rtrw diy bab 6

Upload: sriwahyunimarzuki

Post on 03-Mar-2016

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rencana tata ruang wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta

TRANSCRIPT

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY TAHUN 2009-2029Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DIY terdiri dari rencana struktur ruang dan pola ruang. Rencana pengembangan struktur ruang meliputi rencana pengembangan sistem perkotaan, pengembangan infrastruktur wilayah dan pengembangan kawasan strategis sedangkan rencana pola ruang meliputi rencana pola ruang kawasan lindung, kawasan budidaya, dan rencana daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

6.1 Rencana Struktur Ruang

Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara Hirarkis memiliki hibungan fungsional. Dengan demikian, rencana struktur ruang di Provinsi DIY meliputi rencana sistem pengembangan sistem jaringan perkotaan dan perwilayahan serta rencana sistem jaringan prasarana.6.1.1 Rencana Pengembangan Sistem Perkotaan di Provinsi DIY

Secara alamiah, dalam suatu wilayah akan terdapat banyak kota yang masing-masing memiliki ukuran tersendiri, baik dari jumlah penduduk, ketersediaan fasilitas, aktifitas ekonomi, dan lain-lain. Oleh karena itu, tiap-tiap kota dalam wilayah tersebut akan memiliki peranan masing-masing sehingga perlu adanya suatu arahan pembangunan dari suatu wilayah agar tiap-tiap kota yang ada dapat berfungsi sesuai dengan peranannya masing-masing.

Salah satu metode penataan fungsi perkotaan dalam suatu wilayah adalah model Hirarki perkotaan. Penataan hirarki perkotaan dimaksudkan agar perkembangan antar satu kota dengan kota lain dapat berjalan dengan sinergis. Dalam suatu wilayah, perlu ditentukan kota-kota mana yang menjadi pusat kegiatan dalam lingkup regional dan kota-kota mana yang menjadi pusat kegiatan dalam lingkup lokal. Implikasi dari penentuan fungsi kota ini adalah adanya perbedaan akan kebutuhan sarana, prasarana, maupun infrastruktur yang diperlukan oleh masing-masing kota berdasarkan hirarkinya.Pada dasarnya rencana konsep pengembangan sistem perkotaan di Provinsi DIY 2007-2027 akan memaduserasikan dengan konsep point development pada RTRW Provinsi DIY 2002-2007. Hal ini dikarenakan Hirarki kota disusun dengan kriteria formal seperti penjelasan di atas yang berdasarkan kriteria formal (pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya) dan kriteria fungsional. Sistem kota-kota di daerah meliputi satu kota Yogyakarta, empat Ibukota Kabupaten (Bantul, Wates, Sleman dan Wonosari) dan 54 Ibukota Kecamatan di wilayah Kabupaten Sleman, Bantul, Kulon Progo, dan Gunungkidul.

Sistem kota-kota di daerah terlihat dalam konteks wilayah serta keterkaitannya satu sama lain, baik secara spasial maupun fungsional terdiri dari :

Kota Hirarki I

Kota Hirarki I memiliki fasilitas yang paling lengkap pada suatu wilayah, dan memiliki kegiatan perindustrian yang besar, jasa perdagangan dan perbankan skala internasional, serta pelayanan-pelayanan lain dalam skala nasional, seperti universitas dan rumah sakit. Dengan demikian, hampir semua kebutuhan Kota Hirarki I dapat dipenuhi sendiri, misalnya untuk bahan pangan, dapat mengolah bahan baku hasil produksi daerah hinterland menjadi bahan jadi dan selanjutnya memasarkan bahkan mengeksport bahan jadi tersebut. Di lain pihak, daerah hinterland di sekitar Kota Hirarki I membutuhkan faktor-faktor produksi yang dihasilkan Kota Hirarki I, seperti modal, mesin, dan lain-lain. Kota yang memiliki fungsi seperti ini disebut juga Growth Pole atau pusat perkembangan dari suatu wilayah.

Kota Hirarki I yaitu: Kota Yogyakarta.

Kota Hirarki II

Kota Hirarki kedua adalah kota yang berorientasi ke Kota Hirarki Pertama mempunyai fasilitas yang kurang lengkap dibandingkan dengan Hirarki Pertama, pada umumnya terletak pada jalan nasional atau jalan Provinsi dan memiliki terminal penumpang. Industri yang ada pada Kota Hirarki Kedua umumnya berbentuk agro industri. Fungsi lain Kota Hirarki Kedua adalah sebagai penyedia tenaga kerja, lokasi fasilitas jasa regional seperti rumah sakit, sekolah menengah dan perguruan tinggi, perbankan, dan pusat distribusi hasil-hasil pertanian.

