jurusan ta fsir hadis jurusan tafsir hadis...

82
ANALISA KRITIS TERHADAP SURAH AL-FÎL DALAM TAFSIR AL-KHÂZIN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Usuluddin Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud) Oleh : Ahmad Khozin Nim : 104034001191 JURUSAN TA JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M.

Upload: haduong

Post on 01-Apr-2019

248 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

ANALISA KRITIS TERHADAP SURAH AL-FÎL DALAM TAFSIR AL-KHÂZIN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Usuluddin Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Oleh :

Ahmad Khozin Nim : 104034001191

JURUSAN TA

FSIR HADIS

JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1432 H/2011 M.

Page 2: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

ANALISA KRITIS TERHADAP SURAH AL-FÎL DALAM TAFSIR AL-KHÂZIN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud)

Oleh :

Ahmad Khozin Nim : 104034001191

Pembimbing

Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A NIP : 197110031999032001

JURUSAN TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1432 H/2011 M

Page 3: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 4: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. atas segala

nikmat yang telah diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

ini yang berjudul “ANALISA KRITIS TERHADAP SURAH AL-FÎL DALAM

TAFSIR AL-KHÂZIN”. Shalawat serta salam penulis limpahkan kepada Nabi

Muhammad saw.

Penulisan skripsi ini nampaknya tidak akan terwujud seperti ini tanpa adanya

partisipasi dari berbagai pihak yang telah memberikan solusi dalam menghadapi segala

kesulitan penulis dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin Faqih, M.A. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Bustamin, M.Si., Selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, M.A., selaku Sekretaris Jurusan sekaligus Dosen

Pembimbing yang selalu sabar membimbing penulis sampai selesai.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan wawasan intelektual selama penulis

“menimba” ilmu di Jurusan tersebut.

5. Pimpinan dan Seluruh Staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas

Ushuluddin, dan Perpustakaan Iman Jama’.

6. Kedua Orang Tua Penulis Bapak H. Muhammad Sa’duddin (almarhum), dan Ibu

Hj. Atiqoh yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.

Page 5: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

ii

7. Kakak-kakak dan adik yang penulis sayangi, terima kasih atas doanya.

8. Marcos Nasution, S.E, Wahiduddin, S.E, Ahmad Zaeni (Madun), S.Th.I, Rahmat

Syaiful, S.Th.I, Jaya Cahyadi, S.Ud, Muzakky, Asyari Hasan, Badru el Salam,

Juanda, Wahyu Ariadi, S.E. Juga teman di Fakultas Ushuluddin khususnya

Jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2004, yang selalu

ceria dan bersemangat, terima kasih atas sarannya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu saran dan kritik amat penulis harapkan untuk memperbaiki skripsi ini semoga

bermanfaat untuk kita semua

Jakarta, 07 Maret 2011

Penulis,

Page 6: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 7: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 8: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 9: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 10: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 11: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ibarat menimba air zam-zam di Tanah Suci, pembahasan mengenai tafsir tidak

akan pernah ada habisnya. Hal ini paling tidak karena tafsir melahirkan bentuk serta

gaya penulisan. Ada yang menulis tafsir secara konvensional yang dikenal dengan

metode tahlîlî, secara global, ijmâlî, dan ada juga yang menulis tafsir berdasarkan tema-

tema besar dalam al-Qur’an yang lebih dikenal dengan sebutan metode maudû‘î.1

Dalam hal ini, tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menafsirkan ayat-

ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut, seseorang terlebih

dahulu harus menguasai ‘Ulûm al-Qur’ân,2 seperti Ilmu Tata Bahasa Arab/Lughah,

Gramatika/Nahwu, Morfologi Bahasa Arab/Saraf, Turunan Kata-atau Akar

Kata/Isytiqâq, Ilmu Ma‘ânî (semantik Arab), Ilmu Bayân (termasuk semantik Arab),

Ilmu Badî‘ (bagian ilmu sastra) Ilmu Qirâ’ah (teori membaca), Ilmu Tentang Pokok-

Pokok Agama (UUsûl al-Dîn), Ilmu UsU ûl al-Fiqh, Ilmu Asbâb al-Nuzûl dan Qisâs, Ilmu

Nâsikh Mansûkh, Ilmu Fiqh, Ilmu Hadis Nabi saw. dan Ilmu pemberian Tuhan, dengan

demikian ia dikatakan dapat mengelaborasi dan menafsiri ayat-ayat al-Qur’an.3

1 Muhammad Quraish Shihab. “Kata Pengantar” dalam Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an.

(Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama, 2001). 2 Muhammad Nasib al-Rifa‘î, Taisîr al-Aliyy al-Qadîr Li Ikhtisâr Tafsîr Ibnu Katsîr. Terj.

Syihabuddin. (Jakarta:Gema Insani Press, 2000). 3 Muhammad ‘Alawi al-Malikî al-Hasanî, Zubdah al-Itqân Fî ‘Ulum al-Qur’ân. terj. Tarmana

Abdul Qasim. (Bandung: Mizan Media Utama, 2003) h. 282-284.

1

Page 12: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

2

Salah satu bidang kajian ‘Ulûm al-Qur’ân adalah mengenai Tarîkh al-Qur’ân

atau sejarah al-Qur’an. Al-Qur’an memberikan ruang terhadap ayat-ayat yang

menceritakan bahkan menggambarkan tentang sejarah umat terdahulu. Hal itu terbukti

terdapat 1600 ayat yang mengemukakan tentang kisah, itu belum termasuk ayat-ayat

Tamsiliyat yang juga menceritakan tentang umat-umat terdahulu.

Tujuan diturunkannya ayat-ayat mengenai kisah ini adalah agar manusia dapat

mengambil pelajaran, hikmah dan manfaat dari peristiwa tersebut.4 Di sisi lain

pentingnya ayat-ayat mengenai kisah ini setidaknya memberikan semangat agar setiap

tindakkan dan prilaku manusia terdapat rambu-rambu, dan hal itu bertujuan agar

manusia tidak terjerumus kepada nilai-nilai negatif, apalagi yang berkaitan dengan

akidah.

Di antara banyaknya kisah yang tercantum dalam al-Qur’an. Terdapat sebuah

kisah yang menarik perhatian, yaitu kisah pasukan bergajah yang dipimpin oleh

Abrahah, penguasa Yaman yang berada di bawah kekuasaan Negus di Ethiopia,

membangun sebuah gereja di kota Shan’a yang dinamai al-Qullais, sebuah bangunan

yang tinggi menjulang ditaburi permata setiap penjurunya. Di sisi lain ia bertekad ingin

memindahkan perhatian warga Arab, bukan ke Ka‘bah lagi.5

Misi yang dipimpin oleh Abrahah ini tercium oleh penduduk Mekah, dan banyak

di antara mereka yang tersinggung. Salah satunya seorang dari penduduk Kinânah

berkunjung ke gereja tersebut kemudian membuang kotorannya, yang tentu tujuannya

4 Jalâludîn ‘Abdurahmân al-Suyûtî, Al-Itqân Fi Ulûm al-Qur’an. (Kairo: Dâr al-Kutub Ilmiyah,

1995), jilid II. h. 77. 5 Al-Rifa‘î, Taisîr al-Aliyy al-Qadîr. h. 1046. jilid. 4

Page 13: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

3

untuk menghina Abrahah dan gereja yang dibangunnya. Dari sinilah Abrahah sangat

marah, bersama pasukannya, ia bermaksud menyerang kota Mekah.6

Penyerbuan yang dilakukan Abrahah dengan pasukannya mengalami kebuntuan,

karena dalam hal ini Allah swt. turun tangan. Peristiwa ini terjadi pada tahun 570 M.

dan dijadikan oleh orang Arab sebagai awal penanggalan yang mereka namai ‘âmu al-fîl

(Tahun Gajah). Dan pada tahun itulah Rasulullah saw. dilahirkan.7

Kegagalan Abrahah dalam menyerang Mekah difahami oleh para ulama tafsir

dengan pemahaman yang berbeda. Muhammad ‘Abduh misalnya, ia mengemukakan

bahwa kegagalan pasukan bergajah terhambat karena pada waktu itu terjadi wabah

penyakit campak atau cacar yang tersebar di lokasi tentara bergajah.8 Pendapat Abduh

di atas ditolak oleh sekian banyak ulama, salah satunya Muhammad Mutawallî al-

Sya‘rawî. Ia mengutarakan bahwa ayat ke-lima surah al-Fîl. Menggunakan kata fa yang

menunjukkan singkatnya waktu antara peristiwa yang ditunjuk kata sesudah huruf fa.

surah al-Fîl ini juga mengandung isyarat bahwa apa yang terjadi itu adalah ”Perbuatan

Tuhan” dan peristiwa tersebut di luar hukum sebab akibat yang lumrah diketahui.

Peristiwa ini semata-mata perbuatan Tuhan dan tidak dapat diukur dengan ukuran yang

berlaku dengan kebiasaan makhluk Tuhan.9

Adapun al-Marâghî mengemukakan bahwa surah al-Fîl secara umum

membicarakan seorang panglima yang gagah dan perkasa hendak merusak dan

menghancurkan Ka’bah sehingga ia dapat memindahkan tempat peribadatan orang-

6 Muhammad Quraish Shihab. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, 2003. vol. 15. h. 523.

7 Shihab. Tafsir al-Mishbah. vol. 15. h. 523. 8 Shihab. Tafsir al-Mishbah. vol. 15. h. 523. 9 Shihab. Tafsir al-Mishbah. vol. 15. h. 527-529.

Page 14: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

4

orang ke negerinya. Namun upayanya terhalang akibat terserang penyakit yang

sebelumnya tidak pernah terjadi mengerogoti pasukan Abrahah hingga kulit bahkan

seluruh tubuh pasukan bergajah habis terkelupas dan mereka lari terkekeh-kekeh.

Adapun pemimpinan mereka, Abrahah pun demikian, dagingnya rontok secara bertahap

hingga menembus ke jantung hatinya dan dadanya terpecah dua hingga akhirnya ia

tewas di Shan’a. Itulah balasan Allah swt. terhadap kaum yang durhaka dan angkuh

melebihi kekuasaan-Nya.10

Walau bagaimanapun, itu semua pendapat ulama yang perlu dihormati. Namun

alangkah lebih menariknya kalau mencermati pendapat ulama Baghdad yang hidup kira-

kira pertengahan abad ke-3. yaitu ‘Alî bin Muhammad bin Ibrâhîm al-Baghdâdî, yang

lebih populer dikenal dengan nama al-Khâzin. Dalam tafsirnya, Tafsîr al-Khâzin: Lubâb

al-Ta’wîl Fî Ma‘ânî al-Tanzîl. Ia mencoba mendeskripsikan pendapatnya mengenai

surah al-Fîl, ter-utama berkaitan dengan pasukan bergajah yang dipimpin oleh Abrahah.

