its master 10492 chapter1
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gerak manusia dihasilkan oleh kontraksi otot yang menghasilkan gaya
untuk menggerakkan anggota badan. Pada gerak sadar, sinyal perintah dari pusat
sistem syaraf ditransmisikan melalui syaraf tulang belakang (spinal cord) lalu ke
otot untuk menghasilkan gaya. Otot berfungsi dengan normal jika antara sistem
syaraf, spinal cord, dan otot terhubung secara utuh dan bekerja dengan baik.
Kerusakan pada sistem syaraf yang diakibatkan penyakit yang menyerang syaraf
tulang belakang (spinal cord injury, SCI) akan mengganggu sinyal perintah
mencapai otot.
Pada pasien yang mengalami kerusakan pada otak atau syaraf tulang
belakang kehilangan kemampuan motoriknya (paralisis) seperti berdiri, berjalan,
menggenggam dan menjangkau. Ketidakmampuan ini dapat mencakup sebagian
atau keseluruhan dari anggota gerak tubuh. Tipe-tipe paralisis tersebut antara lain:
a. Monoplegia : paralisis hanya pada satu anggota gerak saja, disebabkan oleh
kerusakan pusat sistem syaraf
b. Diplegia : paralisis pada bagian tubuh yang sama pada salah satu sisi tubuh,
misalnya kedua tangan atau kedua sisi wajah
c. Hemiplegia: paralisis pada salah satu sisi tubuh. Paralisis ini disebabkan
oleh kerusakan pada otak, yaitu cerebral palsy
d. Paraplegia : paralisis pada kedua anggota gerak dan penopangnya,
disebabkan oleh kerusakan syaraf tulang belakang
e. Quadriplegia: paralisis pada keempat anggota gerak tubuh dan penopangnya
yang disebabkan oleh kerusakan syaraf tulang belakang.
Bagi penderita paralisis sinyal perintah dari pusat sistem syaraf dapat
digantikan dengan cara memberikan stimulasi listrik buatan pada sistem syaraf
1
atau pada otot. Stimulasi listrik ini bekerja dengan cara yang sama seperti impuls
listrik dari pusat sistem syaraf yang menghasilkan kontraksi otot dan
menghasilkan gerakan atau sensasi. Metode pemberian stimulasi listrik ini dikenal
dengan Functional Electrical Stimulation (FES). FES adalah metode untuk
mengembalikan atau membantu pasien yang mengalami kehilangan fungsi gerak
yang disebabkan oleh Spinal Cord Injury (SCI) atau Cerebrovascular disease.
FES memanfaatkan arus listrik yang rendah untuk diberikan pada otot atau syaraf
tepi untuk menghasilkan kontraksi otot.
Pemberian FES yang terkontrol memberikan efek sensasi pada otot
sehingga berkontraksi dan menciptakan gerak yang selain bermanfaat sebagai
pelatihan bagi pasien, juga dilaporkan bahwa pasien yang mendapat terapi dengan
FES mengalami perbaikan pada sambungan neuron sinapsis pada syaraf
motoriknya.
Gerak manusia yang diinduksi oleh FES membutuhkan metode kontrol
yang tepat untuk mengembalikan fungsi gerak yang diinginkan. Pengontrolan FES
terhadap fungsi gerak manusia sangat sulit dan kompleks karena ketidaklinearan
respon sistem neuro-muscular (P.E Cargo, P.H.Peckam and G.B Thrope, 1980),
respon subjek yang bervariasi, karakteristik otot yang distimulasi berubah dari
waktu ke waktu (A.Trnkoczy, 1974) dan muscle fatique (M.Levy, J.Mizrahi,
1990).
Pemberian FES pada penelitian ini diharapkan dapat merestorasi
kemampuan mengayun pada knee joint ekstension. Penelitian ini dibatasi pada
satu joint yaitu knee joint. Sistem pengontrolan FES menggunakan metode kontrol
cycle-to-cycle. Kontrol cycle-to-cycle adalah metode untuk mengontrol gerakan
manusia untuk pencapaian target dalam satu siklus gaya berjalan saat ini
berdasarkan error yang dihasilkan dari siklus sebelumnya. Realisasi kontrol cycle-
to-cycle ini menggunakan kontroller fuzzy untuk mengontrol gerakan mengayun
knee joint dengan pemberian stimulasi pada otot hamstring dan vastus pada subjek
normal.
