its-paper-25888-2308100167-2308100168-paper.pdf

3
1 AbstrakKilang minyak bumi berfungsi untuk mengubah crude (minyak mentah) menjadi produk jadi seperti Liquid Petroleum Gas/LPG, gasoline, kerosene, diesel, fuel oil, lube base oil, dan coke. Residue Catalytic Cracker (RCC) berfungsi sebagai kilang minyak tingkat lanjut (Secondary Processing) untuk mendapatkan nilai tambah dari pengolahan residu dengan cara perengkahan memakai katalis. Unit ini berkaitan erat dengan Unsaturated Gas Plant Unit yang akan mengelola produk puncak Main Column RCC Unit menjadi Stabilized Gasoline, LPG dan Non Condensable Lean Gas. Evaluasi dengan menggunakan heat integration akan memberikan hasil yang selanjutnya dapat digunakan untuk meminimalkan kebutuhan stream panas dan stream dingin. Penghematan tersebut selanjutnya akan mengurangi biaya operasional serta total annual cost. Simulasi steady state pembuatan base case merupakan langkah yang harus dilakukan sebelum melakukan optimasi. Beberapa data seperti kondisi dan komponen stream diperlukan untuk diinputkan ke dalam software Hysys. Sistem integrasi panas didesain menggunakan metode Pinch pada software HINT (heat integration) dengan mempertukarkan stream panas dan stream dingin serta mengurangi jumlah cooler yang digunakan. Konfigurasi integrasi panas dipilih pada kondisi optimum dengan nilai A=518,416 m 2 lebih kecil dibandingkan sistem base case yaitu sebesar A=758,981 m 2 . Dari hasil penelitian maka diperoleh energy Cost untuk sistem base case Rp. 213.359.653.131,97 dan energy cost sistem integrasi panas yang optimum sebesar Rp.213.359.696.130,78. Sedangkan capital cost sistem base case Rp.288.330.61,56 dan capital cost sistem integrasi panas yang optimum sebesar Rp.207.805.506,08 sehingga dapat mereduksi 27,93 % dari sistem base case. Maka Total Annual Cost (TAC) sistem base case Rp. 213.647.983.893,54 dan Total Annual Cost (TAC) sistem integrasi panas yang optimum sebesar Rp. 213.567.501.636,86 atau tiap tahunnya dapat mereduksi 0,038 % dari sistem base case. Kata KunciHINT (Heat integration), HYSYS, Pinch, Residue Catalytic Cracker, Total Annual Cost, dan Unsaturated Gas Plant Unit. I. PENDAHULUAN ALAM industri kimia, termasuk industri perminyakan, perlu melakukan simulasi proses kimia untuk mengoptimalkan kondisi operasi yang ada di industri, sehingga dapat menghasilkan produk yang optimal. Simulasi proses kimia juga perlu dilakukan terhadap proses baru yang belum komersial (untuk pengembangan proses baru). Selain melakukan simulasi diperlukan teknik optimasi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, efisien, dan murah. Industri kilang minyak bumi adalah industri yang memiliki peranan penting di dunia. Sebagai industri yang berperan dalam penyediaan energi dunia, optimasi terhadap industri ini menjadi hal yang sangat penting. Dari banyaknya proses pengolahan minyak bumi yang ada catalytic cracking merupakan proses yang paling menguntungkan karena dapat meningkatkan kualitas dari long residue dan apabila dibandingkan dengan thermal cracking proses ini lebih spesifik dalam reaksi karena menggunakan katalis dalam prosesnya sehingga meningkatkan konversi fraksi naphtha. Residue Catalytic Cracker (RCC) berfungsi sebagai kilang minyak tingkat lanjut (Secondary Processing) untuk mendapatkan nilai tambah dari pengolahan residu dengan cara perengkahan menggunakan katalis. Unit ini berkaitan erat dengan Unsaturated Gas Plant Unit yang akan mengelola produk puncak Main Column Residue Catalytic Cracker (RCC) menjadi Stabilized Gasoline, LPG dan Non Condensable Lean Gas. Dengan semakin mahalnya harga bahan bakar maka perlu bagi sebuah industri untuk melakukan evaluasi kembali terhadap proses yang digunakan sebelumnya agar proses yang terdapat indikasi pemborosan bahan bakar dapat diminimalisasikan. Evaluasi dengan menggunakan heat integration akan memberikan hasil yang selanjutnya akan dapat digunakan untuk meminimalkan kebutuhan aliran panas dan aliran dingin,terutama kebutuhan steam pada reboiler yang harganya relatif lebih mahal dibandingkan dengan air pendingin. Penghematan tersebut selanjutnya akan mengurangi biaya operasional serta total annual cost. Dalam hal ini dilakukan metode penghematan energi dengan cara integrasi panas karena relatif tidak memerlukan biaya tambahan. II. DESKRIPSI PROSES A. Residue Catalytic Craker (RCC) RCC adalah unit secondary processing di kilang yang menggunakan micro-spherodial catalyst (zeolitic catalyst) yang akan terfluidisasi dengan pengaturan supply udara yang tepat. RCC bertujuan untuk mengubah fraksi minyak bumi yang memiliki boiling point tinggi menjadi gasoline dengan oktan tinggi. RCC mengolah atmospheric residue yang berasal dari Crude Distillation Unit / CDU (setelah sebelumnya EVALUASI KINERJA UNIT SEKUNDER PADA KILANG MINYAK DENGAN INTEGRASI PANAS Veni I. Christiana, Syennie P., dan Musfil A.Syukur Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected] D

