hukumnya dalam islam mengucapkan selamat natal

23
Saya ingin bertanya bagaimana hukumnya dalam Islam mengucapkan selamat natal. Apakah haram hukumnya? Bagaimana bila alasannya ingin menjaga hubungan baik dgn teman-teman ataupun relasi? Terima kasih untuk jawabannya. Pertanyaan kedua, bagaimana hukumnya seorang pegawai supermarket yang diminta atasan untuk mengenakan topi sinterklaus dalam rangka memeriahkan natal. Wassalamu’alaikum wr. wb. Bismillah wal hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘Ala Aalihi wa Ashhabihi wa Man waalah, wa ba’d: Untuk mengetahui batasan-batasan pergaulan Muslim dan non Muslim, maka panduan kita adalah Al Quran dan As Sunnah, sebagai rujukan tertinggi umat Islam dan pedoman hidup bagi kaum Muslimin. Bukan pemikiran untung rugi masing-masing manusia yang subjektif. Perayaan Keagamaan Adalah Wilayah Aqidah Bukan Muamalah Persepsi ini harus dibangun dalam pemikiran kaum Muslimin, bahwa perayaan keagamaan adalah masalah aqidah, bukan masalah muamalah (hubungan interaksi sosial), bukan pula budaya. Dalam masalah aqidah kita memiliki batasan-batasan yang jelas, yakni: ِ ن يِ دَ يِ لَ وْ مُ كُ ن يِ دْ مُ كَ ل“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS. Al Kafirun (109): 6) Tidak sedikit kaum Muslimin yang keliru dalam menempatkan teks-teks agama. Mereka berdalih dengan ungkapan: Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam). Ungkapan ini benar jika ditempatkan dalam hubungan sosial, seperti pinjam meminjam, hutang piutang, kerja sama dalam kebaikan sosial, dan yang semisalnya. Dalam hal ini Islam sangat membuka diri dan luwes. Bahkan dalam hukum Islam, kaum kafir dzimmi mendapatkan perlindungan dari pemerintahan Islam dan

Upload: elsah-dinata

Post on 24-Sep-2015

232 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

gyuvjhgvjh

TRANSCRIPT

Saya ingin bertanya bagaimana hukumnya dalam Islam mengucapkan selamat natal. Apakah haram hukumnya? Bagaimana bila alasannya ingin menjaga hubungan baik dgn teman-teman ataupun relasi? Terima kasih untuk jawabannya.Pertanyaan kedua, bagaimana hukumnya seorang pegawai supermarket yang diminta atasan untuk mengenakan topi sinterklaus dalam rangka memeriahkan natal.Wassalamualaikum wr. wb.

Bismillah wal hamdulillah wash Shalatu was Salamu Ala Rasulillah wa Ala Aalihi wa Ashhabihi wa Man waalah, wa bad:Untuk mengetahui batasan-batasan pergaulan Muslim dan non Muslim, maka panduan kita adalah Al Quran dan As Sunnah, sebagai rujukan tertinggi umat Islam dan pedoman hidup bagi kaum Muslimin. Bukan pemikiran untung rugi masing-masing manusia yang subjektif.Perayaan Keagamaan Adalah Wilayah Aqidah Bukan MuamalahPersepsi ini harus dibangun dalam pemikiran kaum Muslimin, bahwa perayaan keagamaan adalah masalah aqidah, bukan masalah muamalah (hubungan interaksi sosial), bukan pula budaya. Dalam masalah aqidah kita memiliki batasan-batasan yang jelas, yakni: Untukmu agamamu, dan untukku agamaku. (QS. Al Kafirun (109): 6)Tidak sedikit kaum Muslimin yang keliru dalam menempatkan teks-teks agama. Mereka berdalih dengan ungkapan: Islam adalah agama rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam). Ungkapan ini benar jika ditempatkan dalam hubungan sosial, seperti pinjam meminjam, hutang piutang, kerja sama dalam kebaikan sosial, dan yang semisalnya. Dalam hal ini Islam sangat membuka diri dan luwes. Bahkan dalam hukum Islam, kaum kafir dzimmi mendapatkan perlindungan dari pemerintahan Islam dan masyarakatnya. Mereka sama sekali tidak boleh diganggu, kecuali jika mereka mengumumkan perang terhadap umat Islam.Nah, mari kita lihat bagaimana Al Quran dan As Sunnah menyikapi perayaan hari besar keagamaan non Muslim.Kesetiaan (Wala) Kaum Muslimin Hanya Kepada Allah, RasulNya, dan Kaum MusliminKita lihat ada sebagian kaum Muslimin yang begitu enggan dengan undangan sesama Muslim, ajakan saudaranya, dan acara sesama umat Islam, seperti majelis talim dalam rangka menggali ilmu-ilmu agama. Tetapi anehnya, mereka bersemangat dengan ajakan dan undangan orang kafir kepada mereka. Sungguh aneh! Mereka pun merasa bangga dengan kebersamaannya dengan orang-orang kafir tersebut. Persis seperti yang Allah Taala sindir dalam Al Quran.Allah Taala berfirman:(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (QS. An Nisa (4):139)Ayat lainya:Sesungguhnya wali kalian hanyalah Allah, RasulNya, dan orang-orang beriman yang menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan mereka orang-orang yang ruku (tunduk). (QS. Al Maidah (5): 55)Ayat lainnya:Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali (pemimpin-pemimpinmu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (QS. Al Maidah (5) : 51)Apakah makna wali ? Wali jamaknya adalah auliya yang berati penolong dan kekasih.[1] Bisa juga bermakna teman dekat, yang mengurus urusan, yang mengusai (pemimpin).