2
1.2 Tinjauan Fisiologis Otot-Otot Lower Limb
Otot-otot bagian bawah yang distimulus disederhanakan pada gambar 1.
Otot-otot itu termasuk bi-articular, yaitu: bicep femoris long head (BFLH)
sebagai knee flexor, rectus femoris sebagai knee ekstensor. Vastus lateralis, vastus
medialis dan vastus inter-medialis dikelompokkan sebagai satu group otot.
Dalam hal ini stimulus elektrik diberikan dengan surface electrode. Dengan
elektroda ini hanya sejumlah otot besar saja yang dapat distimulus (Achmad
Arifin, 2005). Pemberian surface electrode pada sistem musculo-skeletal lower
limb dapat dilihat pada gambar 1.2
Tabel 1.1 Fungsi otot-otot lower limb (Achmad Arifin, 2005)
Nama Otot Fungsi
Illiopsoas Hip Flexor
BFSH Knee Flexor
BFLH Knee Flexor
Knee Flexor
Vastus Knee extensor
Rectus Femoris Knee extensor
Hip Flexor
Gastroc Medialis Ankle dorsiflexor
Knee flexor
Tibialis anterior Ankle dorsiflexor
Soleus Ankle plantarflexor
3
Rectusfemoris
Iliopsoas
Bicep femorislong head
Bicep femorisshort head
Vastus
Gastrocnemiusmedalis
SoleusTibialisanterior
Gambar 1.1 Sistem musculo-skeletal lower limb (Achmad Arifin, 2005)
Gambar 1.2 Pemberian surface electrode pada lower limb
1.3 Kontraksi otot rangka
Otot manusia merupakan suatu alat yang penting untuk menunjang
pergerakan atau selama aktifitas. Pergerakan otot sadar diawali dengan adanya
sebuah sinyal dari syaraf motorik (gerak) yang memerintahkan agar otot ini
4
bergerak sesuai dengan batasan kemampuan geraknya. Tanggapan atau reaksi otot
ini sepenuhnya tergantung pada kondisi otot itu sendiri. Sehingga apabila kondisi
otot tersebut terganggu, maka pergerakan yang terjadi akibat kontraksi otot
tersebut akan berjalan lambat dan tidak maksimal.
Kontraksi otot diawali dengan adanya pengantar impuls (potensial aksi)
syaraf motorik alfa menuju motor endplate di membrane otot rangka. Sebelum
terjadi potensial aksi syaraf motorik alfa, pada motor endplate telah terjadi
depolarisasi sebagai akibat terlepasnya asetikolin (ACh) dalam kuantum kecil
secara terus menerus. Dengan adanya potensial aksi di syaraf motoriknya,
pelepasan ACh dalam akan sangat banyak sehingga depolarisasi di endplate
menjadi potensial aksi otot yang kemudian menjalar sepanjang membrane sel otot
dan tubulus T. Akibatnya, pintu Ca di retikulum sarkoplasma membuka dan
melepaskan ion Ca ke sitoplasma sel otot. Ion Ca kemudian menyebar keseluruh
sitoplasma dan berikatan dengan troponin C. Ikatan troponin C dengan ion Ca
mengakibatkan perubahan konformasi molekul troponin, membuka binding sites
untuk kepala myosin di molekul aktin. Pembukaan binding sites tersebut
memungkinkan terjadinya jembatan silang (cross bridges) antara filament aktin
dan myosin. Selanjutnya, dengan katalis enzim myosin-ATP-ase, terjadi hidrolosis
ATP menjadi DP + Pi + energi di kepala myosin yang memungkinkan
pembengkokan kepala miosin hingga miofilamen bergerak saling bergeser
(sliding of myofilaments) ke arah pertengahan sarkomer menghasilkan kontraksi
otot. Seluruh peristiwa kontraksi otot rangka mulai dari perangsangan syaraf
motorik hingga pergeseran miofilamen disebut excitation-contraction coupling.
