industri pembuatan sabun dan detergen.docx

51
INDUSTRI PEMBUATAN SABUN DAN DETERGEN 1. SABUN Sabun merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic yang panjang. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa digunakan pada sabun keras adalah NaOH dan alkali yang digunakan pada sabun lunak adalah KOH. Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran-kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali membebaskan gliserin. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut. 1.1Sejarah Sabun Awal Benda mirip sabun ditemukan dalam bentuk tabung saat penggalian di Babilonia kuno adalah fakta tentang pembuatan sabun sudah diketahui pada tahun 2800 SM. Persembahan di tabung mengatakan bahwa lemak direbus dengan abu, dimana hal tersebut adalah metoda pembuatan sabun, tetapi tidak mengenai kegunaan dari sabun itu. Catatan memperlihatkan bahwa orang Mesir kuno terbiasa mandi. Papirus Eber, dokumen kesehatan sekitar tahun 1500 SM, mendeskripsikan tentang kombinasi minyak hewani dan nabati dengan Page 1

Upload: raniandriani

Post on 19-Nov-2015

215 views

Category:

Documents


39 download

DESCRIPTION

Kimia Industri

TRANSCRIPT

INDUSTRI PEMBUATAN SABUN DAN DETERGEN

1. SABUNSabun merupakan bahan logam alkali dengan rantai asam monocarboxylic yang panjang. Larutan alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun bergantung pada jenis sabun tersebut. Larutan alkali yang biasa digunakan pada sabun keras adalah NaOH dan alkali yang digunakan pada sabun lunak adalah KOH. Sabun berfungsi untuk mengemulsi kotoran-kotoran berupa minyak ataupun zat pengotor lainnya. Sabun dibuat melalui proses saponifikasi lemak minyak dengan larutan alkali membebaskan gliserin. Lemak minyak yang digunakan dapat berupa lemak hewani, minyak nabati, lilin, ataupun minyak ikan laut.1.1 Sejarah SabunAwalBenda mirip sabun ditemukan dalam bentuk tabung saat penggalian di Babilonia kuno adalah fakta tentang pembuatan sabun sudah diketahui pada tahun 2800 SM. Persembahan di tabung mengatakan bahwa lemak direbus dengan abu, dimana hal tersebut adalah metoda pembuatan sabun, tetapi tidak mengenai kegunaan dari sabun itu. Catatan memperlihatkan bahwa orang Mesir kuno terbiasa mandi. Papirus Eber, dokumen kesehatan sekitar tahun 1500 SM, mendeskripsikan tentang kombinasi minyak hewani dan nabati dengan garam alkali untuk membuat bahan sejenis sabun yang berguna untuk menyembuhkan penyakit kulit dan juga untuk membersihkan tubuh.Disisi lain, orang Yunani kuno mandi untuk alas an estetik dan rupanya tidak menggunakan sabun. Mereka membersihkan tubuh mereka dengan balok lilin, pasir, batu apung dan abu. Tetapi pada abad ke 2 M, dokter Yunani, Galen menganjurkan sabun untuk pengobatan dan pembersih. Setelah musim gugur di Roma pada tahun 467 M, kebiasaan mandi menjadi menurun. Menurunnya kebersihan pribadi dan berhubungan dengan kondisi kehidupan tanpa sanitasi menambah beratnya wabah besar di abad pertengahan, dan khususnya Kematian Hitam di abad ke-14. Pada abad ke-17, kebersihan dan mandi kembali menjadi kebiasaan di banyak tempat di Eropa. Mandi harian adalah adat yang biasa di Jepang saat abad pertengahan dan di Islandia, kolam hangat dengan air dari mata air panas adalah perkumpulan populer di sabtu sore.

Zaman PertengahanMembuat sabun adalah keahlian yang umum di Eropa pada abad ke-17. Minyak nabati dan hewani digunakan dengan arang tanaman dan pewangi. Secara berangsur-angsur jenis sabun yang lebih banyak lagi tersedia untuk mencukur, mencuci rambut, mandi dan mencuci. Italia, Spanyol dan Perancis adalah pusat manufaktur pertama sabun. Orang Inggris mulai membuat sabun saat abad ke 12. Bisnis sabun sangat baik pada tahun 1622 karena Raja James I mengabulkan monopoli kepada pembuat sabun untuk $100.000 setahun. Pada abad ke-19, sabun adalah pajak tertinggi sehingga menjadi barang mewah di beberapa negara. Ketika pajak dihapuskan, sabun menjadi tersedia untuk orang biasa dan standar kebersihan meningkat.Pembuatan sabun komersial di Amerika colonial dimulai pada tahun 1608 dengan datangnya beberapa pembuat sabun di kapal kedua dari Inggris untuk mencapai Jamestown, Virginia. Sabun pertama kali dipatenkan oleh kimiawan Perancis, Nicholas Leblanc pada tahun 1791. Dimana saat itu Leblanc membuat sabun dari soda abu atau sodium karbonat dari garam biasa. Sains dari pembuatan sabun modern lahir 20 tahun kemudian oleh Michel Eugene Chevreul, kimiawan Perancis lainnya. Penelitiannya menjadi dasar untuk pembuatan sabun dari lemak, gliserin dan asam lemak. Setelah itu, pada pertengahan 1800-an penemuan oleh kimiawan Belgia, Ernest Solvay membuat sabun dengan proses amonia, di mana juga menggunakan sodium klorida untuk membuat soda abu.Penjelajahan sains ini, bersama dengan pembangunan dari kekuatan untuk mengoperasikan pabrik, membuat satu pembuatan sabun di pertunbuhan cepat industri Amerika tahun 1850. Hal ini mengubah sabun dari barang mewah menjadi kebutuhan sehari-hari.1.2 Bahan Baku Pembuatan Sabun1.2.1 Bahan Baku Utama1. Minyak atau lemakBahan baku utama dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya :

a. TallowTallow adalah lemak hewani yang paling umum digunakan dalam pembuatan sabun. Tallow merupakan produk yang didapat dari industri pengolahan daging yang diambil dari lemak sapi dan domba. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40C. Tallow dengan titer di bawah 40C dikenal dengan nama grease.b. LardLard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) danasam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.c. Palm Oil (minyak kelapa sawit)Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu.d. Coconut Oil (minyak kelapa)Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.e. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit.Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.

f. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.g. Marine OilMarine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.h. Castor Oil (minyak jarak)Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.i. Olive oil (minyak zaitun)Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.j. Campuran minyak dan lemakIndustri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun (Friadi, 2009).Salah satu minyak atau lemak yang digunakan dalam pembuatan sabun adalah refined bleached deodorized palm oil (RBDPO).RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)Buah kelapa sawit terdiri atas 80% perikarp dan 20% daging buah yang dilapisi kulit tipis. Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40% (Ketaren, 1986). Patterson (1992) menyatakan bahwa minyak kelapa sawit hasil pengepresan (crude palm oil) sebelum diolah lebih lanjut harus mengalami proses pemurnian, yaitu degumming, netralisasi, pemucatan (bleaching) dan penghilangan bau (deodorization). Minyak yang dihasilkan dari proses pemurnian ini disebut refined bleached deodorized palm oil (RBDPO) yang belum dipisahkan fraksi padat dan fraksi cairnya. Jenis minyak ini biasanya digunakan sebagai bahan baku dalam industri minyak goreng, margarin, shortening, dan berbagai industri turunan lainnya. Menurut Departemen Pertanian (2008), proses pemurnian RBDPO dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% palm fatty acid distillate (PFAD), dan 0.5% bahan lainnya. Sifat fisikokimia RBDPO dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sifat Fisikokimia RBDPO

