gb 59 hantu penunggu sekolah

Upload: rrm

Post on 02-Apr-2018

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    1/50

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    2/50

    Bisakah kau bayangkan bagaimana rasanya tiba-tibapunya sekolah baru, rumah baru, dan ibu baru?Beberapa hari pertama hari di Sekolah MenengahBellValley itu susah. Anak-anak itu tidak bersahabat.

    Tapi mereka sudah tahu siapa teman-teman merekaitu.Aku tidak pemalu. Tapi itu benar-benar tak mungkinuntuk maju begitu saja dengan seseorang danberkata, "Hai. Maukah jadi temanku? "Aku cukup kesepian di minggu pertama. Kemudian diakhir senin pagi, Mrs Borden, kepala sekolah, datangke ruangan kami. Dia bertanya apakah ada yangingin jadi sukarelawan Panitia Dekorasi Pesta Dansa.Dia butuh anak-anak untuk menghiasi gedung

    olahraga.Tanganku yang pertama kali mengacung. Aku tahuitu akan menjadi cara yang bagus untukmendapatkan teman baru. Jadi di sinilah aku setelahsekolah di gedung olahraga dua hari berikutnya.Mendapatkan teman-teman baru dengan jatuh diatas kepalaku seperti orang aneh."Apa kaupikir kau harus menemui perawat?" tanya

    Thalia, mengamatiku."Tidak. Mataku selalu berputar-putar seperti ini,

    "Jawabku lemah. Setidaknya aku masih punya rasahumor."Lagipula perawat itu sudah pergi," kata Ben,memeriksa jamnya. "Sudah malam. Kita mungkinsatu-satunya yang ada di bangunan ini."

    Thalia menggoyang-goyangkan rambutnyapirangnya. "Ayo kita kembali kerja," sarannya.Dia membuka tasnya dan mengeluarkan lipstiknya.Aku menyaksikannya memakaikan lapisan tebal

    merah pada bibirnya,meskipun sudah merah.Kemudian dia menyikatkan semacam bedak oranyedi pipinya.Ben menggelengkan kepalanya tapi tak berkata apa-

    apa.Kemarin, aku mendengar anak-anak yang lainmenggoda Thalia tentang riasan dan lipstiknya.Mereka mengatakan dia satu-satunya gadis di kelasenam yang menggunakan benda-benda itu setiaphari.Mereka cukup bersikap buruk padanya.Seorang gadis berkata, "Thalia pikir dia pakarlukisan."Gadis lainnya berkata, "Thalia tak bisa pergi ke kelas

    olahraga karena dia harus menunggu wajahnyakering. "Seorang anak laki-laki berkata, "Wajahnya pastirusak. Itulah sebabnya dia selalu memperbaikinya! "Semua orang tertawa sangat keras.

    Tampaknya Thalia tak memikirkan semua lelucondan godaan itu. Kukira dia sudah terbiasa.Sebelum sekolah pagi ini, aku mendengar beberapaanak-anak berkata bahwa Thalia sombong. Pikirnyadia begitu cantik, dan itulah sebabnya dia selalu

    membayar begitu banyak perhatian untukpenampilannya.Dia tampaknya tidak sombong padaku. Dia kelihatanbenar-benar baik. Penampilannya cukupmengagumkan juga. Aku bertanya-tanya mengapadia berpikir dia perlu memakai semua riasan itu.

    Thalia dan Ben terlihat punya banyak kesamaan.Mereka bisa jadi adik kakak, tapi mereka bukan.Mereka berdua tinggi dan kurus. Dan mereka berdua

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    3/50

    memiliki mata biru dan rambut pirang keriting.Aku pendek dan agak gemuk. Dan aku punya rambuthitam terpancang lurus keluar seperti jerami.Rambut ini benar-benar menyulitkan. Aku bisa

    menyikatnya berjam-jam, tapi masih saja bergeraksemaunya.Ibu baruku mengatakan aku akan benar-benartampan begitu aku kehilangan lemak bayiku. Aku takberpikir itu adalah pujian yang sangat baik.Lagi pula, Thalia, Ben, dan aku melukis beberapaspanduk besar untuk dipasang di dinding gedungolahraga. Thalia dan akubekerja sama pada spanduk yang terbaca BELLVALLEY ROCKS!

    Ben mulai melukis poster yang terbaca DAN SALAHSAMPAI KAU MUNTAH! Tapi Mrs Borden menyodokkepalanya dan memintanya untuk memikirkanslogan yang lebih baik.Dia mengerang danmenggerutu dan mulai lagi. Sekarang posternyaterbaca SELAMAT DATANG SEMUANYA!"Hei - mana cat merahnya?" Thalia memanggil Ben."Hah?" Dia merangkak turun, menggunakan kuastebal untuk melukis S di SELAMAT.

    Thalia dan aku juga di lantai, melukis garis hitam

    untuk poster kami. Dia bangkit dan menatap Ben."Bukankah kau membawa cat merah ke gedungolahraga? Aku hanya melihat yang hitam. ""Kupikir kau membawanya," jawabnya. Dia menunjuktumpukan kaleng di bawah keranjang basket. "Apaitu?""Semua hitam," katanya. "Aku memintamu untukmembawa turun beberapa yang merah - ingat? Akuingin menempatkan yang merah di tengah-tengah

    huruf. Hitam dan merah adalah warna sekolah, kautahu itu. ""Duh," Ben bergumam. "Yah, aku tak akan ke atasuntuk itu, Thalia. Ruang seni ada di lantai tiga. "

    "Aku yang akan pergi!" Aku mengajukan diri, agakterlalu bersemangat.Mereka berdua menatapku."Maksudku, aku tak keberatan," aku menambahkan."Aku dapat menggunakannya untuk berolahraga. ""Kepalamu benar-benar terbentur keras - bukanbegitu!" Ben bercanda."Apa kau ingat di mana ruang seni itu?" Tanya

    Thalia.Aku meletakkan kuas. "Ya. Kurasa begitu. Kau naik

    tangga di belakang - yang kanan? "Thalia mengangguk. Rambut pirang keritingnyamental saat ia menggerakkan kepalanya. "Benar.Kau naik tiga tingkat ke lantai atas. Lalu kaulangsung menyusuri lorong ke belakang. Belokkanan. Lalu belok kanan lagi. Dan ruangan itu dibelakang. ""Tak masalah," kataku. Aku mulai berlari ke pintuganda ruang olahraga."Bawalah setidaknya dua kaleng!" Serunya

    dibelakangku. "Dan beberapa kuas bersih.""Dan bawakan Coke untukku!" teriak Ben. Diatertawa.Pelawak payah.Aku mulai berlari dengan kecepatan penuh ke pintukeluar. Aku tak yakin mengapa aku mulai berlari.Kurasa aku sedang berusaha menbuat Thaliaterkesan.Aku menurunkan bahuku. Dan menerobos pintu

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    4/50

    ganda itu.Dan meluncur dengan kecepatan penuh padaseorang gadis yang berdiri di lorong."Hei-" Dia menjerit kaget saat kami berdua terguling

    ke lantai.Aku mendarat di atasnya dengan mengerang.Kepalanya bersuara keras saat membentur lantaibeton.

    Tertegun, kami berdua berbaring di sana untuksedetik. Lalu aku berguling darinya dan buru-buruberdiri."Maaf," Aku berhasil bicara. Aku mengulurkan tanganuntuk membantunya berdiri.

    Tapi dengan marah dia mendorong tanganku

    menjauh dan berdiri tanpa bantuanku.Saat dia berdiri, aku melihat bahwa dia setidaknyasatu kaki lebih tinggi dariku. Tinggi, berdada bidangdan tampak kuat, dia mengingatkanku pada pegulatwanita di TV.Dia memiliki rambut pirang putih, yang terurai didepan wajahnya. Dia berpakaian serba hitam. Dandia menatapku marah dengan mata baja abu-abunya.Mata yang mengerikan.

    "Aku benar-benar menyesal," ulangku, melangkahmundur saat aku menatap ke arahnya.Dia mengambil langkah berat ke arahku. Lalumelangkah lagi. Mata abu-abu yang dingin itumembuatku membeku di dinding.Dia merengut. Dan mendekat."A-apa yang akan kau lakukan?" Aku tergagap.

    2

    Aku menekan punggungku merapat erat di tembok.

    "Apa yang akan kau lakukan? " ulangku."Aku mau pulang - jika kau membiarkan aku!"geramnya. Dia berputar pergi, tangannya meremas

    jadi tinju yang besar."Aku bilang aku minta maaf!" teriakku setelahnya.Dia menghilang menaiki tangga tanpa berpalingkembali.Mata abu-abu aneh itu tertinggal dalam pikiranku.Aku memberinya waktu untuk meninggalkan gedung.Lalu aku mulai menaiki tangga. Itu pendakian yang

    lama ke lantai atas. Kakiku masih terasa sedikitgoyah karena lari menuju gadis aneh itu.Dan ini agak menakutkan, menjadi satu-satunyaorang yang berada di atas sini.Sepatuku berdebam di tangga keras, dan suaranyabergemuruh di tangga kosong itu. Lorong-lorongmembentang keluar seperti terowongan-terowongangelap yang panjang.Aku kehabisan napas ketika aku akhirnya mencapaipertengahan tangga di lantai tiga. Aku mulai

    menyusuri lorong, bersenandung sendiri. Suarakuterdengar bergaung di ruang kosong itu. Suara itubergema dari deretan panjang loker abu-abu.Aku berhenti bersenandung saat aku membuatbelokan kanan pertamaku. Aku melewati ruang guruyang kosong. Lab komputer. Kemudian beberapakamar yang tampak kosong.Belokan kanan lainnya membawaku ke lorong sempitdengan lantai kayu yang berderit dan mengerang di

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    5/50

    bawah sepatu.Aku berhenti di luar ruangan di ujung lorong.Sebuah tanda tulisan tangan berhuruf kecil disamping pintu terbaca RUANG SENI.

    Aku meraih gagang pintu dan mulai menarikpintunya terbuka.Tapi aku berhenti saat aku mendengar suara-suara didalam ruangan itu.Kaget, aku mencengkeram gagang pintu danmendengarkan. Aku mendengar anak laki-laki danperempuan. Mereka berbicara dengan pelan. Aku takbisa mengerti pembicaraan mereka. Tapi anak-anakitu terdengar seperti Thalia dan Ben.Apa yang mereka lakukan di sini? Aku bertanya-

    tanya.Mengapa mereka mengikutiku? Bagaimana merekabisa di sini sebelum aku?Aku mendorong pintu itu terbuka dan melangkahmasuk."Hei, teman-teman-" panggilku. "Apa yang terjadi?"Mulutku ternganga. Ruangan itu kosong."Hei-" panggilku. "Apakah kalian di sini?"

    Tak ada balasan.Mataku bergerak cepat mengitari ruangan besar itu.

    Sinar matahari sore yang keemasan tertuang kedalam melalui jendela.

    Tabel seni yang lama berdiri, bersih dan kosong.Beberapa pot tanah liat yang mengering di ataslangkan jendela. Sebuah mobil yang terbuat darikawat hanger (gantungan baju) dan kaleng suptergantung di lampu langit-langit.Aneh, pikirku, menggeleng-gelengkan kepala. Akumendengar suara-suara di sini. Aku tahu aku

    mendengarnya.Apa Thalia dan Ben memainkan lelucon kecilpadaku? Aku bertanya-tanya. Apakah merekabersembunyi di sini?

    Aku berjalan cepat ke lemari besar persediaan danmenarik pintunya terbuka."Kalian tertangkap !" Teriakku.

    Tak ada seorang pun di sana.Aku menatap ke lemari gelap itu. Apakah aku mulaimendengar suara-suara itu? Aku bertanya-tanya.Mungkin jatuhku dari tangga lebih buruk daripadayang kurasa!Aku mengulurkan tangan dan menarik rantai untukmenghidupkan lampu lemari. Di kedua sisiku, rak-rak

    dari persediaan seni mencapai langit-langit. Akumelihat cat merah yang kami butuhkan dan mulaimenggeser minggir beberapa kaleng dari rak.

    Tapi aku berhenti saat aku mendengar seorang gadistertawa.Kemudian seorang anak laki-laki mengatakansesuatu. Dia terdengar gembira.Dia berbicara dengan cepat. Tapi aku tak bisamengerti kata-katanya.Aku berputar kembali ke ruang seni. Tak ada seorang

    pun di sana."Hei - di mana kalian?" panggilku.Sekarang sunyi.Aku menarik kaleng cat dari rak dan menyelipkannyadi bawah lenganku. Lalu aku meraih kaleng lainnyadengan tanganku yang bebas."Hei-!" Seruku ketika aku mendengar suara-suaralagi."Ini tak lucu!" Teriakku. "Di mana kalian

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    6/50

    bersembunyi?"Tak ada jawaban.Mereka pasti berada di kamar sebelah, akumemutuskan. Aku membawa kaleng cat keluar ke

    ruang seni dan mengaturnya di atas meja guru. Lalubergerak pelan-pelan kelorong.Aku berhenti di pintu berikutnya dan menjulurkankepalaku ke dalam ruangan. Itu semacam ruanganpenyimpanan.Kotak-kotak bertanda mudah pecah ditumpuk di satudinding.

    Tak ada seorang pun di sana.Aku memeriksa ruangan di seberang lorong. Di sana

    juga tak ada orang di sana.Saat aku berjalan kembali ke ruang seni, akumendengar suara-suara lagi.Sekarang gadis itu berteriak. Dan kemudian anaklaki-laki itu berteriak juga.Kedengarannya seolah-olah mereka meminta tolong.

    Tapi karena suatu sebab suara mereka tampaknyateredam, semacam menjauh.