[2]Maka, jelaslah bahwa umat Islam tidak dibenarkan menjadikan orang kafir sebagai penolong, kekasih, teman dekat, dan pemimpin mereka. Sebab wali kita hanyalah kepada Allah, RasulNya, dan orang-orang beriman.Ikut merayakan dan menghadiri Hari Raya mereka merupakan salah satu bentuk keakraban dengan mereka dalam hal keagamaan. Ini semua tercela. Kita terbuai dengan perangkap syetan yang ada dibalik istilah toleransi yang tidak pada tempatnya. Ditambah lagi, khususnya Natal,mereka menyebut apa yang mereka lakukan adalah budaya, atau dialog antar budaya, bukan ritual keagamaan. Ini merupakan talbis (perangkap) dan syubhat pemikiran yang menggelayuti pemikiran mereka. Dialog antar budaya bukan dengan mengikuti acara hari besar non Muslim, yang merupakan simbol utama sebuah agama. Bukan duduk bersimpuh mendengarkan ayat-ayat mereka. Bukan ikut berdiri ketika mereka berdiri dan duduk ketika mereka duduk, dan bernyanyi ketika mereka nyanyi, lalu memakan makanan ritual keagamaan mereka, bertepuk tangan menyanjung mereka, dan ikut berbahagia atas perayaan mereka. Itu bukan dialog yang diinginkan Al Quran, walau bisa jadi itulah dialog yang diinginkan ala mereka. Itu bukan memperkaya aqidah, tetapi ittiba bil kuffar (mengekor kepada kaum kuffar).Dialog itu adalah berdiskusi, tanya jawab, munazharah, debat yang baik, agar mereka mau menerima Islam; baik menerima menjadi agama mereka, atau menerima Islam sebagai agama yang eksis dan mereka mau berdampingan dengan tidak saling menganggu.Memperkaya aqidah adalah dengan banyak-banyak mengkaji Al Quran melalui para ahlinya, mempelajari As Sunnah, mempelajari sejarah para nabi dan orang-orang shalih, hidup bersama orang shalih dan kaum beriman, dan berbanggalah dengan itu.Memperkaya aqidah bukan dengan berbasa basi dengan kekafiran dan penyimpangan mereka, bukan dengan mengikuti perayaan mereka, dan justru berbangga dengan itu, ini adalah sinkretisme yang dibaluti toleransi agama yang bukan pada tempatnya.Lalu, yang terpenting adalah bahwa larangan mengikuti Hari Raya mereka adalah bagian dari taabbudi (peribadatan) yang manshush alaih (disebutkan dalam nash), yang sikap kita adalah dengar dan taat. Turun atau tidak keimanan Anda, tetap stabil atau labil keadaan iman Anda, maka larangan tersebut tetaplah berlaku. Larangan tersebut tetap ada walau pelakunya adalah seorang yang merasa sangat shalih dan mukmin, dan mampu menjaga keimanannya.Peringatan Allah Taala Bagi Kaum MusliminJauh-jauh hari, 15 abad yang lalu, Al Quran telah memberikan panduan bagii umatnya untuk melindungi aqidahnya, yakni untuk tidak mengikuti mereka, tidak memenuhi ajakan mereka dalam hal aqidah dan keagamaan. Namun, entah ke mana dan di mana ayat-ayat ini dalam sanubari umat Islam?Allah Taala berfirman:Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al Isra (17): 36)Sebahagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. (QS. Al Baqarah (2): 109)Dalam ayat lain:Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. (QS. An Nisa (4): 100)Ayat ini dengan jelas memperingatkan umat Islam untuk tidak mengikuti perilaku orang kafir, sebab niscaya mereka akan mengembalikan orang beriman menjadi kafir setelah beriman.Imam Ibnu Katsir mengatakan: Allah Taala memberikan peringatan kepada hamba-hambaNya yang beriman tentang jalan dan perilaku orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), dan memberitahu mereka tentang permusuhan mereka terhadap kaum beriman, baik yang di hati atau yang ditampakkan.[3]Al Quran Melarang Umat Islam Mengikuti Hari Raya Orang Kafir Dalam Al Quran, mengikuti Hari Raya mereka diistilahkan dengan memberikan kesaksian palsu (Az Zuur). Allah Taala telah menegaskan demikian:Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (QS. Al Furqan (25): 72)Tentang makna ayat ini, Abu Bakar Al Khalal meriwayatkan dalam Al Jami, dari sanadnya sendiri dari Muhammad bin Sirin, tentang makna: Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu .., katanya: itu adalah menghadiri Syaanin.Syaanin adalah Hari Raya Nasrani, mereka merayakannya dalam rangka mengenang kembali masuknya Isa Al Masih ke Baitul Maqdis.Begitu pula yang disebutkan dari Mujahid, katanya: Mengikuti hari-Hari Raya orang musyrik.[4] Begitu juga yang dikataka oleh Rabi bin Anas, katanya: Mengikuti hari-Hari Raya orang musyrik.Semakna dengan ini, apa yang diriwayatkan dari Ikrimah, katanya: (Tidak melakukan) permainan yang dahulu mereka lakukan ketika jahiliyah.Al Qadhi Abu Yala mengatakan: Ayat ini berbicara tentang larangan menghadiri Hari Raya orang-orang musyrik.Adh Dhahak juga mengatakan: (tidak) mengikuti Hari Raya orang musyrik. Sementara Amru bin Murrah mengatakan: Mereka tidak ikut bersama kaum musyrikin dan tidak membaur bersama mereka. Lihat semua tafsir ini dalam kitab Iqtidha Ash Shirath Al Mustaqim. [5] As Sunnah Telah Melarang Umat Islam Menyerupai dan Mengikuti Hari Raya Orang KafirAda dua pembahasan dalam bagian ini. Pertama, larangan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyerupai orang kafir. Kedua, larangan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengikuti hara raya orang kafir. Larangan berpartisipasi dalam perayaan Hari Raya orang kafir sangat kuat. Jangankan ikut andil, sekadar menyerupai mereka saja tidak dibenarkan. Ini membuktikan betapa kuat agama ini dalam melindungi umatnya, dari aqidah, kebiasaan, dan perilaku orang-orang kafir.Pertama, Larangan Menyerupai Orang KafirDari Ibnu Umar Radhiallahu Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk kaum tersebut.