Menurut Cavitch (2001) sabun yang terbuat dari RBDPO merupakan sabun yang memiliki tingkat kekerasan yang sangat tinggi. Kekerasan sabun sangat dipengaruhi oleh adanya asam lemak jenuh dalam sabun. Semakin banyak jumlah asam lemak jenuh dalam sabun, maka sabun akan menjadi semakin keras. Stabilitas emulsi sabun yang terbuat dari RBDPO juga sangat tinggi (Yunita, 2009). Menurut Suryani et al. (2002), jumlah asam lemak mempengaruhi tingkat kestabilan emulsi serta berperan dalam menjaga konsistensi sabun. Komposisi asam lemak dalam olein kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

Sumber Departemen Pertanian (2008)

2. NaOH

Natrium hidroksida adalah senyawa alkali berbentuk butiran padat berwarna putih dan memiliki sifat higroskopis, serta reaksinya dengan asam lemak menghasilkan sabun dan gliserol. NaOH sering digunakan dalam industri pembuatan hard soap. NaOH merupakan salah satu jenis alkali (basa) kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan organik yang halus. Menurut Departemen Perindustrian (1984), banyaknya alkali yang akan digunakan dalam pembuatan sabun transparan dapat ditentukan dengan melihat besarnya bilangan penyabunan.Sifat-sifat fisika :a. Berat molekul : 40 gr/molb. Titik didih pada 1 atm : 139 0Cc. Densitas : 2,130 gr/cm3d. Hf0 kristal : -426,73 KJ/mole. Kapasitas panas pada 00C : 80,3 J/K.mol(Perry, 1997)Sifat-sifat kimia :a. Termasuk dalam golongan basa kuat, sangat larut dalam airb. Bereaksi dengan CO2 di udara membentuk Na2CO3 dan airc. Bereaksi dengan asam membentuk garamd. Bereaksi dengan Al2O3 membentuk AlO2- yang larut dalam aire. Bereaksi dengan halida (X) menghasilkan NaOX dan asam halidaf. Bereaksi dengan trigliserida membentuk sabun dan glisering. Bereaksi dengan ester membentuk garam dan senyawa alkohol(Othmer, 1976)1.2.2 Bahan Baku Pembantua. AirAir digunakan untuk melarutkan NaOH dan NaCl mengurangi viskositas sabun cair yang terbentuk sehingga memudahkan sirkulasi hasil reaksi. Sifat sifat kimia dan fisika air adalah sebagai berikut :Sifat sifat kimia :1. Bereaksi dengan karbon menghasilkan metana, hidrogen, karbon dioksida, karbonmonoksida membentuk gas sintetis ( dalam proses gasifikasi batubara)2. Bereaksi dengan kalsium, magnesium, natrium dan logam logam reaktif lain membebaskan H2.3. Air bersifat amfoter4. Bereaksi dengan kalium oksida, sulfur dioksida membentuk basa kalium dan asam sulfat5. Bereaksi dengan trigliserida (minyak/lemak) menghasilkan asam lemak dan gliserol ( reaksi hidrolisis trigliserida).Sifat sifat fisika :1. Berupa zat cair pada suhu kamar2. Berbentuk heksagonal3. Tidak berbau, berasa, dan tidak berwarna4. Berat molekul: 185. Titik Beku pada 1atm, (0C): 06. Titik didih normal 1 atm, (0C): 1007. Densitas pada 300C, (kg/m3) : 995,68b. GliserinGliserin digunakan sebagai zat tambahan ( additive ) pada sabun dan berfungsi sebagai pelembab ( mouisturizer ) pada sabun. Sifat sifat kimia dan fisika gliserin adalah sebagai berikut :Sifat Sifat kimia :1. Zat cair bening, lebih kental dari air dan rasanya manis2. Larut dalam air dan alcohol dengan semua perbandingan3. Tidak larut dalam eter, benzene dan kloroform4. Senyawa turunan alcohol (polialkohol) dengan tiga gugus OH5. Dengan asam nitrat membentuk gliserol trinitrat6. Bersifat higroskopis sehingga digunakan sebagai pelembab7. Bereaksi dengan kalsium bisulfate membentuk akrolein Sifat sifat fisika :1. Berat Molekul: 92 gr/mol2. Titik lebur: 17,90C3. Titik Didih: 2900C4. Densitas: 1,26 gr/cm3c. SurfaktanSurfaktan atau surface active merupakan suatu molekul amphifatic atau amphifilic yang mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dalam satu molekul yang sama. Secara umum kegunaan surfaktan adalah untuk menurunkan tegangan permukaan, tegangan antar muka, meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi dan mengintrol jenis formasi emulsi yaitu misalnya oil in water (O/W) atau water in oil (W/O).d. PewangiPewangi merupakan bahan yang ditambahkan dalam suatu produk kosmetik dengan bertujuan menutupi bau yang tidak enak dari bahan lain dan untuk memberikan wangi yang menyenangkan terhadap pemakainya. Jumlah yang ditambahkan tergantung kebutuhan tetapi biasanya 0,5-5% untuk campuran sabun. Pewangi yang biasa dipakai adalah Essential Oils dan Fragrance Oils.

1.3 Proses Pembuatan Sabun

Diagram Proses Pembuatan Sabun

Gambar 1. Diagram proses pembuatan sabun Dari diagram alir di atas, maka dapat diuraikan proses pembuatan sabun, yaitu sebagai berikut :Bahan baku berupa trigliserin masuk ke dalam kolom hidrolizer dengan penambahan katalis ZPO, akan terjadi proses hidrolisis dengan ditambahkannya uap air panas yang masuk pada suhu 230-250C dan tekanan 40-45 atm, sehingga trigliserin terpisah menjadi asam lemak dan triglserin. Reaksi yang terjadi yaitu :

(RCOO)3C3H5 + 3H2O 3RCOO.H + C3H5(OH)3

Asam lemak yang terbentuk lalu dimasukkan ke dalam flash tank agar suhunya turun dan asam lemak yang dihasilkan menjadi lebih pekat, kemudian dimasukkan ke kolom high vacuum still hingga proses destilasi, pada proses ini asam lemak akan menguap sedangkan zat yang tidak diharapkan akan keluar melalui bawah kolom.Uap asam lemak yang terbentuk kemudian dilewatkan ke dalam cooler sehingga dihasilkan asam lemak yang berbentuk pasta murni lalu produk ini disimpan dalam holding tank.Pada proses pembuatan sabun, bahan baku merupakan lemak yang dipompakan ke dalam mixer, lalu ditambahakn NaOH dan diaduk dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi proses saponifikasi atau penyabunan. Reaksi yang terjadi adalah :

R.COO.H +NaOH RCOO.Na + H2O

Lalu dimasukkan ke dalam blender dengan kecepatan rendah agar campuran homogeny, Pada blender terjadi pencampuran dengan bahan-bahan lain yang dibutuhkan, seperti parfum, TCC, dan sebagainya. Kemudian produk sabun telah jadi, dan untuk finishing diteruskan dengan dipompa melalui jalur dipanaskan ke bar sabun untuk sabun batangan dengan menggunakan tekanan, untuk menghasilkan detergen menggunakan pengering semprot sehingga diperoleh sabun berupa serbuk atau bubuk , dan untuk sabun cair yang dikeluarkan dari bagian bawah alat secara langsung kemudian diikuti dengan operasi pengemasan.