    Jantungku mulai berdetak sedikit lebih cepat.Tenggorokanku tiba-tiba terasa kering.

    Siapa yang memainkan lelucon ini padaku? Akubertanya-tanya.Semua orang sudah pulang. Seluruh bangunankosong. Jadi siapa di sini? Dan kenapa aku tak bisamenemukan mereka?"Ben? Thalia? "Aku berteriak. Suaraku bergema didinding panjang loker abu-abu. "Apa kalian di sini?"Sunyi.Aku menarik napas panjang dan melangkah kembali

    ke ruang seni. Aku benar-benar akan mengabaikanmereka, aku memutuskan.Aku mengangkat dua kaleng cat itu dan berjalankembali ke lorong. Aku melirik cepat ke kedua jalan

    itu, berpikir mungkin aku bisa melihat Thalia danBen.Suatu bayangan melongok dari pintu yang terbuka.Aku membeku dan menatap."Siapa - siapa di sana?" teriakku.

    3

    Seorang pria mundur dari pintu, menarik vacuumcleaner (alat penyedot debu dan kotoran) besar. Diamengenakan seragam abu-abu dan ada potonganrokok yang belum dinyalakan terjepit di giginya.Petugas kebersihan.Aku mendesah dan berjalan ke tangga. Aku takberpikir dia melihatku.

    Tangga melengkung setengah turun. Aku mulaimenyusuri anak-anak tangga, tapi aku berhenti didepan sebuah papan pengumuman besar di dinding.

    Aku melirik pemberitahuan acara-acara sekolah,kalender, dan daftar (barang-barang yang) hilang-dan ditemukan.Oh, wow. Aku sedang dalam kesulitan. Aku tak ingatmelihat ini dalam perjalanan naik tadi, aku berkatapada diriku sendiri.Aku menatap kembali ke puncak tangga. Apa akumemilih tangga yang salah? Akankah tangga inimembawaku kembali ke gedung olahraga?

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    7/50

    Hanya satu cara untuk mengetahuinya, akumemutuskan.Mencengkeram erat-erat kaleng cat itu, aku berbalikdan terus ke bawah.

    Aku terkejut, tangga berakhir di lantai kedua.Aku menatap ke bawah lorong panjang itu, mencarianak-anak tangga untuk membawaku ke gedungolahraga di ruang bawah tanah. Tapi aku hanyamelihat pintu-pintu ruangan kelas yang tertutup danbarisan panjang loker-loker logam.Kaleng-kaleng cat itu mulai terasa berat. Bahukusakit. Aku menaruh kaleng-kaleng itu di lantaimengambil waktu sejenak untuk meregangkanlenganku.

    Lalu aku mengambil kaleng-kaleng itu dan mulaiberjalan lagi, langkah kakiku berdentang di lorongyang kosong. Akumelirik ke ruangan-ruangan yang aku lewati.Waa...Satu kerangka tersenyum padaku dari ambang pintu.Mulutku ternganga. Tapi aku cepat-cepatmenenangkan diriku. "Mungkin semacamlaboratorium IPA," gumamku.Kurasa aku melihat seekor kucing hitam kecil

    bersembunyi di akhir deretan loker. Aku berhenti danmenyipitkan mata ke bawah itu. Bukan kucing. Topiski hitam dari wol seseorang."Tommy - apa masalahmu?" Kataku keras-keras.Aku tak pernah menyadari betapa gedung sekolahbisa menyeramkan setelah semua orang pergi.

    Terutama sekali bangunan sekolah yang tak dikenal.Aku berbalik ke sudut lorong panjang kosong lainnya.

    Tetap tak ada tangga yang terlihat.

    Ben dan Thalia pasti bertanya-tanya apa terjadipadaku, pikirku. Mereka pasti berpikir aku tersesat.

    Yah ... aku tersesat.Aku melewati etalase tempat piala-piala olahraga

    yang mengkilap.Sebuah umbul-umbul merah-hitam yang dihiasmenyatakan, AYO, BISONS.Itu nama tim kami. BellValley Bisons.Bukankah bison (sejenis banteng Amerika) itu besardan sangat lambat? Dan bukankah mereka hampirpunah?Nama tim yang payah!Aku terus menyusuri lorong, berpikir keras.Memikirkan nama tim yang lebih baik. The BellValley

    Hippos ...BellValley Warthogs ...BellValley Water Buffalos...(Hippo: kuda nil, Warthog: semacam babi tapiwajahnya seperti kuda dan di bagian mulutnyakeluar taring panjang seperti gading gajah, Buffalo:kerbau)

    Yang terakhir itu membuatku tertawa.Tapi aku berhenti tertawa ketika aku sadar aku

    mencapai ujung lorong. Ujung yang buntu."Hei-!" Seruku, mataku mencari pintu tertutup.Bukankah seharusnya di sini ada tangga? Semacam

    jalan keluar?Tampaknya ada sebuah pintu yang sempit. Tapipintu itu ditutupi papan-papan kayu. Papan-papantua yang membusuk dipakukan ke atas lubang itu.Aku seharusnya tak jadi sukarelawan untukmengambil cat, kataku pada diriku sendiri. Gedung

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    8/50

    sekolah ini terlalu besar, dan aku tak tahu jalan disekitarku.

    Thalia dan Ben mungkin jengkel sekarang.Aku menatap ke bawah lorong yang panjang. Dua

    pintu tak bertanda berdiri berdampingan di salahsatu dinding. Pintu-pintu tampaknya bukan pintukelas.Aku memutuskan untuk mencoba satu.Aku membungkuk ke depan dan mendorong pintudengan bahuku. Dan tersandung ke ruangan besaryang remang-remang."Aduh - di mana aku?" Suaraku terdengar kecil danmelengking. Menyipitkan mata ke dalam cahaya abu-abu itu, aku melihat sekumpulan anak-anak menatap

    ke arahku!

    4

    Anak-anak itu menatap ke arahku dengan begitukaku, begitu tenang ... setenang patung.

    Dan lalu aku menyadari mereka itu patung!Patung anak-anak. Setidaknya dua lusin.Mereka memakai pakaian model kuno. Pakaian-pakaian mereka lucu, seperti dari sebuah film lama.Anak-anak lelaki memakai jaket olahraga dan dasiyang sangat lebar. Gadis-gadis semuanya memakai

    jaket yang punya bantalan bahu yang lebar. Rok-rokmereka sampai ke pergelangan kaki.Aku menurunkan kaleng cat ke lantai. Lalu aku

    mengambil beberapa langkah hati-hati ke dalamruangan.Patung-patung itu tampak begitu nyata, begituhidup.

    Lebih mirip boneka pajangan (manekin) toko serbaada daripada patung. Mata-mata kaca merekaberkilau. Mulut-mulut merah mereka dibuat kasar,tak tersenyum.Aku melangkah ke patung anak laki-laki yangsebayaku dan meraih lengan jaketnya. Kain asli.Bukan ukiran batu atau plester.Ruangan ini begitu gelap. Sulit untuk melihat dengan

    jelas.Aku merogoh saku celana khaki-ku dan menarik

    korek plastik merahku.Aku tahu, aku tahu. Aku tak seharusnya punya korek.Tak ada alasan mengapa aku punya satu korekkecuali kakekku memberikan korek itu padakubeberapa minggu sebelum ia meninggal. Dan akumembawanya kemanapun bersamaku sebagai jimatkeberuntungan sejak saat itu.Aku menjentikkan korek itu dan mengangkat apinyake wajah anak itu. Kulitnya begitu nyata. Bahkan iapunya jerawat kecil di salah satu pipi dan bekas luka

    di bawah dagunya.Aku menutup korek dan memasukkannya kembali kedalam sakuku. Lalu aku menyentuh wajah anak itu.Halus dan dingin, dipahat atau dibentuk darisemacam plester.Aku mengusapkan jariku di atas salah satu matanya.Semacam kaca atau plastik.Aku menarik-narik bagian belakang rambut cokelatgelapnya. Rambut itu mulai meluncur turun.

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    9/50

    Rambut palsu (wig).Di sampingnya berdiri sebuah patung gadis tinggilangsing bersweater hitam, dan, rok hitam panjanglurus ke bawah sampai pergelangan kakinya. Aku

    menatap ke mata hitam mengkilapnya.Dia tampaknya menatap kembali ke arahku.Begitu sedih. Ekspresinya tampak begitumenyedihkan bagiku.Mengapa tak ada satu pun patung-patung ini yangtersenyum?Aku meremas tangannya. Plester dingin.Mengapa patung-patung ini ada di sini? Akubertanya-tanya. Siapa yang menempatkan mereka disini, di ruangan tersembunyi ini? Apakah ini

    semacam proyek seni?Aku melangkah mundur dan melihat tanda yangterukir di atas pintu. Mataku bergerak cepat huruf-huruf balok besar itu:KELAS 1947Aku menatap tanda itu. Membacanya lagi. Lalu akuberbalik kembali ke ruangan penuh patung itu. Dansalah satu patung berseru: "Apa yang kamu lakukandi sini?"

    5

    "Hah?" Aku terkesiap keras."Apa yang kau lakukan di sini, anak muda?" Ulangsuara itu.Berkedip dengan susah payah, aku berbalik.Dan melihat Mrs Borden, kepala sekolah, berdiri di

    pintu yang terbuka itu."Kau - kau bukan patung!" semburku.Dia bergerak cepat ke ruangan, memegangclipboard di depan sweaternya. "Bukan, aku bukan

    patung, "jawabnya tanpa tersenyum.Dia melirik ke kedua kaleng cat di lantai. Lalu iamelangkah di sampingku, matanya mempelajariku.Mrs Borden sangat pendek. Dia hanya satu atau duainci lebih dariku. Dan dia agak gemuk. Dia berambuthitam keriting dan berwajah bulat merah muda. Diaselalu tampak tersipu-sipu.Beberapa anak-anak mengatakan kepadaku bahwadia benar-benar baik. Aku bertemu dengannya dalamwaktu singkat saat aku muncul di BellValley pagi

    pertamaku.Pagi itu, dia benar-benar kesal pada sekawan anjingyang berkerumun di lapangan bermain dan menakut-nakuti anak-anak kecil. Dia tak punya waktu untukberbicara padaku.Sekarang dia berdiri begitu dekat denganku, aku bisamencium bau permen pada nafasnya. "Tommy,kurasa kau pasti tersesat, "katanya lembut.Aku mengangguk."Ya. Saya rasa, " gumamku.

    "Kau seharusnya dimana?" Tanyanya, masihmencengkeram clipboard di dadanya."Gedung olahraga," jawabku.Dia akhirnya tersenyum. "Kau jauh dari gedungolahraga. Ini adalah pintu masuk ke bangunan tua.Gedung olahraga di bangunan yang baru, di sisi lain

    jalan. "Dia menunjuk dengan clipboard."Saya salah mengambil tangga," aku menjelaskan.

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    10/50

    "Saya datang dari ruang seni, dan-""Oh, benar. Kau Panitia Dekorasi Pesta Dansa,"selanya. "Yah, kutunjukkan bagaimana caranyauntuk turun. "

    Aku berbalik ke patung-patung itu. Mereka semuaberdiri begitu tenang, begitu diam. Merekatampaknya mendengarkan diam-diam (pembicaraan)Mrs Borden dan aku."Ruangan apa ini?" Tanyaku.Dia menaruh tangannya di bahuku mulaimenggerakkanku ke pintu. "Ini adalah ruang pribadi,"katanya dengan pelan."Tapi apa itu?" ulangku. "Maksud saya - patung-patung itu. Siapakah anak-anak itu? Apakah mereka

    anak asli atau sesuatu yang lain? "Dia tak menjawab. Tangannya menjadi lebih eratpada bahuku saat ia menuntunku ke pintu.Aku berhenti untuk mengambil kaleng-kaleng cat.Saat aku melirik Mrs Borden, ekspresinya berubah."Ini adalah ruang yang sangat menyedihkan,

    Tommy," katanya, suaranya persis di atas bisikan."Anak-anak itu kelas pertama kali di sekolahtersebut. ""Kelas 1947?" Tanyaku melirik tanda itu.

    Kepala sekolah mengangguk. "Ya. Persis sekitar limapuluh tahun lalu. Ada dua puluh lima anak-anak disekolah. Dan suatu hari ... suatu hari, mereka semuamenghilang. ""Hah?" Kaget oleh kata-katanya, aku menjatuhkankaleng-kaleng cat ke lantai."Mereka menghilang, Tommy," Mrs Bordenmelanjutkan, mengubah tatapannya ke patung-patung itu. "Lenyap dalam udara yang tipis. Satu

    menit mereka berada di sini di sekolah. Menitberikutnya, mereka lenyap ... selamanya. Tak pernahkelihatan lagi. ""Tapi - tapi -" aku tergagap. Aku tak tahu harus

    berkata apa. Bagaimana mungkin dua puluh limaanak lenyap?Mrs Borden mendesah. "Itu adalah tragedi yangmengerikan," katanya pelan. "Sebuah misteri yangmengerikan. Para orang tua ... para orang tua yangmalang ..."Suaranya tercekat di tenggorokannya. Diamengambil napas dalam-dalam. "Mereka begitupatah hati. Para orang tua itu memalang kayusekolah itu. Menutupnya selamanya. Kota

    mendirikan sebuah sekolah baru di sekitarnya.Bangunan tua masih tetap berdiri kosong sejak harimengerikan itu. ""Dan patung-patung ini?" Tanyaku."Seorang seniman lokal membuat mereka," jawabMrs Borden. "Dia memakai foto kelas. Foto darisemua orang. Seniman itu menggunakan foto untukmembuat patung-patung ini. Penghargaan untukanak-anak yang hilang. "Aku menatap ruangan penuh patung itu. Anak-anak.