Upload: khairatun-nisa

Post on 17-Feb-2016

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ITS-paper-25888-2308100167-2308100168-Paper.pdf

1

Abstrak—Kilang minyak bumi berfungsi untuk mengubah

crude (minyak mentah) menjadi produk jadi seperti Liquid

Petroleum Gas/LPG, gasoline, kerosene, diesel, fuel oil, lube base

oil, dan coke. Residue Catalytic Cracker (RCC) berfungsi sebagai

kilang minyak tingkat lanjut (Secondary Processing) untuk

mendapatkan nilai tambah dari pengolahan residu dengan cara

perengkahan memakai katalis. Unit ini berkaitan erat dengan

Unsaturated Gas Plant Unit yang akan mengelola produk puncak

Main Column RCC Unit menjadi Stabilized Gasoline, LPG dan

Non Condensable Lean Gas. Evaluasi dengan menggunakan heat

integration akan memberikan hasil yang selanjutnya dapat

digunakan untuk meminimalkan kebutuhan stream panas dan

stream dingin. Penghematan tersebut selanjutnya akan

mengurangi biaya operasional serta total annual cost. Simulasi

steady state pembuatan base case merupakan langkah yang harus

dilakukan sebelum melakukan optimasi. Beberapa data seperti

kondisi dan komponen stream diperlukan untuk diinputkan ke

dalam software Hysys. Sistem integrasi panas didesain

menggunakan metode Pinch pada software HINT (heat

integration) dengan mempertukarkan stream panas dan stream

dingin serta mengurangi jumlah cooler yang digunakan.

Konfigurasi integrasi panas dipilih pada kondisi optimum dengan

nilai A=518,416 m2 lebih kecil dibandingkan sistem base case

yaitu sebesar A=758,981 m2. Dari hasil penelitian maka diperoleh

energy Cost untuk sistem base case Rp. 213.359.653.131,97 dan

energy cost sistem integrasi panas yang optimum sebesar

Rp.213.359.696.130,78. Sedangkan capital cost sistem base case

Rp.288.330.61,56 dan capital cost sistem integrasi panas yang

optimum sebesar Rp.207.805.506,08 sehingga dapat mereduksi

27,93 % dari sistem base case. Maka Total Annual Cost (TAC)

sistem base case Rp. 213.647.983.893,54 dan Total Annual Cost

(TAC) sistem integrasi panas yang optimum sebesar Rp.

213.567.501.636,86 atau tiap tahunnya dapat mereduksi 0,038 %

dari sistem base case.

