jurnal gaya belajar

26
Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri 064036 Medan T. A 2014/2015 Ermansyah dan Tri Astari Sekolah Dasar Negeri 064036 Medan Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya belajar terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri 064036 Medan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian singkat (riset mini), dengan mengambil latar SD Negeri 064036 Kecamatan Medan Kota. Populasi dan sampel penelitian ini adalah 32 siswa kelas V, untuk angket gaya belajar dan tes hasil belajar. Hasil analisi data diperoleh dari hasil observasi, pengamatan, dan angket adalah terdapat 22 orang siswa (68, 75 %) yang memiliki gaya belajar visual, 6 orang siswa (18, 75 %) memiliki gaya belajar auditori, dan 4 orang siswa (12, 5 %) dengan gaya belajar kinestetik. Banyak siswa yang tuntas hasil belajarnya (melampaui batas KKM 68,5) dengan menggunakan soal tes hasil belajar pada Pokok Bahasan Pecahan sebagai tesnya adalah 6 orang visual (18, 75%), 2 orang auditori (6, 25%) dan 2 orang kinestetik (6, 25%). Berdasarkan pengamatan, observasi, angket gaya belajar dan tes hasil belajar, maka gaya belajar mempengaruhi hasil belajar matematika. Kata Kunci: Belajar, Hasil Belajar Matematika dan Gaya Belajar. PENDAHULUAN Kalangan guru telah menyadari bahwa peserta didik memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya mereka ini menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan guru. Selama 1

Upload: 3-astari

Post on 15-Apr-2017

1.335 views

Category:

Education


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal GAYA BELAJAR

Pengaruh Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri 064036 Medan

T. A 2014/2015

Ermansyah dan Tri AstariSekolah Dasar Negeri 064036 Medan

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya belajar terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri 064036 Medan. Jenis penelitian ini merupakan penelitian singkat (riset mini), dengan mengambil latar SD Negeri 064036 Kecamatan Medan Kota. Populasi dan sampel penelitian ini adalah 32 siswa kelas V, untuk angket gaya belajar dan tes hasil belajar. Hasil analisi data diperoleh dari hasil observasi, pengamatan, dan angket adalah terdapat 22 orang siswa (68, 75 %) yang memiliki gaya belajar visual, 6 orang siswa (18, 75 %) memiliki gaya belajar auditori, dan 4 orang siswa (12, 5 %) dengan gaya belajar kinestetik. Banyak siswa yang tuntas hasil belajarnya (melampaui batas KKM 68,5) dengan menggunakan soal tes hasil belajar pada Pokok Bahasan Pecahan sebagai tesnya adalah 6 orang visual (18, 75%), 2 orang auditori (6, 25%) dan 2 orang kinestetik (6, 25%). Berdasarkan pengamatan, observasi, angket gaya belajar dan tes hasil belajar, maka gaya belajar mempengaruhi hasil belajar matematika.

Kata Kunci: Belajar, Hasil Belajar Matematika dan Gaya Belajar.

PENDAHULUANKalangan guru telah menyadari

bahwa peserta didik memiliki bermacam cara belajar. Sebagian siswa belajar dengan sangat baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya mereka ini menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan guru. Selama pelajaran, mereka biasanya diam dan jarang terganggu oleh kebisingan. Peserta didik visual ini berbeda dengan peserta didik auditori, yang biasanya tidak sungkan-sungkan untuk memperhatikan apa yang dikerjakan oleh guru, dan membuat catatan. Mereka mengandalkan kemampuan untuk mendengar dan mengingat. Selama pelajran, mereka mungkin

banyak bicara dan mudah teralihkan perhatiannya oleh suara atau kebisingan. Peserta didik kinestik belajar terutama dengan terlibat langsung dalam kegiatan. Mereka cenderung impulsif, semau gue dan kurang sabaran. Selama pelajaran, mereka mungkin saja gelisah bila tidak bias leluasa bergerak dan mengerjakan sesuatu. Cara mereka belajar boleh jadi tampak sembarangan dan tidak karuan.

SD Negeri 064036 Medan yang beralamat di Jl. Turi Ujung Kecamatan Medan Kota merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang mendidik siswa/ siswi. Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan di SD Negeri 064036 Medan tepatnya di kelas V terdapat permasalahan yaitu sebagian siswa di kelas ini gaya

1

Page 2: Jurnal GAYA BELAJAR

belajarnya beraneka ragam, akan tetapi model pembelajaran yang diterapkan guru mengacu pada gaya belajar visual dan auditori (belajar dengan cara melihat dan mendengar). Permasalahan ini dikarenakan sebagian guru menyampaikan materi pelajaran lebih banyak dengan mencatat dan berceramah. Siswa mendengarkan materi pelajaran dengan melalui catatan di papan tulis dan ceramah yang dilakukan oleh guru. Bagi anak yang memiliki gaya belajar kinestetik, penggunaan metode ceramah cenderung membosankan bahkan tidak ada minat dan semangat dalam mengikuti pelajaran.

