulkan pertanyaan: Mengapa HB X tidak bersedia menjadi gubernur lagi?

Sekarang, usulan Rancangan Undang-undang Keistimewaan (RUUK) sedang dalam proses.Yang saya ketahui, ini tidak cepat ditangani pemerintah pusat. Jika ini menjadi perhatian,mestinya 2006-2007 pembahasan RUUK ini sudah diagendakan di DPR. Bahkan sampai

sekarang belum ada tanda-tanda percepatan. Sementara masa jabatan Sri Sultan HB X sudah

akan berakhir tahun 2008. Pertanyaannya: Mungkinkah pernyataan HB X itu muncul adahubungannya dengan itu?

Tidak bisa diabaikan, satu hal yang masuk dalam RUUK selain masalah keistimewaan itu juga

ada masalah kedudukan gubernur. Yang muncul dan menjadi wacana selama ini pertama usulanbahwa Hamengku Buwono dan Paku Alam (yang bertahta) otomatis menjadi gubernur dan wakil

gubernur (tanpa pemilihan). Sedang wacana kedua, masalah kedudukan gubernur ini perlu

dilakukan melalui mekanisme pemilihan.

Persoalan di sini jelas, otomatis atau melalui pemilihan. Dan sejauh ini ‘di atas’ atau di pusat,

tampaknya belum memroses ini. Dengan kata lain, sekalipun semua pasti sepaham mengenai

keistimewaan itu, tetapi mengenai kedudukan? Semua menjadi terkatung-katung. Semua jadimenunggu-nunggu dan membuat semuanya menjadi tidak pas. Padahal pada sisi lain HB X

secara implisit selalu mengatakan: ”patuh pada yang ditetapkan di pusat”. Pernyataan ini saya

tangkap, bahwa apa yang ditentukan di atas, selalu akan membuatnya manut.

Keistimewaan DIY merupakan amanah Konstitusi.

Secara fundamental, keistimewaan ini berdasarkan Konstitusi bahkan juga berdasarkan historisdan kultural. Sebagian besar orang pasti sepaham bahwa itu wajar dan harus didukung.

Keistimewaan Yogyakarta itu terwujud atas histori: ”sumbangan yang besar pada Republik”. 

Dulu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KGPAA Paku Alam VIII, secara cepat menyatakan

bergabung dengan Republik Indonesia, yang baru saja memproklamirkan Kemerdekaannya.

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman, sebagai pemerintahankerajaan yang otonom langsung menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia. Peristiwa

yang kita kenal kemudian dengan nama Makloemat No X, 5 September 1945. Dan Sultan HB IX

kemudian sekaligus menawarkan pada Republik Indonesia yang ketika itu ibukota di Jakarta

terancam pada masa clash, untuk memindahkan ibukota ke Yogyakarta. Memang, waktu itu

ibukota pindah dan pemerintahan dijalankan dari Yogyakarta. Yogyakarta merupakan pusatpemerintahan.

Pemerintah RI lewat Presiden Soekarno kemudian memberikan piagam keistimewaan, karena

 jasa dan sumbangannya yang besar terhadap Republik. Artinya, jika sampai sekarang

keistimewaan itu masih betul-betul dimiliki DIY, adalah wajar dan patut didukung. Bukankah

apa yang dilakukan HB IX tersebut merupakan cerminan sikap kepemimpinan seorang demokratyang demokratis? Dan ini bisa dikatakan merupakan sebuah pioner di negeri ini.

Page 2: Keistimewaan DIY Oleh Prof Joko Suryo

5/16/2018 Keistimewaan DIY Oleh Prof Joko Suryo - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keistimewaan-diy-oleh-prof-joko-suryo 2/6

 

 

Tampaknya, Sri Sultan HB X ingin sikap demokratis itu diteruskan dengan tidak nggondheli jabatan pemerintahan. Ini demokratis. HB X ingin menunjukkan bila dirinya tidak seperti diduga

banyak orang: selalu ingin menjadi gubernur. Jangan-jangan yang menjadi hambatan di atas

adalah kerikuhan untuk membahas kedudukan itu, sehingga nasib RUUK juga terkatung-katung.

Bukankah ia akan tetap legawa dengan apa yang diputuskan di pusat? Sehingga pernyataan inihakikatnya adalah membuka selubung gelap keistimewaan.

