analisa pengaruh groove dan gap terhadap...

7
ANALISA PENGARUH GROOVE DAN GAP TERHADAP HASIL PENGELASAN SMAW BUTT JOINT BAJA AISI 1020 Hiro Sujatmika 1 , Budi Agung K. ST, M.Sc. 2 , Rindang Fajarin S.Si., M.Si. 3 1,3 Email : (1) Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS (2,3) Dosen Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS [email protected] Abstrak Pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding) mempunyai aplikasi luas di dalam dunia industri. Karena pemanfaatan pengelasan dengan SMAW memiliki efisiensi yang cukup tinggi dan mudah untuk digunakan pada pengerjaan langsung. Untuk penguasaan teknologi pengelasan maka perlu dilakukan penelitian lanjut tentang pengaruh groove dan gap yang terhadap struktur mikro dan tegangan sisa setelah mengalami pengelasan. Pengelasan sendiri adalah suatu proses penyambungan logam dengan logam menjadi satu akibat adanya panas, sehingga dalam prosesnya akan dapat mengubah sifat dasar dari material dasar (based material). Pada penelitian ini, spesimen yang digunakan adalah low carbon steel, yaitu baja AISI 1020. Setelah dilakukan pengelasan dengan variabel yang sudah ditentukan dan batasan-batasan masalah selama penelitian. Selanjutnya dilihat nilai uji kekerasan (hardness), uji metalografi dan uji X-Ray Diffraction (XRD). Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa nilai kekerasan tertinggi terdapat pada daerah HAZ,dengan lebar HAZ berkisar antara 3,75 sampai 6 mm, dan lebar HAZ terkecil terjadi pada spesimen dengan variasi groove 60° dan gap 4 mm, sedangkan untuk yang terbesar terjadi pada spesimen dengan variasi groove 75° dan gap 4 mm. Tegangan sisa terkecil groove 75° dan gap 4 mm sebesar 5,343164 dan lebar HAZ terkecil pada groove 60° dan gap 4 mm sebesar 3,75 mm. Semakin besar groove yang ditentukan, maka semakin besar daerah HAZ yang terbentuk, semakin tinggi nilai kekerasan pada daerah HAZ, dan semakin kecil nilai dilusinya sehingga logam las banyak terbentuk dari elektroda, dan menurunkan nilai tegangan sisa. Semakin besar gap yang ditentukan, maka lebar daerah HAZ semakin bertambah, berpengaruh pada nilai kekerasan pada daerah HAZ dan weld metal, prosentase dilusi akan meningkat, dan berpengaruh juga terhadap nilai tegangan sisa seiring dengan bentuk groove yang ditentukan. Jika tidak ditentukan groove pada spesimen yang memiliki ketebalan lebih dari 6 mm sebelum proses pengelasan, maka dapat memperbesar lebar daerah HAZ, kualitas dari hasil lasan yang tidak layak, nilai tegangan sisa yang tinggi, dan prosentase dilusi yang besar atau dengan kata lain semakin banyak logam induk yang ikut mencair. Kata Kunci : groove, gap, SMAW, baja AISI 1020, tegangan sisa 1) PENDAHULUAN Pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding) mempunyai aplikasi luas di dalam dunia industri. Untuk aplikasi chasis dan suspensi kendaraan, pengelasan SMAW memberikan efisiensi kekuatan sambungan yang tinggi. Salah satu jenis pengelasan yang banyak dipakai untuk mengelas baja karbon adalah SMAW. Kelebihan pengelasan dengan SMAW, antara lain dapat diandalkan untuk mengelas berbagai tipe sambungan, posisi, serta lokasi yang sulit dikerjakan, biaya pengoperasian yang relatif rendah dan dapat dipakai untuk mengelas didalam maupun diluar ruangan. Tidak diperlukannya hose untuk gas pelindung ataupun air pendingin, serta dapat dioperasikan pada tempat yang jauh dari sumber tenaga, dan kualitas sambungan dapat dirancang sedemikian rupa dengan menggunakan berbagai jenis elektroda. Kegagalan pada logam hasil pengelasan bisa disebabkan banyak faktor antara lain karena adanya tegangan sisa yang terjadi pada benda uji sebelum diaplikasikan. Tegangan ini dapat disebabkan karena selama proses pengelasan, panas yang diterima logam tidak merata. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai tegangan sisa akibat dari pengelasan. Untuk penguasaan teknologi pengelasan maka perlu dilakukan penelitian lanjut tentang pengaruh dari groove terhadap sifat mekanis mencakup tegangan sisa, regangan, kekerasan dan hubungannya dengan struktur mikro. Pengelasan adalah suatu proses penyambungan logam dengan logam menjadi satu akibat adanya panas, sehingga dalam prosesnya akan dapat mengubah sifat dasar dari material dasar (based material). Pada studi dan penelitian ini, dilakukan perhitungan tegangan sisa tiap variasi groove dan gap. Pengujian yang dilakukan menggunakan X-RD (X- Ray Difraction) serta analisa lanjut pengukuran melalui permodelan rietveld dengan menggunakan program rietica. 2) TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja AISI 1020 Baja AISI 1020 merupakan baja karbon rendah dengan komponen- komponen paduan terdiri dari