Kata Kunci—HINT (Heat integration), HYSYS, Pinch, Residue

Catalytic Cracker, Total Annual Cost, dan Unsaturated Gas Plant

Unit.

I. PENDAHULUAN

ALAM industri kimia, termasuk industri perminyakan,

perlu melakukan simulasi proses kimia untuk

mengoptimalkan kondisi operasi yang ada di industri,

sehingga dapat menghasilkan produk yang optimal. Simulasi

proses kimia juga perlu dilakukan terhadap proses baru yang

belum komersial (untuk pengembangan proses baru). Selain

melakukan simulasi diperlukan teknik optimasi untuk

mendapatkan hasil yang lebih baik, efisien, dan murah.

Industri kilang minyak bumi adalah industri yang memiliki

peranan penting di dunia. Sebagai industri yang berperan

dalam penyediaan energi dunia, optimasi terhadap industri ini

menjadi hal yang sangat penting.

Dari banyaknya proses pengolahan minyak bumi yang ada

catalytic cracking merupakan proses yang paling

menguntungkan karena dapat meningkatkan kualitas dari long

residue dan apabila dibandingkan dengan thermal cracking

proses ini lebih spesifik dalam reaksi karena menggunakan

katalis dalam prosesnya sehingga meningkatkan konversi

fraksi naphtha.

Residue Catalytic Cracker (RCC) berfungsi sebagai kilang

minyak tingkat lanjut (Secondary Processing) untuk

mendapatkan nilai tambah dari pengolahan residu dengan cara

perengkahan menggunakan katalis. Unit ini berkaitan erat

dengan Unsaturated Gas Plant Unit yang akan mengelola

produk puncak Main Column Residue Catalytic Cracker

(RCC) menjadi Stabilized Gasoline, LPG dan Non

Condensable Lean Gas.

Dengan semakin mahalnya harga bahan bakar maka perlu

bagi sebuah industri untuk melakukan evaluasi kembali

terhadap proses yang digunakan sebelumnya agar proses yang

terdapat indikasi pemborosan bahan bakar dapat

diminimalisasikan. Evaluasi dengan menggunakan heat

integration akan memberikan hasil yang selanjutnya akan

dapat digunakan untuk meminimalkan kebutuhan aliran panas

dan aliran dingin,terutama kebutuhan steam pada reboiler yang

harganya relatif lebih mahal dibandingkan dengan air

pendingin. Penghematan tersebut selanjutnya akan mengurangi

biaya operasional serta total annual cost. Dalam hal ini

dilakukan metode penghematan energi dengan cara integrasi

panas karena relatif tidak memerlukan biaya tambahan.

II. DESKRIPSI PROSES

A. Residue Catalytic Craker (RCC)

RCC adalah unit secondary processing di kilang yang

menggunakan micro-spherodial catalyst (zeolitic catalyst)

yang akan terfluidisasi dengan pengaturan supply udara yang

tepat. RCC bertujuan untuk mengubah fraksi minyak bumi

yang memiliki boiling point tinggi menjadi gasoline dengan

oktan tinggi. RCC mengolah atmospheric residue yang berasal

dari Crude Distillation Unit / CDU (setelah sebelumnya

EVALUASI KINERJA UNIT SEKUNDER

PADA KILANG MINYAK DENGAN

INTEGRASI PANAS Veni I. Christiana, Syennie P., dan Musfil A.Syukur

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111

E-mail: [email protected]

D

Page 2: ITS-paper-25888-2308100167-2308100168-Paper.pdf

2

dihilangkan kandungan metal-nya di unit Atmospheric Residue

Hydrodemetalization unit). [1]

RCC merupakan bagian penting dalam proses pengolahan

minyak bumi. Proses Catalytic Cracking sudah banyak

digunakan sejak tahun 1941. Proses pada unit ini bertujuan

untuk merengkah minyak bumi dengan rantai C yang panjang

menjadi lebih rendah dengan menggunakan katalis. Proses

utama pada RCC terdiri dari reaktor dan regenerator. [2]

Feed raw oil berupa rantai hidrokarbon panjang

masukpada riser reaktor. Sebelum mencapai riser, raw oil

panas dikabutkan (atomized) oleh steam. Pada reaksi ini

diperlukan katalis,dan katalis yang digunakan berupa zeolit.

