hadits tentang fitnah thdp aisyah

4
Aisyah pernah mengalami fitnah yang mengotori lembaran sejarah kehidupan sucinya, hingga turun ayat Al-Q ur’an yang menerangkan kesucian dirinya. Kisahnya bermula dari sini. Seperti biasanya, sebelum berangkat perang, Rasulullah mengundi istrinya yang akan menyertainya berperang. Ternyata undian jatuh kepada Aisyah, sehingga Aisyah yang menyertai beliau dalam Perang Bani al-Musthaliq. Saat itu bertepatan dengan turunnya perintah memakai hijab. Setelah perang selesai dan kaum muslimin memetik kemenangan, Rasulullah kembali ke Madinah. Ketika tentara Islam tengah beristirahat di sebuah pelataran, Aisyah masih berada di dalam sekedup untanya. Pada malam harinya, Rasulullah mengizinkan rombongan berangkat pulang. Ketika itu Aisyah pergi untuk hajatnya, dan kembali. Ternyata, kalung di lehernya jatuh dan hilang, sehingga dia keluar dan sekedup dan mencari-cari kalungnya yang hilang. Ketika pasukan siap berangkat, sekedup yang mereka angkat ternyata kosong. Mereka mengira Aisyah berada di dalam sekedup. Setelah kalungnya ditemukan, Aisyah kembali ke pasukan, namun alangkah kagetnya karena tidak ada seorang pun yang dia temukan. Aisyah tidak meninggalkan tempat itu, dan mengira bahwa penuntun unta akan tahu bahwa dirinya tidak berada di dalamnya, sehingga mereka pun akan kembali ke tempat semula. Ketika Aisyah tertidur, lewatlah Shafwan bin Mu’thil yang terheran- heran melihat Aisyah tidur. Dia pun mempersilakan Aisyah menunggangi untanya dan dia menuntun di depannya. Berawal dari kejadian itulah fitnah tersebar, yang disulut oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Ketika tuduhan itu sarnpai ke telinga Nabi, beliau mengumpulkan para sahabat dan meminta pendapat mereka. Usamah bin Zaid berkata, “Ya Rasulullah, dia adalah keluargamu … yang kau ketahui hanyalah kebaikan semata.“ Ali juga berpendapat, “Ya Rasulullah, Allah tidak pernah mempersulit engkau. Banyak wanita selain dia.” Dari perkataan Ali, ada pihak yang memperuncing masalah sehingga terjadilah pertentangan berkelanjutan antara Aisyah dan Ali. Mendengar pendapat-pendapat dari para sahabat Nabi, bentambah sedihlah Aisyah, terlebih setelah dia melihat adanya perubahan sikap pada diri Nabi. Ketika Aisyah sedang duduk-duduk bersarna orang tuanya, Rasulullah menghampirinya dan bersabda: “Wahai Aisyah aku mendengar berita bahwa kau telah begini dan begitu. Jika engkau benar-benar suci, niscaya Allah akan menyucikanmu. Akan tetapi, jika engkau telah berbuat dosa, bertobatlah dengan penuh penyesalan, niscaya Allah akan mengampuni dosamu.” Aisyah menjawab, “Demi Allah, aku tahu bahwa engkau telah mendengar kabar inmi, dan ternyata engkau mempercayainya. Seandainya aku katakan bahwa aku tetap suci pun, niscaya hanya Allahlah yang mengetahui kesucianku, dan tentunya engkau tak akan mempercayaiku. Akan tetapi, jika aku mengakui perbuatan itu, sedangkan Allah mengetahui bahwa aku tetap suci, maka kau akan mempercayai perkataanku. Aku hanya dapat mengatakan apa yang dikatakan Nabi Yusuf, ‘Maka bersabar itu lebih baik’. Dan Allah pula yang akan menolong atas apa yang engkau gambarkan.” Aisyah sangat mengharapkan Allah menurunkan wahyu berkaitan dengan masalahnya, namun wahyu itu tidak kunjung turun. Baru setelah beberapa saat, sebelum seorang pun meninggalkan rumah Rasulullah, wahyu yang menerangkan kesucian Aisyah pun turun kepada beliau. Rasulullah segera menemui Aisyah dan berkata, “Hai Aisyah, Allah telah menyucikanmu dengan firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.” (QS. An-Nuur:11). Demikianlah kemulian yang disandang Aisyah, sehingga bertambahlah kemuliaan dan keagungannya di hati Rasulullah. ------------------------------------------------------------------------- Awal mulanya berita bohong ini, terjadi saat berakhirnya perang antara kaum Muslimin dan Bani Mushtaliq pada Syaban tahun 5 hijriyah. Peperangan ini diikuti oleh sejumlah kaum munafik. Isteri Rasul SAW, Siti Aisyah, turut pula dengan Nabi berdasarkan undian yang diadakan di antara istri-istrinya.