    Anak-anak yang lenyap."Aneh," gumamku.Aku mengambil kaleng-kaleng cat. Mrs Bordenmembukakan pintu."Saya - saya tak bermaksud untuk datang ke sini,"Aku minta maaf. "Saya tidak tahu ... ""Tidak masalah," jawabnya. "Bangunan ini sangatbesar dan sangat membingungkan. "Aku memimpin berjalan keluar ke lorong. Dia

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    11/50

    menutup pintu di belakang kami dengan hati-hati."Ikuti aku," katanya.

    Tumit sepatunya berbunyi keras di lantai saat diaberjalan, mengayunkan clipboard di pinggangnya.

    Dia berjalan sangat cepat bagi orang yang kecil.Memegang kaleng cat di masing-masing tangan, akuharus berjuang untuk tetap bersamanya."Bagaimana keadaanmu, Tommy?" Tanyanya."Selain tersesat, maksudku.""Baik," kataku. "Semua orang sudah benar-benarbaik."Kami berbelok. Aku harus berlari-lari kecil untukmengejarnya. Kami berbalik ke sudut yang lain. Ke

    jalan lorong yang terang. Ubin-ubin dinding yang

    kuning cerah. Lantai linoleum yang berkilauan."Inilah (tempat) di mana kau seharusnya pergi," MrsBorden mengumumkan. "Dan itu ada tangga kegedung olahraga. "Dia menunjukkan jalan, lalu tersenyum padaku.Aku berterima kasih padanya dan bergegas pergi.Aku tak sabar untuk kembali ke gedung olahraga.Aku berharapThalia dan Ben tak marah tentangbetapa lama waktu yang kuperlukan. Aku benar-benar tak sabar untuk bertanya pada mereka

    tentang kelas 1947. Aku ingin mendengar apa yangmereka tahu tentang semua anak yang hilang itu.Memegang kaleng-kaleng cat merah, aku berjalanmenuruni tangga tingkat dua ke ruang bawah tanah.Semuanya tampak akrab sekarang.Aku berlari melewati ruang makan ke pintu gandagedung olahraga di ujung lorong. Mendorong pintuitu terbuka dengan bahuku. Dan mendadak masukke dalam gedung olahraga.

    "Hei - aku kembali!" kataku. "Aku-"Kata-kata tercekat di tenggorokanku. Thalia dan Bentergeletak tertelungkup di lantai gedung olahraga.

    6

    "Oh, Tidaaaaak!" Aku mengeluarkan raungan ngeri.Kaleng-kaleng cat jatuh dari tanganku dan terjatuhkeras ke lantai gedung olahraga.Salah satu kaleng menggelinding di jalanku, dan akutersandung padanya saat aku meluncur ke arahteman-teman baruku.

    "Thalia! Ben! " teriakku.Mereka berdua tertawa.Dan mengangkat kepala dari lantai, nyengir.Ben membuka mulutnya, menguap lebar yang palsu."Kami begitu lelah menunggumu, kami tertidur!"

    Thalia mengumumkan.Mereka berdua tertawa lagi. Ben ber-tos dengan

    Thalia tinggi-tinggi.Mereka berdua berdiri. Thalia buru-buru ke tasnya.Dia mengeluarkan sebuah tabung lipstik dan mulai

    mengoleskan lapisan merah lainnya untuk bibirnya.Sambil nyengir, Ben menyipitkan matanya kearahku. "Kau tersesat kan? "Aku mengangguk sedih."Ya. Jadi? Masalah besar, " gumamku."Aku menang taruhan!" Teriak Ben gembira. Diamengulurkan tangannya pada Thalia. "Bayar.""Waah! Aku tak percaya kalian berdua! " Seruku."Kalian bertaruh apakah aku tersesat atau tidak? "

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    12/50

    "Kami cukup bosan," Thalia mengaku. Diamenyerahkan satu dolar pada Ben.Ben memasukkannya ke dalam saku celana jinsnya.Kemudian dia melirik jam papan skor yang besar.

    "Oh, wow!" teriaknya. "Aku terlambat! Aku berjanjipada saudaraku bahwa aku pulang ke rumah jamlima. "Dia berlari ke bangku dan mulai mengumpulkanransel dan jaketnya."Hei, tunggu-" panggilku. "Aku ingin memberitahumuapa yang kulihat di lantai atas! Maksudku, itu sangataneh. Aku-""Nanti saja," katanya, menarik jaketnya saat diaberlari menuju pintu ganda.

    "Tapi bagaimana dengan cat merah?" Teriakku."Aku akan meminumnya besok!" Teriaknya. Lalu diamenghilang keluar pintu.Aku melihat pintu-pintu itu tertutup dengan suarayang keras. Lalu aku berpaling pada Thalia."Dia kadang-kadang cukup lucu," katanya."Maksudku, terkadang dia membuatku tertawa. ""Ha-ha," gumamku.Aku mengambil kaleng-kaleng cat merah itu danmembawanya ke atas spanduk kami di lantai. "Maaf,

    aku butuh waktu begitu lama, "kataku. "Tapi-"Dia menyikatkan semacam riasan ke pelupukmatanya. "Kau melihat sesuatu yang aneh di atas?"tanyanya, melirikku di atas cermin kecil yangdipegangnya dengan tangannya yang bebas."Yah, pertama aku berlari ke lorong depan dan jatuh(bertabrakan) dengan gadis yang aneh, "kataku.

    Thalia menyipitkan matanya padaku. "Gadis anehapa? "

    "Aku tak tahu namnya," jawabku. "Dia besar - jauhlebih tinggi daripada aku. Dan benar-benar tampakkeras. Dan dia punya mata abu-abu aneh, dan-""Greta?" Tanya Thalia. "Kau jatuh di atas Greta?"

    "Apa itu namanya?" Jawabku."Berpakaian hitam?" Tanya Thalia. "Greta selaluberpakaian hitam. ""Ya. Itu dia, "kataku. "Aku menabraknya. Lalu aku

    jatuh di atas tubuhnya. Gerakan halus, ya? ""Hati-hati dengannya, Tommy," Thaliamemperingatkan. "Greta benar-benar aneh."Dia mulai menggulung spanduknya. "Jadi apa yangterjadi padamu di lantai atas? ""Aku mendengar sesuatu," kataku. "Ketika aku

    sampai ke ruang seni. Aku mendengar suara-suara.Suara anak-anak. Tapi ketika aku masuk ke dalamruangan, tak ada seorang pun di sana. ""Hah?" Mulut Thalia ternganga. "Kau - kaumendengar mereka? "katanya terbata-bata.Aku mengangguk."Kau benar-benar mendengar mereka?""Ya. Siapa mereka? "tuntutku. "Aku terus mencarimereka. Semuanya lantai tiga. Aku mendengarmereka, tapi aku tak bisa melihat mereka. Dan

    kemudian Mrs Borden - "Aku berhenti berbicara saat aku melihat ada air matadi mata Thalia."Hei-apa?" Tanyaku.Dia tak menjawabku. Dia berputar dan berlarimenjauh dari gedung olahraga.

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    13/50

    7

    Beberapa hari kemudian, Thalia berselisih denganGreta. Dan hampir berubah menjadi kekerasan.

    Saat itu adalah Kamis sore. Mr Devine, guru kami,menerima pesan dari kantor.Dia membaca pesan tersebut beberapa kali,menggerakkan bibirnya saat ia membaca. Lalu,bergumam sendiri, ia meninggalkan ruangan.Saat itu hampir akhir dari hari sekolah. Kurasasemua orang bosan duduk di bangku sekolah. Kamisemua siap untuk keluar dari sana.

    Jadi, segera setelah Mr Devine menghilang,semuanya semacam lepas kendali. Maksudku, anak-

    anak melompat dan mulai berlari di sekitar ruangan.Melakukan gerakan tarian yang lucu dan bermain-main.Seorang anak menghidupkan kotak peralatan musikyang ia sembunyikan di bawah mejanya danmemutar musiknya keras-keras. Beberapa gadistertawa liar tentang sesuatu dalam ruanganbelakang, menggoyang-goyangkan kepala merekadan memukulkan tangan mereka di meja.Aku duduk di barisan belakang karena aku anak

    baru. Ben tak masuk. Kurasa dia punya janji dengandokter gigi atau semacamya.Jadi karena aku belum benar-benar kenal orang yanglain, aku semacam ketinggalan dari semuakesenangan itu.Aku mengetuk-ngetukkan tanganku untuk musik danpura-pura sedang mengalami waktu yang baik. Tapisebenarnya, aku merasa agak canggung dankesepian. Dan aku diam-diam berharap bahwa Mr

    Devine akan datang kembali sehingga semuanyabisa kembali normal.Aku menatap ke luar jendela sejenak. Saat itu harimusim gugur yang berawan. Sangat berangin.

    Hembusan keras pusaran angin membuat daun-daunmerah dan kuning melayang dan berputar-putar diatas lapangan bermain.Aku menatapnya sejenak. Lalu aku berpaling kembalike dalam ruangan, dan mataku mendarat di Thalia dibarisan depan.Dia tak memperhatikan semua tarian, canda dantawa liar itu. Dia mengangkat cermin kecilnya diwajahnya dan mengoleskan lapisan lipstik kebibirnya.

    Aku melambai dan mencoba untuk memperolehperhatiannya. Aku ingin tahu apakah dia dan akuakan mengerjakan dekorasi setelah sekolah digedung olahraga.Aku mencoba memanggilnya. Tapi dia tak bisamendengarku di atas semua suara gaduh itu. Diamenatap cermin kecilnya dan tak berbalik.Aku mulai berdiri dan berjalan padanya saat akumelihat Greta bersandar di atas meja Thalia danmengambil tabung lipstik dari tangan Thalia. Greta

    tertawa dan mengatakan sesuatu pada Thalia. Diamenahan tabung lipstik itu keluar dari jangkauanThalia.Thalia menjerit marah. Dia mengayunkan(tangannya) ke lipstik itu. Tapi ia tak cukup cepatuntuk meraihnya kembali.Mata abu-abu Greta berkilat senang. Dia tertawa danmelemparnya ke seorang lelaki di seberang ruangan."Kembalikan!" Jerit Thalia.

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    14/50

    Dia melompat. Matanya liar, dan wajahnya pucat."Kembalikan! Kembalikan! Kembalikan!"Dengan geraman marah, Thalia terjun melewatibarisan meja dan mencoba untuk menangkap anak

    itu.Sambil tertawa, anak itu menghindar menjauhkandirinya dari Thalia dan melemparkan tabung lipstikitu kembali ke Greta.

    Tabung logam itu membentur meja dan terpental kelantai.

    Thalia meluncurkan dirinya dengan cepat ke lantai,meraihnya dengan liar dengan kedua tangannya.Aku sudah setengah ke depan ruangan. Saat ia danGreta bergulat di atas lantai untuk lipstik, aku

    ternganga kaget pada Thalia.Apa masalahnya? Aku bertanya-tanya. Kenapa diabegitu mati-matian untuk mendapatkan tabung itukembali? Itu hanya lipstik saja.Anak-anak lain menonton perebutan itu. Aku melihatgadis-gadis di ruangan belakang menertawakan

    Thalia. Mereka orang-orang yang telah menggodanyakarena memakai riasan.Beberapa anak-anak bersorak saat Greta bergerakmaju dengan lipstik itu. Dia mengangkatnya dalam

    tinju besarnya.Thalia menjerit dan meraihnya.Dan lalu Greta mengangkat tabung lipstik itu lebihtinggi dari wajah Thalia.Dan menggambar suatu wajah merah tersenyum didahi Thalia.Mata Thalia meneteskan air mata sekarang. Akumelihat bahwa ia benar-benar kehilangan itu.Aku tak benar-benar mengerti mengapa dia begitu

    keranjingan tentang hal itu. Tapi aku memutuskanaku harus melakukan sesuatu.Waktunya jadi pahlawan bagi Tommy Frazer."Hei - kembalikan itu padanya!" Aku menggelegar.

    Aku menarik napas panjang dan melangkah majuuntuk memberi Greta pelajaran.8

    Greta memegang tabung lipstik itu tinggi-tinggi diatas kepalanya, mendorong Thalia pergi dengantangannya yang lain."Berikan kembali padanya!" Aku bersikeras,berusaha terdengar tangguh. "Ini tak lucu, Greta.Berikan Thalia lipstik itu. "

    Aku melompat dan meraih tangan dengan lipstik didalamnya.Aku mendengar beberapa anak bersorak danbertepuk tangan. Aku tak tahu mereka menyorakisiapa.Menggunakan kedua tangan, aku mulai bergerakmengambil tabung dari tangan besar Greta. Dan saatitulah Mr Devine kembali ke ruangan."Apa yang terjadi?" tuntutnya.Aku berbalik untuk melihatnya menatapku melalui

    kacamata hitamnya yang berbingkai bulat.Aku menurunkan tanganku dari tangan Greta.Tabung lipstik itu jatuh ke lantai. Tabung ituberguling di bawah meja Thalia.Dengan jeritan kecil, ia terjun untuk mengambilnya."Apa yang terjadi di sini?" Mr Devine bergerak cepatke depan ruangan."Tommy, mengapa kau di sini?" tuntut guru itu. Dibalik kacamatanya yang tebal, matanya tampak

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    15/50

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    16/50

    Beberapa anak tertawa. Thalia berbalik danmengernyit padaku."Aku tidak mendengar apa pun," jawab Mr Devine."Tidak. Sungguh, "aku bersikeras. "Aku

    mendengarnya. Dia mengatakan, "Tolong bantu aku.'"Mr Devine berdecak-decak. "Kau terlalu muda untukmemulai mendengar suara-suara. "Lebih banyak anak-anak yang tertawa. Aku takberpikir itu sangat lucu.Aku mendesah dan mengambil bukuku. Aku tak bisamenunggu bel berdering. Aku benar-benar inginkeluar dari kelas ini.Aku membolak-balik buku itu, berusaha mencari

    halamanku.Tapi sebelum aku menemukannya, aku mendengarsuara gadis itu lagi.Begitu pelan dan dekat. Dan begitu sedih."Tolong aku. Tolong. Tolong. Siapa pun tolong aku."9

    Pada malam pesta dansa sekolah, Ben, Thalia, danaku sampai ke gedung olahraga lebih dulu. Denganhanya waktu satu jam, kami sedang sibuk

    memberikan sentuhan akhir pada dekorasi.Kurasa itu semua tampak cukup bagus.Spanduk kami telah membentang di lorong luargedung olahraga. Dan dua spanduk besar di gedungolahraga, menyatakan BELL VALLEY ROCKS! danSELAMAT DATANG, SEMUA ORANG!Kami mengikat karangan bunga yang sangat besar dibalon helium ke dua keranjang bola basket. Balon-balon merah dan hitam, tentu saja. Dan kami

    memiliki kain sutra merah dan hitam - pita-pitakertas di dinding dan di atas bangku-bangkupenonton.