Kota Hirarki II yaitu: Ibu Kota Kabupaten (IKB) Sleman, Ibu Kota Kecamatan (IKK) Godean, IKK Gamping, IKK Depok, IKK Pakem, IKK Prambanan, IKB Bantul, IKK Piyungan, IKK Imogiri, IKK Srandakan, IKK Kasihan, IKK Sewon, IKK Banguntapan, IKB Wonosari, IKB Wates.

Kota Hirarki III

Kota Hirarki Ketiga pada umumnya terletak pada jalan provinsi atau jalan kabupaten dan pada hakikatnya adalah sebagai penghubung antara daerah perkotaan dengan daerah perdesaan. Kota ini berfungsi sebagai pusat suatu wilayah perdesaan yang besar, dan memiliki beberapa pelayanan yang sering dilakukan maupun tidak setiap hari, seperti pasar, penyimpanan produksi, penyortiran produksi pertanian, pelayanan jasa keuangan, perdagangan, pertukaran barang, dan jasa pengangkutan. Jasa lain yang tersedia pada Kota Hirarki Ketiga adalah pendidikan, kesehatan, sosial, dan administrasi. Lapangan pekerjaan yang tersedia pada Kota Hirarki Ketiga umumnya berkaitan dengan kegiatan pertanian untuk menampung tenaga kerja yang berlebihan pada daerah pedesaan.Kota Hirarki III yaitu: IKK Temon, IKK Nanggulan, IKK Sentolo, Satuan Permukiman (SP) Dekso, IKK Galur, IKK Kretek, IKK Sedayu, IKK Minggir, IKK Moyudan, IKK Tempel, IKK Kalasan, IKK Berbah, IKK Playen, IKK Semanu, IKK Karangmojo, IKK Nglipar, IKK Semin, IKK Rongkop, IKK Mlati, IKK Ngaglik.

Kota Hirarki IV

Kota Hirarki Keempat berorientasi ke kota orde ketiga dan umumnya terletak pada jalan kabupaten. Kota ini berfungsi sebagai pelayanan langsung jasa distribusi barang barang kebutuhan perdesaan yang diperolehnya dari kota orde yang diatasnya, dan pada saat yang bersamaan mengumpulkan hasil-hasil yang berasal dari daerah perdesaan dan membawanya ke kota dengan orde di atasnya. Kota kecil ini menyediakan pelayanan dasar seperti faktor produksi untuk pertanian dan barang barang rumah tangga perdesaan untuk keperluan sehari-hari. Pada kota kecil ini tersedia pasar kecil dan fasilitas penyimpanan sementara hasil-hasil pertanian. Di samping itu, terdapat fasilitas pendidikan informal maupun formal.

Kota Hirarki IV yaitu: IKK Kokap, IKK Girimulyo, IKK Samigaluh, IKK Kalibawang, IKK Panjatan, IKK Lendah, IKK Pajangan, IKK Pandak, IKK Bambanglipuro, IKK Sanden, IKK Pundong, IKK Jetis, IKK Pleret, IKK Dlingo, IKK Seyegan, IKK Turi, IKK Cangkringan, IKK Ngemplak, IKK Patuk, SP Sambipitu, IKK Panggang, IKK Paliyan, IKK Ngawen, IKK Tepus, IKK Ponjong, SP Jepitu, IKK Girisubo, IKK Gedangsari, IKK Tanjungsari, IKK Saptosari, IKK Purwosari.

Pengembangan sistem kota-kota bertujuan untuk mewujudkan keseimbangan dan keselarasan pembangunan antar wilayah sesuai dengan fungsinya, daya dukung dan daya tampung, lingkungan hidup guna mendukung struktur ruang yang telah direncanakan. Adapun pengembangan sistem perkotaan di Provinsi DIY diarahkan sebagai berikut :