Upload: phungnguyet

Post on 19-Feb-2018

235 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

ANALISA PENGARUH GROOVE DAN GAP TERHADAP HASIL

PENGELASAN SMAW BUTT JOINT BAJA AISI 1020 Hiro Sujatmika1, Budi Agung K. ST, M.Sc.2, Rindang Fajarin S.Si., M.Si.3

1,3

Email :

(1) Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS (2,3) Dosen Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

[email protected]

Abstrak

Pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding) mempunyai aplikasi luas di dalam dunia industri. Karena pemanfaatan pengelasan dengan SMAW memiliki efisiensi yang cukup tinggi dan mudah untuk digunakan pada pengerjaan langsung. Untuk penguasaan teknologi pengelasan maka perlu dilakukan penelitian lanjut tentang pengaruh groove dan gap yang terhadap struktur mikro dan tegangan sisa setelah mengalami pengelasan. Pengelasan sendiri adalah suatu proses penyambungan logam dengan logam menjadi satu akibat adanya panas, sehingga dalam prosesnya akan dapat mengubah sifat dasar dari material dasar (based material). Pada penelitian ini, spesimen yang digunakan adalah low carbon steel, yaitu baja AISI 1020. Setelah dilakukan pengelasan dengan variabel yang sudah ditentukan dan batasan-batasan masalah selama penelitian. Selanjutnya dilihat nilai uji kekerasan (hardness), uji metalografi dan uji X-Ray Diffraction (XRD). Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa nilai kekerasan tertinggi terdapat pada daerah HAZ,dengan lebar HAZ berkisar antara 3,75 sampai 6 mm, dan lebar HAZ terkecil terjadi pada spesimen dengan variasi groove 60° dan gap 4 mm, sedangkan untuk yang terbesar terjadi pada spesimen dengan variasi groove 75° dan gap 4 mm. Tegangan sisa terkecil groove 75° dan gap 4 mm sebesar 5,343164 dan lebar HAZ terkecil pada groove 60° dan gap 4 mm sebesar 3,75 mm. Semakin besar groove yang ditentukan, maka semakin besar daerah HAZ yang terbentuk, semakin tinggi nilai kekerasan pada daerah HAZ, dan semakin kecil nilai dilusinya sehingga logam las banyak terbentuk dari elektroda, dan menurunkan nilai tegangan sisa. Semakin besar gap yang ditentukan, maka lebar daerah HAZ semakin bertambah, berpengaruh pada nilai kekerasan pada daerah HAZ dan weld metal, prosentase dilusi akan meningkat, dan berpengaruh juga terhadap nilai tegangan sisa seiring dengan bentuk groove yang ditentukan. Jika tidak ditentukan groove pada spesimen yang memiliki ketebalan lebih dari 6 mm sebelum proses pengelasan, maka dapat memperbesar lebar daerah HAZ, kualitas dari hasil lasan yang tidak layak, nilai tegangan sisa yang tinggi, dan prosentase dilusi yang besar atau dengan kata lain semakin banyak logam induk yang ikut mencair. Kata Kunci : groove, gap, SMAW, baja AISI 1020, tegangan sisa 1) PENDAHULUAN Pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding) mempunyai aplikasi luas di dalam dunia industri. Untuk aplikasi chasis dan suspensi kendaraan, pengelasan SMAW memberikan efisiensi kekuatan sambungan yang tinggi. Salah satu jenis pengelasan yang banyak dipakai untuk mengelas baja karbon adalah SMAW. Kelebihan pengelasan dengan SMAW, antara lain dapat diandalkan untuk mengelas berbagai tipe sambungan, posisi, serta lokasi yang sulit dikerjakan, biaya pengoperasian yang relatif rendah dan dapat dipakai untuk mengelas didalam maupun diluar ruangan. Tidak diperlukannya hose untuk gas pelindung ataupun air pendingin, serta dapat dioperasikan pada tempat yang jauh dari sumber tenaga, dan kualitas sambungan dapat dirancang sedemikian rupa dengan menggunakan berbagai jenis elektroda. Kegagalan pada logam hasil pengelasan bisa disebabkan banyak faktor antara lain karena adanya tegangan sisa yang terjadi pada benda uji sebelum diaplikasikan. Tegangan ini dapat disebabkan karena selama proses pengelasan, panas yang diterima