    Thalia dan aku telah menghabiskan waktu berhari-

    hari melukis satu poster besar bison memberi tandajempol.Di bawah bison itu terbaca PERATURAN Bisons!Dalam huruf-huruf merah dan hitam.

    Thalia dan aku bukanlah seniman yang sangatbagus. Bison itu tak benar-benar terlihat seperti foto-foto bison yang akan kita ditemukan dalam buku-buku. Ben berkata itu tampak lebih seperti sapi yangtelah lama sakit. Tapi kita menggantungkan posteritu, bagaimanapun juga.

    Sekarang, kami bertiga mengatur kain sutra merah-hitam - kertas lap di atas meja makanan danminuman. Aku melirik jam papan skor. Tujuh tigapuluh. Pesta dansa dijadwalkan untuk mulai pukuldelapan."Kita masih punya banyak pekerjaan yang harusdilakukan," kataku.Ben menarik ujung kertas lap begitu keras. Akumendengar suara robekan pelan."Uups," katanya. "Ada yang membawa plester?"

    "Itu tak masalah," kata Thalia kepadanya. "Kitacukup menutupi bagian yang robek dengan botolsoda atau sesuatu. "Aku melirik jam lagi. "Kapan band (grup musik) ituseharusnya tiba? ""Sebentar lagi," jawab Thalia. "Mereka harusnyaberada di sini lebih awal untuk mengatur. "Beberapa anak telah membentuk band bernamaGrunt. Itu adalah semacam band aneh - lima pemain

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    17/50

    gitar dan seorang penabuh drum. Dan akumendengar beberapa anak mengatakan bahwa tigadari pemain gitar itu benar-benar tak tahu caranyabermain. Tapi Mrs Borden meminta mereka untuk

    menunjukkan beberapa lagu di pesta dansa.Kami memerlukan beberapa waktu untukmeluruskan taplak meja. Itu sungguh-sungguh bukanmeja cukup besar."Apa selanjutnya?" Tanya Ben. "Apa kita punyadekorasi untuk pintu gedung olahraga? "Sebelum aku bisa menjawab, pintu ganda ituberayun terbuka, dan Mrs Borden datang menyerbumasuk. Pada awalnya, aku tak mengenalinya. Diamengenakan gaun pesta merah terang mengkilap.

    Dan rambut keriting hitamnya ditumpuk naik tinggidi kepalanya di balik perhiasan perak.Bahkan dengan rambut ditumpuk ke atas, dia masihtak banyak lebih tinggi kami!Matanya bergerak cepat ke seliling gedung olahragasambil bergegas kepada kami. "Ini tampak hebat!Benar-benar menakjubkan, anak-anak! " semburnya."Oh, kalian bekerja sangat keras! kalian melakukanpekerjaan yang indah! "Kami berterima kasih padanya.

    Dia memberikan kamera Polaroid ke tanganku."Ambil gambar, Tommy," ia memerintahkanku. "Fotodari dekorasi. Cepat. Ambil seluruhnya sebelumsekelompok orang mulai datang. "Aku memeriksa kamera. "Yah ... oke," aku setuju."Tapi Thalia, Ben, dan saya masih ada beberapa halyang harus dikerjakan. Kami memiliki poster pintu-pintu. Dan kami membutuhkan lebih banyak balon disana. Dan - dan - "

    Mrs Borden tertawa. "Kau agak tegang!"Thalia dan Ben tertawa juga. Aku bisa merasakanwajahku berubah panas. Aku tahu aku tersipu-sipu."Tenang saja, Tommy," kata Mrs Borden, menepuk

    bahuku menenangkan. "Atau kau tak akan bertahansampai pesta dansa. "Aku memaksakan diri untuk tersenyum. "Aku baik-baik saja," kataku.Sedikit pun aku menyadari bahwa setelah kerjakerasku aku tak akan pernah melihat pesta dansaitu.

    10

    "Yo! Awas! ""Pindahkan pengeras suara itu! Hei, Greta-pindahkanpengeras suara itu! ""Pindahkan sendiri!""Di mana wa-wa-ku? Apa ada yang melihat wa-wapedalku? "(wa-wa pedal: semacam gitar yang merubah sinyal-

    sinyal suara untuk menghasilkan efek yang nyata)

    "Aku memakannya untuk sarapan!""Kau tak lucu. Pindahkan pengeras suara itu!"Para anggota band tiba saat aku sedang mengambil(foto dengan) kamera Polaroid itu. Dan merekalangsung mengambil alih, membuat keributan besarsaat mereka mengatur bangku-bangku penonton.Para gitaris semuanya laki-laki. Greta penabuh

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    18/50

    drumnya. Melihatnya membawa drum-nya di gedungolahraga mengingatkanku perkelahian lipstik di kelaspada hari Kamis.Setelah sekolah, aku bertanya Thalia apa masalahbesarnya."Mengapa kamu jadi gila?" Tanyaku."Aku tak gila!" Desak Thalia. "Greta yang gila. Diapikir karena dia begitu besar dan kuat dia benar-banar bisa mengambil apa saja yang dia inginkan. ""Dia benar-benar aneh," aku setuju. "Tapi kau begitumarah-""Aku suka lipstik itu. Itu saja, " jawab Thalia. "Inilipstik terbaikku. Mengapa aku harus membiarkan iamengambilnya dariku? "

    Sekarang Greta, berpakaian hitam-hitam sepertibiasa, menyiapkan dengan sisa anggota band.Mereka semua tertawa dan mendorong satu samalain, melemparkan kabel bolak-balik, mengaitkan diatas kotak-kotak gitar mereka. Bertindak sepertiorang penting karena mereka punya Band.Beberapa anak lain mulai berdatangan. Akumengenali dua gadis pengambil tiket. Dan beberapaanak-anak dari panitia makan dan minuman, yangmulai mengeluh bahwa seseorang hanya memesan

    Mountain Dew dan tak ada Coca Cola.(Mountain Dew produk minuman rasa lemon dariPepsi yang cukup pupuler di negeri asalnya Amerikaserta di tempat lain di dunia ini. Namun tidak beredardi Indonesia)

    Aku buru-buru berkeliling, mengambil foto darispanduk dan balon. Aku sedang siap-siap untukmemotret poster bison kami saat teriakan keras

    membuatku berbalik memutar.Aku melihat Greta dan salah satu pemain gitar pura-pura berduel dengan gitar. Para anggota bandlainnya tertawa dan menyemangati mereka.Greta mengambil salah satu gitar. Dia dan prialainnya mengangkat gitar tinggi-tinggi di atas kepalamereka dan datang menyerbu satu sama lain."Jangan - berhenti!" teriakku.

    Terlambat.Gitar Greta menyobek tepat melalui spanduk BELLVALLEY ROCKS!. Merobeknya jadi dua!Aku mengeluarkan erangan keras saat dua bagiandari spanduk itu jatuh ke lantai. Aku berbalik danmelihat wajah sedih dari Thalia dan Ben.

    "Hei - maaf tentang itu!" kata Greta. Lalu diatertawa.Aku bergegas ke spanduk yang rusak itu danmengangkat salah satu ujungnya. Thalia dan Benberada tepat di belakangku."Apa yang akan kita lakukan?" Teriakku. "Ini hancur.""Kita tak bisa meninggalkannya di sini tergantung diatas lantai, "kata Thalia, menggoyangkan kepalanya."Kita membutuhkannya!" aku menyatakan."Ya. Ini spanduk terbaik kita, "Thalia setuju.

    "Mungkin kita bisa merekatkan kembali bersama-sama," saranku."Tak ada masalah. Kita akan merekatkannyabersama-sama, "kata Ben. "Ayolah, Tommy."Dia meraih lenganku dan mulai untuk menarikku.Aku hampir menjatuhkan kamera Mrs Borden."Kita mau kemana?" tuntutku."Ke atas, ke ruang seni, tentu saja," jawab Ben. Diamulai berlari ke pintu ganda gedung olahraga, dan

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    19/50

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    20/50

    seberang kami tertangkap mataku. Aku berjalanpadanya."Hei, Ben. Lihatlah. Lift. ""Hah?" Dia berjalan tertatih-tatih di seberang lorongpadaku."Apa kau percaya?" Tanyaku. "Mereka punya liftdalam sekolah tua. ""Anak-anak yang beruntung," jawab Ben.Aku menekan tombol di dinding. Mengejutkanku,pintu itu bergeser terbuka."Wah-!"Aku mengintip ke dalam. Satu lampu langit-langitberdebu menyala, mengirimkan cahaya putih pucatke bawah melalui logam lift.

    "Ini menyala!" Teriak Ben. "Ini berfungsi!""Ayo kita bawa ke lantai tiga," aku mendesak."Ayolah. Mengapa kita harus berjalan naik tangga? ""Tapi- tapi-" Ben tertahan mundur. Tapi aku meraihbahunya dan mendorongnya ke dalam lift. Danmengikutinya masuk."Ini bagus!" Seruku. "Aku sudah bilang aku tahubagaimana untuk sampai ke sana."Mata Ben melesat gugup di sekeliling lift sempit abu-abu itu. "Kita seharusnya tak melakukan hal ini,"

    gumamnya."Apa yang bisa terjadi?" Jawabku.Pintu tertutup dengan pelan.

    11

    "Apa kita bergerak?" Tanya Ben. Matanya naik kelangit-langit lift."Tentu saja tidak," jawabku. "Kita belum lagimenekan tombol. "Aku mengulurkan tangan dan menekan tomboldengan (tulisan) besar hitam 3 di atasnya. "Apamasalahmu, sih?" tuntutku. "Kenapa kau begitugelisah? Kita tak merampok bank atau apa pun. Kitahanya menggunakan lift karena kita sedang terburu-buru. ""Lift berumur lima puluh tahun," jawab Ben."Jadi?" tuntutku."Jadi ... kita tak bergerak," kata Ben pelan.Aku menekan tombol lagi. Dan mendengarkan untuk

    dengungan yang berarti kami akan naik.Sunyi."Ayo kita keluar dari sini," kata Ben. "Ini tak bekerja.Aku bilang kita tak harus mencobanya. "Aku menekan tombol lagi. Tidak ada apa-apa.Aku menekan tombol bertanda 2."Kita membuang-buang waktu," kata Ben. "Jika kitaberlari menaiki tangga, kita akan sudah berada diatas sana. Pesta dansa akan mulai, dan sisa spandukbodoh itu di atas lantai. "

    Aku menekan tombol 3 lagi. Dan tombol 2.Tak ada. Tak ada suara. Kami tidak bergerak.Aku menekan tombol bertanda B."Kita tak ingin pergi ke ruang bawah tanah!" teriakBen. Aku mendengar sedikit kepanikan mulaimerayap ke dalam suaranya. "Tommy, mengapa kaumenekan B?""Hanya mencoba untuk membuatnya bergerak,"kataku. Tenggorokanku tiba-tiba terasa sedikit

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    21/50

    kering. Perutku melilit.Kenapa kami tak bergerak?Aku menekan semua tombol lagi. Lalu akumenghantamnya dengan tinjuku.Ben menarik tanganku. "Percobaan bagus, jagoan,"katanya sinis. Ayo kita keluar dari sini, oke? Aku takingin melewatkan seluruh pesta dansa. ""Thalia mungkin agak marah sekarang," kataku,menggelengkan kepala. Aku menekan tombol 3beberapa kali.

    Tapi kami tak bergerak."Buka saja pintunya," Ben bersikeras."Oke. Baik, "aku setuju dengan sedih. Matakumenyapu di atas panel kontrol.

    "Ada yang salah?" Tanya Ben tak sabar."Aku - aku tak dapat menemukan tombol membukapintu," aku tergagap.Dia mendorongku keluar dari jalan. "Di sini,"katanya, menatap di atas tombol keperakan . "Uh ..."Kami berdua mempelajari panel kontrol."Harusnya ada yang menjadi tombol pembukapintu," gumam Ben."Mungkin itu salah satu ini dengan panah," kataku.Aku menurunkan tanganku ke tombol di bagian

    bawah panel logam. Itu dua panah di atasnya yangruncing seperti ini: ."Ya. Dorong, "kata Ben. Dia tak menungguku untukmelakukannya. Dia meraih melewatiku dan menekantombol keras dengan tangan terbuka.Aku menatap pintu, menunggu pintu untuk meluncurmembuka.Pintu itu tak bergerak.Aku menampari tombol lagi. Dan lagi.