Kota Besar : Perkotaan Yogyakarta Kota Sedang : IKB Bantul, IKB Sleman, IKB Wates, IKB Wonosari, IKK Depok Kota Kecil : IKK Kasihan, IKK Sewon, IKK Banguntapan, IKK Srandakan, IKK Kretek, IKK Piyungan IKK Pajangan, IKK Pandak,IKK Imogiri, IKK Pleret, IKK Sentolo, IKK Nanggulan, IKK Samigaluh, IKK Kalibawang, IKK Temon, IKK Galur, IKK Panjatan, IKK Lendah, IKK Kokap, IKK Girimulyo; IKK Tempel, IKK Turi, IKK Pakem, IKK Godean, IKK Gamping, IKK Seyegan, IKK Prambanan, IKK Kalasan, IKK Mlati, IKK Ngaglik, IKK Patuk, IKK Playen, IKK Semanu IKK Karangmojo, IKK Panggang, IKK Paliyan, IKK Ngawen, IKK Ponjong, IKK Semin.

6.1.2 Rencana Pengembangan Sistem Pelayanan PKN, PKW dan PKL di Provinsi DIY

Rencana perkotaan berdasarkan hirarkinya berguna untuk mendelineasi wilayah menjadi Pusat Pengembangan Wilayah, karena SWP terdiri dari kotakota dengan hirarki tertinggi sampai dengan hirarki terendah. Dalam menyusun rencana pembangunan daerah, SWP bermanfaat untuk menentukan dimana saja lokasi suatu kegiatan yang diperlukan untuk melayani SWP tersebut harus berada agar pelayanannya dapat optimal. Jika dikaitkan dengan pengembangan wilayah, maka Kota Hirarki I dapat menjadi Pusat Kegiatan Nasional (PKN) ataupun Pusat Kegiatan Wilayah (PKW). Kota Hirarki II dapat menjadi PKW, sedangkan Kota-kota Hirarki di bawahnya dapat menjadi Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Adapun keterkaitan antara hirarki kota, fungsi perkotaan, dan fasilitas yang ada, dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel VI.1Hirarki dan Kedudukan Kota dalam PKN, PKW dan PKLHIERARKI KOTAKEDUDUKANFASILITAS PELAYANANINFRASTUKTUR

IPusat Kegiatan Nasional (PKN) Universitas/Akademi

Rumah Sakit Type A

Pusat Ekspor dan Impor

Gedung Pusat Perbelanjaan

Pusat Perbankan

Kantor Pemerintahan Tingkat Provinsi Pelabuhan Udara (Primer),

Pelabuhan Laut (Utama) Terminal Tipe A. Jalan Nasional

IIPusat Kegiatan Wilayah (PKW) Perguruan Tinggi

Rumah Sakit Type B

Pusat Ekspor dan Impor

Pasar Induk Regional

Pusat Bank Perkreditan Rakyat Pelabuhan udara (sekunder), Pelabuhan laut (pengumpan),

Terminal tipe B. Jalan Nasional

Jalan Provinsi

III & IVPusat Kegiatan Lokal (PKL) SMA Rumah Sakit Type C Puskesmas Pasar Jalan Provinsi Jalan Kabupaten

Jalan KA

Terminal Bis

Sumber: Hasil Rencana Dengan memperhatikan sistem pelayanan dan prinsip pengembangan wilayah di Provinsi DIY, maka sasaran pengembangan sistem kedudukan perwilayahan Provinsi DIY pada masa mendatang ini adalah:

1. PKN (Pusat Kegiatan Nasional). Kota atau perkotaan yang diklasifikasikan sebagai PKN memiliki fungsi pelayanan dalam lingkup nasional. Kota yang diarahkan untuk berfungsi sebagai pusat perkembangan wilayah yang mempunyai skala pelayanan nasional di Provinsi DIY adalah wilayah Kawasan Perkotaan Yogyakarta.

2. PKW (Pusat Kegiatan Wilayah). Kota atau perkotaan yang diklasifikasikan sebagai PKW pada hirarki perkotaan berfungsi sebagai pusat pelayanan dalam lingkup wilayah Provinsi DIY, meliputi Kawasan Perkotaan Sleman, Bantul, Wates (PKWp), Wonosari (PKWp). Selain itu, daerah yang diarahkan untuk berfungsi sebagai PKW adalah daerah-daerah yang potensial atau daerah-daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan relatif tinggi, yaitu Bantul, Wates, Sleman dan Wonosari.