Upload: fafan

Post on 31-Jan-2016

40 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hadits Tentang Fitnah Sayyidah Aisyah

TRANSCRIPT

Page 1: Hadits Tentang Fitnah Thdp Aisyah

Aisyah pernah mengalami fitnah yang mengotori lembaran sejarah kehidupan sucinya, hingga turun ayat Al-Q ur’an yang menerangkan kesucian dirinya. Kisahnya bermula dari sini. Seperti biasanya, sebelum berangkat perang, Rasulullah mengundi istrinya yang akan menyertainya berperang. Ternyata undian jatuh kepada Aisyah, sehingga Aisyah yang menyertai beliau dalam Perang Bani al-Musthaliq. Saat itu bertepatan dengan turunnya perintah memakai hijab. Setelah perang selesai dan kaum muslimin memetik kemenangan, Rasulullah kembali ke Madinah. Ketika tentara Islam tengah beristirahat di sebuah pelataran, Aisyah masih berada di dalam sekedup untanya. Pada malam harinya, Rasulullah mengizinkan rombongan berangkat pulang. Ketika itu Aisyah pergi untuk hajatnya, dan kembali. Ternyata, kalung di lehernya jatuh dan hilang, sehingga dia keluar dan sekedup dan mencari-cari kalungnya yang hilang. Ketika pasukan siap berangkat, sekedup yang mereka angkat ternyata kosong. Mereka mengira Aisyah berada di dalam sekedup. Setelah kalungnya ditemukan, Aisyah kembali ke pasukan, namun alangkah kagetnya karena tidak ada seorang pun yang dia temukan. Aisyah tidak meninggalkan tempat itu, dan mengira bahwa penuntun unta akan tahu bahwa dirinya tidak berada di dalamnya, sehingga mereka pun akan kembali ke tempat semula. Ketika Aisyah tertidur, lewatlah Shafwan bin Mu’thil yang terheran-heran melihat Aisyah tidur. Dia pun mempersilakan Aisyah menunggangi untanya dan dia menuntun di depannya. Berawal dari kejadian itulah fitnah tersebar, yang disulut oleh Abdullah bin Ubay bin Salul.

Ketika tuduhan itu sarnpai ke telinga Nabi, beliau mengumpulkan para sahabat dan meminta pendapat mereka. Usamah bin Zaid berkata, “Ya Rasulullah, dia adalah keluargamu … yang kau ketahui hanyalah kebaikan semata.“ Ali juga berpendapat, “Ya Rasulullah, Allah tidak pernah mempersulit engkau. Banyak wanita selain dia.” Dari perkataan Ali, ada pihak yang memperuncing masalah sehingga terjadilah pertentangan berkelanjutan antara Aisyah dan Ali. Mendengar pendapat-pendapat dari para sahabat Nabi, bentambah sedihlah Aisyah, terlebih setelah dia melihat adanya perubahan sikap pada diri Nabi.