1.4 Quality ControlAnalisis yang dilakukan pada sabun yang dihasilkan mengacu pada SNI (1994) yang lengkapnya bisa dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat mutu sabun

1.5 Jenis Sabun a. Sabun TransparanSabun transparan ini merupakan sabun tembus pandang yang tampilannya jernih dan cenderung memiliki kadar rendah. Sabun ini mudah sekali larut karena mempunyai sifat sukarmengering.b. Castile SoapSabun yang terbuat dari olive oil ini untuk formulanya aman dikonsumsi karena tidak mengandung lemak hewani sama sekali.c. Deodorant SoapSabun ini bersifat sangat aktif untuk menghilangkan aroma tak sedap pada bagian tubuh. Tidak dianjurkan untuk kulit wajah karena memiliki kandungan yang cukup keras yangdapat menyebabkan kulit teriritasi.d. Acne SoapSabun ini dikhususkan untuk membunuh bakteri-bakteri pada jerawat. Seringkali sabun jerawat ini mengakibatkan kulit kering bila pemakaiannya dibarengi dengan penggunaan produk anti acne lain. Maka kulit akan sangat teriritasi, sehingga akan lebih baik jika memberi pelembab atau clarning lotion setelah menggunakan acne soap.e. Cosmetic Soap atau Bar CleanserSabun ini memiliki formula khusus seperti pemutih. Cosmetic soap biasanya memfokuskan formulanya untuk membersihkn hasil tertentu, seperti pada whitening facial soap dan firming facial soap.f. Superfatted SoapSabun ini memiliki kandungan minyak dan lemak lebih banyak sehingga terasa lembut dan kenyal. Sabun ini sangat cocok digunakan untuk kulit kering karena di dalamnya terdapat kandungan gliserin, petrolium dan beeswax yang dapat melindungi kulit dan mencegah iritasi serta jerawat.g. Oatmeal SoapSabun yang terbuat dari gandum ini mempunyai kandungan anti iritasi. Sabun gandum ini lebih baik dalam menyerap minyak, menghaluskan kulit kering dan sensitif.h. Natural SoapSabun alami ini memiliki formula yang sangat lengkap seperti vitamin, ekstrak buah, minyak nabati, ekstrak bunga, Aloe vera dan essential oil. Cocok untuk semua jenis kulit dan kemungkinan membahayakan kulit sangat kecil.

1.6 Mekanisme Kerja SabunSabun adalah garam alkali karboksilat (RCOONa) dimana gugus R bersifat hidrofobik karena bersifat nonpolar dan COONa bersifat hidrofilik karena bersifat polar. Molekul sabun terdiri dari bagian kepala yang disebut gugus hidrofilik dan bagian ekor yang disebut gugus hidrofobik. Gambar molekul sabun dapat dilihat pada Gambar .

Gambar 2. Molekul SabunKotoran yang menempel pada kulit umumnya berupa pada kulit karena adanya Air saja tidak dapat mem adanya suatu bahan yang dapat mengangkat kotoran yang menempel tersebut. Sabun merupakan surfaktan yang dapat menurunkan tegangan permukaan air dan berfungsi sebagai pembersih. Molekul sabun ters yang bersifat polar. Bagian nonpolar akan larut dalam minyak, sedangkan bagian polar akan larut dalam air. Prinsip tersebut menyebabkan sabun memiliki daya pembersih. Ketika mandi dengan menggunakan sabun, gugus nonpolar dari sabun akan menempel pada kotoran dan bagian polarnya akan menempel pada air. Hal ini akan mengakibatkan tegangan permukaan air akan semakin berkurang, sehingga air akan mudah menarik kotoran terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Mekanisme Kerja Sabun sebagai Pembersih

2. DETERGENPengertian deterjen pada umumnya mencakup setiap bahan pembersih termasuk sabun, namun kebanyakan dihubungkan dengan deterjen sintetik. Deterjen mempunyai sifat tidak membentuk endapan dengan ion-ion logam divalen dalam air sadah (Hart, 1998).2.1 Sejarah DetergenDeterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II dengan tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Pada saat ini ada lebih 1000 macam deterjen sintetik yang ada di pasaran. Fritz Gunther, ilmuwan Jerman, biasa disebut sebagai penemu surfactant sintetis dalam deterjen tahun 1916. Namun, baru tahun 1933 deterjen untuk rumah tangga diluncurkan pertama kali di AS. Kelebihan deterjen, mampu lebih efektif membersihkan kotoran meski dalam air yang mengandung mineral. Tapi, ia pun menimbulkan masalah. Sebelum tahun 1965, deterjen menghasilkan limbah busa di sungai dan danau. Ini karena umumnya deterjen mengandung alkylbenzene sulphonate yang sulit terurai. Setelah 10 tahun dilakukan penelitian (1965), ditemukan linear alkylbenzene sulphonate (LAS) yang lebih ramah lingkungan. Bakteri dapat cepat menguraikan molekul LAS, sehingga tidak menghasilkan limbah busa.Sepanjang sejarah banyak usaha dilakukan untuk membantu kita mengerjakan pekerjaan mencuci. Pencucian dengan air saja, bahkan dengan penggosokan atau putaran mesin sekeras apapun, akan menghilangkan sebagian saja bercak, kotoran dan partikelpartikel tanah. Air saja tidak dapat menghilangkan debu yang tak larut dalam air. Air juga tak mampu menahan debu yang telah lepas dari kain agar tetap tersuspensi (tetap berada di air, jadi tidak kembali menempel ke kain). Jadi diperlukan bahan yang dapat membantu mengangkat kotoran dari air dan kemudian menahan agar kotoran yang telah terangkat tadi, tetap tersuspensi. Sejak ratusan tahun lalu telah dikenal sabun, yakni persenyawaan antara minyak atau lemak dan basa. Awalnya orang-orang Arab secara tak sengaja menemukan bahwa campuran abu dan lemak hewan dapat membantu proses pencucian. Walaupun berbagai usaha perbaikan pada kualitas dan proses pembuatan sabun telah dilakukan, semua sabun hingga kini mempunyai satu kekurangan utama yakni akan bergabung dengan mineral mineral yang terlarut dalam air membentuk senyawa yang sering disebut lime soap (sabun-kapur), membentuk bercak kekuningan di kain atau mesin pencuci. Akibatnya kini orang mulai meninggalkan sabun untuk mencuci seiring dengan meningkatnya popularitas deterjen.Salah satu deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hydrogen sulfat.