Berdasarkan hal tersebut akan dilakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh gaya belajar anak terhadap hasil belajarnya. Dimana mata pelajaran yang menjadi tolak ukurnya adalah pelajaran matematika. Besarnya peranan mata pelajaran matematika dengan kehidupan sehari-hari mengharuskan mata pelajaran matematika wajib diajarkan dan dikuasa siswa di jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Dengan melihat pengaruh gaya belajar siswa diharapkan memperoleh gaya belajar yang sesuai dengan pembelajaran matematika sehingga siswa lebih bergairah dan dapat termotivasi dalam pembelajaran.

KAJIAN PUSTAKAPengertian Belajar

Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru agar mampu melaksanakan pembelajaran yang

efektif adalah memahami tentang bagaimana siswa belajar. Belajar sering dikaitkan dengan penambahan pengetahuan. Pengertian belajar yang lain dikemukan oleh Fontana (1981), belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Seperti Fontana, Gagne (1985) juga menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam kemampuan yang bertahan lama dan bukan berasal dari proses pertumbuhan.

Pengertian ini senada dengan pengertian belajar yang dikemukakan oleh Bower dan Hilgard (1981) yaitu bahwa belajar mengacu pada perubahan perilaku atau potensi individu sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan tersebut tidak disebabkan oleh insting, kematangan atau kelelahan dan kebiasaan. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap peyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

Sedangkan menurut Anthony Robbins (Trianto, 2009), belajar didefinisikan sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Senada dengan apa yang dikemukakan oleh Jerume Brunner (Romberg & Kaput, 1999), bahwa belajar adalah

2

Page 3: Jurnal GAYA BELAJAR

suatu proses aktif di mana siswa membangun (mengkonstruk) penegtahuan baru berdasarkan pada pengalaman/ pengetahuan yang sudah dimilikinya.

Menurut pengertian secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Perubahan-perubahan tersebut nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Hal ini senada dengan pengertian belajar yang dikemukakan oleh Wina Sanjaya (2008), belajar adalah aktivitas mental seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif, baik perubahan dalam aspek pengetahuan, afeksi, maupun psikomotorik.

Menurut James O. Whittaker belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Dari beberapa pendapat ahli tentang pengertian belajar yang dikemukakan diatas dapat dipahami belajar adalah perubahan tingkah laku yang terkait dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya sebagai hasil dari pengalaman individual dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor.

Menurut pengertian tersebut, belajar tidak hanya berkenaan dengan jumlah pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh kemampuan individu. Pengertian tersebut memusatkan pengertiannya pada tiga hal.

Pertama, belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengetahuan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor).

Kedua, perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi pada diri individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan. Interaksi ini dapat berupa interaksi fisik. Misalnya, sesorang anak mengetahui bahwa api itu panas sekali setelah ia menyentuh api yang menyala pada lilin. Disamping melalui interaksi fisik, perubahan kemampuan tersebut dapat diperolah melalui interaksi psikis. Contohnya, seorang anak akan berhati-hati menyeberang jalan setelah ia melihat ada orang tertabrak kendaraan. Perubahan kemampuan tersebut terbentuk karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya.

Ketiga, perubahan tersebut relatif menetap. Perubahan perilaku akibat obat-obatan, minuman keras, dan yang lainnya tidak dapat dikategorikan sebagai perilaku hasil belajar. Seorang atlit yang dapat melakukan lompat galah melebihi rekor orang lain karena minum obat tidak dapat dikategorikan sebagai hasil belajar. Perubahan tersebut tidak bersifat menetap. Perubahan perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanen.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar banyak

3

Page 4: Jurnal GAYA BELAJAR

jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dalam faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.

Hasil Belajar MatematikaHasil belajar terdiri dari dua

kata yaitu “Hasil” dan “Belajar”. Hasil merupakan akibat dari yang ditimbulkan karena berlangsungnya suatu proses kegiatan. Sedangkan belajar adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya.

Juliah dalam Jihad (2013: 15), hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya. Menurut Hamalik (2003), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, dan sikap-sikap, serta apersepsi dan abilitas.

Sedangkan menurut A. J. Romizowski dalam Jihad (2013: 14), hasil belajar merupakan keluaran (outputs) dari suatu sistem pemprosesan masukan (input).

Proses belajar mengajar dikelas mempunyai tujuan yang bersifat transaksional, artinya diketahui secara jelas dan operasional oleh guru dan siswa. Tujuan tercapai jika siswa memperoleh hasil belajar seperti yang diharapkan didalam proses belajar mengajar tersebut. Oleh sebab itu, hasil belajar harus dirumuskan dengan baik

untuk dapat dievaluasi pada akhir pembelajaran.

Hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Hasil belajar matematika tentu saja harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan matematika yang telah dicantumkan dalam garis-garis besar program pengajaran matematika di sekolah dengan tidak melupakan hakikat matematika itu sendiri.

Hasil belajar yang dicapai dapat diketahui bila diadakan pengukuran dari pengetahuan siswa itu. Untuk mengukur samapai dimana tingkat pengetahuan siswa harus ada alat pengukuran tertentu yang difungsinya adalah mengukur hasil belajar.