Ketika Aisyah sedang duduk-duduk bersarna orang tuanya, Rasulullah menghampirinya dan bersabda:“Wahai Aisyah aku mendengar berita bahwa kau telah begini dan begitu. Jika engkau benar-benar suci, niscaya

Allah akan menyucikanmu. Akan tetapi, jika engkau telah berbuat dosa, bertobatlah dengan penuh penyesalan, niscaya Allah akan mengampuni dosamu.” Aisyah menjawab, “Demi Allah, aku tahu bahwa engkau telah mendengar kabar inmi, dan ternyata engkau mempercayainya. Seandainya aku katakan bahwa aku tetap suci pun, niscaya hanya Allahlah yang mengetahui kesucianku, dan tentunya engkau tak akan mempercayaiku. Akan tetapi, jika aku mengakui perbuatan itu, sedangkan Allah mengetahui bahwa aku tetap suci, maka kau akan mempercayai perkataanku. Aku hanya dapat mengatakan apa yang dikatakan Nabi Yusuf, ‘Maka bersabar itu lebih baik’. Dan Allah pula yang akan menolong atas apa yang engkau gambarkan.”

Aisyah sangat mengharapkan Allah menurunkan wahyu berkaitan dengan masalahnya, namun wahyu itu tidak kunjung turun. Baru setelah beberapa saat, sebelum seorang pun meninggalkan rumah Rasulullah, wahyu yang menerangkan kesucian Aisyah pun turun kepada beliau. Rasulullah segera menemui Aisyah dan berkata, “Hai Aisyah, Allah telah menyucikanmu dengan firman-Nya:

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.” (QS. An-Nuur:11).

Demikianlah kemulian yang disandang Aisyah, sehingga bertambahlah kemuliaan dan keagungannya di hati Rasulullah.-------------------------------------------------------------------------

Awal mulanya berita bohong ini, terjadi saat berakhirnya perang antara kaum Muslimin dan Bani Mushtaliq pada Syaban tahun 5 hijriyah. Peperangan ini diikuti oleh sejumlah kaum munafik. Isteri Rasul SAW, Siti Aisyah, turut pula dengan Nabi berdasarkan undian yang diadakan di antara istri-istrinya.

Dalam perjalanan pulang saat kembali dari peperangan, rombongan kaum Muslimin berhenti di suatu tempat.Menurut Sulaiman bin Muhammad bin Abdullah Al-Utsaim dalam bukunya Slwa al-Hazin, Qashash Waqi’iyyah

Mu’atstsirah (Obat Penawar Hati yang Sedih), peristiwa itu terjadi di dekat Kota Madinah. Ditegaskan oleh Muhammad Husein Haikal, peristiwa itu terjadi tepat di daerah Muraisi, masih berada dalam wilayah Madinah.

Diterangkan Syauqi Abu Khalil dalam bukunya, Athlas Hadits, sebagaimana dikutip dari Ar-Raudh al-Mi’thar dan Mu’jam al-Buldan, al-Munaisi adalah nama sungai yang terdapat di daerah Qudaid sampai as-Sahil. Di daerah inilah tempat terjadinya perang antara kaum Muslimin dan Bani Mushtaliq dari Khuza’ah sekitar tahun 6 Hijriyah. AlMuraisi berjarak dengan pantai sejauh 80 kilometer (km).

Dalam hadis yang diriwayatkan dari Aisyah RA oleh Imam Bukhari dengan sanadnya dari Ibnu Syuhaib az-Zuhri, dan Urwah bin Az-Zubair, Said bin AlMusaiyib, Alqamah bin Waqqash, Ubaidullah bin Abduliah bin Utbah bin Mas’ud tentang peristiwa tersebut, dikatakan, setelah usai peperangan itu, semua rombongan kaum Muslimin bermaksud kembali ke Madinah.

Saat itulah, Siti Aisyah menyadari bahwa kalungnya yang terbuat dari merjan Azhfar (lihat An-Ni hayah fi Gharib al-Hadits, karya Ibnul Atsir 1/269) telah putus (hilang). Maka, Siti Aisyah yang biasanya ditandu, segera kembali ke tendanya untuk mencari kalung tersebut. Sekian lama ia mencari kalung tersebut. Sementara, orang-orang yang membawa tandu Siti Aisyah tak menyadari bahwa tuannya tidak berada di dalamnya, Karena itulah, Siti Aisyah tertinggal dari rombongan. Maka, Siti Aisyah hanya pasrah. Ia berharap, ada rombongan kaum Muslimin yang kembali. Terlalu lama menunggu, Siti Aisyah akhirnya terserang kantuk hingga akhirnya tertidur.