Pasukan bergajah diabadikan dalam salah satu surat dalam al-Qur’an yaitu surah

al-Fîl. Surah ini mempunyai keistimewaan tersendiri, sampai banyak ulama mengkritisi

secara rasional maupun irasional, termasuk di dalamnya al-Khâzin ulama klasik yang

mencoba mengkritisi dengan berbagai pendekatan. Yang menarik dari pembahasannya

adalah langkah-langkahnya ketika menafsiri ayat-ayat al-Qur’an berkaitan dengan tafsir

yang penulis kaji. Salah satunya pendekatan bahasa dan kajian mengenai Isrâiliyah.

Dalam hal ini, penulis sangat ter-inspirasi untuk mengetahui bahkan mencoba

mengkritisi pendapat al-Khâzin lebih mendalam pada Tafsîr al-Khâzin: Lubâb al-Ta’wîl

10 Ahmad Mustafa al-Marâghî, Tafsîr al-‘Azîm al-Marâghî (Dâr Ilmiyah, Kaira) h. 424.

Page 15: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

5

Fî Ma‘ânî al-Tanzîl, mengenai surah al-Fîl. Bagaimana sejarahnya terjadi peristiwa

penyerangan pasukan bergajah terhadap kota Mekah? Adakah keterkaitan kisah

isrâiliyah pada Tafsîr al-Khâzin? Apakah penafsiran al-Khâzin pada surah al-Fîl

terpengaruh dengan pola penafsiran sebelumnya? Lalu siapakah seseorang yang

mempengaruhi penafsiran al-Khâzin? Dan apakah kisah pasukan bergajah memang

terjadi pada zaman dahulu?

Dari latar belakang inilah, penulis memilih judul ANALISA KRITIS

TERHADAP SURAH AL-FÎL DALAM TAFSIR AL-KHÂZIN.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam skripsi ini banyak sekali permasalahan yang penulis temukan. Di

antaranya mengenai sejarah Abrahah, sejarah tersebut sering dikemukakan oleh para

ulama, ada yang menguraikannya dengan pendekatan Isrâiliyat ada juga yang

mengemukakan dengan pendekatan rasionalnya. Di sisi lain pendekatan kebahasaan

amat mempengaruhi pola penafsiran, oleh karena itu banyak mufasir yang

mengemukakan pandangannya mengenai surah al-Fîl. Dengan demikian, penulis

membatasi study kritis penafsiran surah al-Fîl ini pada penafsiran al-Khâzin.

Meskipun penafsiran surah al-Fîl ini penulis hanya terkonsentrasi pada al-

Khâzin, namun penulis tidak menutup kemungkinan untuk mengutip mufasir lain

seperti, Ibn Katsir, Fakhrudin ar-Razi dan Quraish Shihab. Hal ini bertujuan untuk

memperkaya khazanah karya penulis.

Page 16: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

6

Sedangkan perumusan masalahnya adalah, apa dan bagaimana pola penafsiran

al-Khâzin pada surah al-Fîl?

C. Kajian Pustaka

Kajian tafsir yang erat kaitannya dengan kisah di dalam al-Qur’an telah berulang

kali diteliti. Baik dalam buku, artikel maupun skripsi. Sejauh ini penulis temukan dalam

skripsi buah tangan Ahmad Baihaqi dengan judul al-Baqarah dan Keangkuhan Banî

Isrâ’îl (Study Kritis Surah al-Baqarah ayat 67 sampai dengan 74). Ia menyajikan tentang

sejarah awal kisah Banî Isrâ’îl sampai dengan memasuki abad modern dengan

penyampaian yang luas. Dan yang lebih menarik menurutnya adalah kisah Banî Isrâ’îl

pada masa Nabi Mûsâ as. Dalam hal ini ia banyak mengemukakan pendapat para

mufasir, di antaranya adalah al-Zamakhsyarî, al-Baidawî, al-Khâzin, Muhammad

Husain al-Thabathaba’î, Muhammad Mutawalli al-Sya‘râwî, Muhammad Rasyîd Ridâ,

Quraish Shihab, Mustafâ al-Maraghî, Muhammad Alî al-Sabunî dan Wahbah al-Zuhailî.

Selain itu ia juga mengutip dari Ahmad Salabî dan Dafid F. Hinson.11

Di tempat lain, Rasul Karim mengemukakan tentang kisah dalam skripsinya

“Kisah Perjalanan Nabi Mûsâ as. dan Abdun Saleh dalam Surah al-Kahfi ayat 66

sampai dengan ayat 78. (Study Komparatif Penafsiran HAMKA dan Quraish

11 Ahmad Baihaqi, “Al-Baqarah dan Keangkuhan Banî Isrâ’îl (Study Kritis Surah al-Baqarah

ayat 67 sampai dengan 74). (Skripsi S 1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008).

Page 17: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

7

Shihab)”.12 Begitupula Endoy Diyaudin dalam skripsinya, ia mengemukakan “Kisah

Tâlût dalam al-Qur’an: Kajian atas Tafsîr Tahrîr wa Tanwîr”.13

Selain itu dalam kajian tokohnya, Dede Afandi dalam skripsinya “Metode al-

Khâzin Dalam Menafsirkan al-Qur’an (Study Ayat Ahkam Bidang Ibadah).” Dalam hal

ini ia lebih banyak mengemukakan pandangan al-Khâzin mengenai aspek-aspek ibadah

di antaranya mengenai ayat-ayat thaharah, shalat, zakat, puasa dan haji.14

Kajian mengenai kisah memang tidak sedikit jumlahnya. Akan tetapi tidak ada

satupun yang mengkaji dan menyinggung secara khusus tentang surah al-Fîl menurut

al-Khâzin. Oleh karena itu, penulis menemukan ruang kosong dalam khazanah

kepustakaan Islam yang dibahas secara khusus. Dengan ini, penulis berharap bisa

mendeskripsikannya tentang pembahasan mengenai Analisa Kritis surah al-Fîl dalam

Tafsir al-Khâzin.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:

1. Kajian Sejarah Pasukan Bergajah dalam surah al-Fîl perlu diangkat dan

dibahas secara detail dan sistematis, terutama pada tafsir yang ditulis oleh al-

12 Rasul Karim, “Kisah Perjalanan Nabi Musa as. dan Abdun Saleh dalam Surah al-Kahfi ayat 66

sampai dengan ayat 78”. (Study Komparatif Penafsiran HAMKA dan Quraish Sihab). (Skripsi S 1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,, 2007).

10 Endoy Diyaudin, “Kisah Tâlût dalam al-Qur’an: Kajian atas Tafsîr Tahrîr wa Tanwîr”. (Skripsi S 1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007).

11 Dede Afandi, “ Metode al-Khâzin Dalam Menafsirkan al-Qur’an (Study Ayat Ahkam Bidang Ibadah).”. (Skripsi S 1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005).

Page 18: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

8

Khâzin, sehingga wawasan serta pandangan yang disajikan oleh al- Khâzin

dapat diterima dan difahami dengan baik. Kelebihan dan kekurangannya

dapat terlihat dengan jelas. Aktivitas tersebut dilakukan dengan cara

menganalisa secara cermat tentang hal-hal yang berkaitan dengan Sejarah

Pasukan Bergajah dalam surah al-Fîl.

2. Guna melengkapi salah satu persyaratan pada akhir program S1 Fakultas

Ushuludin Jurusan Tafsir Hadis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam

meraih gelar S.Th.I.

E. Metode Penelitian

Pada penelitian ini, metode yang penulis gunakan adalah metode kepustakaan

(Library Research), penulis mencoba mengumpulkan data lalu dielaborasi dan analisis

sesuai dengan kajian yang hendak penulis kritisi. Dengan langkah inilah penulis

mendapatkan sumber data. Adapun sumber data primer yang menjadi rujukan penulis

adalah Tafsîr al-Khâzin: Lubâb al-Ta’wîl fi Ma’ânî al-Tanzîl. Karya ‘Alî bin

Muhammad bin Ibrâhîm al-Baghdadî al-Khâzin. Sedangkan sumber skundernya adalah

Tafsîr al-Mishbah, Tafsîr al-Sya’râwî, Tafsîr Fî Zilâl al-Qur’ân, Tafsîr wa al-

Mufasirûn, Lisân al-Arab, al-Râhîq al-Makhtûm Bhatsun Fî al-Sîrah al-Nabawiyah

‘Alâ Sâhîbihâ Afdâl al-Salât wa al-Salâm. serta buku, artikel dan sumber lainnya yang

berkaitan dengan judul yang penulis bahas. Selanjutnya penulis menambah pada data

sekunder tersebut seperti: Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an karya Manâ Khali al-Qattân,

Manâhil al-‘Urfân Fî ‘Ulûm al-Qur’ân.

Page 19: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

9

Dalam pembahasan skripsi ini penulis menggunakan metode “Deskriptif

Analitif”, yaitu memberi gambaran tentang surah al-Fîl dan Kisah Abrahah kemudian

dianalisa secara kritis dengan sumber data yang penulis peroleh.

Di samping itu, dalam mencapai penulisan yang baik dan benar sebagaimana

layaknya sebuah karya tulis. Maka penulis skripsi ini berpedoman pada buku “pedoman

penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuludin dan Filsafat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2007”.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini penulis susun dalam lima bab, yaitu:

Bab pertama adalah pendahuluan. Dalam bab ini penulis mengemukakan latar

belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, kajian pustaka, tujuan

penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua, penulis kemukakan mengenai al-Khâzin dan Tafsir nya. Dalam bab

ini penulis kemukakan biografi, kondisi intelektual dan sekilas tentang karya-karya al-

Khâzin. Dalam hal ini penelitian Tafsîr al-Khâzin: Lubâb al-Ta’wîl fi Ma‘ânî al-Tanzîl,

lebih diutamakan. Di sisi lain, penulis juga mengemukakan tentang pengaruh Tafsîr al-

Khâzin pada Tafsîr setelahnya.