Hasil adalah akibat, kesudahan dari suatu ujian dan sebagainya (Tim Penyusun KBBI, 2002: 139). Slameto (2003), merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha tang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya tidak tahu menjadi tahu, sikap tidak sopan dan sebagainya.

4

Page 5: Jurnal GAYA BELAJAR

Hasil belajar Matematika adalah akibat dari suatu aktivitas yang dapat diketahui perubahannya dalam pengetahuan-pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap setelah melalui ujian dalam bidang ilmu Matematika.

Pengertian Matematika yang tepat tidak dapat ditentukan secara pasti. Hal ini karena cabang-cabang Matematika semakin bertambah dan semakin berbaur dengan lainnya. Namun menurut Beth & Piaget pada 1956 (dalam Runtukahu, 2013: 28), Matematika adalah pengetahuan yang berkaitan dengan struktur abstrak dan hubungan antar-struktur tersebut terorganisasi dengan baik. Sementara Kline pada 1972 (dalam Runtukahu, 2013: 28), Matematika adalah pengetahuan yang tidak berdiri sendiri, tetapi dapat membantu manusia untuk memahami dan memecahkan permasalahan sosial, ekonomi dan lain-lain.

Dewasa ini kegiatan Matematika lebih diutamakan pada pembelajaran pendidikan dasar yang disesuaikan dengan gaya belajar, kebutuhan anak didik dan dunia nyata. Sehingga hasil belajar Matematika dapat dilihat dari kemampuan peserta didik dalam menerima pada proses pembelajaran dengan kemampuan dan gaya belajar masing-masing setelah mengalami tes.

Gaya BelajarGaya belajar mengacu pada

cara belajar yang lebih disukai pebelajar. Umumnya, dianggap bahwa gaya belajar seseorang berasal dari

variabel kepribadian, termasuk susunan kognitif dan psikologis latar belakang sosio cultural, dan pengalaman pendidikan (Nunan, 1991: 168).

Keanekaragaman gaya belajar siswa perlu diketahui pada awal permulaannya diterima pada suatu lembaga pendidikan yang akan ia jalani. Hal ini akan memudahkan bagi pebelajar untuk belajar maupun pembelajar untuk mengajar dalam proses pembelajaran. Pebelajar akan dapat belajar dengan baik dan hasil belajarnya baik, apabila ia mengerti gaya belajarnya. Hal tersebut memudahkan pembelajar dapat menerapkan pembelajaran dengan mudah dan tepat (Kolb: 1984).

Tiap individu memiliki kekhasan sejak lahir dan diperkaya melalui pengalaman hidup. Yang pasti semua orang belajar melalui alat inderawi, baik penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Setiap orang memiliki kekuatan belajar atau gaya belajar. Semakin kita mengenal baik gaya belajar kita maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri di dalam menguasai suatu keterampilan dan konsep-konsep dalam hidup.

Berikut ini adalah definisi gaya belajar (Nasution, 2006: 94), yaitu: (1) learning style, “refers to a student’s consistent way of responding to and using stimuli in the context of learning. (2) cognitive style : cognitive characteristic modes of functioning that we reveal trroughout our perceptual and intellectual activities in highlyconsisten and pervasive way (witkin), (3) cognitive style is a “superordinate construct which is

5

Page 6: Jurnal GAYA BELAJAR

involved in many cognitive operations, and which axxounts for individual differences in a variety of cognitive, perceptual, and personality variable”(Vernon), and (4) cognitive style represent a person’s typical modes of perceiving, remembering, thinking and problem solving (messick).

Menurut Deporter dan Hernacki dalam Purnawati (2014: 63), gaya belajar merupakan kombinasi menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Mudahnya begini, anda memiliki lima indra, yaitu melihat, mendengarkan, meraba, mencium, dan merasakan. Dari lima indra tersebut, hanya tiga yang dipakai belajar, yaitu melihat (visual), mendengarkan (auditory), dan merasakan (touch).

Sebenarnya, gaya belajar anak muncul dipengaruhi oleh faktor bawaan atau sudah dari sananya. Ada anak yang memang memiliki fisik kuat dan prima sehingga cenderung memiliki gaya belajar kinestetik. Atau ada juga anak yang memiliki rasa seni tinggi sehingga gaya belajar visual lebih melekat dalam dirinya.

Jika salah satu indera kurang berfungsi secara maksimal, maka umumnya indera lain akan menggantikannya. Jika penglihatan seorang anak kurang berfungsi, maka indra pendengarannya lebih menonjol sehingga ia lebih peka terhadap suara atau bunyi-bunyian. Contohnya, para penyandang tunanetra biasanya memiliki indra pendengaran yang sangat tajam.

Selain itu, pola asuh juga memegang peran penting dalam

kemunculan gaya belajar seseorang. Maksudnya, gaya belajar ditentukan oleh sejauh mana orang tua melakukan stimulasi terhadap masing-masing indra anaknya. Anak yang sejak kecil terbiasa dibacakan dongeng, boleh jadi akan terbiasa untuk mengasah kemampuan pendengarannya. Ia juga bisa cepat mencerna ucapan sang pendongeng. Akibatnya, anak akan cenderung menjadi seorang auditory learner dalam gaya belajarnya. Sementara anak seorang pelukis yang mayoritas waktunya lebih tercurah untuk mengamati detail-detail gambar orang tuanya biasanya akan menjadi seseorang dengan tipe belajar visual.