Tanpa diduga, di saat itu muncullah salah seorang anggota rombongan yang bernama Shafwan bin Mu’athal as-Sulami adz-Dzakwani. Shafwan bertugas sebagai anggota pasukan yang paling belakang.

Melihat ada orang yang tertinggal, Shafwan segera menjenguknya. Namun, setelah mengetahui yang tertinggal itu adalah Ummul Mukminin, Siti Aisyah RA, Shafwan pun lalu ber-istirja’ (mengucapkan Innalillahi wa inna ilaihi raajiun).

Page 2: Hadits Tentang Fitnah Thdp Aisyah

Shafwan pun segera memberikan tunggangannya (unta—Red) kepada Siti Aisyah. Sedangkan, Shafwan sendiri, berjalan kaki sambil menuntun unta yang ditunggangi Aisyah. Mereka berdua berhasil menyusul rombongan kaum Muslimin yang sedang beristirahat.

Orang-orang yang menyaksikan kedatangan Ummul Mukminin bersama Shafwan, muncullah desas-desus terhadap hubungan keduanya. Mereka membicarakannya menurut prasangka masing-masing. Desas-desus itu kemudian terus menyebar hingga akhirnya menjadi fitnah atau berita bohong terhadap diri Aisyah, hingga seluruh rombongan tiba di Madinah. Fitnah ini Akhirnya menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum Muslimin.

Si penyebar berita itu adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Kisah selengkapnya dapat dilihat dalam Sirah Ibnu Hasyim 2/297, Tarikh At-Thabari 2/611, TafsirAt-Thabari 18/93, Musnad Abu Ya’la 4/45 0, dan Fath al-Bari 8/458.

Karena tuduhan berselingkuh tersebut, sampai-sampai Rasul SAW menunjukkan perubahan sikap atas diri Aisyah.Diceritakan Aisyah, karena peristiwa itu dirinya akhirnya jatuh sakit. “Saat itu yang membuatku bingung ketika aku

sakit, aku tidak melihat kelembutan dari Nabi SAW seperti yang biasa aku lihat dan beliau di kala aku sakit. Beliau hanya masuk sebentar dan mengucapkan salam, lalu bertanya; “Bagaimana keadaanmu,” kemudian pergi. (Lihat karya Ibnul Atsir, An-Nihayah fi Gharib al-Hadits, 5/il).

Kondisi fitnah itu tentu menyebar hingga mencapai satu bulan lamanya. Dan, selama itu pula, tak ada wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW. Sampai kemudian, Allah SWT mengabarkan berita gembira kepada Nabi SAW yangmenyatakan bahwa Aisyah RA terbebas dari segala tuduhan perselingkuhan dan fitnah itu. Penegasan Allah itu terangkum dalam surah An-Nuur [24]:11-26. Dengan turunnya ayat tersebut di atas, terbebaslah Aisyah RA dari tuduhan keji itu. Wallahu A’lam----------------------------------------------------------

Biasanya, bila Nabi SAW berangkat melakukan ekspedisi, beliau mengadakan undian terhadap istri-istrinya. Barangsiapa yang keluar namanya, maka dialah yang ikut serta. Sorenya, pada waktu ekspedisi ke Bani Mushtaliq akan dilakukan, yang keluar namanya adalah Aisyah. Jadi dialah yang dibawa oleh Rasulullah. Aisyah adalah seorang wanita yang berperawakan kecil dan ringan. Bila pelangkin sudah diantarkan orang sampai di depan pintu tendanya, dia pun naik. Lalu mereka membawanya ke punggung unta. Saking ringannya, mereka hampir tidak dapat merasakan keberadaan Aisyah dalam pelangkin.

Selesai dari ekspedisi (peperangan) dengan Bani Musthaliq itu, Nabi dan rombongannya berangkat lagi meneruskan perjalanan yang panjang dan sangat meletihkan—sebagaimana disebutkan di dua seri sebelumnya. Sesudah itu beliau menuju Madinah. Pada suatu tempat dekat kota, Rasulullah berhenti dan bermalam di sana. Kemudian diumumkan kepada rombongan, perjalanan akan diteruskan lagi.