Bab ketiga mengenai surah al-Fîl. Penulis memuat tentang pengertian al-Fîl dan

nama-nama lain dari surah al-Fîl. Lebih dari itu, pada bab ini penulis juga

mengutarakan tentang pandangan ulama Tafsir mengenai surah al-Fîl, lalu

dikemukakan bagaimana sistematika penafsiran al-Khâzin dalam menafsirkan surah al-

Page 20: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

10

Fîl. Lebih jauh penulis juga menyampaikan korelasi antara surah al-Fîl dengan surah

sebelum dan surah sesudahnya.

Bab keempat adalah analisis kritis surah al-Fîl dalam Tafsîr al-Khâzin. Dalam

bab ini penulis kemukakan penafsiran al-Khâzin mengenai surah al-Fîl, terutama

mengenai kisah Abrahah yang memuat bagaimana terjadinya Pra, Proses dan Pasca

Penghancuran yang dilakukan Abrahah terhadap Ka‘bah. Selanjutnya penulis akan

mengkritisi pendekatan bahasa dan Israiliyah pada Tafsîr al-Khâzin: Lubâb al-Ta’wîl Fî

Ma‘ânî al-Tanzîl. Lebih jauh penulis akan kemukakan hikmah dan pelajaran yang dapat

dipetik dari kisah ini.

Bab kelima adalah penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran.

Page 21: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 22: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 23: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 24: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 25: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 26: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 27: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 28: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 29: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 30: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 31: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 32: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 33: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 34: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 35: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 36: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 37: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 38: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 39: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 40: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 41: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 42: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 43: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 44: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 45: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 46: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 47: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 48: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 49: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 50: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 51: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 52: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,
Page 53: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

BAB IV

KRITIK SURAH AL-FÎL DALAM TAFSIR AL-KHÂZIN

A. Kritik Kisah Abrahah dalam Surah al-Fîl dalam Tafsir al-Khâzin

Secara garis besar, penulis mempetakan kisah Ashâb al-Fîl menjadi tiga bagian

penting.

1. Pra Penghancuran.

Mengenai hal ini, al-Khâzin membahas secara singkat di dalam tafsirnya apa

dan bagaimana kronologi dan motif apa yang mendorong Abrahah1 untuk

menghancurkan Ka‘bah dan menggantinya dengan Gereja yang dibangunnya di

Shan’a. al-Khâzin tidak merinci secara detail tentang hal itu, di dalam tafsirnya

hanya diawali dengan riwayat yang dikutip oleh al-Khâzin yang berasal dari

Muhammad bin Ishâq dari Sa‘îd Ibn Jâbir, dari ‘Ikrimah dan Ibn ‘Abbâs serta al-

Wâqidî tentang pengiriman tentara yang dilakukan Raja Najasyî (Habasyah) yang

dipimpin oleh Abrahah bin al-Sibah Ibn Yaksûm.2

1 Nama Abrahah memang tidak pernah disebut secara eksplisit dalam al-Quran, namun seluruh

ulama tafsir sepakat bahwa cerita tentang “ashâb al-fîl” yang disinggung dalam al-Quran surah al-Fîl [105] ayat 1-5 berkenaan dengan kisah Abrahah dan seluruh pasukannya. Abrahah adalah salah seorang penguasa yang di tanam kerajaan Habasyah (Ethiopia) di Yaman, daerah yang berada di bawah pengaruh raja Etiopia dari Aksum (+ 530-575). Nama Abrahah menonjol akibat perannnya dalam usaha merebut kota Mekah pada tahun, yang populer dalam sejarah Arabia disebut “Tahun Gajah”. Di tahun itulah dilahirkan Muhammad bin Abdullah yang 40 tahun kemudian itu menjadi Rasulullah. Sebagai jalur perdagangan antara Laut Hindia dan Laut Tengah, Yaman yang dikenal dalam tulisan Yunani sebagai Arabia Felix menjadi ajang perebutan pengaruh Persia dan Ethiopia. Atas dukungan Bizantium sejak awal abad ke-6 penguasa-penguasa Ethiopia berusaha melepaskan Yaman dari pengaruh Persia. Hanya sepeninggal raja Yaman yang memeluk agama Yahudi, Dzu Nuwas, Yaman dapat dikuasai orang-orang Ethiopia di bawah Abrahah dan dijadikan suatu “wilayah otonomi. M. Ishom el-Saha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Quran: Tempat, Tokoh, Nama dan Istilah dalam al-Quran (Jakarta: Lista Fariska Putra, 2005). h. 13.

2 Abû al-Hasan ‘Alau al-Dîn ‘Alî bin Muhammad bin Ibrâhîm bin ‘Umar bin Khalîl al-Syaihî, al-Khâzin, Lubâb al-Ta’wîl fî Ma‘ânî al-Tanzîl (Libanon: Dâr al-Fikr, 1979), juz VII. h. 290.

43

Page 54: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

44

Hal yang paling mendasar tentang invasi yang dilakukan oleh Abrahah ke

Mekah adalah terjadi manakala ia melihat orang-orang berbondong-bondong untuk

melakukan ibadah haji, terinspirasilah dalam benak Abrahah untuk menyaingi

Ka‘bah, ia membangun sebuah Gereja yang diberi nama Qullais. Gereja ini

dibangun secara besar-besaran di kota Shan’a agar orang-orang berbondong-

bondong ke sana guna beribadah sebagaimana halnya orang-orang berbondong-

bondong melakukan ibadah haji di kota Mekah, bukan mendapat sambutan tetapi

Gereja tersebut malah dijadikan sebagai tempat buang kotoran oleh salah seorang

yang bernama Mâlik bin Kinânah.

Di sisi lain tampuk kekuasaan telah dipegang oleh Abrahah, ia telah

mengalahkan pihak musuh yang tidak disebut dalam tafsir al-Khâzin. Namun

mengenai hal ini, menurut dari beberapa literatur sejarah bahwa peristiwa ini diawali

dengan perebutan kekuasaan yang dilakukan oleh Abrahah merebut kekuasaan yang

dimiliki Habasyah di Yaman dari tangan Aryath, yang dapat mengakibatkan orang-

orang Habasyah terpecah menjadi dua kubu. Masing-masing kubu menyerang kubu

lainnya. Abrahah menulis surat untuk Aryath, kemudian Aryath pun membalasnya.3

Mereka berdua bertemu dan terjadi pertengkaran di antara mereka, Abrahah

mencoba melarikan diri namun Aryath mengangkat tombak kecil dan memukul

Abrahah dengan sasaran ubun-ubunnya. Tombak kecil Aryath mengenai dahi

Abrahah. Akibatnya, kedua alis Abrahah, hidung, mata, dan bibirnya pun robek.

Karena itulah Abrahah dinamakan Abrahah al-Asyram (robek). Namun dari

3 Al-Khâzin, Lubâb al-Ta’wîl, juz VII. h. 290-291.

Page 55: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

45

belakang Abrahah, ia pun menyerang Aryath dan berhasil membunuhnya. Setelah

itu, pasukan Aryath bergabung dengan Abrahah dan orang-orang Habasyah di

Yaman bersatu di bawah pimpinannya, dan Abrahah membayar diyat (uang darah)

atas kematian Aryath.4 Dan kejadian inilah yang mengawali keangkuhan Abrahah.

Di sisi lain, invasi Abrahah ke kota Mekah bukan hanya ingin

menghancurkan Ka‘bah atas kekuasaan yang telah dimilikinya dan nampaknya juga

bukan hanya untuk mengalihkan orang-orang yang melaksanakan ibadah haji

sebagaimana yang ia lihat ketika mereka berbondong-bondong sedang datang ke

Mekah untuk melaksanakan ibadah haji. Tetapi ada hal yang sangat penting

menurutnya, yaitu kedengkian terhadap masyarakat Arab sehingga dia bermaksud

mengalihkan kemuliaan dengan adanya Ka‘bah itu kepada diri dan bangsanya.

Adapun kedengkiang itu adalah tujuan politik untuk menguasai jalur perekonomian

Mekah dan daerah tersebut.5 Karena daerah tersebut sangat menjanjikan untuk

perkembangan ekonominya.

Penulis memandang awal pra penghancuran ini, bahwa al-Khâzin

menyampaikan kisah invasi Abrahah ke Mekah amat panjang lebar, namun tidak

ada yang membedakan pendapatnya dengan pakar sejarah yang memulai kisah ini

berawal dari banyaknya orang-orang yang melakukan ibadah haji ke Mekah. Di sisi

lain penulis lebih tertarik ketika M. Quraish Shihab menyampaikan permasalahan

yang lebih penting selain ibadah haji, yaitu adanya kedengkian pada diri Abrahah,

4 Abû Muhammad ‘Abdul Mâlik bin Hisyâm al-Muafirî, al-Sîrah al-Nabawiyyah Li Ibni

Hisyâm. Penerj. Fadhli Bahri (Jakarta: Darul Falah, 2000 M.) h. 32-33. 5 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran (Jakarta:

Lentera Hati, 2002) vol 15. h. 618.

Page 56: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

46

yaitu adanya tujuan politik untuk menguasai jalur perekonomian Mekah dan daerah

tersebut

2. Proses Penghancuran.

Setelah melihat situasi dan kondisi kota Mekah yang menjanjikan, dan

dengan dalih bahwa Gereja Qullais yang telah dinodai dengan memfitnah bahwa

yang membuang kotoran di Gereja Qullais adalah salah seorang Arab tepatnya dari

warga sekitar Baitullah di Mekah, tempat orang-orang Arab berhaji kepadanya,

karena ia mendengar hal tersebut bahwa engkau akan mengalihkan haji orang-orang

Arab ke Gerejamu. Orang tersebut naik pitam sehingga buang kotoran di Gerejamu.

Ini artinya Gerejamu tidak layak dijadikan tempat untuk berhaji. Padahal yang

melakukannya adalah al-Kinani bukan dari sekitar Baitullah.6

Dalam hal ini, Abrahah tidak serta merta menyerang kota Mekah. Hemat

penulis sebagaimana tercantum di dalam tafsir al-Khâzin dan literature lainnya, ada

beberapa tahap yang harus dikerjakannya demi mencapai targetnya. Pertama

mengirim surat ke Raja Najasyi dengan kabar yang tidak baik itu, dan meminta

kepadanya untuk mengirimkan gajah-gajahnya, terdapat gajah kesayangan Najasyi

yang bernama Mahmud7 dan tidak ada gajah yang terlihat seperti ini sebelumnya

karena badanya sangat besar, dan kuat. Najasyi mengabulkan permintaan Abrahah

6 Al-Muafirî, al-Sîrah al-Nabawiyyah, h. 35. 7 Di dalam Tafsir al-Khâzin dikemukakan bahwa Mahmud adalah gajah kesayangan raja

Najasyi, tidak ada gajah yang terlihat seperti Mahmud. Ia berbadan sangat besar dan kuat. Mahmud dikirim oleh Raja Najasyi atas permintaan Abrahah untuk menaklukan kota Mekah dan menghancurkan Ka‘bah. al-Khâzin, Lubâb al-Ta’wîl, juz VII. h. 291. Di sisi lain ulama tafsir dan pakar sejarah pun demikian, mereka menamakan gajah yang dibawa Abrahah dengan nama Mahmud.