Jadi jika media belajar anak paling baik melalui membaca dan melihat gambar, mereka disebut “ visual learning style”. Jika media belajarnya paling baik melalui pendengarannya, mereka disebut “auditory learning style”, sedangkan jika media belajarnya adalah latihan untuk mendapatkan hasil yang terbaik, mereka disebut “touching learning style”. Dengan mengetahui ini, guru dapat membantu anak belajar dengan lebih efektif.

Dari beberapa definisi belajar di atas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah cara yang dipakai seseorang dalam proses belajar meliputi bagaimana menangkap, mengatur serta mengolah informasi yang diterima sehingga pembelajaran menjadi efektif.

Ada beberapa tipe gaya belajar yang harus dicermati oleh guru yaitu: gaya belajar visual (visual learner), gaya belajar auditif (auditory learner),

6

Page 7: Jurnal GAYA BELAJAR

dan gaya belajar kinestetik (tactual learner). Gaya belajar tersebut memiliki penekanan-penekanan masing-masing, meskipun perpaduan dari ketiganya sangatlah baik, tetapi pada saat tertentu siswa akan menggunakan salah satu dari ketiga gaya belajar tersebut.

Tipe Belajar Visual (Visual Learner)Visual learner adalah gaya

belajar di mana gagasan, konsep data dan informasi lainnya dikemas dalam gambar dan teknik. Siswa yang memiliki gaya belajar visual memiliki ketertarikan yang tinggi ketika diperlihatkan gambar, grafik, grafis organisatoris, seperti jaring, peta konsep dan ide peta, plot dan ilustrasi visual lainnya. Beberapa teknik yang digunakan dalam belajar visual untuk meningkatkan keterampilan berpikir dan belajar, lebih mengedepankan peran penting mata penglihatan (visual).

Individu yang memiliki gaya belajar visual sangat tertarik dengan warna-warni menyolok. Mereka cenderung duduk di pusat perhatian atau paling depan untuk menghindari penghalang visual (dari halangan siswa lain). Mereka sering tampak melamun, padahal sebenarnya memperhatikan dengan seksama gerak gerik lawan bicaranya atau orang yang sedang menerangkan kepadanya. Individu yang bergaya seperti ini membutuhkan instruksi secara tertulis. Biasanya, anak yang memiliki visual disukai oleh para guru. Anak dengan gaya ini mudah mempelajari materi pelajaran dalam

kelas karena biasanya metode yang disajikan oleh guru adalah metode visual, yaitu membaca, menulis daan melihat papan tulis.

Ciri-ciri dan kelemahan gaya belajar visual adalah sebagai berikut:

Kesulitan memahami pesan yang disampaikan secara lisan.

Memiliki kecenderungan memperhatikan sikap dan gerakan bibir guru yang sedang mengajar atau seseorang yang sedang menerangkan.

Masuk kategori pendengar yang kurang baik saat berkomunikasi.

Cenderung pasif bila dalam kegiatan kelompok atau diskusi.

Membutuhkan alat peraga saat penjelasan dilakukan.

Tidak merasa terganggu dengan segala suara yang hingar-bingar.

Alokasi dari ketiga gaya belajar, dimana gaya belajar visual mendominasi sebagai berikut: Tabel 2.1 Learning Style Allocation

Pada gaya belajar ini

dibutuhkan banyak model dan metode pembelajaran yang digunakan dengan menitikberatkan pada peragaan. Media pembelajarannya adalah obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di whiteboard atau papan tulis. Bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya juga sangat penting peranannya untuk menyampaikan materi pelajaran.

7

Learning Style Allocation

Visual AuditoryTouch

(Kinestetik)35,190 % 34,896 % 29,912 %

Page 8: Jurnal GAYA BELAJAR

Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, CD interaktif, digital content dan video (MTV). Di dalam kelas, anak visual lebih suka mencatat sampai detil-detilnya untuk mendapatkan informasi.

Tipe Belajar Auditif (Auditory Learner)

Auditory learner adalah suatu gaya belajar di mana siswa belajar melalui mendengarkan, menggunakan indera pendengar untuk menginterprestasikan maksud informasi yang didapatkan dengan memerhatikan intonasi, nada suara, kecepatan berbicara, dan nuansa hati pembicara. Siswa yang memiliki gaya belajar auditori akan mengandalkan kesuksesan dalam belajarnya melalui telinga (alat pendengarannya), oleh karena itu, guru sebaiknya memperhatikan siswanya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan penjelasan apa yang dikatakan guru. Mereka menyenangi belajar melalui ceramah, kuliah lisan, diskusi, berbicara berbagai hal melalui tanya jawab, dan mendengarkan orang tentang suatu hal. Anak dengan belajar tipe ini dapat mencerna makna yang disampaikan oleh guru melalui verbal simbol atau suara, tinggi rendahnya, kecepatan berbicara dan hal-hal

auditori lainnya. Anak-anak seperti ini dapat menghafal lebih cepat melalui membaca teks dengan keras atau mendengarkan media audio.

