its undergraduate 17160 3307100023 paper

17
KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH PASIR BERMINYAK, LUMPUR BOR DAN TANAH TERKONTAMINASI MINYAK PADA PROSES EKSPLOITASI MINYAK BUMI (STUDI KASUS : PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA) STUDY OF OILY SAND, DRILLING MUD AND OIL CONTAMINATED SOIL WASTES MANAGEMENT ON PETROLEUM EXPLOITATION (CASE STUDY : PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA DURI RIAU) Aisyah Stiyawardani Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111 Email: [email protected] ABSTRAK PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) Duri-Riau bergerak di bidang eksploitasi minyak bumi dimulai dari evaluasi kandungan reservoir hingga proses produksi dari dalam perut bumi. Limbah yang dihasilkan berupa pasir berminyak yang diolah melalui injeksi sumur dalam, kemudian lumpur bor yang diolah melalui CMTF (Centralized Mud Treatment Facility), dan tanah terkontaminasi minyak diolah melalui proses remediasi pada mixing cells kemudian ditimbun pada stock pile. Pada penelitian ini dikaji mengenai kondisi penanganan limbah yang dilakukan dan alternatif teknologi yang dapat digunakan. Analisis kondisi dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder. Data primer berupa uji penurunan polutan air buangan sebelum dan sesudah proses CMTF, kemudian uji TPH dan TCLP pada sludge cake hasil dari pengolahan lumpur bor sebelum dilakukan solidifikasi, serta tanah terkontaminasi minyak yang sudah di remediasi. Data sekunder berupa proses eksplorasi yang menghasilkan limbah, kondisi daerah penelitian dan jumlah timbulan limbah. Berdasarkan hasil penelitian, sludge cake yang dihasilkan memiliki kandungan logam berat yang sangat kecil, yaitu berada dibawah baku mutu Permen ESDM No. 45 Tahun 2006, dan memiliki TPH 0.6 %. Pada proses remediasi tanah terkontaminasi minyak perlu dilakukan waktu 2 bulan untuk mereduksi logam berat dan TPH dari 14% hingga 1,8 %. Sedangkan untuk pasir berminyak sudah cukup efektif dengan melakukan injeksi ke perut bumi dan sesuai dengan Permen LH No. 13 Tahun 2007 dengan jumlah timbulan 13956 m 3 /bulan. Alternatif teknologi untuk penanganan limbah lumpur bor selain dilakukan solidifikasi juga bisa diolah dengan menggunakan injeksi sumur dalam, mengingat jumlah timbulan yang besar yaitu 7165 m 3 /bulan. Selain itu, stock pile sebaiknya dikembangkan menjadi landfill kategori III dengan penambahan sistem pendeteksi kebocoran menggunakan geonet HDPE, dan perbaikan fasilitas lainnya agar penanganan limbah lebih maksimal dan ramah lingkungan. Kata Kunci : limbah pasir berminyak, lumpur bor, dan tanah terkontaminasi minyak. PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) Duri Riau works on petroleum exploitation start from evaluation of reservoir contents then to produce it from the bowels of the earth. Waste that had been produce by PT CPI include oily sand that is processed through injection wells, drilling mud that is processed through CMTF (Centralized Mud Treatment Facility) and oil contaminated soil with remediation process at mixing cells. In this study will be assessed the existing condition of waste management and alternative technologies that could be used. This study used primary and secondary data. Primary data is consist of waste water polllutan reducing at before and after CMTF process. Then TPH and TCLP for sludge cake from the drilling mud processing prior to solidification as well as oil-contaminated soil that have been in the remediation. Secondary data include exploration process that produces waste, the condition of study area and the amount of waste. The result of drilling mud processing based on TCLP test, sludge cake has heavy metal content was below of the quality standar (Permen ESDM No 45 Tahun 2006), and has a 0,6 % of TPH. In the process of remediation oil contaminated soil needs 2 month to reduce heavy metals and TPH from 14% to be 1,8 %. As for oily sand is quite effective by deep well injection and that is accordance with Permen LH no 13 Tahun 2007 with amount of waste 13956 m 3 /month. Suggestion for handling drill mud, besides with solidification also can using deep well injection, because of large amount of waste is 7165 m 3 /month. In addition, stock pile should be landfill category III with addition of a leak detection system using geonet HDPE, and improving other facilities, so the wasting management more efficient and more green. Keywords : Oily sand waste, drilling mud, and oil contaminated soil.

Upload: rarziy

Post on 14-Dec-2014

37 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

file

TRANSCRIPT

Page 1: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

KAJIAN PENGELOLAAN LIMBAH PASIR BERMINYAK, LUMPUR

BOR DAN TANAH TERKONTAMINASI MINYAK PADA PROSES

EKSPLOITASI MINYAK BUMI

(STUDI KASUS : PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA)

STUDY OF OILY SAND, DRILLING MUD AND OIL CONTAMINATED

SOIL WASTES MANAGEMENT ON PETROLEUM EXPLOITATION

(CASE STUDY : PT CHEVRON PACIFIC INDONESIA DURI – RIAU)

Aisyah Stiyawardani

Jurusan Teknik Lingkungan FTSP – ITS

Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111

Email: [email protected]

ABSTRAK PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) Duri-Riau bergerak di bidang eksploitasi minyak bumi dimulai dari

evaluasi kandungan reservoir hingga proses produksi dari dalam perut bumi. Limbah yang dihasilkan berupa

pasir berminyak yang diolah melalui injeksi sumur dalam, kemudian lumpur bor yang diolah melalui CMTF

(Centralized Mud Treatment Facility), dan tanah terkontaminasi minyak diolah melalui proses remediasi pada

mixing cells kemudian ditimbun pada stock pile.

Pada penelitian ini dikaji mengenai kondisi penanganan limbah yang dilakukan dan alternatif teknologi yang

dapat digunakan. Analisis kondisi dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder. Data primer

berupa uji penurunan polutan air buangan sebelum dan sesudah proses CMTF, kemudian uji TPH dan TCLP

pada sludge cake hasil dari pengolahan lumpur bor sebelum dilakukan solidifikasi, serta tanah terkontaminasi

minyak yang sudah di remediasi. Data sekunder berupa proses eksplorasi yang menghasilkan limbah, kondisi

daerah penelitian dan jumlah timbulan limbah.

Berdasarkan hasil penelitian, sludge cake yang dihasilkan memiliki kandungan logam berat yang sangat kecil,

yaitu berada dibawah baku mutu Permen ESDM No. 45 Tahun 2006, dan memiliki TPH 0.6 %. Pada proses

remediasi tanah terkontaminasi minyak perlu dilakukan waktu 2 bulan untuk mereduksi logam berat dan TPH

dari 14% hingga 1,8 %. Sedangkan untuk pasir berminyak sudah cukup efektif dengan melakukan injeksi ke

perut bumi dan sesuai dengan Permen LH No. 13 Tahun 2007 dengan jumlah timbulan 13956 m3/bulan.

Alternatif teknologi untuk penanganan limbah lumpur bor selain dilakukan solidifikasi juga bisa diolah dengan

menggunakan injeksi sumur dalam, mengingat jumlah timbulan yang besar yaitu 7165 m3/bulan. Selain itu, stock

pile sebaiknya dikembangkan menjadi landfill kategori III dengan penambahan sistem pendeteksi kebocoran

menggunakan geonet HDPE, dan perbaikan fasilitas lainnya agar penanganan limbah lebih maksimal dan

ramah lingkungan.

Kata Kunci : limbah pasir berminyak, lumpur bor, dan tanah terkontaminasi minyak.

PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) Duri – Riau works on petroleum exploitation start from evaluation of

reservoir contents then to produce it from the bowels of the earth. Waste that had been produce by PT CPI

include oily sand that is processed through injection wells, drilling mud that is processed through CMTF

(Centralized Mud Treatment Facility) and oil contaminated soil with remediation process at mixing cells.

In this study will be assessed the existing condition of waste management and alternative technologies that could

be used. This study used primary and secondary data. Primary data is consist of waste water polllutan reducing

at before and after CMTF process. Then TPH and TCLP for sludge cake from the drilling mud processing prior

to solidification as well as oil-contaminated soil that have been in the remediation. Secondary data include

exploration process that produces waste, the condition of study area and the amount of waste.