3. PKL (Pusat Kegiatan Lokal). Kota atau perkotaan yang diklasifikasikan sebagai PKL berfungsi sebagai pusat pelayanan pada lingkup lokal, yaitu pada lingkup satu atau lebih kabupaten. Terdiri dari Kawasan Perkotaan Kokap, Girimulyo, Samigaluh, Kalibawang, Panjatan, Lendah, Pajangan, Pandak, Bambanglipuro, Sanden, Pundong, Jetis, Pleret, Seyegan, Turi, Cangkringan, Patuk, Dlingo, Panggang, Paliyan, Ngawen, Tepus, Ponjong, Mlati, Ngaglik, Prambanan, Piyungan, Srandakan, Godean. Kota yang tidak termasuk dalam kategori 1 dan 2 diharapkan dapat berkembang sesuai dengan potensi wilayah masing-masing. Mempertimbangkan pola perkembangan perkotaan dan keterkaitan antar wilayah yang direncanakan maupun akibat dari kebijakan yang diberikan di masing-masing wilayah yang ada di Provinsi DIY dimasa mendatang, Kebesaran Kota Yogyakarta pada akhirnya menjadi magnet yang sangat besar dalam menarik distribusi barang dan jasa, urbanisasi, investasi. Kecenderungan arah pergerakan yang monosentris ke arah Yogyakarta mendorong kebutuhan pengembangan transportasi yang mengarah ke Yogyakarta terus meningkat sehingga menjadikan kebijakan infrastruktur cenderung menumpuk memusat dan memudahkan serta melayani pergerakan ke arah Surabaya.

Implikasi lebih jauh, Yogyakarta dan sekitamya (Kawasan Perkotaan Yogyakarta) semakin dominan dan konsentrasi kegiatan perekonomian perkotaan cenderung akan berorientasi ke wilayah ini. Keterbatasan luas lahan dan mahalnya harga tanah, mendorong investasi khususnya industri dan permukiman mengarah keluar dari Kota Yogyakara, meskipun cenderung masih tetap berorientasi ke Kota Yogyakarta dan jaraknya tidak jauh dari Kota Yogyakarta. Sasarannya adalah lokasi atau wilayah-wilayah yang memiliki akses yang sangat baik ke Yogyakarta dan cenderungnya adalah di sepanjang jalan arteri yang menuju ke Yogyakarta. Wilayah-wilayah tersebut adalah:

Wilayah utara, barat dan timur Kota Yogyakarta tepatnya di Kabupaten Sleman yaitu wilayah Sleman, Ngaglik, Ngemplak, Sariharjo, Mlati, Godean dan Kalasan. Wilayah selatan Kota Yogyakarta, di kabupaten Bantul yaitu wilayah Pleret, Piyungan, Timbulharjo, Pendowoharjo, Dawen/Sedayu.

Akibatnya adalah terjadi interaksi yang intensif pada jalur-jalur tersebut. Kebutuhan transportasi meningkat dan selanjutnya dalah Koridor yang semakin dekat dengan Yogyakarta adalah yang paling berkembang, munculnya potensi ketidak efisienan pelayanan, penumpukkan transportasi, dan menunjukkan perkembangan Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta dan perkembangan Yogyakarta-Sleman-Bantul (Kartamantul) yang konsentris/monosentris yaitu dengan pusat Kota Yogyakarta yang akhirnya akan mendorong semakin dominan Kota Yogyakarta dan ketidak merataan pembangunan di Provinsi DIY secara umum. Dengan melihat kondisi di atas, ketimpangan antar wilayah kabupaten/kota telah terjadi di wilayah Provinsi DIY, terutama untuk Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunungkidul. Oleh sebab itu, maka pengembangan struktur ruang wilayah Provinsi DIY diarahkan dengan menciptakan pengembangan sentra-sentra kawasan khusus di setiap wilayah Provinsi DIY sebagai upaya pola pemerataan. Pembagian strukur pengembangan wilayah Provinsi DIY adalah sebagai berikut : 1. Mengembangkan Pusat dan Sub Pusat Pengembangan Wilayah yang ditujukan untuk mengupayakan keserasian dan keseimbangan pembangunan antar wilayah di Provinsi DIY. Selain itu, Pusat Pengembangan Wilayah ini berperan dan berfungsi sebagai kegiatan penunjang utama dalam lingkup lokal, regional, maupun Nasional.Adapun pembagiannya yakni, sebagai berikut:

Pusat Pengembangan Wilayah Provinsi DIY adalah kota besar seperti Bantul, Sleman, Wates (PKWp), dan Wonosari (PKWp).

