mustolah hadis

88
Istilah Istilah yang digunakan dalam pengajian hadis ialah Istilah Pengertian beserta contoh Sanad د ن س ل ا Erti: Rangkaian perawi bermula awal hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w jalan yang sampai ke pada matan yakni nama perawi yang disebut sehinga kepada matan. Orang yang meriwayatkan Hadith Contoh: Al-Bukhari > Musaddad > Yahyaa > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW Isnad د ن س الإ Sandarkan hadis pada periwayatnya menyatakan siapakah yang meriwayat kan sesuatu hadis itu. Penceritaan orang yang meriwayatkan Hadith Musnad د ن س م ل ا Erti: Kitab yang dikumpul dalamnya apa diriwayat oleh seorang sahabat atau lebih dibaca dengan baris diatas nun ( ن) ialah kitab yang menghimpunkan di dalamnya hadis yang diriwayat oleh seorang sahabat Nabi atau lebih dari itu, seperti Musnad Imam Ahmad Apa yang menghubungkan antara orang-orang yang meriwayatkan Hadith Contoh: Musnad Imam Ahmad Musnid ن س م ل ا Erti: Orang yang meriwayat hadis dengan isnadnya, sama ada ia mengetahui ilmu hadis atau tidak dibaca dengan baris bawah nun ( ن) iaitu mereka yang meriwayatkan hadis dengan menyebutkan sanadnya. Orang yang meriwayatkan Hadith dengan penceritaan periwayatan Hadith

Upload: long71

Post on 12-Apr-2017

715 views

Category:

Education


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mustolah hadis

Istilah

Istilah yang digunakan dalam pengajian hadis ialah

Istilah Pengertian beserta contoh

Sanad

السند

Erti: Rangkaian perawi bermula awal hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w

jalan yang sampai ke pada matan yakni nama perawi yang disebut sehinga kepada matan.

Orang yang meriwayatkan Hadith

Contoh: Al-Bukhari > Musaddad > Yahyaa > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW

Isnadاإلسند

Sandarkan hadis pada periwayatnya menyatakan siapakah yang meriwayat kan sesuatu hadis itu. Penceritaan orang yang meriwayatkan Hadith

Musnadالمسند

Erti: Kitab yang dikumpul dalamnya apa diriwayat oleh seorang sahabat atau lebih

dibaca dengan baris diatas nun (ن) ialah kitab yang menghimpunkan di dalamnya hadis yang diriwayat oleh seorang sahabat Nabi atau lebih dari itu, seperti Musnad Imam Ahmad

Apa yang menghubungkan antara orang-orang yang meriwayatkan Hadith

Contoh: Musnad Imam Ahmad

Musnidالمسن

Erti: Orang yang meriwayat hadis dengan isnadnya, sama ada ia mengetahui ilmu hadis atau tidak

dibaca dengan baris bawah nun (ن ) iaitu mereka yang meriwayatkan hadis dengan menyebutkan sanadnya.

Orang yang meriwayatkan Hadith dengan penceritaan periwayatan Hadith

Contoh: Imam Al- Bukhari

Rawi Erti: Orang yang meriwayat hadis Nabi

Contoh: Abu Hurairah

Matanالمتن

Erti: Lafaz hadis yang membentuk pengertian ucapan yang berada di akhir sanad

Contoh: 'Kebersihan sebahagian daripada Iman'

Page 2: Mustolah hadis

المخرج Orang yang menyebut periwayatan Hadith.(cth: Imam Bukhari)

المخرج Orang yang meriwayatkan Hadith secara رواية (lafaz Hadith sahaja) dan دراية (pemahaman mengenai Hadith)

الحديثal- Hadis

1. ialah pekara yang disandarkan kepada Nabi sama ada perkataan, perbuatan, mengaku Nabi (seperti diam Nabi) atau sifat Nabi.

-al الخبر .2Khabar

, dan hadis sama makna. Ini mengikut pendapat yang sahih.

األثر .3al-Asar

maknanya adalah sama dengan hadis mengikut pendapat yang muktamad.

Pendapat yang lain mengatakan asar ialah hadis yang maykuf (hadis yang disandar kepada sahabat Nabi).

السنة .4al-Sunah

juga sama makna dengan hadis mengikut setengah pendapat ulama.

Pendapat yang lain mengatakan bahawa hadis tertentu pada ucapan Nabi dan perbuatannya sedangkan sunah terlebih umum dari itu.

المحدثal-Muhdis

ialah mereka yang menghafal banyak hadis dan mereka mengetahui adil perawi dan tidak adilnya.

الحافظ al-Hafiz

ialah mereka yang menhafal seratus ribu hadis dengan sanadnya sekali.

الحجةal-Hujah

ialah mereka yang menghafal tiga ratus ribu hadis dengan sanadnya sekali.

الحاكم al-Hakim

ialah mereka yang menguasi sunah

Senarai perawi masyhur

Para perawi hadis ini boleh dikenal mengikut peringkat mereka. Peringatan: Ini bukannya senarai penuh perawi hadis!

Page 3: Mustolah hadis

Generasi Contoh

Sahabat Abu Hurairah Aisyah binti Abu Bakar Abdullah Ibn Umar Abdullah Ibn Abbas

Jabir Ibn Abdullah

Tabi'in Sa'id Ibn al-Musyabbab Muhammad Ibn Sirin Sa'id Ibn Jubair Ibn Syihab al-Zuhri

al-Hassan al-Basri

Tabi' al-Tabi'in Malik Ibn Anas Sufyan Ibn Sa'id al-Thauri al-Layth Ibn Sa'id Sufyan Ibn 'Uyainah

Imam al-Syafi'e

Enam kitab hadis utama ini sebagai himpunan hadis yang terpenting. Berikut merupakan senarai kitab-kitab tersebut, mengikut aturan ketulenan :

1. Sahih Bukhari , himpunan Imam Bukhari (m. 870), mengandungi 7275 ahadith2. Sahih Muslim , himpunan Imam Muslim (m. 875), mengandungi 9200 ahadith3. Sunan al-Sughra , himpunan Imam Nasa'i (m. 915)4. Sunan Abu Daud , himpunan Imam Abu Daud (m. 888)5. Jami' at-Tirmizi , himpunan Imam Tirmidzi (m. 892)6. Sunan Ibnu Majah , himpunan Imam Ibnu Majah (m. 887)

Dua yang pertama, lazimnya dirujuk sebagai Dua Sahih sebagai tanda ketulenan mereka, mengandungi sekitar 7 ribu hadis semuanya, tanpa mengira yang berulang, mengikut Ibnu Hajar.[2]

Kitab Hadis

Ada ramai ulama periwayat hadis, namun yang sering digunakan dalam fiqh Islam ada tujuh iaitu Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Tirmidzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i dan Imam Ibnu Majah.

Ada beberapa buah kitab Hadis yg lebih diakui oleh umat Islam seluruh dunia. Enam kitab pertama di bawah ini dikenali sebagai enam kitab hadis utama:

1. Kitab al-Jami' as-Sahih - karya Imam Bukhari atau nama sebenar beliau adalah Muhammad bin ismail

Page 4: Mustolah hadis

2. Kitab al-Jami' as-Sahih - karya Imam Muslim atau nama sebenarnya muslim bin al-hajjaj al-nasaburi

3. Kitab Sunan an-Nasai - karya Imam Nasa'i atau nama sebenar beliau adalah Abu abdul rahman bin shuib

4. Kitab Sunan Abi Daud - karya Imam Imam Abu Daud atau nama sebenar beliau adalah Abu daud sulaiman

5. Kitab Sunan at-Tirmizi (al Jami' as-Sahih) - karya Imam Tirmidzi atau nama sebenar beliau adalah Abu esa muhammad bin ishak Asalmi

6. Kitab Sunan Ibnu Majah - karya Imam Ibnu Majah atau nama sebenar beliau adalah Abu abdullah muhammad bin yazid al-quzwini

7. Kitab Musnad - karya Imam Ahmad8. Imam Malik9. Sunan al-Darimi

Beberapa istilah dalam ilmu hadits

Berdasarkan siapa yang meriwayatkan, terdapat beberapa istilah yang dijumpai pada ilmu hadits antara lain:

Muttafaq Alaih (disepakati atasnya) yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, dikenal dengan hadits Bukhari dan Muslim

As Sab'ah berarti tujuh perawi yaitu: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa'i dan Imam Ibnu Majah

As Sittah maksudnya enam perawi yakni mereka yang tersebut di atas selain Ahmad bin Hambal(Imam Ibnu Majah)

Al Khamsah maksudnya lima perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Imam Bukhari dan Imam Muslim

Al Arba'ah maksudnya empat perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim

Ats Tsalatsah maksudnya tiga perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah

1- Imam Bukhari

Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju'fi al-Bukhari atau lebih dikenal Imam Bukhari

(Lahir 196 H/ 19 Agust 810 M Bukhara khorasan - Wafat 256 H/ 1 September 870 M Khartank, near Samarqan ) Umur 60 tahun

البخاري الجعفي بردزبه بن المغيرة بن ابراهيم بن اسماعيل بن محمد الله عبد أبو

Adalah ahli hadits yang termasyhur di antara para ahli hadits sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah bahkan dalam kitab-kitab Fiqih dan Hadits, hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.

Page 5: Mustolah hadis

Beliau diberi nama Muhammad oleh ayah beliau, Ismail bin Ibrahim. Yang sering menggunakan nama asli beliau ini adalah Imam Turmudzi dalam komentarnya setelah meriwayatkan hadits dalam Sunan Turmudzi. Sedangkan kuniah beliau adalah Abu Abdullah. Karena lahir di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah; beliau dikenal sebagai al-Bukhari. Dengan demikian nama lengkap beliau adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju'fi al-Bukhari. Ia lahir pada tanggal 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M). Tak lama setelah lahir, beliau kehilangan penglihatannya.

Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab ats-Tsiqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara' dalam arti berhati hati terhadap hal hal yang bersifat syubhat (ragu-ragu) hukumnya terlebih lebih terhadap hal yang haram. Ayahnya adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan murid dari Imam Malik, seorang ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.

Bukhari berguru kepada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di Bukhara. pada usia 16 tahun bersama keluarganya, ia mengunjungi kota suci terutama Mekkah dan Madinah, dimana dikedua kota suci itu dia mengikuti kuliah para guru besar hadits. Pada usia 18 tahun dia menerbitkan kitab pertama Kazaya Shahabah wa Tabi'in, hafal kitab-kitab hadits karya Mubarak dan Waki bin Jarrah bin Malik. Bersama gurunya Syekh Ishaq, menghimpun hadits-hadits shahih dalam satu kitab, dimana dari satu juta hadits yang diriwayatkan 80.000 perawi disaring menjadi 7275 hadits.

Bukhari memiliki daya hafal tinggi sebagaimana yang diakui kakaknya, Rasyid bin Ismail. Sosok beliau kurus, tidak tinggi, tidak pendek, kulit agak kecoklatan, ramah dermawan dan banyak menyumbangkan hartanya untuk pendidikan.

Kitab Sahih Bukhari merupakan kitab (buku) koleksi Hadis yang disusun oleh Imam Bukhari (nama lengkap: Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah al-Ja'fai) yang hidup antara 194 hingga 256 Hijrah.

Koleksi hadis yang terkandung dan tersusun dalam sahih ini dianggap oleh hampir keseluruhan penganut Muslim Ahli Sunah wal-Jamaah sebagai salah satu daripada himpunan hadis yang terbaik kerana Imam Bukhari menggunakan kriteria yang sangat ketat dalam menyeleksi hadis-hadis peringkat paling sahih. Maka tidak hairanlah jika orang Islam ahli sunah wal-jamaah mengganggap Sahih Bukhari sebagai Kitab yang kedua paling murni selepas Kitabullah. Imam Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk menyusun koleksi ini dan menghasilkan 2,602 hadis dalam kitabnya (9,802 dengan perulangan). Semua hadis-hadis sahih disusun mengikut 70 kategori berpautan dimana setiap satu kategori mewakili satu kitab.

Senarai Kitab

1. Kitab Permulaan Wahyu2. Kitab Iman3. Kitab Ilmu4. Kitab Wudhu'5. Kitab Mandi6. Kitab Haid

Page 6: Mustolah hadis

7. Kitab Tayammum8. Kitab Solat9. Kitab Waktu-Waktu Solat10. Kitab Azan[1]

11. Kitab Solat Jumaat12. Kitab Haji[2]

13. Kitab Puasa14. Kitab Solat Tarawih [dan I'tikaf]15. Kitab Jual Beli16. Kitab Salam (Tempah, Pemesanan)17. Kitab Syuf'ah (Penyewaan)18. Kitab Ijarah (Upah)19. Kitab Wakalah (Perwakilan)20. Kitab tentang Berladang dan Bercucuk Tanam21. Kitab Distribusi Air (Pengairan)22. Kitab Masalah Hutang23. Kitab Dalam Perselisihan (Pertengkaran)24. Kitab Luqathah (Barang Temuan)25. Kitab Tentang Perbuatan-Perbuatan Zalim26. Kitab Syirkah (Perseroan)27. Kitab Penggadaian28. Kitab Pembebasan Hamba29. Kitab Hibah (Hadiah) dan Keutamaannya30. Kitab Syahadah (Persaksian)31. Kitab Perdamaian32. Kitab Persyaratan[3]

33. Kitab Wasiat34. Kitab Jihad dan Ekspedisi35. Kitab Permulaan Makhluk36. Kitab Manaqib (Biografi)[4]

37. Kitab Berbagai Keutamaan Shahabat-Shahabat Nabi38. Kitab Perang[5]

39. Kitab Tafsir[6]

40. Kitab Nikah41. Kitab Thalaq42. Kitab Nafkah43. Kitab Makanan44. Kitab Akikah45. Kitab Sembelihan-Sembelihan, Berburu, dan Membacakan Bismillah atas Hewan

Buruan46. Kitab Korban-Korban47. Kitab Minuman48. Kitab Musibah Sakit49. Kitab Pengubatan50. Kitab Mengenai Makanan[7]

51. Kitab Adab (Budi Pekerti)52. Kitab Isti`dzan (Memohon Izin)53. Kitab Do'a-Do'a54. Kitab Kalimat-Kalimat yang Melunakkan Hati55. Kitab Ketentuan Allah56. Kitab Sumpah dan Nadzar

Page 7: Mustolah hadis

57. Kitab Kafarat Sumpah58. Kitab Faraidh (Hukum Waris)59. Kitab Had (Pidana) dan Apa yang Harus Dihindari dari Had60. Kitab yang Menjelaskan Orang-Orang yang Diperangi Terdiri dari Orang-Orang

Kafir dan Orang-Orang yang Harus Diperangi dari Orang-Oang Murtad Sehingga Mereka Meninggal Dunia[8]

61. Kitab Diyat (Tebusan Kejahatan)62. Kitab Orang-Orang Murtad dan Orang-Orang yang Menentang Diminta

Bertaubat, dan Peperangan Terhadap Mereka63. Kitab Pemaksaan64. Kitab Helah (Upaya Tersembunyi)65. Kitab Tafsir Mimi66. Kitab Fitnah-Fitnah (Ujian/Siksaan)67. Kitab Hukum-Hukum68. Kitab Harapan Jauh (Angan-Angan)69. Kitab Berpegang kepada Qur'an dan Sunnah70. Kitab Tauhid[9]

Sahih Bukhari mempunyai 70 kitab menurut terjemahan Ahmad Sunarto dkk. Sedangkan menurut terjemahan M. Muhsin Khan, 93 kitab.[10] Hal ini terjadi akibat beberapa perbezaan dalam pembahagian kitab. Misalnya Kitab Solat menurut terjemahan Ahmad Sunarto dkk[1] terhitung sebagai dua kitab dalam terjemahan M. Muhsin Khan, iaitu Book of Prayers (Salat) dan Book of Virtues of the Prayer Hall (Sutra of the Musalla).[10]

2- Imam Muslim

Abul Husayn Muslim ibn al-Hajjaj Qushayri al-Nisaburi (bahasa Arab: الحسين أبوالنيسابوري القشيري الحجاج بن (مسلم (hidup sekitar. 206-261 AH/c.821-875 CE),

pengarang Muslim bagi kumpulan Hadith kedua penting dalam Islam Sunni, "Sahih Muslim". Dia juga dikenali secara ringkasnya sebagai "Al-Muslim."

Dilahirkan di Nishapur (Parsi) dan berketurunan Arab Qushayr.[1]

Nama: Abul Husain Muslim ibni al-Hajaj Qushayri al-Nisaburi

Gelaran: Imam MuslimLahir: 821 M bersamaan 202 H atau 206 HWafat: 875 H bersamaan 261 HEtnik: Arab

Sahih Muslim (Bahasa Arab: مسلم -ṣaḥīḥ Muslim, tajuk sebenar "Al-Musnadu Al ,صحيحSahihu bi Naklil Adli") ialah salah satu dari enam kitab hadis dalam Islam Ahli Sunah Waljamaah. Kitab ini yang disusun oleh Imam Muslim, merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih dan murni sesudah Kitabullah (Al-Quran), bersama dengan Sahih Bukhari. Kedua kitab shahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam.

Page 8: Mustolah hadis

Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi, menyaring hadith-hadith yang diriwayatkan, membandingkan riwayat-riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam menggunakan lafaz-lafaz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbezaan antara lafaz-lafaz itu. Dengan usaha yang sedeemikian rupa, maka lahirlah kitab shahihnya.

Bukti mengenai keagungan kitab itu ialah suatu kenyataan, di mana Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan riwayat yang pernah didengarnya. Diceritakan, bahawa ia pernah berkata: "Aku susun kitab shahih ini yang disaring dari 300,000 hadith."

Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, yang berkata: "Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab shahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12,000 buah hadith.

Dalam pada itu, Ibn Salah menyebutkan dari Abi Quraisy al-Hafiz, bahawa jumlah hadith Shahih Muslim itu sebanyak 4,000 buah hadith. Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan, iaitu bahawa perhitungan pertama memasukkan hadith-hadith yang berulang-ulang penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadith-hadith yang tidak disebutkan berulang.

Imam Muslim berkata di dalam Shahihnya: "Tidak setiap hadith yang shahih menurutku, aku cantumkan di sini, yakni dalam Shahihnya. Aku hanya mencantumkan hadith-hadith yang telah disepakati oleh para ulama hadith."

Beliau juga pernah berkata, sebagai ungkapan gembira atas kurnia Tuhan yang diterimanya: "Apabila penduduk bumi ini menulis hadith selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab musnad ini."

Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadith yang diriwayatkan dalam Shahihnya dapat dilihat dari perkataannya sebagai berikut: "Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadith dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan; juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadith daripadanya melainkan dengan alasan pula."

Imam Muslim di dalam penulisan Shahihnya tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada sebahagian naskah Shahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas yang datang kemudian. Di antara pengulas yang paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematik babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya.

3- Imam Nasa`i,

Ahmad bin Syu'aib bin Ali al-Nasā'ī (Bahasa Arab: النسائي شعيب بن adalah (أحمدseorang ahli hadis. Beliau terkenal dengan nama An-Nasa`i kerana dinisbahkan dengan kota Nasa'i, salah satu kota di Khurasan. Beliau dilahirkan pada tahun 215 H, demikian menurut Adz Dzahabi. Dan beliau meninggal dunia pada hari Isnin, 13 Safar 303 Hijriah di Palestin dan beliau dikuburkan di Baitulmuqaddis.

Page 9: Mustolah hadis

Beliau menerima Hadis dari Sa'id, Ishaq bin Rawahih dan ulama-ulama lainnya selain itu dari kalangan tokoh ulama ahli hadis yang berada di Khurasan, Hijaz, Iraq, Mesir, Syam, dan Semenanjung Arab. Beliau termasuk diantara ulama yang ahli di bidang ini dan karena ketinggian sanad haditsnya. Beliau lebih kuat hafalannya menurut para ulama ahli hadits dari Imam Muslim dan kitab Sunan An Nasa`i lebih sedikit hadits dhaifnya (lemah) setelah Hadith Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Beliau pernah menetap di Mesir.

Para guru beliau yang nama harumnya tercatat oleh pen sejarah antara lain; Qutaibah bin Sa`id, Ishaq bin Ibrahim, Ishaq bin Rahawaih, al-Harits bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Dawud (penyusun Sunan Abi Dawud), serta Imam Abu Isa al-Tirmidzi (penyusun al-Jami` atau Sunan al-Tirmidzi).

Sementara murid-murid yang setia mendengarkan fatwa-fatwa dan ceramah-ceramah beliau, antara lain; Abu al-Qasim al-Thabarani (pengarang tiga buku kitab Mu`jam), Abu Ja`far al-Thahawi, al-Hasan bin al-Khadir al-Suyuti, Muhammad bin Muawiyah bin al-Ahmar al-Andalusi, Abu Nashr al-Dalaby, dan Abu Bakr bin Ahmad al-Sunni. Nama yang disebut terakhir, disamping sebagai murid juga tercatat sebagai “penyambung lidah” Imam al-Nasa`i dalam meriwayatkan kitab Sunan al-Nasa`i.

Sudah mafhum dikalangan peminat kajian hadis dan ilmu hadis, para imam hadis merupakan tokoh yang memiliki ketekunan dan kehebatn yang patut diteladani. Dalam masa ketekunannya inilah, para imam hadis kerap kali menghasilkan karya tulis yang tak terhingga nilainya.