Ciri-ciri dan kelemahan gaya belajar auditori adalah sebagai berikut:

Anak mampu menjadi pendengar ulung dan mudah menguasai materi/ topik melalui suara.

Senang berdebat, berdiskusi, berkomunikasi.

Kurang memperhatikan pengumuman atau informasi yang ditulis di mading (majalah dinding) misalnya.

Cenderung untuk berbicara dalam porsi besar.

Tipe Belajar Kinestetik (Tactual Learner)

Tactual learner siswa belajar dengan cara melakukan, menyentuh, merasa, bergerak, dan mengalami. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik mengandalkan belajar melalui bergerak, menyentuh dan melakukan tindakan. Misal, bila dalam pelajaran anatomi, maka dibutuhkan boneka untuk disentuhnya agar mudah mengingat. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktivitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Siswa yang bergaya belajar seperti ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan. Oleh karena itu pembelajaran yang dibutuhkan adalah pembelajaran yang lebih bersifat kontekstual dan praktik.

Ciri-ciri dan kelemahan gaya belajar kinestetik adalah sebagai berikut:

8

Page 9: Jurnal GAYA BELAJAR

Menyentuh segala sesuatu yang dilihatnya, termasuk saat belajar.

Selalu bergerak, menyukai permainan/ aktivitas fisik.

Selalu melakukan aktivitas yang mungkin dilihat oleh guru aktivitas itu mengganggu seperti menggambar saat guru menerangkan.

Mengalami kesulitan belajar saat belajar peta buta, simbol dan lambang.

Menyukai kegiatan di laboratorium, missal dengan melakukan percobaan lab.

Cenderung terburu-buru dalam mengerjakan sesuatu proyek.

Sama halnya dengan keunikan tiap individu, tiap orang memiliki gaya belajar sendiri. Perbedaan itu bahkan ada pada anak-anak dari satu keluarga, seperti beda dengan kakak, adik atau saudara kembar sekalipun. Contohnya saat mengikuti pelajaran di kelas, ada siswa yang begitu tekun menyimak meski guru menyampaikan materi pelajaran tak ubahnya seperti ceramah selama berjam-jam. Ada yang terkesan hanya memperhatikan sepintas lalu, meski sebetulnya mereka membuat catatan-catatan kecil di bukunya. Namun jangan ditanya berapa banyak siswa yang merasa bosan dengan pendekatan belajar yang menempatkan siswa sebagai pendengar setia.

Sebenarnya, gaya belajar dimiliki oleh seorang anak dipengaruhi oleh faktor bawaan atau sudah dari sananya. Gaya belajar dari lahir si anak hanya menunjukkan kesukaan seseorang memakai media mana yang paling baik. Ada anak yang memang memiliki fisik kuat dan prima sehingga

cenderung memiliki gaya belajar kinestetik. Atau ada juga anak yang memiliki rasa seni tinggi sehingga gaya belajar visual lebih melekat dalam dirinya. Jika salah satu indra kurang berfungsi secara maksimal, maka umumnya indra lain akan menggantikannya. Jika penglihatan seorang anak kurang berfungsi, maka indra pendengarannya lebih menonjol sehingga ia lebih peka terhadap suara atau bunyi-bunyian. Contohnya, para penyandang tunanetra biasanya memiliki indra pendengaran yang sangat tajam.

Selain itu, pola asuh juga memegang peran penting dalam kemunculan gaya belajar seseorang. Maksudnya, gaya belajar ditentukan oleh sejauh mana orang tua melakukan stimulasi terhadap masing-masing indra anaknya. Anak yang sejak kecil terbiasa dibacakan dongeng, boleh jadi akan terbiasa untuk mengasah kemampuan pendengarannya. Ia juga bisa cepat mencerna ucapan sang pendongeng. Akibatnya, anak akan cenderung menjadi seorang auditory learner dalam gaya belajarnya. Sementara anak seorang pelukis yang mayoritas waktunya lebih tercurah untuk mengamati detail-detail gambar orang tuanya biasanya akan menjadi seseorang dengan tipe belajar visual.

Secara keseluruhan, ada siswa yang lebih mudah menangkap isi pelajaran jika disertai praktek. Siswa seperti ini lebih suka berkutat di laboratorium mengamati dan mempelajari berbagai hal nyata ketimbang mendengar penjelasan si

9

Page 10: Jurnal GAYA BELAJAR

guru. Sedangkan temannya yang lain mungkin lebih tertarik mengikuti pelajaran yang disertai berbagai aspek gerak. Contohnya, guru yang menerangkan materi pelajaran kesenian sambil sesekali diselingi nyanyian dan tepuk tangan.

Tidak hanya itu. Ada siswa yang harus bersemedi dan tutup pintu kamar rapat-rapat supaya bisa konsentrasi belajar. Akan tetapi cukup banyak yang mengaku justru terbuka pikirannya bila belajar sambil mendengarkan musik, entah yang mengalun merdu atau malah ingar-bingar. Sementara sebagian lainnya merasa perlu untuk mengubah materi pelajaran menjadi komik atau corat-coret yang gampang “dibaca”.

