isi
DESCRIPTION
kebijakan tentang pengendalian HIVTRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di seluruh dunia, lebih dari 35 juta orang terinfeksi HIV.
Kebanyakan dari mereka tinggal di sub-Sahara Afrika, wilayah yang
rendah aksesnya terhadap pencegahan, tes dan obat-obatan, akibat
rendahnya dana untuk sektor itu.
Direktur regional WHO untuk Eropa, Zsuzsanna Jakab
menyebutkan, penyediaan obat yang lebih awal bagi mereka yang
terinfeksi HIV akan memungkinkan mereka untuk hidup lebih lama dan
lebih sehat, serta membantu mengurangi risiko penularan HIV kepada
orang lain.
Indonesia adalah salah satu dari negara di Asia yang memiliki
keretanan HIV akibat dampak perubahan ekonomi dan perubahan
kehidupan sosial. Saat ini Epidemi AIDS dunia sudah memasuki dekade
ketiga, namun penyebaran infeksi terus berlangsung yang menyebabkan
negara kehilangan sumber daya dikarena masalah tersebut. Materi dasar
dalam pelatihan konseling dan test HIV akan menggambarkan kebijakan
pemerintah RI dalam penanganan HIV dan membantu peserta memahami
arti dari epidemiologi. Program HIV/AIDS dikelola pemerintah dan
masyarakat merupakan kebijakan yang terpadu untuk mencegah penularan
HIV dan memperbaiki kualitas hidup orang dengan HIV. Berdasarkan UU
no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa setiap kegiatan dalam upaya
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif,
partisipatif dan berkelanjutan. Peraturan Presiden no 75 tahun 2006
mengamanatkan perlunya peningkatan upaya penanggulangan HIV/AIDS
diseluruh Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang menjadi
fokus pembahasan dalam makalah ini yaitu tentang “kebijakan
pengendalian global HIV/AIDS?”.
1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujaun Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini yaitu agar para pembaca
dapat mengetahui tentang kebijakan pengendalian global HIV/AIDS.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa dan para pembaca dapat lebih memahami dan mendalami tentang.
1. Kebijakan Pengendalian Global HIV/AIDS.
2. Situasi Global HIV/AIDS.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini yaitu selain untuk menambah
pengetahuan tentang kebijakan pengendalian global HIV/AIDS, tetapi juga
dapat digunakan sebagai panduan tambahan dalam memahami lebih dalam
tentang situasi global HIV/AIDS.
1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini yaitu dengan studi kepustakaan dan
menggunakan literatur-literatur pendukung dari internet.
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Kebijakan Pengendalian Global HIV/AIDS
2.1.1 Kebijakan Umum
1. Upaya penanggulangan HIV AIDS harus memperhatikan nilai-nilai
agama dan budaya/norma kemasyarakatan dan kegiatannya diarahkan
untuk mempertahankan dan memperkokoh ketahanan dan
kesejahteraan keluarga;
2. Mengingat luasnya respon dan permasalahan, maka upaya
penanggulangan AIDS harus dilakukan melalui suatu gerakan secara
nasional bersama sektor dan komponen lain;
3. Upaya penanggulangan HIV AIDS harus menghormati harkat dan
martabat manusia serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan
gender;
4. Upaya pencegahan HIV AIDS pada anak sekolah, remaja dan
masyarakat umum diselenggarakan melalui kegiatan komunikasi,
informasi dan edukasi guna mendorong kehidupan yang lebih sehat;
5. Upaya pencegahan yang efektif termasuk penggunaan kondom 100%
pada setiap hubungan seks berisiko, semata-mata hanya untuk
memutus rantai penularan HIV;
6. Upaya penanggulangan HIV AIDS merupakan upaya-upaya terpadu
dari peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penyakit,
pengobatan dan perawatan berdasarkan data dan fakta ilmiah serta
dukungan terhadap Odha
7. Upaya penanggulangan HIV AIDS diselenggarakan oleh masyarakat,
pemerintah, dan LSM berdasarkan prinsip kemitraan. Masyarakat dan
LSM menjadi pelaku utama sedangkan pemerintah berkewajiban
mengarahkan, membimbing dan menciptakan suasana yang
mendukung terselenggaranya upaya penanggulangan HIV AIDS;
8. Upaya penanggulangan HIV AIDS diutamakan pada kelompok
masyarakat berperilaku risiko tinggi tetapi harus pula memperhatikan
3
kelompok masyarakat yang rentan, termasuk yang berkaitan dengan
pekerjaannya dan kelompok marginal terhadap penularan HIV AIDS.