    Tidak ada."Bagaimana kita akan keluar dari sini?" teriak Ben."Jangan panik," kataku. "Kita akan membuat pintu ituterbuka. ""Mengapa aku tak perlu panik?" Tanyanya nyaring."Karena aku ingin menjadi orang yang panik dulu!"Aku mengumumkan. Kupikir lelucon kecilku akanmembuatnya tertawa dan menenangkannya.Lagipula, dia selalu membuat lelucon.

    Tapi dia bahkan tak tersenyum. Dan dia takmengalihkan matanya dari pintu lift yang gelap itu.Aku mendorong tombol sekali lagi. Akumenahannya tertekan dengan ibu jariku. Pintu itutidak membuka.

    Aku menekan tombol 3 dan 2. Aku mendorongtombol 1.Tidak ada apa-apa. Sunyi. Tombol itu bahkan takberbunyi.Ben mata melotot. Dia menangkupkan tangannya disekitar mulutnya. "Tolong kami!" Teriaknya. "Bisakahsiapa saja mendengarku? Tolong kami! "Sunyi.Lalu aku melihat tombol merah di bagian atas panelkontrol.

    "Ben - lihat," kataku. Aku menunjuk ke tombolmerah."Tombol darurat!" Serunya gembira."Tolong, Tommy. Tolong! Mungkin alarm. Seseorangakan mendengarnya dan menyelamatkan kita! "Aku menekan tombol merah itu. Aku tak mendengaralarm.

    Tapi lift itu mulai menderum.Aku mendengar dentingan roda gigi. Lantai dibawah

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    22/50

    kaki kami bergetar."Hei - kita bergerak!" Teriak Ben gembira.Aku bersorak. Lalu aku mengangkat tangan untukber-tos dengannya.

    Tapi lift itu tersentak keras, dan aku terjatuh kedinding."Uh-oh," gumamku, menarik diriku tegak. Akuberpaling kepada Ben. Kami saling menatap denganmata terbelalak diam, tak percaya dengan apa yangterjadi.Lift itu tak bergerak naik. Atau turun. Lift itubergerak ke samping.12

    Lift itu bergemuruh dan berguncang. Aku meraihpagar kayu di sampingnya. Roda-roda giginyaberdentang ribut.Lantai di bawah sepatuku bergetar.Kami saling menatap, menyadari apa yang terjadi.

    Tak ada dari kami berbicara.Ben akhirnya memecah kesunyian. "Ini tak mungkin,"gumamnya. Kata-katanya keluar dalam bisikantercekat."Kemana lift ini membawa kita?" tanyaku pelan,

    mencengkeram pagar begitu keras hingga tangankusakit."Tak mungkin!" Ben diulang. "Hal ini tak bisa terjadi.Lift hanya naik dan-"Lift itu terguncang keras saat kami mendadak sangatberhenti."Aaaaa!" Aku menjerit saat bahuku terbentur kedinding lift."Lain kali, kita gunakan tangga," geram Ben.

    Pintu-pintu bergeser terbuka.Kami mengintip keluar. Ke gelap gulita."Apa kita di ruang bawah tanah?" Tanya Ben,menjulurkan kepalanya keluar pintu."Kita tak turun," jawabku. Bagian bawah belakangleherku gemetaran. "Kita tidak naik atau turun.

    Jadi ... ""Kami masih di lantai pertama." Ben menyelesaikankalimatku. "Tapi kenapa begitu gelap di sini? Aku takbisa percaya ini terjadi! "Kami melangkah keluar dari lift.Aku menunggu mataku untuk menyesuaikan diridengan kegelapan.

    Tapi mataku tak bisa menyesuaikan. Ruangan itu

    terlalu gelap."Harusnya ada saklar lampu," kataku. Akumengerakkan tanganku di sepanjang dinding. Akubisa merasakan garis ubin.

    Tapi tak ada saklar lampu.Aku menyapukan kedua tangan ke atas dan bawahdinding. Tak ada saklar lampu."Ayo kita keluar dari sini," desak Ben. "Kita tak inginterjebak di sini. Kita tak bisa melihat apa-apa. "Aku masih mencari lampu. "Oke," aku setuju.

    Aku menurunkan tanganku dan mulai kembali ke lift.Aku mendengar pintu geser tertutup."Tidak!" Aku menjerit tajam.Ben dan aku menggedor pintu lift. Lalu aku merabadi sepanjang dinding untuk mencari tombol pembukapintu.Panik, tanganku gemetar. Aku menyapukan telapaktanganku yang terbuka di sepanjang dinding dikedua sisi pintu yang tertutup itu.

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    23/50

    Tak ada tombol. Tak ada tombol lift.Aku berbalik dan bersandar ke dinding. Aku tiba-tibaterengah-engah. Hatiku berdebar-debar."Aku tak bisa percaya ini terjadi," gumam Ben."Tolong bisakah kau berhenti mengatakan itu!"tuntutku. "Ini terjadi. Kita di sini. Kita tak tahu dimana. Tapi kita di sini.""Tapi jika kita tak bisa ke lift, bagaimana kita bisakeluar dari sini? "rengek Ben."Kita akan menemukan jalan," kataku. Akumengambil napas dalam-dalam dan menahannya.Aku memutuskan aku harus menjadi orang tenangkarena ia begitu cengeng dan takut.Aku mendengarkan baik-baik. "Aku tak bisamendengar musik atau suara atau apa pun. Kitapasti jauh dari gedung olahraga. ""Yah ... apa yang kita lakukan?" Teriak Ben. "Kita takbisa hanya berdiri di sini! "Pikiranku mendesir. Aku memicingkan mata kedalam kegelapan, berharap untuk menemukansebentuk jendela atau pintu.Apapun!

    Tapi kegelapan yang mengelilingi kami lebih gelapdaripada langit pada malam tak berbintang.

    Aku menekan punggungku dinding ubin dingin. "Akutahu, "kataku. "Kita akan tetap di dinding.""Dan?" Bisik Ben. "Dan kita akan melakukan apa?""Kita akan bergerak sepanjang dinding," akumelanjutkan. "Kami akan bergerak sepanjang dindinghingga kita sampai ke suatu pintu. Suatu pintu kesebuah ruangan dengan lampu. Maka mungkin kitaakan dapat mencari tahu di mana kita berada. ""Mungkin," jawab Ben. Dia tak terdengar penuh

    harapan."Tetaplah dekat di belakangku," perintahku padanya.Dia menabrakku."Jangan sedekat itu!" Kataku."Aku tak bisa menahannya. Aku tak bisa melihat!"Teriaknya.Bergerak perlahan - sangat lambat - kami mulaiberjalan.Aku menjaga tangan kananku di dinding,meluncurkannya di sepanjang ubin saat kamiberjalan.Kami baru saja mengambil beberapa langkah saataku mendengar suara di belakangku. Batuk.Aku berhenti dan berbalik. "Ben - kaukah itu?""Hah?" Dia menabarakku lagi."Apa kau batuk?" tanyaku pelan."Tidak," jawabnya.Aku mendengar batuk lagi. Lalu bisikan keras."Uh ... Ben ..." kataku, meraih bahunya."Coba tebak? Kita tidak sendirian. "

    13

    Kami berdua tersentak saat lampu menyala. Redupdan abu-abu pada awalnya.Aku mengerjap beberapa kali dan menunggu lampumenjadi terang.

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    24/50

    Tapi lampu itu tidak terang.Aku menatap keluar. Kami berada di sebuahruangan! Suatu kelas abu-abu. Mataku bergerak daripapan tulis hitam itu ke meja guru berwarna arangitu.Ke meja-meja siswa abu-abu yang gelap. Ke ubindinding yang abu-abu. Lalu turun ke lantai kelasyang berpola hitam dan abu-abu."Aneh," gumam Ben. "Mataku-""Bukan matamu," aku meyakinkannya. "Lampunyasangat redup di ruangan ini, itu yang membuatsegalanya tampak abu-abu dan hitam. ""Ini seperti berada di sebuah film tua hitam-putih,"Ben menyatakan.Menyipitkan mata ke dalam cahaya redup, kamimulai berjalan menuju pintu kelas."Ayo kita keluar dari sini," saranku. "Sebelumlampunya mati lagi."Kami berada setengah jalan di seluruh ruanganketika aku mendengar batuk lainnya. Dan laluterdengar suara cewek terdengar. "Hei -! "Ben dan aku sama-sama berhenti. Kami berbalik saatseorang gadis sebaya kami melangkah keluar daribalik lemari buku.

    Dia menatap kami.Kami balas menatapnya.Dia agak manis, dengan rambus hitam lurus danberponi di belakang kepala. Dia memakai sweteryang tampaknya model kuno berleher V, rok berlipatpanjang, dan sepatu sadel hitam-putih.Aku membuka mulut untuk mengatakan hai. Tapi takada suara yang keluar saat aku memperhatikankulitnya. Kulitnya seabu-abu sweaternya. Dan

    matanya abu-abu. Dan bibirnya abu-abu.Dia seperti ruangan itu. Dia hitam-putih juga!Ben dan aku saling bertukar pandang bingung. Laluaku berbalik kembali ke gadis itu. Dia menempel kesisi lemari, menatap curiga Ben dan aku."Apa kau bersembunyi di belakang sana?" semburku.Dia mengangguk. "Kami mendengar kalian datang.

    Tapi kami tak tahu siapa kau. ""Kami?" Tanyaku.Sebelum dia bisa menjawab, lebih banyak anak-anaklagi, dua anak laki-laki dan dua perempuan-melompat keluar dari balik lemari yang tinggi.Semuanya abu-abu! Semuanya dalam nuansa abu-abu!"Lihatlah mereka!" Teriak salah satu anak laki-lakiitu. Matanya menonjol saat ia menatap kami."Aku tak percaya ini!" Teriak anak laki-laki lainnya.Sebelum Ben dan aku bisa bergerak, merekabergegas maju.Semua berteriak dan menangis sekaligus, merekalari berebutan melewati ruangan.Mengelilingi kami.Meraih kami.Menarik-narik pakaian kami .

    Menarik kami. Menjerit. Tertawa. Memekik.Mencopot bajuku. Merobek lengan bajuku."Ben-!" Aku berteriak. "Mereka-mereka akanmengoyak-ngoyak kita."

    14

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    25/50

    "Lihat! Lihat ini! "Teriak seorang gadis. Diamengangkat lengan bajuku.Dua anak laki-laki menarik-narik sisa bajuku.Aku jatuh ke lantai. Mencoba menggeliat pergi. Tapimereka telah mengelilingi kami. Seorang gadismencopot salah satu sepatuku.Ben mengayunkan tinjunya yang keras, mencobauntuk melawan menjauhkan mereka. Tangannyamemukul papan tulis, dan ia berteriak kesakitan."Berhenti!" aku mendengar seorang anak berteriakdi atas teriakan-teriakan lainnya. "Hentikan! Jauhimereka! "Aku menendang dengan kedua kaki. Aku melihat Benmengayunkan tinjunya lagi."Hentikan!"jerit anak itu. "Pergi! Ayolah - hentikan! "Anak-anak itu mundur. Gadis itu menjatuhkansepatuku. Aku meraihnya dari lantai.Mereka mundur beberapa langkah, bergerak dalambarisan, menatap kami."Warna!" Seru seorang gadis. "Begitu banyakwarna!""Sungguh menyakiti mataku!" Teriak seorang anaklaki-laki."Tapi begitu indah!" Sembur seorang gadis. "Itu - itu

    seperti mimpi! ""Apa kau masih mimpi berwarna?" tanya anak laki-laki itu padanya. "Mimpiku serba hitam dan putih."Menarik-narik sepatuku, aku naik berdiri dengangemetar.Aku berjuang untuk meluruskan celana khaki-ku danmenyelipkannya ke bajuku yang robek.Ben mengusap tangan yang dia gunakan memukul.Rambut pirangnya kusut dengan keringat. Wajahnya

    merah cerah."Tommy," bisiknya. "Apa yang terjadi? Ini gila! "Aku menatap lima anak yang berbaris di depan kami."Tak ada warna ..." gumamku.Mereka semua hitam dan putih. Baju mereka, kulitmereka, mata mereka, rambut mereka -tak adawarna sama sekali. Hanya warna abu-abu dan hitam.Saat aku berjuang untuk menarik napas, akumempelajari mereka.Dan menyadari mereka tak terlihat seperti anak-anakmodern, seperti anak-anak dari sekolah kami.Gadis-gadis semua memakai rok, rok panjang kepergelangan kaki mereka. Anak-anak memakai kaosolahraga besar-berkerah, terselip ke dalam celanalonggar yang berlipat.Seperti dalam film tua ... pikirku.Dan semuanya hitam dan abu-abu.Kami semua saling menatap satu lama lain untukwaktu yang lama.Kemudian anak laki-laki yang tampaknya pemimpinmereka berkata. "Kami semua menyesal," katanya."Kalian lihat, kami-""Kami tak bermaksud menyakiti kalian," sela gadis disampingnya. "Hanya saja ... kami sudah begitu lama

    tak melihat warna.""Aku hanya ingin menyentuhnya," gadis denganhitam poni di dahinya menambahkan,menggelengkan kepalanya sedih. "Aku inginmenyentuh warna. Sudah begitu lama. Begitulama ... ""Apakah kalian datang untuk membantu kami?"tanya anak laki-laki pertama itu dengan lembut.Mata abu-abunya terkunci padaku. Mata yang

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    26/50

    memohon."Membantu kalian?" Jawabku. "Tidak. Tidak, kamitidak. Kalian lihat - ""Itu terlalu buruk," kata gadis berponi hitam,mengerutkan kening."Hah? Terlalu buruk? " Aku tak mengerti."Kenapa?" tanyaku."Karena," jawab gadis itu, "sekarang kalian tak akanpernah bisa pergi."