Apa pun gaya belajar yang dipilih pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu agar yang bersangkutan bisa menangkap materi pelajaran dengan sebaik-baiknya dan memberi hasil optimal. Bukankah masing-masing pelajaran juga disampaikan oleh guru yang berbeda dengan karakter mengajar yang berbeda pula. Itulah mengapa, guru perlu turun tangan mengamati gaya belajar masing-masing siswa. Dengan memahami hal itu, sebetulnya guru sudah memberi kontribusi besar dalam keberhasilan belajar siswanya karena siswa menjadi mudah menangkap materi pelajaran. Buktinya, ketidakpahaman guru terhadap gaya belajar siswa kerap menimbulkan kesalahpahaman. Ada guru yang tidak senang melihat siswanya asyik bikin coretan-coretan selagi di kelas. Atau ada juga guru yang langsung menegur

siswa yang terlihat tak bisa diam saat sedang diajar. Padahal, perilaku corat-coret saat belajar tak mesti berarti ia enggan belajar. Bisa jadi, ia justru tengah berusaha menangkap materi pelajaran lewat corat-coretnya tadi.

Tabel 2. 2 Berbagai Gaya Belajar

Learning Style

Karakteristik Tips Dalam Mengajar

Visual Melihat, membaca

Mengajar dengan diagram, grafik, gambar, animasi, transparansi, video, atau alat penyajian informasi.

Auditory Mendengar, berbicara

Tanya jawab, mengajar dengan memerhatikan intonasi, nada suara, kecepatan berbicara, dan nuansa hati pembicara.

Kinestetik Bergerak, mengerjakan

Pendekatan dengan gerak langsung, yang bersentuhan, dengan dunia fisik di sekitar mereka.

METODEPenelitian ini dilaksanakan di

SD Negeri 064036 Medan di Jalan Turi Ujung Kecamatan Medan Kota. Waktu pelaksanaan penelitian direncanakan dari April hingga Mei 2015. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas

10

Page 11: Jurnal GAYA BELAJAR

V SD Negeri 064036 Medan T. A 2014/ 2015 sebanyak 32 orang yang terdiri dari siswa laki-laki 21 orang dan siswa perempuan 11 orang. Objek penelitian ini adalah Pengaruh gaya belajar terhadap hasil belajar matematika. Teknik pengumpulan data mengguakan observasi, angket gaya belajar dan tes hasil belajar pada pokok bahsan Pecahan. Teknik analisis data secara sederhana dijabarkan dalam reduksi data, paparan data dan penarikan kesimpulan dalam tabel frekuensi ataupun grafik.

HASIL DAN PEMBAHASANHasil penelitian diperoleh dari

hasil pengamatan, observasi dan angket kelas V SD Negeri 064036 Medan adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil Observasi Siswa

No. Gaya Belajar

Banyak Siswa

(orang)

Persen (%)

1. Visual 22 68, 75

2. Auditori 6 18, 75

3. Kinestetik 4 12, 5

Jumlah 32 100

Banyak siswa dengan menggunakan gaya belajarnya masing-masing dapat disajikan dalam diagram sebagai berikut:

Gambar 4. 1 Diagram Gaya Belajar Kelas V SD Negeri 064036 Medan

Dari ketiga gaya belajar, terlihat belajar visual mendominasi. Hal itu dikarenakan hampir semua anak menemukan kenyamanan belajar dengan cara melihat. Mereka lebih tertarik ketika diperlihatkan gambar, grafik, grafis organisatoris, seperti jaring, peta konsep dan ide peta, plot dan ilustrasi visual lainnya.

Banyak siswa yang tuntas hasil belajarnya yang melewati batas KKM dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.2 Hasil Belajar Siswa

Banyak siswa yang tuntas hasil belajarnya dengan menggunakan soal Tes Hasil Belajar pada Pokok Bahasan Pecahan sebagai tesnya, disajikan dalam diagram sebagai berikut:

11

No. Gaya Belajar

Banyak Siswa yang

Tuntas KKM

(orang)

Persen (%)

1. Visual 6 18, 75

2. Auditori 2 6, 25

3. Kinestetik 2 6, 25

Jumlah 10 31, 25

Page 12: Jurnal GAYA BELAJAR

Gambar 4. 2 Diagram Hasil Belajar Kelas V SD Negeri 064036 Medan

Dari diagram terlihat anak-anak dengan gaya belajar visual memiliki hasil tes belajar yang lebih baik dari pada anak dengan gaya belajar yang lain. Hal ini bisa disebabkan metode yang diberikan guru mendominasi visual, yaitu membaca, menulis dan melihat papan tulis. Namun selain metode dapat juga disebabkan kurangnya perhatian atau ketidaktauan guru dalam gaya belajar anak. Sehingga hanya hasil tes anak yang memiliki gaya belajar visual melampaui batas KKM.

Gaya belajar dari lahir si anak hanya menunjukkan kesukaan seseorang memakai media mana yang paling baik. Meskipun terlihat pada hasil belajar di atas bahwasanya anak-anak dengan gaya belajar visual mendominasi dengan hasil belajar lebih baik dibandingkan gaya belajar lain. Itu bisa saja dipengaruhi oleh model dan metode pembelajaran guru dan lingkungannya pada saat anak belajar.