2.1.2 Kebijakan Operasional
1. Pemerintah pusat bertugas melakukan regulasi dan standarisasi secara
nasional kegiatan program AIDS dan pelayanan bagi Odha
2. Penyelenggaraan dan pelaksanaan program dilakukan sesuai azas
desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen
program;
3. Pemerintah berkewajiban menjamin tersedianya ARV maupun reagen
pemeriksaan secara berkesinambungan;
4. Pengembangan layanan bagi Odha dilakukan melalui pengkajian
menyeluruh dari berbagai aspek yang meliputi : situasi epidemi
daerah, beban masalah dan kemampuan, komitmen, strategi dan
perencanaan, kesinambungan, fasilitas, SDM dan pembiayaan. Sesuai
dengan kewenangannya pengembangan layanan ditentukan oleh Dinas
Kesehatan.
5. Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV AIDS harus didahului
dengan penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan yang
bersangkutan (informed consent). Konseling yang memadai harus
diberikan sebelum dan sesudah pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan
diberitahukan kepada yang bersangkutan tetapi wajib dirahasiakan
kepada pihak lain;
6. Setiap pemberi pelayanan berkewajiban memberikan layanan tanpa
diskriminasi kepada Odha.
7. Keberpihakan kepada Odha dan masyarakat (patient and community
centered); Upaya mengurangi infeksi HIV pada pengguna napza
suntik melalui kegiatan pengurangan dampak buruk (harm reduction)
dilaksanakan secara komprehensif dengan juga mengupayakan
penyembuhan dari ketergantungan napza;
8. Penguatan dan pengembangan program diprioritaskan bagi
peningkatan mutu pelayanan, dan kemudahan akses terhadap
pencegahan, pelayanan dan pengobatan bagi Odha
4
9. Layanan bagi Odha dilakukan secara holistik, komprehensif dan
integratif sesuai dengan konsep layanan perawatan yang
berkesinambungan;
10. Pengembangan layanan dilakukan secara bertahap pada seluruh
pelayanan yang ada sesuai dengan fungsi dan strata pelayanan dengan
mempertimbangkan kemampuan dan kesiapan sarana, tenaga dan
dana;
11. Pencapaian target program nasional juga memperhatikan komitmen
dan target internasional.
2.1.3 Kerangka Kerja Hukum dan Kebijakan
Bermacam peraturan dan kebijakan nasional merupakann kerangka
kerja untuk aksi yang berkaitan dengan HIV/AIDS dan pelayanan
kesehatan. Kerangka kerja ini termasuk kebijakan sektor kesehatan
nasional dan AIDS, peraturan ketenagakerjaan, peraturan dan standar K3,
peraturan antidiskriminasi dan peraturan perundangan yang diterapkan
kepada sektor kesehatan. Keterlibatan ODHA dalam menanggulangi
HIV/AIDS sangat penting dan mereka adalah pihak pertama yang akan
dipengaruhi oleh kebijakan dan peraturan. Karena itu pekerja sektor
kesehatan yang hidup dengan HIV/AIDS dan asosiasi mereka harus sejauh
mungkin memainkan peran sentral dalam mengembangkan, menerapkan
dan mengevaluasi kebijakan dan program, baik pada tingkat nasional
ataupun dalam tempat kerja.
2.1.4 Kebijakan untuk pengembangan dan manajemen sistem kesehatan
nasional dalam mengatasi HIV/AIDS
Kebijakan kesehatan perlu mencakup dan mempromosikan
kerjasama antara semua institusi yang relevan termasuk rumah sakit dan
klinik pendidikan, rumah sakit tingkat daerah dan swasta, pelayanan
kesehatan kerja, pelayanan kesehatan masyarakat, apotik dan asosiasi
perawatan berbasis rumah dan LSM nasional ataupun internasional
lainnya. Karena itu pemerintah harus:
1. Membangun kapasitas semua komponen pada semua tingkat sistem
kesehatan nasional;
5
2. Menyediakan dan memelihara kesinambungan perawatan yang efektif
mela lui koordinasi pelayanan, dan berbagi sumber daya termasuk
informasi dan pelatihan;
3. Memperbaiki kapasitas institusi untuk perencanaan dan manajemen
pelayanan kesehatan;
4. Merancang dan mereformasi peraturan tentang pengembangan SDM
bagi pelayanan kesehatan mencakup perencanaan, pendidikan dan
pelatihan, dan peraturan tentang kualifikasi dan syarat-syarat praktek
tenaga kesehatan, termasuk persyaratan sertifikasi dan akreditasi;
5. Segera mengembangkan dan menerapkan rencana dan strategi
perencanaan SDM yang memungkinkan system kesehatan
memberikan pelayanan;
2.2 Situasi Global HIV/AIDS
Jumlah kematian HIV / AIDS di kalangan remaja di seluruh dunia
yang meningkat sebesar 50 persen antara tahun 2005 dan 2012
menunjukkan tren mengkhawatirkan.