The result of drilling mud processing based on TCLP test, sludge cake has heavy metal content was below of the

quality standar (Permen ESDM No 45 Tahun 2006), and has a 0,6 % of TPH. In the process of remediation oil

contaminated soil needs 2 month to reduce heavy metals and TPH from 14% to be 1,8 %. As for oily sand is quite

effective by deep well injection and that is accordance with Permen LH no 13 Tahun 2007 with amount of waste

13956 m3/month.

Suggestion for handling drill mud, besides with solidification also can using deep well injection, because of large

amount of waste is 7165 m3/month. In addition, stock pile should be landfill category III with addition of a leak

detection system using geonet HDPE, and improving other facilities, so the wasting management more efficient

and more green.

Keywords : Oily sand waste, drilling mud, and oil contaminated soil.

Page 2: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

I. PENDAHULUAN

PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) bergerak di bidang eksploitasi minyak bumi.

Cakupan eksploitasi mulai dari evaluasi kandungan reservoir hingga memproduksinya dari

dalam perut bumi. Produk yang dihasilkan adalah minyak mentah yang akan dipasarkan di

beberapa negara untuk pengolahan lebih lanjut. PT CPI Duri memiliki luas 14052 ha.

Limbah yang dihasilkan berupa limbah gas, padat, dan cair dengan bentuk

penanganannya masing – masing. Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil

eksplorasi produksi minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penyimpanan,

pemrosesan, dan tangki penyimpanan minyak pada kapal laut. Limbah minyak bersifat mudah

terbakar, beracun, dan bersifat korosif. Limbah minyak merupakan bahan berbahaya dan

beracun (B3) karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya yang dapat membahayakan

lingkungan hidup, serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya (Katz dan

Dawston, 1997).

Limbah hasil eksplorasi dan produksi minyak ini termasuk dalam kategori limbah B3

sumber spesifik dalam lampiran I PP no. 85 Tahun 1999 dengan kode D220. Berdasarkan uji

data hasil uji Toxicity Characterization Leaching Procedures (TCLP) yang telah dilakukan

oleh PT CPI maka lumpur pengeboran, fluida berminyak dan tanah terkontaminasi minyak

merupakan salah satu limbah yang tergolong B3. Oleh karena itu, limbah tersebut harus

ditangani sesuai dengan PP no. 85 Tahun 1999, Permen ESDM No. 45 Tahun 2006 tentang

pengelolaan lumpur bor pada kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi, Permen LH No 13

Tahun 2007 tentang injeksi limbah hasil kegiatan eksplorasi minyak bumi, dan Permen LH no

128 Tahun 2003 tentang penanganan tanah terkontaminasi minyak secara biologis.

Ruang lingkup penelitian ini yaitu dilakukan pada perusahaan eksplorasi minyak bumi PT

CPI Duri – Riau meliputi teknologi dan metode penanganan limbah pasir berminyak, lumpur

bor, dan tanah terkontaminasi minyak. Penelitian berlangsung dari bulan Maret hingga April

tahun 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji mengenai kondisi eksisting penanganan

limbah pasir berminyak, limbah lumpur bor serta tanah terkontaminasi minyak, serta

menentukan upaya yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi penanganan limbah.

Tujuan terakhir adalah memberikan alternatif teknologi maupun proses yang dapat digunakan

dalam pengelolaan limbah tersebut.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan pengumpulan data untuk mengetahui kondisi lapangan

sehingga memudahkan dalam pengkajian efektifitas masing – masing teknologi dan metode

yang digunakan. Pengumpulan data meliputi:

a. Data primer

1. Identifikasi sumber limbah B3

Data ini diambil dengan cara menganalisis langsung proses di lapangan sehingga dapat

diketahui proses apa saja yang merupakan sumber limbah B3.

2. Identifikasi jumlah dan karakteristik limbah B3

Data ini diambil dengan cara menganalisis langsung proses di lapangan sehingga

jumlah dan karakteristik limbah B3 yang dihasilkan dapat teridentifikasi.

3. Kondisi pengelolaan limbah pasir berminyak dan tanah terkontaminasi minyak di

lapangan, meliputi teknologi yang digunakan, dan metode pengolahan.

4. Limbah lumpur bor.

Hasil proses solidifikasi menjadi paving block, dilakukan analisis laboratorium,

meliputi :

(1) Uji TCLP

a. Mud cake diambil setelah proses belt filter press dan paving block diambil 1

buah/hari selama 3 hari berturut – turut secara random. Kandungan logam

berat yang diuji meliputi arsen (As), barium (Ba), boron (B), kadmium (Cd),

Page 3: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

chromium (Cr), tembaga (Cu), merkuri (Hg), perak (Ag), serenium (Se), dan

seng (Zn).

b. Pengujian menggunakan Inductively Coupled Plasma (ICP) berdasarkan

metode US EPA 1311 yang dilakukan pada Laboratorium PT CPI Duri.

c. Hasil yang diperoleh bahwa kandungan logam berat pada tanah terkontaminasi

minyak sudah memenuhi baku mutu sesuai dengan lampiran II Permen ESDM

no 45 tahun 2006

(2) Uji kadar total petroleum hidrokarbon (TPH). Pengujian menggunakan metode gas

kromatografi berdasarkan USEPA 8015 B yang dilakukan pada Laboratorium PT

CPI Duri. Prosedur pengujian dapat dilihat pada Lampiran A

(3) Uji Kuat Tekan

a. Diambil secara acak paving block yang akan digunakan di internal PT CPI

sebanyak 5 buah yang mewakili.

b. Uji kuat tekan dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil ITS Surabaya

5. Tanah terkontaminasi minyak

Limbah padat diambil dari mixing cells yang merupakan tempat pengadukan tanah

terkontaminasi minyak. Limbah diambil secara acak dengan 8 titik sampling yang

mewakili kondisi sekitar, kemudian dilakukan analisis laboratorium yang meliputi :

(1) Uji TCLP

a. Kandungan logam berat yang diuji meliputi arsenic (As), barium (Ba), boron

(B), cadmium (Cd), chromium (Cr), tembaga (Cu), merkuri (Hg), perak (Ag),

serenium (Se), dan seng (Zn).

b. Pengujian menggunakan ICP berdasarkan metode USEPA 1311 yang

dilakukan pada Laboratorium PT CPI Duri.

c. Hasil yang diperoleh bahwa kandungan logam berat pada tanah terkontaminasi

minyak sudah memenuhi baku mutu sesuai dengan PP 85 tahun 1999.

(2) Uji kadar total petroleum hidrokarbon (TPH). Pengujian ini menggunakan metode

gas kromatografi berdasarkan US EPA 8015 B yang dilakukan pada Laboratorium

PT CPI Duri.

b. Data sekunder

1. Proses eksplorasi minyak bumi di PT CPI Duri. Proses ini digunakan untuk

mengetahui sumber dari limbah pasir berminyak dan tanah terkontaminasi minyak

yaitu pada proses apa dan dari unit apa saja.

2. Peta daerah penelitian dan data geologi daerah penelitian

3. Jumlah timbulan limbah B3 yang diperoleh dari kantor Waste Management Team

PT CPI Duri.

Evaluasi Kondisi

Evaluasi kondisi ini adalah proses perbandingan perlakuan dilapangan dengan

peraturan yang ada dalam studi literatur yang ada. Dalam hal ini meliputi hal-hal berikut:

1. Pengelolaan tanah terkontaminasi minyak

Pengelolaan limbah B3 di tempat dimaksudkan adalah segala kegiatan yang

berhubungan dengan perlakuan terhadap limbah B3 sebelum dinyatakan layak

lingkungan,yang dilakukan dalam hal ini antara lain adalah:

i. Mixing cells.

Parameter : Kandungan minyak < 5%

ii. Stock pile

Parameter : Kandungan minyak < 1%

2. Pengelolaan limbah pasir berminyak

Pengolahan dan injeksi ini adalah segala kegiatan menghilangkan sifat limbah B3 dari

sifatnya yang berbahaya dan beracun bagi lingkungan menjadi tidak berpengaruh

terhadap lingkungan. Adapun beberapa sub variabel dalam hal ini adalah:

Page 4: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

a. Pengolahan limbah B3, ini adalah upaya dalam menghilangkan sifat limbah B3

yang ada di dalam limbah dengan menggunakan alat atau proses yang telah

direncanakan. Yang termasuk dalam sub variable ini adalah

1) Proses pengangkutan, yaitu mekanisme transportasi dari sumber limbah

hingga ke tempat pengolahan limbah.

Parameter : sesuai dengan mekanisme peraturan yang berlaku.