Bangsa ini tidak bisa melupakan - apalagi menghilangkan - keistimewaan DIY. Pernyataan itutidak otomatis menghilangkan keistimewaan yang sudah dimiliki DIY. Karena selain dua

alternatif di atas mengenai otomatis dan pilihan itu kemudian memunculkan pilihan ketiga yang

tidak kalah menarik untuk dipertimbangkan terkait kedudukan Sultan yakni semacam bentuk monarkhi konstitusi. Sultan otomatis adalah Gubernur Kehormatan yang tidak perlu repot-repot

mengurusi urusan eksekutif sehari-hari dan kemudian ada gubernur (kepala daerah) yang dipilih

dan menjalankan eksekutif atau pemerintahan sehari-hari.

Selain historis dan kultural Yogyakarta memiliki keistimewaan sosial pula. Keistimewaan secarasosial itu terwujud dan terlihat dalam membangun sebuah iklim kehidupan bermasyarakat,

bernegara yang integratif, harmonis dan demokratis serta menjadi Miniatur Indonesia. Ini harusdiakui dan dipelihara. Karena suasana keistimewaan ini adalah kekuatan bangsa (social capital)

yang harus dikembangkan. Inilah makna substansi dan hakikat keistimewaan yang dimiliki DIY,

yang harus dijelaskan ke masyarakat.

Hanya memang kita tidak bisa mengabaikan respons masyarakat. Karena ini adalah pencerminan

bagi mereka yang memiliki sikap kesetiaan pada pemimpin. Bagaimana hubungan antara

pemimpin, raja dengan kawulanya masih ada dan warisan yang akan terus ada di batinmasyarakat Yogya. Maka cara seperti Pisowanan Agung sesungguhnya adalah cara masyarakat

Yogya. Maka menunjukkan rasa yang ingin tetap mempertahankan keistimewaan. Yang bagikalangan akademis, keistimewaan ini bisa dilihat lebih luas lagi. Karena sesungguhnya sudah

memahami bahwa keistimewaan tetap dipertahankan dan tidak perlu dikhawatirkan.

Semua kini tergantung pemerintah pusat. Pemerintah pusat harus cepat, tidak menunda-nunda.

Semata-mata supaya daerah tidak kesulitan dan penundaan ini menjadi hambatan. Misal, untuk membuat rencana jangka pendek apalagi jangka panjang di DIY, pasti akan berbasis pada

keistimewaan. Jika sudah ada aturan yang jelas, akan ada arahan yang membuatnya lebih mudah.

Hamengku Pertiwi oleh Dradjat Suhardjo

PERNYATAAN Sultan Hamengku Buwono X dengan judul Berbakti Bagi Ibu Pertiwi (KR,9/4: 12), sebenarnya merupakan penegasan kembali sikap yang wajib dari wewarah kejawen 

yang berbunyi mbodo ning temen, sabar ning teges. Artinya adalah rendah hati tetapi tekun,sabar tetapi tegas. Sabda Pandita Ratu merupakan keputusan final ora wola-wali sepisan

mungkasi yang bermakna sekali tidak perlu diulangi setelah melalui pertimbangan panjang,

cermat dengan penuh kesabaran.

Setelah merunut ke belakang keputusan serupa bukanlah yang terjadi untuk pertama kali oleh

Page 3: Keistimewaan DIY Oleh Prof Joko Suryo

5/16/2018 Keistimewaan DIY Oleh Prof Joko Suryo - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keistimewaan-diy-oleh-prof-joko-suryo 3/6

 

Sultan sebagai perwujudan sikap Pandita Ratu. Tanggal 20 Agustus 1945 HB IX menyatakan di

belakang Presiden dan Yogyakarta merupakan bagian dari RI. Tanggal 23 Maret 1978 dengantegas tetapi lembut menolak menjadi wakil Presiden Soeharto untuk ke dua kalinya karena

berbagai alasan kesehatan. Sikap tegas juga diambil HB X. Tanggal 20 Mei 1998 ketika

mengimbau Presiden Soeharto lengser dari jabatannya dalam Pisowanan Agung yang dihadiri

lebih dari 500.000 orang. Tak terbayangkan Pisowanan Agung begitu damai tanpa insidendimana saat itu militer sangat represif. Sepanjang jalan rute kawula sowan berjubel warga

nyengkuyung dengan lambaian tangan sambil menawarkan minuman dan makanan. Ajakan

Sultan untuk segera mengakhiri kekuasaan Soeharto mendapat respon begitu kuat dari berbagailapisan masyarakat. Profesor Koesnadi Hardjasumantri yang saat itu sudah berusia 71 tahun juga