Tetapi pada saat ini, kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat.

2.2 Bahan Baku Pembuatan Detergen2.2.1 Bahan aktif (Active ingredients)Bahan aktif merupakan bahan inti dari detergen sehingga bahan ini harus ada dalam proses pembuatan deterjen. Bahan aktif yang digunakan dalam pembuatan detergen berupa surfaktan. Secara kimia bahan ini dapat berupa Sodium Lauril Eter Sulfonate (SLES). Beberapa nama dagang dari bahan aktif ini diantaranya Luthensol, Emal dan Neopelex (NP). Di pasar beredar beberapa jenis Emal dan NP, yaitu Emal-10, Emal-20, Emal-30, NP-10, NP-20 dan NP-30. Secara fungsional bahan aktif ini mempunyai andil dalam meningkatkan daya bersih (Sastrohamidjojo, 2005).Surfaktan merupakan senyawa yang larut dalam air yang dapat dibedakan atas 1)surfaktan anionik 2) surfaktan nonionik 3) surfaktan kationik dan 4) surfaktan amfoterik. Tabel 4 memperlihatkan jenis-jenis surfaktan yang biasanya terdapat dalam deterjen.

Tabel 4. Jenis-jenis surfaktan dalam deterjen

NoSurfaktanRumus BangunJenis Surfaktan

1.Alkil (polietilen)glikol ethersNonionik

2.AlkilsulfonatAnionik

3.Dialkildimetilamonium chlorideKationik

4.BetainesAmfoterik

Sumber : Smulder, E (2002)a. Surfaktan anionik, yaitu surfaktan dengan bagian aktif permukaannya mengandung muatan negatif. Surfaktan ini bila terionisasi dalam air/larutan membentuk ion negatif. Surfaktan ini banyak digunakan untuk pembuatan detergen mesin cuci, pencuci tangan dan pencuci alat-alat rumah tangga. Surfaktan ini memiliki sifat pembersih yang sempurna dan menghasilkan busa yang banyak. Contoh surfaktan ini yaitu, alkilbenzen sulfonat linier, alkohol etoksisulfat, dan alkil sulfat.b. Surfaktan Kationik, yaitu surfaktan dengan bagian aktif permukaan mengandung muatan positif. Surfaktan ini akan terionisasi dalam air/larutan membentuk ion positif. Dalam detergen, surfaktan ini banyak digunakan sebagai pelembut. Contohnya adalah RNH3+Cl- (garam amina rantai panjang) c. Surfaktan Nonionik, yaitu surfaktan dengan bagian aktif permukaan tidak mengandung muatan apapun. Surfaktan ini tidak dapat terionisasi dalam air/larutan sehingga surfaktan ini tidak memiliki muatan. Dalam pembuatan detergen surfaktan ini memiliki keuntungan yaitu tidak terpengaruh oleh keadaan air karena surfaktan ini resisten terhadap air sadah. Selain itu juga detergen yang dihasilkan hanya menghasilkan sedikit busa. Contohnya alkohol etoksilat, R-OCH2CH2O- (polioksietilen).d. Ampoterik atau zwitteriontik yaitu surfaktan yang mengandung muatan negatif maupun positif pada bagian aktif permukaannya. Bila terionisasi dalam air/larutan akan terbentuk ion positif, ion negative atau nonionik bergantung pada pH air/larutannya. Surfaktan ini digunakan untuk pencuci alat-alat rumah tangga. Contoh, RN+(CH3)2CH2CH2SO3- (sulfobetin), imidazolin dan betain.Surfaktan anionik membentuk kelompok surfaktan yang paling besar dari jumlahnya. Sifat hidroliknya berasal dari bagian kepala ionik yang biasanya merupakan gugus sulfat atau sulfonat. Pada kasus ini, gugus hidrofob diikat ke bagian hidrofil dengan ikatan C-O-S yang labil, yang mudah dihidrolisis. Beberapa contoh dari surfaktan anionik adalah linier alkilbenzen sulfonat (LAS), alkohol sulfat (AS), alpha olefin sulfonat (AOS) dan parafin atau secondary alkane sulfonat (SAS) (Miller,1930).Gambar 4 menampilkan jenis-jenis surfaktan yang banyak digunakan dalam deterjen. Di Asia Pasific dan Amerika Latin, Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) merupakan senyawa surfaktan anionik yang banyak digunakan dalam deterjen. Penggunaan Surfaktan di seluruh dunia

Gambar 4. Penggunaan Surfaktan di seluruh dunia( Sumber: Smulders, E (2002)).

Saat ini Linear Alkylbenzen Sulphonate (LAS) digunakan untuk menggantikan AlkylBenzen Sulphonate (ABS) karena relatif mudah terurai di dalam air (Nasir, 2011).2.2.2 Bahan pengisi (Filler)Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia. Bentuknya kristal putih, dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapat yang tersedia secara umum adalah Natrium Klorida (NaCl). Senyawa natrium adalah penting dalam perindustrian kimia, kaca, logam, kertas, petrolium, sabun dan tekstil. Sabun pada umumnya merupakan garam natrium dengan beberapa jenis asam lemak. Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku detergen semata-mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi detergen digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophospate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air (Sastrohamidjojo, 2005).2.2.3 Bahan Penunjang (Builders)Builder merupakan zat yang digunakan untuk menunjang kinerja deterjen dalam pelunakan air dengan cara membatasi kerja ion-ion kalsium dan magnesium. Builder dapat berupa senyawa alkali yang mudah mengendap seperti natrium karbonat dan natrium silikat; agen kompleks seperti Natrium Triphosfat atau asam nitroloacetic dan senyawa bersifat penukar ion seperti asam polikarboksilat dan zeolit A.Penggunaan STTP (sodium tripolifosfat) pada detergen sabun cuci sebagai builder diketahui sebagai salah satu sumber utama pengendapan fosfat di dalam air (Bhatt, 1995). Siklus fosfat melepaskan kalsium dan magnesium ke air dengan tujuan untuk pelarutan, pengemulsi, pelarutannya ramah terhadap lingkungan dan berperan sebagai pengganti surfaktan. Karena STTP berdampak membahayakan lingkungan, maka zeolit A digunakan sebagai alternative builder detergent untuk merubah STTP. Dibandingkan dengan fosfat, zeolit A dapat ditambahkan untuk mencegah pembentukan kelarutan garam anorganik yang sangat sedikit, ini adalah faktor utama dalam pembentukan lapisan kotor pada bahan tekstil.2.2.4 Bahan Pemucat (Bleaching Agent)Efek pemucatan (bleaching effect) dari deterjen ditimbulkan melalui cara mekanis, fisika dan atau secara kimia khususnya melalui perubahan atau penyisihan zat pewarna terhadap objek yang mengalami proses pemucatan. Dalam proses pencucian, efek pemucatan dapat ditimbulkan secara paralel. Mekanisme mekanis dan fisis utamanya efektif untuk menghilangkan partikulat atau zat-zat yang mengandung olie. Pemucatan secara kimia dilakukan untuk menghilangkan warna dan karat yang melekat pada serat.Bleaching agent yang banyak digunakan biasanya adalah senyawa-senyawa peroksida. Hidrogen Peroksida terkonversi menjadi anion hidroksida intermediate aktif dalam media alkali menjadi menurut persamaan reaksi :