Page 57: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

47

dan mengirimkan pasukan gajahnya. Setelah mendapatkannya, Abrahah dan

pasukannya menuju kota Mekah untuk menghancurkan Ka‘bah. Namun sebelum

berangkat terjadilah perselisihan antara Abrahah dan Dzu Nafar yang menolak

pasukannya untuk mengkabulkan ambisi Abrahah, terjadilah pertempurana antara

Abrahah dan Dzu Nafar yang dimenangkan oleh Abrahah.

Kedua melakukan diplomasi dengan pimpinan kota Mekah, ‘Abd al-

Mutallib. Dengan dalih merampas semua binatang-binatang peliharaan orang-orang

Arab, termasuk 200 unta milik ‘Abd al-Mutallib. Abrahah dapat bertemu dengan

‘Abd al-Mutallib untuk memohon agar dikembalikan 200 ekor unta milik ‘Abd al-

Mutallib. Tetapi jawaban Abrahah berbeda dengan yang diharapkan. Abrahah

menjawab bahwa hendak menghancurkan Baitullah Rumah Suci Agama ‘Abd al-

Mutallib dan Agama nenek moyangnya.

Setelah mendapatkan haknya, ‘Abd al-Mutallib mengintruksikan kepada

kaumnya agar menhindar dari negeri ini, karena Abrahah dan pasukannya akan

menghancurkan Ka‘bah. Dan ‘Abd al-Mutallib hanya bisa bermunajat di depan

pintu Ka‘bah tatkala kaumnya tidak mampu untuk melawan pasukan Abrahah,

dalam munajatnya ia berkata, “Wahai Tuhan aku tidak mengharapkan Tuhan telain

Engkau. Wahai Tuhan cegahlah mereka untuk menghancurkan Ka‘bah ini.

Sesungguhnya musuh Ka‘bah ini adalah orang yang memusuhimu. Cegahlah

mereka agar penghancuran tidak terjadi terhadap Ka‘bah ini.”

Ketiga melalui penyerangan yang dilakukan oleh Abrahah dan tentara

bergajah. Dalam penyerangan ini Gajah yang bernama Mahmud enggan untuk

Page 58: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

48

mendekati Ka‘bah, sehingga yang mengendarainya memukul kepalanya, tetapi tetap

saja gajah itu tidak mau berdiri. Abrahah dengan semangatnya memberikan

komando untuk menghancurkan Ka‘bah.8

Namun pasukan Abrahah dengan begitu semangatnya, ketika suku Quraisy

sudah tidak dapat menunjukkan kekuatannya, dan di saat-saat genting dalam

penghancuran, nampaknya munajat ‘Abd al-Mutallib untuk menghindari Ka‘bah

dari bahaya ancaman pasukan Abrahah dikabulkan. Allah mengirimkan ribuan

burung-burung dari laut, yang di dalam al-Qur’an disebut dengan nama Abâbîl.

Dengan tiga batu, dua batu di kakinya dan satu batu di paruhnya, berbentuk bulat

dan padat dilemparkan kepada pasukan Abrahah, batu-batu itu menurut sejarah

sama sekali belum pernah ditemukan di muka bumi. Tetapi dahsyatnya hanya

dengan burung-burung yang membawa bebatuan saja mereka merasakan takut yang

luar biasa. Karena jika manusia terkena batu itu, maka ia akan binasa dan hancur

menjadi debu. Yang tidak kena lemparan batu, jumlahnya hanya sedikit sekali,

mereka melarikan diri kembali ke negerinya, tapi mereka bercerai berai dan tidak

mendapatkan jalan untuk kembali ke negerinya.9

Menurut M. Ishom el-Saha dan Saiful Hadi, bahwa Burung Abâbîl di dalam

al-Qur’an disebut hanya sekali saja, yakni dalam surah al-Fîl [105] ayat 3, “Dan Dia

mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong (Abâbîl)”. Dalam

ayat ini dan dua ayat berikutnya, disebutkan bahwa burung Abâbîl adalah burung

yang datang secara berbondog-bondong, dan dikirim Allah dengan membawa batu-

8 Al-Khâzin, Lubâb al-Ta’wîl, juz VII. h. 291-292. 9 Al-Khâzin, Lubâb al-Ta’wîl, juz VII. h. 292.

Page 59: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

49

batu panas, yang telah memperlakukan pasukan bergajah sedemikian rupa, sehingga

pasukan itu hancur seperti daun-daun yang dimakan ulat.

Abâbîl secara harfiah berarti yang datang secara berbondong-bondong.

Dalam Tafsir al-Qurtûbî sebagaimana dikutip oleh M. Ishom el-Saha dan Saiful

Hadi dijelaskan bahwa Muqatil menyatakan, “Kata Abâbîl itu berarti berkelompok

dan saling mengikuti satu sama lainnya dari belakang. Penjelasan yang sama juga

dapat dilihat dalam “Tafsîr al-Tabarî” dan “Tafsîr Jalâlain”. Sementara Ibnu

‘Abbâs dan Mujâhid menyatakan bahwa kata Abâbîl mengandung arti “berbeda-

beda dan terpisah yang datang dari segala penjuru”.

Menurut para ahli sejarah, peristiwa yang disebutkan dalam surah al-Fîl itu

adalah peristiwa penyerangan pasukan Abrahah-Gubernur Habasyah (Ethiopia)

yang berkuasa di Yaman ke kota Mekah pada tahun 571 M. untuk menghancurkan

Ka‘bah, namun pasukan yang sudah mendekati kota Mekah itu hancur sebelum

dapat melaksanakan maksudnya.

Adapun mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan burung yang

datang berbondong-bondong (Tair Abâbîl) itu, ada bermacam pemahaman di

kalangan para ahli (Ulama Tafsir), yang dapat disederhanakan menjadi tiga

pemahaman:

1. Abâbîl itu burung buas, yang datang berbondong-bondong membawa batu-batu

kecil yang mengandung kuman cacar atau penyakit ganas lainnya. Burung-

burung tersebut melempari paukan yang sebagian mengendarai gajah dengan

Page 60: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

50

batu-batu tadi, sehingga mereka semua dilanda oleh penyakit yang ganas, yang

menghancurkan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat.

2. Abâbîl itu kuman penyakit cacar atau penyakit ganas lainnya, yang berterbangan

dibawa hembusan angin. Kuman-kuman itulah yang menyerang pasukan

bergajah, sehingga mereka dilanda oleh wabah penyakit yang menghancurkan

dan membinasakan mereka, seperti daun-daun yang dimakan ulat.10

3. Abâbîl itu burung buas pemakan bangkai, yang datang berbondong-bondong,

segera setelah pasukan bergajah itu mati bergelimpangan akibat terserang

penyakit cacar atau penyakit ganas lainnya. Burung-burung itu berpesta pora

mencabik-cabik tubuh mayat-mayat yang bergelimpangan dengan paruh dan

cakar-cakar kaki mereka, menghempaskan daging yang sudah terkoyak-koyak

itu ke atas batu, agar lebih tercerai-berai dan dapat dimakan. Dalam pemahaman

ini, ungkapan tarmîhim bihijârat difahami dengan pengertian bahwa burung itu

melemparkan, memukulkan, atau menghempaskan bagian-bagian tubuh mayat

pasukan itu ke atas batu-batu, bukan dengan pengertian melempari mereka

dengan batu-batu (bi) tidak diartikan “dengan”, tapi diartikan ‘ala, “ke atas”).

Karena itulah, keadaan Abrahah dan bala tentaranya menjadi hancur lebih dan

tercerai-berai, yang dalam al-Qur’an diibaratkan seperti daun-daun yang

dimakan ulat.11

10 M. Ishom el-Saha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Quran. h. 6. 11M. Ishom el-Saha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Quran. h. 7.

Page 61: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

51

Pasukan Abrahah morat marit akibat serangan burung-burung itu. Pasukan

Abrahah keluar dari negeri Mekah dalam keadaan bingung, sebagian pasukannya

berguguran di tengah Perjalanan. Mereka dibinasakan oleh Allah dengan

mengirimkan penyakit di badan Abrahah, seperti cacar lepra, setiap detiknya luka

itu mengeluarkan darah dan bau. Ketika tiba di Shan’a Abrahah dan pasukannya

masih diiringi oleh burung di atasnya, sambil menyerang mereka sampai mereka tak

berdaya dan mati. Itulah kekuasaan Allah yang hanya sekejap dapat melumpuhkan

pasukan bergajah yang dipimpin oleh Abrahah, yang mengaku bahwa pasukannya

amat kuat dan disegani.

Pada proses penghancuran Ka‘bah ini, hemat penulis al-Khâzin lebih

mengendepankan kisah tentang proses diplomasi antara Abrahah dengan ‘Abd al-

Mutallib dan situasi dan kondisi tentara Abrahah menyerang Ka‘bah. Di sisi lain al-

Khâzin mengemukakan gajah Najasyi, Mahmud, yang menderum saat diperintahkan

untuk menyerang Ka’bah, ia tidak berani untuk maju menuju Ka‘bah karena takut,

ia selamat dalam peristiwa itu. Adapun gajah yang berani menuju Ka’bah dan

hendak menyerang Ka’bah, gajah-gajah itu pun hancur diserang oleh burung-burung

itu.

Selanjutnya al-Khazin mengemukakan bahwa uniknya burung-burung itu

menghujani mereka dengan kerikil yang ada di paruhnya, dan setiap batu telah

tertulis nama dari tentara Abrahah. Batu itu menghantam mereka, sehingga ada

seorang tentara yang hancur kepalanya sampai otaknya berantakan sebab terkena

lemparan batu itu. Gajah-gajah serta kendaraan mereka ludes hangus, sampai

Page 62: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

52

mereka penasaran apa yang telah terjadi kepada tentara Abrahah dan dicobalah

untuk membelah gajah itu, tapi mereka tidak menemukan apa-apa.