Karena hendak menunaikan hajat, Aisyah keluar dari kemah Nabi, sedang pelangkin sudah menunggu di depan tenda, menantikan ia masuk kembali. Aisyah mengenakan seuntai kalung, dan setelah menyelesaikan keperluannya, kalung itu lepas dari lehernya. Ia pun kembali menyusuri jalan sambil mencari-cari. Dan setelah sekian lama mencari, Aisyah pun menemukannya kembali. Namun begitu kembali ke tenda, ternyata pelangkin itu sudah dipasang kembali di punggung unta. Sang pengiring mengira Ummul Mukminin sudah berada di dalamnya, mereka pun langsung berangkat.

Aisyah tidak menemukan seorang pun di tempat itu, namun ia tidak merasa takut atau khawatir karena yakin bahwa jika rombongan itu nanti mengetahui ia tidak ada di punggung unta, tentu mereka akan kembali ke tempat semula. Jadi ia lebih baik tidak meninggalkan tempat daripada mengarungi padang pasir tanpa pedoman. Aisyah pun berbaring berselimutkan pakaian luarnya di tempat itu, sambil menunggu orang yang akan datang mencarinya.

Pada sedang berbaring itu, Shafwan bin Mu'athal lewat di tempat tersebut, yang juga terlambat ikut rombongan pasukan karena harus menunaikan urusannya pula. Shafwan sebelumnya pernah melihat Ummul Mukminin Aisyah, sebelum ada ketentuan hijab terhadap istri-istri Nabi. Begitu melihat Aisyah, Shafwan sangat terkejut dan melangkah mundur sambil berkata, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un! Istri Rasulullah SAW! Kenapa anda sampai tertinggal?" ujarnya.

Aisyah tidak menjawab. Shafwan mendekatkannya untanya dan dia sendiri mundur sambil berkata, "Naiklah, wahai Ummul Mukminin!"

Setelah Aisyah naik, Shafwan kemudian segera menggeber untanya hendak menyusul rombongan yang lain. Tetapi tidak terkejar juga, karena ternyata mereka mempercepat perjalanan agar segera sampai di Madinah. Pasukan Muslimin ingin segera dapat beristirahat setelah mengalami perjalanan yang sangat meletihkan, perjalanan yang juga diperintahkan oleh Rasulullah guna menghindarkan fitnah yang hampir-hampir terjadi akibat perbuatan Abdullah bin Ubay.

Shafwan memasuki Madinah pada siang hari disaksikan orang banyak, sementara Aisyah di atas untanya. Sampai di depan rumahnya, Aisyah pun masuk. Tak terlintas dalam pikiran orang bahwa peristiwa ini akan dijadikan buah bibir, atau akan menimbulkan syak karena ia terlambat dari rombongan. Dalam hati Rasulullah sendiri tidak terlintas suatu prasangka buruk terhadap Shafwan, seorang orang Mukmin yang beriman teguh.

Juwairiyah binti Harits termasuk salah seorang tawanan perang Bani Mushtaliq. Dia seorang wanita cantik dan manis. Ia jatuh menjadi bagian salah seorang Anshar. Dalam hal ini ia ingin menebus diri, oleh sebab itu, ia segera pergi menemui Nabi yang saat itu sedang berada di rumah Aisyah.

"Saya Juwairiyah putri Harith bin Abi Dzirar, pemimpin masyarakat," katanya. "Saya mengalami bencana, seperti sudah tuan ketahui tentunya. Tetapi karena saya sudah menjadi milik si fulan, maka saya telah mengajukan penawaran untuk membebaskan diri saya. Kedatangan saya kemari ingin mendapat bantuan tuan mengenai penawaran itu."

"Maukah engkau dengan yang lebih baik dari itu?" tanya Nabi SAW."Apa?""Saya penuhi penawaranmu dan saya menikahimu," kata Rasulullah.Setelah berita itu tersiar, sebagai penghormatan terhadap semenda Rasulullah dengan Bani Mushtaliq, tawanan-

tawanan perang yang ada di tangan pasukan Muslimin segera dibebaskan. Sehingga mengenai Juwairiyah ini, Aisyah pernah

Page 3: Hadits Tentang Fitnah Thdp Aisyah

berkata, "Tak pernah saya lihat ada seorang wanita yang lebih besar membawa keuntungan buat golongannya seperti dia ini."