H2O + OH- H2O + HO2-

Anion-anion perhidroksil dapat mengoksidasi pengotor padat dan karat. Senyawa perhidroksi yang banyak digunakan pada deterjen adalah Natrium Perborat (NaBO3.4H2O). Senyawa bleaching lain yang sering digunakan adalah hipoklorit. Salah satu keunggulan utama dari natrium perborat dapat dimasukan langsung sebagai bubuk dengan hasil cucian yang putih dan relatif aman. Sebaliknya penambahan larutan pemutih klorin dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan ke binatu dan menyebabkan perubahan warna. Klorin cukup efektif digunakan sebagai pemutih dan disinfektan pada suhu yang rendah (Nasir, 2011).2.2.5 Bahan tambahan (Aditif) Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam proses pembuatan deterjen bubuk. Namun demikian, beberapa produsen justru selalu mencari hal-hal baru akan bahan ini karena justru bahan ini dapat memberi kekhususan dan nilai lebih pada produk deterjen tersebut. Dengan demikian, keberadaan bahan aditif dapat mengangkat nilai jual produk deterjen bubuk tersebut. Salah satu contoh dari bahan aditif adalah carboxyl methyl cellulose (CMC). Bahan ini berbentuk serbuk putih dan berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke pakaian sehingga disebut antiredeposisi. Selain CMC, masih banyak macam dari bahan aditif ini, tetapi pada umumnya merupakan rahasia dari tiap-tiap perusahaan. Ini sebenarnya merupakan tantangan bagi pelaku wirausaha untuk selalu mencari bahan aditif ini sehingga produk deterjen bubuk mempunyai nilai lebih dan berdaya saing tinggi (Anonim, 2010).

Tabel 5. Bahan Aditif Pada DetergenKomposisi

Fungsi UtamaContoh

Acids

Menetralisir atau mengatur kebasaan dari komposisi lain

Asam asetat Asam sitrat Asam hidroklorida Asam phosfat Asam Sulfat

Alkalisa. Menetralisir atau mengatur keasamandari komposisi lainb. Membuat surfaktan dan builders lebih efisienc. Meningkatkan kebasaan

Amonium hidroksida etanolamin natrium karbonat natrium hidroksida natrium silikat

Antimicrobial agents

Membunuh atau menghambat pertumbu-han organisme yang dapat menye-babkan penyakit dan/atau bau

Minyak cemara senyawa ammonium kuartener natrium hipoklorit Triclocarban Triclosan

Antiredeposition agents

Mencegah kotoran balik lagi

Selulosa karboksi metil polikarbonat polietilen glikol natrium silikat

Bleaches

Memutihkan, mencerahkan dan member-sihkan noda

Chlorine bleach

desinfektan

Natrium hypo klorit

Oxygen bleachDalam beberapa produk, dapat ditambahkan dengan activator pemutih untuk hasil yang lebih baik pada temperatur air yang rendahNatrium perborat natrium perkarbonat

Dalam beberapa produk, dapat ditam-bahkan dengan activator pemutih untukhasil yang lebih baik pada temperatureair yang rendah

Natrium perborat natrium perkarbonat

Colorant

Mempertahankan warna

Pigments or dyes

Corrosion inhibitors

Melindungi bagian mesin yang berupa logam dan lapisan penutup

Natrium silikat

Enzymes

a. Protein diklasifikasikan berdasar-kan jenis kotoran yang akan dibersihkan oleh detergen b. Selulosa mereduksi pilling dan greying dari kain yang mengandung kapas dan membantu menghilangkan kotoran partikulat

Amylase (starch soils) Lipase (fatty and oily soils) Protease (protein soils) Cellulase

Fabric softening agents

Memberi kelembutan pada kain

Quaternary ammonium compounds

Fluorescent whitening agents

Membuat kain terlihat lebih cemer-lang dan putih ketika terkena sinar

Colorless fluorescing compounds

Fragrances

a. Menutupi baub. Memberikan bau yang sedap pada pakaian dan ruangan

Fragrance blends

2.2.6 Bahan pewangi (Parfum) Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk detergen. Artinya, walaupun secara kualitas detergen yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk detergen berbentuk cairan berwarna kekuning-kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter (ml). Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk detergen dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum eksklusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat, seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen detergen bubuk menggunakan jenis parfum yang eksklusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum (Sastrohamidjojo, 2005).

2.2.7 AntifoamCairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk mesin cuci. Bahan tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase keberadaan senyawa ini dalam formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,04-0,06% (Anonim, 2010).2.3 Proses Pembuatan Detergen2.3.1 Proses SulfonasiAlkilbenzen yang dimasukkan ke dalam sulfonator dengan penambahan sejumlah oleum, menggunakan dominant bath principle untuk mengontrol panas pada proses sulfonasi dan menjaga temperature tetap pada 550C. di dalam campuran sulfonasidimasukkan fatty tallow alcohol dan oleum. Semuanya dipompa menuju sulfater, beroperasi juga dalam dominant bath principle untuk menjaga suhu agar tetap pada kisaran 500 hingga 550C, pembuatan ini campuran dari surfactant.Reaksi kimia yang terjadi adalah:a. Sulfonasi

R + H2SO4.SO3 R SO3H + H2SO4Alkilbenzena oleumAlkilbenzena Sulfonat (ABS) SO3HR SO3H + H2SO4.SO3 R SO3H + H2SO4Disulfonat

R SO3H + R R SO3 R Sulfone 1 %

b. SulfasiReaksi UtamaR-CH2OH + SO3H2OROSO3H + H2O H= -325 sd -350 Kj/kgReaksi tambahan R-CH2OH + R-CH2-OSO3HR-CH2-O-CH2-R + H2SO4 R-CH2-CH2OH + SO3R-CH=CH2 + H2SO4 R-CH2OH + SO3 RCHO+ H2O +SO2 R-CH2OH + 2 SO3 RCOOH + H2O +SO2

2.3.2 Proses NetralisasiProduk hasil dari sulfonasi-sulfasi dinetralisasi dengan larutan NaOH dibawah temperature yang terkontrol untuk menjaga fluiditas bubur surfaktan. Surfaktan dimasukkan dalam penyimpanan.Reaksi kimia yang terjadi adalah:Hasil sulfonasi (R I) dengan sulfasi (R II) ditambah NaOH terbentuk Na5P3O11, kemudian terjadi hidrasi. Na5P3O11 + 6 H2O Na5P3O11.6 H2O Sodium Tripoliphosphate Sodium Tripoliphosphate Hexahydrate Campuran ini dipompa ke upper story, dimana campuran ini disemprotkan dibawah tekanan tinggi ke dalam high spray tower setinggi 24m, melawan udara panas dari tungku api. Butiran kering ini adalah bentuk yang dapat diterima, ukuran dan densitas yang sesuai dapat dibentuk. Butiran yang sudah dikeringkan di alirkan ke upper story lagi melalui lift yang dapat mendinginkan mereka dari 1150C dan menstabilkan butiran. Butiran ini dipisahkan dalam goncangan, dilapisi, diharumkan dan menuju pengemasan (Austin, 1996).