Namun dalam hal ini ada satu hal yang tidak diungkap secara tegas oleh al-

Khâzin, yaitu penyerangan burung-burung tersebut merupakan kekuasaan Allah swt.

Karena ada faktor sebab akibat. Di sisi lain dalam menghancurkan pasukan Abrahah

penyerangan tersebut menrupakan wabah penyakit cacar ganas yang berjangkit

ketika itu sehingga siapa pun orangnya yang terkena penyakit tersebut akan mati

perlahan-lahan.

3. Pasca Penghancuran.

Pasca dihancurkan oleh kekuasaan Allah swt. dengan hanya pasukan burung

Abâbîl, menurut riwayat yang menjadi referensi al-Khâzin bahwa Abrahah tidak

langsung mati. Tetapi ia terkena wabah penyakit akibat serangan burung-burung

tersebut. Lanjut al-Khâzin, bahwa burung yang dimaksud membawa virus seperti

cacar atau lepra. Jika manusia terkena, maka setiap detiknya mengeluarkan darah

dan berbau busuk. Sampai di negeri Shan’a pun burung-burung terus mengejar

Abrahah dan pasukannya sehingga mereka tak berdaya dan akhirnya mereka tewas

di Shan’a.12

Di dalam tafsir al-Khâzin disebutkan bahwa ‘Abd al-Mutallib

mengemukakan rupa burung itu seperti burung-burung yang kecil terlihat dari

kejauhan dan di paruhnya terdapat kerikil yang panas, dan burung itu saling

12 Al-Khâzin, Lubâb al-Ta’wîl, juz VII. h. 293.

Page 63: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

53

beriringan satu sama lain. pemimpin kelompok itu adalah burung yang paruhnya

berwarna merah dan kepalanya berwarna hitam legam, lehernya panjang. Mereka

datang lalu menyerang tentara Abrahah dengan cara mematuk kepalanya.13

Di tempat lain ada yang berkata bahwa pasukan habasyah jatuh berguguran

dan tewas di tempat atau di Padang Sahara. Abrahah sendiri mendapat luka di

tubuhnya, kemudian ia digotong oleh anak buahnya, namun tubuhnya berjatuhan

satu demi satu dan mengeluarkan darah dan nanah. Itulah Abrahah sesampainya di

Shan’a yang berubah seperti anak burung. Abrahah meninggal dadanya terpisah dari

hatinya.14

Dalam hal ini pun al-Khâzin menyampaikan perbedaan pendapat mengenai

kematian Abrahah. Dikatakannya bahwa Abrahah selamat, tetapi setelah bertemu

Raja Najasyi ia tewas. Demikianlah kekuasaan Allah swt. terhadap siapa saja yang

hendak melawan dengan ketentuan-Nya. Hanya dengan sekejap manusia yang

angkuh dapat dilumpuhkan oleh-Nya. Wallahu A‘lam.

Lebih jauh, dalam penyerangan, burung-burung itu menggunakan batu-batu

itu tidak pernah ditemukan di atas permukaan bumi, sebab batu itu menembus

sampai dasar tanah yang amat panas. Selanjutnya ‘Abd al-Mutallib menyiapkan

cangkul untuk menggali sebuah lobang bekas jatuhnya batu tersebut. Dengan galian

yang sangat dalam ia tidak menemukan sama sekali batu yang dicari, akan tetapi

dengan galian bekas batu-batu yang dihujani oleh burung-burung Abâbîl itu, ‘Abd

al-Mutallib melihat lobang penuh dengan emas, dan berlian/mutiara. Dan Abu

13 Al-Khâzin, Lubâb al-Ta’wîl, juz VII. h. 294. 14 Muhammad Nasib al- Rifa‘i, Taisîr al-‘Aliyy al-Qadîr li Ikhtisâr Fî Tafsîr Ibnu Katsîr. Penerj.

Syihabbuddin. (Jakarta: Gema Insani Press, 2000). Jilid 5. h. 1049.

Page 64: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

54

Mas‘ûd pun menggali lubang seperti yang dlakukan oleh ‘Abd al-Mutallib, ia pun

mendapatkan hal yang sama seperti ‘Abd al-Mutallib.15

Dari berbagai macam pendapat para ulama, hemat penulis dalam hal ini yang

perlu diketengahkan di mana ada ulama yang berpendapat bahwa peristiwa yang

suprarasional, atau kisah yang penuh dengan imdâd al-ghaibîy, bantuan dari alam

ghaib, tidak akan terjadi peristiwa yang luar biasa itu kecuali hanya untuk

menghancurkan pasukan bergajah. Di sisi lain ada yang mengatakan bahwa ini

adalah campur tangan Tuhan dengan menggunakan aneka kehendak-Nya. Di tempat

lain bahwa peristiwa ini murni sebagai penyakit yang tersebar di lokasi tentara

bergajah akibat batu-batu kering yang berjatuhan di lokasi itu.16

Namun dari semua pendapat ulama, hemat penulis nampaknya lebih bijak

dengan mengemukakan bahwa peristiwa tersebut merupakan kekuasaan Allah swt.

dalam menyikapi makhluk-Nya yang hendak menghancurkan Rumah-Nya,

Baitullah. Lebih dari itu peristiwa ini menunjukkan kepada bangsa Arab, khususnya

orang-orang kafir Quraisy yang menyombongkan diri sebagaimana posisinya

sebagai pelayan Ka‘bah. Peristiwa ini mutlak sebagai kebesaran Allah swt.

B. Kritik Bahasa

Selain menguasai berbagai macam disiplin ilmu, namun satu hal yang menarik

bagi al-Khâzin dalam menafsirkan Tafsirnya, yaitu selalu menggunakan pendekatan

15 Al-Khâzin, Lubâb al-Ta’wîl, juz VII. h. 294. 16 Shihab, Tafsir al-Mishbah. Vol 15. h. 621-625.

Page 65: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

55

bahasa yang ma’tsur, pendekatan bahasa yang selalu dikutip dan sesuai dengan

pendapat para sahabat.

Dalam hal ini penulis mengetengahkan beberapa kata yang menurut penulis

patut untuk dikritisi berkaitan dengan pemahaman al-Khâzin dalam menafsirkan

tafsirnya. Yang pertama mengenai makna الفيل/al-Fîl. Kata tersebut menurut bahasa

digunakan dalam bentuk mufrad, tunggal. Hal tersebut karena pasukan Abrahah hanya

membawa seekor gajah. Di sisi lain ada juga ulama yang memahaminya dengan bentuk

jama’, hal tersebut berdasarkan kata al yang dirangkai dengan kata Fîl dan mengandung

makna jama’.

Sedangkan al-Khâzin ketika memahami kata al-Fîl, tidak banyak yang

dikemukakan apakah kata al-Fîl itu merupakan mufrad atau jama’. Terlepas dari itu

semua al-Khâzin hanya mengatakan bahwa kata al-Fîl hanya seekor gajah. Atau satu

gajah saja yang paling besar dan menjadi perbincangan dalam al-Quran yang bernama

Mahmud.17 Selanjutnya al-Khâzin juga mengemukakan bahwa kata al-Fîl merupakan

jama’ yaitu jumlah gajah yang ada pada pasukan bergajah adalah 8 (delapan) gajah, ada

juga yang mengatakan 12 (dua belas) ekor gajah.18

Bilangan-bilangan tersebut dikemukakan al-Khâzin tanpa memberi tahu sumber

dan rujukan beliau yang biasa dikemukakan ketika memahami dan menyatakan sesuatu

sebagai pendukung tafsirnya. Ia hanya mengatakan menurut pendapat, dalam

menafsirkan kata al-Fîl juga ia hanya mengatakan bahwa kejadian ini merupakan

17 Al-Khâzin, Lubâb al-Ta’wîl, juz VII. h. 291. 18 Al-Khâzin, Lubâb al-Ta’wîl, juz VII. h. 295. Shihab, Tafsir al-Mishbah. Vol 15. h. 617.

Page 66: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

56

petunjuk yang besar bahwasanya Allah mampu menjadikan mereka seperti itu dengan

Ilmu dan Hikmah-Nya.

Dalam hal ini, ada sebuah pertanyaan yang menyatakan bahwa kenapa harus

mengendarai gajah dalam menghancurkan Ka‘bah? Hemat penulis sebagaimana dikutip

dari Tafsîr al-Marâghî,19 bahwa Abrahah dan pasukannya mengendari hewan Gajah

menunjukkan kepada seluruh manusia yang ada pada waktu itu akan keperkasaan dan

kewibawaan Abarahah dan pasukannya. Di sisi lain, dengan mengendarai gajah, lawan-

lawan nampaknya merasa down (takut) terhadap kekuatan yang sangat sempurna

dilakukan oleh pasukan Abrahah.

Kata kedua yang penulis coba kritisi adalah kata ابابيل/Abâbîl. Kata ini adalah

bentuk jamak dari kata ibil. Kata tersebut bermakna kawanan yang banyak sekali, yang

datang dari segala penjuru dunia.20 Menurut sebagian ulama sebagaimana telah penulis

kemukakan di atas, bahwa Abâbîl itu merupakan burung buas yang datang berbondong-

bondong membawa batu-batu kecil yang mengandung kuman cacar atau penyakit ganas

lainnya. Burung-burung tersebut melempari pasukan yang sebagian mengendarai gajah

dengan batu-batu tadi, sehingga mereka semua dilanda oleh penyakit yang ganas, yang

menghancurkan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat.21

Lebih jauh dikatakan bahwa Abâbîl itu kuman penyakit cacar atau penyakit

ganas lainnya, yang berterbangan dibawa hembusan angin. Kuman-kuman itulah yang

menyerang pasukan bergajah itu, sehingga mereka dilanda oleh wabah penyakit yang

19Ahmad Musthafa al-Maraghi, Tafsîr al-‘Azîm al-Marâghî. Kairo: Maktabah Ilmiyah. Juz 30. h.

424. 20 Al-Rifa‘i, Taisîr al-‘Aliyy al-Qadîr li Ikhtisâr Fî Tafsîr Ibnu Katsîr. h. 1049. 21 Shihab, Tafsir al-Mishbah. Vol 15. h. 620.