Masing-masing gaya belajar tersebut tidak bisa dikatakan baik atau jelek, hanya tidak sama, masing-masing anak menentukan mana yang lebih disukai, mana yang lebih nyaman untuk mereka dalam memahami suatu mata ajar. Sekali lagi, gaya belajar

bukan suatu kemampuan, hanya kesukaan masing-masing anak.

Gaya belajar yang dipakai anak-anak memiliki kombinasi dengan gaya belajar yang lainnya, hanya saja terdapat gaya belajar yang mendominasi. Jika gaya dan kemampuan digabungkan bersamaan, gabungan keduanya akan menghasilkan manfaat yang penuh dan sangat jelas. Dan hebatnya lagi dari tiga jenis gaya belajar ini dan ketidakbisaan gaya belajar ini berdiri sendiri, lahirlah kombinasi gaya belajar anak dan saran penanganannya yang dapat membantu orang tua dan guru lebih memahami anak. Kombinasi gaya belajar tersebut adalah sebagai berikut:1. Gaya Belajar Dengan Kombinasi (Dominan) Visual – Auditori – Kinestetik/ (Dominan) Visual – Kinestetik – Auditori.Biasanya, seseorang yang memiliki gaya belajar ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Belajar melalui alat bantu visual seperti grafik, diagram, dan gambar.

Baik mengikuti ceramah dan dapat mengikuti petunjuk yang diucapkan.

Pembaca aktif Mudah menghafal teks yang dibaca

dengan mencatat dan bicara dengan diri sendiri.

Mudah mengingat hal yang dilihat/ dibaca.

Dapat belajar dengan meniru tindakan orang lain.

Sulit mengikuti petunjuk verbal. Memiliki energi yang cukup besar.

Bisa menjadi pemimpin

12

Page 13: Jurnal GAYA BELAJAR

Mengungkapkan perasaan dengan baik.

Suka bercanda. Mudah menghafal kata perkata. Dapat bermain kata. Perlu mengulang kata untuk

mengingat.Saran penanganan untuk gaya

belajar kombinasi ini adalah sebagai berikut:

Anak dengan dominan visual tidaklah memiliki kemampuan verbal sebaik si auditori, jadi jangan terlalu menekan. Anak dengan dominan visual memiliki kebutuhan untuk aktivitas individu dan seni kreativitas individu. Mereka membutuhkan waktu beradaptasi dengan lingkungan baru. Jika sudah merasa nayaman, mereka akan mudah dapat beradaptasi. Anak seperti ini bukanlah pendengar yang baik saat berkomunikasi sehingga pada saat ingin komunikasi dengannya, dekati dengan cara berbisik atau tatap matanya secaraberhadapan karena anak yang dominan visual cenderung melihat sikap, gerakan dan bibir lawan bicara. Berikan kepada mereka tempat belajar yang nyaman, menarik dan penuh warna, jadwal yang fleksibel, dan berikan instruksi secara tertulis.2. Gaya Belajar Dengan Kombinasi (Dominan) Auditori – Visual – Kinestetik/ (Dominan) Auditori – Kinestetik – Visual.

Anak dengan gaya belajar seperti ini memiliki beberapa cirri sebagai berikut: Belajar dengan cara mendengar

suara. Perlu mengulang informasi dengan

suara.

Mengingat dengan baik informasi yang disajikan dengan nada berirama.

Cenderung tidak memperhatikan orang yang berbicara.

Senang beragumentasi atau senang berdebat.

Senang dibacakan atau mendengarkan.

Senang membaca dengan suara keras, bisa mengulang apa yang didengarnya.

Senang diskusi, bicara atau menjelaskan panjang lebar.

Pada umumnya, menyenangi seni musik dan mudah mempelajari bahasa asing.

Cenderung banyak omong, tak bisa belajar dalam suasana berisik atau ribut, apalagi jika anak memiliki konsentrasi yang lemah.

Lebih memperhatikan informasi yang didengarnya, jadi kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru di lingkungannya.

Saran penanganan untuk gaya belajar kombinasi ini adalah sebagai berikut:

Anak dengan dominan auditori senang berbicara, kemampuan untuk memperhatikan dan duduk diam sangat kecil sehingga jangan terlalu menuntutnya untuk diam. Bekali anak dengan tape recorder untuk merekam semua materi pelajaran yang diajarkan di sekolah. Libatkan anak dalam kegiatan diskusi, tanya atau coba bacakan informasi, lalu suruh ia meringkasnya dengan bentuk lisan, rekam untuk selanjutnya didengarkan dan dipahami.

13

Page 14: Jurnal GAYA BELAJAR

3. Gaya Belajar Dengan Kombinasi (Dominan) Kinestetik – Auditori – Visual/ (Dominan) Kinestetik – Visual – Auditori.

Anak dengan gaya belajar ini memiliki beberapa ciri sebagai berikut: Beorientasi pada kegiatan fisik. Tampak selalu bergerak dan

memegang benda. Ketika harus duduk tenang, mereka

terlihat mengentak-ngentakkan kaki serta terlihat gelisah.