Tidak ketinggalan pula Imam al-Nasa`i. Karangan-karangan beliau yang sampai kepada kita dan telah diabadikan oleh pen sejarah antara lain; al-Sunan al-Kubra, al-Sunan al-Sughra (kitab ini merupakan bentuk perampingan dari kitab al-Sunan al-Kubra), al-Khashais, Fadhail al-Shahabah, dan al-Manasik. Menurut sebuah keterangan yang diberikan oleh Imam Ibn al-Atsir al-Jazairi dalam kitabnya Jami al-Ushul, kitab ini disusun berdasarkan pandangan-pandangan fiqh mazhab Syafi`i.

Untuk pertama kali, sebelum disebut dengan Sunan al-Nasa`i, kitab ini dikenal dengan al-Sunan al-Kubra. Setelah tuntas menulis kitab ini, beliau kemudian menghadiahkan kitab ini kepada Amir Ramlah sebagai tanda penghormatan. Amir kemudian bertanya kepada al-Nasa`i, “Apakah kitab ini seluruhnya berisi hadis shahih?” Beliau menjawab dengan kejujuran, “Ada yang shahih, hasan, dan adapula yang hampir serupa dengannya”.

Kemudian Amir berkata kembali, “Kalau demikian halnya, maka pisahkanlah hadis yang shahih-shahih sahaja”. Atas permintaan Amir ini, beliau kemudian menyisihkan dengan ketat semua hadis yang telah tertuang dalam kitab al-Sunan al-Kubra. Dan akhirnya beliau berhasil melakukan perampingan terhadap al-Sunan al-Kubra, sehingga menjadi al-Sunan al-Sughra. Dari segi penamaan sahaja, sudah bisa dinilai bahwa kitab yang kedua merupakan bentuk perampingan dari kitab yang pertama.

Imam al-Nasa`i sangat teliti dalam menyisihkan hadis-hadis yang termuat dalam kitab pertama. Oleh kerananya, banyak ulama bercakap “Kedudukan kitab al-Sunan al-Sughra dibawah darjat Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Di dua kitab terakhir, sedikit sekali hadis dhaif yang terdapat di dalamnya”.Kerana hadis-hadis yang termuat di dalam

Page 10: Mustolah hadis

kitab kedua (al-Sunan al-Sughra) merupakan hadis-hadis pilihan yang telah disisih dengan ketat, maka kitab ini juga dinamakan al-Mujtaba. Pengertian al-Mujtaba bersinonim dengan al-Maukhtar (yang terpilih), kerana memang kitab ini berisi hadis-hadis pilihan, hadis-hadis hasil sisihan dari kitab al-Sunan al-Kubra.

Kitab As-Sunan as-Sughra (Bahasa Arab: الصغرى juga dikenali sebagai Sunan ,(السننal-Nasa'i ( النس+ائي (س+نن atau Al-Mujtaba (المجت+بى) ialah salah satu dari Al-Kutub al-Sittah (enam kitab hadis utama) orang Islam Ahli Sunah Waljamaah, dan telah dikumpul oleh Imam al-Nasa'i. Ahli Sunah menganggap kitab ini sebagai ketiga paling kuat dalam enam kitab hadis utama mereka.[1]

Kitab al-Sunan al-Sughra ini mempunyai sekitar 5270 hadis (mengira Mukarrar, iaitu, riwayat berulang) yang dipilih al-Nasa'i dari karya utamanya al-Sunan al-Kubra. Bagaimanapun, kitab pertamanya ini turut memasukkan hadis Hasan di samping hadis Sahih.[2]

4- Imam Abu Daud

Abu Da'ud Sulayman ibn Ash`ath al-Azadi al-Sijistani (Sistan 202 H (817 M) - Basrah 276 H (888 M)}, adalah salah seorang perawi hadith Nabi Muhammad (S.A.W). Beliau adalah penulis kitab Sunan Abi Daud, salah satu kitab yang dikategorikan di dalam enam kitab Hadis yang utama yang termasuk kitab Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim.

Sunan Abu Daud ataupun Sunan Abi Daawud (Bahasa Arab: داود أبي ,(سننhumpunan Hadis oleh Abu Daud, ialah satu daripada enam kitab Hadis yang dikenali sebagai Al-Kutub al-Sittah.

Pemerian

Imam Abu Daud menghimpun 500,000 hadis, tetapi hanya memuatkan sebanyak 4,800 hadis ke dalam himpunan hadisnya. Himpunan hadis ini dianggap kitab hadis yang keempat 'kekuatannya' dalam Al-Kutub. Abu Daud mengambil masa hampir 20 tahun bagi menghasilkan kitab hadisnya; beliau membuat beberapa siri perjalanan bagi berjumpa periwayat hadis yang terulung pada zamannya dan mengumpulkan hadis yang paling tulen yang diriwayatkan kepada periwayat-periwayat yang ditemuinya. Memandangkan Abu Daud mengumpulkan hadis yang belum dihumpunkan demikian rupa, Sunannya diterima sebagai karya piawai oleh sarjana Islam.[1].

Latar belakang

Beliau dilahirkan di Sijistan (Sistan atau Sagestan, Iran) pada tahun 817, dan meninggal pada tahun 888. Semasa hayatnya, beliau pernah mengembara ke Iraq, Mesir, Syria, Arab Saudi, Khurasan, Nisabur dan bayak lagi untuk mengumpulkan Hadis Rasulullah S.A.W. Kebanyakkan Hadis yang beliau kumpul lebih bertumpu kepada Hadis Hukum, iaitu hadis yang mengandungi hukum-hukum fiqh yang sesuai digunakan dalam bidang perundangan Islam. Jumlah Hadis yang berjaya dikumpulkan oleh Imam Abu Daud

Page 11: Mustolah hadis

adalah sebanyak 50,000 Hadis. Daripada jumlah itu, sebanyak 4,800 Hadis telah beliau pilih untuk dimasukkan dalam kitab Sunannya. Semua Hadis dalam dikategorikan oleh Imam Abu Daud mengikut kepentingannya. Imam Abu Daud telah menulis lebih kurang 21 kitab termasuk Sunan Abi Daud. Menurut Imam Abu Daud, semua Hadis yang dimasukkan dalam kitab Sunannya adalah sahih kecuali jika beliau menyatakan sebaliknya. Namun, bukan semua Hadis beliau sahih kerana ada ulama' seperti Ibn Hajar berpendapat bahawa ada juga Hadis yang lemah di dalam Sunan Abi Daud. Antara kitab selain Sunan, Imam Abu Daud juga menulis Kitab al-Marasil. Dalam kitab ini, sebanyak 600 Hadis Mursal - Hadis yang perawinya dari kalangan Tabi'in meriwayatkan terus daripada Rasulullah S.A.W tanpa perantaraan sahabat.

Guru

Sebagai seorang perawi Hadis, Imam Abu Daud berguru dengan ramai ulama untuk mendapatkan sesebuah Hadis. Antara guru-gurunya adalah:

1. Imam Ahmad ,2. Al-Qanabiy ,3. Sulaiman bin Harb ,4. Abu Amr adh-Dhariri ,5. Abu Walid ath-Thayalisi ,6. Abu Zakariya Yahya bin Ma'in ,7. Abu Khaithamah ,8. Zuhair bin Harb ,9. ad-Darimi ,10. Abu Uthman Sa'id bin Manshur ,11. Ibn Abi Syaibah dan lain-lain.

Murid

Demikian juga murid beliau cukup banyak, antaranya:

1. Imam at-Tirmidzi 2. Imam Nasa'i 3. Abu Ubaid Al Ajury4. Abu Thoyib Ahmad bin Ibrohim Al Baghdady (perawi Sunan Abi Daud dari

beliau).5. Abu `Amr Ahmad bin Ali Al Bashry (perawi kitab Sunan dari beliau).6. Abu Bakr Ahmad bin Muhammad Al Khollal Al Faqih.7. Isma`il bin Muhammad Ash Shofar.8. Abu Bakr bin Abi Daud (anak beliau).9. Zakariya bin Yahya As Saajy.10. Abu Bakr Ibnu Abi Dunya.11. Ahmad bin Sulaiman An Najjar (perawi kitab Nasikh wal Mansukh dari beliau).12. Ali bin Hasan bin Al `Abd Al Anshory (perawi sunsn dari beliau).13. Muhammad bin Bakr bin Daasah At Tammaar (perawi sunan dari beliau).14. Abu `Ali Muhammad bin Ahmad Al Lu`lu`y (perawi sunan dari beliau).15. Muhammad bin Ahmad bin Ya`qub Al Matutsy Al Bashry (perawi kitab Al Qadar

dari beliau).

Page 12: Mustolah hadis

Karya

Dia mengarang sekitar 21 buah kitab keseluruhannya. Sebahagian yang paling menonjol adalah:

Sunan Abu Daud, mengandungi sekitar 4,800 hadith, merupakan karya agungnya. Ia biasanya diberi nombor menurut edisi Muhammad Muhyi al- Din `Abd al-Hamid (Cairo: Matba`at Mustafa Muhammad, 1354/1935), di mana 5,274 dibezakan. Sesetengah hadithnya tidak sahih, tetapi dia mendakwa bahawa kesemua hadith disenaraikan adalah sahih kecuali disebut dengan jelas sebaliknya; ini menjadi pertikaian dikalangan sarjana Islam, kerana sesetengah, seperti Ibn Hajar al-Asqalani percaya bahawa sesetengah yang tidak bertanda juga merupakan Hadith da'if.

Dalam karnyanya yang lain, Kitab al-Marasil, dia menyenaraikan 600 Hadith mursal yang, selepas penyelidikan menyelurun, dia memutuskan juga adalah Hadith sahih.

Risālah Abī Dāwūd ilā Ahli Makkah; suratnya kepada penduduk Mekah menggambarkan karyanya, Sunan Abu Dawood

5- Imam Tirmidhī Abū Īsā Muhammad ibn Īsā as-Sulamī at-Tirmidhī

Nama: Abū Īsā Muhammad ibn Īsā as-Sulamī at-TirmidhīGelaran: Imam TirmidhīLahir: 824 M (209 H)Wafat: 892 M (13 Rajab 279 H)Mazhab: Shafi'iRantau: ParsiBidang: HadisKarya: Sunan al-Tirmidhi/Jami' at-Tirmizi

Imam Turmudzi atau Al-Turmudzi atau Al-Tirmidzi, nama asalnya adalah Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah Al-Turmudzi (Bahasa Arab: الترم+ذي محم+د عيس+ى (أب+وialah seorang perawi hadis dari Parsi yang terkenal. Beliau pernah belajar hadis dari Imam Bukhari.

Beliau menyusun kitab "Sunan Al-Turmudzi" dan "Al Ilal". Beliau mengatakan bahawa dia sudah pernah menunjukkan kitab Sunannya kepada ulama-ulama Hijaz, Iraq dan Khurasan dan mereka semuanya setuju dengan isi kitab itu. Karyanya yang mashyur ialah Kitab Al-Jami’ (Jami' at-Tirmizi/Sunan al-Tirmidhi). Ia juga tergolong salah satu "Kutubus Sittah" (Enam Kitab Utama Bidang Hadis) dan ensiklopedia hadis terkenal.

Jami' at-Tirmidhi (Bahasa Arab: الترمذي Jāmi` at-Tirmidhī), juga dikenali sebagai ,جامعSunan al-Tirmizi (Bahasa Arab: الترم+ذي ,س++نن Sunan al-Tirmidhī), ialah satu daripada enam kitab Hadis yang dikenali sebagai Al-Kutub al-Sittah. Ia dihimpunkan oleh Abu Isa Muhammad ibn Isa al-Tirmizi.

Page 13: Mustolah hadis

Tajuk kitab

Al-Kattani berkata: "Jami al-Tirmizi juga dikenali sebagai Sunan; himpunan ini bukan dua kitab berlainan, dan juga [dikenali sebagai] Al-Jami al-Kabir."[1]

Pujian

Al-Hafiz Abu'l-Fadl Al-Maqdisi berkata, 'Aku dengar daripada al-Imam Abu Ismail Abdullah bin Muhammad Al-Ansari di Harrah — apabila Abu Isa al-Tirmizi dan kitabnya di bicarakan di hadapannya — berkata: "Bagiku kitab ini lebih berguna daripada kitab-kitab Bukhari dan Muslim. Ini kerana hanya seorang pakar mampu memdapat manfaat daripada kitab al-Bukhari dan kitab Muslim, sementara setiap orang mampu meraih manfaat daripada kita Abu Isa".'[2]

Ibn Al-Athir berkata: '(Ia) adalah kitab yang terbaik, memiliki manfaat yang paling banyak, aturannya terbaik, dengan perulangan yang paling kurang. Ia mengandungi apa yang tiada pada kitab-kitab lain; seperti penyataan pendapat mazhab berlainan, sudut-sudut penghujahan, dan menerangkan sama ada kedudukan hadis, sama ada Sahih, Gharib, atau Da'if, dan juga catatan yang baik atau buruk (berkaitan perawi).'

Ketulenan

Orang Islam Sunni menganggap himpunan ini sebagai kelima 'kekutannya' dalam Al-Kutub.[3]

Jenis hadis mengikut ketulenan

Daripada empat kitab Sunan, hanya kitab Imam al-Tirmizi yang dibahagikan kepada empat bahagian. Bahagian pertama, yang dimuatkan hadis Sahih beliau bersetuju dengan Imam al-Bukhari dan Imam Muslim. Bahagian kedua pula mematuhi piawai dua orang sarjana hadis, Imam Abu Daud, dan Imam Nasa'i. Imam al-Tirmizi menggunakan piawai kedua-dua sarjana ini —piawai ini kurang sedikit daripada piawai Imam al-Bukhari dan Imam Muslim.

Ketiga ialah himpunan hadis yang mempunyai percanggahan; dalam kes ini beliau menerangkan kelemahan hadis. Dan bahagian keempat, hadis-hadis yang telah digunkan oleh pakar fiqah.[4]

Sunan Ibn Mājah (Bahasa Arab: ماجه ابن (سنن ialah satu daripada himpunan kitab Hadis yang dikenali sebagai Al-Kutub al-Sittah (enam kitab utama Hadis). Himpunan Sunan ini karya Imam Ibnu Majah.

Pemerian

Himpunan ini memuatkan lebih 4,000 Hadis di dalam 32 buku (kutub) yang dibahagikan kepada 1,500 bab (abwāb).

Ketulenan

Page 14: Mustolah hadis

Himpunan ini dianggap orang Islam Ahli Sunah Waljamaah sebagai keenam 'terkuat' dalam Al-Kutub al-Sittah[1]. Namun demikian, kedudukan Sunan Ibnu Majah dalam kesarjaan Islam tidak diputuskan sehingga abad ke-14 M. Para sarjana Islam seperti Imam al-Nawawi (meninggal 676 H/1277 M) dan Ibn Khaldun (meninggal 808 H/1405 M) tidak memasukkan Sunan ke dalam senarai kitab hadis yang diterima pakai secara am; sarjana lain pula menggantikannya sama ada dengan Muwattak Imam Malik atau dengan Sunan Al-Darimi.

.

6- Imam Ibnu Majah

Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin Majah Al Quzwaini

Nama: Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin Majah Al Quzwaini

Gelaran: Imam Ibnu MajahLahir: 207 HWafat: 275 HMazhab: SyafieEtnik: MalikiRantau: ArabBidang: HadisKarya: Sunan Ibnu MajahPengaruh: Imam Malik

Diilhami: Ibnu Hajar

Ibnu Majah, atau nama lengkapnya Abu 'Abdullah Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin Majah al-Rab'i al-Quzwaini (Bahasa Arab: بن يزي+د بن محم+د الل+ه عب+د أب+و

القزويني الربعي adalah seorang ahli hadis yang terkenal kerana menyusun kitab (ماجةSunan Ibnu Majah. Beliau dilahirkan pada tahun 207 H dan meninggal pada hari Selasa, lapan hari sebelum berakhirnya bulan Ramadhan tahun 275 H.

Beliau menuntut ilmu hadis dari berbagai negara hingga beliau mendengar hadis dari madzhab Maliki dan Al Laits. Sebaliknya banyak ulama yang menerima hadis dari beliau. Ibnu Majah menyusun kitab Sunan Ibnu Majah dan kitab ini sebelumnya tidak mempunyai tingkatan atau tidak termasuk dalam kelompok kutubus sittah kerana dalam kitabnya ini terdapat hadith yang daif bahkan hadith munkar. Oleh karena itu para ulamak memasukkan kitab Al Muwaththa karya Imam Malik dalam kelompok perawi yang lima (Al Khamsah). Menurut penyusun (Ibnu Hajar) ulama yang pertama kali mengelompokkan atau memasukkan Ibnu Majah ke dalam kelompok Al Khamsah itu

Page 15: Mustolah hadis

adalah Abul Fadl bin Thahir dalam kitabnya Al Athraf, kemudian disokong pula Abdul Ghani dalam kitabnya Asmaur Rizal.

7- Ahmad ibn Hanbal

Nama: Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Abu Abdullah al-Shaibani

Gelaran:Lahir: 164 H

Wafat: 241 HEtnik: Arab

Rantau: ParsiBidang: Fiqah, Hadis, Akidah

Idea utama: Mazhab HanbaliPengaruh: Muhammad al-Bukhari

Diilhami: Imam Syafie

Imam Ahmad ibn Hanbal (Bahasa Arab: حنبل بن Ahmad bin Hanbal) (780 أحمد[164 AH] - 855 [241 AH]) merupakan sarjana Muslim dan ahli teologi. Dia di anggap sebagai pengasas mazhab Hanbali fiqh. Nama penuhnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Abu `Abd Allah al-Shaybani ( عبدالله أبو حنبل بن محمد بن أحمد.(الشيباني

Ahmad ibn Hanbal dilahirkan di Asia Tengah kepada keluarga Arab pada 780. Selepas kematian bapanya, dia berpindah ke Iraq dan menuntut dengan meluas di Baghdad, dan kemudian menggunakan perjalanannya bagi melanjutkan penggajiannya. Minat utamanya adalah mendapatkan pengetahuan berkaitan dengan hadith dan mengembara dengan meluas keseluruh Iraq, Syria, dan Arabia mendalami ilmu ugama dan mengumpul sunnah Muhammad s.a.w.

Ahmad bin Hanbal menuntut di Baghdad dan kemudiannya mengembara untuk meluaskan pengetahuan dan ilmunya. Beliau amat tertarik dengan pengajian Hadis dan mengembara ke seluruh pelosok Iraq, Syria, dan Semenanjung Arab mempelajari agama mengumpulkan hadis Muhammad.

Page 16: Mustolah hadis

Setelah beberapa tahun mengembara, Ahmad bin Hanbal berguru ilmu Fiqh dengan Imam Shafie. Ahmad bin Hanbal berpegang teguh kepada fahaman tradisional dan menentang apa-apa inovasi dalam pentafsiran undang-undang Islam.

Guru

Antara mereka yang menjadi guru Ahmed bin Hanbal adalah Imam Shafie r.a., Bishar bin Al Mufadal r.a., Ismail bin Ulayyah r.a., Jarir bin Abdul Hamid r.a. dan Yahya bin Said r.a..

Pengumpul dan penyusun hadis terkenal seperti Imam Bukhari r.a. dan Imam Muslim r.a., juga mengumpulkan hadis dari pengumpulan Ahmed bin Hanbal. Penguasaan ilmu hadis Ahmed bin Hanbal begitu menyeluruh sehinggakan imam Shafie kadangkala merujuk kepada Ahmed bin Hanbal mengenai hadis-hadis tertentu.

Penindasan semasa Mihna

Khalifah al-Ma'mun ibn Harun ar-Rashid, dipengaruhi oleh fahaman Mu'tazilah yang banyak memesong daripada fahaman tradisional Islam. Ketika itu, Khalifah dipengaruhi oleh kumpulan Mu'tazilah yang mempersoalkan asal usul tauhid dan berpegang kepada fahaman bahawa Al-Quran adalah ciptaan manusia dan tidak kekal abadi.

Kumpulan Mutazilah ini mendapat sokongan dan naungan Khalifah al-Ma'mun. Pihak Mutazilah melancarkan Mihna untuk menyaring ulama yang enggan berpegang kepada fahaman yang dibawa oleh kumpulan Mutazalis. Semasa Mihna, ulama Islam diuji untuk menentukan pegangan mereka mengenai pentafsiran dalam perkara-perkara berkaitan dengan agama Islam.

Ramai ulama yang bertukar pendirian apabila disuruh oleh Khalifah al-Ma'mun dan memberikan persetujuan kepada pentafsiran Islam supaya bersesuaian dengan fahaman Mutazilah. Pendirian Imam Ahmad bin Hanbal diuji semasa pemerintahan Khalifah al-Ma'mun dan Khalifah al-Mu'tasim. Imam Ahmad bin Hanbal berkeras enggan memberikan persetujuan kepada fahaman yang dibawa oleh Mutazalis.