2) Proses pengolahan, yaitu proses dan alat yang digunakan dalam pengolahan

limbah B3

Parameter : Sesuai dengan Permen LH no. 13 Tahun 2007.

3) Kapasitas pengolahan, yaitu daya tampung dari alat atau proses pengolahan

limbah B3 yang ada.

Parameter : sesuai dengan jumlah timbulan limbah B3 yang ada pada PT

CPI

4) Perlengkapan petugas, yaitu pakaian pengaman atau pakaian kerja untuk

petugas pengolah limbah B3

Parameter : sarung tangan, masker, safety shoes,helm safety, pakaian kerja

5) Pencemaran lingkungan, yaitu akibat yang ditimbulkan dari proses

pengolahan yang berupa pengotor lingkungan

Parameter : fasilitas dan alat pengendali pencemaran.

b. Saat proses injeksi limbah pasir berminyak, perlakuan terhadap hasil

pengolahan limbah B3 yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi.

1) Tempat penginjeksian, yaitu tempat untuk hasil pengolahan pasir

berminyak

Parameter : tersedia tempat khusus untuk hasil pengolahan yang tidak

dapat dimanfaatkan

2) Cara penginjeksian, yaitu perlakuan yang dilakukan untuk memusnahkan

hasil pengolahan limbah B3 yang tidak dapat dimanfaatkan lagi

Parameter : terdapat zona target injeksi khusus sesuai Permen LH 13 tahun

2007.

3. Pengelolaan limbah lumpur pengeboran.

CMTF (Centralized Mud Treatment Facility), Proses pembuatan paving block.

Parameter : Paving block yang dihasilkan harus melewati uji TCLP dan hasilnya tidak

boleh melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh bapedal, memiliki kuat tekan

>10ton/m2

, lolos uji paint filter test.

Setelah melakukan evaluasi kondisi dan analisis teknis diatas didapatkan hasil, yaitu:

1. Sesuai dengan peraturan yang ada

Apabila sesuai dengan peraturan yang ada maka akan dilakukan perbaikan dan

penyempurnaan pengelolaan limbah yang telah ada untuk perencanaan yang akan

datang yang disesuaikan dengan peraturan yang ada

2. Tidak sesuai dengan peraturan yang ada.

Apabila tidak sesuai dengan peraturan yang ada maka akan dilakukan perencanaan

pengelolaan yang sesuai dengan peraturan pengelolaan limbah B3.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Identifikasi Sumber Lumpur Bor

Dalam operasi pengeboran, lumpur dari proses pengeboran diresirkulasikan untuk

proses pengeboran berikutnya. Tidak semua lumpur digunakan kembali untuk proses

pengeboran, ada tahap pra pengolahan untuk memisahkan lumpur yang akan digunakan

kembali. Hasil pra pengolahan lumpur itu yang disebut dengan lumpur bor. Lumpur bor akan

ditampung di kolam, cairan pada kolam akan disedot oleh truk vakum untuk diolah ke CMTF

Page 5: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

(Centralized Mud Treatment Facility), sedangkan padatan yang mengendap didasar kolam

hanya akan ditimbun dalam kolam tersebut.

Limbah yang dihasilkan perbulannya memiliki volume rata – rata sekitar 7165

m3/bulan dan diproses hingga menghasilkan 5423 m

3 sludge cake per bulan. Kemudian

dilakukan solidifikasi yang menghasilkan 13390 paving block/bulan. Paving block tersebut

nantinya digunakan untuk kebutuhan internal PT CPI seperti menghias taman, membuat

trotoar di sekitar perkantoran.

Hasil Identifikasi Karakterisasi Lumpur Bor

Bentuk fisik lumpur bor berwarna abu – abu keruh, kental, dan berbau. Hasil uji kadar

polutan pada lumpur bor dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Kadar Polutan Pada Lumpur Bor

Parameter Unit Kadar Polutan

Baku Mutu *) I II III Rata-rata

pH - 8.74 8.59 8.81 8.71 6.0 – 9.0

TDS mg/L 16820 18640 22110 19190.00 2000

TSS mg/L 8240 7550 6880 7556.67 200

NH3 mg/L 20.4 18.3 18 18.90 1

COD mg/L 2860 2995 2910 2921.67 100

Phenol mg/L 1.79 2.2 1.82 1.94 0.5

Minyak dan Lemak mg/L 88 89 91 89.33 10 *) Baku mutu berdasarkan Kep – 03 / Bapedal / 09 / 1995 pada Tabel 4 tentang baku mutu

limbah cair kegiatan pengelolaan limbah industri B3.

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pH berada di antara 8,7 – 8,9 dan sudah memenuhi

baku mutu. Kadar TDS mencapai 19190 mg/L disebabkan karena kandungan khlorida, sodium

serta ion-in toksik seperti arsen, kadmium, nitrat yang terlarut di dalam air (Susanto, 2011).

Warna abu – abu keruh pada lumpur bor karena memiliki kandungan TSS yang tinggi yaitu

7556,67 mg/L, padahal berdasarkan baku mutu kadar TSS yang diperbolehkan hanya <200

mg/L. Bau menyengat yang timbul disekitar lokasi penampungan sementara limbah

dikarenakan kadar amonia pada lumpur bor ini cukup tinggi yaitu 18,9 mg/L. Kandungan

minyak dan lemak mencapai 89,33 mg/L, karena pada dasarnya lumpur bor ini memang

digunakan untuk membantu mengeluarkan minyak mentah dari sumbernya.

Berdasarkan hasil uji kadar polutan pada lumpur bor, maka dapat dilakukan identifikasi

terhadap limbah lumpur bor sebagai berikut :

1. Limbah lumpur bor termasuk dalam limbah B3 sumber spesifik dalam Lampiran I PP No.

85 tahun 1999 dengan kode limbah D220.

2. Berdasarkan acuan dari USEPA, lumpur bor termasuk limbah exemption (dikecualikan)

dari ketentuan peraturan PP 85/1999. Namun limbah ini tetap harus dikelola dengan baik

agar tidak membahayakan manusia dan lingkungan.

Berdasarkan identifikasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa limbah hasil pengeboran

merupakan limbah B3 Selanjutnya dilakukan pengolahan fisik dan kimia dengan skema proses

pengolahan pada Gambar 2.

Hasil yang diperoleh dari proses CMTF berupa air buangan yang dihasilkan dari

reverse osmosis serta padatan atau sludge cake yang dihasilkan dari belt filter press. Air

buangan ini apabila sudah memenuhi baku mutu maka akan di alirkan ke kanal lingkungan

sekitar. Sedangkan sludge akan disolidifikasi menjadi paving block.

Page 6: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

Gambar 2. Flow Proses Pengolahan Limbah Lumpur Bor

Penurunan Kadar Air Buangan

Setelah proses pengolahan limbah lumpur bor pada Gambar 2 selesai, diperoleh hasil

uji kadar air buangan sebelum dibuang ke kanal. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil Uji Kadar Polutan pada Air Buangan Hasil dari Proses CMTF

Parameter Unit Kadar

Baku Mutu *) I II III Rata-rata

pH - 7.59 7.5 7.44 7.51 6.0 – 9.0

TDS mg/L 942 951 929 940.67 2000.0

TSS mg/L 29 26 22 25.67 200.0

NH3 mg/L 0.21 0.3 0.28 0.26 1.0

COD mg/L 53 55 56 54.67 100.0

Phenol mg/L 0.017 0.02 0.019 0.02 0.5

Minyak dan Lemak mg/L 0.51 0.55 0.52 0.53 10.0

*) Baku mutu berdasarkan Kep – 03 / Bapedal / 09 / 1995 pada Tabel 4 tentang baku mutu

limbah cair kegiatan pengelolaan limbah industri B3.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa kadar polutan limbah sudah berada dibawah baku mutu.

Nilai pH masih tetap berada dalam range baku mutu yaitu siekitar 7,5. TSS menurun dengan

sangat baik sekitar 99% hal tersebut dikarenakan proses multimedia filter. Multimedia filter

mampu mereduksi TSS secara maksimal karena sifat dari media penyaring yang berupa

karbon aktif. Karbon aktif yang digunakan berupa Powdered Activated Carbon (PAC) atau

bubuk yang memiliki ukuran partikel sangat halus. Ukuran partikel karbon mempengaruhi

tingkat adsorbsi, tingkat adsorbsi naik dengan adanya penurunan ukuran partikel (Rahmasari,

2009).