tidak ketinggalan mengikuti Pisowanan Agung dengan semangat, berjalan dari Bulaksumur

sampai Alun-alun Utara

Tanggal 7 April 2007 pertiwi ‘diguncang’ kembali oleh keputusan bersejarah dari Sultan HB X.Setelah empatpuluh tahun saya menjadi kawula Yogyakarta dengan berusaha memahami budaya

kraton saya mencoba menyimpulkan mengapa sabda yang begitu bermakna dalam sejarah

terulang kembali. Keputusan tersebut merupakan tanggungjawab yang wajib dilakukan setelahmemahami kinerja legislatif mirip ‘Ratu Petruk’ yang semestinya tidak boleh berlama-lama

mental ratu petruk menjiwai legislatif. Sementara aktor utama eksekutif terkesan sebagai aktorpanggung yang enak dilihat dan didengar tetapi tak menyelesaikan masalah nyata yang

mendesak karena berbuat hanya melaksanakan skenario sutradara. Komunitas yudikatif menjadi

kelompok melu payu artinya menyesuaikan dengan keadaan asal untung dan selamat dalamkeadaan krisis figur panutan.

Sultan paham untuk menggunakan hak wajib yang melekat sebagai khalifah untuk menanggapi

perubahan zaman ialah pengorbanan. Secara riil Sultan telah berkorban menyerahkan KerajaanYogyakarta ke pangkuan Pertiwi walaupun secara de jure masih dilindungi PBB sebagai

kerajaan yang berdaulat. Sultan juga merasa wajib mundur ketika orang yang didampingi(Soeharto) sudah tidak sejalan lagi dengan misi dan visi Kraton Yogyakarta. Sultan juga wajib

mengambil risiko dengan dhawuh menggelar Pisowanan Agung untuk mempercepat lengsernyaSoeharto. Kini hak wajib Sultan telah digunakan lagi untuk dapat Berbakti Kepada Ibu Pertiwi

(NKRI) ketika krisis multidimensi melanda NKRI. Dalam terminologi misi Kraton Yogyakarta

secara komprehensif adalah hamengku pertiwi berarti mengangkat harkat dan martabat BangsaIndonesia yang kini sedang menjadi bangsa besar tetapi ringkih dan ingah-ingih.

Secara umum HB X memenuhi syarat normatif sebagai khalifah. Menurut saya ada satu hal yangbelum khafah dalam melaksanakan hak dan wajib keempat sebagai khalifah ialah dalam

menggunakan kewenangan atau wenanging kang jumeneng. Dalam memberikan nugraha atau

penghargaan dan pidana atau sanksi terutama dalam memberikan pidana, terkesan Sultan welastanpa alis atau merasa kasihan yang berlebihan. Sementara sabar tetapi tegas sangat diperlukanpada saat negara dalam gonjang-ganjing. Dalam berbagai kesempatan beliau menyatakan

berusaha sebagai pamong yang mampu paring nugraha lan pidana kanti tetesing waspa. Artinya

adalah mampu meneteskan air mata terharu dalam memberikan penghargaan bagi putra-putriyang berprestasi luar biasa dan karena wajib menghukum berat bagi yang melanggar tatanan di

luar batas toleransi. Jiwa hamangku yang berarti adil, melandasi dan mengayomi kehidupan

adalah sebagai dasar pengambilan keputusan. Sebagai khalifah juga harus dapat hamengkoni

Page 4: Keistimewaan DIY Oleh Prof Joko Suryo

5/16/2018 Keistimewaan DIY Oleh Prof Joko Suryo - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keistimewaan-diy-oleh-prof-joko-suryo 4/6

 

yang berarti dapat menjadi teladan sebagai pemimpin yang bertanggung jawab. Segenap anak 

bangsa sungguh merindukan pemimpin yang mampu mewujudkan semangat hamengku,

hamangku, hamengkoni. Sisa waktu sebagai raja dan gubernur masih cukup untuk mewujudkan

hak wajib secara khafah dalam tataran perdana sebagai khalifah untuk lebih meyakinkan segenap

anak bangsa. Beliau layak sebagai khalifah yang amanah dalam hamengku pertiwi.

Sultan Bersedia Temui Rakyat DIY Akan Patuhi Keputusan Pemerintah Pusat 

Yogyakarta, Kompas - Sultan Hamengku Buwono X menyatakan kesediaan untuk bertemu masyarakatdalam forum pisowanan agung, pekan depan. Dalam pertemuan dengan masyarakat tersebut, Sultanakan memberikan penjelasan terkait alasan kenapa tidak lagi bersedia menjabat menjadi Gubernur DIYogyakarta pada periode mendatang.