[6]Imam As Sakhawi mengatakan ada kelemahan dalam hadits ini, tetapi hadits ini memiliki penguat (syawahid), yakni hadits riwayat Al Bazzar dari Hudzaifah dan Abu Hurairah, riwayat Al Ashbahan dari Anas bin Malik, dan riwayat Al Qudhai dari Thawus secara mursal.[7] Sementara, Imam Al Ajluni mengatakan, sanad hadits ini shahih menurut Imam Al Iraqi dan Imam Ibnu Hibban, karena memiliki penguat yang disebutkan oleh Imam As Sakhawi di atas.[8] Imam Ibnu Taimiyah mengatakan hadits ini jayyid (baik). Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan sanadnya hasan.[9] Demikian status hadits ini.Oleh karena itu tidak dibenarkan menyerupai mereka dalam urusan agama, terlebih mengikuti perayaan hari besar, yang merupakan hari utama mereka.Imam Al Munawi dan Imam Al Alqami menegaskan hal-hal yang termasuk penyerupaan dengan orang kafir: Yakni berhias seperti perhiasan zhahir mereka, berjalan seperti mereka, berpakaian seperti mereka, dan perbuatan lainnya. [10]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahkan mengatakan, dan ini merupakan perkataan Imam Ahmad bin Hambal juga, bahwa hadits ini merupakan dalil, paling sedikit kondisi penyerupaan dengan mereka merupakan perbuatan haram, dan secara zhahirnya bisa membawa pada kekufuran, sebagaimana ayat: Barangsiapa di antara kalian menjadikan mereka sebagai wali, maka dia telah menjadi bagian dari mereka. [11]Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: Bukan golongan kami orang yang menyerupai selain kami. [12]Sebagaimana kata Imam At tirmidzi, Pada dasarnya hadits ini dhaif, karena dalam sanadnya terdapat Ibnu Luhaiah seorang perawi yang terkenal kedhaifannya. Namun, hadits ini memiliki berapa syawahid (penguat), sehingga Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani menghasankan hadits ini dalam berbagai kitabnya.[13] Begitu pula yang dikatakan Syaikh Abdul Qadir Al Arnauth, bahwa hadits ini memiliki syawahid yang membuatnya menjadi kuat.[14]Berkata Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri tentang hadits ini: Janganlah kalian semua menyerupai mereka dalam segala perilaku mereka.[15]Tentu maksudnya adalah segala perilaku yang terkait dengan agama dan simbol agama mereka, baik acara keagamaan, pakaian keagamaan, dan lainnya. Namun, untuk perilaku di luar itu, yang terkait dengan kemaslahatan dunia dan kemakmuran manusia, seperti teknologi, ilmu pengetahuan, strategi perang, dan semisalnya, maka Islam membolehkan mengambil manfaat dari mereka.Ketika perang Ahzab yang biasa juga disebut perang Khandaq (parit), strategi yang diterapkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan sahabatnya adalah strategi menggali Khandaq (parit) yang merupakan cara orang Persia (Majusi), atas usul sahabat Nabi, Salman Al Farisi Radhiallahu Anhu. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam juga pernah menggunakan baju Romawi yang sempit padahal saat itu Romawi adalah Nasrani, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi.[16] Kedua, larangan Mengikuti Perayaan Hari Besar Orang Kafir Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sudah melarang umatnya untuk mengikuti Hari Raya mereka. Dari Aisyah Radhiallahu Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda ketika hari Id: Sesungguhnya setiap kaum memiliki Hari Raya, dan hari ini adalah Hari Raya kita.[17]Maka, Hari Raya umat Islam adalah Hari Raya yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya, saat itulah kaum Muslimin merayakan kebahagiaan mereka, kesenangan mereka, berhibur dari, makan-makanan yang enak dan lainnya. Bukan pada Hari Raya agama orang lain, baik Yahudi, Nasrani, Konghucu, Budha, Hindu, dan agama lainnya.Secara khusus, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melarang umat Islam mengikuti Hari Raya mereka.Dari Anas bin Malik Radhiallahu Anhu, beliau berkata: Dahulu orang jahiliyah memiliki dua hari untuk mereka bermain-main pada tiap tahunnya. Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam datang ke Madinah, dia bersabda: Dahulu Kalian memiliki dua hari yang kalian bisa bermain-main saat itu. Allah telah menggantikan keduanya dengan yang lebih baik dari keduanya, yakni hari Fithri dan hari Adha.[18]Al Hafizh Ibnu Hajar, dalam Fathul Bari mengatakan hadits ini sanadnya shahih.[19] Syaikh Al Albani juga menshahihkannya dalam Ash Shahihah.