Khalifah al-Ma'mun menghukum sebatan ke atas Ahmad bin Hanbal. Dia dipenjarakan selama 30 bulan dan dipukul teruk. Khalifah al-Ma'mun memerintahkan Imam Ahmad bin Hanbal dipenjarakan, tetapi khalifah tersebut meninggal dunia tidak lama selepas mengeluarkan perintah itu. Dia digantikan dengan khalifah Al-Mu'tasim yang juga berpegang kepada fahaman Mutazilah. Khalifah Al-Mu'tasim bertanya sama ada Imam Ahmad bin Hanbal sudah bertukar pendirian dan menyokong fahaman Mutazilah. Imam Ahmad bin Hanbal masih enggan mengikut fahaman tersebut dan diberikan balasan hukuman sebat dan dipenjarakan. Imam Ahmad bin Hanbal hanya dilepaskan setelah dua tahun selepas itu. Tetapi beliau ditegah mengajar dan menyebarkan ilmu Allah. Tegahan ini kekal sehingga pemerintahan Khalifah al-Wathiq. Tetapi Imam Ahmad bin Hanbal tetap dengan pegangan beliau.

Page 17: Mustolah hadis

Pembebasan dan pengiktirafan

Pada 25 Ramadan 221H, Khalifah Mutasim bertaubat dan memerintahkan Ahmed bin Hanbal dibebaskan. Imam Ahmed bin Hanbal memaafkan kesemua mereka yang menganiayanya kecuali anggota kumpulan Mu'tazilah yang berfahaman sesat.

Selepas Khalifah Al-Mutawakkil mengambil kuasa, dasar kerajaan berubah. Sebaliknya, dia diberikan penghormatan yang setimpal dengan ilmu dan pengetahuannya. Dia hendak diberikan ganjaran oleh Khalifah Al-Mutawakkil dan dijemput ke istana untuk mengajar. Walaupun demikian Ahmed bin Hanbal enggan menerima tawaran tersebut kerana enggan mendekati istana dan mereka yang berkuasa di istana. Khalifah Al-Mutawakkil sebaliknya memberikan ganjaran kepada Salih bin Ahmad, anak kepada Imam Ahmed bin Hanbal. Apabila perkara ini sampai ke pengetahuannya, Ahmed bin Hanbal memarahi anaknya dan enggan memakan sedikitpun daripada kemewahan anaknya.

Ahmed bin Hanbal menjadi masyhur dan terkenal dengan warak dan ketaksuban kepada hukum Allah. Pengajaran dan penulisannya membolehkan pengikutnya mengasaskan mazhab Hanbali.

Kematian

Ahmed bin Hanbal meninggal dunia di Baghdad pada 13 Rabiulawal 241H bersamaan 31 Julai, 855M. Mengikut Tarjamatul Imam, lebih 860,000 orang menziarah semasa pengkebumiannya.

Penulisan

Musnad

Penulisan Ahmad bin Hanbal yang paling agung ialah Musnad Ahmad bin Hanbal yang merupakan satu pengumpulan hadis. Karangannya yang lain termasuk Kitab-us-Salaat dan Kitab-us-Sunnah.

8- Imam MalikNama: Malik ibni Anas

Gelaran: Imam Malik, Syeikh IslamLahir: 93 H atau 713 MWafat: 179 H atau 796 MEtnik: Arab

Rantau: ArabBidang: Hadis, Fiqah

Idea utama: Mazhab MalikiKarya: Al Muattok

Page 18: Mustolah hadis

Pengaruh: Jaafar al-Sadiq, Abu Suhail al-Nafi

Imam Malik Rahimahullah atau nama sebenar beliau Malik bin Anas bin Malik Amir Al-Harith dilahirkan di Kota Madinah pada 93 Hijrah bersamaan dengan tahun 713 Masihi, iaitu pada zaman pemerintahan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik daripada kerajaan Bani Umaiyah. Beliau berasal dari keturunan Arab yang terhormat dan dimuliakan oleh masyarakat kerana datuknya Amir bin Al-Harith banyak berkorban bersama Nabi Muhammad s.a.w. dalam menegakkan agama Islam. Kehidupan keluarganya yang susah tidak memadamkan cita-citanya untuk menjadi orang yang berilmu. Berkat usahanya yang gigih dan bersungguh-sungguh, akhirnya beliau muncul sebagai seorang ulama, hartawan, dermawan, dan berjaya memegang jawatan Mufti Besar di Madinah. Beliau pernah menjadi guru sedari usia 17 tahun dan dapat mengajar dengan baik walaupun masih muda. Majlis pengajian beliau dilakukan di Masjid Nabawi. Beliau yang juga dikenali sebagai pengasas Mazhab Maliki telah meninggal dunia pada 10 Rabiulawal 179 Hijrah bersamaan 798 Masihi ketika berusia 86 tahun dengan meninggalkan tiga orang putera dan seorang puteri. Mazhab Maliki berkembang di beberapa tempat di dunia seperti Maghribi, Algeria, Libya, Iraq dan Palestin.

Sifat Peribadi

Sepanjang hidupnya, Imam Malik terkenal dengan kecerdasan akal fikirannya yang tinggi sehinggakan mampu menghafal al-Quran dalam usia yang masih muda. Beliau juga terkenal dengan sifat mulia, bersopan-santun, suka memakai pakaian yang bersih, kemas serta bau-bauan yang harum selaras dengan tuntutan agama supaya menjadi orang yang pembersih. Walau bagaimanapun, beliau yang terkenal dengan keramahan dan bergaul dengan semua lapisan masyarakat merupaka seorang yang pendiam dan hanya berkata-kata apabila perlu dan menganggap benda yang akan diucapkan adalah perkara-perkara yang berfaedah sahaja. Beliau juga seorang hartawan yang tidak lokek membelanjakan hartanya ke jalan Allah. Sebagai contoh, beliau pernah membantu Imam as-Syafie sehingga berjaya menjadi ulama terkenal. Beliau seorang yang sangat menghormati hadis-hadis Rasulullah sendiri dan diri baginda sendiri walaupun baginda telah wafat. Beliau dikatakan tidak pernah menunggang sebarang jenis kenderaan di Madinah sebagai tanda menghormati jasad baginda yang tertanam di dalam kubur. Beliau pernah dirotan dengan cemeti sehingga patah tulang belakang kerana mengeluarkan fatwa yang tidak disukai oleh khalifah iaitu isteri yang ditalak secara paksa tidak jatuh talaknya. Ini menunjukkan betapa tabahnya beliau. Kerajinannya mengerjakan ibadat di malam hari pula menunjukkan kewarakan beliau terhadap Allah s.w.t. Prinsip hidup beliau mengenai ilmu ialah orang yang ingin belajar ilmu hendaklah berusaha mencarinya, bukan ilmu yang datang mencarinya. Beliau tidak pernah merungut apabila memberi pendidikan kepada anak-anak muridnya. Beliau akan bersusah-payah memberi kefahaman kepada anak-anak muridnya tentang sesuatu masalah ilmu.

Pendidikan

Sejak kecil lagi minatnya terhadap ilmu sudah disemai dalam jiwanya. Beliau telah menghafal ayat-ayat al-Quran dan hadis semenjak kecil dan mendapat pendidikan di Kota Madinah daripada beberapa orang ulama terkenal di sana. Guru pertama beliau

Page 19: Mustolah hadis

adalah Abdul Rahman bin Hamzah iaitu seorang ulama besar Madinah yang telah memberi pendidikan kepada beliau selama lapan tahun. Akibat dari kecerdasan akalnya yang luar biasa, beliau pernah menghafal 29 buah hadis daripada 30 buah hadis yang dibacakan oleh gurunya dalam satu hari sahaja. Beliau pernah belajar daripada 900 orang guru dari kalangan tabiin dan tabi’ tabiin. Imam Malik banyak menimba ilmu pengetahuan di Kota Madinah yang pada masa itu menjadi pusat pengajian ilmu, khususnya ilmu agama.

Kitab Al-Muwattak

Al-Muwattak (Bahasa Arab: الموطأ ) bererti ‘yang disepakati’ atau ‘tunjang’ atau ‘panduan’ tentang ilmu dan hukum-hukum agama. Kitab tersebut merupakan sebuah kitab yang mengandungi hadis-hadis hukum yang dikumpulkan oleh Imam Malik serta pendapat para sahabat dan ulama-ulama tabiin. Kitab ini lengkap dengan pelbagai masalah agama yang merangkumi ilmu hadis, ilmu fiqh dan sebagainya. Semua hadis di dalam kitab ini adalah sahih kerana Imam Malik terkenal dengan sifatnya yang tegas dalam penerimaan hadis tertentu. Beliau sangat berhati-hati ketika menapis, mengasingkan dan membahas serta menolak riwayat yang meragukan. Daripada 100,000 buah hadis yang dihafal beliau, hanya 10,000 sahaja diakui sah dan daripada 10,000 hadis itu, hanya 5,000 sahaja yang disahkan sahih oleh beliau setelah disiasat dan dipadankan dengan Al-Quran. Menurut satu riwayat, Imam Malik menghabiskan 40 tahun untuk mengumpul dan menapis hadis-hadis yang diterima daripada guru-gurunya. Imam Syafie pernah berkata, "Tiada sebuah kitab di muka bumi ini yang lebih banyak mengandungi kebenaran selepas Al-Quran selain daripada kitab al-Muwattak karangan Imam Malik."

9- Sunan al-Darimi

Sunan al-Darimi (Bahasa Arab: الدارمي atau Musnad al-Darimi oleh Abdullah ibn (سنAbdul Rahman al-Darimi (181H–255H) ialah himpunan Hadis yang penting, bersama-sama Muwatta Imam Malik dan Musnad Imam Ahmad.

Walaupun dipanggil kadang kala dipanggil Musnad ia tidak diatur mengikut nama perawi seperti 'Musnad' yang lain, misalnya Musnad Imam Ahmad, akan tetapi lebih dalam bentuk Sunan di mana kandungan diatur mengikut tajuk seperti Sunan Ibnu Majah.

Penyampaian

Al-Darimi Darimi menyampaikan hadis-hadis ini kepada Isa ibn Umar al-Samarqandi; tarikh kematian tidak diketahui, kebarangkalian selepas tahun 293 H. Selepas itu ia disampaikan kepada:

Abdullah ibn Ahmad ibn Hamawiya al-Sarkhasi (293–381 H) Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Muzaffar al-Dawudi "Jamal al-Islam" (374–

467 H) Abu'l-Waqt Abd al-Awwal ibn Isa ibn Shu'ayb al-Sijizzi (458–553 H)

Page 20: Mustolah hadis

JENIS-JENIS HADIS

Istilah HadisPengertian لحديثا  itu sendiri ialah Sandaran kepada UCAPAN, PERBUATAN, SIFAT, dan TAQRIR(persetujuan) Nabi Muhammad Salallahu 'alaihi Wasalam.

Istilah hadis (bahasa Arab: muṣṭalaḥ al-ḥadīth; الحديث ialah himpunan istilah (مصطلحyang digunakan untuk menentukan sama ada boleh diterima atau tidak sebuah riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad (SAW), dan juga tokoh-tokoh penting agama Islam. Istilah-istilah tertentu membezakan hadis yang dianggap benar, yang boleh disandarkan kepada puncanya, daripada riwayat yang tidak dapat dipastikan asal-usulnya [yakni, provenans diragui]. Secara formalnya, ia didefinisikan oleh Ibn Hajar, seorang pakar hadis, sebagai: "Ilmu tentang prinsip-prinsip dari mana keadaan perawi dan yang bahan diriwayatkan boleh dipastikan."[1] Halaman ini memuatkan istilah primer yang digunakan dalam ilmu ataupun sains hadis.

Bilangan istilah

Bilangan istilah individu banyak; Ibn al-Salah memuatkan enam puluh lima dalam Pengenalan kepada Sains Hadisnya, dan kemudiannya berkata, "Ini ialah penghujungnya, tetapi bukan penghabisan tentang apa yang mungkin, kerana perkara ini tertakluk kepada pemerincian yang tidak terkira luasnya." Al-Bulqini mengulas akan kenyataan ini dengan berkata, "Kami telah menambah lima lagi bahagian, menjadikannya tujuh puluh."[2] Ibn al-Mulaqqin menghitung jenis-jenis berbeza sebagai "lebih dari lapan puluh"[3] dan al-Suyuti memuatkan sembilan puluh tiga dalam Tadrib al-Rawi. Muhammad al-Hazimi mengakui jumlah istilah — hampir seratus mengikut perhitungannya — dengan berkata: "Ketahuilah bahawa ilmu hadis terdiri daripada beberapa jenis, menghampiri 100 jenis. Setiap jenis ialah kajian tersendiri, dan jika seorang pengkaji itu mengabdikan hidupnya kepada pengajian jenis-jenis tersebut, dia tidak akan sampai kepada kesudahannya."[1]

Istilah berkaitan kesahan hadis

Ibn al-Salah menyatakan, "Mengikut pakar hadis, sesuatu hadis itu dibahagikan kepada sahih, hasan, dan daif."[4]

Ibn al-Salah berkata: "Mengikut pakarnya, sesuatu hadis dibahagikan kepada sahih, hasan dan daif."[4] Sementara istilah khusus hadis itu banyak, lebih banyak dari tiga istilah ini, pada asasnya hasil muktamad ialah menentukan sama ada hadis tertentu itu sahih — justeru boleh diikuti, atau daif dan tidak perlu diikuti. Buktinya ialah ulasan al-Bulqini terhadap kenyataan Ibn al-Salah. Al-Bulqini menyatakan bahawa "istilah pakar hadis lebih daripada ini, sementara pada waktu yang sama, ia hanya sahih dan lawannya. Barangkali pada amnya, apa yang diniatkan oleh pembahagian terkemudian (yakni ke dalam dua bahagian) berkaitan dengan tahap kewibawaan agama, atau sebaliknya, dan apa yang akan disebutkan kemudian (yakni, 65 kategori itu) ialah pengkhususan keadaan am itu."[4]

Page 21: Mustolah hadis

Hadis Sahih

Hadis Sahih ialah hadis yang berhubung/bersambungan sanad dari permulaan hingga akhir dan periwayat-periwayat tersebut bersifat berikut:

1. Adil2. Kuat Ingatannya3. Sejahtera dari keganjilan4. Sejahtera dari kecederaan yang memburukkan

Hadis Sahih perlu cukup sanadnya dari awal sampai akhir dan oleh orang-orang yang sempurna hafalannya.

Syarat hadis sahih, iaitu:

1. Sanadnya bersambung2. Perawinya sudah baligh3. Berakal4. Tidak mengerjakan dosa5. Sempurna hafalannya6. Perawi yang ada dalam sanad itu hams adil dan hadis yang diriwayatkannya

tidak bertentangan dengan hadis Mutawatir atau dengan ayat al-Quran.

Hadis Sahih terbagi menjadi dua:

1. Sahih Lizatihi, yakni hadis yang sahih dengan sendirinya tanpa diperkuat dengan keterangan lain. Contoh, "Tangan di atas {memberi} lebih baik dari tangan di bawah {menerima}." (H.R Bukhari dan Muslim).

2. Sahih Lighairihi, yakni hadis yang sahihnya kerana diperkuat dengan keterangan lain. Contohnya, "Kalau sekiranya tidak terlalu menyusahkan umatku untuk mengerjakannya, maka aku perintahkan mereka bersugi {siwak} setiap akan solat. " (H.R Hasan).

Dilihat dari sanadnya, semata-mata hadis Hasan Lizatihi, namun kerana dikuatkan oleh riwayat Bukhari, maka jadilah ia sahih Lighairihi.

Ṣaḥīḥ

Sahih, (صحيح), paling baik diterjemahkan sebagai "benar". Ibn Hajar mendefinisikan sebuah hadis yang ṣaḥīḥ lithatihi, sebagai sahih dalam dan daripadanya, yakni sebagai satu riwayat (ahaad – lihat di bawah) yang dibawa oleh seorang yang layak [kompeten], serta boleh dipercayai, sama ada dari segi kebolehannya menghafal atau memelihara apa yang ditulisnya, dengan isnad (rantaian periwayatan) muttasil (berhubung kait) yang tidak terdapat padanya kecacatan tersembunyi yang berat ( 'illah) atau kelainan (shādhdh). Beliau kemudiannya memberi definisi hadis yang ṣaḥīḥ ligharihi, sebagai sahih oleh sebab faktor luaran, seperti suatu hadis "yang ada padanya sesuatu, seperti terdapatnya banyak rantaian periwayatan yang menguatkannya."[5]

Page 22: Mustolah hadis

Definisi Ibn Hajar ini menunjukkan bahawa terdapat lima syarat yang mesti dipenuhi sebelum sesuatu hadis itu boleh dianggap sahih.

1. Setiap perawi dalam rantaian periwayatan mesti boleh dipercayai.2. Setiap perawi mesti dapat diharapkan untuk memelihara periwayatan itu – sama

ada kebolehannya menghafal sehingga dapat mengingati hadis itu seperti didengarinya, atau telah menulis hadis tersebut seperti mana didengarinya, dan telah memelihara penulisan itu agar tidak berubah.

3. Isnad mesti kait-mengait secara muttasil, dalam erti kata setiap periwayat sekurang-kurangnya berkemungkinan mendengari hadis yang diriwayatkannya daripada periwayat sebelumnya.

4. Hadis yang diriwayatkan itu bebas daripada kecacatan yang illah (tersembunyi) tetapi memudaratkan ‐ seperti setelah dipastikan bahawa sementara terdapat dua perawi yang hidup sezaman, akan tetapi mereka tidak pernah bertemu, justeru terputuslah pertalian 'rantai'.

5. Hadis yang diriwayatkan bebas daripada kelainan, yakni ia tidak bercanggah dengan hadis yang lebih kukuh.

Beberapa buku telah ditulis di mana penulis mensyaratkan bahawa hanya hadis sahih akan dimuatkan ke dalamnya. Mengikut ahli Sunnah hanya dua kitab yang pertama sahaja yang menepati syarat ini: Kitab-kitab disenaraikan mengikut pangkat kesahan:

1. Sahih al-Bukhari : Dianggap yang paling sah selepas al-Qur'an.[6]

2. Sahih Muslim : Dianggap yang paling sah selepas kitab Sahih al-Bukhari[6]

3. Sahih ibn Khuzaimah : Al-Suyuti berpendapat Sahih Ibn Khuzaimah lebih tinggi tarafnya daripada Sahih Ibn Hibban.[7]

4. Sahih Ibn Hibban : Al-Suyuti juga merumuskan bahawa Sahih Ibn Hibban lebih sah daripada Al-Mustadrak ala al-Sahihain.[7]

5. al-Mustadrak ala al-Sahihain , karangan Hakim al-Nishaburi.[7]

Al-Āhādith al-Jiyād al-Mukhtārah min mā laysa fī Ṣaḥīḥain oleh

Hadis Hasan

Hadis Hasan ialah hadis yang berhubung/bersambungan sanad dari permulaan hingga akhir dan periwayat-periwayat tersebut bersifat seperti Hadis Sahih, tetapi mereka tidak mempunyai ingatan yang kuat.

Hadis Hasan, adalah hadis yang dari segi hafalannya kurang dari hadis sahih. Hadis Hasan dibahagi dua:

1. Hasan Lizatihi, yakni hadis yang dengan sendirinya dikatakan Hasan, Hadis ini ada yang sampai tingkat sahih lighairihi.

2. Hasan Lighairihi, yakni hadis yang Hasannya dibantu keterangan lain. Contohnya, "Sembelihan bagi bayi haiwan yang ada dalam perut ibunya {janin} cukuplah dengan sembelihan ibunya saja." (H.R beberapa Imam, antara lain Tirmizi, Hakim dan Darimi).

Hadis di atas jika kita ambil dari sanad Imam Darimi, ialah Darimi menerimadari

Page 23: Mustolah hadis

1. Ishak bin Ibrahim,dari2. Itab bin Basir,dari3. Ubaidillah bin Abu Ziyad,dari4. Abu Zubair,dari5. Jabir,dari Nabi Muhammad s.a.w.

Nama yang tercela dalam sanad di atas ialah nomor 3 (Ubaidillah bin Abu Ziyad) sebab ia bukan seorang yang kuat dan teguh menurut Abu Yatim.

6. Diya al-Din al-Maqdisi , dikira sah.[8]

Ḥasan

Hasan, (حسن), dari segi linguistik bermaksud baik dan terdapat beberapa definisi teknikal yang bertumpu [konvergen]. Secara amnya, ia menetapkan pengkategorian sesuatu hadis yang hasan sebagai hadis yang diterima sebagai bukti keagamaan mahupun tidak setaraf sahih.

Ibn Hajar mendifinisikan sesuatu hadis hasan lithatihi, sebagai hasan dalam dan daripadanya, dengan definisi yang sama bagi hadis sahih melainkan kelayakan seorang daripada perawinya kurang daripada lengkap; dan hadis hasan ligharihi (hasan oleh sebab faktor luaran), ditetapkan sebagai hasan kerana terdapat faktor-faktor yang mentahkikkannya, seperti terdapat berbilang rantaian periwayatan. Beliau kemudiannya menyatakan yang dalam kuasa agamanya, ia [hadis hasan ligharihi] boleh dibandingkan dengan hadis sahih. Hadis hasan, kendatipun memiliki kekurangan kecil, dapat dinaikkan ke pangkat sahih dengan terdapatnya rantaian periwayatan yang banyak. Dalam hal ini hadis tersebut ialah hasan lithatihi, hasan dalam dan daripadanya. Hadis taraf ini, apabila dikaitkan dengan rantaian periwayatan sokongan, dianggap sahih ligharihi, yakni sahih disebabkan faktor luaran.[9]

Hadis Ahad

Hadis Ahad ( آحاد ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh seorang atau dua (الحديثorang perawi sahaja, khasnya di tingkatan pertama, yakni tingkatan para sahabat.