Pengontakan katalis dengan feed dilakukan dengan cara

mengangkat katalis dari regenerator ke riser dengan

menggunakan lift steam dan lift gas. Katalis kemudian kontak

dengan minyak dan mempercepat reaksi cracking, selain itu

katalis juga memberikan panas pada hidrokarbon (raw oil)

sehingga lebih membantu mempercepat reaksi cracking yang

terjadi. Katalis dan hidrokarbon naik ke bagian atas riser

karena kecepatan lift steam dan lift gas yang sangat tinggi.

Aliran katalis ke riser ini diatur untuk menjaga suhu reaktor.

Setelah reaksi terjadi, di bagian atas riser (reaktor) katalis

harus dipisahkan dari hidrokarbon untuk mengurangi

terjadinya secondary cracking sehingga rantai hidrokarbonnya

menjadi lebih kecil dan akhirnya membentuk coke. Pada

bagian atas, sebagian besar katalis akan terpisah dari atomized

hidrocarbon dan jatuh ke seksi stripping, selain itu katalis juga

dipisahkan pada cyclone dekat reaktor dengan memafaatkan

gaya sentrifugal sehingga katalis terpisah dari atomized

hidrocarbon berdasarkan perbedaan densitasnya dan jatuh ke

seksi stripping. Steam diinjeksikan ke stripping untuk

mengambil hidrokarbon yang masih menempel pada

permukaan spent catalyst. Atomized hidrocarbon yang

terkumpul keluar dari top riser mengalir ke seksi fraksinasi.

Spent Catalyst dari seksi stripping dialirkan menuju

regenerator. Regenerator mempunyai dua fungsi utama, yaitu

untuk mengembalikan keaktifan katalis dan sebagai pemberi

panas untuk proses perengkahan pada reaktor.

Spent Catalyst diregenerasi dengan membakar coke yang

menempel pada permukaan katalis dengan mengalirkan udara

pada katalis. Coke terjadi akibat reaksi cracking dan tidak bisa

diambil oleh steam pada stripping sehingga mengurangi

aktivitas katalis.

Proses pemisahan dilakukan di dalam kolom fraksionasi

untuk memisahkan hidrokarbon menjadi Overhead vapor,

LCO, dan DCO berdasarkan titik didihnya. Overhead vapor

kemudian dialirkan ke unit 16 (unsaturated gas plant) untuk

pemisahan lebih lanjut. Produk LCO akan diolah kembali di

LCO Hydrotreater Unit (unit 21) dan produk DCO akan

dikirim ke blending fuel atau disimpan di dalam tangki untuk

selanjutnya diekspor karena sudah merupakan produk akhir.

B. Unsaturated Gas Plant

Unit ini berfungsi untuk memisahkan produk puncak Main

Column RCC Unit menjadi Stabilized Gasoline, LPG dan Non

Condensable Lean Gas, yang mana sebagian akan dipakai

sebagai Lift Gas sebelum di treat di Amine Unit sebagai Off

Gas.

Tahap awal dari proses Gas Concentration adalah

pemisahan Non Condensable Lean Gas dari komponen yang

lebih berat yang dapat diambil lagi secara fraksinasi biasa.

Sistem dari stripper-absorber dipakai untuk pemisahan awal.

Inti dari sitem stripper-absorber adalah High Pressure Cooler

dan High Pressure Receiver dimana seluruh aliran didalam

dan seluruh aliran feed kecuali unstabilized gasoline mengalir.

High Pressure Receiver mempunyai dua fungsi yaitu

sebagai surge drum guna meredam dari perubahan akibat

proses dan sebagai pemisah air.

Gas dari High Pressure Receiver mengalir ke bagian

bawah Primary Absorber dan keluar dari bagian atasnya.