    15

    "Hei - kita sudah membuat mereka ketakutan.Mereka pikir kita sekelompok orang liar yang gila.

    Jangan mencoba untuk lebih menakut-nakutimereka, Mary! " omel anak itu."Aku tidak!" Dia bersikeras, menyilangkan tangannyadi depan sweater abu-abunya. "Aku hanya berpikirmereka harus mengetahui kebenaran. Kurasa-""Kebenaran?" selaku. "Apa yang terjadi di sini? Iniadalah lelucon-kan? ""Ya. Ayolah. Sekalah bedak abu-abu di wajah kalian

    dan beritahu kami kalau ini lelucon, " timpal Ben.Gadis yang bernama Maria itu menggigit bibirbawahnya. Aku melihat airmata di mata sebelahkirinya. Meluap ke atas dan bergerak turun ke pipiabu-abunya. "Ini bukan lelucon," dia tercekat."Yang benar saja!" Ben mengerang. "Buatlah lampulebih terang, dan-""Itu tak akan membantu!" Teriak anak itu marah.Mary berpaling kepadanya. Dia mengusap airmata

    pipinya. "Aku benar-benar berpikir mereka datanguntuk membantu kita," katanya dengan suarabergetar. "Aku benar-benar berpikir bahwaakhirnya ... " suaranya melemah.Gadis lainnya meletakkan tangannya ke dekat Mary.Aku menutup mataku saat sejenak. Menyipitkanmata ke dalam (cahaya) abu-abu itu membuatkusakit kepala."Bisakah seseorang memberitahu kami apa yangterjadi?" aku mendengar permintaan Ben.Aku membuka mataku untuk melihat kelima anakabu-abu itu bergerak melintasi ruangan ke arahkami.Pemimpinnya sedikit lebih tinggi dariku. Dia memilikirambut hitam bergelombang, dan mata hitam besaryang berkerut di sisi-sisinya. Aku melihat bekas lukakecil abu-abu di atas salah satu alisnya. Dia punyabahu lebar di bawah kaos abu-abu. Dia tampaksangat atletis.Gadis di sampingnya tinggi dan sangat langsing. Diapunya rambut panjang abu-abu yang jatuh lurus kebawah di punggungnya. Dia punya mata abu-abusedih."Aku Seth," kata anak itu. "Ini adalah Maria dan ini

    adalah Eloise. "Dia menunjuk. "Eddie dan Mona."Ben dan aku memperkenalkan diri."Kami tak bermaksud untuk menakut-nakuti kalian,"ulang Mary."Tapi bolehkah kami menyentuh warna-warnakalian? Kami sudah lama sekali tak melihat warna.Kami hanya-" suaranya retak. Dia berpaling."Uh ... Ben dan aku harus kembali ke pesta dansa,"kataku kepada mereka, melirik pintu. "Kalian lihat,

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    27/50

    kami adalah Panitia Dekorasi. Dan papan spanduk.Dan-""Kalian tak bisa kembali," kata Seth. Matanya yanggelap menyempit padaku. "Maria mengatakan yangsebenarnya. Kalian tidak bisa kembali. ""Ini bodoh," jawab Ben sambil menggelengkankepalanya. "Kita berada di bangunan tua-kan? Kamiakan mengikuti lorong sampai mengarah ke gedungbaru. Gedung olahraga tepat di bawah tangga. "Eloise terbatuk. Aku menyadari bahwa dia adalahorang yang kudengar saat lampu masih padam. Diamenyeka hidungnya dengan tisu abu-abu. Diatampak kedinginan."Kau tak berada di bangunan tua," katanya dengansuara serak."Lalu di mana kita?" tuntut Ben. "ruang bawahtanah? "Anak-anak abu-abu itu menggelengkan kepalamereka."Ini agak sulit untuk dijelaskan," kata Seth."Yah, kami akan menemukan jalan kembali," katakupada mereka, bergerak ke pintu. "Maksudku,sekolah ini tak terlalu besar. Kita tak akan lamatersesat. "

    "Kalian tidak benar-benar di sekolah," kata Eloise,menyeka hidungnya lagi."Permisi?" Teriak Ben. "Ini terlihat mirip seperti kelasbagiku. Lihat? Meja? Kursi? Kapur papan tulis? ""Ayo kita pergi," kataku. Aku sedikit mendorongnyake pintu."Duduklah," perintah Seth tajam.Ben dan aku hampir ke pintu kelas."Aku bilang duduk," ulang Seth.

    "Kalian sebaiknya mendengarkannya," gadisbernama Mona itu memperingatkan.Seth memberi isyarat dengan tak sabar pada duameja. "Duduklah."Aku menelan ludah. Aku merasakan dinginnyaketakutan di seluruh tubuhku. Aku tak mengerti apayang sedang terjadi di sini. Dan aku tak benar-benaringin memahaminya.Aku hanya ingin pergi menjauh dari ruangan abu-abuini dan anak-anak hitam-putih itu.Mereka bergerak melintasi ruangan ke arah kami.Ekspresi mereka tegang. Seth mengangkattangannya kaku di sisi tubuhnya, seolah siap untukberkelahi."Duduklah, teman-teman," tegasnya."Maaf. Lain kali saja, "jawab Ben.Dia dan aku, (kami) berdua punya ide yang sama dikepala kami.Kami berdua berbalik dan berlari pada saat yangsama. Kami berlari dengan gila ke pintu kelas.Aku yang pertama sampai di sana.Aku meraih gagang pintu. Memutarnya. Danmenariknya."Ayo! Ayo! "Teriak Ben panik.

    "Ini -ini tak mau terbuka!" Jeritku.Pintu itu terkunci....

    16

    Dalam kepanikan yang sangat Ben meraih kenoppintu dan menabrakku keluar dari jalan. Dia menarik

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    28/50

    dengan kedua tangan. Lalu ia menurunkan bahunyake pintu dan mencoba mendorongnya terbuka.

    Tapi pintu itu tak bergeming."Pintu itu tak akan terbuka," kata Seth tenang.Aku berbalik. Seth masih menahan tangannyategang di pinggangnya. Keempat anak-anak abu-abulainnya berdiri di salah satu sisinya, mata merekamenyempit pada kami, menyipitkan mata kitamelalui lampu abu-abu yang redup."Kenapa - kenapa dikunci?" Aku tergagap terengah-engah."Itu bukan pintu yang dapat kami gunakan," jawabMaria. Airmata lainnya berkilauan di pipi abu-abunyayang pucat. "Itu mengarah ke dunia warna. ""Hah? Permisi? "Teriakku."Lelucon kecil ini ide siapa?" tuntut Ben tak sabar."Ini tak lucu, teman-teman! Tidak lucu!"Aku bisa melihat bahwa Ben akan kehilangan kontrol.Aku meletakkan tangan di lengannya, tanda untuktenang.Aku punya perasaan bahwa anak-anak tak bercanda."Bagaimana kita bisa keluar dari sini?" tuntut Ben.Dia menggedorkan satu tinjunya ke pintu. "Kalian takbisa menahan kita dalam ruangan abu-abu yang

    aneh ini. Tidak mungkin! "Seth menunjuk ke meja lagi. "Duduklah, teman-teman, " pintanya lagi. "Kami tak mencoba untukmenahan kalian di sini. Dan kami tak berencanauntuk menyakiti kalian atau apa pun. "Ben melirik jam tangannya. "Tapi-tapi-""Kami akan mencoba untuk menjelaskan," Marymenawarkan. "Kalian benar-benar harus mencobauntuk memahami apa yang telah terjadi. "

    "Terutama karena kalian akan tinggal di sini dengankami, "tambah Eloise.Getaran dingin lainnya bergerak di punggungku."Mengapa kau selalu mengatakan itu? "tanyaku.Mereka tak menjawab.Ben dan aku merosot ke meja kursi. Ketigagadis mengambil kursi di seberang kami. Eddiemenyilangkan lengan abu-abunya dan bersandar dipapan tulis.Seth menarik dirinya ke meja guru."Sulit untuk mengetahui dari mana untuk memulai,"katanya, menggerakkan tangan kebelakang melaluirambut hitam tebalnya."Mulailah dengan memberitahu kita di mana kitaberada," tuntutku."Dan lalu memberitahu kami bagaimana untuksampai ke gedung olahraga," Benbersikeras. "Buatlah singkat saja - oke?""Kalian telah datang ke sisi lain," kata Seth.Ben memutar matanya. "Sisi lain apa?" Katanyabertanya tak sabar."Sisi lain dinding," jawab Seth.Eloise bersin. Dia menarik segulung tisu dari tas dipinggangnya. "Aku tak bisa menyingkirkan dingin

    ini," dia mendesah. "Kurasa pikir itu karena tak adasinar matahari.""Tak ada sinar matahari?" teriakku. "Sisi laindinding? "Aku mengerang keras. "Tolong, maukahkalian semua berhenti berbicara misteri? "Mona berpaling ke Seth. "Mulai saja dari awal,"katanya. "Mungkin itu akan membantu mereka."Eloise meraba-raba di dalam tas abu-abunya.Akhirnya, dia mengeluarkan sebungkus tisu dan

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    29/50

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    30/50

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    31/50

    juga.""Kalian akan segera menjadi salah satu dari kami,"kata Eddie."Tidak-" teriak Ben.Dia mengatakan lebih banyak lagi, tapi aku takmendengarkannya. Aku melirik ke tanganku - danmembuka mulutku dengan jeritan ngeri.

    17

    "Jariku - jari-jariku!" Jeritku.Aku mengangkat kedua tangan ke atas untukmenunjukkan kepada mereka. Jemariku telahberubah abu-abu. Warna abu-abu itu menyebar ketelapak tanganku.Ben meraih tanganku dan menariknya dekat denganmemeriksanya. "Oh tidak,"gumamnya. "Tidak ...""Ben - punyamu juga!" Teriakku.Dia melepaskan tanganku dan mengamatitangannya. Tangan kanannya hampir seluruhnyaabu-abu. Jari-jari padatangan kirinya abu-abu, dan warna pada telapaktangannya mulai memudar."Tidak ... tidak ..." ulangnya sambil menggelengkankepala.Aku mengangkat mataku ke kelima anak abu-abu itu."Kalian - kalian tidak bercanda, " aku tercekat.Mereka balas menatap kami dengan ekspresikosong.Mary menatap tanganku. "Itu bergerak cepat,"katanya akhirnya. "Kalian akan melihatnya."

    "Tidak!" Aku berteriak, melompat berdiri. "Apa yangbisa kita lakukan? Kita tak bisa berubah abu-abu!Kita tidak bisa! ""Kalian tak punya pilihan," kata Eloise sedih. "Kaliandi Dunia Abu-abu sekarang. Semua warna memudarbegitu cepat di sini. ""Kalian salah satu dari kami sekarang," ulang Seth."Sekali kalian berubah jadi abu-abu dengansempurna, kalian tak akan bisa berubah kembali. ""Tidak!" Ben dan aku sama-sama memprotes."Kita harus keluar!" Teriakku. Aku menendangkursiku ke samping dan berlari kembali ke pintukelas. Aku memutar kenopnya dan berjuang untukmenariknya terbuka.Ben melangkah di sampingku, dan kami berduamenarik sampai kami mengerang dan wajah kamiyang memerah."Itu gerendel kunci menutup dari sisi yang lain," kataSeth. "Kalian membuang-buang waktu kalian.""Tidak-" aku bersikeras. "Kita harus keluar. Kita haruskeluar sekarang! "Dengan teriakan putus asa, aku mengangkat keduatangannya dan mulai menggedor dinding."Tolong kami!" Aku berteriak. "Seseorang - tolongkami! Bisakah kalian mendengarku? Tolong - tolong!"Aku meninju sampai kepalan tanganku sakit. Laluaku menurunkan tanganku sambil mendesah."Tidakkah kalian pikir kami sudah mencobanya?"tanya Mary pahit. "Kami meninju dinding danmeminta pertolongan sepanjang waktu.""Tapi tak ada yang pernah menjawab," tambahEloise. "Dan tak ada yang pernah datang untuk

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    32/50

    membantu. "Aku menunduk menatap tanganku. Tanganku benar-benar jadi abu-abu sampai ke pergelangan tangan.Aku menarik lenganku. Warna lenganku mulaimemudar."Ben-!" Aku memulai. Dia menatap kulit abu-abunya

    juga.Pikiranku mendesing. Aku tiba-tiba merasa pusing."Bagaimana kita lari dari sini? Bagaimana kita bisakembali ke dunia kita? ""Mungkin lift itu?" saran Ben."Tak ada gunanya," Seth memperingatkan.

    Tapi kami mengabaikannya dan berlari melalui gangdi antara meja-meja. Ke ruangan kecil di belakangkelas abu-abu yang besar itu. Ruangan kecil sempityang menahan lift itu."Tak ada tombol lift," teriak Mary di belakang kami."Tak ada cara untuk memanggil lift.""Itu tak pernah berjalan," tambah Seth. "Itu belumberjalan dalam lima puluh tahun. Saat kamimendengar lift itu bergerak malam ini, kami tak bisamempercayainya. ""Pasti ada caranya!" Seruku.Aku menggerakan tanganku dengan halus ke atasdinding di samping pintu lift. "Pasti ada tombol yangtersembunyi."Dinding itu terasa hangat dan halus.Aku memukul dengan tinjuku sampai seluruhtanganku sakit.Ben menekan tangannya di sepanjang celah antaradua pintu itu. Sambil mengerang, ia berjuang untukmembongkar pintu lift terbuka.

    Tidak beruntung.