Ini berbeza dengan Hadis Mutawatir di mana ia adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi (melebihi 4) sehingga tidak mungkin mereka berbuat silap dalam meriwayatkannya.

Hadis Dha'if

Hadis Dha'if ialah hadis yang tidak diketahui periwayat atau pun periwayatnya tidak bersifat seperti periwayat Hadis Sahih atau Hasan.

Page 24: Mustolah hadis

Hadis Dha'if adalah hadis yang tidak bersambung sanadnya, atau di antara sanadnya ada orang yang cacat. Cacat yang dimaksud, rawinya bukan orang Islam, atau belum baligh, atau tidak dikenal orang, atau pelupa/pendusta/fasik dan suka berbuat dosa.

Contohnya, "Barangsiapa yang berkata kepada orang miskin, 'bergembiralah', maka wajib baginya surga." (H.R. Ibnu 'Adi). Di antara perawi hadis tersebut ialah Abdu Mali bin Harun. Menurut Imam Yahya, ia pendusta, sedangkan Ibnu Hiban mengatakannya sebagai pemalsu hadis.

"..Dalam madzhab Syafi’I Hadits dha’if tidak dipakai untuk dalil bagi penegak hukum, tetapi dipakai untuk dalil bagi “ fadhailul a’mal”. Fadhailul A’mal maksudnya ialah amal ibadat yang sunat-sunat, yang tidak bersangkut dengan orang lain, seperti zikir, doa, tasbih, wirid dan lain- lain.Hadits Mursal tidak dipakai juga bagi penegak hukum dalam madzhab Syafi’e kerana Hadits Mursal juga Hadits dha’if. Tetapi dikecualikan mursalnya seorang Thabi’in bernama Said Ibnul Musayyab.

Dalam madzhab Hambali lebih longgar. Hadits dha’if bukan saja dipakai dalam Fadhailul A’mal, tetapi juga bagi penegak hukum, dengan syarat dha’ifnya itu tidak keterlaluan.

Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad memakai Hadits yang dha’if kerana Mursal, baik untuk Fadhailul A’mal mahupun bagi penegak hukum.

Imam-imam Mujtahid memakai Hadits-hadits dha’if untuk dalil kerana Hadits itu bukanlah Hadits yang dibuat-buat, tetapi hanya lemah saja sifatnya. Kerana itu tidaklah tepat kalau amal-amal ibadat yang berdasarkan kepada Hadits dha’if dikatakan bid’ah, apalagi kalau dikatakan bid’ah dhalalah..."

Hadis Mutawatir

Mutawatir (b. Arab: متواتر, mutawātir) ialah kata serapan bahasa Arab yang bermaksud "diturunkan daripada seorang ke seorang"[1]. Istilah ini digunakan dalam pengajian Ulum al-Quran dan Mustalah Hadith. Hadis Mutawatir ialah nas hadis yang diketahui/diriwayatkan oleh beberapa bilangan orang yang sampai menyampai perkhabaran (Al-Hadis) itu, dan telah pasti dan yakin bahawa mereka yang sampai menyampai tersebut tidak bermuafakat berdusta tentangnya. Ini kerana mustahil terdapat sekumpulan periwayat dengan jumlah yang besar melakukan dusta.

Hadis Mutawatir, iaitu hadis yang memiliki banyak sanad dan mustahil perawinya berdusta atas Nabi Muhammad saw, sebab hadis itu diriwayatkan oleh banyak orang dan disampaikan kepada banyak orang. Contohnya, "Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka tempatnya dalam neraka. " (H.R Bukhari, Muslim, Ad Darimi, Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmizi,. Abu Ha'nifah, Tabrani, dan Hakim).

Menurut para ulama hadis, hadis tersebut di atas diriwayatkan oleh lebih dari seratus orang sahabat Nabi dengan seratus sanad yang berlainan. Oleh sebab itu jumlah hadis Mutawatir tidak banyak. Keseluruhan daripada ayat-ayat al-Quran adalah mutawatir, manakala terdapat sebahagian hadis sahaja yang mutawatir. Hadis yang tidak mencukupi syarat-syarat mutawatir dikenali sebagai Hadis Ahad.

Hadis Mutawatir terbagi dua:

Page 25: Mustolah hadis

1. Mutawatir Lafzi, yakni perkataan Nabi,2. Mutawatir Amali, yakni perbuatan Nabi.

Hadits Qudsi, Marfu, Mauquf dan Maqthu

A. Hadits QudsiHadits Qudsi secara etimologi berarti Hadits yang di nisbatkan kepada Dzat yang Maha Suci yaitu Allah Subhanahu wa Ta`ala. Secara istilah, Hadits Qudsi dipahami sebagai Hadits yang yang di sabdakan Rasulullah, berdasarkan firman Allah SWT. Dengan kata lain, matan Hadits tersebut adalah mengandung firman Allah SWT.Hadits Qudsi sama dengan Hadits-Hadits lain tentang keadaan sanad dan rawi-rawinya, yaitu ada yang shahih, hasan, juga dlaif. Perbedaan umum antara Al Qur`anul Karim, Hadits Nabi, dan Hadits Qudsi diantaranya;1. Al Qur`anul Karim mempunyai lafadz dan makna dari Allah SWT dan diturunkan secara berkala.2. Sedangkan Hadits Nabi memiliki lafadz yang bersumber dari Nabi SAW tetapi maknanya dari Allah SWT, dan diturunkan tidak secara berkala serta dinitsbatkan kepada Rasulullah SAW.3. Serta Hadits Qudsi, lafadz Hadits berasal dari Nabi Muhammad tetapi maknanya dari Allah SWT, tidak berkala, dinitsbatkan kepada Allah SWT.Perbedaan dalam bentuk penyampaianya adalah:1. Al Qur`an selalu memakai kata “ تعالى الله ”قال2. Hadits Nabawi memakai kalimat” \ النبي قال الله رسول ”قال3. Hadits Qudsi dengan “ ربه عن يرويه فيما الله رسول ”قال

Hadits Qudsi juga bisa disebut sebagai Hadits Ilahi, atau Hadits Rabbani. Jumlah total Hadits Qudsi menurut kitab Al Ittihafatus Sunniyah berjumlah 833 buah, termasuk yang shahih, hasan dan dlaif.Contoh Hadits Qudsi yang sahih:

) . : . مسلم البخرى رواه صحيح عليك انفق انفق وجل عز الله قال ص الله رسول )عن .Artinya: Dari Rasulullah SAW: telah berfirman Allah Azza wa Jalla. “berderma lah kalian, niscaya aku akan membalas derma atasmu” (Shahih Riwayat Bukhari dan Muslim).Dari penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Hadits Qudsi ialah Hadits yang lafadz matan-nya dari Nabi Muhammad SAW dan maknanya dari Allah SWT. Hadits Qudsi tidsak sama dengan Al Qur`an karena Al Qur`an lafadz dan matan-nya dari Allah SWT.

B. Hadits MarfuSecara etimologi Marfu berasal berarti “yang diangkat, yang dimajukan, yang diambil, yang dirangkaikan, yang disampaikan”, yaitu ditujukan kepada Rasulullah SAW.Secara istilah, Hadits Marfu dapat dipahami sebagai Hadits yang sandarkan terhadap Nabi Muhammad SAW dari ucapan, perbuatan, taqrir, dan sifat Beliau.Pembagian Marfu:

Katerangan:1. Qauli Tasrihan : ucapan yang jelas atau terang-terangan menunjukan kepada Marfu.2. Qauli Hukman: ucapan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.3. Fi`Li Tasrihan: perbuatan yang jelas atau terang-terangan menunjukan kepada Marfu.

Page 26: Mustolah hadis

4. Fi`Li Hukman: perbuatan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.5. Taqriri Tasrihan: ketetapan yang jelas atau terang-terangan menunjukan kepada Marfu.6. Taqriri Hukman: ketetepan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.

Contoh Hadits Marfu Qauli Tasrihan:

) . . عسكر ابن شؤم الخلق وسوء يمن الملكة حسن ص الله رسول قال جابر (عن

Artinya: dari Jabir telah bersabda Nabi SAW: “baik pekerti adalah pelajaran dan buruk kelakuan itu adalah sial” (HR. ibnu asakir).Hadits diatas dikatakan sebagai Hadits Marfu Qauli Tasrihan karena dengan terang-terangan “ الله رسول .”قال

Contoh Hadits Marfu Qauli Hukman:

: على يصلى حتى شيء يصعد واالرضال السماء بين موقوف الدعاء قال عمر عنالترمذي. ( رواه (النبي

Artinya: dari umar ia berkata: “do`a itu terhenti antara langit dan bumi, tidak bias naik sedikit pun daripadanya sebelum dishalawatkan atas Nabi” (HR. Turmudzi).Dikatakan Hadits Qauli Hukman karena tidak terang-terangan menyebutkan “ رسول قال tetapi mengandung hukum atau pengertian bahwa Umar menerima Hadits tersebut ”اللهdari Rasulullah SAW.

Contoh Hadits Marfu Fi`Li Tasrihan:

) . . : النساءى رواه مهرها عتقها وجعل صفية ص الله رسول اعتق انس ( عن

Artinya: dari Anas: Rasulullah SAW telah memerdekakan shafiyah dan beliau jadikan memerdekakanya itu sebagai mahar.Dengan tegas Hadits ini menerangkan tentang perbuatan Nabi yakni memerdekakan shafiyah.

Contoh Hadits Marfu Fi`Li Hukman:

ابى بن علي . ( ان المحلى سجدات اربع فى ركعات كسوفعشر فى (طالبصلى

Artinya: bahwa Ali Bin Abi Thalib pernah shalat kusuf 10 ruku` dengan 4 sujud.Hadits diatas menerangkan tentang Ali yang shalat kusuf dengan 10 ruku` dengan 4

Page 27: Mustolah hadis

sujud. Ali tidak akan melakukan ini kecuali melihat atau mendapi Rasulullah melakukannya juga. Maka Hadits ini dianggap Marfu fi`li hukman, karena dzahirnya bukan Nabi yang mengerjakan.

Contoh Hadits Marfu taqriri tasrihan:

. فلم : يرانا النبيص الشمسوكان غروب بعد ركعتين نصلى كنا عباسقال ابن عن ) . مسلم رواه ينهنا ( يأمرون

Artinya: dari Ibnu Abbas ia berkata: kami pernah shalat dua rakaat sesudah terbenam matahari, sedang Nabi melihat kami, tetapi beliau tidak memerintah kami dan tidak melarang kami. (HR. Muslim).Hadits diatas dianggap Marfu Taqriri Tasrihan karena secara terang-terangan Nabi malihat, namun tidak menyuruh ataupun melarang dengan kata lain Nabi membenarkan.

Contoh Hadits Marfu taqriri hukman:

) . . البخرى رواه باالظافير تقرع كانت النبيص ابواب ان مالك ابن انس ( عن

Artinya: dari Anas Bin Malik: sesungguhnya pintu-pintu (rumah) Nabi SAW diketuk dengan jari-jari (HR. Bukhari).Hadits diatas dinyatakan sebagai Hadits Marfu taqriri hukman karena perbuatan sahabat yang mengetuk rumah Rasulullah, dan Rasulullah tidak melarang maupun menyuruh, dengan kata lain membenarkan perbuatan para sahabatDalam penyampaianya ada beberapa kalimat yang bisa menjadi tanda dari Hadits Marfu diantaranya:

1. Jika yang berbicara sahabat:a. Kami telah diperintah (امرنا ).b. Kami telah dilarang ( عن .(نهيناc. Telah diwajibkan atas kami ( علينا .(اوجبd. Telah diharamkan atas kami ( علينا .(حرمe. Telah diberi kelonggaran kepada kami ( لنا .(رخصf. Telah lalu dari sunnah ( السنة .(مضتg. Menurut sunnah ( السنة (منh. Kami berbuat demikian di zaman Nabi ( ص النبي عهد فى كذا نفعل .(كناi. Kami berbuat demikian padahal Rasulullah masih hidup ( . حي ص النبي و كذا نفعل .(كنا

2. Jika yang meriwayatkanya tabi`in:a. Ia merafa`kanya kepada Nabi SAW (يرفعه).b. Ia menyandarkanya kepada Nabi SAW (ينميه).c. Ia meriwayatkanya dari Nabi SAW (يرويه).d. Ia menyampaikanya kepada Nabi SAW ( به .(يبلغ

Page 28: Mustolah hadis

e. Dengan meriwayatkan sampai Nabi SAW (رواية).

3. Jika di akhir sanad ada sebutan (مرفوعا) artinya: keadaanya diMarfu`kan.

4. Jika sahabat menafsirkan Al Qur`an:a. Asbabun nujulContoh:

فانزل : عن ظهره من البيت اتوا الجاهلية فى احرموا اذا كانوا قال :الله البراء . وأتوا اتقى من البر ولكن ظهورها من البيوت تأتوا بأن البر من البيوت وليس

البخارى. ( رواه (6:26ابوابها

Artinya: dari Bara` ia berkata: adalah orang-orang apabila mengarjakan ibadah haji di zaman jahiliyah, mereka keluar masuk rumah dari sebelah belakangnya. Lalu Allah turunkan ayat: “bukanlah kebajikan itu karena kamu keluar masuk rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu, ialah orang yang berbakti. Oleh karena itu, keluar dan masuklah rumah-rumah dari pintu-pintunya”. (HR. Bukhari 6:26).Dari contoh Hadits diatas bias kita tarik kesimpulan bahwa sahabat menceritakan asbabun nujul dari surat Al Baqarah ayat 189. Hadits ini disebut Marfu karena seolah Nabi lah yang bersabda demikian atau Nabi membenarkan perkataan sahabatnya.

b. Keterangan dari sebuah ayat atau kalimat dalam Al Qur`anContoh:

: . ناسمن : قال الوسيلة ربهم الى يبتغون يدعون الذين االية هذه فى الله عبد عنيعبدون البخارى. ( الجن ( 86:6فأسلموا

Artinya: dari Abdullah Bin Mas`ud tentang ayat ini yaitu: “yang orang-orang menyerukan (sebagai tuhan) mereka, mengharapkan kedekatan kepada tuhan mereka” ia berkata “adalah satu golongan dari jin disembah oleh manusia, lalu jin-jin itu masuk islam”. (R. Bukhari).Abdullah bin mas`ud adalah sahabat yang menafsirkan ayat 5 surat Al Ishra bukan berdasarkan ijtihad dan pikiran. Tetapi berdasarkan keterangan dari Rasulullah SAW.Catatan:Hadits tentang tafsir sahabat dengan jalan ijtihad dan pikiran.

) . : . جرير ابن رواه الخيل قال ضبحا والعاديات قوله عباسفى ابن (030:15عن

Artinya: dari ibnu abbas, tentang firman Allah: “wal`adiati dlabhan” ia berkata: (maksudnya) kuda”. (R. ibnu jarir 30:150).Ibnu Abbas adalah seorang sahabat yang memaknakan “wal`adiyati dabhan” sebagi

Page 29: Mustolah hadis

“kuda” sedang sahabat lain ada yang memaknakan “unta”. Macam-macam pendapat ini semua muncul dari ijtihad masing-masing sahabat. Maka hal ini dimasukkan kepada mategori Hadits Mauquf yang akan dibahas kemudian.

C. Hadits MauqufSecara etimologi Mauquf adalah ‘yang terhenti’. Dalam istilah, Hadits Mauquf berarti Hadits yang disandarkan kepada Sahabat, berupa ucapan, perbuatan atau Taqrir.Contoh-contoh:

1. Ucapan:

كفر : كفر وان امن امن فان رجال دينه احدكم يقلدن ال قال مسعود بن الله عبد عننعيم( ابو (136:1رواه

Artinya: dari Abdullah (Bin Mas`Ud), ia berkata : “jangan lah hendaknya salah seorang dari kamu taqlid agamanya dari seseorang, karena jika seseorang itu beriman, maka ikut beriman, dan jika seseorang itu kufur, ia pun ikut kufur”. (R. Abu Na`im 1:136).Abdullah Bin Mas`ud adalah seorang sahabat Nabi, maka ucapan diatas disandarkan kepada Abdullah Bin Masu`ud.

2. Perbuatan:

به : فانطلقت امه فاختار امه و ابيه بين غالما عمر خير قال عمير بن الله عبد عن(.328:10المحلى(

Artinya: “dari Abdillah Bin Ubaid Bin Umair ia berkata: umar menyuruh kepada seorang anak laki-laki memilih antara ayah dan ibunya. Maka anak itu memilih ibunya , lalu ia membawa ibunya. (Al Muhalla 10:328).Umar adalah sahabat Nabi SAW, riwayat diatas menunjukan kepada perbuatan Umar untuk memilih antara ibu dan ayahnya.

3. Taqrir:

عمر تحت كانت نفيل بن عمرو بن زيد بنت عاتكة ان الزهري الخطاب عن وكانت ابنانك : الله و لها يقول عمر فكان المسجد فى الصالة ما تشهد . لتعلمين هاذا احب

: . فاني : عمر فقال تنهان حتى انتهي ال الله و انهاك فقالت (202:4المحلى )ال

Artinya: dari Zuhri, bahwa Atikah Binti Zaid Bin Amr Bin Nufail jadi hamba Umar Bin Al khattab adalah Atikah pernah turut shalat dalam mesjid. Maka umar berkata kepadanya: demi Allah engkau sudah tahu, bahwa aku tidak suk perbuatan ini. Atikah berkata: demi Allah aku tidak mau berhenti sebelum engkau melarang aku. Akhirnya Umar berkata: aku tidak mau melarang dikau. (Al Muhalla 4:202).

Page 30: Mustolah hadis

Umar adalah sahabat Nabi SAW. Dalam riwayat tersebut diunjukan bahwa ia membenarkan perbutan atikah yaitu shalat di mesjid.

Keterangan :1. Hadits Mauquf sanadnya ada yang shahih, hasan, dan dlaif.2. Hadits Mauquf tidak menjadi hujjah. Terutama jika bersangkutan dengan ibadah.3. Dalam Hadits Mauquf dikenal istilah “Mauquf pada lafadz, tetapi Marfu pada hukum” artinya. Hadits Mauquf ini lafadznya berasal dari sahabat sedangkan hukumnya dari Rasulullah SAW.

D. Hadits MaqthuMaqthu artinya: yang diputuskan atau yang terputus; yang dipotong atau yang terpotong. Menurut ilmu Hadits, Maqthu adalah “perkataan, perbuatan atau taqrir yang disandarkan kepada tabi`in atau orang yang berada pada tingakat dibawahnya”.Hadits Maqthu tidak bisa dipergunakan sebagai landasan hukum, karena Hadits Maqthu hanyalah ucapan dan perbuatan seorang muslim. Tetapi jika didalamnya terdapat qarinah yang baik, maka bisa diterima.Contoh-contoh:

1. Ucapan:

بن : لسعيد قلت قال هند ابي بن سعيد بن الله عبد فالنا : عن ان اعطس المسيب : . يعودن فال مره قال فالن فشمته يخطب (.33االثر )واالمام

Artinya: dari Abdillah Bin Sa`Id Bin Abi Hindin, ia berkata: aku pernah bertanya kepada Sa`Id Bin Musaiyib; bahwasanya si fulan bersin, padahal imam sedang berkhutbah, lalu orang lain ucapkan “yarhamukallah” (bolehkan yang demikian?) jawab Sa`Id Bin Musayib “perintahlah kepadanya supaya jangan sekali-kali diulangi”. (al atsar 33).Sa`id Bin Musayaib adalah seorang tabi`in, dan Hadits diatas adalah Hadits Maqthu. Tidak mengandung hukum.2. Perbuatan:

) . المحلى : ركعتين العصر يصلي المسيب بن سعيد كان قال قتادة (3:6عن

Artinya: dari Qatadah, ia berkata: adalah Sa`Id Bin Musaiyib pernah shalat dua rakaat sesudah ashar. (Al Muhalla 3:6).Sa`id Bin Musayaib adalah seorang tabi`in, dan Hadits diatas adalah Hadits Maqthu berupa cerita tentang perbuatan-nya. Tidak mengandung hukum.

3. Taqrir:

. فيه : يصلي شريح فكان عبد هذا مسجدنا فى يؤمنا كان قال عتيبة بن الحكم عن(212:4المحلى(

Page 31: Mustolah hadis

Artinya: dari hakam bin utaibah, ia berkata: adalah seorang hamba mengimami kami dalam mesjid itu, sedang syuraih (juga shalat disitu). (Al Muhalla 4:212).Syuraih ialah seorang tabi`in. riwayat Hadits ini menunjukan bahwa syuraih membenarkan seorang hamba jadi imam.