Gambar 5. Diagram proses pembuatan detergenAlfa Sulfometil Ester (-SFMe)

Alfa SFMe (-SFMe) yang diproduksi dari metil ester telah lama dikenal dan dipelajari terutama sejak krisis minyak di tahun 1973. Alfa SFMe lebih banyak dipelajari sebagai surfaktan yang diperoleh dari bahan baku mentah. Alfa SFMe belum mendapat posisi dalam surfaktan seperti LAS (Linear Alkylbenzene Sulphonate) atau AS (alcohol sulphate). Alasan mendasar dari fakta diatas adalah teknologi sulfonasi alfa SFMe belum dikembangkan dengan baik. Alfa SFMe dapat digunakan dalam deterjen sebagai surfaktan utama. Alfa SFMe tidak mengandung racun (rendah) dan dapat dibiodegradsi. Masalah dalam proses sulfonasi adalah sebagai berikut :- meningkatkan kualitas warna produk- mengolah hasil samping garam disodium- menghasilkan lumpur alfa SFMe berkonsentrasi tinggiReaksi sulfonasi terdiri dari 2 langkah :

RCH2COOCH3 + 2 SO3 -------> RCH(SO3H)COOSO2OCH3RCH(SO3H)COOSO2OCH3 + RCH2COOCH3 -------> 2 RCH(SO3H)COOCH3

Gambar 6. Mekanisme sulfonasi dapat dilihat seperti dibawah ini :

Dalam kasus pembuatan alfa SFMe dari metil ester, metil ester C16 yang diperoleh dari distilasi fraksinasi dapat langsung digunakan tanpa hidrogenasi, sementara metil ester C18 harus dihidrogenasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Mekanisme reaksi sulfonasi terdiri dari 2 langkah. Reaksi pertama yaitu metil ester asam lemak (FAMe) disulfonasi dalam reaktor sulfonasi dengan menggunakan gas SO3 membentuk sulfoanhydride. Pada reaksi ini digunakan jumlah SO3 berlebih, yaitu sekitar 20-30 % mol. Reaktor ini bertipe silinder-falling film reactor yang pada awalnya dikembangkan dan didesain untuk surfaktan seperti LAS dan AS. Hal yang penting dari karakteristik reaktor ini adalah : pengontrolan gas difusi SO3 dengan mengalirkan udara antara cairan film organicdan aliran gas sehingga hasil reaksi sulfonasi dapat tercapai.- Membentuk film seragam pada dinding reaktor oleh penggunaan yang didesainkhusus, sehingga hasil reaksi seragan dapat diperoleh.Produk-produk sulfonasi dapat dikirim ke unit esterifikasi dan pemutihan setelah digesting. Produk yang telah didigested berwarna coklat gelap. Dalam unit esterifikasi dan bleaching, produk-produk sulfonasi dibleach dengan menggunakan hydrogen peroksida yang secara bersambungan dengan reesterifikasi menggunakan metanol. Ketika pemutihan H2O2 dilakukan dengan kehadiran alcohol seperti methanol, efek bleaching dapat tercapai danreesterifikasi dapat diperoleh seperti pada skema dibawah. Kemudian langkah ini mengambil bagian yang penting dalam peningkatan kualitasnya. Produk-produk yang telah diputihkan dicampur dengan larutan NaOH untuk dinetralisasi. Metanolberlebih yang digunakan dalam proses tersebut berfungsi untuk mengurangi viskositas dalam lumpur. Jika metanol tidak terdapat dalam lumpur selama proses netralisasi, maka hasil samping (alfa SFNa2) akan terbentuk. Metanol dalam lumpur yang telah dinetralisasi diuapkan dan direcovery dengan menggunakan unit recovery MeOH dan dapat digunakan kembali. Langkah ini juga memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas rasa dan slurry (Anonim, 2010)

Adapun pembuatan deterjen dengan berbagai jenis deterjen dilakukan sebagai berikut : a. Detergen Anionik Alkil aril sulfonat Alkil aril sulfonat terbentuk dari sulfonasi alkil benzena, alkil benzena mengandung inti dengan satu atau lebih rangkaian alifatik (alkil). Inti alkil benzena bisa benzena, toluene, xylena, atau fenol. Alkil benzena yang biasa digunakan adalah jenis DDB (deodecil benzena). Pembuatan deodecil benzena (C6H6C12H25) dilakukan dengan alkilasi benzena dengan alkena (C12H24) dibantu dengan katalis asam. Alkilasi benzena kemudian dilakukan reaksi Fiedel-.Craft. Detergen alkil benzena yang dihasilkan melalui proses Fiedel-Craft memliki sifat degradasi biologis yang buruk karena terdapat 300 isomer dari propilen tetramer.

Olefin sulfat dan sulfonat Diproses dengan tiga cara, yaitu : Proses Oxo Olefin direaksikan dengan karbon monoksida dan hidrogen pada suhu 160C sampai 175C dengan tekanan 100-250 atm, menghasilkan aldehida. Aldehida kemudian dihidrogenasi dengan bantuan nikel sebagai katalis sehingga menghasilkan suatu senyawa alkohol. Aldehida berkurang pada saat terbentuknya alkohol. Alkohol yang dihasilkan dari proses oxo sebagian besar memiliki berat molekul kecil dibandingkan berat molekul alkohol alami. Oxo-alkohol yang memiliki berat molekul tinggi mengalami sulfonasi. Alkohol ini banyak digunakan untuk kosmetik dan produk cairan rumah tangga (tidak digunakan untuk bahan dasar pembuatan detergen).

Proses Alfol ( Proses Ziegar) Pada proses ini aluminium trietil dihilangkan dengan logam aluminium dan hydrogen untuk menghasilkan dietilaluminium hidrida. Hidrida dihilangkan dengan etena untuk menghasilkan 3 mol aluminium trietil. Dua pertiganya didaur ulang, sementara sisa trietil direaksikan dengan etena untuk menghasilkan campuran berat molekul tinggi pada aluminium alkil. Kemudian alkil aluminium dioksidasi dan dihidrolisis dengan air untuk menghasilkan alkohol dan aluminium hidroksida.