Sub Pusat Pengembangan Wilayah adalah sebagian kota hierarki III dan IV dengan kategori kota mengengah seperti Temon, Nanggulan, Sentolo, Satuan Permukiman (SP) Dekso, Galur, Kretek, Sedayu, Minggir, Moyudan, Tempel, Kalasan, Berbah, Playen, Semanu, Karangmojo, Nglipar, Semin, Rongkop, Mlati, Ngaglik.

Kokap, Girimulyo, Samigaluh, Kalibawang, Panjatan, Lendah, Pajangan, Pandak, Bambanglipuro, Sanden, Pundong, Jetis, Pleret, Dlingo, Seyegan, Turi, Cangkringan, Ngemplak, Patuk, SP Sambipitu, Panggang, Paliyan, Ngawen, Tepus, Ponjong, SP Jepitu, Girisubo, Gedangsari, Tanjungsari, Saptosari, Purwosari.

2. Mengembangkan Kota Satelit yang merupakan kota kecil sebagai daerah penunjang bagi pusat pengembangan wilayah dan 'jembatan' masuk/akses untuk menuju ke pusat dan sub pusat pengembangan wilayah lainnya di Provinsi DIY. Kota-kota yang menjadi Kota Satelit yakni kota-kota kecil seperti: Turi, Godean, Seyegan, Pajangan, Patuk, Pajangan, Dlingo, Cangkringan.

3. Mengembangkan Kawasan Sentra-sentra Kegiatan di Provinsi DIY sebagai penunjang kegiatan perekonomian wilayah-wilayah di Provinsi DIY seperti sentra produksi pertanian, wisata pantai dan kegiatan pesisir dan kelautan, lokasinya tersebar di seluruh Provinsi DIY. Gambar 6.1 Peta Rencana Struktur Ruang Provinsi DIY6.1.3 Rencana Pengembangan Infrastruktur Wilayah Provinsi DIY

Rencana pengembangan infrastruktur wilayah terdiri dari pengembangan infrastruktur transportasi darat, laut, udara, prasarana sumber daya air dan irigasi, energi, telekomunikasi serta prasarana perumahan dan permukiman.

Rencana pengembangan infrastruktur wilayah bertujuan:

1. Meningkatkan dan mempertahankan tingkat pelayanan infrastruktur transportasi yang ada untuk mendukung tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan.

2. Mewujudkan keseimbangan ketersediaan air pada musim hujan dan kemarau.

3. Meningkatkan dan mempertahankan jaringan irigasi yang ada dalam rangka swasembada pangan.

4. Meningkatkan ketersediaan energi dan jaringan telekomunikasi.

5. Meningkatkan ketersediaan infrastruktur permukiman seperti: prasarana pengolahan air bersih, IPLT/IPAL dan TPA sampah regional.

6.1.3.1 Rencana Pengembangan Infrastruktur Transportasi Darat, Laut dan Udara

Tujuan utama pengembangan tata ruang wilayah Provinsi DIY dapat dibagi kedalam tujuan peningkatan pertumbuhan wilayah Provinsi DIY secara serasi dengan wilayah-wilayah lainnya di Indonesia dan tujuan pemerataan pembangunan intra wilayah di Provinsi DIY. Jika dikaitkan dengan tujuan pengembangan tata ruang wilayah tersebut di atas, maka tujuan pengembanganan sistem prasarana transoprtasi wilayah di Provinsi DIY adalah:

1. Mendukung peningkatan pertumbuhan wilayah Provinsi DIY secara serasi dengan wilayah-wilayah lainnya yang meliputi:

a. Meningkatkan eksternalitas DIY dengan mengantisipasi adanya Joglosemar, globalisasi dan jalan tol antar kabupaten kota.

b. Menunjang perkembangan sektor-sektor utama di Provinsi DIY yaitu sektor pertanian, agroindustri, pariwisata, kehutanan dan kelautan.