Berdasarkan urutan kejadian pada perangsangan otot rangka, jika
dilakukan rekaman perubahan listrik dan mekanik di otot rangka maka hasilnya
akan terlihat seperti gambar 1.4. Dari gambar dapat dilihat perbedaan durasi
perubahan listrik dan mekanik, yaitu perubahan listrik otot rangka berlangsung
selama 2 milidetik sedangkan perubahan mekanik berlangsung selama 10 – 100
milidetik bergantung pada tipe serat otot rangkanya.
Ion Na dan K berperan dalam menghasilkan potensial aksi di membrane
serat otot serta peran ion Ca dalam memulai peristiwa pergeseran miofilamen.
5
Jika kemudian impuls syaraf motorik berhenti, maka ion Ca dalam sitoplasma
akan kembali ke reticulum sarkoplasma melalui kanal ion oleh kegiatan pompa
aktif. Ketiadaan ion Ca di sitoplasma mengakibatkan binding sites di filament
aktin tertutup kembali, ikatan aktin dan myosin terlepas sehingga terjadilah
relaksasi otot.
Gambar 1.3 Perjalanan impuls dari ujung syaraf motorik hingga menghasilkan
pergeseran filamen (Human physiologi. An intergrated approach
DU Silverthorne)
Gambar 1.4 Diagram hubungan waktu terjadinnya potensial aksi syaraf motorik
(atas), potensial aksi serat otot rangka (tengah) dan kontraksi serat
otot rangka.
6
1.4 Kontrol Cycle-to-Cycle
Kontrol cycle-to-cycle adalah metode pengontrolan siklus saat ini
berdasarkan evaluasi yang dihasilkan dari siklus sebelumnya. Pengontrolan
terhadap paralysis gait untuk mengikuti sudut target secara kontinu sangat sulit
untuk menghasilkan respon yang tepat. Dengan kata lain regulasi durasi electrical
stimulation kontrol cycle-to-cycle untuk mendapatkan sudut target tertentu lebih
mudah dilakukan untuk membangkitkan gaya berjalan (gait). Implementasi
koreksi gait dengan kontrol cycle-to-cycle yang pertama dilakukan oleh Gracanin.
Sistem kontrol cycle-to-cycle yang lebih handal dibangun oleh Veltink dab
Franken menggunakan kontroller PID. Veltink menentukan sudut target
maksimum untuk diimplementasikan pada kontrol cycle-to-cycle closed-loop.
Sudut joint maksimum merupakan siyal umpan balik bagi sistem kontrol.
Kontroler PID mengatur durasi burst pulsa stimulasi cycle saat ini berdasarkan
error pada cycle sebelumnya. Pengujian dilakukan pada sudut maksimum knee
extension dan jangkauan sudut hip. Pengaturan durasi burst dengan algortima
kontrol cycle-to-cycle ditunjukkan pada kedua literature. Kemampuan mengulang
gerakan yang dikontrol juga dapat dilakukan oleh Veltink dan Franken. Namun,
deteoration kontroller PID juga dapat mengatasi muscle fatique. Tetapi, penemuan
nilai parameter kontroler PID untuk kontrol cycle-to-cycle juga merupakan
masalah tersendiri.
Gaya berjalan (gait) merupakan salah satu gerakan cyclic. Setiap siklus
gait terdiri dari dua fase, yaitu fase stance dan fase swing. Pada tiap fase gait,
gerakan joint mencapai sudut joint tertentu misalnya sudut maksimum knee
flexion pada fase swing. Selama fase mengayun, kaki membuat langkah kedepan.
Posisi stance kaki mendukung fase mengayun dengan menyangga tubuh dan
menghasilkan dorongan ke depan. Fase mengayun yang sempurna akan
memaksimalkan dorongan kedepan tubuh dan menghasilkan gaya berjalan yang
efektif dengan panjang langkah yang baik. Pada FES, seluruh joint pada lower
limb harus diaktifkan untuk menghasilkan ayunan yang efektif.