Musnad

Ahli awal hadis, Muhammad ibn Abdullah al-Hakim, mentakrifkan hadis musnad (مسند), (harfiah, "disokong") sebagai:

Hadis yang diriwayatkan oleh seorang sarjana atau pengkaji hadis daripada syeikhnya yang telah mengimlakkan hadis kepadanya semenjak umur yang bersesuaian bagi aktiviti tersebut, dan seterusnya setiap syeikh pula telah mendengar daripada syeikhnya sehinggalah isnad itu sampai kepada seorang Sahabat, dan seterusnya kepada Rasulullah. Contoh hal sedemikian seperti berikut:Abu 'Amr 'Uthman ibn Ahmad al-Samak meriwayatkan kepada kami di Baghdad: al-Ḥasan ibn Mukarram meriwayatkan kepada kami: ʻUthman ibn 'Umar meriwayatkan kepada kami: Yunus memaklumkan kami daripada al-Zuhri daripada ʻAbdullah ibn Kaʻb ibn Mālik daripada bapanya Ka'b ibn Malik yang menagih hutang daripada ibn Abi Hadrad yang berhutang kepada beliau ketika di dalam masjid. Suara mereka meninggi sehinggakan dapat didengari Rasulullah [(SAW)]. Baginda keluar dari rumah dengan hanya menyingkapkan tirai rumah baginda sambil berkata, 'O Ka'b! Lepaskannya daripada hutangnya,' sambil membuat gerak isyarat yang menunjukkan dari setengah. Jadi, Ka'b berkata, Ya', dan orang itu membayar hutangnya.Bagi menerangkan contoh yang saya berikan ini: yang saya mendengarinya daripada Ibn al-Samak adalah jelas, yang beliau mendengarinya daripada al-Ḥasan ibn al-Mukarram adalah jelas, sama juga Hasan mendengarinya daripada 'Uthman ibn 'Umar dan 'Uthamn ibn 'Umar daripada Yunus ibn Yazid – yang ini merupakan rantaian yang ditinggikan bagi 'Uthman. Diketahui Yunus mendengarnya ([daripada]) al-Zuhri, dan al-Zuhri daripada anak-anak Ka'b ibn Malik, dan anak-anak Ka'b ibn Malik daripada bapa mereka dan Ka'b daripada Rasulullah (SAW) kerana diketahui beliau seorang Sahabat. Contoh yang saya berikan ini, merujuk kepada hanya satu hadis berkaitan kategori ini secara amnya, boleh diguna pakai terhadap beribu hadis.[10]

Himpunan hadis berbentuk musnad

Hadis yang musnad tidak seharusnya dikelirukan dengan sejenis himpunan hadis yang seakan namanya, musnad, yang diatur mengikut nama sahabat yang meriwayatkan setiap hadis. Misalnya, suatu musnad mungkin bermula dengan penyenaraian beberapa hadis, masing-masing dilengkapi sanad, daripada Saidina Abu Bakar, kemudia senarai hadis daripada Sayidina Umar, dan kemudian Sayidina Uthman dan kemudiannya Sayidina Ali dan seterusnya. Pengumpul-pengumpul himpunan sedimikian mungkin berlainan cara menyenaraikan para Sahabat yang meriwayatkan hadis yang dikumpul. Contoh kitab sebegini ialah Musnad Ahmad bin Hanbal karya Imam Ahmad bin Hanbal.

Page 32: Mustolah hadis

Muttaṣil

Muttasil, (صل merujuk kepada rantaian periwayatan berterusan dalam mana setiap ,(متperawi telah mendengar sesuatu riwayat itu daripada gurunya.[11]

Ḍaīf

Ibn Hajar menyatakan bahawa penyebab sesuatu hadis dikategorikan sebagai daif adalah "sama ada disebabkan terputusnya rantaian periwayatan atau disebabkan kritikan terhadap perawi."[12]

Daif, (ضعيف), adalah pengkategorian sebuah hadis sebagai lemah. Ibn Hajar menyatakan penyebab sesuatu hadis dikategorikan sebagai lemah adalah "sama ada disebabkan terputusnya rantaian periwayatan atau disebabkan kritikan terhadap perawi."[12] Rantaian yang tidak berterusan ini merujuk kepada ketinggalan seorang perawi pada kedudukan berlainan dalm isnad dan dirujuk dengan istilah khusus bersesuaian seperti dibincang di bawah.

Kategori rantaian tak selanjar

Muallaq

Rantaian yang terputus pada permulaan isnad, (dilihat dari sudut penghujung pengumpul hadis tersebut), disebut mu'allaq (معلق), secara harfiah, "tergantung". Mu'allaq merujuk kepada keciciran satu atau lebih perawi. Ia juga merujuk kepada keciciran seluruh isnad, misalnya, (seorang perawi) hanya berkata: "Nabi berkata..." Di samping itu, ia juga termasuk keadaan di mana isnad tercicir melainkan sahabat, atau sahabat bersama tabiin. [12]

Mursal

Mursal, (مرسل), secara harfiah bermaksud gopoh. Jika perawi di antara Tabiin dan Nabi Muhammad dicicirkan daripada isnad tertentu, hadis itu adalah mursal, misalnya apabila seorang Tabiin berkata, "Nabi berkata ... "[13] Oleh sebab ahli Sunah wal-Jamaah berpegang bahawa para Sahabat kesemuanya boleh dipercayai akan kewibawaan mereka, maka mereka [Ahli Sunnah] tidak mendapati masalah jika seorang Tabiin tidak menyebut daripada Sahabat mana hadis itu diperoleh. Ini bermakna jika sesuatu hadis itu memiliki rantaian yang boleh diterima hingga ke seorang Tabiin, dan tabiin itu pula menyandarkannya kepada seorang Sahabat yang tidak dipastikan, isnad dianggap dapat diterima.

Namun, terdapat perselisihan pendapat dalam beberapa kes: Jika seorang Tabiin itu muda, dan berkemungkinan besar beliau tercicir seorang Tabiin yang lebih tua yang meriwayatkan daripada seorang Sahabat. Imam Malik dan ahli fiqah Mazhab Maliki berpendapat mursal seorang yang boleh dipercayai adalah sah, sama seperti hadis yang musnad. Pandangan ini telah dikembangkan ke tahap yang keterlaluan sehingga sebahagian daripada mereka mengganggap hadis mursal lebih baik daripada hadis musnad, berlandaskan taakulan berikut: "Orang yang melaporkan (meriwayatkan) hadis musnad meninggalkan kepada anda nama-nama perawi agar dapat dibuat pemeriksaan dan penelitian selanjutnya, manakala seorang, yang dirinya sendiri seorang yang

Page 33: Mustolah hadis

berpengetahuan dan boleh dipercayai, yang meriwayatkan melalui kaedah irsal (ketiadaan hubungan dia antara tabiin dan Nabi), telah sendirinya melakukan pemeriksaan dan mendapati hadis tersebut sebagai sah. Malah, beliau melepaskan anda daripada keperluan melakukan pemeriksaan lanjut." Ahli hadis yang lain menolak mursal seorang Tabiin yang lebih muda.[13]

Muḍal

Hadis daripada kategori rantaian terputus adalah mu'dal, (معضل) atau "bermasalah", yang merujuk kepada keciciran dua atau lebih perawi secara berurutan daripada isnad.[14]

Munqaṭi

Hadis munqatik, (منقطع), harfiahnya "tercerai", ialah hadis di mana isnad perawi yang melaporkan hadis terputus pada mana-mana tempat.[13] Isnad hadis yang kelihatan muttasil, tetapi diketahui bahawa seorang daripada pelapornya tidak pernah mendengar hadis berkenaan daripada perawi sebelumnya, mahupun mereka hidup sezaman, adalah munqatik. Ia juga diguna pakai apabila seseorang berkata, "seorang memberitahu saya".[13]

Jenis kelemahan lain

Munkar

Munkar, (منكر), secara harfiah bermaksud "dikecam". Mengikut Ibn Hajar, jika sesuatu periwayatan yang bertentangan dengan hadis sah dilaporkan oleh seorang perawi yang lemah, ia dikenali sebagai munkar. Ahli hadis sehingga Imam Ahmad secara kebiasaannya menggelar apa jua hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah sebagai munkar.[15]

Shādhdh

Shadhdh, (شاذ), harfiah, "janggal". Mengikut Imam al-Syafii, hadis shadhdh adalah sesuatu [hadis] yang diriwayatkan oleh seseorang yang boleh dipercayai tetapi bercanggah dengan periwayatan seorang yang lebih dipercayai daripadanya. Golongan ini tidak termasuk hadis yang tersendiri [unik] dari segi matn dan tidak pula diriwayatkan oleh orang lain.[15]

Muḍṭarib

Muḍṭarib, (مضطرب), bermaksud 'goyah'. Mengikut Ismail Ibn Kathir, jika perawi tidak mencapai persetujuan tentang syeikh tertentu, atau tentang beberapa isu dalam isnad atau matn, sehinggakan tidak ada kelebihan satu pendapat daripada pendapat yang lain, dan dengan itu timbullah ketidaktentuan yang tidak dapat diselaraskan, maka hadis yang dibincangkan digelar muḍṭarib.[16]

Satu contoh ialah hadis berikut yang disandarkan kepada Khalifah Abu Bakar:

Page 34: Mustolah hadis

"Wahai Rasulullah!. Saya melihat tuan tampak lebih berusia?" Beliau (Sallallahu alaihi wasallam) menjawab, "Apa yang membuat aku bertambah tua ialah Surah Hud dan surah-surah sempamanya." Sarjana hadis al-Daraqutni mengulas: "Ini ialah contoh hadis muḍṭarib. Ia diriwayatkan melalui Abu Ishaq, tetapi terdapat sebanyak sepuluh pendapat berhubung isnadnya. Ada yang melaporkannya sebagai mursal, ada sebagai muttasil; ada yang menganggapnya sebagai pengisahan Abu Bakar, yang lain sebagai pengisahan Sa'd atau Aisyah." Memandangkan kesemua riwayat ini sama beratnya, adalah sukar memilih satu daripada yang lain. Justeru, hadis ini digelar muḍṭarib.[16]

Mawḍū

Hadis yang mawḍūʻ, (موضوع), atau 'Mauduk' (transliterasi Bahasa Melayu bagi perkataan Arab sekiranya tidak digunakan dalam erti istilah)[17] ialah sebuah hadis yang dipastikan palsu dan tidak boleh disandarkan kepada asal-usulnya. Al-Dhahabi memberi definisi mawḍu' sebagai hadis di mana teksnya bercanggah dengan kelaziman kata-kata Nabi Muhammad, atau pelapornya termasuk seorang pembohong.

Mengenal pasti hadis palsu1. Beberapa hadis diketahui palsu daripada pengakuan perekanya. Misalnya,

Muhammad ibn Sa'id al-Maslub sering berkata, "Adalah tidak salah memalsukan isnad sebagai kenyataan yang sahih." Seorang pereka hadis yang terkenal, Abd al-Karim Abu'l-Auja, yang dibunuh serta disalib oleh Muhammad ibn Sulaiman ibn Ali, gabenor Basra, mengaku bahawa beliau telah memalsukan lebih empat ribu hadis yang memboleh benda yang haram dan sebaliknya.

2. Periwayatan Mawḍu' juga dikenal pasti melalui bukti luaran berhubung perbezaan dalam tarikh atau waktu sesuatu kejadian. Misalnya, Khalifah kedua Sayidina Umar Farouk membuat keputusan menghalau Yahudi dari Khaibar , beberapa pembesar Yahudi membawa dokumen kepada Sayidina Umar yang kononnya membuktikan bahawa Nabi Muhammad memang berniat agar mereka terus tinggal di sana dengan mengecualikan mereka daripada membayar jizyah; dokumen tersebut disaksikan oleh dua orang Sahabat, Sa'd bin Mu'az dan Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Sayidina Umar menolak dokumen tersebut tanpa periksa kerana beliau tahu bahawa dokumen tersebut dipalsukan oleh sebab penaklukan Khaibar [oleh Nabi Muhammad] berlaku dalam tahun 6 H, sementara Sa'd bin Mu'az meninggal dunia pada tahun 3 H sejurus selepas Perang Ahzab, dan Mu'awiyah memeluk Islam hanya dalam tahun 8 H, yakni selepas Pembukaan Kota Mekah.

Sebab-musabab pemalsuan

Ada beberapa faktor yang mendorong sesorang itu memalsukan hadis> Faktor-faktor ini termasuklah:

perbezaan politik perbezaan pegangan tentang Islam rekaan oleh pembidaah yang meneyeleweng rekaan oleh tukang cerita rekaan oleh orang zahid yang tidak berilmu prasangka terhadap bandar, ras, atau pemimpin tertentu

Page 35: Mustolah hadis

rekaan oleh sebab kepentingan diri sendiri peribahasa yang ditukarkan menjadi hadis

Himpunan hadis palsu

Beberapa pakar hadis telah mengumpulkan hadis palsu seperti berikut:

Al-Maudu'at oleh Abul-Faraj Ibn al-Jawzi Kitab al-Abatil oleh al-Jauzaqani Al-La'ali al-Masnu'ah fi'l-Ahadith al-Mawdu`ah oleh Jalaluddin al-Suyuti Al-Mawdu`at oleh Ali al-Qari Al-Fawaid al-Majmu'ah fi al-Ahaadeeth al-Mawdu'ah oleh Muhammad ash-

Shawkani

ULUM HADITS

Ulumul Hadis dan Cabang-cabangnya

Pengertian

Ulumul Hadis yaitu ilmu yang membicarakan masalah hadis dari berbagai aspeknya.

Ilmu Hadis muncul pada masa Tabi’in. Az-Zuhri dianggap sebagai peletak dasar ilmu Hadis. Kemudian selanjutnya muncul para mudawin Hadis seperti Malik, Bukhari, dan sebagainya.

Ilmu ini dibagi dua yaitu: 1. Ilmu Hadis Riwayah 2. Ilmu Hadis Dirayah.

Ilmu Hadis Riwayah

Ilmu Hadis Riwayah adalah ilmu hadis yang berupa periwayatan atau ilmu yang menukilkan segala yang disandarkan kepada Nabi.

Objek kajiannya adalah:1. Bagaimana cara menerima dan menyampaikan hadis2. Bagaimana cara memindahkan hadis3. Bagaimana cara mentadwinkan hadis. Kegunaannya adalah untuk menghindari adanya penukilan yang salah dari

sumbernya.

Ilmu Hadis Dirayah (Musthalah Hadis)

Ilmu Hadis Dirayah atau disebut dengan ilmu Mustalahul Hadis, yaitu ilmu yang mempelajari tentang keadaan hadis dari segi kesahihan, sandaran, maupun sifat-sifat rawinya.

Objek kajiannya adalah sanad, matan dan rawi.

Kegunaannya adalah:1. Untuk mengetahui pertumbuhan hadis

Page 36: Mustolah hadis

2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh hadis3. Untuk megetahui kaidah-kaidah yang digunakan4. Untuk mengetahui istilah dan criteria hadis.

Cabang ilmu Hadis Dirayah:1. Ilmu Rijalul Hadis2. Ilmu Jarh wa Ta’dil3. Ilmu Ilalil Hadis4. Ilmu Asbab al-Wurud5. Ilmu Mukhtaliful Hadis

Hadits secara harfiah berarti perkataan atau percakapan. Dalam terminologi Islam istilah hadits berarti melaporkan/ mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad SAW.

Menurut istilah ulama ahli hadits,[siapa?] hadits yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya (Arab: taqrîr), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi (Arab: bi'tsah) dan terkadang juga sebelumnya. Sehingga, arti hadits di sini semakna dengan sunnah.

Kata hadits yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum.[1] Kata hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif,[2] maka kata tersebut adalah kata benda.[3]

Struktur hadits

Secara struktur hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).

Contoh:Musaddad mengabari bahwa Yahya sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (hadits riwayat Bukhari)

Sanad

Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits bersangkutan adalah

Al-Bukhari > Musaddad > Yahya > Syu’bah > Qatadah > Anas > Nabi Muhammad SAW

Page 37: Mustolah hadis

Sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/perawi bervariasi dalam lapisan sanadnya, lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thaqabah sanad akan menentukan derajat hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadits.

Jadi yang perlu dicermati dalam memahami hadits terkait dengan sanadnya ialah :

Keutuhan sanadnya Jumlahnya Perawi akhirnya

Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam.Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadits-hadits nabawi.

Matan

Matan ialah redaksi dari hadits. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah:

"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"

Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadits ialah:

Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,

Matan hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan hadits lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).

Klasifikasi hadits

Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (periwayat) serta tingkat keaslian hadits (dapat diterima atau tidaknya hadits bersangkutan)

Berdasarkan ujung sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu' (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqtu' :

Hadits Marfu' adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad SAW (contoh: hadits sebelumnya)

Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair

Page 38: Mustolah hadis

mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama rasulullah" maka derajat hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.

Hadits Maqtu' adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi'in (penerus). Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: "Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu dari mana kamu mengambil agamamu".

Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah SAW dari ucapan para sahabat maupun tabi'in dimana hal ini sangat membantu dalam area perkembangan dalam fikih (Suhaib Hasan, Science of Hadits).

Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Munqati', Mu'allaq, Mu'dal dan Mursal. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya.

Ilustrasi sanad : Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi'in) > penutur 1(Para sahabat) > Rasulullah SAW

Hadits Musnad, sebuah hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Yakni urutan penutur memungkinkan terjadinya transfer hadits berdasarkan waktu dan kondisi.

Hadits Mursal. Bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW (contoh: seorang tabi'in (penutur2) mengatakan "Rasulullah berkata" tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya).

Hadits Munqati' . Bila sanad putus pada salah satu penutur yakni penutur 4 atau 3

Hadits Mu'dal bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut. Hadits Mu'allaq bila sanad terputus pada penutur 4 hingga penutur 1 (Contoh:

"Seorang pencatat hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah).

Berdasarkan jumlah penutur

Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi atas hadits Mutawatir dan hadits Ahad.

Hadits mutawatir, adalah hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan (thaqabah) berimbang. Para ulama

Page 39: Mustolah hadis

berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma'nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)

Hadits ahad, hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain :

o Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain terdapat banyak penutur)

o Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan)o Mashur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur

pada salah satu lapisan) namun tidak mencapai derajat mutawatir.

Berdasarkan tingkat keaslian hadits

Kategorisasi tingkat keaslian hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadits tersebut. Tingkatan hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, da'if dan maudu'

Hadits Shahih , yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Sanadnya bersambung;2. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah,

berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.

3. Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits.

Hadits Hasan , bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.

Hadits Dhaif (lemah), ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.

Hadits Maudu , bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.

Jenis-jenis lain

Adapun beberapa jenis hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di atas antara lain:

Hadits Matruk, yang berarti hadits yang ditinggalkan yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja dan perawi itu dituduh berdusta.

Hadits Mungkar, yaitu hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tepercaya/jujur.

Page 40: Mustolah hadis

Hadits Mu'allal, artinya hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang didalamnya terdapat cacat yang tersembunyi. Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadits Mu'allal ialah hadits yang nampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut hadits Ma'lul (yang dicacati) dan disebut hadits Mu'tal (hadits sakit atau cacat)

Hadits Mudlthorib, artinya hadits yang kacau yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidaksama dan kontradiksi dengan yang dikompromikan

Hadits Maqlub, yakni hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan ileh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi)

Hadits gholia, yaitu hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah

Hadits Mudraj, yaitu hadits yang mengalami penambahan isi oleh perawinya Hadits Syadz, hadits yang jarang yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi

orang yang tepercaya yang bertentangan dengan hadits lain yang diriwayatkan dari perawi-perawi yang lain.

Hadits Mudallas, disebut juga hadits yang disembunyikan cacatnya karena diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, baik dalam sanad atau pada gurunya. Jadi, hadits Mudallas ini ialah hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.

Periwayat hadits

kitab hadits Sahih Bukhari

Periwayat hadits yang diterima oleh Muslim1. Shahih Bukhari , disusun oleh Bukhari (194-256 H).2. Shahih Muslim , disusun oleh Muslim (204-262 H).3. Sunan Abu Dawud , disusun oleh Abu Dawud (202-275 H).4. Sunan at-Turmudzi , disusun oleh At-Turmudzi (209-279 H).5. Sunan an-Nasa'i , disusun oleh an-Nasa'i (215-303 H).6. Sunan Ibnu Majah , disusun oleh Ibnu Majah (209-273).7. Musnad Ahmad , disusun oleh Imam Ahmad bin Hambal (781-855 M).8. Muwatta Malik , disusun oleh Imam Malik.9. Sunan Darimi , Ad-Darimi.

Page 41: Mustolah hadis

Periwayat hadits yang diterima oleh Syi'ah

Muslim Syi'ah hanya mempercayai hadits yang diriwayatkan oleh keturunan Muhammad SAW, melalui Fatimah az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak Ali bin Abi Thalib. Syi'ah tidak menggunakan hadits yang berasal atau diriwayatkan oleh mereka yang menurut kaum Syi'ah diklaim memusuhi Ali, seperti Aisyah, istri Muhammad saw, yang melawan Ali pada Perang Jamal.

Ada beberapa sekte dalam Syi'ah, tetapi sebagian besar menggunakan:

Ushul al-Kafi Al-Istibshar Al-Tahdzib Man La Yahduruhu al-Faqih

Pembentukan dan Sejarahnya

Sejarah hadits

Hadits sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku hadits. Itulah pembentukan hadits.

Masa pembentukan hadits

Masa pembentukan hadits tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini hadits belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalan para sahabat saja. perode ini disebut al wahyu wa at takwin. periode ini dimulai sejak muhammad diangkat sebagai nabi dan rosul hingga wafatnya (610M-632 M)

Masa Penggalian

Masa ini adalah masa pada sahabat besar dan tabi'in, dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau 632 M. Pada masa ini hadits belum ditulis ataupun dibukukan. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang mendorong para sahabat saling bertukar hadits dan menggali dari sumber-sumber utamanya.