Page 67: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

57

menghancurkan dan membinasakan mereka. Barangsiapa yang terkena virus itu, maka

dengan sekejap dapat hancur seperti daun-daun yang dimakan ulat.22

Abâbîl itu burung buas pemakan bangkai, yang datang berbondong-bondong,

segera setelah pasukan bergajah itu mati bergelimpangan akibat terserang penyakit

cacar atau penyakit ganas lainnya. Burung-burung itu berpesta pora mencabik-cabik

tubuh mayat-mayat yang bergelimpangan dengan paruh dan cakar-cakar kaki mereka,

menghempaskan daging yang sudah terkoyak-koyak itu ke atas batu, agar lebih tercerai-

berai dan dapat dimakan.23

Mengenai pemahaman ini, ungkapan tarmîhim bihijârat difahami dengan

pengertian bahwa burung itu melemparkan, memukulkan, atau menghempaskan bagian-

bagian tubuh mayat pasukan itu ke atas batu-batu, bukan dengan pengertian melempari

mereka dengan batu-batu (bi) tidak diartikan “dengan”, tapi diartikan ‘alâ, “ke atas”).

Karena itulah, keadaan Abrahah dan bala tentaranya menjadi hancur dan tercerai-berai,

yang dalam al-Quran diibaratkan seperti daun-daun yang dimakan ulat.24

Dalam hal ini al-Khâzin berbeda pendapat, menurutnya kata Abâbîl adalah

kelompok burung yang berpindah tempat, seperti unta pada umumnya. Ia mengutip

pendapat Ibnu ‘Abbâs yang berkata, bahwa Abâbîl itu adalah burung yang mempunyai

paruh seperti paruh burung yang lain, dan cekernya itu seperti anjing, dan kepalanya itu

seperti binatang buas, dan taringnya itu seperti taringnya binatang buas, warnanya hijau

dan paruhnya kuning. Ada juga yang mengatakan burung itu berwarna hitam yang

22 Muhammad ‘Abduh sebagaimana dikutip oleh Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-

Mishbah. Vol 15. h. 621. 23 M. Ishom el-Saha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Quran. h. 6. 24 M. Ishom el-Saha dan Saiful Hadi, Sketsa al-Quran. h. 7.

Page 68: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

58

datang berbondong-bondong dari laut, setiap burung membawa tiga batu, dua batu di

cengkramannya, dan satu batu di paruhnya. Apabila terkena batu itu pasti akan binasa.25

Mengenai kata Abâbîl, boleh jadi pendapat al-Khâzin dapat dibenarkan dengan

mengutip pendapat Ibnu ‘Abbâs. Hemat penulis, apa yang dikutip oleh al-Khâzin

merupakan hal yang tepat di mana ia mengutip dari pakar serta ulama hadis yang

kredibilitasnya tidak bisa diragukan lagi. Di sisi lain ia mengatakan bahwa hal ini

merupakan kebesaran dari Allah dan ancaman bagi siapa saja yang durhaka kepada-

Nya.

Kata ketiga yang menjadi bahan kritik penulis terhadap al-Khâzin adalah kata

sijjîl menurutnya kata tersebut bermakna daftar resmi (dokumen) yang mana azab

orang-orang kafir telah tertera di sana. Di sisi lain ia juga mengemukakan bahwa kata

sijjîl itu adalah batu yang dimasak, batu biasa, dan tanah yang dicampur, dan juga

Neraka Sijjîl.

Di tempat lain Ibn Hisyam sebagaimana dikutip oleh Ibn Katsir mengemukakan

bahwa kata sijjil adalah gabungan dua kata dari kata sinjun dan jillun. Yang pertama

bermakna batu dan yang kedua adalah berarti tanah. Dengan demikian menurut Ibn

‘Abbâs bahwa kata sijjil adalah batu yang terbuat dari tanah.26 Namun dalam hal ini

batu yang terbuat dari tanah pun bukan hal yang dapat dianggap remeh. Batu itu dapat

melukai orang yang terkena batu itu. sebagai gambaran siapa saja yang terkena batu itu

maka ia diperumpamakan bagaikan daun tanaman yang dimakan oleh ulat.

25 Al-Khâzin, Lubâb al-Ta’wîl, juz VII. h. 295-296. 26 Al-Rifa‘i, Taisîr al-‘Aliyy al-Qadîr, h. 1049.

Page 69: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

59

Lebih jauh ketika kata ini disandingkan dengan kata, ‘asf, seperti pada kalimat

أآولفجعلهم آعصف م /faja‘alahum ka ‘asfim ma’kul, maka hal itu seperti tanaman, buah

tin yang dimakan oleh binatang lalu dikeluarkan lewat kotorannya, dan tanah yang

terkena kotorannya itu menjadi basah hingga tumbuh menjadi seperti tumbuh-tumbuhan

sejenisnya. Atau bagaikan kubis bila dimakan oleh hewan, kemudian berubah menjadi

kotoran.27

Muhammad Quraish Shihab mengatakan bahwa kata sijjîl di dalam al-Quran

terulang sebanyak tiga kali, semuanya digunakan dalam konteks penyiksaan.

Selanjutnya kata sijjîl terambil dari bahasa Persia yang telah diarabkan, atau ia

merupakan akar kata dari sajjala yang berarti mencatat atau menulis. Dari kata itulah ia

difahami dengan makna pada batu-batu yang dilemparkan itu terdapat nama-nama

korban yang dituju. Di sisi lain kata tersebut dimaknai dengan arti batu yang bercampur

tanah yang terbakar.28

Selanjutnya ia juga mengatakan dari pendapat ulama lainnya, bahwa sijjîl itu

adalah sejenis tanaman dan biji gandum yaitu seperti jerami yang kering. Ada juga yang

mengatakan seperti biji, apabila dimakan maka akan sakit tenggorokan. Pendapat-

pendapat tersebut merupakan kutipan-kutipan al-Khâzin ketika memahami makna sijjîl.

Namun pendapat-pendapat tersebut tidak diperkuat dengan mengatakan referensinya,

dari ulama mana ia mengutip pendapat mengenai kata sijjîl. Dalam hal ini ada satu hal

yang perlu digaris bawahi, mungkin ini pendapat yang bisa penulis terima dengan

mencantumkan nama Ibnu ‘Abbâs, menurutnya bahwa kata sijjîl itu difahami oleh Ibnu

27 Al-Rifa‘i, Taisîr al-‘Aliyy al-Qadîr, h. 1049. 28 Shihab, Tafsir al-Mishbah. Vol 15. h. 620-621.

Page 70: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

60

‘Abbâs seperti biji yang agak keluar kulitnya seperti biji gandum dan seperti sejenis

sampul. Atau Allah swt. membinasakan, menghancurkan, dan mengembalikan tipu daya

mereka kepada diri mereka sendiri. Dan apa yang dilakukannya tidak akan

mendatangkan kebaikan apa-apa sama sekali.29

C. Kritik Isrâiliyah

Sebelum penulis kemukakan tentang kisah Ashâb al-Fîl yang tercantum dalam

surah al-Fîl, apakah ia termasuk kisah yang tergolong dalam kategori isrâiliyah atau

bukan, terlebih dahulu penulis kemukakan tentang isrâiliyah itu sendiri. Kata isrâiliyah

merupakan bentuk jamak dari kata isra dan îl.30 Menurut al-Dzahabî, pengertian

isrâlliyah adalah kisah yang terpengaruh dari kebudayaan Ahl al-Kitab terhadap tafsir.31

Di tempat lain ia mengatakan bahwa isrâiliyah merupakan kisah atau

periwayatan yang bersumber dari Yahudi dan Nashrani yang digunakan oleh ulama

tafsir dan hadis, atau dengan kata lain ulama tafsir dan hadis yang memasukan cerita

29 Al-Khâzin, Lubâb al-Ta’wîl, juz VII. h. 296. 30 Kata Bani mengandung makna sesuatu yang lahir dari yang lain. Kata Bani juga

mengindikasikan hubungan darah atau kekeluargaan. Sedangkan kata Israil berasal dari bahasa Ibrani, yang terdiri dari dua suku kata, yaitu isra dan il. Isra mengandung makna hamba atau kekasih, dan il sendiri mengandung makna Tuhan. Jadi, arti Israil adalah hamba Tuhan atau kekasih Tuhan. Para mufasir sepakat kata Israil di nisbahkan kepada Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim. Sedangkan kata Bani Israil di kaitkan dengan anak-anak Ya’qub bin Ishaq. Adapun gelar Israil diberikan kepada Ya’qub, menurut Thabathabai, karena Ya’qub sangat teguh berjuang di jalan Allah untuk mencapai keridhaan Allah swt. Di tempat lain, Muhammad Mutawali al-Sya’rawi mengatakan, Ya’qub memperolehnya melalui cobaan yang besar, ketika itu ia lulus dari cobaan dan berhak untuk menyandang gelar shafi Allah. Penyebutan Ya’qub dengan Israil dalam arti hamba atau kekasih Allah, menunjukan betapa dekatnya kedudukan beliau disisi Allah. Begitu dekat karena keikhlasan beliau berjuang di jalan Allah swt. lebih dari itu, seiring dengan banyak orang-orang dari Bani Israil yang memeluk agama Islam, dan mereka aktif dalam perkembangan keilmuan Islam serta menyebarkan berbagai macam kisah-kisah yang mereka adopsi dari cerita-cerita semasa mereka masih memeluk agama sebelum Islam, maka cerita mereka inilah yang disebut dengan kisah Israilliyah.

31 Muhammad Husain al-Dzahabî, Tafsir Wa al-Mufassirun (Mesir: Daar al-Maktabah al-Hadis) h. 165.

Page 71: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

61

lama yang bersumber dari Ahl al-Kitab, atau bisa juga kisah-kisah yang diadopsi dari

musuh-musih Islam, karena seiring dengan kemajuan agama Islam banyak juga musuh-

musuh Islam yang masuk Islam.32

Setelah mengetahui definisi isrâiliyah, penulis mencoba melacak apakah benar

keberadaan kisah Ashâb al-Fîl merupakan kisah isrâiliyah? Sejauh pengamatan penulis,

kisah Ashâb al-Fîl telah menjadi muqadimah mufasir ketika hendak menafsiri surah al-

Fîl, yaitu tentang kisah Abrahah dengan pasukannya yang membawa gajah. Dan

berakhir dengan hancurnya pasukan Abrahah hingga ke negerinya.

Kisah ini amat menarik dan memikat hati pembaca, di mana di dalam kisah

diceritakan tentang kebesaran Allah swt. yang telah membinasakan Abrahah dan Ashâb

al-Fîl karena hendak menghancurkan Ka‘bah yang terletak di kota Mekah. Walaupun di

sisi lain penyerbuan ini sarat dengan kepentingan, baik politik maupun ekonomi.33

Namun yang pasti Allah swt. menunjukkan kekuasan-Nya kepada Ashâb al-Fîl.