Gasoline dari RCC atau Unstabilized Cracked Gasoline

masuk pada bagian atas Absorber dan keluar dari bagian

bawahnya sebagai “rich oil”. Gasoline ini akan menyerap

partikel-partikel C3 dan sebagian besar C4 dari gas yang

dikontakkan.

Dalam proses absorbsi ini akan terjadi perpindahan panas.

Biasanya dua buah intercooler dipakai untuk menjaga

pendinginan column. Rich oil dari bagian bawah column

dipompakan melalui Cooler ke High Pressure Receiver. Gas

dari bagian Primary Absorber diteruskan ke Sponge Absorber

dimana C5 dan C6 yang terikut diserap oleh LCO dingin dari

RCC Unit. Lean Sponge Gas didinginkan dan hydrocarbon

yang terkondensasi ditampung dalam KOD.

Lean Sponge Gas dikembalikan ke reaktor riser sebagai

Lift Gas atau dikirim ke Fuel Gas Treating Unit (Amine Unit).

Cairan dari knockout drum dikembalikan ke Main Column dari

RCC Unit bersama-sama dengan sirkulasi LCO. Cairan

hydrocarbon pada High Pressure Receiver mengandung tidak

hanya LPG dan Gasoline yang didinginkan tetapi juga

sejumlah hydrocarbon ringan yang tidah diharapkan seperti

C2 dan C1,hydrogen dan H2S. Komponen tersebut dihilangkan

dalam Stripper Column. Panas dari reboiler digunakan untuk

membantu pemisahan.

Overhead vapor dari Stripper kembali ke High Pressure

Receiver dimana vapor masuk kembali ke Primary Absorber.

Bagian bawah dari Stripper mengandung H2S dan

hydrocarbon C2 minus dengan konsentrasi rendah yang akan

Gambar 1. Reaktor dan Regenerator Fluid Catalytic Cracker

Gambar. 1. Pertukaran isotop oksigen gas dan oksigen dalam patatan katalis

perovskit. Biasakan untuk menunjukkan signfikansi dari gambar pada judul

gambar (caption).

Page 3: ITS-paper-25888-2308100167-2308100168-Paper.pdf

3

diproses lebih lanjut di Debutanizer Column, untuk proses

pemisahan LPG dari Gasoline. Stabilized gasoline dan LPG

selanjutnya dikirim ke treating unit.

C. INTEGRASI PANAS

Kebutuhan akan utilitas luar untuk pemanasan dan

pendinginan dapat dikurangi dengan integrasi panas. Integrasi

panas dilakukan dengan pertukaran panas antara aliran-aliran

yang ingin didinginkan dan yang ingin dipanaskan. Salah satu

metode pendekatan untuk sintesa jaringan penukar panas dapat

menggunakan Metode Desain Pinch. Pinch Analysis banyak

digunakan untuk memperkirakan kebutuhan minimum utilitas

panas dan dingin, jumlah minimum Heat Exchanger dan biaya

investasi minimum untuk setiap aliran proses. [3]

Tujuan dari metode ini yaitu mencari struktur jaringan alat

penukar panas yang optimum dengan menetapkan ΔTmin

sebagai langkah awal, untuk mendapatkan Maximum Heat

Recovery (MER), luas area jaringan minimum dan jumlah

penukar panas minimum. Dengan ditetapkannya perbedaan

suhu yang optimum akan memperbesar jumlah energi yang

dipertukarkan. Dari sini diharapkan terbentuk struktur jaringan

penukar panas dengan kebutuhan utilitas minimum. Kebutuhan

utilitas merupakan komponen biaya terbesar dalam operasional

suatu pabrik jika dibandingkan dengan biaya kapital.