Masa penghimpunan

Masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi'in yang mulai menolak menerima hadits baru, seiring terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari'at dan 'aqidah dengan munculnya hadits palsu. Para sahabat dan tabi'in ini sangat mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga jika ada hadits baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan

Page 42: Mustolah hadis

pembawa hadits itu. Maka pada masa pemerintahan Khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz sekaligus sebagai salah seorang tabi'in memerintahkan penghimpunan hadits. Masa ini terjadi pada abad 2 H, dan hadits yang terhimpun belum dipisahkan mana yang merupakan hadits marfu' dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu'.

Masa pendiwanan dan penyusunan

Abad 3 H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan hadits. Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami hadits sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan hadits dan memisahkan kumpulan hadits yang termasuk marfu' (yang berisi perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu' (berisi prilaku tabi'in). Usaha pembukuan hadits pada masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud di atas) juga dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi) atas hadits yang ada maupun yang dihafal. Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukan pembinaan maghligai hadits. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab hadits seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab hadits abad ke-4 Hijriyah.

Kitab-kitab hadits

Berdasarkan masa penghimpunan hadits

Abad ke-2 Hijriyah

Beberapa kitab yang terkenal:

1. Al Muwaththa oleh Malik bin Anas2. Al Musnad oleh Ahmad bin Hambal (tahun 150 - 204 H / 767 - 820 M)3. Mukhtaliful Hadits oleh As Syafi'i4. Al Jami' oleh Abdurrazzaq Ash Shan'ani5. Mushannaf Syu'bah oleh Syu'bah bin Hajjaj (tahun 82 - 160 H / 701 - 776 M)6. Mushannaf Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (tahun 107 - 190 H / 725 - 814 M)7. Mushannaf Al Laist oleh Al Laist bin Sa'ad (tahun 94 - 175 / 713 - 792 M)8. As Sunan Al Auza'i oleh Al Auza'i (tahun 88 - 157 / 707 - 773 M)9. As Sunan Al Humaidi (wafat tahun 219 H / 834 M)

Dari kesembilan kitab tersebut yang sangat mendapat perhatian para 'lama hanya tiga, yaitu Al Muwaththa', Al Musnad dan Mukhtaliful Hadits. Sedangkan selebihnya kurang mendapat perhatian akhirnya hilang ditelan zaman.

Abad ke 3 H Musnadul Kabir oleh Ahmad bin Hambal dan 3 macam lainnya yaitu Kitab

Shahih, Kitab Sunan dan Kitab Musnad yang selengkapnya :

1. Al Jami'ush Shahih Bukhari oleh Bukhari (194-256 H / 810-870 M)2. Al Jami'ush Shahih Muslim oleh Muslim (204-261 H / 820-875 M)3. As Sunan Ibnu Majah oleh Ibnu Majah (207-273 H / 824-887 M)

Page 43: Mustolah hadis

4. As Sunan Abu Dawud oleh Abu Dawud (202-275 H / 817-889 M)5. As Sunan At Tirmidzi oleh At Tirmidzi (209-279 H / 825-892 M)6. As Sunan Nasai oleh An Nasai (225-303 H / 839-915 M)7. As Sunan Darimi oleh Darimi (181-255 H / 797-869 M)

Imam Malik imam Ahmad

Abad ke 4 H1. Al Mu'jamul Kabir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)2. Al Mu'jamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)3. Al Mu'jamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)4. Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M)5. Ash Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (233-311 H / 838-924 M)6. At Taqasim wal Anwa' oleh Abu Awwanah (wafat 316 H / 928 M)7. As Shahih oleh Abu Hatim bin Hibban (wafat 354 H/ 965 M)8. Al Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M)9. As Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)10. Al Mushannaf oleh Ath Thahawi (239-321 H / 853-933 M)11. Al Musnad oleh Ibnu Nashar Ar Razi (wafat 301 H / 913 M)

Abad ke 5 H dan selanjutnya Hasil penghimpunan

Bersumber dari kutubus sittah saja

1. Jami'ul Ushul oleh Ibnu Atsir Al Jazari (556-630 H / 1160-1233 M)2. Tashiful Wushul oleh Al Fairuz Zabadi (? - ? H / ? - 1084 M)

Bersumber dari kkutubus sittah dan kitab lainnya, yaitu Jami'ul Masanid oleh Ibnu Katsir (706-774 H / 1302-1373 M)

Bersumber dari selain kutubus sittah, yaitu Jami'ush Shaghir oleh As Sayuthi (849-911 H / 1445-1505 M)

Hasil pembidangan (mengelompokkan ke dalam bidang-bidang)

Kitab Al Hadits Hukum, diantaranya :

1. Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)2. As Sunannul Kubra oleh Al Baihaqi (384-458 H / 994-1066 M)3. Al Imam oleh Ibnul Daqiqil 'Id (625-702 H / 1228-1302 M)4. Muntaqal Akhbar oleh Majduddin Al Hirani (? - 652 H / ? - 1254 M)5. Bulughul Maram oleh Ibnu Hajar Al Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)6. 'Umdatul Ahkam oleh 'Abdul Ghani Al Maqdisi (541-600 H / 1146-1203 M)7. Al Muharrar oleh Ibnu Qadamah Al Maqdisi (675-744 H / 1276-1343 M)

Kitab Al Hadits Akhlaq

Page 44: Mustolah hadis

1. At Targhib wat Tarhib oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)2. Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)

Syarah (semacam tafsir untuk hadits)

1. Untuk Shahih Bukhari terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)

2. Untuk Shahih Muslim terdapat Minhajul Muhadditsin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)

3. Untuk Shahih Muslim terdapat Al Mu'allim oleh Al Maziri (wafat 536 H / 1142 M)

4. Untuk Muntaqal Akhbar terdapat Nailul Authar oleh As Syaukani (wafat 1250 H / 1834 M)

5. Untuk Bulughul Maram terdapat Subulussalam oleh Ash Shan'ani (wafat 1099 H / 1687 M)

Mukhtashar (ringkasan)

1. Untuk Shahih Bukhari diantaranya Tajridush Shahih oleh Al Husain bin Mubarrak (546-631 H / 1152-1233 M)

2. Untuk Shahih Muslim diantaranya Mukhtashar oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)

Lain-lain

1. Kitab Al Kalimuth Thayyib oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M) berisi hadits-hadits tentang doa.

2. Kitab Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) berisi hadits yang dipandang shahih menurut syarat Bukhari atau Muslim dan menurut dirinya sendiri.

Sahabat nabi

Dalam Islam, Sahabat Rasulullah S.A.W. (Arab الصحابه;) bermaksud mereka yang hidup semasa zaman baginda lalu mengenali dan menjadi rakan seperjuangan Nabi Muhammad s.a.w. semasa mengembangkan Islam.

Sahabat Nabi yang terkenal

1. Abbad ibn Bishr 2. Abdullah ibn Abbas 3. Abdullah ibn Amru 4. Abdullah ibn Hudhafah As-Sahmi 5. Abdullah ibn Jahsy 6. Abdullah ibn Mas'ud 7. Abdullah ibn Rawahah 8. Abdullah ibn Salam 9. Abdullah ibn Umar 10. Abdullah ibn Umm Maktum 11. Abdullah ibn Zubair

Page 45: Mustolah hadis

12. Abdur Rahman ibn Auf 13. Abu Ayyub al-Ansari 14. Abu Dzar al-Ghifari 15. Abu Musa Al-Asya'ari 16. Abu Hurairah 17. Abu Said Al-Khudri 18. Abu Sufyan ibn Al-Harits 19. Abu Ubaidah Al-Jarrah 20. Abu Darda' 21. Abul As ibn ar-Rabiah 22. Adi ibn Hatim 23. Ammar ibn Yasir 24. Amru Al-Ash 25. Amr ibn Jamuh 26. Anas ibn Malik al-Ansari 27. An-Nuayman bin Amr 28. At-Tufail ibn Amr ad-Dawsi 29. Aqil ibn Abi Thalib 30. Asma binti Abu Bakar 31. Barakah 32. Bara' ibn Malik al-Ansari 33. Bilal bin Rabah 34. Fairuz Ad-Dailami 35. Habib ibn Zaid al-Ansari 36. Hanzalah ibn Abu Umayr 37. Hajar ibn Adi 38. Hakim ibn Hazm 39. Hamzah bin Abdul Muttalib 40. Harits ibn Abdul Muthalib 41. Huzaifah Al-Yamani 42. Ikrimah ibn Abu Jahal 43. Ja'afar ibn Abi Thalib 44. Julaibib 45. Khabbab ibn al-Aratt 46. Khalid bin al-Walid 47. Miqdad Al-Aswad 48. Muaz ibn Jabal 49. Muawiyah ibn Abu Sufyan 50. Muhammad ibn Maslamah 51. Mus'ab ibn Umair 52. Nu'man ibn Muqarrin 53. Nu'man ibn Basyir 54. Nuaim ibn Mas'ud 55. Rabiah bin Ka'ab 56. Ramlah binti Abu Sufyan 57. Rumaysa binti Milhan 58. Sa'ad ibn Abi Waqqas 59. Sa'ad bin Ubadah 60. Sa'ad ibn Muaz 61. Said ibn Amir al-Jumahi 62. Said ibn Zayd

Page 46: Mustolah hadis

63. Salim Maula Abi Huzaifah 64. Salman Al-Farisi 65. Suhaib Ar-Rumi 66. Suhail ibn Amr 67. Talhah ibn Ubaidillah 68. Thabit ibn Qais 69. Thumamah ibn Uthal 70. Ubaidah al-Harits 71. Ubay ibn Ka'ab 72. Umair ibn Sa'ad al-Ansari 73. Umair ibn Wahab 74. Umar Al-Khattab 75. Ummu Salamah 76. Uqbah ibn Amir 77. Usamah ibn Zaid 78. Utbah ibn Ghazwan 79. Uwais Al-Qarni 80. Zayd ibn Khatab 81. Zaid ibn Harithah 82. Zaid ibn Thabit 83. Zubair ibn Awwam

Terdapat 3 syarat yang wajib yang perlu diambilkira sebelum seseorang itu layak digelar sebagai sahabat nabi iaitu, seseorang yang hidup di zaman baginda dan bersua muka atau mendengar suara baginda (kerana terdapat beberapa sahabat baginda yang buta). Kedua mereka yang beriman dengan baginda iaitu mereka yang percaya dengan kenabian baginda. Yang terakhir adalah mereka yang mati di dalam islam kerana terdapat beberapa orang yang hidup dan bersua dengan baginda serta beriman dengan baginda tetap murtad apabila kewafatan baginda.

Tabi'in

Tabi'in artinya pengikut, adalah orang Islam awal yang masa hidupnya setelah para Sahabat Nabi dan tidak mengalami masa hidup Nabi Muhammad. Usianya tentu saja lebih muda dari Sahabat Nabi bahkan ada yang masih anak-anak atau remaja pada masa Sahabat masih hidup.

Tabi'in disebut juga sebagai murid Sahabat Nabi.

Tokoh-tokoh Tabi'in

Uwais Al-Qorniy Said bin Al-Musayyib Urwah bin Az-Zubair Saalim bin Abdillah bin Umar Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah bin Mas'ud Muhammad bin Al-Hanafiyah Ali bin Al-Hasan Zainal Abidin Al-Qaasim bin Muhammad bin Abi Bakar Ash-Shiddiq Al-Hasan Al-Bashriy

Page 47: Mustolah hadis

Muhammad bin Sirin Abu Hanifah Umar bin Abdul Aziz Muhammad bin Syihab Az-Zuhriy.

Tabi‘ al-Tabi‘in

Tābi‘ al-Tābi‘īn (Arabic: التابعين is the generation after the Tabi'in in Islam. Sunni (تابعMuslims include them among the best generations on Earth, along with the Tabi‘in and the Sahaba.

Definition according to the Sunnis

The Sunnis define a Taba‘ at-Tabi‘i as a Muslim who:

1. Saw at least one of the Tabi‘in.2. Was rightly guided. (That would be, according to Sunnis, one who adheres to the

beliefs and actions of the Ahlus Sunnah wal-Jama'ah).3. And the one who died in that state. Sunnis consider the Taba‘ at-Tabi‘in as the

best generation after the Tabi‘in.

According to them Muhammad said, "The best people are those living in my generation, then those coming after them (Tabi‘in), and then those coming after (the second generation)" Sahih Bukhari [1]

List of Taba‘ at-Tabi‘in

Three of the Imams al-Shafi'i Malik ibn Anas Ahmad ibn Hanbal

(Abū Ḥ anīfa ) is considered by some to have been one of the Tabi'een, the generation after the Sahabah, because he saw the Companion Anas ibn Malik, and transmitted Hadith from him and other Sahabah.)

Other Taba' at-Tabi'in Ja'far al-Sadiq al-Qassim ibn Muhammad ibn Abu Bakr as-Siddiq (d. 108 H) Sufyan al-Thawri (97–161) Sufyan ibn `Uyaynah (d. 198H) Al-Awza'i (d. 158H) Muhammad al-Bukhari

Page 48: Mustolah hadis

SANAD DAN MATAN

Perkataan ‘Sanad’ dan ‘Matan’ sering disebut apabila orang bercakap tentang hadis. Apakah maksud dua perkataan ini?

Jawapan:

            Hadis mempunyai dua bahagian iaitu SANAD dan MATAN. Kedua-duanya akan

dikaji oleh para ulama hadis bagi menentukan kesahihan sesuatu hadis. Sanad ialah

salasilah periwayat-periwayat bagi sesebuah hadis bermula daripada penulis atau

pengumpul hadis tersebut sehinggalah kepada matannya iaitu hadis tersebut. Maka

sanad adalah penghubung di antara kita dengan sesebuah matan. Di bawah ditunjukkan

contoh:        

al Bukhari (256H)  à a à b à c à Saidina Umar Ibn al Khattab à Rasulullah SAW

(hadis)

Maka sanad bermula daripada diri al Bukhari itu sendiri sehinggalah kepada 

Umar Ibn al Khattab.

Kepentingan Sanad Dalam Ilmu-Ilmu Islam Khususnya Hadis[1]

          Sanad adalah keistimewaan umat akhir zaman yang dipimpin oleh nabi terakhir

iaitu Nabi Muhammad SAW. Para ulama Islam sejak zaman tabiin telah menegaskan

kepentingan sanad dalam ilmu-ilmu Islam khususnya ilmu hadis.

           Menurut Sufyan al Thauri (161H): Sanad itu senjata mukmin. Jika seseorang

tidak memiliki senjata, maka dengan apakah dia ingin berperang? Maksud Sufyan, untuk

membuktikan bahawa hadis yang dikatakan itu benar, maka buktinya dan hujahnya

(senjatanya) ialah sanad.

Menurut Sufyan bin Uyainah(198H) pula:

Page 49: Mustolah hadis

Suatu hari al Zuhri (125H) telah membacakan satu hadis, maka aku

berkata kepadanya, Berilah aku hadis itu tanpa sanadnya. Kata al Zuhri: Adakah

engkau ingin memanjat ke bumbung tanpa menggunakan tangga?  

            Ulama Islam pada zaman kegemilangan Islam menggunakan sanad bukan

hanya pada ilmu hadis, tetapi juga dalam bidang-bidang yang lain. Ilmu-ilmu itu adalah

seperti tafsir, fiqh, sejarah, bahasa, sastera bahkan kisah-kisah lucu dan menarik juga

diriwayatkan menggunakan sanad.

SABDA NABI SAHAJA?

Adakah hadis boleh diertikan sebagai sabda Nabi SAW ?

Jawapan:

            Jika kita ertikan hadis sebagai sabda Nabi SAW, pengertian sebegini adalah

belum mencukupi. Hadis bermaksud setiap perkara yang dikaitkan dengan Rasulullah

SAW daripada segi perbuatan, percakapan, persetujuan dan sifat-sifat Rasulullah SAW

sama ada sifat akhlak atau sifat fizikal baginda SAW[1]. Pembahagian ini dapat

diterangkan dengan penjelasan berikut:

 

1-  Hadis berbentuk percakapan ialah segala ucapan Rasulullah SAW yang

didengari oleh para sahabat[2] sepanjang hidup baginda SAW. Hal ini banyak

direkodkan oleh para penulis hadis sejak zaman berzaman seperti sabda Nabi

SAW :

Maksudnya : Sesungguhnya setiap amalan itu diukur dengan niat[3].  

 

2-  Hadis berbentuk perbuatan pula ialah segala tingkah laku Nabi SAW yang dilihat

oleh para sahabat lalu mereka ceritakan kepada para tabiin[4]. Perbuatan Nabi

SAW menjadi panduan dan syariat serta menjadi huraian kepada Al Quran.

Contohnya ialah gerak-geri Nabi SAW ketika Baginda SAW solat. Gerak geri dan

perbuatan Baginda SAW telah diceritakan dengan panjang lebar oleh para

Page 50: Mustolah hadis

sahabat sehingga kita dapat mengetahui dengan jelas bagaimanakah cara solat

Nabi SAW. 

 

3-  Hadis berbentuk persetujuan atau istilah arabnya ‘taqrir’ pula ialah segala

persetujuan Nabi SAW apabila melihat sesuatu perbuatan daripada sahabatnya

yang tidak bercanggah dengan ajaran Islam. Itu juga dikira hadis yang menjadi

syariat kepada umatnya kerana persetujuan Rasulullah SAW menandakan

bahawa perkara itu boleh dilakukan. Contohnya ketika Rasulullah SAW melihat

Khalid bin al Walid memakan daging dhab (sejenis biawak yang bersih dan hidup

di padang pasir) maka baginda SAW membiarkannya sahaja walaupun baginda

SAW tidak memakannya kerana tidak biasa[5].  

 

4-  Hadis-hadis dalam kategori sifat pula terbahagi kepada dua iaitu hadis-hadis

yang menceritakan sifat-sifat fizikal (warna kulit, rambut, bentuk tapak tangan

dan sebagainya) dan juga hadis-hadis yang menceritakan sifat-sifat akhlak

baginda SAW (pemurah, bergurau dengan sahabatnya, penyabar dan

sebagainya) seperti yang dapat kita lihat di dalam buku al Syamaail al

Muhammadiyyah[6] karya al Tirmizi (279H). Buku ini telah diterjemahkan ke

bahasa Indonesia dengan tajuk Tarjamah Hadits Mengenai PRIBADI DAN BUDI

PEKERTI RASULULLAH SAW. Buku ini dialih bahasa oleh Drs. M. Tarsyi Hawi,

cetakan kesepuluh tahun 2003 (cetakan CV PENERBIT, Bandung).

AL-QURAN SAHAJA?

Ada pihak yang mengatakan bahawa kita hanya perlu beramal dengan Al Quran dan tidak perlu kepada hadis Nabi SAW.

Adakah pendapat ini benar? 

Jawapan:

 

Page 51: Mustolah hadis

Pendapat tersebut adalah pendapat dari golongan yang dikenali sebagai Anti

Hadis. Apa yang benar ialah tiada siapa dapat memisahkan hadis daripada Al Quran

kerana hadis adalah huraian kepada Al Quran. Ini jelas dalam firman ALLAH SWT  :

 

Maksudnya: Dan kami turunkan kepadamu (Muhammad) Al Quran agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[1].

Firman ALLAH SWT lagi: 

Maksudnya : Dan sesiapa yang taat kepada Rasul,  maka sesungguhnya dia telah taat kepada ALLAH,  dan sesiapa yang berpaling, maka KAMI tidak utuskan engkau (wahai Muhammad) sebagai penjaga kepada mereka[2].

Seluruh kehidupan Rasulullah SAW adalah huraian kepada Al Quran bagi

memudahkan umat manusia mengamalkan Islam dalam kehidupan mereka. Sepanjang

hayat Baginda SAW menjelaskan kepada umat Islam agar mereka faham

bagaimanakah  mereka ingin memahami Al Quran seterusnya beramal dengannya

dalam kehidupan seharian. Segala huraian ini dipanggil hadis atau sunnah. Menurut

seorang pensyarah pengajian hadis di Universiti Jordan, Hammam Said:

Sedangkan daripada sudut sebagai sumber hukum, maka Al Quran

menghalalkan dan sunnah juga menghalalkan. Al Quran mengharamkan dan

sunnah juga mengharamkan. Al Quran menggalakkan dan sunnah juga

menggalakkan. Al Quran mengharuskan dan sunnah juga mengharuskan.  Maka

sunnah (hadis) adalah sama seperti Al Quran dalam syariat dan sumber hukum-

hakam[3]. 

 

 

Kita tidak akan dapat memahami Al Quran jika kita tidak mengambil hadis atau

sunnah sebagai panduan. Kata Yusof al Qaradhawi[4]:

 

Page 52: Mustolah hadis

Sesungguhnya ibadah yang paling utama dan kefardhuan harian serta

syiar yang besar dalam Islam iaitu solat, tidak disebutkan maklumat terperinci

mengenainya di dalam Al Quran. Tidak disebutkan jumlahnya, waktu-waktunya,

jumlah rakaatnya, cara mengerjakannya dan huraian tentang syarat-syarat dan

rukun-rukunnya. Semuanya diketahui dengan sunnah[5]. 

Inilah yang menjadikannya amat penting kerana sebarang penambahan yang

berlaku pada sumber kedua ini bermakna berlaku penambahan pada huraian Al Quran.