2. Mendukung pemerataan pembangunan yang meliputi:

a. Memperlancar koleksi dan distribusi arus barang dan jasa serta meningkatkan mobilitas penduduk Provinsi DIY ke dan dari luar wilayah Provinsi DIY.

b. Mengembangkan sistem jaringan arteri primer sebagai penghubung antar PKN dan antara PKN dan PKW.c. Mengembangkan jalan kolektor primer sebagai penghubung antar PKW antara PKW dengan PKL.d. Mengembangkan jaringan jalan tol sebagai penghubung PKN.e. Mengembangkan jaringan kereta api yang berfungsi sebagai penghubung antara pusat-pusat pertumbuhan.f. Mengembangkan transportasi terpadu dalam rangka mendukung pengembangan PKN.g. Mengembangkan pelabuhan dan bandar udara untuk mendukung PKN dan PKW.Agar tujuan rencana pengembangan infrastruktur transportasi wilayah tersebut di atas dapat mencapai tujuannya, diperlukan suatu pola pengembangan sistem infrastruktur transportasi yang terpadu dalam satu kesatuan sistem transportasi darat, laut dan udara serta integrasi dengan struktur tata ruang wilayah Provinsi DIY. Berikut ini akan diuraikan masing-masing rencana pengembangan infrastruktur transportasi darat, udara dan laut di Provinsi DIY. Rencana pengembangan masing-masing sistem transportasi wilayah meliputi pengingkatan fungsi dan tingkat pelayanan dari masing-masing sistem prasarana transportasi yang ada di Provinsi DIY. A. Rencana Pengembangan Sistem Transportasi Darat

Pengembangan jaringan sistem transportasi darat adalah penyesuaian atau peningkatan fungsi dan tingkat pelayanan atau kapasitas jalan dan angkutan di atasnya. Pengembangan sistem prasarana transportasi darat memiliki kriteria sebagai berikut:Tabel VI.2Kriteria Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana JalanJaringan JalanUpaya PengembanganKriteria

Jaringan jalan arteri primerdikembangkan untuk melayani dan menghubungkan kota-kota antar PKN, antar PKW dan antarkota yang melayani kawasan berskala besar dan/atau cepat berkembang dan/atau pelabuhan-pelabuhan utamaa) Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri primer luar kota.

b) Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer;

c) Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 Km/jam.

d) Lebar perkerasan jalan arteri primer tidak kurang dari 8 meter.

e) Lalu-lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu-lintas regional, untuk itu lalu-lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu-lintas ulang alik dan lalulintas lokal yang bersumber dari kegiatan lokal.

f) Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diijinkan melalui jalan ini.

g) Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 m.

h) Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu-lintasnya.

i) Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu-lintas rata-rata.

j) Besarnya lalu-lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan yang lain.

k) Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan tidak diijinkan.

l) Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup, seperti : rambu, marka, lampu pengatur lalu-lintas, lampu penerangan jalan, dan lain lain.

m) Jalur khusus harus disediakan yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya.

n) Jalan arteri primer harus dilengkapi dengan median.

Jaringan jalan kolektor primerdikembangkan untuk melayani dan menghubungkan kota-kota besar pusat kegiatan nasional, antar pusat kegiatan wilayah dan/atau kawasan-kawasan berskala kecil dan/atau pelabuhan pengumpan regional serta pelabuhan pengumpan lokal.a) Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota.

b) Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer.

c) Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 Km/jam.

d) Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 m.

e) Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 m.

f) Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diijinkan melalui jalan ini.

g) Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu-lintasnya.

h) Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas lebih besar dari volume lalu-lintas rata-rata.

i) Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diijinkan pada jam sibuk.

j) Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup, seperti : rambu, marka, lampu pengatur lalu-lintas dan lampu penerangan jalan.

k) Besarnya lalu-lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri primer.

l) Dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lainnya.

Dengan melihat kriteria di atas maka rencana pengembangan infrastruktur transportasi darat pada jaringan jalan bebas hambatan di Provinsi DIY yaitu :

Yogyakarta Bawen

Yogyakarta Solo

Yogyakarta - Cilacap

Rencana pengembangan infrastruktur transportasi darat pada jaringan jalan arteri primer di Provinsi DIY yaitu:

Ruas jalan Yogyakarta-Semarang, Jalan Lingkar Kota Yogyakarta, Yogyakarta-Surakarta, Yogyakarta-Cilacap, Dengan melihat kriteria di atas maka rencana pengembangan infrastruktur transportasi darat pada jaringan jalan kolektor primer di Provinsi DIY yaitu:

Ruas jalan Yogyakarta, Wonosari, Ngeposari, Pacucak, Bedoyo, Duwet. PrambananPiyungan, Prambanan-Piyungan, PrambananPakem, Pakem-Tempel, KlangonTempel, SedayuPandak, PalbapangBarongan, SampakanSingosaren, Ruas jalan Pantai Selatan (PANSELA), jalan Yogyakarta Kaliurang, jalan YogyakartaParangtritis, YogyakartaNanggulan (Kenteng),SentoloNanggulan-Kalibawang, DeksoSamigaluh, DeksoMinggirJombor, BantulSrandakan-Toyan, Wonosari-Semin-Bulu, Wonosari-Nglipar, Semin-Blimbing, Pandanan-Candirejo, Sambipitu Nglipar-Semin- Nglipar-Gedangsari, WonosariBaronTepusBaran- Duwet, SentoloPengasih-Sermo, KembangTegalsari-Temon, Galur-Congot, Sentolo-Galur, MilirDayakan-Wates, Prambanan-Piyungan, PrambananPakemTempel-Klangon, Palbapang-Samas, Sampakan-Singosaren, Sedayu-Pandak, Palbapang-Barongan, Srandakan-Kretek, Yogyakarta-Pulowatu, YogyakartaImogiri-Panggang, Panggang-Parangtritis, PlayenPaliyan-Panggang, Pandean-Playen, Gading-Gledak, SumurTunggulSumuluhBedoyo.

Arahan pengembangan pada sistem jaringan jalan primer ditetapkan terminal penumpang sebagai berikut :

Terminal tipe A di Kota Yogyakarta.

Terminal tipe B di Kabupaten Sleman.

Terminal tipe A di Kabupaten Gunungkidul.

Terminal tipe A di Kabupaten Kulon Progo.

Terminal tipe B di Kabupaten Bantul.

Arahan pengembangan pada sistem jaringan jalan primer ditetapkan terminal barang sebagai berikut :

Terminal Barang Sedayu di Kabupaten Bantul untuk jangka pendek Sedayu di di di Kabupaten Bantul dan Sentolo Kabupaten Kulon Progo untuk jangka panjang.

Sub Terminal Barang sebagai hub di Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.

Arahan pengembangan pada jalan arteri primer ditetapkan rest area di Tempel dan Kalasan Kabupaten Sleman, Temon Kabupaten Kulon Progo, dan Bunder Kabupaten Gunungkidul.

Untuk transportasi kereta api, arahan pengembangan yang dapat dikemukakan adalah mengoptimalkan jalur double track dan pembangunan jalur utara selatan yaitu :

Jaringan Jalan Kereta Api Jakarta Yogyakarta- Surabaya.

Jalur ganda KutoarjoYogyakartaSurakarta.

Jaringan Jalan Kereta Api Metropolitan YogyakartaSurakarta.

Jaringan Jalan Kereta Api ParangtritisYogyakartaBorobudur.

Pada Sistem Jaringan Jalan Kereta Api ditetapkan:

Stasiun Tugu dan Stasiun Lempuyangan sebagai stasiun angkutan penumpang.

Balai Yasa Pengok sebagai bengkel kereta api. Stasiun Maguwo sebagai pendukung terminal angkutan udara di bandara Adisucipto.

Stasiun Sedayun dan Sentolo sebagai terminal bongkar muat dan pergudangan.

Stasiun Rewulu sebagai terminal khusus Bahan Bakar Minyak.

B. Pengembangan Sistem Transportasi Laut Kriteria untuk pengembangan sistem Transportasi laut yakni Pelabuhan utama tersier diarahkan untuk melayani kegiatan dan alih muat angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah menengah dan jangkauan pelayanan menengah. Adapun kriteria pelabuhan utama tersier adalah :

1. Menghubungkan pelabuhan tersier ke dan dari pelabuhan di luar negeri.

2. Menghubungkan antar pelabuhan utama sekunder tersier atau antar pelabuhan utama tersier-tersier.

Melihat kondisi alamnya, sampai saat ini rencana pengembangan transportasi laut tidak dikembangkan seperti pelabuhan utama tersier, sehingga pengembangannya diarahkan terbatas pada pembangunan pelabuhan ikan seperti Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng di Kabupaten Gunungkidul, mengembangkan Pelabuhan Perikanan (PP) Glagah di Kabupaten Kulon Progo serta PP Pandansimo di Kabupaten Bantul sebagai pelabuhan perikanan dan pendukung wisata pantai yang melayani pasar ikan di Yogyakarta, Surakarta dan kota-kota sekitarnya. Akan tetapi, akan lebih baik jika dikembangkan pelabuhan utama tersier pada beberapa pelabuhan yang sudah ada, dimana pelabuhan tersebut dapat dikembangkan menjadi pelabuhan utama di Provinisi DIY, tetapi dengan melakukan kajian-kajian kondisi alami terlebih dahulu terutama dengan bantuan teknologi terkini. C. Pengembangan Sistem Transportasi UdaraBandara dengan klasifikasi pusat penyebaran sekunder diarahkan untuk melayani penumpang dalam jumlah sedang dengan lingkup pelayanan dalam satu Provinsi dan terhubungkan dengan pusat penyebaran primer. Dengan demikian kriteria bandara kelas II ialah :