Namun, Sultan masih belum menetapkan jadwal pelaksanaan pisowanan agung tersebut. "Prinsipnya,saya bersedia bertemu dengan para lurah, carik, dan warga masyarakat. Mereka berkeinginan bertemuhari Senin depan, tapi saya sudah minta maaf karena harus ke Jakarta," ujar Sultan, Jumat (13/4).

Pertemuan tersebut, lanjut Sultan, lebih untuk menjawab kebingungan masyarakat. "Masalahnya bukanterletak pada apakah saya akan berubah pikiran atau tidak. Saya akan memberikan penjelasan supayamereka paham kenapa saya tidak bersedia," tuturnya.

Sebelumnya, Sultan sempat menegaskan bahwa keputusannya sudah bulat. Keputusan tersebut diambilmelalui pertimbangan mendalam dengan laku spiritual.

Laku spiritual tersebut, menurut Sultan, dengan cara introspeksi diri. "Orang harus punya kemampuanintrospeksi. Tidak dengan cara diam saja terus kemudian kungkum," kata Sultan.

Tunduk

Sultan bahkan mengaku akan merelakan jika nantinya Gubernur DIY dijabat bukan dari kalangankeluarga keraton. Sultan menegaskan akan tunduk pada keputusan pemerintah pusat berkaitan denganmasa depan DIY.

"Kalau memang ketentuan yang berlaku seperti itu, saya rela. Kalau pemerintah pusat maunya sepertiitu, ya kenapa nggak," ujar Sultan, seusai menghadiri rapat musyawarah pimpinan daerah tentangkeamanan DIY.

Yogyakarta, ujar Sultan, sudah menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk itu,semua hal yang ada di DIY akan diabdikan sepenuhnya untuk kepentingan bangsa dan negara.

Sultan juga kembali menegaskan, penolakannya untuk tidak lagi memangku jabatan gubernur tidak ada

kaitan dengan Rancangan Undang- Undang (RUU) Keistimewaan. "Tidak ada hubungannya. Tetapi,saya nggak berani ngomong lebih lanjut sekarang, nanti akan saya jelaskan dalam forum pisowananagung," tutur Sultan.

Apa pun keputusan Dewan Perwakilan Rakyat berkaitan dengan nasib RUU Keistimewaan DIY, Sultanmengaku akan tetap patuh. Apalagi, DPR adalah pencerminan dari keinginan rakyat Indonesia.

"Kami harus tunduk pada keputusan pemerintah pusat dan yang menentukan pemerintahan adalah DPR,bukan eksekutif," kata Sultan.

Page 5: Keistimewaan DIY Oleh Prof Joko Suryo

5/16/2018 Keistimewaan DIY Oleh Prof Joko Suryo - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keistimewaan-diy-oleh-prof-joko-suryo 5/6

 

Keputusan tersebut juga tidak terkait dengan keinginan untuk berkiprah ke kancah politik nasional."Komentar yang ada sekarang ini cuma gamaming rasa atau hanya ketakutan masyarakat kalau Sultantidak menjadi gubernur," ujar Sultan. 

Keraton 

Kala Kawula Ingin Bertanya pada Raja  

Hanya Sultan yang mampu menjawab kebingungan rakyat berkaitan dengan keputusan untuk tidak lagimenjabat Gubernur DI Yogyakarta pada periode mendatang. Untuk menjawab keingintahuan itulah,rakyat melalui forum Asosiasi Pemerintahan Desa se-Indonesia atau Apdesi berinisiatif mengadakanpisowanan agung.

Pisowanan agung, menurut kerabat keraton, RM Tirun Marwito, adalah istilah baru dalam tradisi keraton.Istilah yang muncul murni dari rakyat tersebut merupakan ujud keeratan hubungan antara rakyat danrajanya.

"Ini merupakan reformasi tradisi dengan menciptakan lembaga baru dalam hubungan Sultan denganrakyatnya. Dulu rakyat lebih pasif, kini mereka berbondong-bondong untuk menghadap raja secara

bersama- sama," ungkap Romo Tirun, Jumat (13/4).

Tradisi pisowanan agung dimulai pada masa reformasi menjelang Soeharto lengser dari jabatanpresiden. Kala itu rakyat berbondong- bondong untuk berbicara dengan Sultan di Pagelaran KeratonYogyakarta.