logam tidak merata. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai tegangan sisa akibat dari pengelasan. Untuk penguasaan teknologi pengelasan maka perlu dilakukan penelitian lanjut tentang pengaruh dari groove terhadap sifat mekanis mencakup tegangan sisa, regangan, kekerasan dan hubungannya dengan struktur mikro. Pengelasan adalah suatu proses penyambungan logam dengan logam menjadi satu akibat adanya panas, sehingga dalam prosesnya akan dapat mengubah sifat dasar dari material dasar (based material). Pada studi dan penelitian ini, dilakukan perhitungan tegangan sisa tiap variasi groove dan gap. Pengujian yang dilakukan menggunakan X-RD (X-Ray Difraction) serta analisa lanjut pengukuran melalui permodelan rietveld dengan menggunakan program rietica.

2) TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja AISI 1020 Baja AISI 1020 merupakan baja karbon rendah dengan komponen- komponen paduan terdiri dari

kadar Karbon (C) 0,18-0,23%; Sulfur (S) 0,05%; Mangan (Mn) 0,30-0,60% (Catalog). Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon oleh karena itu baja karbon di kelompokkan berdasarkan kadar karbonnya. Baja dengan kadar karbon kurang dari 0,3% disebut baja karbon rendah, baja dengan kadar karbon 0,3%-0,7% disebut dengan baja karbon sedang dan baja dengan kadar karon 0,7%-1,5% disebut dengan baja karbon tinggi (Smallman dan Bishop, 2000). Sifat mekanik dan sifat termal dari baja AISI 1020 ditunjukkan pada Tabel 2.2 & Tabel 2.3.

Tabel I Thermal Properties (efunda.com,2010)

Tabel II Mechanical Properties (efunda.com, 2010)

2.2 Pengelasan Baja Karbon Baja karbon sedang dan baja karbon tinggi mengandung banyak karbon dan unsur lain dapat memperkeras baja, karena itu daerah pengaruh panas atau HAZ pada baja ini mudah menjadi keras bila dibandingkan baja karbon rendah. Sifatnya yang mudah menjadi keras ditambah dengan adanya hydrogen difusi menyebabkan baja ini sangat peka terhadap retak las. Disamping itu pengelasan dengan menggunakan elektroda yang sama kuat dengan logam lasnya dengan pemanasan mula dan suhu pemanasan tergantung dari kadar karbon.

2.3 Tipe Sambungan Las Penyambungan dalam pengelasan diperlukan untuk meneruskan beban atau tegangan diantara bagian-bagian yang disambung. Karena meneruskan beban, maka bagian sambungan juga akan menerima beban. Oleh karenanya, bagian sambungan paling tidak memiliki kekuatan yang sama dengan bagian yang disambung. Untuk dapat menyambung dua komponen logam diperlukan berbagai jenis sambungan. Pada sambungan inilah nantinya logam tambahan diberikan, sehingga terdapat kesatuan antara komponen-komponen yang disambung. Berbagai jenis sambungan (diperlihatkan pada Gambar 1) yang dimaksud adalah : 1. Sambungan Temu (Butt Joint) 2. Sambungan T (T-joint) 3. Sambungan Sudut (Corner joint)

4. Sambungan Saling Tumpang (Lap Joint) 5. Sambungan Sisi (Edge Joint)

Gambar 1 Jenis Sambungan Las (Sonawan dan Rochim, 2004)

2.4 Groove Lasan

Groove Lasan — L

Groove lasan umumnya digunakan untuk membuat sambungan tepi-ke-tepi,walaupun sering digunakan di sudut sambungan,sambungan T,dan sambungan antara potongan melengkung dan rata. Seperti yang dicantumkan oleh berbagai simbol las alur,ada banyak cara untuk membuat groove lasan, yang perlu diperhatikan terutama tergantung pada kebutuhan pengelasan,dan geometri dari bagian-bagian yang akan dilas (digabungkan/fusion) dan untuk persiapan penyampungannya agar lebih efisien.