Metode desain pinch dilakukan dengan mengenalkan

pembagian dengan pinch, yaitu membagi persoalan menjadi

dua pada titik pinch. Selanjutnya memulai desain dengan dari

pinch dan dikembangkan menjauhi pinch sampai pada

permasalahan yang tersisa. Memulai desain dari pinch

memberikan keuntungan dengan mengijinkan desainer untuk

mengidentifikasi pilihan yang paling mungkin dalam daerah

yang terbatas dengan tetap menjaga penggunaan utilitas

minimum. Keuntungan yang lebih jauh yaitu desainer akan

selalu mempunyai pilihan untuk melanggar pinch jika

diperlukan dengan dasar pengetahuan mengenai akibat yang

menyertainya. [4]

Dalam Heat Exchanger Network memungkinkan terjadinya

pertukaran panas dari aliran panas ke aliran dingin sehingga

dapat menyebabkan terjadinya pengurangan utilitas luar seperti

steam dan air pendingin. Data aliran seperti temperatur aliran,

flowrate, dan enthalpy digunakan untuk memperkirakan

kebutuhan utilitas panas dan dingin minimum dengan

menggunakan Pinch Analysis.

Untuk menentukan Capital Cost dari heat recovery system

maka diperlukan data mengenai jumlah Heat Exchanger dan

luas perpindahan panas. Jumlah minimum Heat Exchanger

yang dibutuhkan dapat ditentukan dari jumlah aliran proses

dan pinchpoint. [5]

Luas perpindahan panas yang dibutuhkan

untuk sistem Heat Recovery diestimasi dengan asumsi

perpindahan panas terjadi secara vertical. [6]

D. Total Annual Cost (TAC)

Total Annual Cost (TAC) merupakan total biaya yang

dibutuhkan untuk mengoperasikan suatu proses industri,

dimana biaya tersebut meliputi Annual Capital Cost dan juga

Energy Cost. Dimana nilai dari Total Annual Cost secara

umum dapat dirumuskan sebagai berikut:

Total Annual Cost = Annualized Capital Cost + Utility

Cost/Energy Cost

Utility Cost

Jika biaya untuk setiap unit utilitas diketahui maka biaya

energi total dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Total Utility Cost = Ʃ mu x Cu

Dimana: mu = Besar flowrate utilitas yang digunakan (m3/s)

Cu = Unit harga utilitas (Rp/m3)

Annual Capital Cost

Annual Capital Cost dapat diketahui dari semua harga alat

yang ada,misalnya harga suatu heat exchanger dapat diketahui

dari nilai luas perpindahan panasnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana di Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi

Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Tiada kata yang paling banyak kami ucapkan kecuali terima

kasih untuk semua pihak yang telah membantu dalam

penyelesaian skripsi ini. Dalam kesempatan ini kami tidak lupa

mengucapkan terima kasih kepada orang tua serta saudara-

saudara kami atas doa, bimbingan, perhatian, dan motivasi

yang selalu tercurah selama ini serta Bapak Ir.Musfil

A.S.,M.Eng.Sc dan Prof.Ir.Renanto,M.S.,Ph.D selaku dosen

pembimbing dan kepala Laboratorium Perencanaan dan

Pengendalian Proses atas bimbingan dan saran yang telah

diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Budhiarto, A.. 2009. Buku Pintar Migas Indonesia. Balai Pustaka:

Jakarta.

[2] Kaes, G.L. 2000. Refinery Process Modelling. Georgia.: The Athens

Printing Company.

[3] Linnhoff, B., dan E.Hindmarsh, 1983. The Pinch Design Method for

Heat Exchanger Networks, Chemical Engineering Science, vol. 38,

no.5, hal 745-763.

[4] Smith, R., 2005. Chemical Process Design and Integration. McGraw-

Hill. New York.

[5] Linhoff, B., Mason, D.R., dan Wardle, I., 1979. Understanding Heat

Exchanger Networks. Chemical Engineering Science, vol. 3, hal. 295.

[6] Linhoff, B., dan Ahmad, S., 1990. Cost Optimum Heat Exchanger

Networks.1. Minimum Energy and Capital using Simple Models for

Capital Cost. Computers and Chemical Engineering, vol. 14, hal.729.

[7] Peters, M. S. dan Timmerhaus, K. D. 2003. Plant Design and

Economics for Chemical Engineers, Fifth Edition. McGraw-Hill. New

York.