Setelah Rasulullah menikah dengan Juwairiyah, beliau membuatkan rumah untuknya di samping rumah-rumah istrinya yang lain di dekat mesjid. Dengan demikian, Juwairiyah pun menjadi Ummul Mukminin pula.

Sementara itu, orang di luar mulai pula berbisik-bisik tentang keterlambatan Aisyah dan kedatangannya bersama Shafwan dengan menumpang untanya, sedang Shafwan sendiri seorang pemuda yang tegap dan tampan.

Saudara perempuan Zainab binti Jahsy yang bernama Hamnah, sudah tahu bahwa posisi Aisyah di hati Rasulullah lebih tinggi dibanding saudaranya itu. Ia segera menyebarkan desas-desus tentang Aisyah ini.

Dengan demikian, Abdullah bin Ubay merasa mendapat lahan subur dalam usahanya menyebarkan isu tersebut, yang sekaligus merupakan penawar terhadap api kebencian di hatinya. Ia mati-matian menyebarluaskan gosip ini. Namun dalam hal ini, kalangan Aus telah menentukan sikap untuk membela Aisyah. Ummul Mukminin Aisyah adalah lambang kesucian dan seorang wanita yang berakhlak tinggi, yang patut menjadi teladan. Peristiwa ini hampir saja menjadi fitnah besar di Madinah.

Berita-berita ini kemudian sampai juga kepada Rasulullah SAW. Tentu saja beliau resah dan gelisah. Beliau juga kebingungan, antara percaya atau tidak.

Orang-orang tak ada yang berani menyampaikan desas-desus itu kepada Aisyah, meskipun ia sendiri sudah merasa aneh melihat sikap Rasulullah yang kaku. Suatu sikap yang belum pernah dilihatnya dan memang tidak sesuai dengan perangainya yang selalu lemah-lembut, selalu penuh kasih kepadanya.

Kemudian Aisyah jatuh sakit, dan cukup parah. Bila Rasulullah datang menengoknya dan ibunya ada di tempat itu merawatnya, beliau hanya berkata, "Bagaimana?"

Aisyah merasa pilu melihat sikap Nabi yang begitu kaku kepadanya. Sehingga berkata, "Kalau kau izinkan, aku akan pindah ke rumah ibu, supaya ia dapat merawatku."

Ia pun pindah ke tempat ibunya. Sikap Rasulullah yang demikian menimbulkan kepedihan di hati Aisyah. Setelah lebih dari dua puluh hari menderita sakit, akhirnya Aisyah sembuh. Segala pembicaraan orang yang terjadi tentang dirinya, tidak ia ketahui.

Sebaliknya Rasulullah merasa sangat terganggu dengan berita-berita yang disebarkan orang-orang. Beliau kemudian berbicara di hadapan mereka. "Saudara-saudara, kenapa orang-orang menggangguku mengenai keluargaku. Mereka mengatakan hal-hal yang tidak sebenarnya mengenai diriku. Padahal yang kuketahui mereka itu orang baik-baik. Lalu mereka mengatakan sesuatu yang ditujukan kepada seseorang, yang kuketahui, demi Allah, dia juga orang baik. Ia tak pernah datang ke salah satu rumahku kecuali bersama denganku."

Kemudian Usaid bin Hudzair berdiri seraya berkata, "Wahai Rasulullah, kalau mereka itu dan saudara-saudara kami kalangan Aus, biarlah kami selesaikan. Dan kalau mereka itu dan saudara-saudara kami dari golongan Khazraj, perintahkanlah juga kepada kami. Sungguh patut leher mereka itu dipenggal."

Kaum Khazraj tentu saja menolak, bahkan balik menuding Aus. Keadaan pun jadi ramai. Dan hampir-hampir terjadi fitnah besar, jika Rasulullah tidak segera campur tangan dan menengahi mereka dengan kebijaksanaan beliau.