[20]Pada masa jahiliyah, kaum musyrikin memiliki dua hari, yakniNairuz dan Mihrajan. Berkata Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Al Azhim:Dilarang (bagi umat Islam) mengadakan permainan dan berbahagia pada dua hari itu yakni Nairuz dan Mihrajan. Hadits ini juga terdapat larangan yang halus dan perintah untuk beribadah, karena kebahagiaan hakiki terdapat dalam ibadah.Lalu, disebutkan perkataan Al Muzhhir:Ini merupakan dalil bahwa menghormati Nairuz dan Mihrajan, dan Hari Raya orang-orang muysrik yang lain, adalah terlarang.[21]Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan: Dari hadits ini disimpulkan bahwa adalah hal yang dibenci berbahagia menyambut Hari Raya orang musyrik dan menyerupai mereka, dan telah sampai perkataan Syaikh Abu Hafsh Al Kabir An Nasafi dari kalangan Hanafiyah: Barangsiapa yang memberikan hadiah kepada orang musyrik demi menghormati Hari Raya mereka, adalah perbuatan kufur kepada Allah Taala.[22]Bahkan, lebih tegas lagi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah melarang seorang Muslim membantu menjual keperluan orang Islam yang ingin ikut-ikutan Hari Raya mereka pada Hari Raya orang kafir, baik berupa makanan, pakaian, dan lainnya, sebab itu merupakan pertolongan atas kemungkaran.[24][23]PeringatanHari Raya merupakan simbol utama dari sebuah agama. Bukan hanya simbol tapi juga waktu kebanggaan bagi masing-masing agama. Maka, perilaku mengikuti, merayakan, dan memperingati Hari Raya orang kafir merupakan perilaku melarutkan diri dalam sebuah simbol utama dan hari kebanggaan mereka. Maka, tidak syak (ragu) lagi keharamannya, bahkan sebagian ulama mengatakan kufur seperti yang kami sebutkan di atas. Apalagi jika seorang Muslim ikut-ikutan acara ritual yang ada di pelaksanaan Hari Raya tersebut seperti ikut kebaktian, ikut melagukan lagu puji-pujian mereka, ikut ke klenteng atau tepekong untuk sembahyang, dan semisalnya. Hal ini jika dilakukan karena kesadaran, tidak dipaksa, dan sudah disampaikan dalil kepada mereka, tetapi mereka masih membandel ikut-ikutan juga, maka ini kufur menurut ijma ulama. Tetapi, jika dilakukan karena kebodohannya, atau terpaksa dan dipaksa, dan belum disampaikan dalil kepada mereka, maka belum dikategorikan kafir.Ada pun orang Islam yang menjadi penggembira, yang ikut-ikutan berbahagia menyambutnya walau tidak ikut langsung dengan perayaannya, maka ini pun terlarang bahkan haram sebagaimana dijelaskan oleh para ulama di atas.Berikut ini fatwa Al Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah tentang sekedar mengucapkan selamat Hari Raya agama lain yang sebenarnya lebih ringan dibanding ikut merayakannya: . Adapun memberi ucapan selamat (tahniah) pada syiar-syiar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, imlek, waisak, dll. pen) adalah hal yang diharamkan berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin. Misalnya memberi ucapan selamat pada Hari Raya dan puasa mereka seperti mengatakan, Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan yang semacamnya. Jika memang orang yang mengucapkan itu bisa selamat dari kekafiran, namun itu termasuk dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat Hari Raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan itu lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dimurkai Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut, dan dia tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bidah atau kekufuran, maka dia layak mendapatkan kebencian dan murka Allah Taala. (Imam Ibnul Qayyim, Ahkam Ahlu Adz Dzimmah, Hal. 162. Cet. 2. 2002M-1423H. Darul Kutub Al Ilmiyah)

Perbedaan Pendapat tentang Mengucapkan Selamat NatalDiantara tema yang mengandung perdebatan setiap tahunnya adalah ucapan selamat Hari Natal. Para ulama kontemporer berbeda pendapat didalam penentuan hukum fiqihnya antara yang mendukung ucapan selamat dengan yang menentangnya. Kedua kelompok ini bersandar kepada sejumlah dalil.Meskipun pengucapan selamat hari natal ini sebagiannya masuk didalam wilayah aqidah namun ia memiliki hukum fiqih yang bersandar kepada pemahaman yang mendalam, penelaahan yang rinci terhadap berbagai nash-nash syari.Ada dua pendapat didalam permasalahan ini :1. Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaiminsemoga Allah merahmati merekaserta yang lainnya seperti Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan.Diantara bentuk-bentuk tasyabbuh :1. Ikut serta didalam hari raya tersebut.2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke neger-negeri islam.Mereka juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka.2. Jumhur ulama kontemporer membolehkan mengucapkan selamat Hari Natal.Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah swt namun dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil. Firman Allah swt :Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. (QS. Al-Mumtahanah: 8)Terlebih lagi jika mereka mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin. Firman Allah swt : Artinya : Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu. (QS. An Nisaa : 86)Lembaga Riset dan Fatwa Eropa juga membolehkan pengucapan selamat ini jika mereka bukan termasuk orang-orang yang memerangi kaum muslimin khususnya dalam keadaan dimana kaum muslimin minoritas seperti di Barat. Setelah memaparkan berbagai dalil, Lembaga ini memberikan kesimpulan sebagai berikut : Tidak dilarang bagi seorang muslim atau Markaz Islam memberikan selamat atas perayaan ini, baik dengan lisan maupun pengiriman kartu ucapan yang tidak menampilkan simbol mereka atau berbagai ungkapan keagamaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam seperti salib. Sesungguhnya Islam menafikan fikroh salib, firman-Nya : Artinya : Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. (QS. An Nisaa : 157)Kalimat-kalimat yang digunakan dalam pemberian selamat ini pun harus yang tidak mengandung pengukuhan atas agama mereka atau ridho dengannya. Adapun kalimat yang digunakan adalah kalimat pertemanan yang sudah dikenal dimasyarakat.Tidak dilarang untuk menerima berbagai hadiah dari mereka karena sesungguhnya Nabi saw telah menerima berbagai hadiah dari non muslim seperti al Muqouqis Pemimpin al Qibthi di Mesir dan juga yang lainnya dengan persyaratan bahwa hadiah itu bukanlah yang diharamkan oleh kaum muslimin seperti khomer, daging babi dan lainnya.Diantara para ulama yang membolehkan adalah DR. Abdus Sattar Fathullah Said, ustadz bidang tafsir dan ilmu-ilmu Al Quran di Universitas Al Azhar, DR. Muhammad Sayyid Dasuki, ustadz Syariah di Univrsitas Qatar, Ustadz Musthafa az Zarqo serta Syeikh Muhammad Rasyd Ridho. (www.islamonline.net)Adapun MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1981 sebelum mengeluarkan fatwanya, terlebih dahulu mengemukakan dasar-dasar ajaran Islam dengan disertai berbagai dalil baik dari Al Quran maupun Hadits Nabi saw sebagai berikut :A) Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan.B) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain.C) Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain.D) Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik.E) Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak.F) Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu.G) Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan.Juga berdasarkan Kaidah Ushul FikihMenolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak dihasilkan).Untuk kemudian MUI mengeluarkan fatwanya berisi :1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wataala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.Mengucapkan Selamat Hari Natal Haram kecuali DaruratDiantara dalil yang digunakan para ulama yang membolehkan mengucapkan Selamat Hari Natal adalah firman Allah swt : Artinya : Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. (QS. Al Mumtahanah : 8)Ayat ini merupakan rukhshoh (keringanan) dari Allah swt untuk membina hubungan dengan orang-orang yang tidak memusuhi kaum mukminin dan tidak memerangi mereka. Ibnu Zaid mengatakan bahwa hal itu adalah pada awal-awal islam yaitu untuk menghindar dan meninggalkan perintah berperang kemudian di-mansukh (dihapus).Qatadhah mengatakan bahwa ayat ini dihapus dengan firman Allah swt :. Artinya : Maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka. (QS. At Taubah : 5)Adapula yang menyebutkan bahwa hukum ini dikarenakan satu sebab yaitu perdamaian. Ketika perdamaian hilang dengan futuh Mekah maka hukum didalam ayat ini di-mansukh (dihapus) dan yang tinggal hanya tulisannya untuk dibaca. Ada juga yang mengatakan bahwa ayat ini khusus untuk para sekutu Nabi saw dan orang-orang yang terikat perjanjian dengan Nabi saw dan tidak memutuskannya, demikian dikatakan al Hasan.Al Kalibi mengatakan bahwa mereka adalah Khuzaah, Banil Harits bin Abdi Manaf, demikian pula dikatakan oleh Abu Sholeh. Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah Khuzaah.Mujahid mengatakan bahwa ayat ini dikhususkan terhadap orang-orang beriman yang tidak berhijrah. Ada pula yang mengatakan bahwa yang dimaksud didalam ayat ini adalah kaum wanita dan anak-anak dikarenakan mereka tidak ikut memerangi, maka Allah swt mengizinkan untuk berbuat baik kepada mereka, demikianlah disebutkan oleh sebagian ahli tafsir (al Jami li Ahkamil Quran juz IX hal 311)Dari pemaparan yang dsebutkan Imam Qurthubi diatas maka ayat ini tidak bisa diperlakukan secara umum tetapi dikhususkan untuk orang-orang yang terikat perjanjian dengan Rasulullah saw selama mereka tidak memutuskannya (ahli dzimmah).Hak-hak dan kewajiban-kewajiban kafir dzimmi adalah sama persis dengan kaum muslimin di suatu negara islam. Mereka semua berada dibawah kontrol penuh dari pemerintahan islam sehingga setiap kali mereka melakukan tindakan kriminal, kejahatan atau melanggar perjanjian maka langsung mendapatkan sangsi dari pemerintah.Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda,Janganlah kamu memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian bertemu salah seorang diantara mereka di jalan maka sempitkanlah jalannya. (HR. Muslim)Yang dimaksud dengan sempitkan jalan mereka adalah jangan biarkan seorang dzimmi berada ditengah jalan akan tetapi jadikan dia agar berada ditempat yang paling sempit apabila kaum muslimin ikut berjalan bersamanya. Namun apabila jalan itu tidak ramai maka tidak ada halangan baginya. Mereka mengatakan : Akan tetapi penyempitan di sini jangan sampai menyebabkan orang itu terdorong ke jurang, terbentur dinding atau yang sejenisnya. (Shohih Muslim bi Syarhin Nawawi juz XIV hal 211)Hadits menyempitkan jalan itu menunjukkan bahwa seorang muslim harus bisa menjaga izzahnya dihadapan orang-orang non muslim tanpa pernah mau merendahkannya apalagi direndahkan. Namun demikian dalam menampilkan izzah tersebut janganlah sampai menzhalimi mereka sehingga mereka jatuh ke jurang atau terbentur dinding karena jika ini terjadi maka ia akan mendapatkan sangsi.Disebutkan didalam sejarah bahwa Umar bin Khottob pernah mengadili Gubernur Mesir Amr bin Ash karena perlakuan anaknya yang memukul seorang Nasrani Qibti dalam suatu permainan. Hakim Syuraih pernah memenangkan seorang Yahudi terhadap Amirul Mukminin Ali bin Abi Tholib dalam kasus beju besinya.Sedangkan pada zaman ini, orang-orang non muslim tidaklah berada dibawah suatu pemerintahan islam yang terus mengawasinya dan bisa memberikan sangsi tegas ketika mereka melakukan pelanggaran kemanusiaan, pelecehan maupun tindakan kriminal terhadap seseorang muslim ataupun umat islam.Keadaan justru sebaliknya, orang-orang non muslim tampak mendominanasi di berbagai aspek kehidupan manusia baik pilitik, ekonomi, budaya maupun militer. Tidak jarang dikarenakan dominasi ini, mereka melakukan berbagai penghinaan atau pelecehan terhadap simbol-simbol islam sementara si pelakunya tidak pernah mendapatkan sangsi yang tegas dari pemerintahan setempat, terutama di daerah-daerah atau negara-negara yang minoritas kaum muslimin.Bukan berarti dalam kondisi dimana orang-orang non muslim begitu dominan kemudian kaum muslimin harus kehilangan izzahnya dan larut bersama mereka, mengikuti atau mengakui ajaran-ajaran agama mereka. Seorang muslim harus tetap bisa mempertahankan ciri khas keislamannya dihadapan berbagai ciri khas yang bukan islam didalam kondisi bagaimanapun.Tentunya diantara merekaorang-orang non muslimada yang berbuat baik kepada kaum muslimin dan tidak menyakitinya maka terhadap mereka setiap muslim diharuskan membalasnya dengan perbuatan baik pula.Al Quran maupun Sunah banyak menganjurkan kaum muslimin untuk senantiasa berbuat baik kepada semua orang baik terhadap sesama muslim maupun non muslim, diantaranya : surat al Mumtahanah ayat 8 diatas. Sabda Rasulullah saw,Sayangilah orang yang ada di bumi maka yang ada di langit akan menyayangimu. (HR. Thabrani) Juga sabdanya saw,Barangsiapa yang menyakiti seorang dzimmi maka aku akan menjadi lawannya di hari kiamat. (HR. Muslim)Perbuatan baik kepada mereka bukan berarti harus masuk kedalam prinsip-prinsip agama mereka (aqidah) karena batasan didalam hal ini sudah sangat jelas dan tegas digariskan oleh Allah swt : Artinya : Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (QS. Al Kafirun : 6)Hari Natal adalah bagian dari prinsip-prinsip agama Nasrani, mereka meyakini bahwa di hari inilah Yesus Kristus dilahirkan. Didalam bahasa Inggris disebut dengan Christmas, Christ berarti Kristus sedangkan Mass berarti masa atau kumpulan jadi bahwa pada hari itu banyak orang berkumpul mengingat / merayakan hari kelahiran Kristus. Dan Kristus menurut keyakinan mereka adalah Allah yang mejelma.Berbuat kebaikan kepada mereka dalam hal ini adalah bukan dengan ikut memberikan selamat Hari Natal dikarenakan alasan diatas akan tetapi dengan tidak mengganggu mereka didalam merayakannya (aspek sosial).Pemberian ucapan selamat Natal baik dengan lisan, telepon, sms, email ataupun pengiriman kartu berarti sudah memberikan pengakuan terhadap agama mereka dan rela dengan prinsip-prinsip agama mereka. Hal ini dilarang oleh Allah swt dalam firman-Nya, Artinya : Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu. (QS. Az Zumar : 7)Jadi pemberian ucapan Selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani baik ia adalah kerabat, teman dekat, tetangga, teman kantor, teman sekolah dan lainnya adalah haram hukumnya, sebagaimana pendapat kelompok pertama (Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim, Ibn Baaz dan lainnya) dan juga fatwa MUI.Namun demikian setiap muslim yang berada diantara lingkungan mayoritas orang-orang Nasrani, seperti muslim yang tempat tinggalnya diantara rumah-rumah orang Nasrani, pegawai yang bekerja dengan orang Nasrani, seorang siswa di sekolah Nasrani, seorang pebisnis muslim yang sangat tergantung dengan pebisinis Nasrani atau kaum muslimin yang berada di daerah-daerah