Sedangkan proses reverse osmosis ini mampu memisahkan berbagai partikel, ion,

garam terlarut, substansi organik, substansi koloid dan bakteri dari molekul air, sehingga

diperoleh hasil olahan yang berkualitas tinggi (Alaerts, 1987). Tekanan yang digunakan pada

reverse osmosis ini sebesar 8 kg/cm2. Semakin besar tekanan yang diberikan pada reverse

osmosis maka semakin baik hasil akhir yang diperoleh rata – rata tekana yang biasa digunakan

adalah 2-10 kg/cm2.

Membran reverse osmosis yang digunakan adalah tubular module yang dimasukkan

kedalam tabung rangkaian reverse osmosis. Membran ini dbuat dari berbagai bahan seperti

selulosa asetat (CA), poliamida (PA), poliamida aromatik, polieteramida, polieteramina,

polieterurea, polifelilene oksida, polifenilen bibenzimidazol. Membran ini bekerja maksimal

untuk menurunkan kandungan TDS hingga mencapai 95% (Metcalf dan Eddy, 2004).

Tangki Ekualisasi

Tangki Pengadukan

Cepat I

Tangki Pengadukan

Cepat II

Tangki Pengadukan

Lambat

Tangki Sedimentasi I

Tangki Sedimentasi II

Filter Pasir dan Karbon

Tangki Pengendapan

Multimedia Filter

Tangki KontrolReverse

Osmosis (RO)Tangki Solid

Tangki Thickener

Belt Filter Press

Mesin Batako

Page 7: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

Sedangkan kadar COD yang turun hingga 98% disebabkan karena proses aerasi yang

mensupply oksigen hingga terjadi kontak mikroorganisme yang dapat mendegradasi kadar

polutan pada limbah lumpur bor.

Hasil olahan tersebut sudah dapat digunakan sebagai air proses, akan tetapi untuk

menjadi air minum belum dapat memenuhi persyaratan karena warnanya belum sejernih yang

dipersyaratkan sebagai air minum.

Hasil Karakterisasi Sludge Cake

Sludge cake yang dihasilkan dari proses belt filter press memiliki bentuk selayaknya

lumpur berwarna coklat tua dan masih terdapat kandungan air sekitar 0.2 %. Berdasarkan hasil

uji laboratorium, sludge cake memiliki kandungan TPH 0.6 %, kandungan ini tergolong sangat

kecil. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Untuk mengetahui kandungan logam berat pada

sludge cake dilakukan uji TCLP. Hasil uji dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Hasil Uji Kandungan TPH pada Sludge Cake

Sample ID Rantai Total Petroleum

Hydrocarbon (mg/kg)

Sludge Cake

CMTF

C6 - C9 2

C10 - C14 1025

C15 - C28 3312

C29 - C36 1619

Kadar TPH Keseluruhan 5958

% TPH pada sampel 0.6%

Tabel 4. Hasil Uji TCLP Sludge Cake

No Parameter Unit Kadar

Limit Deteksi Alat Baku mutu *) I II III Rata-rata

1 Arsen mg/l 0.009 0.012 0.0034 0.01 0.003 5.0

2 Barium mg/l 0.35 0.32 0.24 0.34 0.100 100.0

3 Boron mg/l < 0.008 < 0.008 < 0.008 < 0.008 0.008 500.0

4 Kadmium mg/l < 0.002 < 0.002 < 0.002 < 0.002 0.002 1.0

5 Tembaga mg/l < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 0.100 10.0

6 Timbal mg/l < 0.09 < 0.09 < 0.09 < 0.09 0.090 5.0

7 Merkuri mg/l < 0.001 < 0.001 < 0.001 < 0.001 0.001 0.2

8 Selenium mg/l < 0.02 < 0.02 < 0.02 < 0.02 0.020 1.0

9 Perak mg/l < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 0.100 5.0

10 Seng mg/l < 0.2 < 0.2 < 0.2 < 0.2 0.200 50.0

*) Baku mutu berdasarkan Permen ESDM No 45 Tahun 2006 pada Lampiran II tentang baku mutu TCLP logam

berat limbah lumpur bor.

Berdasarkan hasil uji TCLP yang telah dilakukan, diketahui bahwa hasil pengolahan

lumpur bor masih mengandung beberapa unsur logam berat seperti boron (B), kadmium (Cd),

tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), selenium (Se), perak (Ag), serta seng (Zn) dengan

konsentrasi-konsentrasi tersebut berada dalam kadar yang sangat rendah bahkan dibawah

detection limit dari alat tersebut. Sedangkan untuk kadar arsen (As) dan barium (Ba) terdeteksi

sangat sangat jauh di bawah baku mutu yaitu 0.01 mg/L dan 0.34 mg/L.

Oleh karena itu proses yang terjadi pada CMTF hingga dihasilkan sludge cake cukup

baik untuk mereduksi logam berat yang terdapat dalam lumpur bor. Hal yang utama

menyebabkan penurunan kadar logam berat tersebut adalah pada proses filtrasi hingga reverse

osmosis.

Tahap selanjutnya adalah melakukan solidifikasi sludge cake menjadi paving block.

Namun sebelum dilakukan solidifikasi, sludge cake terlebih dahulu dijemur sekitar 2 – 3 hari di

tempat penampungan sementara. Apabila sudah agak kering maka dilakukan pencampuran

dengan pasir dan semen untuk dibuat paving block. Perbandingan pencampuran semen, sludge

cake dan pasir adalah 2 : 1 : 1, misalnya 2 kg semen dicampur dengan 1 kg sludge cake dan 1 kg

Page 8: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

5.5 cm

10 cm

11

.5 cm

pasir. Proses solidifikasi sludge cake dilakukan oleh PT CPI sebagai upaya pemanfaatan limbah

agar tidak membuang ke lingkungan. Paving block yang dibuat berbentuk tiga segi enam seperti

pada Gambar 1.

Gambar 1. Sketsa Paving block Tiga Segi Enam

Paving block digunakan oleh internal PT CPI untuk menghias taman maupun sebagai

trotoar di perkantoran. Berdasarkan Kep – 03 / Bapedal /09 / 1995 bahwa persyaratan terhadap

hasil olahan solidifikasi dan stabilisasi limbah B3 harus dilakukan uji TCLP, uji kuat tekan

(compressive strength), dan uji paint filter. Adapun hasil pengujian adalah sebagai berikut :

a. Uji Toxicity Characteristik Leaching Prosedure (TCLP)

Untuk hasil uji TCLP selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Uji TCLP Solidifikasi Lumpur Bor

No Parameter Unit

Kadar Limit Deteksi

Alat

Baku mutu

*) I II III

Rata-

rata

1 Arsen mg/l 0.0031 0.0040 0.0030 0.0034 0.003 5.0

2 Barium mg/l 0.1200 0.2100 0.1000 0.1433 0.100 100.0

3 Boron mg/l < 0.008 < 0.008 < 0.008 < 0.008 0.008 500.0

4 Kadmium mg/l < 0.002 < 0.002 < 0.002 < 0.002 0.002 1.0

5 Tembaga mg/l < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 0.100 10.0

6 Timbal mg/l < 0.09 < 0.09 < 0.09 < 0.09 0.090 5.0

7 Merkuri mg/l < 0.001 < 0.001 < 0.001 < 0.001 0.001 0.2

8 Selenium mg/l < 0.02 < 0.02 < 0.02 < 0.02 0.020 1.0

9 Perak mg/l < 0.1 < 0.1 < 0.1 < 0.1 0.100 5.0

10 Seng mg/l < 0.2 < 0.2 < 0.2 < 0.2 0.200 50.0

*) Baku mutu berdasarkan Permen ESDM No 45 Tahun 2006 pada Lampiran II tentang baku mutu TCLP logam

berat limbah lumpur bor.

Apabila Tabel 5 dibandingkan dengan Tabel 4, diketahui bahwa solidifikasi sludge cake

menggunakan pasir dan semen mampu mengikat kandungan logam berat (Trihadiningrum,

2000). Sebagai contoh yaitu kadar arsen pada sludge cake adalah 0.01 mg/L, setelah dilakukan

solidifikasi maka hasilnya menurun menjadi 0.0034 mg/L. Kemudian kandungan barium pada

sludge cake adalah 0.34 mg/L, setelah dilakukan solidifikasi maka hasilnya menurun menjadi

0.1433 mg/L. Penurunan konsentrasi arsen dan barium pada paving block adalah sebesar 66 %

dan 58%. Sehingga solidifikasi sludge cake dengan pasir dan semen cukup baik dilakukan untuk

mereduksi kandungan logam berat.

