hidung luar

30
BAB I PENDAHULUAN Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. 1,2 Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi. Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak- anak. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat. 2,34 1

Upload: hanny-soraya

Post on 06-Feb-2016

38 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sh

TRANSCRIPT

Page 1: Hidung Luar

BAB I

PENDAHULUAN

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi

pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama

serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan

alergen spesifik tersebut.1,2

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi

genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat

berperan pada ekspresi rinitis alergi. Penyebab rinitis alergi tersering adalah

alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak- anak. Penyebab rinitis alergi

dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap

beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis alergi musiman biasanya

berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang tahun)

diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu

Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang

peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat.2,34

Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai

tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara.

Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya

jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa

faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau

merangsang dan perubahan cuaca

Dahulu rhinitis alergi dibedakan berdasarkan sipat berlangsungnya, namun

pada saat ini digunakan klasifikasiinitis alergi berdasarkan ARIA (Allergic

Rhinitis and it’s impact on asthma).12987

Gejala rhinitis alergi berciri khas bersin berulang, hidung gatal, hidung

tersumbat, ingus yang encer dan banyak.

Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih banyak tentang rhinitis alergi

1

Page 2: Hidung Luar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Hidung

2.1.1 Anatomi hidung

A. Hidung bagian luar

Bentuk hidung luar seperti piramid. Bagian puncak hidung

disebut apeks atau hip. Agak ke atas dan belakang dari apeks disebut batang

hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai ke belakang ke pangkal

hidung atau bridge dan menyatu ke dahi. Yang disebut kolumela membranosa

mulai dari apeks, yaitu di posterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah

distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal

sebagai dasar hidung.

Disini bagian bibir atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari

atas ke bawah, disebut filtrum. Sebelah kanan dan kiri kolumela

adalah nares anterior (lubang hidung)  atau nostril kanan dan kiri, sebelah

laterosuperior dibatasi oleh ala nasi (cuping hidung) dan di sebelah inferior

oleh dasar hidung. 4,5

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi

oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan

atau menyempitkan lubang hidung.4,5

2

Page 3: Hidung Luar

Kerangka tulang terdiri dari :  

Sepasang os nasalis

Prosesus frontalis os maksila

Prosesus nasalis os frontal

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari : 

Sepasang kartilago nasalis lateral superior

Sepasang kartilago nasalis lateral inferior (kartilago ala mayor)

Beberapa pasang kartilago ala minor

Kartilago septum nasi

Kerangka tulang dan kartilago dari hidung ditutupi oleh otot-otot yang

dapat menggerakkan ala nasi, otot-otot tersebut antara lain:

M.  depressor septii  nasi

M. dilator nares

M. levator labii superior

M. Nasalis

M. Procerus4,5

3

Page 4: Hidung Luar

B. Hidung bagian dalam

Hidung dalam dibagi menjadi kavum nasi (rongga hidung) kanan dan kiri

oleh septum nasi. Setiap kavum nasi tersebut dihubungkan dengan dunia luar

melalui nares anterior dan dihubungkan dengan nasofaring melalui nares posterior

(koana). 

Hidung bagian dalam terdiri dari :

Vestibulum

Merupakan bagian dari cavum nasi yang Terletak tepat di belakang nares

anterior, dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan

rambut-rambut yang disebut vibrissae.

Septum nasi 

Dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, yang membagi kavum nasi

menjadi kavum nasi kanan dan kiri.

Bagian tulang terdiri dari:

Lamina perpendikularis os etmoid

Os vomer

Krista nasalis os. Maksila

Krista nasalis os. Palatine

Bagian tulang rawan terdiri dari:

Kartilago septum (lamina kuadraangularis)

kolumela

Kavum Nasi (rongga Hidung) 

1. Dasar hidung

Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os. Maksila dan prosesus

horizontal os. Palatum

2. Atap hidung

Terdiri dari kartilago lateralis superior dan inverior, os nasal prosesus

nasalis os. Maksila, korpus os. Etmoid dan korpus os. Sphenoid. Sebagian

besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang didahului oleh

filament-filamen n. olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus

4

Page 5: Hidung Luar

olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan

cranial konka superior.

3. Dinding lateral

Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os.

Maksila, os. Lakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior,

lamina perpendikularis os. Palatum dan lamina pterigodeus medial.

4. Konka

Pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka. Dari bawah ke atas

yaitu konka inferior, konka media, konka superior dan konka suprema.

Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang

tersendiri yang melekat pada os. Maksila dan labirin etmoid, sedangkan

konka media dan superior merupakan bagian dari labirin etmoid

5. Meatus nasi

Diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang

disebut meatus. Ada tiga Meatus, Yaitu:

o Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar

hidung dan dinding lateral rongga hidung, dimana pada meatus ini

terdapat muara duktus nasolakrimalis.

o Meatus media terletak di antara konka media dan dinding lateral

rongga hidung, di meatus ini terdapat muara sinus maksila, sinus

frontal dan sinus etmoid anterior. 

o Meatus superior merupakan ruang antara konka superior dan

konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus

sphenoid.

6. Dinding medial

Dinding medial hidung adalah septum nasi.`

5

Page 6: Hidung Luar

C. Vaskularisasi hidung

Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoid anterior

dan posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmikus, sedangkan

a.oftalmikus berasal dari a.karotis interna.

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.maksila

interna. 

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari a.fasialis. 

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang

a.sfenopalatina, a.etmoidalisanterior, a.labialis superior dan a.palatina

mayor, yang disebut pleksus kiesselbach. Pleksus kiesselbach letaknya

superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi

sumber epistaksis

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan

berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar

hidung bermuara ke vena ophtalmika superior yang berhubungan dengan

sinus kavernosus.

6

Page 7: Hidung Luar

D. Persarafan Hidung

Saraf motorik

Untuk gerakan otot-otot pernafasan pada hidung luar mendapat persarafan

dari cabang nervus fasialis.

Saraf sensoris

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari

nervus etmoidalis anterior, merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang

berasal dari nervus ophtalmika (N. V-I). rongga hidung lainnya sebagian besar

mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatina

Saraf otonom

Ganglion sfenopalatinum, selain memberikan persarafan sensoris, juga

memberikan persarafan vasomotor atau otonom mukosa hidung. Ganglion ini

menerima serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion

sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka

media.

7

Page 8: Hidung Luar

Nervus olfaktorius (penciuman)

Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribriformis dari permukaan

bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu

pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung

regio olfactorius

2.1.2 Fisiologi Hidung

Secara fisiologis, hidung merupakan bagian dari traktus respiratorius, alat

penghidu dan rongga-suara untuk berbicara. 

Dalam sistem pernapasan :

o Inspirasi : 

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).

Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat

kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar

sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang

masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut

pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang

masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai

8

Page 9: Hidung Luar

banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang

masuk.

o Ekspirasi : 

udara dari koana akan naik setinggi konka media selanjutnya di

depan memecah sebagian ke nares anterior dan sebagian kembali

ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari

nasofaring

Resonansi suara

Dimana Sumbatan hidung menyebabkan rinolalia (suara sengau) dan

Membantu proses bicara dimana konsonan nasal (m, n, ng) sehingga

rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk

aliran udara

Refleks nasal

Pada mukosa hidung ada reseptor refleks yg berhubungan dengan sal

cerna, kardiovaskuler, pernafasan : mis : iritasi mukosa hidung

menyebabkan bersin dan nafas berhenti, bau tertentu menyebabkan sekresi

kel liur, lambung dan pankreas.

Mekanisme Penciuman

Di dalam rongga hidung terdapat selaput lendir yang mengandung sel- sel

pembau. Pada sel-sel pembau terdapat ujung-ujung saraf pembau atau saraf

kranial (nervus alfaktorius), yang selanjutnya akan bergabung membentuk

serabut-serabut saraf pembau untuk menjalin dengan serabut-serabut otak (bulbus

olfaktorius).  Zat-zat kimia tertentu berupa gas atau uap masuk bersama udara

inspirasi mencapai reseptor pembau. Zat ini dapat larut dalam lendir hidung,

sehingga terjadi pengikatan zat dengan protein membran pada dendrit. Kemudian

timbul impuls yang menjalar ke akson-akson. Beribu-ribu akson bergabung

menjadi suatu bundel yang disebut saraf I otak (olfaktori).  Saraf otak ke I ini

menembus lamina cribosa tulang ethmoid masuk ke rongga hidung kemudian

bersinaps dengan neuron-neuron tractus olfactorius dan impuls dijalarkan ke

daerah pembau primer pada korteks otak untuk diinterpretasikan.678

9

Page 10: Hidung Luar

2.2 RHINITIS ALERGI

2.2.1 Devinisi Rinitis Alergi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi

pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama

serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan

alergen spesifik tersebut. Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact

on Asthma) tahun 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala

bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar

alergen yang diperantarai oleh IgE. 1,2,3

2.2.3 Etiologi rinitis alergi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi

genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat

berperan pada ekspresi rinitis alergi. Penyebab rinitis alergi tersering adalah

alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak- anak. Pada anak-anak sering

disertai gejala alergi lain, seperti urtikaria dan gangguan pencernaan.7,8,10,11

Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari klasifikasi. Beberapa

pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan rinitis

alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial

(sepanjang tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau

yaitu Dermatophagoides farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur,

binatang peliharaan seperti kecoa dan binatang pengerat.

Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai

tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara.

Kelembaban yang tinggi merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya

jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa

faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau

merangsang dan perubahan cuaca

10

Page 11: Hidung Luar

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:

Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya

debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.

Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan,

misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.

Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya

penisilin atau sengatan lebah.

Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan

mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan 1,11,12

2.2.4 Klasifikasi rinitis alergi

Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat

berlangsungnya, yaitu:

1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)

2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)

Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya.

Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO

Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 20017,11 :

11

Page 12: Hidung Luar

2.2.5 imunopatogenesis

Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu

Reaksi alergi fase cepat (RAFC) Berlangsung sampai satu jam kontak

dengan alergen dan mencapai puncaknya pada 15,20 menit pasca paparan

alergen.

Reaksi alergen fase lambat (RAFL) berlangsung 24-48 jam kemudian

dengan puncak reaksi pada 4-8 jam pertama.

Alergen yang menempel pada mukosa hidung pada pertama kali,

terhirup bersama inhalasi udara nafas. Alergen yang terdeposit oleh

makrofag atau sel dendrit yang berfungsi sebagai fagosit dan sel penyaji

antigen (antigen presenting cell) diproses membentuk fragmen pendek

peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek

peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang

kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th0). Kemudian sel penyaji

akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan mengaktifkan

Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan

berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.6,11

12

Page 13: Hidung Luar

IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel

limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi

imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan

diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel

mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut

sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi.6,11

Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang sama,

maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi

degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat

terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators)

terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed

Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4),

Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF),

berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF (Granulocyte

Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut

sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat.

Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus

sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin

juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami

hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore.

Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid.

Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul

kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di

jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala

akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan.

Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel

inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan

mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin pada secret

hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah

13

Page 14: Hidung Luar

akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti

Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic Derived Protein (EDP),

Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada

fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik

dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang,

perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.

Gambar 2.1. Patogenesis rinitis alergi

2.2.6 Gejala Klinis

Gejala rinitis alergi yang khas ialah :

Terdapatnya serangan bersin berulang. bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap

serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin

patologis

Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak

hidung tersumbat

hidung dan mata gatal

14

Page 15: Hidung Luar

Kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).

Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring.

o Tanda hidung

termasuk lipatan hidung melintang – garis hitam

melintang pada tengah punggung hidung akibat sering

menggosok hidung ke atas menirukan pemberian

hormat (allergic salute)

pucat dan edema mukosa hidung yang dapat muncul

kebiruan.

Lubang hidung bengkak. Disertai dengan sekret mukoid

atau cair.

o Tanda di mata

Edema kelopak mata

kongesti konjungtiva

lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner).

o Tanda pada telinga

retraksi membran timpani

otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba

eustachii.

o Tanda faringeal

faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa

jaringan limfoid.

o Tanda laringeal

suara serak

Edema pita suara

Gejala lain yang tidak khas:

batuk,

sakit kepala,

masalah penciuman,

mengi

penekanan pada sinus

15

Page 16: Hidung Luar

nyeri wajah

post nasal drip.

Beberapa orang juga mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan

nafsu makan dan sulit tidur.1

2.2.7 Diagnosis Rinitis Alergi

A. Anamnesa

Bersin berulang

Hidung tersumbat

Rinore banyak bening dan encer.

Hidung dan mata gatal kadang disertai lakrimasi (konjungtivitis)

Tanyakan penggunaan obat sebelumnya.

Tanyakan bagaimana lingkungan rumah dan sekolah / tempat kerja

Tanyakan riwayat keluarga, apakah ada penyakit atopic

B. Pemeriksaan Fisik

Rhinoskopi anterior : mukosa edema, basah, warna pucat atau livid

disertai secret encer yang banyak

Bila gejala persisten mukosa inferior tampak hipertrofi.

Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia.

16

Page 17: Hidung Luar

C. Pemeriksaan penunjang In vitro

Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radioimunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri

In vivoAlergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui. Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya.Pada diet eliminasi, jenis

17

Page 18: Hidung Luar

makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang denganmeniadakan suatu jenis makanan.1,2,3

Skin Prick Test 

2.2.7 Penatalaksanaan Rinitis Alergi Terapi yang paling ideal adalah dengan alergen

penyebabnya (avoidance) dan eliminasi. Simptomatis

a. MedikamentosaAntihistamin yang dipakai adalah antagonis H-1, yang bekerja secara inhibitor komppetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai inti pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Antihistamin dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi -2 (non sedatif). Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik.Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau tropikal. Namun pemakaian secara tropikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa.Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala trauma sumbatan hidung akibat respons fase lambat berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid tropikal (beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason, mometasonfuroat dan triamsinolon).

18

Page 19: Hidung Luar

Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida, bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik permukaan sel efektor .

b. Operatif Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau troklor asetat.

c. Imunoterapi Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi. Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody. Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan.

2.2.8 Komplikasi rinitis alergi Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:

Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.

Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih

sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah .7,8,9,10

BAB IIIKESIMPULAN

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi

pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama

serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan

alergen spesifik tersebut. Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan

pada dewasa dan ingestan pada anak- anak.1,2,3

Gejala rinitis alergi yang khas ialah Terdapatnya serangan bersin

berulang. bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap serangan, sebagai akibat

dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis. Gejala lain ialah

19

Page 20: Hidung Luar

keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata

gatal,Kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi). Tanda-

tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring.1,7,8

Diagnosa rhinitis alergi dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan

fisik danpemeriksaan penunjang. Dari anamneses dapat ditemukan Bersin

berulang,Hidung tersumbat, Rinore banyak bening dan encer, Hidung dan mata

gatal kadang disertai lakrimasi (konjungtivitis), Tanyakan penggunaan obat

sebelumnya,Tanyakan bagaimana lingkungan rumah dan sekolah / tempat kerja,

Tanyakan riwayat keluarga, apakah ada penyakit atopic. Dari Pemeriksaan Fisik,

Rhinoskopi anterior : mukosa edema, basah, warna pucat atau livid disertai secret

encer yang banyak, Bila gejala persisten mukosa inferior tampak hipertrofi.

Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan bila fasilitas tersedia.1,8,10

Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan

alergen penyebabnya (avoidance), medikamentosa, operatif dan

imunoterapi.1,7,8,9,10

DAFTAR ISI

1. Soepardi, Efiati dkk. 2003. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,

tenggorok, kepala dan leher. Jakarta : FKUI. P. 122-128

2. Lee, J.K. rhinitis & neurophaty, essential otolaryngology,2008 edisi 9.

newyork : yele hospital. P. 378-383

3. Soepardi, Efiati dkk. 2007. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,

tenggorok, kepala dan leher. Jakarta : FKUI. P. 128-134

4. Adam, G. Boies. 1997. Buku ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC

20

Page 21: Hidung Luar

5. Huriyati, effy. Diagnosis dan penatalaksanaan rhinitis alergi yamg disertai

asma bronchial. FK UNAND – RSUP Dr. M. Djamil Padang

6. Pawankar, ruby. Dkk. 2012. Allergic Rhinitis and its impact on asthma i

asia pacific and ARIA update 2008 Dalam : symposium Repor

Supplement.

7. Snow, J B. Ballenger. 2003. Allergic Rhinitis. Dalam : bellenger’s

otorhinolaryngology head and neck surgery, 16th ED, new York : BC

Decker

8. ARIA. ARIA At A Glance Pocket Reference 2007 1st edition. 2007

9. Seikh J. Allergic Rhinitis. http://emedicine.medscape.com/article/134825

diakses 12 maret 2015

10. Sudiro, madiadiapoera. 2010. Eusinophil kerokan mukosa hidung sebagai

rhinitis alergi. MKB volume 42 No.1

11. Karya, Aziz. 2008. Pegaruh rhinitis alergi terhadap gangguan tuba

eustachius. Cermin dunia kedokteran 166 Volume 37

12. Plaut valentine. 2005. Allergic Rhinitis : the new England journal of

medicine 353 volume 18

21