atau negeri-negeri non muslim maka boleh memberikan ucapan selamat Hari Natal kepada orang-orang Nasrani yang ada di sekitarnya tersebut disebabkan keterpaksaan. Ucapan selamat yang keluar darinya pun harus tidak dibarengi dengan keredhoan didalam hatinya serta diharuskan baginya untuk beristighfar dan bertaubat.Diantara kondisi terpaksa misalnya; jika seorang pegawai muslim tidak mengucapkan Selamat Hari Natal kepada boss atau atasannya maka ia akan dipecat, karirnya dihambat, dikurangi hak-haknya. Atau seorang siswa muslim apabila tidak memberikan ucapan Selamat Natal kepada Gurunya maka kemungkinan ia akan ditekan nilainya, diperlakukan tidak adil, dikurangi hak-haknya. Atau seorang muslim yang tinggal di suatu daerah atau negara non muslim apabila tidak memberikan Selamat Hari Natal kepada para tetangga Nasrani di sekitarnya akan mendapatkan tekanan sosial dan lain sebagainya. Artinya : Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir Padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, Maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS. An Nahl : 106)Adapun apabila keadaan atau kondisi sekitarnya tidaklah memaksa atau mendesaknya dan tidak ada pengaruh sama sekali terhadap karir, jabatan, hak-hak atau perlakuan orang-orang Nasrani sekelilingnya terhadap diri dan keluarganya maka tidak diperbolehkan baginya mengucapkan Selamat Hari Natal kepada mereka.Hukum Mengenakan Topi SinterklasSebagai seorang muslim sudah seharusnya bangga terhadap agamanya yang diimplementasikan dengan berpenampilan yang mencirikan keislamannya. Allah swt telah menetapkan berbagai ciri khas seorang muslim yang membedakannya dari orang-orang non muslim.Dari sisi bisnis dan muamalah, islam menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba yang merupakan warisan orang-orang jahiliyah. Dari sisi busana, islam memerintahkan umatnya untuk menggunakan busana yang menutup auratnya kecuali terhadap orang-orang yang diperbolehkan melihatnya dari kalangan anggota keluarganya. Dari sisi penampilan, islam meminta kepada seorang muslim untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis.Islam meminta setiap umatnya untuk bisa membedakan penampilannya dari orang-orang non muslim, sebagaimana sabda Rasulullah saw,Bedakanlah dirimu dari orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis. (Muttafaq Alaih)Islam melarang umatnya untuk meniru-niru berbagai prilaku yang menjadi bagian ritual keagamaan tertentu diluar islam atau mengenakan simbol-simbol yang menjadi ciri khas mereka seperti mengenakan salib atau pakaian khas mereka.Terkadang seorang muslim juga mengenakan topi dan pakaian Sinterklas didalam suatu pesta perayaan Natal dengan teman-teman atau bossnya, untuk menyambut para tamu perusahaan yang datang atau yang lainnya.Sinterklas sendiri berasal dari Holland yang dibawa ke negeri kita. Dan diantara keyakinan orang-orang Nasrani adalah bahwa ia sebenarnya adalah seorang uskup gereja katolik yang pada usia 18 tahun sudah diangkat sebagai pastor. Ia memiliki sikap belas kasihan, membela umat dan fakir miskin. Bahkah didalam legenda mereka disebutkan bahwa ia adalah wakil Tuhan dikarenakan bisa menghidupkan orang yang sudah mati.Sinterklas yang ada sekarang dalam hal pakaian maupun postur tubuhnya, dengan mengenakan topi tidur, baju berwarna merah tanpa jubah dan bertubuh gendut serta selalu tertawa adalah berasal dari Amerika yang berbeda dengan aslinya yang berasal dari Turki yang selalu mengenakan jubah, tidak mesti berbaju merah, tidak gendut dan jarang tertawa. (disarikan dari sumber : http://h-k-b-p.blogspot.com)Namun demikian topi tidur dengan pakaian merah yang biasa dikenakan sinterklas ini sudah menjadi ciri khas orang-orang Nasrani yang hanya ada pada saat perayaan Hari Natal sehingga dilarang bagi setiap muslim mengenakannya dikarenakan termasuk didalam meniru-niru suatu kaum diluar islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw,Siapa yang meniru suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka. (Muttafaq Alaih)Tidak jarang diawali dari sekedar meniru berubah menjadi penerinaan dan akhirnya menjadi pengakuan sehingga bukan tidak mungkin bagi kaum muslimin yang tidak memiliki dasar keimanan yang kuat kepada Allah ia akan terseret lebih jauh lagi dari sekedar pengakuan namun bisa menjadikannya berpindah agama (murtad)Akan tetapi jika memang seseorang muslim berada dalam kondisi terdesak dan berbagai upaya untuk menghindar darinya tidak berhasil maka ia diperbolehkan mengenakannya dikarenakan darurat atau terpaksa dengan hati yang tidak redho, beristighfar dan bertaubat kepada Allah swt, seperti : seorang karyawan supermarket miliki seorang Nasrani, seorang resepsionis suatu perusahaan asing, para penjaga counter di perusahaan non muslim untuk yang diharuskan mengenakan topi sinterklas dalam menyambut para tamunya dengan ancaman apabila ia menolaknya maka akan dipecat.