Proses WI. Welsh Pada proses ini alfa olefin direaksikan dengan hidrogen bromida dengan bantuan peroksida atau cahaya ultraviolet. Alkil bromida diubah menjadi ester melalui logam halida yang katalisasi dengan asam organik. Ester kemudian dihidrolisis menghasilkan alkohol. Reaksinya:

b. Detergen kationik Amina asetat (RNH3)OOCCH3 Dihasilkan dengan menetralisasi amina lemak dengan asam asetat dan dapat larut dalam air. Alkil trimetil ammonium klorida (RN(CH3))3+Cl- Dihasilkan dari alkilasi lengkap amina lemak atau tetriari amina dengan alkil halida lemak. Reaksi : 1. R-NH2 + 3 CH3Cl RN(CH2)2Cl + HCl 2. R2NH + 2 CH2Cl R2N(CH2)2Cl + HCl

c. Detergen nonionik Pembuatan detergen nonionik adalah : Etilen oksidaProses pembuatannya dengan mereaksikan senyawa yang mengandung kelompok hidrofobik dengan etilen oksida atau propilen oksida, dilakukan pada suhu 150-220C. Hasil yang diperoleh dinetralkan dengan 30% asam sulfur dan asam asetat glasial. Amina oksida Proses pembuatannya dengan mengoksidasi amina tetriari. d. Detergen amfoterik Proses pembuatannya yaitu amina lemak dasar (lauril amina) direksikan dengan metil akrilat untuk menghasilkan ester N-lemak--amino propionik. Kemudian disaponifikasi dengan NaOH membentuk garam natrium.

2.4 Quality Control Produk Detergen2.4.1 Sistem Managemen LingkunganProdusen harus menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan yang menjamin konsistensi pemenuhan persyaratan kriteria dan ambang batas sertifikasi ekolabel, pengendalian dampak lingkungan serta pemenuhan penaatan peraturan perundang-undangan pengelolaan lingkungan. Berikut beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penjaminan sistem manajemen lingkungan :Tabel 5. Sistem Manajemen LingkunganNoAspek LingkunganPersyaratan

1.Bahan yang dilarang Bahan karsinogenik, genotoksik, mutagenik, teratogenik dan toksik terhadap manusia dan lingkungan serta yang termasuk dalam klasifikasi Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dilarang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 tentang Bahan Berbahaya dan beracun Bahan yang terdaftar sebagai mutagen atau karsinogen pada manusia dan hewan menurut International Agency for Research on Cancer (IARC) kelas 1 Moskusxylene, moskusambrete, moskene, moskusketone dan pewangi yang dilarang oleh IFRA (International Fragrance Registration Agency). Asam Etilen Diamin Tetraasetat (EDTA), Alkil fenol etoksilat (APEO) dan Asam Nitriloasetat (NTA)EDTA (Etilen Diamin Tetraasetat)

2.pHNilai pH larutan deterjen < 10,5 diukur dalam larutan sesuai dosis pencucian yang direkomendasikan oleh produsen

3.FosfatTotal kandungan fosfat dalam deterjen (diukur sebagai STTP) < 18 gr per 100 gr produk deterjen (18 % berat produk)

4.Kandungan surfaktanKandungan bahan surfaktan sesuai dengan yang tercantum dalam SNI 06-4594-1998

5.Daya Biodegradasi surfaktanTiap surfaktan harus dapat segera terbiodegradasi secara aerobik . Tingkat daya biodegradasi adalah > 90% dicapai dalam 28 hari, dengan 70% dicapai pada 10 hari pertama pengujian

6.Enzim

Enzim yang digunakan tidak boleh mengandung mikroorganisme

7.Toksisitas LingkunganTerhadap masing-masing produk deterjen (formulasi) harus dilakukan pengujian :a) Toksisitas akut terhadap biota perairan b) Koefisien partisi oktanol-air (log Pow / Kow) < 3

2.4.2 Mutu ProdukProdusen harus menerapkan Sistem Manajemen Mutu yang menjamin konsistensi pemenuhan standar mutu produk. Produk harus memenuhi Standar Mutu Produk SNI No. 06-4594-1998 versi terbaru, kecuali pada parameter yang ditetapkan lain pada standar kriteria ini, dan produsen harus menerapkan Sistem Manajemen Mutu, guna memberikan jaminan bahwa pengawasan terhadap mutu produk dilaksanakan secara konsisten oleh produsen.Gambar 7. Jaminan Mutu dalam Pembutana Detergen

2.4.3 Kemasan1. Bahan KemasanSyarat utama bahan kemasan yang digunakan untuk produk serbuk deterjen ialah kemasan harus terbuat dari bahan yang dapat didaur ulang. Bila mungkin, kemasan produk juga dapat digunakan kembali. Beberapa contoh bahan kemasan plastik yang dapat didaur ulang : Polyethylene Terephthalate (PET) ; High Density Polyethylene (HDPE); Low Density Polyethylene, (LDPE) ; Polypropylene (PP); Polystyrene (PS) ; dll.Persyaratan bahan kemasan dalam kriteria ekolabel :a. Kemasan plastik Harus memiliki simbol plastik daur-ulang pada kemasan dan kode jenis resinnya. Kemasan atau label tidak boleh mengandung PVC atau bahan organik terklorinasi Harus terbuat dari plastik yang dapat didaur ulangb. Kemasan kartonKemasan karton harus terbuat dari bahan yang dapat didaur ulang2. Kandungan logam beratTotal kandungan logam berat (Pb, Cd, Hg dan Cr6+) dalam kemasan (termasuk printing) < 100 ppm. 2.5 Mekanisme Kerja DetergenKinerja deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air. Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air, akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak kembali menempel ke kain. Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan. Jika kotoran berupa minyak atau lemak maka akan membentuk emulsi minyakair dan detergen sebagai emulgator (zat pembentuk emulsi). Sedangkan apabila kotoran yang berupa tanah akan diadsorpsi oleh detergen kemudian mambentuk suspensi butiran tanah-air, dimana detergen sebagai suspensi agent (zat pembentuk suspensi).

2.6 Penggolongan Detergen2.6.1 Penggolongan Deterjen Berdasarkan Bentuk FisiknyaBerdasarkan bentuk fisiknya, deterjen dibedakan atas:1. Deterjen CairSecara umum, deterjen cair hamper sama dengan deterjen bubuk. Hal yang membedakan hanyalah bentuknya: bubuk dan cair. Produk ini banyak digunakan di laundry modern menggunakan mesin cuci kapasitas besar dengan teknologi yang canggih.2. Deterjen KrimDeterjen krim bentuknya hampir sama dengan sabun colek, tetapi kandungan formula keduanya berbeda. Di luar negeri, produk biasnaya tidaka dijual dalam partai kecil, tetapi dijual dalam partai besar (kemasan 25 kg).3. Deterjen bubukBila dicermati berbagai iklan deterjen bubuk di televisi maka masing-masing produk deterjen mencoba menjelaskan kepada konsumen tentang keunggulan produknya yang secara fisik berbeda dengan produk lainnya. Sebagai contoh ada sebuah iklan deterjen tertentu yang menjelaskan tentang kelebihan produk deterjen dengan kandungan butiran berbentuk padat (masif) bila dibandingkan dengan deterjen dengan butiran yang berongga. Namun, diyakini bahwa hanya sedikit orang atau pemirsa yang dapat memahami esensi dari iklan tersebut.