Berdasarkan uji kandungan logam berat pada sludge cake, diketahui bahwa terdapat

kandungan B3 yang sangat kecil. Dengan hal tersebut maka ada beberapa hal positif yang dapat

diambil. Hal tersebut adalah teknik penimbunan atau pembuangan tidak perlu seketat tata cara

B3, sehingga biaya untuk penimbunan bisa diminimisasi, maka nilai ekonomis bagi perusahaan

dapat bertambah. Oleh karena itu, penting untuk dikaji kembali mengenai Peraturan Menteri

ESDM No 45 Tahun 2006 dalam pengolahan limbah lumpur bor yang sudah memiliki

kandungan logam berat yang sangat rendah.

b. Uji Kuat Tekan (Compressive Strenghth)

Sampel yang diuji kuat tekannya adalah paving block yg akan dipakai pada internal PT

CPI yaitu dengan komposisi pasir : sludge cake : semen adalah 2 : 1 : 1.

Page 9: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

Tabel 6. Hasil Uji Kuat Tekan

No. Nama

Sampel

Berat Sampel Luas Permukaan Kuat Tekan Kuat Tekan Kuat Tekan

(Kg) cm2 (ton) Kg/cm

2 Ton/m

2

1 A1 3.1 255 73.8 289.4 28.94

2 A2 3.08 255 77.2 302.75 30.275

3 A3 2.915 255 57.6 225.9 22.59

4 A4 2.895 255 53.4 209.4 20.94

5 A5 2.8 255 36.4 143.5 14.35

Berdasarkan Kep – 03 / Bapedal / 09 / 1995 bahwa hasil stabilisasi harus mempunyai

nilai tekanan minimum sebesar 10 ton/m2. Oleh karena itu berdasarkan hasil uji pada Tabel 6

menunjukkan bahwa paving block yang dihasilkan pada proses solidifikasi pada CMTF ini

sudah memiliki kuat tekan yang cukup baik yaitu >14.35 ton/m2, sehingga kandungan minyak

sebesar 0.6% yang ada pada sludge cake tidak mempengaruhi kualitas dari paving block

tersebut.

c. Uji Paint Filter

Uji paint filter ini digunakan untuk mengetahui apakah ada cairan bebas setelah

dilakukan proses solidifikasi limbah lumpur bor atau tidak, jika masih terdapat cairan bebas

maka paving block tersebut dinyatakan tidak layak untuk digunakan. Berikut ini adalah data uji

paint filter yang dilakukan pada tanggal 12 April 2011 dengan metode uji menggunakan USEPA

9095 b :

Tabel 7. Hasil Uji Paint Filter

No Nama Sampel Berat Sampel (gr) Waktu Mulai Filter Waktu Akhir Filter Cairan Bebas

1 A1 100 gr 11.05 11.10 Tidak ada

2 A2 100 gr 11.12 11.17 Tidak ada

3 A3 100 gr 11.20 11.25 Tidak ada

4 A4 100 gr 11.47 11.52 Tidak ada

5 A5 100 gr 12.00 12.05 Tidak ada

Dengan tidak adanya cairan bebas yang mengalir pada ke 5 sampel, maka pada hasil

solidifikasi ini dinyatakan lolos uji paint filter.

Berdasarkan uji TCLP, uji kuat tekan, dan uji paint filter yang sudah dilakukan dan

memiliki hasil yang sesuai dengan ketentuan Kep – 03 / Bapedal / 09 / 1995 maka dapat

disimpulkan bahwa solidifikasi / stabilisasi limbah lumpur bor dinyatakan layak digunakan

sebagai hiasan pada taman – taman maupun trotoar untuk halaman perkantoran di internal PT

CPI. Serta proses CMTF hingga solidifikasi limbah ini sudah memenuhi standar pengolahan

sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM No 45 Tahun 2006 yaitu melakukan pengolahan limbah

lumpur bor hingga dilakukan pemisahan yang menghasilkan sludge dan air buangan. Untuk

sludge dilakukan pemanfaatan berupa solidifikasi menjadi paving block. Sedangkan untuk air

buangan akan dibuang ke lingkungan setelah memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan.

Alternatif Teknologi yang Dapat Digunakan

Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No 45 Tahun 2006, untuk limbah lumpur bor ini

dapat dibuang dengan menginjeksikan limbah ke formasi perut bumi atau injeksi sumur dalam.

Terdapat beberapa kelemahan dan kelebihan dari metode ini, yaitu :

Kelebihan:

- PT CPI telah mengaplikasikan metode injeksi ini untuk limbah pasir berminyak,

sehingga dari segi formasi perut bumi sudah memenuhi.

- Metode ini baik untuk jumlah limbah yang cukup besar, dalam hal ini lumpur bor yang

dihasilkan per bulan sekitar 7165 m3/bulan.

Kelemahan:

- Perlu dilakukan pengkajian lebih dalam untuk efektifitas injeksi limbah lumpur bor.

- Metode ini membutuhkan biaya dan teknologi yang sangat tinggi.

Page 10: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

- Monitoring pasca injeksi limbah ke formasi perut bumi perlu dilakukan secara terus

menerus dalam jangka waktu yang sangat panjang.

Pengolahan Tanah Terkontaminasi Minyak

Pengolahan yang dilakukan terdiri dari 2 tahap yaitu mixing cells dan stock pile, untuk

penjelasan kedua tahap tersebut adalah sebagai berikut :

1) Mixing Cells

Mixing cells jika ditinjau dari mekanisme kerjanya merupakan aplikasi kombinasi dari

teknik landfarming dan remediasi konvensional. Mixing cells terdiri dari 4 buah cell yang

masing-masing seluas 4000 m2, dengan kapasitas tampung sekitar 2000 m3/bulan. Mekanisme

kerja mixing cells secara umum adalah dengan cara mencampurkan tanah dari cadangan

stockpile sebelumnya yang memiliki TPH sudah <5%, dengan cara mengaduk tanah tersebut

dengan tanah yang sudah terkontaminasi minyak. Lokasi mixing cells yang digunakan telah

mendapat izin beroperasi dari KLH.

Proses pengadukan tanah di mixing cells menggunakan alat berat yaitu buldozer,

dengan mekanisme sebagai berikut :

Tanah terkontaminasi yang baru datang dari berbagai sumber, dicampur dengan tanah

dari stock pile dan dibalikkan di dalam mixing cells setiap hari hingga kapasitas mixing

cells penuh.

Ketika mixing cells telah penuh, frekuensi pengadukan menjadi lebih jarang yaitu setiap 2

minggu.

Lama waktu tunggu hingga mencapai TPH <5% biasanya membutuhkan waktu

kurang lebih 2 bulan terhitung dari proses pencampuran minyak tersebut dengan tanah.

Pada mixing cells tidak diterapkan metode bioremediasi karena karakteristik minyak

di Duri tidak memungkinkan untuk didegradasi oleh bakteri. Hingga saat ini belum ditemukan

spesies bakteri yang mampu mendegradasi rantai karbon senyawa minyak dengan karakteristik

minyak berat. Metode remediasi ini masih dianggap sebagai metode yang paling berhasil

karena indeks TPH yang selalu berada di bawah 5%.

Untuk uji kadar Total Petroleum Hydrocarbon dilakukan di Technical Support

Laboratory PT CPI dengan hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 8

Tabel 8. Hasil Pengukuran TPH pada Mixing Cells

Sample Rantai Total Petroleum Hydrocarbon (mg/kg)

Tanah yang sudah

diolah pada

mixing cells

C6 - C9 2

C10 - C14 1343

C15 - C28 11439

C29 - C36 5319

Kadar TPH Keseluruhan 18103

% TPH pada sampel 1.8%

Pengukuran tersebut dilakukan pada cell yang secara kasat mata telah terlihat matang.

Waktu rata-rata yang dibutuhkan sekitar 2 bulan untuk mencapai baku mutu syaratkan yaitu

kadar TPH dibawah 5%. Dibutuhkan waktu 2 bulan karena pada proses ini tidak menggunakan

bakteri khusus seperti bioremediasi, melainkan hanya mengkontakkan hidrokarbon dengan

udara hingga menghasilkan CO2 dan bakteri pada tanah yang terbentuk dengan sendirinya

mendegradasi polutan yang terdapat pada tanah. Kemudian kandungan logam berat tereduksi

seiring terbentuknya lindi akibat proses remediasi tanah.