Laporan badan PBB yang menangani masalah anak-anak UNICEF
menyebutkan sekitar 71.000 remaja berusia antara 10 dan 19 tahun
meninggal dunia karena virus HIV pada tahun 2005. Jumlah itu meningkat
menjadi 110.000 jiwa pada tahun 2012.
UNICEF merekomendasikan investasi dana sebesar 5,5 miliar dolar
AS pada tahun 2014 yang diharapkan dapat mencegah tertularnya dua juta
remaja atas HIV pada tahun-tahun mendatang.
2.2.1 Situasi Epidemi HIV AIDS Dunia
Epidemi HIV merupkan masalah tantangan serius terhadap
kesehatan masyarakat di dunia. Pada tahun 2007 jumlah ODHA di seluruh
dunia di perkirakan sudah mencapai 33.2 juta (30.6-36.1 juta ). Setiap
hari, lebih 6800 orang terinfeksi HIV dan lebih dari 5700 meninggal
karena AIDS, yang disebabkan terutama kurangnya akses terhadap
pelayanan pengobatan dan pencegahan HIV. Kecendrungan epidemik
6
baik pada tingkat global maupun regional, secara umum membentuk 3
pola epidemik yaitu:
1. Epidemi meluas (generalized epidemik), HIV sudah menyebar
dipopolasi (masyarakat) umum. Bila prevalensi HIV lebih dari 1%
diantara ibu hamil.
2. Epidemi terkonsentrasi (concentrated epidemic), HIV menyebar
dikalangan sub populasi tertentu (seperti kelompok LSL, penasun,
pekerja seks dan pasanganya). Bila prevalensi lebih dari 5% secara
konsisten pada sub populasi tersebut.
3. Epidemi rendah (low epidemic), HIV telah ada namun belum
menyebar luas pada sub populasi tertentu. Infeksi yang tercatat
terbatas pada sejumlah individu.
2.2.2 Kerentanan di Asia
Penularan HIV umumnya terjadi akibat perilaku manusia, sehingga
menempatkan individu dalam situasi yang rentang pada infeksi. Perilaku
berisiko terutama jika melakukan hubungan seksual yang tidak aman, baik
secara vaginal maupun anal dengan pasangan yang berganti-ganti maupun
yang tetap, selain itu juga akibat bergantian menggunakan alat suntik pada
pengguna napza suntik.
Perilaku seksual dan penggunaan alat suntik bergantian meliputi:
1. Berhubungan seks penetrasi tanpa menggunakan kondom.
2. Pengguna napza dengan menggunakan alat suntik tidak suntik sel
bergantian.
Cara penularan paling utama di Asia adalah melalui hubungan
seks, dimana prevalensi HIV lebih dari 40%. Ledakan epidemi HIV dari
penasun terjadi di 100 kawasan di seluruh dunia. Penggunaan alat suntik
bersama lebih menonjol dijumpai dibanyak negara Asia, Eropa timur dan
Selatan.
2.2.3 Surveilans HIV di Asia
Pengukuran epidemi HIV kebanyakan menggunakan angka
prevalensi pada populasi orang dewasa yakni persentase orang dewasa
hidup dengan HIV/AIDS (ODHA). Data ini dikumpulkan dari daerah
7
surveilans sentinel pada kelompok tertentu, misalnya: pada pekerja seks,
perempuan hamil yang datang untuk pemeriksaan kehamilan (Ante Natal
Care = ANC), pasien TB, pasien IMS, penasun, dan LSL (laki-laki
berhubungan seks dengan laki-laki).
Untuk kepentingan surveilans suatu negara, dibuat
pengkelompokan status epideminya. Status negara tersebut dapat berubah-
ubah sesuai keadaan epidemiknya.