2.5 Dilusi

asan dibuat dalam alur yang terbentuk di dalam anggota tunggal atau dalam alur antara dua anggota yang akan bergabung. (ASME IX,2000)

Dilusi merupakan perbandingan antara logam induk yang mencair dan logam las. Dilusi ini dapat diperoleh dengan membandingkan luas penampang logam induk yang mencair dan luas penampang logam las.

Dilusi, D =

x100 % ...........................(1)

2.6 Mesin Las SMAW Shielded Metal Arc Welding adalah proses pengelasan dengan busur nyala listrik, dimana panas didapat dari busur nyala yang memancar antara elektroda dengan selubung flux dan benda kerja. Pengelasan SMAW dapat memakai arus bolak balik atau arus searah, dengan polaritas konstan atau polaritas balik. Tetapi biasanya mesin las SMAW ini memakai sistem arus tetap. Untuk menimbulkan arc, kedua elektrode dihubungkan singkat dengan cara disentuhkan lebih dahulu (arcstarting) dan pada bagian yang bersentuhan ini akan terjadi pemanasan (temperatur naik), hal ini mendorong terjadinya busur. Visualisasi proses las SMAW dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Proses Las SMAW (Wiryosumarto dan Okumura,2000)

2.7 Tegangan Sisa Tegangan sisa adalah tegangan tekan atau tegangan tarik yang yang terdapat di bagian dalam material tanpa adanya pembebanan dari luar (external load) apakah berbentuk gaya ataupun perubahan temperatur. Biasanya tegangan sisa dibedakan berdasarkan besar-kecilnya tegangan yang berada di sekitar butir material. Yang pertama disebut macro stress jika melewati beberapa butir. Jenis yang kedua adalah yang berada di sekitar batas butir, dan yang ketiga berada di dalam butir. Jenis kedua dan ketiga merupakan micro stress. Tegangan sisa muncul akibat beberapa proses pembentukan seperti deformasi plastis, perubahan temperatur dan transformasi fasa. Tegangan sisa ini dapat menguntungkan tetapi juga dapat merugikan. Jika beban berupa tegangan tarik dan terdapat tegangan sisa tekan pada material maka tegangan sisa ini akan memberi resultan negatif mengurangi efek beban ke material. Sebaliknya jika terdapat tegangan sisa tarik pada material yang mengalami beban tarik maka akan memberikan resultan positif dan jika melawati tegangan luluhnya akan menjadi awal mula terjadinya patahan. Adanya tegangan sisa diperlihatkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Jenis tegangan sisa di sekitar butir (Pratapa, 2004)

2.8 Difraksi Sinar-X (XRD) XRD merupakan salah satu alat pengujian material yang biasanya digunakan untuk identifikasi unsur/senyawa (analisis kualitatif) dan penentuan komposisi (analisis kuantitatif). Analisis yang dilakukan berhubungan dengan alat ukur yang lain misal MO, SEM ataupun TEM. Pengamatan dengan mikroskop akan menjelaskan bagaimana distribusi fasa yang teridentifikasi berdasarkan hasil XRD. Sehingga untuk keperluan identifikasi material yang

tidak diketahui, e.g. material baru hasil reaksi, maka cukup dilakukan dua pengujian tersebut. Tabel III Informasi yang terkandung dalam karakter tinggi, posisi

serta lebar dan bentuk puncak difraksi (Pratapa, 2004)

2.9 Analisis Rietveld Analisis Rietveld adalah sebuah metode pencocokan tak linier kurva pola difraksi terhitung (model) dengan pola difraksi terukur yang didasarkan pada data struktur kristal dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least squares) (Pratapa, 2004). Analisis Rietveld dengan Rietica sebagai programnya merupakan alat bantu untuk analisis kuantitatif atau komposisi fasa. Pada prinsip analisis Rietveld, pola difraksi terhitung (model) dicocokkan dengan pola difraksi terukur. Parameter-parameter yang digunakan dalam penyusunan pola terhitung disimpan dalam sebuah file. Pola difraksi terukur disimpan dalam file yang lain. 3) METODOLOGI Material yang akan di uji adalah Baja AISI 1020 dengan variasi kampuh las no groove, Single V-groove dengan sudut 60° dan sudut 75°. Spesimen di las dengan menggunakan elektroda las AWS E7016 diameter 2,6 mm dan 3,2 mm. Tebal spesimen yang dipersiapkan 14 mm. Contoh bentuk groove yang akan dibuat diperlihatkan pada Gambar 4:

Gambar 4 Vee Groove 60°

Hasil pengelasan sejumlah 6 spesimen, diberi uji kekerasan, uji metalografi, dan uji XRD.