Maka oleh sebab itu golongan yang jahat sejak zaman awal Islam telah berusaha

mencipta hadis-hadis palsu bertujuan untuk mencemarkan kesucian Islam. Tetapi kita

bersyukur kerana wujudnya segolongan ulama yang dikenali sebagai ulama hadis atau

muhaddith yang sentiasa memastikan masyarakat dapat mengenali hadis-hadis yang

sahih dan hadis-hadis yang tidak sahih (dhaif atau palsu).

Hadis-hadis sahih merupakan gambaran sebenar kepada kehidupan Rasulullah

SAW. Golongan yang tidak mahu mengambil hadis sebagai sumber rujukan (Anti Hadis)

sebenarnya telah melanggar perintah ALLAH di dalam Al Quran sendiri. Maka kita dapat

membuat kesimpulan bahawa orang-orang yang hanya ingin menggunakan Al Quran

tanpa panduan hadis adalah golongan yang tidak memahami Al Quran. Mereka

terpengaruh dengan pemikiran kebanyakan pemikir barat yang sentiasa inginkan umat

Islam jauh daripada ajaran Islam. Semoga ALLAH melindungi umat Islam daripada

terpengaruh dengan pemikiran yang merosakkan ini.   

 

            Di antara sumber yang memberi kita maklumat untuk menolak tuduhan golongan

Anti Hadis ialah:

-   20 Hujah Anti Hadith Dan Jawapannya oleh Hafiz Firdaus Abdullah. (cetakan

Jahabersa). Ini adalah buku yang begitu baik dalam menjawab tuduhan-tuduhan

yang meragui kedudukan hadis sebagai sumber hukum.

-    Al Sunnah Wa Makanatuha Fi al Tasyri’ oleh Mustofa al Sibaei. Buku ini telah pun

diterjemahkan ke dalam Bahasa Malaysia. Maksud tajuk buku ini ialah ‘Sunnah

dan kedudukannya dalam perundangan Islam’. Mustofa al Sibaei telah lama

Page 53: Mustolah hadis

berdebat dengan sarjana Barat yang menafikan maklumat-maklumat berkaitan

hadis.

-    Tulisan tentang anti hadis di dalam www.darulkautsar.com.

HADIS DIBUKUKAN

Bila dan bagaimanakah hadis dibukukan?

 Jawapan:

Hadis dibukukan sejak Rasulullah SAW masih hidup. Memandangkan hadis-

hadis sahih ini adalah sumber hukum kedua selepas Al Quran, pemeliharaan hadis amat

diberikan perhatian oleh para sahabat Nabi SAW. Mereka menghafaznya dengan

menggunakan ingatan mereka yang kuat. Bagi sesetengah sahabat pula mereka

menulisnya di dalam catatan untuk membantu ingatan mereka.

 

Pada awalnya mereka dilarang untuk menulis perkara selain Al Quran seperti

yang terdapat di dalam sebuah hadis sahih, maksudnya: “Jangan tulis daripadaku selain Al Quran. Sesiapa yang menulis selain Al Quran, maka hendaklah dia memadamnya”[1]. Tetapi larangan itu hanya bersifat sementara dan Rasulullah SAW

sendiri selepas itu telah memberikan kebenaran kepada para sahabat untuk menulis

hadis[2].  

            Apabila tiba zaman para tabiin, mereka juga mewarisi sikap ini daripada para sahabat Nabi SAW. Ada di antara mereka yang menghafaznya dan ada di antara mereka yang menulisnya bagi membantu hafazan mereka. Mereka sentiasa mengikuti kelas-kelas pengajian yang diadakan oleh para sahabat dan mereka akan mencatat apa sahaja yang disampaikan oleh para sahabat.

            Begitulah keadaannya sehingga tiba zaman pemerintahan khalifah Islam yang

terkenal iaitu Umar Ibn Abd. Aziz (101H) di sekitar seratus tahun pertama hijrah. Umar

telah mengarahkan supaya hadis-hadis Nabi SAW dikumpulkan secara rasmi dan

tersusun supaya tidak hilang daripada pengetahuan orang ramai[3]. Beliau telah

memerintahkan dua orang ulama yang terkenal untuk menjalankan proses pembukuan

rasmi hadis-hadis ini. Mereka ialah : Abu Bakr Ibn Amru Ibn Hazm (120H) dan Ibn

Shihab al Zuhri[4].

Page 54: Mustolah hadis

            Keperihatinan Umar telah mencetuskan satu semangat baru di kalangan para ulama untuk turut sama mengumpulkan hadis secara rasmi dan tersusun. Di antara ulama hadis yang menyahut seruan Umar Ibn Abd. Aziz di zaman itu ialah:

-          Ibn Juraij ( 150H) di Mekah

-          Al Auzaa’i ( 156H) di Syam

-          Sufyan al Thauri  di Kufah

-    Muhammad Ibn Ishak (151H) dan Abdullah Ibn al Mubarak

(181H) di Khurasan

-          Malik Ibn Anas (179H) di Madinah

Amalan ini berterusan pada awal kurun ke 3 hijrah dan di antara mereka yang

membukukan hadis ialah Imam-imam yang dikenali buku-buku mereka dengan nama al

Kutub as Sittah (6 buku):

1.       Muhammad Ibn Ismail al Bukhari (256H)

2.       Muslim Ibn al Hajjaj (261H)

3.       Muhammad Ibn Yazid ( Ibn Majah) (273H)

4.       Sulaiman Ibn al Asy’ath ( Abu Daud) (275H)

5.       Muhammad Ibn Isa (al Tirmizi) (279H)

6.       Ahmad Ibn Syuaib ( al Nasaai) (303H)

Sejak zaman itu hinggalah ke hari ini, penulisan dalam bidang hadis melalui

pelbagai peringkat yang melibatkan bermacam-macam bentuk penulisan. Hadis-hadis

yang telah dikumpulkan itu telah dikaji dan dinilai oleh para ulama. Sejak itu banyak

buku telah dihasilkan yang dapat kita baca hingga ke hari ini.

            Mungkin ada yang menyangka bahawa penulisan hadis bermula lewat iaitu

beberapa ratus tahun selepas Rasulullah SAW wafat. Ini adalah pendapat yang tidak

tepat. Penulisan dan pengumpulan hadis telah bermula sejak Rasulullah SAW masih

hidup. Bentuk penulisan dan pengumpulan ini telah berkembang dan menjadi lebih

tersusun seiring dengan perkembangan zaman.

 

[2]

Page 55: Mustolah hadis

KESAHIHAN SUNAN?

Seringkali orang menyebut 4 buku ‘Sunan’ iaitu

Sunan al Tirmizi,

Sunan Abu Daud,

Sunan al Nasaai dan

Sunan Ibn Majah.

Apakah kesemua hadis di dalam buku-buku ini adalah sahih? 

Jawapan:

            Tidak semua hadis yang terdapat dalam empat buku ‘Sunan’ yang terkenal

(Sunan al Tirmizi[1], Sunan al Nasaai, Sunan Abu Daud dan Sunan Ibn Majah) adalah

sahih di sisi pengkaji hadis. Apa yang tepat menurut pengkajian hadis ialah di dalam

keempat-empat buku ini terdapat hadis-hadis yang sahih, hasan, dhaif dan palsu. Hal ini

dapat dikenal pasti dengan merujuk kepada kajian dan ulasan ulama-ulama hadis yang

terkenal.

            Ada  yang merasakan bahawa dengan adanya sesuatu hadis dalam salah satu

dari empat buku tadi maka ini menandakan bahawa hadis itu sahih. Perkara ini adalah

sangkaan semata-mata. Jika kita membaca buku Sunan al Tirmizi atau nama lainnya al

Jami’ al Kabir, kita akan mendapati bahawa al Tirmizi tidak bertujuan untuk

mengumpulkan hadis-hadis sahih dan hasan sahaja. Malah beliau ada menyebut

beberapa hadis  yang beliau sendiri nyatakan sebagai hadis dhaif. Kadangkala beliau

menukilkan kata-kata gurunya iaitu al Bukhari dalam mengkritik dan mendhaifkan

beberapa hadis.

 

            Sebagai contoh, terdapat sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al Tirmizi di

dalam bukunya al Jami’ al Kabir atau Sunan al Tirmizi yang menceritakan amaran Nabi

SAW bahawa orang yang mampu tetapi tidak menunaikan haji, maka dia

berkemungkinan mati sebagai Yahudi atau Kristian. Selepas al Tirmizi menyebutkan

hadis ini berserta sanadnya, beliau berkata: “Di dalam sanadnya ada kecacatan dan

Page 56: Mustolah hadis

Hilal Ibn Abdullah adalah tidak dikenali (majhul) dan al Harith didhaifkan dalam bidang

hadis”. Kedua-dua mereka adalah periwayat hadis tersebut [2]. Kecacatan ini

menjadikan hadis tersebut dhaif.

            Begitu juga bagi yang membaca Sunan Abu Daud akan mendapati bahawa

terdapat hadis-hadis yang ada di dalam buku itu dikritik oleh Abu Daud sendiri. Hal ini

dapat dilihat pada hadis yang berbunyi “Letakkanlah manusia itu pada kedudukan masing-masing”. Maksud hadis tersebut ialah berkomunikasilah dengan manusia

sekadar kemampuan mereka. Setelah mengemukakan hadis tersebut Abu Daud

berkata: “Maimun (salah seorang periwayat hadis tersebut) tidak bertemu dengan

Aisyah (isteri Nabi SAW)”[3]. Ini bermakna Abu Daud mengkritik hadis tersebut dengan

satu kecacatan iaitu sanadnya terputus di antara Maimun Ibn Abi Syabib dan Aisyah.

Sanad yang terputus adalah antara penyebab sesuatu hadis menjadi dhaif.

  Sekiranya para pembaca membaca dengan lebih luas, pasti akan bertemu dengan

buku-buku ini yang dicetak bersama kajian dan semakan atau yang lebih dikenali

dengan istilah tahqiq. Istilah tahqiq membawa maksud kajian semula terhadap teks

sesuatu buku hadis dan juga pengkajian terhadap kesahihan hadis-hadis di dalam buku

itu. Proses tahqiq telah membuktikan bahawa terdapat hadis-hadis yang tidak sahih di

dalam keempat-empat buku sunan.  

 Sebagai contoh, buku Sunan al Tirmizi telah dikaji oleh beberapa orang ulama

hadis. Bagi mereka yang membaca buku Sunan al Tirmizi, mereka akan mendapati

bahawa al Tirmizi sentiasa memberikan pendapatnya di hujung setiap hadis yang ada di

dalam bukunya sama ada sahih atau tidak. Pendapat al Tirmizi ini menjadi perbincangan

di kalangan ulama hadis sejak dahulu hingga kini.  Di antara ulama hadis zaman ini

yang melakukan proses tahqiq terhadap buku Sunan al Tirmizi ialah Ahmad Syakir[4],

Muhammad Nasiruddin al Albani[5], Basyar Awwad Ma’ruf[6] dan lain-lain lagi. Selepas

buku ini dicetak bersama dengan tahqiq yang telah dibuat oleh mereka, terdapat

beberapa pembetulan yang mereka lakukan terhadap pendapat dan pandangan al

Tirmizi. Beberapa pembetulan dari al Albani, Ahmad Syakir, Basyar Awwad dan selain

mereka memberi maksud bahawa apa yang dihasilkan oleh al Tirmizi (hukum dan

kedudukan hadis) adalah ijtihad yang dilakukan oleh mana-mana ulama hadis

berdasarkan ilmu Mustolah al Hadith. Sekiranya ijtihad beliau atau sesiapa sahaja

menepati kaedah Mustolah al Hadith, maka ijtihad tersebut diterima dan jika tidak, maka

Page 57: Mustolah hadis

ijtihad ini boleh ditolak kerana kaedah-kaedah pengkajian hadis dalam bidang Mustolah

al Hadith adalah piawaian yang ditetapkan untuk menilai sesuatu hadis.

            Dengan ini kita dapati  anggapan bahawa semua hadis yang diriwayatkan oleh al

Tirmizi, Abu Daud, Ibnu Majah dan al Nasaai adalah sahih merupakan anggapan yang

tidak tepat. Hanya hadis-hadis dari Sahih al Bukhari dan Sahih Muslim sahaja yang

memiliki kekuatan untuk diiktiraf sebagai hadis yang sahih atau hasan.

            Kajian ilmiah telah membuktikan bahawa bukan hanya hadis-hadis dhaif yang telah ditemui dalam kitab-kitab sunan malah terdapat juga hadis-hadis palsu yang telah ditemui dalam Sunan al Tirmizi, Sunan Abu Daud dan Sunan Ibn Majah. Ketiga-tiga buku ini telah dikaji sejak zaman berzaman dan para pengkaji telah menemui hadis-hadis yang boleh dikategorikan sebagai palsu dalam buku-buku tersebut. Namun begitu, Sunan al Nasaai telah dibuktikan bersih daripada hadis-hadis palsu. Untuk mengetahui dengan lebih lanjut serta melihat sendiri contoh-contoh hadis palsu dalam kitab-kitab sunan, para pembaca dinasihatkan supaya membeli sebuah buku kecil yang berjudul Hadis-Hadis Palsu Dalam Kitab 4 Sunan yang merupakan karya terjemahan daripada buku asal yang dikarang oleh Muhammad Syauman al Ramli. Buku ini telah diterjemahkan oleh Ali al Bawazeer dan dicetak oleh Pustaka al Sunnah, Indonesia. Beliau mengumpulkan hadis-hadis yang hasil kajian Muhammad Nasiruddin al Albani.

DARJAT SELAIN DALAM AL-SITTAH 

Bagaimana darjat hadis dalam buku-buku selain Kutub al Sittah?

 Jawapan:

            Begitu juga buku-buku hadis selain Sahih al Bukhari, Sahih Muslim dan buku-

buku sunan, maka hadis-hadisnya tidak semuanya sahih. Untuk mengetahui kesahihan

sesuatu hadis, kita memerlukan penyelidikan. Contohnya buku al Musnad karya Ahmad

bin Hanbal[1] yang mengandungi hampir 28,000 hadis, buku al Mustadrak[2] karya al

Hakim (405H), buku-buku al Mu’jam al Kabir[3], al Awsath dan al Saghir karya al

Thabarani (360H), Sahih Ibn Khuzaimah (311H), Sahih Ibn Hibban[4] serta buku-buku

hadis lain yang dikumpulkan oleh ulama-ulama hadis seperti al Darimi (250H)[5], Ibnu al

Sunni (364H)[6], al Baihaqi (458H), al Bazzar (292H), Abu Ya’la (307H)[7] dan lain-lain

lagi. Kesemua buku ini telah dicetak dan kebanyakannya dicetak bersama semakan dan

kajian oleh pengkaji-pengkaji hadis. Maka tanggungjawab kita ialah melihat hasil kajian

mereka untuk mengenal pasti hadis-hadis yang nyata datangnya dari Nabi SAW dan

Page 58: Mustolah hadis

juga yang diragui kebenarannya dari baginda SAW. Bukan sekadar menyebut…. “hadis

riwayat al Baihaqi”, “hadis ini ada dalam buku al Musnad” dan sebagainya. Itu tidak

mencukupi untuk memastikan hadis tersebut sahih.

CONTOH HADIS PALSU YANG TERSEBAR 

Apakah contoh-contoh hadis dhaif dan palsu yang telah tersebar dalam masyarakat?

 Jawapan:

Berikut saya senaraikan beberapa contoh hadis-hadis yang popular di dalam masyarakat. Sayangnya hadis-hadis yang popular ini pada hakikatnya adalah dhaif atau palsu. Saya menyebutnya sebagai dhaif atau palsu dengan meletakkan komen dan hasil kajian para ulama hadis dulu dan kini untuk sama-sama diteliti dan difahami. Ini bermakna, bukanlah saya yang memandai-mandai mengatakan ia dhaif atau palsu, tetapi saya berpandukan kepada hasil kajian yang telah sedia ada di dalam buku-buku para ulama hadis. Bagi para pembaca, mereka dialu-alukan untuk membetulkan kesilapan saya sama ada dari segi penggunaan bahan rujukan atau kesilapan dalam terjemahan teks asalnya yang ditulis dalam bahasa arab.

 

Di samping itu saya juga selitkan sedikit ulasan bagi menjelaskan maksud hadis tersebut dan juga membincangkan adakah maksud hadis boleh diterima dan disokong oleh dalil-dalil daripada Al Quran atau hadis sahih. Walau bagaimana baik maksud sesuatu hadis yang dhaif atau palsu, hadis tersebut tetap tidak boleh dinyatakan atau ‘diiklankan’ sebagai ‘hadis sahih’ atau sebagai ‘sabda Nabi SAW’. Hadis tersebut mungkin boleh dianggap sebagai kata-kata hikmah atau nasihat yang baik sekiranya maksudnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Pembaca akan dapat melihat apa yang saya maksudkan dalam huraian setiap hadis.

 

Pertama:

Maksudnya: Tuntutlah ilmu walaupun hingga  ke negeri China.

Kedudukan Hadis:

Ini adalah hadis palsu. Hadis ini telah disebutkan sebagai palsu oleh Ibn al Jauzi di

dalam buku al Maudhu’at[1]. Pembaca juga boleh melihat buku Menangkis Pencemaran

Terhadap Agama dan Tokoh-Tokohnya karya Mohd. Asri Zainul Abidin untuk mendapat

Page 59: Mustolah hadis

maklumat lanjut tentang hadis ini. Hadis ini dikritik juga oleh pengkaji hadis  seperti Ibnu

Tahir al Maqdisi (507H)[2], al Iraqi[3], Ibn Hibban[4] dan Muhammad Nasiruddin al

Albani[5].

 

Ulasan:

Hadis ini kerap dijadikan hujah bagi membuktikan bahawa Islam menggalakkan

umatnya menuntut ilmu sejauh yang mungkin walaupun ke negara China. Sedangkan

pada hakikatnya hadis ini adalah palsu. Telah ada dalil-dalil serta hujah-hujah yang jelas

dalam Al Quran dan hadis-hadis sahih tentang kewajipan menuntut ilmu serta kelebihan

mereka yang mempunyai ilmu. Terdapat ayat-ayat Al Quran yang mengiktiraf golongan

yang berilmu contohnya:

 

Maksudnya : ALLAH mengangkat kedudukan orang-orang yang beriman dan yang mempunyai ilmu dengan beberapa darjat[6].

 

Begitu juga di dalam hadis-hadis sahih terdapat saranan ke arah menuntut ilmu

antaranya seperti hadis:

 

Maksudnya: Sesiapa yang melalui jalan ke arah menuntut ilmu maka ALLAH mudahkan untuknya jalan ke syurga[7].

 

Maksudnya: Menuntut ilmu adalah kewajipan ke atas setiap muslim [8].

 

Page 60: Mustolah hadis

Telah diketahui umum bahawa menuntut ilmu adalah kewajipan dalam kehidupan umat

Islam. Apa yang ingin saya sebutkan di sini adalah kesalahan menggunakan hadis palsu

dalam menyatakan sesuatu perkara yang telah sedia ada dalam Islam sama ada di

dalam Al Quran atau hadis-hadis sahih. Tindakan menggunakan hadis palsu ini boleh

menjadikan kita lupa bahawa ayat Al Quran atau hadis sahih sudah pun memadai dan

mencukupi untuk kita menyatakan sesuatu yang berkaitan dengan Islam. Berhati-hatilah

dalam menggunakan sesuatu hadis. Pastikan bahawa hadis tersebut adalah sahih

sebelum menggunakannya sebagai dalil atau hujah.

Kedua:

 

Maksudnya: Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahad 

Kedudukan Hadis:

 

Hadis ini adalah hadis palsu. Menurut Yusuf al Qaradhawi, walaupun maksud hadis ini benar, bukanlah bermakna itu adalah hadis yang benar-benar datang dari Nabi SAW[9]. Hadis ini juga ditolak kesahihannya sebagai sabda Nabi SAW oleh seorang pengkaji hadis zaman ini,  Abd. Fattah Abu Ghuddah[10].  

Ulasan:

Seperti yang telah disebutkan dalam komen saya terhadap hadis pertama, terdapat banyak dalil dalam Al Quran dan hadis-hadis yang sahih yang menyuruh dan menggalakkan umat Islam menuntut ilmu. Dalil-dalil itu sudah mencukupi dan kita tidak perlu lagi menggunakan hadis-hadis palsu yang direka. Penggunaan hadis-hadis palsu adalah salah walaupun dengan niat yang baik.

 

Wujudnya segolongan pendakwah atau penceramah yang tidak mendalami bidang hadis telah menyebabkan ramai pendengar yang terkeliru dengan hadis-hadis yang tidak sahih tetapi disangkanya sahih. Bahkan disangkanya hadis ini menjadi kaedah utama dalam agama Islam sehingga dia terlupa dalil yang sudah sedia ada dalam Al Quran dan hadis-hadis sahih. Pendakwah atau penceramah selalunya mencari jalan singkat untuk mengumpulkan bahan ceramahnya lalu mereka menggunakan buku-

Page 61: Mustolah hadis

buku berbentuk akhlak atau buku cerita yang kadangkala tidak memperdulikan kesahihan fakta yang dimuatkan di dalamnya. Ada yang mengambil hadis-hadis daripada buku al Ghazali iaitu Ihya’ Ulumiddin yang sememangnya mengandungi banyak hadis dhaif dan palsu. al Iraqi telah berusaha untuk menyemak kembali hadis-hadis di dalam buku Ihya’ Ulumiddin dan mengkaji kesahihannya atau kedhaifannya. Segala kajian al Iraqi itu beliau muatkan di dalam bukunya berjudul al Mughni ‘An Hamli al Asfar dan jika kita membaca kajian beliau, kita akan dapati terlalu banyak hadis yang tidak sahih ada dalam buku al Ghazali itu.