Mengamati dengan menyentuh, melakukan sesuatu, dan mengalami sendiri.

Sulit memusatkan pikiran pada materi visual.

Sulit untuk duduk tenang. Mengerjakan segala sesuatu yang

memungkinkan tangannya aktif, contoh saat guru menerangkan sesuatu, ia mendengarkan sambil menggambar.

Selalu melakukan gerak. Cenderung terburu-buru atau ceroboh dalam melakukan sesuatu.

Kurang menyukai kegiatan membaca karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya.

Kurang cakap dalam menulis karena lebih senang dan cakap dalam bentuk lisan/ berbicara.

Senang berdiskusi/ mengobrol dengan teman.

Saran penanganan untuk gaya belajar kombinasi ini adalah sebagai berikut:

Tipe (dominan) kinestetik akan sangat tertekan terhadap keinginan kesempurnaan yang berlebihan dan belajar yang cenderung monoton.

Belajar dengan cara terlibat fisik, yaitu eksplorasi dan eksperimen adalah pilihannya. Anak dengan tipe ini dapat mengingat dengan baik jika melakukan gerakan tertentu. Komunikasikan segala sesuatu dengan intonasi yang jelas, tegas dan antusias.

Untuk mengurangi kecerobohan, maka setiap hari berikan latihan mengingat detail apa yang ia lihat dalam kesehariannya (misalnya saat pergi ke sekolah, ia diminta untuk menyebutkan/ menuliskan dua puluh benda yang terdapat dikelasnya). Gunakan metode belajar dengan melibatkan fisiknya seperti bermain peran dan bergerak.

SIMPULANPenelitian ini menunjukkan

bahwa siswa di kelas V SD Negeri 064036 Medan memiliki gaya belajar yang berbeda-beda yaitu visual, auditori, dan kinestetik. Hasil penelitian diperoleh dari hasil observasi, pengamatan, dan angket adalah terdapat 22 orang siswa yang memiliki gaya belajar visual, 6 orang siswa memiliki gaya belajar auditori, dan 4 orang siswa dengan gaya belajar kinestetik.

Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa gaya belajar yang mendominasi di kelas V SD Negeri 064036 Medan yaitu gaya belajar visual dengan presentase sebesar 68, 75 % sedangkan gaya belajar auditori 18, 75 % dan kinestetik 12, 5 %. Hal itu dikarenakan hampir semua anak menemukan kenyamanan belajar dengan cara melihat. Mereka lebih tertarik ketika diperlihatkan gambar,

14

Page 15: Jurnal GAYA BELAJAR

grafik, grafis organisatoris, seperti jaring, peta konsep dan ide peta, plot dan ilustrasi visual lainnya.

Banyak siswa yang tuntas hasil belajarnya dengan menggunakan soal Tes Hasil Belajar sebagai tesnya adalah 6 orang (visual), 2 orang (auditori) dan 2 orang (kinestetik). Dari diagram terlihat anak-anak dengan gaya belajar visual memiliki hasil tes belajar yang lebih baik dari pada anak dengan gaya belajar yang lain. Hal ini bisa disebabkan metode yang diberikan guru mendominasi visual, yaitu membaca, menulis dan melihat papan tulis. Namun selain metode dapat juga disebabkan kurangnya perhatian atau ketidaktauan guru dalam gaya belajar anak. Sehingga hanya hasil tes anak yang memiliki gaya belajar visual mendominasi melampaui batas KKM.

DAFTAR PUSTAKAB. R. Hergenhahn & Matthew H.

Olson. 2008. Theories Of Learning (Teori Belajar) Edisi Ketujuh. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Jihad, M. Pd., Drs. Asep dan Dr. Abdul Haris, M. Sc. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Presindo.

L. Silberman, Dr. Melvin. 2014. Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Bandung: Nuansa Cendekia.

Lwin, May, Khoo-Lyen-Sim. 2008. Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan. Jakarta: Indeks.

Prastowo, Andi. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Yogyakarta: DIVA Press.

Purnamawati, Nila & Widianto Setiono. 2014. Temukan Bakat Anak Anda. Jakarta: PandaMedia.

Runtukahu, M. Ed, Ph. D,. J. Tombokan & Drs. Selpius Kandou, M. Ap. 2013. Pembelajaran Matematika Dasar Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Rusman. 2013. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung: Alfabeta.

Russel, Lou. 2011. The Accelerated Learning Fieldbook. Bandung: Nusa Media.

Sanjaya, Wina. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sari, Cut Kumala Amanda. 2014. Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Dengan Pendekatan Kontekstual (CTL) Di Kelas V SD negeri 0640 28 Tahun Ajaran 2013/2014. Tesis Magister Pendidikan Dasar. Medan: PPs Universitas Negeri Medan

Trianto, M. Pd. 2009. Mendesain Model pemeblajaran Inovatif Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Group.

15

Page 16: Jurnal GAYA BELAJAR

Tung, M. Sc. Ed, M. Pd., Dr. Ir. Drs. Khoe Yao. 2015. Pembelajaran dan Perkembangan Belajar. Jakarta: PT Indeks.

Winkel. 2014. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Sketsa.

16