Sebagaimana dikutip oleh para mufasir, bahwa kisah Ashâb al-Fîl terjadi pada

masa sebelum Rasulullah saw. dilahirkan, atau lebih tepatnya kisah ini terjadi pada

masa kepemiminan Mekah di bawah naungan kakeknya, yaitu ‘Abd al-Mutallib. Pasca

kejadian tersebut maka lahirlah Rasulullah saw.

32 Muhammad Husain al-Dzahabî, Isrâiliyah Fi Tafsir wa al-Hadis. (Mesir: Daar al-Maktabah

al-Hadis) 33 Fakhrudîn al-Râzî sebagaimana dikutip oleh M. Quraish Shihab dinyatakan bahwa “Masih ada

yang tersembunyi dalam hati Abrahah yang tidak dinyatakan, yaitu kedengkian terhadap masyarakat Arab sehingga dia bermaksud mengalihkan kemuliaan dengan adanya Ka ‘bah itu kepada diri dan bangsa Arab.” Selanjutnya M. Quraish Shihab mengemukakan bahwa yang tersembunyi dari kedengkiannya itu adalah Abrahah ingin menguasai Jalur Mekah dan daerah tersebut. Shihab, Tafsir al-Mishbah. Vol 15. h. 618. Al-Khâzin, Lubâb al-Ta’wîl, juz VII. h. 290.

Page 72: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

62

Dengan pengamatan demikian, Penulis menyatakan bahwa kisah tantang Ashâb

al-Fîl adalah kisah isrâiliyah, kisah yang seiring dengan perkembangan keilmuan Islam

dan semakin banyaknya pemuka-pemuka di luar agama Islam yang masuk dan memeluk

agama Islam banyak mengomentari kisah ini, namun dalam hal ini perlu di garis

bawahai bahwa kisah ini benar-benar pernah terjadi di Mekah. Yang menarik dalam hal

ini adalah, di dalam Tafsîr al-Khâzin, dari mana al-Khâzin mengutip kisah tersebut?

Kisah Ashâb al-Fîl yang telah banyak diadopsi oleh mufasir di dalam Tafsîr al-

Khâzin terdapat dua nama yang al-Khâzin kutip, yaitu Ibnu ‘Abbâs dan al-Wâqidî.

Kedua nama tersebut memang tidak asing di telinga para mufasir. Namun satu nama

yang menjadi pertanyaan penulis, yaitu al-Wâqidî. Apakah ia mempunyai kredibilitas

dalam menyampaikan kisah-kisah yang menjadi acuan para mufasir ketika menafsirkan

surah?

Penulis dalam hal ini melacak keberadaan al-Wâqidî dalam berbagai macam

literaratur. Ditemukan bahwa nama al-Wâqidî adalah Muhammad bin ‘Umar bin Haka

al-Islamî Madînî Abû ‘Abdullâh al-Qâdî. Ia adalah seorang Qâdî di Baghdad. Menurut

sebuah riwayat ia dilahirkan 130 H. dan wafat pada Dzulhijjah tahun 207 H. di

Baghdad, sekarang negara Irak.

Al-Dzahabî dalam kitab Siyar A’lâm al-Nubalâ,34 dikatakan bahwa al-Wâqidî

adalah budak ‘Abdullâh bin Buraidah al-Islamî. Ia adalah orang yang Alim dalam

bidang sejarah, ahkam dan dapat menyelesaikan ikhtilaf di antara manusia. Ia banyak

memberikan komentar terhadap kitab-kitab sejarah salah satunya, kitab istikhraj.

34 Muhammad Husein al-Dzahabî, Siyar A‘lâm al-Nubalâ’ (Mauqu‘ Ya‘sub) Jilid. 9. h. 454.

Page 73: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

63

Para ulama banyak memberikan komentar mengenai al-Wâqidî, di antaranya

adalah Imam Muslim dan lainnya mengatakan bahwa al-Wâqidî matrûk al-hadîst, al-

Nasâ’î mengatakan bahwa al-Wâqidî laisa bi tsiqqah. Di tempat lain ada juga yang

memberikan komentar bahwa al-Wâqidî juga tidak seperti yang dikritik oleh Imam

Muslim dan al-Nasâ’î. Misalnya al-Khatîb mengatakan bahwa al-Wâqidî ia adalah

orang yang ahli fikih, baik dan terkenal dermawan. Sedangkan Muhammad bin Salâm

al-Jamhî mengkritiknya sebagai orang yang Alim pada zamannya.35

Dengan pengamatan demikian, hemat penulis berdasarkan apa yang

dikemukakan oleh Imam Muslim dan al-Nasâ’î bahwa al-Wâqidî merupakan munkar al-

hadîts. Akan tetapi dalam khazanah literatur Islam, komentar-komentar al-Wâqidî

banyak digunakan oleh mufasir maupun ulama yang menulis kitab Takhrîj. Hemat

penulis ada kemungkinan ketika komentarnya dapat dijadikan rujukan, ia telah menjadi

orang Alim. Karena jauh sebelumnya ia merupakan seorang hamba sahaya. Karena

kealiman dan kecerdasannya ia diangkat menjadi Qâdî di Baghdad.

Selanjutnya mengenai kisah Ashâb al-Fîl, penulis nyatakan bahwa kisah ini

adalah kisah isrâiliyah, walaupun periwayat yang dikutip oleh al-Khâzin masih menjadi

perbincangan para pakar hadis. Kemungkinan lain penulis kemukakan bahwa al-Khâzin

dalam menafsirkan tafsirnya masih tidak terlepas dengan periwayat-periwayat yang

mempunyai kualitas lemah.

35 Al-Dzahabî, Siyar A‘lâm al-Nubalâ’, Jilid. 9. h. 457.

Page 74: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

64

D. Pelajaran dan Hikmah Yang Dapat Diambil Sebagai Pelajaran

Setelah mengetahui tentang cerita mengenai Abrahah dan pasukan bergajah,

setidaknya dapat diambil hikmah atau mutiara yang terkandung dalam surah al-Fîl.

Dalam hal ini ada beberapa hikmah dan pelajaran yang dapat diambil, yaitu pertama,

Allah swt. Maha Kuasa atas segala sesuatu. Bahwa segala kekuatan dan kekuasaan

tunduk di bawah kekuasaan Allah swt. kisah Abrahah menunjukkan pelajaran penting

bagi suku Quraisy yang menyatakan diri sebagai pelayan dan pemelihara Ka‘bah, tetapi

mereka malah mendustakan ajaran tauhid kepada Allah swt. di sisi lain, ketika hendak

diserang oleh pasukan Abrahah mereka ketakutan, dan ‘Abd al-Mutallib bermohon agar

dihindarkan dari serangan pasukan Abrahah demi menjaga Rumah-Nya. Akhirnya

munajat ‘Abd al-Mutallib dikabulkan oleh Allah swt. pasukan Abrahah hanya dengan

burung-burung yang di dalam al-Qur’an dinamakan dengan Abâbîl dapat

menghancurkan keperkasaan pasukan Abrahah. Hal yang tidak masuk akal, hanya

dengan burung-burung saja, pasukan Abrahah dapat dilumpuhkan. Ini semua bukan

kerja orang-orang Quraisy, tetapi turut campurnya tangan Allah swt. untuk

menghancurkan pasukan Abrahah.

Di sisi lain, keangkuhan dan kesombongan Abrahah yang ditunjukkan melalui

penghancuran Ka‘bah merupakan melawan kehendak Allah swt. di mana Baitullah itu

tidak lain adalah bangunan yang dibangun atas dasar ketauhidan kepada Allah swt. oleh

bapaknya para Nabi, Ibrahim as., yang juga diakui oleh seluruh agama samawi, lalu

Abrahah hendak menghancurkannya hanya karena ada kedengkian semata, yaitu hendak

mengalihkan jalur perekonomian ke negerinya.

Page 75: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

65

Kedua, Kebesaran Allah swt. ditunjukkan kepada mereka Abrahah yang angkuh

dan sombong, ia hendak menghancurkan Ka‘bah dan menggantinya dengan Gereja

Qullais, agar orang-orang berbondong-bondong beribadah ke negeri Shan’a dan

Abrahah mendapatkan pendapatan lebih dari segi ekonomi. Karena dengan banyaknya

orang tersebut, Abrahah dapat memberikan income terhadap perekonomian di

negerinya. Lebih dari itu apa yang dilakukan oleh Abrahah merupakan hal yang

bertentangan dengan kehendak Allah swt. di mana Ka‘bah merupakan Rumah Suci yang

di bangun oleh Bapaknya para Nabi, Ibrahim as., oleh karenanya keangkuhan Abrahah

dapat dihancurkan hanya dengan burung-burung Abâbîl orang-orang yang angkuh dan

sombong dapat dimusnahkan oleh Allah swt.

Di tempat lain dikemukakan bahwa peristiwa ini menunjukkan bahwa Allah

tidak ingin menyerahkan pemeliharaan Rumah Suci-Nya kepada orang-orang musyrik,

meskipun mereka membangga-banggakan, melindungi dan memeliharanya. Allah

memperingati orang-orang yang musyrik kepada-Nya dengan cara yang amat

memilukan hati. Dan hal ini bertujuan agar orang-orang kafir Quraisy sadar atas keras

kepala yang mereka lakukan. Selanjutnya bisa juga dikatakan bahwa Allah swt. tidak

menghendaki kaum Ahl al-Kitab (Abrahah dan tentaranya) menguasai Tanah Suci atau

Baitullah.

Ketiga, Allah swt. dapat melakukan apa saja, baik melalui hukum sebab akibat

yang telah lumrah diketahui maupun di luar hukum-hukum tersebut, dan yang belum

diketahui oleh manusia, untuk menghalangi langkah dan tindakan makhluk yang dapat

Page 76: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

66

mengalihkan tujuan dan kehendak-Nya. Sehingga dengan adanya proses hukum sebab

akibat, maka manusia hendaknya dapat mengambil pelajaran.