1. Epidemi generalisata, misalnya: Kamboja, sebagian India, Myanmar
dan Thailand.
2. Epidemi terkonsentrasi, misalnya sebagian: China, Indonesia,
Malaysia, Nepal dan Vietnam.
3. Epidemi rendah, misalnya: Bangladesh, Bhutan, Laos, philippines,
Republik Korea, Srilangka.
2.2.4 Penurunan di Barat, Peningkatan di Timur
Kasus AIDS dilaporkan telah menurun terus di Eropa Barat -
menurun 48 persen antara tahun 2006 dan 2012. Sementara di bagian
timur Eropa, yang mencakup banyak negara bekas republik Soviet, jumlah
orang yang baru didiagnosa dengan AIDS meningkat sebesar 113 persen.
Para ahli mengatakan, peningkatan ini terkait erat dengan
kurangnya langkah-langkah pencegahan untuk orang yang berisiko tinggi
tertular HIV yang menyebabkan AIDS. Ini termasuk kondom gratis dan
akses mudah untuk tes HIV bagi para pekerja seks, serta akses awal
terhadap pengobatan dengan obat AIDS - yang dikenal sebagai terapi
antiretroviral ART -bagi mereka yang positif mengidap HIV.
2.2.5 Jumlah Bayi dengan HIV Menurun
Berbeda kasusnya dengan remaja, laporan UNICEF menunjukkan
tren penurunan jumlah bayi dengan HIV yang tertular dari ibu mereka.
Direktur Eksekutif UNICEF Anthony Lake menyebutkan: “Dunia
sekarang memiliki pengalaman dan alat untuk mencapai generasi bebas
AIDS. Anak-anak harus menjadi yang pertama–tama dalam memetik
manfaat dari keberhasilan dalam mengalahkan HIV, dan menjadi yang
terakhir menderita ketika kita gagal."
8
Sementara WHO mencatat, terdapat sekitar 131.000 orang yang
baru terinfeksi HIV di Eropa dan negara-negara sekitarnya pada tahun
2012. Kenaikan delapan persen dari tahun sebelumnya ini
mengkhawatirkan, mengingat tren penurunan kasus-kasus AIDS di dunia
barat akhir-akhir ini.
2.2.6 Kecemasan kembalinya HIV
Sementara itu sebuah laporan yang diterbitkan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Eropa (ECDC) menunjukkan peningkatan kasus HIV selama
setahun terakhir, namun sejauh ini sebagian besar kasus terdapat di Eropa
Timur dan Asia Tengah.
"Jumlah yang tinggi dari peningkatan kasus AIDS di Eropa Timur
menunjukkan indikasi diagnosa HIV yang terlambat, cakupan pengobatan
yang rendah dan tertundanya pengobatan HIV untuk penyelamatan jiwa, "
demikian laporan WHO/ECCD.
9
BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Indonesia adalah salah satu dari negara di Asia yang memiliki
keretanan HIV akibat dampak perubahan ekonomi dan perubahan
kehidupan sosial. Saat ini Epidemi AIDS dunia sudah memasuki dekade
ketiga, namun penyebaran infeksi terus berlangsung yang menyebabkan
negara kehilangan sumber daya dikarena masalah tersebut. Materi dasar
dalam pelatihan konseling dan test HIV akan menggambarkan kebijakan
pemerintah RI dalam penanganan HIV dan membantu peserta memahami
arti dari epidemiologi. Program HIV/AIDS dikelola pemerintah dan
masyarakat merupakan kebijakan yang terpadu untuk mencegah penularan
HIV dan memperbaiki kualitas hidup orang dengan HIV. Berdasarkan UU
no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa setiap kegiatan dalam upaya
untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif,
partisipatif dan berkelanjutan. Peraturan Presiden no 75 tahun 2006
mengamanatkan perlunya peningkatan upaya penanggulangan HIV/AIDS
diseluruh Indonesia.
3.2 Saran
Diharapkan setelah membaca makalah ini, mahasiswa dapat
memahami Kebijakan Pengendalian Global HIV/AIDS yang meliputi
kebijakan umum, kebijakan operasional, kerangka kerja hukum, Kebijakan
untuk pengembangan dan manajemen sistem kesehatan nasional dalam
mengatasi HIV/AIDS, dan situasi epidemi HIV/AIDS. Serta pembaca dapat
memberikan informasi pencengahan penularan HIV dan memperbaiki
kualitas hidup orang dengan HIV.
10