Maka berdasarkan hasil uji pada Tabel 8 kandungan tanah yang berada pada mixing

cells sudah memenuhi permit yang diizinkan oleh KLH no B-8790/Dep.IV–4/LH/12/2009 .

Berdasarkan hasil uji yang menyatakan bahwa kadar TPH sudah mencapai 1,8%.

Oleh karena itu tujuan dari pencampuran dengan tanah stock pile agar porositas tanah yang

terkontaminasi minyak berat menjadi lebih besar sudah tercapai. Porositas yang lebih besar

mempermudah udara (oksigen) bersirkulasi di antara pori-pori tanah tersebut. Hal ini akan

membantu proses oksidasi hidrokarbon ke udara untuk membentuk CO2. Pencampuran

Page 11: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

tersebut didukung dengan proses pembalikkan/pengadukan dengan bulldozer agar pengeringan

lebih merata. Semakin banyak dan cepat CO2 yang teroksidasi ke udara maka proses akan

lebih cepat, begitu juga sebaliknya.

Kemudian diuji juga kandungan logam berat pada soil yang sudah memiliki kadar

TPH 1,8 % tersebut. Hasil uji TCLP dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil Uji TCLP Tanah Hasil Remediasi No Parameter Unit Hasil Uji Limit Deteksi Alat Baku mutu *)

1 Arsen mg/l 0.012 0.003 5.0

2 Barium mg/l 0.23 0.100 150.0

3 Boron mg/l 0.018 0.008 500.0

4 Kadmium mg/l < 0.002 0.002 1.0

5 Tembaga mg/l < 0.1 0.100 10.0

6 Timbal mg/l < 0.09 0.090 5.0

7 Merkuri mg/l < 0.001 0.001 0.2

8 Selenium mg/l < 0.02 0.020 1.0

9 Perak mg/l < 0.1 0.100 5.0

10 Seng mg/l 0.21 0.200 50.0

*) Baku mutu berdasarkan KepmenLH no 128 Tahun 2003 pada Tabel 2 Tentang

Persyaratan Nilai Akhir Hasil Pengolahan Minyak Bumi Secara Biologis.

Dapat dilihat pada hasil uji TCLP ini bahwa kandungan logam berat yang ada pada

minyak berat sudah tereduksi melalui penguapan hidrokarbon dan logam berat secara alami

dengan pembalikan atau pengadukan tanah yang kontinyu dilakukan selama kurang lebih 2

bulan. Untuk itu tanah hasil dari mixing cells yang akan dimasukkan ke stock pile sudah tidak

tergolong limbah B3, namun untuk memaksimalkan hasil tanah tersebut maka perlu dilakukan

penjemuran pada stock pile. Tanah ini nantinya bisa digunakan sebagai tanah urug.

Untuk mengetahui apakah mixing cells telah sesuai dengan perudangan yang berlaku

maka perlu dilakukan analisis teknis. Dalam hal pengolahan tanah terkontaminasi minyak

menggunakan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 128 Tahun 2003

Tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak bumi dan Tanah

Terkontaminasi Oleh Minyak Bumi Secara Biologis.

2) Analisis Teknis Stock Pile Menjadi Landfill Kategori III

Stock pile adalah istilah yang diberikan untuk metode penyimpanan bagi tanah hasil

olahan pada mixing cells. Dan akan direncanakan untuk menampung sludge cake pada proses

CMTF untuk limbah lumpur bor yang telah dinyatakan memenuhi terhadap baku mutu yang

ada. Konsep dasar disini seperti landfill untuk menimbun tanah hasil olahan dengan membuat

saluran drainase di sekeliling timbunan. Guna drainase tersebut adalah untuk mengalirkan

leachete dari stockpile, sehingga bisa terus dimonitor apakah masih ada parameter yang

mungkin tanpa sengaja masih tertinggal (belum terolah).

Luas area stockpile adalah 80.910 m2 dan perbedaan ketinggian 20 m (minimum) dan

32 m (maksimum). Di bawah stockpile struktur tanah ketebalan natural impermeable clay-

nya adalah 15 m atau lebih, dengan tingkat permeabilitas 5.3x10-7

hingga 2.0x10-8

cm/detik.

Dalam hal ini karakteristik tanah di Duri field sebagai lapisan dasar landfill kategori III sudah

memenuhi. Karena syarat yang diperbolehkan adalah memiliki permeabilitas minimum 1 x

10-7

cm/detik, dan minimum tebal clay sebagai lapisan adalah 15-20 cm.

Pada kriteria desain harus dilakukan kompaksi atau pemadatan menggunakan alat

berat berupa compactor saat limbah dimasukkan ke landfill, hal ini sudah dilakukan pada

stock pile seperti yang terlihat pada dengan tujuan untuk menambah kuat tekan dari landfill

dan mempercepat proses stabilisasi pada landfill. Apabila tidak dilakukan kompaksi mungkin

Page 12: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

akan menimbulkan debu karena dengan mudah tanah tersebut terbang apabila terhembus oleh

angin.

Sistem drainase sudah cukup baik karena sudah mempertimbangkan kondisi curah

hujan yang memiliki rata – rata 200 mm/hari. Drainase ini dibuat untuk mengalirkan air hujan

berdasarkan gravitasi sesuai kondisi geologisnya. Untuk memperkecil kadar polutan limbah

pada tempat akhir untuk pentaatan maka saluran dibuat agak panjang sekitar 321 m, dan

terbukti efektif untuk mengurangi kadar polutan yang tergabung pada air limbah.

Pipa vacuum yang ada pada saluran drainase berguna untuk menghambat minyak

yang akan mengalir ke lingkungan yang kemudian minyak yang sudah mengambang di sedot

dengan vacuum truck.

Sistem pengumpulan lindi yang berfungsi untuk mengumpulkan lindi yang terbentuk

dan mencegah agar lindi tidak menerobos liner untuk masuk ke lapisan tanah dibawahnya.

Pada Stock Pile belum terdapat pipa pengumpulan lindi yang mengalirkan ke bak penampung

lindi, bak ini di desain sesuai dengan gravitasi. Bak yang ada memiliki p x l = 80 cm x 80 cm,

dengan kedalaman 60 cm. Bak penampung lindi sebanyak 4 buah. Untuk segi kedalaman

pengumpul lindi sudah memenuhi persyaratan yang dimiliki oleh EPA yaitu 30 – 60 cm. Pipa

penyalur lindi tersebut dibutuhkan untuk mengontrol pergerakan lindi dan agar terfokus

dalam memonitornya.

Pada Stock Pile ini belum terdapat sistem pendeteksi kebocoran berupa geonet HDPE

atau berupa tanah setebal 30 cm dengan konduktivitas hidrauliknya sebesar 1 x 10-2

cm/detik.

Sistem pendeteksi kebocoran ini perlu dirancang dengan kemiringan tertentu adar aliran lindi

saat menuju ke bak penampung lindi mengalir melalui pipa yang dipasang pada lapisan

geonet. Kondisi yang ada pada saat ini stock pile mengalirkan lindinya dengan menggunakan

gravitasi sesuai dengan kondisi geologis area disekitar stock pile.

Berdasarkan ijin yang diberikan oleh Kementrian Lingkungan hidup B-

8748/Dep.IV/LH/12/2006, persyaratan tanah yang boleh masuk kedalam stock pile adalah

tanah terkontaminasi dengan kadar TPH dibawah 5%, dengan volume maksimum yang

diijinkan adalah sebesar 1.515.000 m3. Hingga saat ini telah terisi 1.200.000 m

3.