4) ANALISA DATA 4.1 Analisa Foto Makro Pengamatan foto makro terhadap hasil lasan dilakukan untuk mengetahui bentuk dan lebar daerah HAZ. Foto makro dilihat menggunakan mikroskop untuk dengan perbesaran 8x, dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Foto Makro perbesaran 8x (a) No groove dan Gap 2 mm;

(b) Groove 60° dan Gap 2 mm; (c) Groove 75° dan Gap 2 mm; (d) No Groove dan Gap 4 mm; (e) Groove 60° dan Gap 4 mm; (f) Groove 75° dan Gap 4 mm

Tabel IV Lebar HAZ hasil pengelasan

Tabel V Dilusi yang terjadi setelah pengelasan

Dapat diamati daerah HAZ yang warnanya lebih menghitam daripada daerah weld metal dan base metal. Rata-rata spesimen daerah HAZ yang terbentuk memiliki kemiripan, kecuali pada spesimen no groove dan gap 2 mm terjadi pembentukan daerah HAZ yang cukup besar di daerah tengah. Pada penghitungan dilusi dapat diamati perbandingan dari logam induk yang ikut mencair dengan logam lasan secara keseluruhan. Dengan demikian semakin besar groove

makin besar pula daerah logam las yang berasal dari elektroda.

4.2 Analisa Kekerasan Pengujian dilakukan di Laboraturium Metalurgi Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS.

Gambar 6 Posisi titik pengambilan data hardness

Gambar 7 Grafik Kekerasan pada spesimen dengan gap 2 mm

Gambar 8 Grafik Kekerasan pada spesimen dengan gap 4 mm

Hasil uji kekerasan pada spesimen no groove dan gap 2 mm daerah HAZ-nya lebih tinggi nilai kekerasannya daripada spesimen yang lain. Sedangkan untuk spesimen gap 4 mm kekerasan yang tertinggi pada daearah HAZ dialami oleh spesimen dengan groove 75°. Untuk uji kekerasan pada daerah weld metal tren yang terjadi hampir sama pada setiap spesimen,berada di bawah nilai kekerasan HAZ dan base metal. Pada groove 60° memiliki nilai kekerasan yang hampir sama,baik di dengan variasi gap 2 mm dan gap 4 mm,dimana nilai kekerasan pada daerah weld metal dan HAZ-nya. Jika dibandingkan, maka hasil lasan dari spesimen dengan variasi groove 60° memiliki karakteristik yang cukup baik,digambarkan dari nilai kekerasan weld metal yang tidak lebih tinggi dari base metal dan memiliki nilai HAZ yang juga tidak terlalu tinggi. Untuk spesimen no groove dengan variasi gap memiliki perbedaan hasil pengelasan, yang dapat dilihat dari nilai kekerasan yang terbentuk pada daerah HAZ (Tabel IV). Dapat disimpulkan bahwa pada proses pengelasan spesimen no groove, faktor lebar gap sangat berpengaruh,semakin besar gap maka semakin besar HAZ yang terbentuk.

Variasi Spesimen Lebar HAZ (milimeter) Rata-rata Gap Groove

2 mm No Groove 4,5 Groove 60° 4,5 Groove 75° 5

4 mm No Groove 5,5 Groove 60° 3,75 Groove 75° 6

Variasi Spesimen Dilusi (%) Gap Groove

2 mm No Groove 91,57 Groove 60° 80,04 Groove 75° 75,60

4 mm No Groove 98,40 Groove 60° 91,93 Groove 75° 75,11

Kanan

Kanan

Kanan Kanan

Kanan Kanan

a

c

b

e

d

f

* = Fe

* = Fe

4.3 Analisa Struktur Mikro Gambar 9 Struktur mikro HAZ dengan perbesaran 500x, spesimen

dengan Gap 2 mm (a) No groove;(b) Groove 60°;(c) Groove 75°, dan Gap 4 mm (d) No groove;(e) Groove 60°;(f) Groove 75°