Sebelum masa reformasi, istilah pisowanan agung sama sekali tidak dikenal. Dari zaman HamengkuBuwono I hingga Hamengku Buwono VIII, rakyat menyampaikan unek-unek melalui tradisi pepe atauberjemur di bawah terik matahari.

Dalam tradisi pepe, masyarakat mengenakan pakaian serba putih dan duduk di antara dua pohonberingin kurung yang dijuluki sebagai Kyai Dewo Daru dan Kyai Jurno Daru di Alun-alun Utara. Sambilduduk menghadap ke arah selatan, mereka setia menanti apakah Sultan berkenan menemui mereka

atau tidak.

Tradisi "pepe"

Dua kelompok abdi dalem, yaitu abdi dalem jeksa dan abdi dalem gandek, yang melihat masyarakatsedang pepe akan menyampaikan situasi tersebut kepada Sultan. "Semua tergantung apakah Sultanakan membantu menyelesaikan masalah atau cukup bertemu dengan pepatih dalem," kata Romo Tirun.

Tradisi pepe kemudian hilang pada zaman pemerintahan HB IX. Kala itu, rakyat tak lagi mau membebaniSultan dengan berbagai permasalahan. Apalagi, saat itu Yogyakarta masih berada di bawah penjajahanBelanda.

Romo Tirun mengaku belum punya bayangan terkait pisowanan agung yang akan digelar pekan depan.Jika masyarakat mengharapkan pendapat raja, tentunya Sultan yang akan banyak bicara dan suasanaakan lebih tenang. Tetapi, jika pisowanan merupakan bentuk protes untuk meminta keadilan tentunyarakyat akan berteriak.

Ketua Apdesi Bantul Jiono menyatakan bahwa terjadi perubahan jadwal pisowanan agung. Menurutrencana, pisowanan agung akan dilaksanakan Senin pekan depan, namun terpaksa diundur karenamenyesuaikan agenda kegiatan Sultan.

Page 6: Keistimewaan DIY Oleh Prof Joko Suryo

5/16/2018 Keistimewaan DIY Oleh Prof Joko Suryo - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/keistimewaan-diy-oleh-prof-joko-suryo 6/6

 

"Perubahan jadwal ini baru diberitahukan oleh Asisten Pemerintahan Sekretaris Daerah DIY Jumat siang.Lokasi pertemuan juga berubah. Semula di kompleks kantor Gubernur DIY Kepatihan menjadi diPagelaran Keraton," ujar Jiono.

Jiono yang juga didampingi beberapa perwakilan Apdesi dari Kabupaten Kulon Progo, Sleman, danPaguyuban Carik DIY juga menyebut jumlah peserta pisowanan agung kemungkinan bertambah menjadi

sekitar 10.000 orang. Rencana pisowanan agung ini ternyata menarik simpati warga DIY sehinggabanyak warga yang dengan sukarela akan berpartisipasi.

Tiga hal

Ada tiga hal yang akan disampaikan warga DIY dalam pisowanan agung. Pertama, meminta penjelasanmengenai alasan dari pernyataan sejarah Sultan. Berikutnya ialah memohon petunjuk Sultan tentang apayang seharusnya dilaksanakan rakyat untuk mempertahankan keistimewaan Yogyakarta.

"Selain itu, kami juga memohon dengan tulus agar Sultan tetap bersedia menjadi Gubernur DIY.Permohonan ini merupakan cerminan kecintaan rakyat kepada Sultan," papar Ariesman, KetuaPaguyuban Carik DIY.

Di atas semuanya, para wakil suara rakyat ini juga mengimbau kepada kaum cerdik pandai dan elitepolitik agar memandang polemik ini dari kacamata rakyat sehingga semua tindakan yang dilakukanhendaknya selalu berkonteks demi kepentingan masyarakat DIY.

Pisowanan agung mungkin akan menjadi semacam pemanfaatan hak rakyat untuk meminta penjelasanlangsung dari rajanya. Relasi ini menggambarkan betapa sebenarnya hubungan patron-klien, yang kentaldalam sistem monarki, berangsur beradaptasi.

Era reformasi lalu rupanya telah menjadi semacam momentum bagi rakyat Yogyakarta untuk melakukanupaya-upaya kontekstualisasi terhadap tradisi. Dan, itu artinya "penjinakan" terhadap demokrasi yangnotebene diadopsi dari Barat. Prev: Berbakti Bagi Ibu Pertiwi oleh Hamengku Buwono X