1. Melayani penumpang dengan jumlah sedang.

2. Lingkup pelayanan antara bandara Pusat Penyebaran Sekunder .3. Mempunyai panjang landasan pacu minimal 2.300 m.

4. Pelayanan pesawat maksimal sejenis B - 737.

Pengembangan bandara udara Adisutjipto dilakukan dengan memperkuat simpul bandara udara melalui keterpaduan fungsi terminal angkutan bus antar wilayah, kereta api dan angkutan perkotaan.

Dengan adanya kenyataan bahwa meskipun ada penetapan arahan pengembangan infrastruktur transportasi udara khususnya Bandara Adisucipto hanya melayani penerbangan nasional, tetap ada tuntutan pengembangan pelayanan jalur internasional. Pada aspirasi para praktisi untuk ditingkatkannya fungsi pelayanan Bandara Adisucipto. Dengan demikian, jalur-jalur penerbangannya perlu diperluas dan ditingkatkan frekuensi penerbangannya dari yang ada saat ini, yakni selain ke dan dari Jakarta, Denpasar, Bandung, Surabaya, Bajarmasin, Makassar dan pusat-pusat distribusi wisatawan dalam negeri lainnya, juga diperlukan pembukaan jalur langsung ke Singapura dan Kuala Lumpur. Untuk itu perlu ada peningkatan fungsi pelayanan keimigrasiaannya.

6.1.3.2 Rencana Pengembangan prasarana TelematikaRencana pengembangan prasarana telematika adalah :

Arahan pengembangan prasarana telematika di Provinsi DIY sebagai berikut :

Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi sesuai dengan rencana pengembangan sistem jaringan nasional.

Pengembangan jaringan telekomunikasi sebagai bagian sistem jaringan nasional di setiap permukiman perdesaan.

Merencanakan pusat pelayanan dan teknologi informasi Daerah di kota Yogyakarta.

Pengembangan jaringan telekomunikasi pada setiap fasilitas pendidikan, fasilitas kebudayaan, dan di setiap obyek wisata.Berkaitan dengan peningkatan fungsi Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman sebagai pusat pengembangan bisnis dan pendidikan, direncanakan Kota Yogyakarta dan Sleman sebagai pusat pengembangan teknologi informasi dan pengembangan jaringan telekomunikasi cyber city. Adapun kriteria pengembangan fasilitas telekomunikasi yakni bahwa Prioritas pengembangan fasilitas telekomunikasi dilakukan pada :1. Desa-desa yang letaknya berada di daerah tidak terjangkau sinyal telepon genggam/handphone (daerah blank spot).

2. Desa-desa yang jaraknya jauh dari jaringan kabel telepon dan kondisi topografi alamnya sulit untuk dilalui jaringan terestrial telekomunikasi.

3. Desa-desa yang dapat diakses oleh jaringan kabel telepon atau sinyal handphone tetapi desa tersebut tergolong miskin.

6.1.3.3 Rencana Pengembangan Sumberdaya Air

Tujuan Rencana pengembangan prasarana sumber daya air adalah :

1. Mengembangkan waduk/bendungan, situ, dan embung dalam rangka penyediaan air baku serta konservasi sumber air.

2. Mengembangkan jaringan irigasi yang diprioritaskan di wilayah barat dan selatan DIY.

3. Meningkakan produtivitas tanah dan pola tanam. Semaikn besar tersedia air maka luas pengusahaan tanah semakin besar, sehingga hasil produksi bertambah.

Adapun kriteria pengembangan sumberdaya air adalah :A. Pembangunan waduk/bendungan :

1. Dibangun pada DAS dengan aliran mantap < 50%.

2. Dalam rangka mendukung pengembangan PKW dan PKN.

B. Rehabilitasi jaringan irigasi :

1. Dilaksanakan pada DAS dengan aliran mantap