 

Kepada pembaca buku Ihya’ Ulumiddin, saya nasihatkan supaya mereka melihat kajian al Iraqi dan memastikan adakah hadis itu sahih atau tidak. Terdapat beberapa versi buku Ihya’ Ulumiddin yang dicetak bersama dengan kajian al Iraqi sebagai nota kaki. Tidak ada sesiapa yang menyalahkan al Ghazali kerana kesilapannya dalam buku Ihya’ Ulumiddin kerana al Ghazali adalah manusia biasa yang tidak terlepas daripada kesilapan. Beliau berkemungkinan besar tidak tahu bahawa sesuatu hadis itu palsu lalu menyebutnya dalam Ihya’ Ulumiddin. Tetapi kita sebagai pembaca pada zaman ini perlulah mengelak dari menggunakan hadis-hadis palsu dalam Ihya’ Ulumiddin kerana kita telah pun tahu tentang kepalsuannya berdasarkan kajian al Iraqi serta ulama lain. Kita menghormati al Ghazali tetapi kita tidak akan mengulangi kesilapan yang beliau telah lakukan iaitu tersalah dalam menyebut hadis-hadis palsu yang disangka beliau sebagai sahih.

 Ketiga:

Maksudnya: Tidur selepas subuh/ waktu pagi menghalang rezeki.

Kedudukan Hadis:

Hadis ini adalah  hadis palsu. Hadis ini dilabelkan sebagai  palsu oleh al Hasan Ibn

Muhammad al Shoghoni dan disokong oleh ahli hadis masa kini, Abd. Fattah Abu

Ghuddah[11]. Manakala di antara ulama yang melabelkan hadis ini sebagai sangat dhaif

pula ialah al Haithami[12], Ahmad Syakir[13], Muhammad Nasiruddin al Albani[14] dan

Syuaib al Arnaouth[15]. 

Ulasan: 

Tiada tegahan dan tiada pula suruhan ke arah perkara ini. Perkara ini dilakukan

mengikut kesesuaian keadaan dan keperluan. Sedangkan sesiapa sahaja yang ingin

Page 62: Mustolah hadis

mencari hadis ini pasti akan menemui bahawa para ulama hadis yang terkenal telah

mengkritik hadis ini sekaligus menjadikannya hadis yang tidak sahih. Ada pula yang

berhujah bahawa logik akal menyokong hadis ini kerana orang yang bekerja akan lewat

ke tempat kerja dan tidak dapat menjalankan tugas sekiranya tidur selepas subuh.

Mereka seolah-olah lupa bahawa ada juga masyarakat kita yang bekerja pada waktu

petang dan malam. Adakah mereka tidak dapat menjalankan tugas jika tidur selepas

subuh?

 

Persoalan rezeki ini adalah persoalan besar dan untuk menyatakan sesuatu perkara itu

menghalang rezeki, kita memerlukan hujah dan dalil yang kuat daripada Al Quran atau

hadis sahih. Terdapat beberapa perkara lagi yang dikatakan menghalang rezeki seperti

minum daripada gelas sumbing, menjahit baju di badan sendiri dan lain-lain lagi tetapi

semuanya tidak mempunyai dalil atau hujah daripada Al Quran atau hadis sahih.  

Keempat:

Kisah sahabat Nabi bernama Sa’labah ثعلبة  yang tidak membayar zakat.

Kedudukan Hadis:

Hadis ini adalah hadis palsu. Maklumat lanjut ada di dalam buku al Sohih al Musnad

Min Asbab al Nuzul karya Syeikh Muqbil bin Hadi al Wadii[16]. Buku ini merupakan

antara hasil karya yang terbaik daripada Syeikh Muqbil yang merupakan seorang

pengkaji hadis dari negara Yaman. Beliau berusaha mengumpulkan asbab nuzul

(sebab-sebab ayat Al Quran diturunkan) yang sahih sahaja. Ini kerana

sememangnya telah diketahui bahawa tidak semua asbab nuzul yang tercatat dalam

buku-buku terdahulu adalah sahih. Menurut Syeikh Muqbil, kisah Sa’labah yang

tidak membayar zakat ditolak kesahihannya oleh imam-imam hadis terkenal seperti

Ibnu Hazm (al Muhalla) , al Suyuthi (Lubab al Nuqul) , Ibnu Hajar al Asqalani (Takhrij

al Kasyaf dan Fath al Bari), al Haithami (Majma’ al Zawaaid), al Zahabi (Tajrid Asma’

al Sahabah), al Munawi (Faidh al Qadir) dan al Iraqi (al Mughni – takhrij Ihya’

Ulumiddin). Di dalam sanad hadis tersebut terdapat periwayat yang dikritik sebagai

dhaif iaitu Ali bin Yazid al Alhani.  

Page 63: Mustolah hadis

Syeikh Muqbil al Wadii juga menyatakan bahawa terdapat riwayat yang disebutkan

daripada Ibnu Abbas yang menceritakan bahawa kisah ini adalah berkaitan dengan

seorang sahabat bernama Sa’labah bin Abi Hathib dan bukan Sa’labah bin Hathib.

Namun riwayat itu juga tidak sahih kerana bersumberkan daripada periwayat-periwayat

yang tidak diterima.

Salah seorang ulama dan pendakwah terkemuka Mesir, Muhammad Hassan telah

menyenaraikan beberapa hujah yang membuktikan bahawa kisah Sa’labah ini adalah

kisah yang tidak benar. Hujah-hujah untuk mendhaifkan hadis ini disebut dalam salah

satu ceramah beliau dan boleh didengari dari laman web www.islamway.com.

Kisah ini juga dikritik kesahihannya oleh Yusof al Qaradhawi dalam bukunya Kaifa

Nata’amalu Ma’a al Sunnah al Nabawiyyah[17], Al Iraqi[18] dan Muhammad Nasiruddin

al Albani[19].

Ulasan:

Boleh dikatakan semua ulama tafsir dan hadis yang terkenal telah mendhaifkan hadis ini. Tidak ada seorang ulama pun yang mengatakan kisah ini benar. Sayangnya hadis ini amat popular terutama dalam kalangan yang ingin mengajak masyarakat supaya membayar zakat serta tidak melengahkan pembayarannya. Kisahnya berkisar tentang seorang sahabat Nabi SAW yang bernama Sa’labah bin Hathib yang pada asalnya miskin. Namun setelah didoakan oleh Nabi SAW, dia telah menjadi kaya raya. Kekayaannya menjadikannya sombong dan enggan menunaikan zakat. Akhirnya beliau tidak diterima taubatnya oleh Rasulullah SAW kerana turunnya ayat daripada surah at Taubah. Selepas baginda wafat, para khalifah tidak ingin menerima zakat yang ingin diberikan oleh Sa’labah. Kisah ini adalah kisah yang tidak benar.

 

Azab siksa yang dijanjikan kepada mereka yang tidak membayar zakat telah ada disebutkan di dalam nas-nas yang sahih iaitu Al Quran dan hadis sahih. Oleh sebab itu kita melihat dalam sejarah Islam berlakunya peperangan yang dipimpin oleh khalifah pertama Islam , Abu Bakr al Siddiq menentang golongan yang tidak mahu membayar zakat.  

Kelima:

 

Maksudnya: Sesiapa yang tidur selepas Asar lalu hilang akalnya, maka janganlah dia mencela melainkan dirinya sendiri.

Page 64: Mustolah hadis

 Kedudukan Hadis: 

Hadis ini adalah hadis dhaif seperti yang telah dihuraikan oleh al Albani di dalam

bukunya Silsilah al Ahadith al Dhaifah[20]. Sebelum daripada al Albani, hadis ini juga

telah didhaifkan oleh al Haithami[21].

Ulasan:

Setahu penulis, tidur selepas Asar belum dibuktikan kemudharatannya dari segi

perubatan. Kalaulah sekiranya dapat dibuktikan dari segi perubatan bahawa perbuatan

ini memberikan kesan kepada akal manusia, maka kita akan menyatakan bahawa ia

dilarang berhujahkan kenyataan dari aspek perubatan tersebut dan bukannya

berhujahkan hadis yang tidak sahih ini. Hadis dhaif dan palsu tetap tidak boleh dijadikan

hujah atau dalil untuk melarang sesuatu perkara yang asalnya tidak dilarang.

Terdapat satu kisah berkaitan persoalan tidur selepas waktu Asar. Seorang imam fiqh

dan hadis yang masyhur, al Laith bin Saad (175H) pernah ditegur oleh salah seorang

rakannya kerana beliau mendapati al Laith tidur selepas Asar pada bulan Ramadhan.

Rakannya itu membacakan hadis yang telah disebutkan di atas tadi (riwayat Ibnu Adi

dalam buku al Kamil) sebagai hujah untuk menegur al Laith. Apabila al Laith mendengar

sanad hadis itu dibaca, maka beliau telah mengesan satu kecacatan dalam hadis

tersebut iaitu terdapat periwayat bernama Abdullah bin Lahi’ah yang meriwayatkan

hadis itu daripada periwayat bernama Aqil. Al Laith lalu berkata: “Aku tidak akan

meninggalkan perkara yang bermanfaat kepada diriku ini (tidur selepas Asar) hanya

kerana hadis yang diambil dari jalan Ibnu Lahi’ah dari Aqil”. Maksud al Laith ialah beliau

tidak akan meninggalkan tidur selepas Asar yang bermanfaat baginya hanya kerana

satu hadis yang tidak sahih[22].  

Keenam:

Maksudnya: Kebersihan itu separuh daripada iman. 

Kedudukan Hadis:

Page 65: Mustolah hadis

Hadis ini telah dikritik dan dilabelkan sebagai hadis dhaif jiddan (sangat dhaif) oleh al

Iraqi[23] dan dinyatakan sebagai palsu oleh al Albani[24] dengan lafaz yang hampir

sama iaitu “kebersihan itu menyeru kepada keimanan”.

Ulasan:

Telah disepakati oleh semua orang yang mempelajari tentang Islam melalui sumber

utamanya iaitu Al Quran dan hadis sahih bahawa Islam memang mementingkan

kebersihan. Tetapi tidak ada hadis yang menyatakan bahawa “Kebersihan itu separuh daripada iman”. Kita perlu berhati-hati apabila menyebutkan sesuatu hadis dan tidak

sekadar menyebutnya kerana maknanya bertepatan dengan ajaran Islam.

Terdapat satu perkara yang menarik yang saya pernah temui iaitu satu hadis yang

diriwayatkan oleh Muslim dalam Sahih Muslim[25] dengan lafaz: اإليمان شطر الطهورyang diterjemahkan dengan maksud: “Kebersihan itu sebahagian daripada iman”.

Terjemahan sebegini saya temui di dalam salah sebuah majalah yang pernah saya

baca. Sedangkan maksud hadis itu yang sebenar menurut kata para pengkaji hadis

dalam buku-buku mereka ialah:  “Bersuci dari hadas adalah separuh daripada solat”. Terdapat perselisihan pendapat tentang maksud hadis ini dalam buku Jami’ al

Ulum wa al Hikam karya Ibnu Rejab al Hanbali (795H). Ibnu Rajab telah

membincangkan maksud sebenar perkataanالطهور  dan perkataan dengan اإليمان

membawa banyak pendapat para ulama. Kesimpulan yang diambil oleh Ibnu Rajab ialah

perkataan membawa الطهور maksud ‘bersuci daripada hadas’ dan maksudاإليمان pula ialah ‘solat’[26]. Maksud hadis ini betul, namun hakikat ini tidak bermakna kata-kata

tersebut telah benar-benar diucapkan oleh Rasulullah SAW. Kita mesti berhati-hati

dalam menyebut sesuatu berkaitan Rasulullah SAW[27].

Ketujuh:

 

Maksudnya: Perselisihan dalam umatku adalah rahmat.

Kedudukan Hadis:

Hadis ini telah dikategorikan oleh beberapa orang ulama hadis sebagai tidak ada

asalnya. Perkataan ini bermaksud tidak ada asal usulnya dalam mana-mana buku hadis.

Page 66: Mustolah hadis

Begitulah pendapat yang dikemukakan oleh al Subki sebagaimana dicatatkan oleh al

Albani dalam bukunya Silsilah al Ahadith al Dhaifah[28]. Al Iraqi juga menolak kesahihan

hadis ini[29].  

Ulasan: 

Hadis ini telah menyatakan bahawa menjadi satu rahmat bagi kita jika kita berselisih

pendapat. Ini adalah pandangan yang perlu diteliti dengan mendalam kerana kita amat

yakin bahawa perselisihan selalunya membawa kepada perpecahan. Ibn Hazm dalam

bukunya al Ihkam Fi Usul al Ahkam telah menyatakan bahawa jika sekiranya

perselisihan itu rahmat, maka sudah pasti permuafakatan pula akan menjadi satu

perkara yang tidak dirahmati. Ini adalah pendapat yang tidak benar sama sekali[30].

 

Ada sesetengah penulis yang menafsirkan perselisihan dalam hadis ini dengan maksud

perselisihan dalam bidang fiqh dan bukan perselisihan dalam bidang aqidah. Tafsiran

sebegini adalah tepat tetapi pada pandangan penulis, kita tidak perlu membuat tafsiran

sebegini kerana hadis ini bukanlah hadis yang sahih. Tafsiran sebegini diperlukan

sekiranya hadis ini sahih dan kita tidak dapat memahami maksudnya. Ada pun

sekiranya sesuatu hadis itu tidak sahih, tidak perlulah kita bersusah payah hendak

memahaminya. Tumpukan usaha kita kepada hadis yang sahih sahaja. Wallahu a’lam. 

 

Kelapan:

Maksudnya: Sabar itu separuh daripada iman

Kedudukan Hadis:

Menurut Ibn Rajab al Hanbali, ini adalah kata-kata sahabat dan bukan hadis Nabi

SAW[31]. Di antara yang menyebutnya sebagai hadis Nabi SAW ialah al Ghazali dalam

bukunya Ihya’ Ulumiddin. Menurut al Iraqi yang mengkaji hadis-hadis Ihya’ Ulumiddin,

hadis tersebut adalah dhaif[32]. Begitu juga dengan al Albani yang menyatakannya

sebagai sangat dhaif[33]. Menurut al Baihaqi dan al Zubaidi, kata-kata ini mauquf (kata-

kata sahabat)[34].

Page 67: Mustolah hadis

Ulasan:

Memandangkan bahawa kata-kata ini adalah kata-kata sahabat dan melihat kepada

maksudnya yang tidak menyalahi mana-mana asas dalam Islam, maka  boleh

diucapkan dan disebarkan kepada masyarakat. Apa yang perlu ialah menyatakannya

sebagai kata-kata sahabat atau kata-kata hikmah dengan tidak menyatakannya sebagai

hadis Nabi SAW.  Kita juga mesti mengutamakan ayat-ayat Al Quran yang menceritakan

perihal kesabaran dan kepentingannya seperti ayat-ayat di dalam surah Luqman yang

menceritakan nasihat Luqman kepada anaknya yang antara lainnya mengandungi

nasihat supaya bersabar di atas segala ujian yang menimpa diri. Begitu juga dengan

hadis-hadis sahih yang menceritakan soal kesabaran dan pahala orang-orang yang

sabar. Itu mesti didahulukan daripada kata-kata hikmah atau kata-kata sahabat agar

masyarakat sentiasa memahami kewajipan mendahulukan Al Quran dan hadis sahih

dalam kehidupan.

 Kesembilan:

Maksudnya: Kita telah pulang dari jihad yang kecil ( peperangan) dan kita menuju kepada jihad yang lebih besar/paling besar. Para sahabat berkata: Apakah jihad yang paling besar? Rasulullah berkata: Jihad menentang hawa nafsu.

 Kedudukan Hadis:

Hadis ini telah dinilai sebagai hadis dhaif oleh Syuaib al Arnaouth ketika beliau

menyemak hadis-hadis di dalam buku Jami’ al ‘Ulum Wa al Hikam tulisan Ibn Rajab al

Hanbali[35].Beliau telah mengambil pandangan Ibnu Hajar al Asqalani yang menyatakan

bahawa kata-kata ini ialah kata-kata seorang ulama tabiin yang bernama Ibrahim Bin

‘Ablah.

Menurut al Albani dalam Silsilah al Ahadith al Dhaifah: Munkar. Al Albani telah menukilkan kata-kata Ibnu Taimiyyah (728H) dalam Majmu’ al Fatawa:

 

Tidak ada asalnya (hadis tersebut) dan  tidak diriwayatkan oleh pakar-pakar

yang mengetahui tentang kata-kata Nabi SAW dan perbuatan baginda. Dan

memerangi orang-orang kafir (jihad) adalah sebesar-besar amalan bahkan

merupakan amalan yang terbaik yang dilakukan oleh seseorang manusia[36].

Page 68: Mustolah hadis

 

Ulasan:

 

Hadis ini boleh menyebabkan sebahagian umat Islam tersalah anggap lantas

memperkecilkan kefardhuan jihad dan keagungan pahala mereka yang berjihad

sebagaimana yang telah disebutkan di dalam Al Quran dan hadis-hadis sahih. Hadis ini

sering digunakan oleh mereka yang bercakap atas nama kesufian untuk menunjukkan

betapa pentingnya jihad melawan kehendak hawa nafsu. Tiada siapa yang menafikan

perlunya kita melawan nafsu yang ingin mengajak ke arah maksiat dan sudah sedia ada

di dalam hadis-hadis sahih tentang kepentingan mujahadah menentang kehendak nafsu

ini seperti hadis Nabi SAW:

      

Maksudnya: Orang yang berjihad ialah yang berjuang menentang kehendak dirinya (yang buruk)[37].

 

Tetapi hadis ini tidaklah sampai bermaksud seperti yang digambarkan oleh hadis palsu tadi sehingga ke tahap menjadikan peperangan itu kecil dan melawan nafsu lebih besar mengatasi segalanya. Firman ALLAH:

 

Maksudnya : Orang-orang yang beriman, berhijrah dan berjihad pada jalan ALLAH  dengan diri mereka sendiri dan harta mereka lebih besar pahalanya (dari orang yang hanya memberikan harta dan tidak pergi ke medan peperangan) di sisi ALLAH dan itulah orang-orang yang berjaya[38].

 

Di dalam Islam terdapat pelbagai jenis jihad dan di antaranya ialah jihad peperangan

mempertahankan Islam daripada musuh, jihad dalam menuntut ilmu, jihad

membangunkan ekonomi, jihad menentang hawa nafsu yang menjurus ke arah maksiat

dan lain-lain lagi. Namun begitu, hadis yang disebutkan tadi adalah dhaif atau lebih

rendah kedudukannya dan kita dilarang menggunakan hadis sedemikian dalam

Page 69: Mustolah hadis

menyatakan sesuatu hukum. Marilah kita menggunakan hadis-hadis sahih dalam

menentukan sesuatu perkara atau hukum. Inilah perkara yang telah disarankan oleh

para ulama sejak dahulu hingga kini.

  Kesepuluh:

 

Maksudnya: Berbual di masjid memakan pahala seperti binatang liar memakan rumput.

Kedudukan Hadis:

Menurut beberapa orang ulama hadis, hadis ini adalah palsu. Hadis ini disebut di dalam

buku-buku seperti Ihya’ Ulumiddin karya al Ghazali. Al Iraqi telah memberikan

komennya terhadap hadis ini dengan kata beliau: “Aku tidak menemui asalnya”[39].

Pendapat tersebut disokong oleh al Albani di dalam bukunya Silsilah al Ahadith al

Dhaifah[40]. Di antara ulama hadis lain yang menyatakan bahawa hadis ini palsu ialah al

Zubaidi, al Fairuz Abadi, Ibn Hajar al Asqalani, Ali al Qari dan Abd. Fattah Abu

Ghuddah[41].

Ulasan:

 Hadis ini secara zahirnya seolah-olah melarang kita daripada berbual atau berbincang

di masjid. Sedangkan di dalam hadis-hadis yang sahih, kita dapati Rasulullah SAW

seringkali berbincang dan berbual dengan para sahabat di dalam masjid. Bahkan lebih

dari itu, sekumpulan orang Islam dari Habsyah telah bermain di dalam Masjid Nabawi

dengan permainan pisau. Permainan tersebut bertujuan mengisi masa lapang dan juga

melatih kemahiran bersenjata. Maka Rasulullah SAW dan isterinya Aisyah bersama-

sama melihat kepakaran orang-orang Habsyah bermain senjata dan tidak

melarangnya[42].

 

Masjid merupakan tempat untuk kita berbincang, menuntut ilmu, merancang perkara-

perkara kebaikan dan juga bertegur sapa serta beramah mesra. Inilah yang berlaku

pada zaman Rasulullah SAW dan ia berlainan dengan apa yang disebutkan oleh hadis

yang tidak sahih ini. Seharusnya masjid berperanan seperti zaman Rasulullah SAW bagi

Page 70: Mustolah hadis

memastikan umat Islam terus maju dan berjaya seperti pada zaman Rasulullah SAW

dan para sahabat.