Page 77: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan bab-bab terdahulu, penulis berkesimpulan bahwa sumber tafsir

yang digunakan al-Khâzin adalah tafsîr bi al-ra’yî al-mahmûdah. Tafsir yang

mendasarkan dengan ijtihadnya sendiri dan didukung oleh ayat-ayat lain, hadis-hadis

Rasulullah saw., atsar-atsar dan analisis bahasa. Adapun metode yang digunakannya

dalam menafsirkan adalah metode tahlîlî. Hal ini dapat terlihat bagaimana al-Khâzin

menafsirkan tafsirnya dengan cara menjelaskan ayat ke ayat, surat ke surat sesuai

dengan susunan yang terdapat dalam Mushaf ‘Utsmânî. Sedangkan corak yang menjadi

kecenderungan dalam tafsirnya adalah melalui pendekatan adab al-ijtimâ‘î. ia lebih

menekankan aspek bahasa dan diaplikasikan dalam sosial ke masyarakatan. Mengenai

surah al-Fîl yang menjadi pokok pembahasan penulis, dalam hal ini dapat dibagi ke

dalam empat hal :

Pertama, Al-Khâzin dalam menafsirkan surah ini dengan mengemukakan kisah yang

amat panjang. Kisah tersebut bersumber dari Muhammad ibn Ishâq, Sa‘îd ibn Jâbir dari

‘Ikrimah dan Ibn ‘Abbâs serta al-Wâqidî. Namun yang paling banyak memberi

komentar dalam surah ini adalah Ibn ‘Abbâs serta al-Wâqidî. Selanjutnya, kisah ini

adalah kisah Isrâiliyah, karena bersumber dari Ahl al-Kitab, atau bisa juga kisah ini

diadopsi dari musuh-musih Islam, karena seiring dengan kemajuan agama Islam banyak

juga musuh-musuh Islam yang masuk Islam namun perlu dicatat bahwa kisah ini

67

Page 78: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

68

memang benar pernah terjadi di kota Mekah. Dan banyak yang memberi sumber

mengenai prihal ini.

Kedua, Al-Khâzin dalam memahami kata al-Fîl dalam bentuk mufrad atau jama. Ia

mengatakan bahwa kata al-Fîl hanya seekor gajah. Atau satu gajah saja yang paling

besar yang bernama Mahmud. Di sisi lain al-Khâzin juga mengemukakan bahwa kata

al-Fîl merupakan jama’, yaitu jumlah gajah yang ada pada pasukan bergajah adalah 8

gajah, dan di tempat lain ia mengatakan 12 ekor gajah.

Ketiga, Al-Khâzin memberikan gambaran mengenai bagaimana cara burung-burung

Abâbîl memporakporandakan pasukan Abrahah. Ia mengemukakan bahwa burung-

burung itu membawa penyakit dan kuman yang sangat ganas di batu, sehingga siapa

saja yang terkena batu itu maka ia akan binasa seperti dedaunan yang dimakan ulat.

Lebih jauh al-Khâzin menggambarkan tentang perbedaan pendapat tentang jenis dan

bentuk burung-burung itu.

Keempat, Kisah Ashâb al-Fîl menjadi pelajaran untuk kaum Quraisy yang telah

diberikan nikmat oleh Allah swt. tetapi mereka angkuh, berpaling dari ajaran Tauhid

Allah swt. Di sisi lain, merekalah yang menjadi pelayan terhadap orang-orang yang

melakukan ibadah haji tetapi mereka menyalahi dalam pelaksanaan itu. tidak sesuai

dengan petunjuk-Nya. Kehancuran pasukan Abrahah bukan karena serangan dari kaum

Quraisy, tetapi munajat ‘Abd al-Mutallib kepada-Nya sehingga dikabulkan oleh Allah

swt. dan dihancurkan melalui cara-cara-Nya.

Page 79: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

69

B. Saran-Saran

Saran penulis terhadap kajian akademik yang memberikan wawasan intelektual

terhadap penulis adalah:

1. Kajian mengenai Ashâb al-Fîl perlu mendapatkan kajian lebih serius lagi, terutama

dalam bidang hadis.

2. Kajian mengenai tafsir harus difahami dari berbagai macam aspek. Kebahasaan,

sosial kemasyarakatan dan pendekatan sejarah.

3. Mengupayakan Fakultas Ushuludin, terutama tafsir lebih banyak menggunakan

penelitian, agar apa yang menjadi pokok pembahasan benar-benar melalui kode etik

kemahasiswaan yang berbicara atas dasar penelitian dan menggunakan sumber yang

kuat.

Page 80: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

Daftar Pustaka

Afandi, Dede, “Metode al-Khazin Dalam Menafsirkan al-Qur’an (Study Ayat Ahkam Bidang Ibadah).”. Skripsi S 1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.

Abbas, Sirajuddin, Tabaqât al- Syâfi‘îyyah. Bandung: Gema Insani Press, 1990. Al-Alûsî, Syihâbuddîn Mahmûd Ibn ‘Abdullâh al-Husainî, Tafsîr Rûh al-Ma‘âni Fî

Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm Wa Sab‘ al-Matsânî, Libanon: Dar al-Fikr, 1990. Al-‘Arid, ‘Alî Hasan, Sejarah Metodologi Tafsir. Jakarta: Rajawali Press, 1992. Al-Baghâwî, Muhyi al-Sunnah Husein Ibnu Mas‘ûd, Tafsîr Ma‘âlim al-Tanzîl. Beirut:

Dar al-Fkr, 1990. Al-Dzahabî, Muhammad Husain, Tafsîr wa al-Mufassirûn, Mesir: Daru al-Kutub al-

Hadîtsah, 1976. _________________________, Syiar A‘lam al-Nubala’, Mauqu‘ Ya‘sub. J. 9. _________________________, Israilliyah Fi Tafsir wa al-Hadis. Mesir: Daar al-

Maktabah al-Hadis. Al-Farmawî, ‘Abd al-Hayy, Metode Tafsîr al-Maudu‘î. Jakarta: Rajawali Press, 1996. Al-Hâfiz, Syamsudîn, Tabaqât al-Mufassirûn, Libanon: Daru al-Fikr, 1979. juz I. Al-Hasanî, Muhammad ‘Alawî al-Malikî, Zubdah al-Itqân Fî ‘Ulûm al-Qur’ân. terj.

Tarmana Abdul Qasim. Bandung: Mizan Media Utama, 2003. Al-Husainî, H.M.H. Al-Hamîd, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad saw.

Bandung: Pustaka Hidayah, 1996. Al-Khâzin, Abû al-Hasan ‘Alau ad-Dîn ‘Alî bin Muhammad bin Ibrâhîm bin ‘Umar bin

Khalil al-Syaihî, , Lubâb al-Ta’wîl fî Ma‘âni al-Tanzîl. Libanon: Daru al-Fikr, 1979.

Al-Marâghî, Ahmad Mustafâ, Tafsîr al-‘Azîm al-Marâghi. Kairo: Maktabah Ilmiyah.

70

Page 81: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

71

Al-Muafirî, Abû Muhammad ‘Abdul Mâlik bin Hisyâm, al-Sîrah al-Nabawiyyah Li Ibni Hisyâm. Penerj. Fadhli Bahri. Jakarta: Darul Falah, 2000 M.

Al-Nîsabûrî, Abû al-Husain Muslim bin al-Hujâj bin Muslim al-Qusairîy, Al-Jâmi ‘ al-

Sahîh al-Musammâ Sahîh Muslim (Dâr al-Jail Beirût dan Dâr al-Afâq al-Jadîdah, Beirût).

Al-Rifa‘i, Muhammad Nasib, Taisîr al-‘Aliyy al-Qadîr li Ikhtisâr Fî Tafsîr Ibnu Katsîr.

Penerj. Syihabbuddin. Jakarta: Gema Insani Press, 2000. Al-Saha, M. Ishom, dan Hadi, Saiful, Sketsa al-Quran: Tempat, Tokoh, Nama dan

Istilah dalam al-Quran. Jakarta: Lista Fariska Putra, 2005. Al-Sâbûnî, Muhammad ‘Alî, al-Tibyân Fî ‘Ulûm al-Qur’ân, terj. Muhammad Qadirun

Nur. Jakarta: Pustaka Amami, 2001. Al-Syarbinî, Syams al-Dîn Muhammad bin Ahmad, Tafsîr al-Sirâj al-Munîr. Libanon:

Dar al-Fikr, 1990. Al-Suyûtî, Jalâluddîn ‘Abdurahmân, Asrâr Tartîb al-Qur’ân, terj. Masdar Helmi.

Jakarta: Pustaka Amani, 1996. ______________________________, Al-Itqân Fi Ulûm al-Qur’an. Kairo: Daar al-

Kutub Ilmiyah, 1995. jilid II. Al-Tabrânî, Abû al-Qâsim Sulaimân bin Ahmad, al-Mu‘jam al-Ausât Li al-Tabarânî.

Dâr al-Haramain, Qahirah. juz. 3. Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad Ke-

XVII dan Ke-XVIII. Bandung: Mizan, 1998. Baidan, Nasrudin Metodologi Penafsiran al-Quran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000. Baihaqi, Ahmad, “Al-Baqarah dan Keangkuhan Bani Israil (Study Kritis Surah al-

Baqarah ayat 67 sampai dengan 74). Skripsi S 1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Diyaudin, Endoy, “Kisah Thalut dalam al-Qur’an: Kajian atas Tafsir Tahrir wa Tanwir”.

Skripsi S 1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

Depag. Alquran dan Terjemahnya, Bandung,: Gema Insani Press, 1990.

Page 82: JURUSAN TA FSIR HADIS JURUSAN TAFSIR HADIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/3817/1/AHMAD... · ayat al-Qur’an. Karena untuk dapat menafsirkan ayat-ayat tersebut,

72

Haryono, M. Yudhi, Bahasa Politik al-Quran: Mencurigai Makna Tersembunyi Di Balik Teks. Bekasi: Gugus Press, 2002.

Karim, Rasul, “Kisah Perjalanan Nabi Musa as. dan Abdun Saleh dalam Surah al-Kahfi

ayat 66 sampai dengan ayat 78”. (Study Komparatif Penafsiran HAMKA dan Quraish Sihab). Skripsi S 1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: 2007.

Quthb, Sayyid, Tafsîr Fî Zilâl al-Qur’ân, Bogor: Gema Insani Press. Juz 30. Shihab, Muhammad Quraish, Membumikan al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam

Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1992. _________________________, Wawasan al-Quran: Tafsir Maudu‘i atas Pelbagai

Persoalan Umat. Bandung: Mizan, 1996. _________________________, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-

Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, 2003. __________________________pada kata pengantar Taufik Adnan Amal dalam

Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an. Yogyakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama, 2000.

Singkel, Abd al-Rauf, Tarjumân al-Mustafîd, Beirut: Dar al-Fkr, 1990.