    "Obeng?" Panggilnya di atas bahunya. "Apa ada yangpunya obeng?""Atau mungkin pisau, tongkat, atau sesuatu?"tambahku. "Untuk membongkar pintu ini?""Kami sudah mencobanya," Eloise mengerang dalamsuara parau seraknya. "Kami telah mencobasegalanya. Segalanya!"Aku menendang keras pintu logam itu. Aku merasabegitu frustrasi, marah, dan takut-semua pada waktuyang sama.Nyeri melanda kakiku. Aku berjalan pincang mundurdi dinding, terengah-engah.Lengan bajuku berwarna abu-abu. Aku menarik salahsatu lengan. Warna abu-abu pada kulitku telahbergerak melewati pergelangan tanganku."Duduklah bersama kami," panggil Mary. "Duduklahdan tunggu. Ini sebenarnya tak terlalu buruk. ""Kalian bisa terbiasa dengannya," tambah Sethpelan."Biasa dengannya?" teriakku melengking, masihterengah-engah. "Biasa dalam sebuah dunia tanpawarna? Biasa jadi benar-benar hitam dan putih? Dantak bisa pulang ke rumah? Atau pergi ke mana saja?"Mary menurunkan kepalanya. Yang lain menatapkembali pada Ben dan aku, wajah abu-abu merekaserius dan sedih."Aku - aku tak akan bisa terbiasa untuk itu!" Akutergagap. "Ben dan aku akan keluar dari sini."Aku mengangkat satu tangan dan menggosoknyadengan tangan lainnya. Kurasa kupikir mungkin akubisa menggosok lenyap abu-abu. Kulikut terasahangat dan lembut seperti biasa. Tak terasa ada

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    33/50

    perbedaan.Tapi warnanya menghilang. Dan warna abu-abu itumerambat naik, merayap dengan cepat."Apa yang akan kita lakukan?" Teriak Ben. Matanyaliar. Suaranya keluar tinggi dan melengking."Jendela!" Aku berteriak, menunjuk. "Ayolah. Ke luar

    jendela! ""Jangan!" Teriak Seth. Dia bergerak cepat untukmenghalangi jalan kami. "Jangan-jangan! Akumemperingatkanmu-""Jangan pergi ke sana!" Teriak Eddie.Mengapa mereka berusaha menghentikan kami? Akubertanya-tanya. Mereka tak ingin kita untukmelarikan diri! Mereka ingin menahan kami di sini!Mereka ingin kita menjadi seabu-abu mereka!"Minggir, Seth!" teriakku.Ben menghindar ke salah satu jalan. Aku menghindarke jalan lainnya.Seth berusaha meraihku. Tapi aku meluncur jauhdarinya.Dan menjatuhkan diri ke tepi jendela.Menatap keluar ke malam abu-abu, aku mendorongnaik jendela itu."Jauhi anak-anak itu!""Mereka gila! Mereka semua sudah jadi gila!""Mereka akan membawa kalian ke lubang!"Kami mendengar jeritan mereka dan peringatan dibelakang kami. Tapi mereka tak masuk akal bagikami. Jadi kami mengabaikan mereka.Ben dan aku naik ke langkan jendela-danberhamburan keluar....

    18

    Ben jatuh ke tanah dengan gedebuk keras. Akumengikutinya, mendarat di kakiku di rumput yanglembut.Langit malam menyebar di atas kepala, hitam pekat.

    Tak ada bintang. Tak ada bulan.Seth dan lain-lain muncul di jendela,berteriak dan memberi tanda pada kami untukkembali. Tapi kami berdua pergi, berlari-lari kecil diatas rerumputan yang gelap.Kami menyeberangi jalan dan melihat rumah-rumahrendah gelap teratur jauh di belakang di rumput abu-abu. Tak ada lampu yang bersinar di jendela. Takada mobil yang datang. Tak ada seorang pun yangkeluar berjalan."Apakah ini Bell Valley?" tanya Ben saat kamimenyeberangi jalan lain dan terus berlari-lari kecil."Kenapa tak terlihat akrab? ""Ini bukan rumah-rumah yang sama di seberangsekolah, "kataku.Dinginnya ketakutan membuatku berhenti berjalan.Bagaimana mungkin ada kota yang sama sekaliberbeda di luar di sini? Dan di mana orang-orangyang tinggal di sini?Mengapa sepi? Rasanya seperti perangkat film? Akutiba-tiba bertanya-tanya. Bukan lingkungan yangnyata sama sekali?Peringatan anak-anak itu terulang di telingaku.Mungkin Ben dan aku membuat kesalahan, pikirku.Mungkin kami seharusnya mendengarkan mereka.Aku berbalik kembali ke sekolah. Gumpalan kabut

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    34/50

    datang melayang dari tanah. Sekolah bertambahgelap di balik kabut abu-abu yang menyebar itu.Kaget, aku menyipitkan mata keras padanya."Waaah - Ben," Aku terkesiap. "Lihat sekolah itu."Dia mengamatinya juga. "Itu bukan sekolah kita!"serunya.Kami menatap bangunan rendah persegi denganatap datar itu. Hanya setinggi satu tingkat. Cahayaabu-abu meluap dari satu-satunya jendela yangmenghadap ke jalan.Cahaya jatuh pada tiang bendera kecil yang kosongditanam di dekat jalan. Dan satu set ayunankeperakan kecil dalam sapuan cahaya redup abu-abu."Kita berada di dunia yang berbeda," kataku, suarakugemetar dan melengking. "Kita berada di dunia yangberbeda - begitu dekat dengan kita. ""Tapi- tapi-" Ben tergagap.Gumpalan kabut mulai melayang bersama-sama,membentuk suatu gelombang dinding. Kabut itubergerak cepat naik dari tanah, menyembunyikanbagian bawah bangunan dari kami sekarang."Ayo kita terus berjalan," Aku mendesak Ben."Harusnya ada jalan keluar dari sini! "Kami mulai berlari lagi, bergerak melewati rumah-rumah dan bidang-bidang tanah yang kosong. Berlaridi bawah batang-batang pohon yang gelap,semuanya gundul karena musim dingin. Sepatu kamiberderap di atas jalanan tanpa mobil atau lampu

    jalanan.Aku terus menatap langit, berharap untuk melihatbulan atau kerlipan cahaya bintang. Tapi akumenatap langit-langit yang hitam pekat.

    Kami seperti bayangan, pikirku. Bayangan yangberlari melalui bayangan.Hentikan, Tommy! Aku memarahi diriku sendiri.

    Jangan mulai memikirkan hal-hal yang aneh. Jagalahpikiranmu lurus ke depan pada apa yang haruskaulakukan. Yaitu menemukan cara untuk lolos daritempat ini.Kami berlari melewati kotak surat yang hitam,menyeberangi jalanan kosong lainnya. Dan saat kamiberlari, kabut itu menyapu di sekitar kita.Kabut itu pada mulanya melayang rendah,menempel pada rerumputan yang gelap,mengepul di atas jalanan. Tak ada angin. Tak adaangin sama sekali.

    Tapi kabut itu dengan cepat mulai bertambah tinggi.Naik ke sekeliling kami. Menyembunyikan rumah-rumah di belakangnya. Menyembunyikan pohon-pohon gundul, jalan-jalan dan jalanan masuk -menyembunyikan semuanya di belakang tirai abu-abu tebal yang berputar-putar.Sambil mengerang, Ben berhenti berlari.Aku berlari tepat ke arahnya."Hei-" teriakku terengah-engah. "Kenapa kauberhenti?""Aku tak bisa melihat apa-apa," ia tercekat."Kabut ..."Dia menurunkan tangannya di lututnya danmembungkuk ke depan, berusaha untuk bernapas."Kita tak bisa sampai ke mana pun ?" Tanyaku pelan."Maksudku, kita mungkin bisa terus berlariselamanya. Dan kita tak akan pernah keluar daritempat ini. ""Mungkin kita harus menunggu sampai pagi," saran

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    35/50

    Ben, masih membungkuk. "Lalu kabut mungkin akanhilang dan kita bisa melihat ke mana kita akan pergi.""Mungkin ..." kataku ragu.Aku menggigil. Aku bertanya-tanya berapa banyak

    diriku yang berubah jadi abu-abu. Apa aku masih adawarna yang tersisa?Aku menarik bajuku dan berusaha untuk melihat.

    Tapi terlalu gelap. Semuanya tampak hitam dan abu-abu. Aku tak tahu."Apa yang kau ingin lakukan?" Tanyaku Ben."Kembali ke sekolah? "Kabut menyapu di sekitar kita. Begitu tebal, akuhampir tak bisa melihatnya."Aku - aku tak berpikir kita bisa menemukan sekolahdalam kabut ini," katanya terbata-bata.Aku bisa mendengar suara ketakutannya.Aku berbalik.Dia benar. Aku tak bisa melihat jalanan ataupepohonan di sisi lain kabut tebal itu."Mungkin kita bisa menelusuri langkah kita," usulku."Jika kita terus ke arah itu-" aku menunjuk.

    Tapi di kabut tebal yang berputar-putar, aku takyakin itu arah yang benar."Ini bodoh," gumam Ben. "Kita seharusnyamendengarkan anak-anak itu. Mereka mencobauntuk membantu kita, dan-""Sudah terlambat untuk berpikir tentang itu," katakutajam. "Aku punya ide. Ayo kita coba untukmenemukan jalan kita, menembus kabut ke salahsatu rumah dan bermalam di sana. ""Maksudmu mendobrak masuk?" tuntut Ben."Rumah-rumah itu tampaknya kosong," jawabku.

    Kabut berputar-putar tebal, membungkus kami erat-erat. Aku menarik lengannya. "Ayolah. Kita akanmenemukan tempat untuk menunggu sampai pagi.Itu lebih baik daripada berdiri di sini sepanjangmalam."

    "Kurasa demikian..." dia setuju.Kami berbalik dan mulai berjalan menaiki suatuhalaman depan yang miring. Kami harus bergerakperlahan karena kami hampir tak bisa melihat.Kami berjalan enam atau tujuh langkah dankemudian aku menjerit saat seseorangmenjatuhkanku ke tanah.

    19

    "Ohhhhhh!" Erangan ketakutan keluar daritenggorokanku.Aku berguling telentang.Seekor kucing hitam jatuh di sampingku.Seekor kucing?Kucing itu melompat ke bahuku dari dahan pohon.Kucing itu menatapku dengan mata abu-abunya.Bulu hitamnya berdiri. Ekornya berdiri tegak. Lalupergi, menghilang ke dalam kabut.Aku berdiri dengan gemetar."Tommy, apa yang terjadi?" tuntut Ben."Apa kau tak melihat kucing itu?" Seruku. "Iamelompat turun padaku. Menjatuhkanku ke tanah.Kupikir ... kupikir ... " Kata-kata tersangkut di

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    36/50

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    37/50

    lingkaran anak-anak abu-abu itu."Mereka pasti anak-anak lain dari kelas itu," bisikBen. "Anak-anak yang Seth dan yang lainnyamemperingatkan pada kita. "Peringatan Seth terlintas kembali dalam pikiranku:

    Mereka gila. Mereka semua jadi gila."Kami tersesat!" Teriakku. "Bisakah kalian membantukami?"Mereka tak menjawab. Mereka berbisik-bisik denganbersemangat di antara mereka sendiri."Berubah, berubah," seorang anak laki-laki berkatadengan tiba-tiba. Begitu keras, aku melompatmundur."Apa katamu?" tuntutku. "Bisakah kalian membantukami? ""Berubah, berubah," ulang seorang gadis."Kami tak seharusnya berada di sini!" Teriak Ben."Kami sedang berusaha untuk pergi dari sini. Tapikami benar-benar tersesat. ""Berubah, berubah," beberapa suara bergumam."Tolong - jawab kami!" Pintaku. "Bisakah kalianmembantu kami? "Dan kemudian mereka semua menyanyi, "Berubah,berubah."Dan mereka mulai menari.Menjaga lingkaran ketat itu, mereka bergerak kekanan dengan irama yang cepat. Merekamengangkat satu kaki tinggi, dan melangkah kekanan. Menurunkan kaki dan memberikan sedikittendangan. Lalu langkah tinggi lainnya ke kanan.Semacam tarian aneh."Berubah, berubah," teriak mereka. "Berubah,berubah."

    "Tolong - hentikan!" Ben dan aku sama-samamemohon. "Mengapa kalian melakukan itu? Apakalian mencoba untuk menakut-nakuti kami? ""Berubah, berubah." Sosok-sosok gelap itu menaribergerak masuk dan keluar dari kabut yang

    berputar-putar.Kabut terangkat sejenak, dan aku melihat bahwamereka berpegangan tangan saat mereka menari.Berpegangan tangan erat. Menjaga lingkaran itutertutup.Menjaga Ben dan aku di dalamnya."Berubah, berubah," mereka bernyanyi. Satulangkah, lalu satu tendangan."Berubah, berubah.""Apa yang mereka lakukan?" bisik Ben padaku."Apakah ini permainan atau semacamnya? "Aku menelan ludah. "Aku tak berpikir begitu,"

    jawabku.Kabut itu bergeser lagi. Turun di atas rerumputanlalu mengepul pergi.Aku melirik ke wajah-wajah bernyanyi itu saatmereka bergerak di lingkaran.Ekspresi wajah mereka keras.Mata mereka dingin.Dingin, wajah tak bersahabat."Berubah, berubah. Berubah, berubah.""Hentikan!" teriakku. "Yang benar saja! Apa yangkalian lakukan? Tolong - seseorang jelaskanlah! ""Berubah, berubah." Nyanyian itu berlanjut.Lingkaran anak-anak itu bergerak ke kanan. Merekamenatap Ben dan aku, seolah menantang kita -seakan-akan menantang kami untuk menghentikanmereka.