Gambar 10 Struktur mikro weld metal dengan perbesaran 500x,

spesimen dengan Gap 2 mm (a) No groove;(b) Groove 60°;(c) Groove 75°, dan Gap 4 mm (d) No groove;(e) Groove 60°;(f) Groove 75°

Pengujian metalografi dilakukan di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi ITS. Pengamatan yang dilakukan pada struktur mikro dilakukan dengan mengambil gambar pada daerah base metal,HAZ, weld metal dan daerah batas antara HAZ dengan weld metal. Sedangkan struktur mikro daerah HAZ pada pengelasan pada semua variasi ditunjukkan oleh Gambar 9,terlihat bahwa pada semua bagian jumlah perlit meningkat mulai merata. Hal ini akan meningkatkan kekerasan pada daerah itu. Struktur mikro pada weld metal ditunjukkan oleh Gambar 10 secara berurutan ditampilkan dari a hingga f,terlihat juga bahwa jumlah perlit dan ferit hampir seimbang. Hal ini juga akan membuat nilai kekerasannya lebih rendah dari daerah HAZ dan hampir setara dengan kekerasan pada daerah base metal.

4.4 Analisa Rietveld

40 60 8002Theta

Gambar 11 Kurva hasil pengujian XRD AISI 1020 gap 2 mm

dengan variasi (a) No groove; (b) Groove 60°; (c ) Groove 75°

40 60 8002Theta

Gambar 12 Kurva hasil pengujian XRD AISI 1020 gap 4 mm

dengan variasi (a) No groove; (b) Groove 60°; (c ) Groove 75°

Ferrit

a

c

b

d

f

Ferrit

Perlit

Perlit

e

a b

c d

e f

Ferrit Perlit

Ferrit Perlit

*

* * (a)

(b)

(c)

Berdasarkan hasil pengujian difraksi sinar X pada material Baja karbon rendah AISI 1020 hasil pengelasan yang terlihat pada Gambar 11 dan Gambar 12 diperoleh indikasi terbentuknya fasa Fe

Tabel VII Hasil perhitungan regangan dan tegangan sisa yang terdapat pada spesimen AISI 1020

dengan struktur kristal cubic, dengan ICSD Collection Code 76747. Kemudian pengujian XRD dilakukan pada tiap spesimen dengan variasi groove dan gap. Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 11 dan Gambar 12, secara keseluruhan pengujian difraksi menunjukkan pola yang hampir sama. Tabel VI Hasil output dari analisa Rietveld dengan menggunakan

program Rietica

Variasi Spesimen Parameter U

ε σ (GPa) Gap Groove

2 mm No Groove 0.011318 0.021576 6.099473 Groove 60° 0.011941 0.022217 6.280778 Groove 75° 0.021430 0.030355 8.581149

4 mm No Groove 0.030408 0.036416 10.294839 Groove 60° 0.027255 0.034409 9.727437 Groove 75° 0.008916 0.018900 5.343164

Parameter U digunakan untuk menghitung regangan, nilai Us yang digunakan adalah 0,000992. Sehingga nilai regangan dan tegangan sisa dengan variasi groove dan gap dapat dilihat pada Tabel VII. Dari hasil pengamatan hasil yang tertera di Tabel VII dapat dilihat bahwa tegangan sisa yang terjadi pada spesimen no groove dan gap 4 mm yang paling besar dibandingkan yang lain,kemudian diikuti dengan spesimen nomor groove 60° dan gap 4mm, dan bisa dikaitkan dengan variasi yang diambil yaitu tentang groove dan gap, penentuan variasi pada saat akan melakukan cukup mempengaruhi kualitas dari hasil lasan,walaupun bisa dilihat dari Tabel VII kurang signifikan bedanya. Tetapi perlu dilihat juga kevalidan data dari hasil penghalusan dengan melihat Tabel VI.

5) KESIMPULAN Dari penelitian mengenai hasil pengelasan SMAW butt joint bisa diambil kesimpulan,yang disesuaikan dengan tujuan dari penelitian untuk mengetahui pengaruh dari adanya groove dan gap terhadap tegangan sisa dan kekerasan baja AISI 1020 setelah mengalami proses pengelasan SMAW dengan sambungan temu (butt joint),maka: • Nilai kekerasan yang dominan atau paling tinggi

terdapat pada daerah HAZ,dan tren tersebut terjadi di semua spesimen.