Untuk penggunaan stock pile ini yang lahannya semakin terbatas maka dapat

diperkirakan umurnya, yaitu dengan perhitungan sebagai berikut :

Tanah yang masuk ke stock pile dari mixing cells

= 1600 m3/bulan

Lahan sisa pada stock pile = 315000 m3

Maka, sisa waktu penggunaan lahan

= 315000 m3 : 1600 m

3/bulan

=196.875 bulan = 197 bulan = 16.4 tahun

Namun apabila rencana awal dengan memasukkan hasil pengolahan lumpur bor yang

sudah memenuhi uji TCLP maka sisa waktu penggunaan lahan akan berkulang dengan

bertambahnya volume limbah yang masuk, yaitu :

Tanah yang masuk ke stock pile dari CMTF

= 5423 m3/bulan

Total tanah yang masuk:

= 1600 m3/bulan + 5423 m

3/bulan

= 7023 m3/bulan

Maka, sisa waktu penggunaan lahan

= 315000 m3 : 7023 m

3/bulan

=44.85 bulan = 45 bulan = 3.7 tahun

Berdasarkan sisa umur yang ada, apabila stock pile akan diubah menjadi landfill

kategori III dan tanah yang masuk tidak hanya dari mixing cells melainkan juga dari CMTF

maka lebih baik untuk melakukan redesain dilahan yang baru. Lahan yang diperlukan untuk

periode penggunaal lahan 10 tahun adalah :

= 7023 m3/bulan x 120 bulan(10 tahun)

Page 13: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

= 842760 m3

Untuk ketinggian topografi rata – rata = 12 m

Maka luas lahan yang diperlukan :

= 842760 m3 : 12 m

= 70230 m2

= 7 hektar

Alternatif Teknologi yang Dapat Digunakan

Berdasarkan analisis di lapangan terdapat beberapa tumbuhan yang dapat tumbuh subur

di sekitar lokasi mixing cells. Hal tersebut memungkinkan untuk dilakukannya teknik

fitoremediasi dalam mereduksi polutan yang terdapat pada tanah terkontaminasi minyak.

Menurut Maulana, 2010 fitoremediasi (phytoremediation) merupakan suatu sistim

dimana tanaman tertentu yang bekerjasama dengan micro-organisme dalam media (tanah, koral

dan air) yang dapat mengubah zat kontaminan menjadi kurang atau tidak berbahaya. Proses

dalam sistim ini berlangsung secara alami dengan beberapa tahap proses secara serial yang

dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya.

Berdasarkan kadar polutan arsen yang cukup besar maka dapat digunakan tumbuhan

paku – pakuan seperti Pteris vittata (Gambar 3) dan paku perak atau dengan nama ilmiahnya

Pityrogramma calomelanos (Gambar 4) yang mampu menyerap lebih dari 10.000 ppm As di

pucuk tanaman.

Gambar 3. Pteris vittata Gambar 4. Pityrogramma calomelanos

Tanaman sengon (Paraserianthes falctaria L Nielsen) menyerap kandungan minyak

hingga 51,23% dan kandungan logam berat Cd, Cr, Pb, Cu, Zn dan Ni masing – masing sebesar

30,2%, 2,5%, 32,6%, 71,9%, 62,8% dan 47,09%. Maka tumbuhan tersebut bisa menjadi

alternatif untuk fitoremediasi tanah terkontaminasi minyak di Duri Field.

Fitoremediasi memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan jika dibandingkan dengan

metode konvensional lain untuk menanggulangi masalah pencemaran, yaitu :

Keunggulan : a. Biaya operasional relatif murah

b. Tanaman bisa dengan mudah dikontrol pertumbuhannya.

c. Memelihara keadaan alami lingkungan

Kelemahan :

a. Membutuhkan waktu yang lama dalam tiap prosesnya

b. Memungkinan akibat yang timbul bila tanaman yang telah menyerap polutan tersebut

dikonsumsi oleh hewan dan serangga. Dampak negatif yang dikhawatirkan adalah

terjadinya keracunan bahkan kematian pada hewan dan serangga atau terjadinya

akumulasi logam pada predator-predator jika mengosumsi tanaman yang telah digunakan

dalam proses fitoremediasi.

Limbah Pasir Berminyak

Hasil Identifikasi Sumber dan Karakterisasi Limbah

Limbah pasir berminyak diolah pada fasilitas SMF (Sand Management Facility).

Limbah yang masuk ke dalam SMF adalah padatan dan cairan berminyak yang berasal dari

CGS (Central Gathering Station). Apabila terjadi tumpahan di area berpasir juga akan

ditangani di unit pengolahan ini. Adapun sumber limbah lain yaitu limbah yang bersifat tidak

terencana seperti terjadinya tumpahan minyak atau oil sludge hasil proses pembersihan tank

Page 14: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

yang telah diekstrak minyaknya. Limbah produk samping operasi lapangan minyak Duri yang

dibuang melalui fasilitas SMF sebagai berikut:

1. Pasir berminyak, yang dihasilkan fasilitas sand plant di CGS merupakan limbah utama

yang akan ditempatkan pada formasi batuan terpilih.

2. Cairan kental berminyak (Oily Viscous Fluid) merupakan minyak yang gagal diproduksi

sehingga menjadi limbah. Kemudian ditempatkan pada kolam di CGS sebagai pembantu

untuk mendapatkan viskositas slurry yang optimum untuk meningkatkan efisiensi

penginjeksian. Namun, cairan kental berminyak ini tidak selalu diinjeksikan secara rutin

seperti halnya limbah pasir berminyak, sebab hanya digunakan sebagai cadangan limbah

saja apabila debit limbah yang akan diinjeksikan ≤ 700 m3.

3. Campuran pasir berminyak dan OVF dengan viskositas dan komposisi yang bervariasi dari

fasilitas di Duri Field dan Green Hole (tempat pencucian truk dan alat – alat yang

berkaitan dengan limbah.

Tabel 10. Hasil Karakterisasi Limbah yang Masuk ke Sand Management Facility (SMF) Tempat Penyimpanan

Limbah Tipe Limbah Keterangan

Tangki Oil Viscous Fluid

(OVF) Konsentrasi OVF 0 - 25%

Densitas: 850 – 950 kg/m3

Viskositas : < 1,500 cp

TSS : < 10%

Material yang masuk

dalam SMF

Densitas OVF

<1,150 kg/m3

Viskositas rendah

Konsentrasi 0-25%

Densitas: 850 – 950 kg/m3

Viskositas: < 500 cp

TSS : < 10%

Viskositas sedang

Konsentrasi 15-25%

Densitas 850 – 1,000 kg/m3

Viskositas: < 500-1,500 cp

TSS : < 10%

Viskositas tinggi

Konsentrasi 0-15%

Densitas: 1,000 – 1,150 kg/m3

Viskositas: < 1,500-3,000 cp

TSS : < 10%

Densitas OVF

>1,150 kg/m3

Sand Slurry

Konsentrasi 0-25%

Densitas: 1,150 – 1,300 kg/m3

Viskositas : < 500-1,500 cp

TSS : 10-40%

Waxy Sand

Konsentrasi 0-5%

Densitas: 1,300 – 1,600 kg/m3

Viskositas: > 3,000 cp

TSS : 10-40%

Material yang masuk

dalam SMF

Dari fasilitas Sand Plant CGS

Konsentrasi 5-20% Densitas diatas 1,600 kg/m

3

Kadar injeksi limbah 20% OVF, 5% Sand Slurry dan 75%

air terproduksi -

Sumber : Waste Management Team PT CPI, 2011

Jumlah limbah yang masuk pada proses SMF ini sebesar 13956 m3

per bulan atau

sekitar 465 m3

per hari. Adapun klasifikasi limbah yang masuk ke Kolam SMF hingga limbah

yang diinjeksikan dapat dilihat pada Tabel 10.

Analisis Teknis

Analisis teknis mengacu pada Permen LH No 13 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan

Tata Cara Pengelolaan Limbah Bagi Usaha Minyak, Gas dan Panas Bumi dengan Cara Injeksi.

Oleh karena itu hal – hal yang perlu diperhatikan untuk kesesuaian dengan peraturan yang

berlaku adalah sebagai berikut:

a. Zona Target Injeksi

Pada operasi penginjeksian limbah pasir berminyak pada SMF, zona target yang

ditentukan sebagai tempat limbah diinjeksikan yaitu pada Zona Manggala dengan kedalaman

450 – hingga 480 m dapat dilihat pada Gambar 5. Dalam hal ini, zona tersebut dipilih karena

lapisannya memiliki permeabilitas tinggi agar tidak mencemari daerah muka air tanah Selain

itu, lapisan tersebut juga merupakan lapisan yang jauh dari lapisan minyak, sehingga tidak

mempengaruhi proses produksi dan kualitas minyak yang dieksplorasi.

Page 15: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

Lapisan Manggala juga memiliki volume yang lebih besar dibanding lapisan

Pematang, meskipun Pematang berada lebih bawah dibanding lapisan Menggala. Namun dari

segi efisiensi dan perijinan akan lebih mudah bila limbah pasir berminyak tersebut

diinjeksikan ke lapisan Manggala.