Berdasarkan keadaan butirannya, deterjen bubuk dapat dibedakan menjadi 2, yaitu deterjen bubuk berongga dan deterjen bubuk padat/masif. Perbedaan bentuk butiran kedua kelompok deterjen tersebut disebabkan oleh perbedaan dalam proses pembuatannya. Ditinjau dari efektivitasnya untuk mencuci, kedua bentuk deterjen tersebut dapat dikatakan sama.A. Deterjen bubuk beronggaDeterjen bubuk berongga mempunyai ciri butirannya mempunyai rongga. Butiran deterjen yang berongga dapat dianalogikan dengan bentuk bola sepak yang didalamnya rongga. Ini berarti butiran deterjen jenis ini mempunyai volume per satuan berat yang besar karena adanya rongga tersebut. Butiran deterjen jenis berongga dihasilkan oleh proses spray drying. Agak sulit mendapatkan padan kata istilah tersebut dalam bahasa Indonesia, tetapi pengertiannya yaitu bahwa terbentuknya butiran berongga karena hasil dari proses pengabutan yang dilanjutkan proses pengeringan.Kelebihan deterjen bubuk berongga dibandingkan dengan deterjen bubuk padat adalah volumenya lebih besar. Dengan berat yang sama, deterjen bubuk dengan butiran berongga tampak lebih banyak dibandingkan dengan deterjen padat. Selain kelebihan yang dipunyainya, deterjen berongga mempunyai kelemahan. Untuk membuat deterjen berongga diperlukan investasi yang besar karena harga mesin yang digunakan (spray dryer) sangat mahal, yaitu mencapai nilai miliaran rupiah. Dengan kondisi ini, pembuatan deterjen berongga tidak dapat diaplikasikan untuk skala dan home industry (industri rumah tangga), baik skala kecil maupun menengah.Sebagian besar deterjen bubuk yang dipasarkan ke kondumen termasuk dalam golongan deterjen bubuk berongga.

B. Deterjen bubuk padat/masifBentuk butiran deterjen bubuk padat/masif dapat dianalogikan degan bola tolak peluru, yaitu semuabagian butirannya terisi oleh padatan sehingga tidak berongga. Butiran deterjen yang padat merupakan hasil olahan proses pencampuran kering (dry mixing). Proses dry mixing dapat dibagi menjadi dua, yaitu dry mixing granulation (DMG process) dan simple dry mixing (metode campur kering sederhana = CKS). Metode CKS termasuk cara pembuatan deterjen bubuk yang mudah dipraktekkan. Untuk itu, dalam makalah ini hanya akan dibahas cara pembuatan deterjen bubuk padat dengan metode CKS ini. Cara pembuatan deterjen dengan metode spray drying dan dry mixing granulation tidak dibahas dalam makalah ini karena prosesnya termasuk kompleks dan dari segi bisnis tergolong proyek padat modal (memerlukan biaya investasi yang besar. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan maksud dan tujuan penulisan buku ini.Kelebihan deterjen bubuk padat, yaitu untuk membuatnya tidak diperlukan modal besar karena alatnya termasuk sederhana dan berharga murah. Kekurangannya adalah karena bentuknya padat maka volumenya tidak besar sehingga jumlahnya terlihat sedikit.

2.6.2 Penggolongan Deterjen Berdasarkan Ion Yang DikandungnyaBerdasarkan ion yang dikandungnya, deterjen dibedakan atas :1. Cationic detergentsDeterjen yang memiliki kutub positif disebut sebagai cationic detergents. Sebagai tambahan selain adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga mengandung sifat antikuman yang membuat mereka banyak digunakan di rumah sakit. Kebanyakan deterjen jenis ini adalah turunan dari ammonia.

Gambar 8. Cationic Detergent

2. Anionic detergentsDeterjen jenis ini adalah merupakan deterjen yang memiliki gugus ion negatif.

Gambar 9. Anionic Detergent3. Neutral atau Non-Ionic DetergentsNonionic detergen banyak digunakan untuk keperluan pencucian piring. Karena deterjen jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun, deterjen jenis ini tidak bereaksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah. Nonionic detergents kurang mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic detergents.

(Anonim,2010)Gambar 10. Nonionic Detergent

2.7 Penanggulangan Limbah DetergenPada produksi surfaktan anionik digunakan H2SO4 encer dengan reaktor film tipis. Terdapat dua macam limbah atau buangan utama yang harus diperhatikan yaitu limbah air cucian dari pembersih bejana yang dinetralkan dan sisa SO3 yang tidak bereaksi. Air cucian biasanya sedikit mengandung bahan aktif permukaan anionik yang biasanya diolah dengan proses biologi yang serupa dengan pengolahan limbah utama. Degradasi bakterial pada kondisi aerob mengubah surfaktan anionik menjadi karbon dioksida dan air. Limbah asam dari reactor dicuci dan dinetralisasi dengan air kapur membentuk kalsium sulfat yang tidak larut. Gas sulfonat yang dihasilkan dialirkan ke dalam siklon untuk memisahkan kabut asam dari gas-gas. Asam hasil pemisahan di masukkan kembali ke aliran produknya dan bila gas itu masih mengandung SO3 akan dilewatkan kembali ke zona reaksi. Gas cerobong yang mengandung SO2 dan SO3 mula-mula akan dilewatkan ke dalam pengendap elektrostatik untuk mengusir asam sulfat dan asam sulfit yang mungkin terbentuk karena adanya uap dalam instalasinya. Gas dari pengendapan akan dimasukkan ke dalam suatu penggosok arus, yang akan bercampur dengan suatu larutan soda kaustik di dalam air. Proses ini digunakan untuk mengusir semua residu SO2 dan SO3, sehingga dihasilkan udara bersih.DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Handout deterjen Universitas Sumatra Utara. http://ebookbrowse.com./ tkk-322-slide- deterjen-pdf-d90307129.

Austin, GT.,(1996), Industri Proses Kimia, Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta.

Friadi, Ade. 2009. Pembuatan Sabun Padat dari RBDPs (Reefined Bleached Deodorized Palm stearin). Medan. Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.Hart Harold 1998 Kimia organic , Edisi keenam , Erlangga .JakartaNasir, Subriyer. 2011. Pengolahan Air Limbah hasil Proses Laundry Menggunakan Filter Keramik Berbahan Campuran Tanah Liat Alam dan Zeolit. Universitas Sriwijaya.Perry, Robert H., Don W. green & James O. Maloney. 1999. Perry` Chemical Engineers` Handbook. 7th Edition. McGraw Hill Book Company : New York, USA.

Pradipto. 2009. Pemanfaatan Minyak Jarak sebagai bahan Dasar Pembuatan Sabun Mandi. Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.PT. Pamina, Belawan. 2004.Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organik. Gadjah Mada University Press. YogyakartaSmulders, E (2002), Laundry Detergents, Wiley-VCH Verlag GmbH, Weinheim, Germany.

SNI. 1998. Standar Mutu Produk Sabun. SNI No. 06-4594-1998. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Page 34