7
Gambar 1.5 Mekanisme kontrol cycle-to-cycle (Achmad Arifin, 2005)
Pada kontrol cycle-to-cycle, durasi stimulasi burst diatur, sedangkan intensitas,
lebar pulsa dan frekuensi dibuat tetap. Setiap otot distimulasi dengan durasi single
burst pulsa listrik untuk menghasilkan gerakan joint dalam pencapaian sudut
target joint. Kontrol cycle-to-cycle diilustrasikan pada gambar 1.5 dengan
mengambil contoh pengontrolan pada sudut maksimum knee extension. Sudut
joint yang dicapai pada cycle sebelumnya akan dikirmkan kembali sebagai sinyal
feedback. Error adalah selisih antara sudut target joint (θtarget) dan sudut joint yang
dicapai (θmax). Jika pada siklus sebelumnya θmax tidak dapat mencapai θtarget, maka
kontrol akan mengatur durasi stimulasi burst knee extension pada siklus saat ini,
TB[n], berdasarkan error yang terjadi pada siklus sebelumnya. Sehingga pada
siklus saat ini, sudut maksimum knee extension dapat mencapai target. Algoritma
kontrol cycle-to-cycle ditunjukkan pada persamaan 1.1 berikut:
TB[n] = TB[n-1] + ΔTB[n] …………………………………………….. 1.1)
ΔTB[n] adalah aksi kontrol yang dihasilkan oleh kontroller.
Informasi sudut joint yang dikontrol pada cycle sebelumnya merupakan
feedback bagi kontroler. Informasi feedback ini akan diolah untuk menghasilkan
error. Pengolahan informasi feedback ini membutuhkan data sudut target joint.
Sistem kontrol dapat direalisasikan jika sudut target joint dan penjadwalan
stimulasi otot tersedia. Sudut target joint dan jadwal stimulasi merupakan
komponen yang harus ada untuk merealisasikan kontrol cycle-to-cycle.
8
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kemampuan kontrol cycle-
to-cyle untuk mengontrol gerakan mengayun kaki dari gaya berjalan FES. Durasi
burst yang akan diberikan pada sistem musculo-skeletal akan ditentukan oleh
kontroler adaptif fuzzy reinforcement learning. Kontroler adaptif dibutuhkan
karena respon subjek yang berbeda-beda dan karakteristik otot yang berubah dari
waktu ke waktu selama diberikan stimulasi listrik.
Pemberian FES pada penelitian ini diharapkan dapat merestorasi
kemampuan mengayun pada knee joint flexion dan ekstension. Penelitian ini
dibatasi pada satu joint yaitu knee joint. Pengujian kontroller FES Fuzzy
Reinforcement Learning dilakukan dengan memberikan stimulasi pada otot
harmsting dan vastus pada subjek normal.
1.6 Kontribusi
Diharapkan dengan penelitian ini dapat dikembangkan stimulator listrik
sebagai rehabilitasi kemampuan kontraksi otot. Pengembangan ini dilakukan
dengan menambah algoritma fuzzy Reinforcement Learning untuk mengatasi
permasalahan pada saat pemberian stimulasi yaitu respon subjek yang berbeda-
beda dan karakteristik otot yang berubah dari waktu ke waktu. Diharapkan dengan
pengembangan dengan algoritma Fuzzy einforcement Learning mampu
membantu rumah sakit dan klinik fisioterapi dalam menangani penderita paralisis
mengembalikan fungsi geraknya.
1.7 Ruang Lingkup
Bab 1 pada buku ini akan mengulas tinjauan fisiologis FES sebagai terapi
bagi penderita paralysis, metode kontrol cycle-to-cycle, tujuan penelitian dan
kontribusi penelitian. Bab 2 mengulas perancangan perangkat keras FES,
pengukuran keluaran FES dan pengujian open loop FES pada subjek normal. Bab
3 berisi tentang perancangan kontroller adaptif Fuzzy Reinforcement Learning
sebagai closed- loop dari rangkaian FES. Bab 4 memuat hasil eksperimen FES
yang telah diberi kontroller adaptif pada subjek normal, bab 5 merupakan
kesimpulan dari penelitian yang dilakukan.
9
[halaman ini sengaja dikosongkan]
10