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    38/50

    "Berubah, berubah. Berubahlah ke abu-abu.Berubah, berubah. Berubahlah ke abu-abu!"Lingkaran berputar di sekeliling kami. Anak-anak itumenari berirama dalam kabut yang mengepul. Iramatetap yang menakutkan.

    Begitu dingin ... begitu mengancam.Begitu gila!"Berubah, berubah. Berubahlah ke abu-abu.Berubah, berubah. Berubahlah ke abu-abu."Dan tiba-tiba, menyaksikan tarian menakutkan itu,mendengarkan nyanyian mereka yang seperti mesin,aku tahu. Aku tahu apa yang mereka lakukan. Itusemacam ritual aneh. Mereka sedang mengawasikami, menahan kami di sini.Menahan kami di sini sampai kami berwarna abu-abuseperti mereka.

    21

    "Berubah, berubah. Berubahlah ke abu-abu."Saat anak-anak bergerak dalam lingkaran rapat,nyanyian pelan, aku mempelajari wajah-wajahmereka. Begitu keras ... begitu dingin.Mereka mencoba menakut-nakuti kami.Aku menghitung sembilan anak perempuan dansepuluh anak laki-laki. Semua berpakaian pakaiankuno. Sepatu besar yang berat. Dan tiba-tiba akuberharap ini semua film lama. Semuanya hanya filmdan tidak benar-benar terjadi pada Ben dan aku."Berubah, berubah. Berubahlah ke abu-abu.""Mengapa kalian melakukan ini?" Teriak Ben di atasnyanyian mengerikan mereka. "Kenapa kalian takmau berbicara dengan kami?"

    Mereka meneruskan tarian melingkar mereka,mengabaikan teriakannya.Aku berbalik ke arahnya, bersandar dekat sehinggadia bisa mendengarku."Kita harus lari dari sini," kataku. "Mereka gila.

    Mereka akan menahan kita di sini. Sampai kitabenar-benar abu-abu seperti mereka. "Ben mengangguk serius, matanya pada lingkarananak-anak itu.Dia menangkupkan tangannya di sekitar mulutnyauntuk menjawabku. Dan aku tersentak. Tangannyabenar-benar abu-abu.Aku mengangkat kedua tanganku ke wajahku. Abu-abu. Abu-abu padat. Sampai sejauh mana warnaabu-abu berjalan? Berapa banyak waktu yang Bendan aku miliki?"Kita harus menjauh dari mereka," kataku."Ayolah, Ben. Pada hitungan ketiga. Kau lari ke arahsini. Dan aku akan lari ke arah sana. "Aku memberiisyarat pada dua arah yang berbeda."Jika kita membuat mereka terkejut, mungkin kitabisa menerobos, "kataku."Lalu apa?" jawab Ben.Aku tak ingin menjawab pertanyaan itu. Aku tak tahu

    jawabannya. "Ayo kita menjauh dari mereka!"Teriakku. "Aku tak dapat berdiri lebih lama lagi untuknyanyian bodoh itu! "Ben mengangguk. Dia menghela napas dalam-dalam."Satu ..." Aku menghitung."Berubah, berubah. Berubahlah ke abu-abu."Anak-anak yang menyanyi telah memperketatlingkiran mereka. Mereka hampir-hampir

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    39/50

    bergandengan tangan.Apa mereka membaca pikiran kami?"Dua ..." Aku menghitung. Aku menegangkan ototkakiku. Bersiap-siap untuk lari.

    Tirai kabut itu telah terangkat. Gumpalan kabut

    menempel tanah. Tapi aku bisa melihat rumah-rumah gelap di luar lingkaran anak-anak itu.

    Jika kami bisa menembus rantai lengan mereka,mungkin kami bisa bersembunyi di salah satu rumahitu, pikirku."Semoga berhasil," gumam Ben."Tiga!" teriakku.Kami menurunkan kepala kami dan mulai berlari.

    22

    Aku berlari sekitar empat langkah dan tergelincirpada rerumputan yang basah."Auw!" Aku menjerit saat rasa sakit naik ke kakikananku. Apakah ototku keseleo?Nyanyian itu berhenti. Anak-anak abu-abu ituberteriak terkejut.Kakiku berdenyut-denyut dengan rasa sakit. Akuharus berhenti. Aku membungkuk untuk menggosokotot kaki.Mengangkat tatapanku, aku melihat Ben melesatmenuju lingkaran. "Aaaiiiii!" Dia menjerit liar saat iaberlari.Dua anak laki-laki menangkapnya: satu tinggi, satupendek. Ben jatuh ke rumput, dan mereka jatuh diatasnya.

    "Pergi! Lepaskan aku! "Teriak Ben.Seorang anak laki-laki dan perempuan menyambarkudengan kasar. Mereka memutar-mutarku berkeliling.Dan mendorongku dengan keras ke arah Ben."Ayo kita pergi!" Teriakku. "Apa yang kalian lakukan?

    Mengapa kalian menahan kami di sini? "Mereka menarik Ben berdiri. Dan mendorong kamibersama-sama. Mereka berkelompok di sekitar kamidengan cepat, tubuh-tubuh tegang, siap untukmenangkap kami jika kami mencoba lari lagi."Kami tak akan pergi ke mana pun," aku menghelanapas. "Bisakah seseorang menjelaskan apa yangterjadi di sini. ""Berubah, berubah," kata seorang gadis berkepangpanjang abu-abu dalam sebuah suara parau."Aku sudah mendengar itu! "teriakku marah."Berubahlah ke abu-abu," gadis itu menambahkan."Kami menunggu kalian berubah.""Kenapa?" tuntutku. "Katakan saja mengapa.""Tak ada warna di bulan," jawabnya. "Tak ada warnadi bintang-bintang. ""Tak ada warna dalam mimpiku," seorang anak laki-laki menambahkan sedih."Tolong-masuk akallah!" Ben memohon. "Aku - akutak mengerti! "Aku mengusap kakiku yang sakit. Rasa sakit itumemudar, tetapi ototnya masih sakit."Tolong bantu kami kembali ke sekolah," akumemohon."Kami meninggalkan sekolah!" Teriak seorang anaklaki-laki. "Tak ada warna di sekolah. ""Tak ada warna di mana pun," teriak seorang gadis."Kami akan tak akan pernah kembali ke sekolah. "

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    40/50

    "Tak ada sekolah! Tak ada sekolah! Tak adasekolah." Beberapa anak-anak bernyanyi."Tapi kami harus kembali ke sana!" Aku bersikeras."Tak ada sekolah! Tak ada sekolah! Tak ada sekolah!" Mereka bernyanyi lagi.

    "Tak ada gunanya," bisik Ben di telingaku. "Merekabenar-benar kacau! Mereka tak masuk akal samasekali. "Aku merasa merinding. Udara berubah jadi dingin.Gelombang ngeri melandaku. Aku berjuang untukmelawan kembali.Anak-anak itu meraih Ben dan aku. Merekamendorong kami dengan kasar melewati rumput.Mereka menahan kami secara ketat dengan bahudan memaksa kami maju.

    "Kami mau dibawa ke mana?" teriakku.Mereka tak menjawab.Ben dan aku berjuang untuk membebaskan diri. Tapimereka terlalu banyak. Dan mereka terlalu kuat.Mereka mendorong kami atas bukit gelap. Gumpalankabut berputar-putar di atas kaki kami saat kaminaik. Rerumputan yang tinggi (terasa) basah danlicin."Kita mau kemana?" Teriakku. "Beritahu kami!Kemana kalian akan membawa kami? ""Lubang hitam!" Seru seorang gadis. Diamenekankan mulutnya dekat telingaku saat kamiberjalan. "Maukah kalian melompat, atau haruskahkami mendorong kalian? "

    23

    "Lubang? Lubang macam apa?" teriakku.Tak ada yang menjawab.Kami berhenti di atas bukit. Mereka terusmencengkeram erat Ben dan aku. Di atas bahu Ben,

    aku melihat empat anak mendekat. Saat merekamendekat, aku melihat bahwa mereka membawaempat ember besar.Mereka mengatur ember turun dalam satu barisan.Mereka mendorong Ben dan aku ke arah ember-ember itu.Uap mengalir naik dari cairan gelap yangmenggelegak di dalamnya. Aroma asam yang tajambangkit dari uap itu.Seorang gadis membawa tumpukan cangkir logam di

    tangannya. Ia menyerahkan cangkir untuk seoranganak laki-laki. Anak itu mencelupkannya ke dalamcairan hitam kental itu. Hal itu membuat suaramendesis saat cangkir itu dicelupkan ke dalamcairan."Ohhh!" Aku tersentak saat anak itu mengangkatcangkir mengepul itu ke bibirnya, memiringkankepalanya ke belakang, dan menuangkan cairanmenjijikkan ke tenggorokannya."Tak ada warna di cangkir!" Teriak anak laki-laki itu."Minum kegelapan itu!" Teriak seorang gadis."Minum! Minum! Minum! "Anak-anak itu bersorakdan bertepuk tangan.Mereka berbaris penuh semangat. Dan saat Ben danaku menatap ngeri, mereka masing-masingmencelupkan cangkir ke dalam kotoran hitam bau itu- dan lalu meminumnya."Tak warna di minuman! Tak warna di cangkir! "

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    41/50

    "Minum! Minum kegelapan itu! "Aku mencoba sekali lagi untuk membebaskan diri.

    Tapi tiga anak laki-laki memelukku sekarang. Aku takbisa bergerak.Anak-anak bersorak dan tertawa. Seorang anak laki-

    laki minum secangkir cairan hitam bau ituseluruhnya dan lalu memuntahkan ke udara.Sorak-sorai keras.Seorang gadis meludah keras dan menyemprotkankotoran hitam ke wajah gadis di sampingnya.Seorang anak laki-laki menyemprotkan cairan hitamitu naik seperti air mancur."Kita menutupi diri dalam kegelapan!" Seorang anaklaki-laki berteriak dengan suara berat. "Kitamenutupi diri karena tak ada warna di bulan! Tak

    ada yang warna di bintang-bintang! Tak ada warna diatas bumi!"Seorang gadis meludahkan kotoran hitam itu di atasrambut anak yang pendek berkacamata. Cairanhitam itu perlahan-perlahan menggelinding turun didahinya dan di atas kacamatanya. Dia membungkukuntuk mengisi cangkirnya, minum, dan meludahkansegumpal cairan itu di bagian depan mantel gadisitu.

    Tertawa-tawa dan bersorak sorai, berteriak-teriaksekuatnya, mereka saling semprot satu sama lain.Meludah dan disemprot kotoran hitam panas sampaimereka semua basah kuyup, semuanya menetes,tertutupi dalam kegelapan berminyak."Tak ada warna di cangkir! Tak ada warna dalamminuman! "Dan kemudian tangan-tangan itu mencengkeramkudengan erat. Ben dan aku ditarik ke atas bukit.

    Aku menatap ke bawah ke sisi lain. Dan melihatjurang yang curam. Dan turun di bawah, di bagiandasar...

    Terlalu gelap.Aku tak bisa melihat apa-apa. Tapi aku bisa

    mendengar gelegak yang keras. Aku bisa melihatuap tebal melayang, gelombangdemi gelombang. Dan aku bisa mencium bau asamyang tajam yang begitu kuat, aku mulai tercekik."Lubang Hitam!" Teriak seseorang. "Ke LubangHitam!"Banyak anak-anak yang bersorak.Ben dan aku didorong ke tepi jurang."Lompat! Lompat! Lompat! "Beberapa anak mulaibernyanyi.

    "Lompat ke Lubang Hitam!""Tapi - kenapa?" Jeritku. "Mengapa kalian melakukanini?""Menutupi diri kalian dalam kegelapan!" jerit seoranggadis. "Menutupi diri kalian seperti kami!"Anak-anak tertawa dan bersorak.Ben berpaling padaku, wajahnya tegang ketakutan."Itu - itu panas mendidih di sana, "katanya terbata-bata, menatap lubang menggelegak di bawah. "Danbaunya seperti binatang mati! ""Lompat! Lompat! Lompat! "anak-anak itu mulaibernyanyi.Mataku menyapu mereka. Tertawa. Bersorak sorai.Kotoran hitam itu mengalir di wajah mereka,menuruni pakaian mereka. Anak-anak menyentakkankepala ke belakang dan memuntahkan gumpalancairan hitam ke udara."Lompat! Lompat! Lompat! "

  • 7/27/2019 Gb 59 Hantu Penunggu Sekolah

    42/50

    Tiba-tiba, nyanyian dan tawa berhenti. Akumendengar jeritan-jeritan.

    Tangan-tangan yang kuat menyambar sekitarpinggangku dari belakang. Dan mendorongku keraske dalam lubang mengepul itu....

    24

    Tidak.Aku tidak jatuh. Aku tak pergi ke tepian.

    Tangan-tangan itu memegangku. Memutar tubuhku.Aku memicingkan mata ke wajah yang akrab. Seth!"Lari!" Teriaknya. "Kami datang untukmenyelamatkan kalian!"Aku berbalik dan melihat Maria dan Eloise memanduBen menuruni bukit.

    "Ayo kita pergi!" Seru Seth.Kami mulai berlari. Tapi kami tak pergi jauh.Anak-anak yang lain pada awalnya kaget. Tapimereka cepat mengatasi keterkejutan mereka. Danmembentuk lingkaran ketat di sekeliling kami."Mereka menjebak kita!" Teriakku. "Bagaimana kitadapat menerobosnya? "Kami berhenti dan menatap mereka saat merekamulai mengelilingi kami, bergerak diam-diam, wajahmereka tercoreng moreng