Alhamdulillah Memberi ucapan selamat pada hari raya Natal atau lainnya dari hari raya keagamaan mereka sepakat diharamkan. Hal itu dinukil oleh Ibnu Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkam Ahlu Dzimmah, beliau mengatakan, Adapun memberi ucapan selamat dengan syiar khusus untuk orang kafir, hal itu disepakati keharamannya. Seperti memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka dengan mengucapkan Hari raya yang diberkahi untuk anda. Atau memberikan ucapan selamat dengan hari raya ini atau semisal itu. Hal ini, walaupun pelakunya selamat dari kekufuran, maka ia termasuk sesuatu yang diharmakan. Hal itu seperti kedudukannya dengan memberikan ucapan selamat dengan sujudnya kepada salib. Bahkan hal itu lebih besar dosanya disisi Allah dan lebih dimurkai dibandingkan memberi ucapan selamat untuk orang yang meminum khamr dan membunuh jiwa. Serta terjerumus dalam perbuatan asusila yang diharamkan dan semisalnya. Banyak di antara orang yang kurang penghargaan terhadap agama, terjerumus terhadap hal itu. tidak tahu kejelekan apa yang dilakukannya. Barangsiapa yang memberi ucapan selamat kepada seorang hamba yang melakukan kemaksiatan, bidah dan kekufuran, maka dia terancam mendapatkan kemurkaan Allah. selesai ucapan beliau rahimahullah. Sesungguhnya memberi ucapan selamat kepada orang kafir terhadap hari raya agama mereka itu diharamkan sebagaiman dinyatakan oleh Ibnu Qayim. Karena itu berarti mengakui dan ridha dengan syiar kekufuran mereka, meskipun dia sendiri tidak rela dengan kekafiran itu. Seorang muslim diharamkan ridha dengan syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat dengannya atau lainnya. Karena Allah Taala tidak ridha akan hal itu sebagaimana dalam firman-Nya: "Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu." (QS. Az-Zumar: 7)Dan Firman-Nya,"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS. Al-Maidah: 3)Maka, memberikan ucapan selamat itu haram, baik mereka ikut serta dalam perayaan maupun tidak. Kalau mereka memberikan ucapan selamat kepada kita dengan hari raya mereka, maka kita tidak memberikan jawaban akan hal itu, karena itu bukan hari raya kita. Dan karena itu hari raya yang Allah tidak rela denganya. Juga karena hal itu adalah perkara yang diada-adakan dalam agama mereka, atau disyariatkan akan tetapi dihapus dengan agama Islam yang Allah utus Muhammad sallallahu alaihi wa sallam kepada seluruh makhluk.Allah berfirman, "Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali Imran: 85)Maka jawaban seorang muslim pada kesempatan semacam ini adalah haram. Hal ini bahkan lebih besar (dosanya) dibandingkan dengan mengucapkan selamat terhadap mereka di hari raya, karena hal itu termasuk ikut serta dengan mereka. Begitu juga seorang muslim diharamkan menyerupai orang kafir dengan mengadakan perayaan seperti ini, atau saling memberi hadiah, membagikan kue, memasak makanan, libur kerja atau semisal itu. berdasarkan sabda Nabi sallallahualaihi wa sallam, "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka."Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitab Iqtidha As-Syiratal Mustaqim Mukholafatul Ahlil Jahim mengtakan, "Menyerupai mereka pada sebagian hari rayanya, melahirkan kegembiraan dalam hati terhadap kebatilan pada mereka. Kadang mereka memberi makanan untuk memanfaatkan kesempatan dan merendahkan orang-orang lemah." Barangsiapa yang melakukan sesuatu dari hal itu, maka dia berdosa. Baik dia lakukan sekedar basa basi, pertemanan, malu sebab-sebab lain. Karena hal itu termasuk mudahanah (bermuka dua) dalam agama Allah, dan dapat menguatkan jiwa orang kafir serta rasa bangga kepada agama mereka. Hanya Allah yang berkuasa memuliakan umat Islam terhadap agamanya, memberi kekuatan untuk dapat konsisten, serta menolong kaum muslimin menghadapi musuh-musuhnya. Sesungguhnya Dia Maha Kuat lagi Maha Perkasa.