Zona target juga memenuhi kriteria-kriteria untuk mencegah terjadinya hal-hal yang

tidak diinginkan. Beberapa kriteria zona target yang harus dipenuhi adalah :

Formasi pada zona target adalah pasir yang tebal sehingga tidak mudah terkonsolidasi

Memiliki permeabilitas dan porositas yang tinggi sehingga limbah mudah untuk

memasuki celah-celah pasir.

Sementara itu Zona Pematang tidak cocok dijadikan zona target, karena meskipun lebih

dalam namun tidak memenuhi kriteria di atas. Sifatnya yang lebih impermeable akan

memberikan tekanan balik vertikal yang akan terjadi apabila dipaksakan.

Gambar 5 Zona Target Injeksi

Maka, dalam hal zona target injeksi, Zona Manggala merupaka zona yang paling tepat

untuk membuang limbah dengan karakter sesuai dengan Permen LH no 13 Tahun 2007.

b. Monitoring

Pemantauan debit injeksi harus dilakukan paling sedikit 1 kali dalam 2 minggu, namun

pada SMF ini dilakukan setiap hari. Debit injeksi setiap harinya minimal harus 500 m3 sesuai

dengan perijinan.

Untuk memantau pergerakan limbah secara kontinyu agar tidak bergerak secara

vertical menggunakan oxygen Activation (OA) Logs. Pemantauan ini dilakukan 1 kali 3 bulan.

Kualitas air tanah selalu dipantau melalui sistem monitoring air tanah, baik oleh pihak

PT CPI maupun pihak ketiga (ALS Laboratory). Hal tersebut dilakukan untuk memantau

kondisi air tanah pada daerah disekitar proses injeksi dilakukan. Sampai saat ini, sistem

pengelolaan limbah pasir berminyak yang diinjeksikan ke lapisan bumi masih aman untuk

dioperasikan.

Frekuensi pemantauan dilakukan 1 minggu sekali.

Hal – hal yang dilakukan pada kondisi lapangan telah sesuai dengan Peraturan Menteri

Lingkungan Hidup No 13 Tahun 2007. Maka proses pembuangan limbah pasir berminyak ini

sangat layak untuk dilakukan.

Page 16: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

Metode lain yang dianggap tepat hingga saat ini adalah menggunakan deep well

injection atau teknik sumur dalam. Hal ini mengingat limbah yang dihasilkan dalam jumlah

yang sangat banyak dan mengandung logam berat yang besar.

IV. REKOMENDASI

Berdasarkan kajian kondisi eksisting pengolahan lumpur bor, tanah terkontaminasi minyak

dan limbah pasir berminyak, maka diperoleh beberapa rekomendasi, yaitu :

1. Mempertimbangkan alternatif teknologi berupa injeksi sumur dalam terhadap limbah

lumpur bor.

2. Mengupgrade stock pile menjadi landfill kategori III agar pembuangan hasil tanah dari

mixing cells lebih sempurna.

3. Perbaikan yang dilakukan apabila stock pile dijadikan sebagai landfill kategori III adalah:

a. Membuat system pendeteksi kebocoran menggunakan geonet HDPE dengan

konduktivitas hidraulik 1 x 10-2

cm/detik.

b. Memperbaiki sistem pengumpulan lindi agar aliran lindi menuju ke bak

penampung menjadi sempurna.

c. Menambah lapisan pelindung di atas sistem penyaluran lindi setebal 30 cm.

Pelindung diambil dari tanah setempat untuk mencegah kerusakan kmponen

pelapis dasar selama operasi landfill.

V. KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:

1. Kondisi penanganan limbah B3oleh PT CPI adalah sebagai berikut :

a. Penanganan limbah lumpur bor di stabilisasi dan solidifikasi menjadi batako.

Batako digunakan di internal PT CPI untuk keperluan taman maupun trotoar di

perkantoran.

b. Pengolahan tanah terkontaminasi minyak dengan memasukkan ke dalam mixing

cells dan dilakukan pengadukan. Pengadukan dilakukan ± 2 bulan tergantung

cuaca dan tingkat kematangan tanah. Setelah hasil pada mixing cells sudah baik,

maka dilakukan penjemuran pada stock pile untuk dijadikan tanah timbun.

c. Sedangkan,limbah pasir berminyak menggunakan metode injeksi ke perut bumi

dengan kedalaman sekitar 450 m – 480 m pada zona Manggala yang memiliki

permeabilitas tinggi.

2. Upaya yang harus dilakukan untuk memperbaiki kondisi penanganan limbah adalah

sebagai berikut:

a. Solidifikasi sludge cake yang sudah memenuhi uji TCLP kurang efektif dari segi

ekonomis karena menghabiskan semen dan pasir yang cukup banyak. Maka

dapat ditempatkan pada landfill untuk dilakukan penjemuran hingga layak

dijadikan sebagai tanah urug.

b. Pada mixing cells terdapat beberapa ketidaksempurnaan yaitu:

- Tidak melakukan analisis TPH dan TCLP secara kontinyu sesudah dan

sebelum proses berlangsung

- Saluran drainase masih belum diconcrete dengan sempurna.

- Kurang memperhatikan luapan air hujan yang tumpah disekitar drainase

c. Berdasarkan standar desain yang dibuat oleh EPA (Environmental Protection

Agency, Stock Pile perlu melakukan beberapa perbaikan untuk menuju landfill

kategori III, yaitu:

- Perlunya sistem pendeteksi kebocoran menggunakan geonet HDPE (High

Density Polyethylene)

Page 17: ITS Undergraduate 17160 3307100023 Paper

- Sistem pengumpulan lindi kurang sempurna karena hanya mengandalkan

gravitasi yang dikhawatirkan jika terjadi kebocoran.

3. Alternatif metoda pengolahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Pengolahan lumpur bor dapat dilakukan dengan penyuntikan limbah ke perut

bumi menggunakan metode injeksi sumur dalam .

b. Pada tanah terkontaminasi minyak dapat dilakukan fitoremediasi dengan

tumbuhan jenis paku – pakuan yang dapat mereduksi arsen hingga 10000 ppm.

Dan tanaman sengon yang mampu mereduksi kandungan logam berat dan

minyak hingga 51,23%

c. Untuk limbah pasir berminyak, teknologi yang tepat guna pada saat ini adalah

dengan metoda penginjeksian ke perut bumi dengan kedalaman 450 – 480 m. Hal

ini mempertimbangkan jumlah limbah yang dihasilkan perharinya cukup besar.

VI. SARAN

Adapun saran yang dapat dilakukan dalam penelitian lanjutan adalah:

1. Melakukan kajian teknis dan ekonomis ulang terhadap pengolahan limbah lumpur

bor dengan cara solidifikasi.

2. Melakukan penelitian lanjutan mengenai aplikasi fitoremediasi pada tanah

terkontaminasi minyak di PT CPI.

3. Membuat desain landfill kategori III sesuai dengan yang dibutuhkan.

VII. DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G., dan Santika, S. S. (1987). Metoda Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional.

Anonim. 1999a. Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah

Bahan Berbahaya dan Beracun. Jakarta.

Anonim. 2003. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 tahun 2003 tentang Baku

Mutu Emisi Usaha atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi. Jakarta.

Anonim. 2006. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 45 tahun 2006

tentang Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Lumpur, dan Serbuk Bor Pada Kegiatan

Pengeboran Minyak dan Gas Bumi. Jakarta

Anonim. 2007. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 tahun 2007 tentang

Persyaratan dan Tata Cara Pengelolaan Limbah Bagi Usaha Minyak, Gas dan Panas

Bumi dengan Cara Injeksi. Jakarta.

Katz, J., dan Dawston W.C. 1997. Petroleum System of Central Sumatra. Proceedings of The

Indonesian Petroleum Association Vol. 16 : 685 – 695.

Maulana, Awal. 2010. Fitoremediasi dan Tanaman Hiperakumulator. Institut Teknologi

Bandung.

Metcalf and Eddy. 2002. Waste Water Engineering, Treatment and Reuse. 4th edition. New

York: McGraw-Hill.

Rahmasari, Marizka. 2009. Penurunan Konsentrasi Total Suspended Solid Pada Limbah

Minyak Pelumas yang Berasal Dari Bengkel Dengan Menggunakan Reactor Pemisah

Minyak dan Karbon Aktif Serta Zeolit Sebagai Absorben. Jurusan kimia – FMIPA

Universitas Negeri Malang.

Susanto, Budi. 2011. Kemampuan Karbon Aktif Dalam Menurunkan TDS. Java Borneo :

Samarinda