• Lebar HAZ berkisar antara 3,75 sampai 6 mm,dan lebar HAZ terkecil terjadi pada spesimen dengan

variasi groove 60° dan gap 4 mm, kemudian untuk yang terbesar terjadi pada spesimen dengan variasi groove 75° dan gap 4 mm.

• Tegangan sisa yang paling kecil terjadi pada spesimen dengan groove 75° dan gap 4 mm.

• Pemilihan groove dan gap yang tepat mempengaruhi besarnya nilai tegangan sisa, lebar daerah HAZ,dan nilai kekerasan pada daerah HAZ.

• Makin besar groove yang ditentukan,maka akan semakin besar daerah HAZ yang terbentuk, semakin tinggi nilai kekerasan pada daerah HAZ, semakin kecil nilai dilusinya sehingga logam las banyak terbentuk dari elektroda, dan membuat rendah nilai tegangan sisa yang ada.

• Makin besar gap yang ditentukan,maka prosentase dilusi akan meningkat, lebar HAZ bertambah, sedikit berpengaruh pada nilai kekerasan pada daerah HAZ dan weld metal, dan berpengaruh terhadap nilai tegangan sisa seiring dengan bentuk groove yang ditentukan.

• Tidak adanya groove pada spesimen yang tebalnya lebih dari 6 mm, memperbesar lebar daerah HAZ,kualitas dari hasil lasan yang tidak layak,nilai tegangan sisa yang tinggi,dan prosentase dilusi yang besar atau dengan kata lain semakin banyak logam induk yang ikut mencair.

Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada Bapak Budi Agung

Kurniawan ST, M.Sc. yang dengan sabar membimbing saya, kepada kedua orang tua tercinta yang tetap dengan sabar menyemangati saya, dan semua teman-teman yang telah membantu dalam pelaksanaan Tugas Akhir ini.

DAFTAR PUSTAKA Arifin, Samsul, 1997. Las Listrik dan Otogen. Jakarta:

Ghalia Indonesia ASME IX, 2000. Qualification Sandard For Welding

and Brazing Procedures, Welders, Brazers, and Welding and Brazing Operators. New York: New York.

Bintoro, Gatot, 2000. Dasar-dasar Pengerjaan Las. Yogyakarta: Kanisus

Caglioti, G.; Paoletti, A.; Ricci, F. P., 1958. Choice of collimators for a crystal spectrometer for neutron diffraction. Nucl. Instr., 3, 223-228.

Lawrence, Van Vlack, 1991. Ilmu Bahan dan Teknologi Bahan. Jakarta:Erlangga

Messler, Robert W, 1999. Principles of Welding: Processes, Physics, Chemistry, and Metallurgy. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Musaikan, 1997. Teknik Las. Surabaya: ITS Pratapa, S. 2004. Prinsip-prinsip dan Implementasi

Metode Rietveld untuk Analisis DataDifraksi. Surabaya.

Variasi Spesimen

R.J. Hill, C.J. Howard, 1987. Journal of Applied Crystallography, vol. 20 (1987) p.467-474.

R Bragg Rp Rwp Rexp X2

Gap Groove

2 mm

No Groove 7.23 20.04 29.83 21.15 2.064 Groove 60° 8.22 24.09 33.44 21.04 2.556 Groove 75° 10.94 27.23 36.06 22.09 2.685

4 mm

No Groove 15.20 43.23 57.71 23.10 6.570 Groove 60° 10.62 31.46 40.24 22.16 3.281 Groove 75° 6.19 16.48 25.97 20.70 1.574

Smallman R.E, dan Bishop R.J. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material. Jakarta: PT Gramedia

Sonawan Hery dan Suratman Rochim. 2004. Pengantar untuk Memahami Proses Pengelasan Logam. Bandung: Alfabeta.

Suharno, 2008. Prinsip-prinsip Teknologi dan Metalurgi Pengelasan Logam. Surakarta: LPP UNS

Suharto, 1991. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Rineka Cipta

Widharto, Sri, 2001. Petunjuk Kerja Las. Jakarta: Pradnya Paramita.

Wiles, Young. 1981. “A new computer program for rietveld analysis of X-ray powder diffraction patterns”. J. Appl. Cryst. 14, 149-151.

Wiryosumarto, Harsono dan Okumura Toshie,1991. Teknologi Pengelasan Logam. Jakarta: Pradnya Paramita

_____, www.efunda.com, 2010