ganguan pada sistem pengindraan pada mata dan telinga

50
GANGUAN PADA SISTEM PENGINDRAAN PADA MATA DAN TELINGA Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1 Disusun Oleh : ALVI ZULFIAR ENCEP MOHAMAD RIDWAN FANZA KANKA AKADEMI KEPERAWATAN PEMDA CIANJUR JL. PASIR GEDE RAYA NO.19 CIANJUR 43216

Upload: abdu-rahman

Post on 31-Dec-2015

141 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

GANGUAN PADA SISTEM PENGINDRAAN PADA MATA DAN TELINGA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan

Medikal Bedah 1

Disusun Oleh :

ALVI ZULFIAR

ENCEP MOHAMAD RIDWAN

FANZA KANKA

AKADEMI KEPERAWATAN PEMDA

CIANJUR

JL. PASIR GEDE RAYA NO.19 CIANJUR 43216

TAHUN 2012-2013

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, puja puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan karuniaNya, sehingga mendapat petunjuk dan kesabaran dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Tidak lupa shalawat dan salam semoga Allah SWT curahkan selalu kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang diridhoiNya.

Makalah ini berisi sedikit pengetahuan tentang kesehatan melalui pembahasan sistem pengindraan(Indra Penglihatan dan Indra Pendengaran) yang nantinya diharap dapat menambah pengetahuan pembaca tentang Ilmu Kesehatan(Keperawatan).

Selama pembuatan makalah ini, telah banyak arahan dan petunjuk yang didapat dari dosen pengajar mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1. Namun dalam penulisan makalah ini, mungkin jauh dari apa yang dinamakan sempurna karena masih dalam tahap belajar. Oleh sebab itu, dengan senang hati atas saran dan kritiknya untuk disusun selanjutnya.

Demikianlah makalah sederhana ini disusun, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.

Cianjur, 13 September 2012                                                                                                          Penyusun

Daftar Isi

KATA PENGANTAR .................................... i

DAFTAR ISI ............................... iiBAB I PENDAHULUAN ............................... 1

1. LATAR BELAKANG ............................... 11.2. TUJUAN 2................................ 1

BAB II PEMBAHASAN SISTEM PENGLIHATAN 2.2................................ 23. ANATOMI FISIOLOGI INDRA PENGLIHATAN PADA

MATA............................... 2

3.2. GANGGUAN PENGLIHATAN PADA KONJUNGTIVASI

4................................ 4

4.2. KLASIVIKASI UVEITIS ANTERIOR 4.3................................ 94.4. MANIFESTASI KLINIS 4.5................................ 12

BAB III PEMBAHASAN SISITEM PENDENGARAN 4.6................................ 205. OTITIS MEDIA AKUT ............................... 205.2. OTITIS MEDIA SUPRATIF KRONIK 6................................ 22

   BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN 6.2................................ 251. ASUHAN KEPERAWATAN OTITIS MEDIA ............................... 252. ASUHAN KEPERAWATAN KONJUNGTIVIS 3................................ 28

BAB V PENUTUP 4................................ 31    A. KESIMPULAN ............................... 31    DAFTAR PUSTAKA ............................... 32

...............................

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar BelakangMakalah ini berisikan tentang Pengetahuan Ilmu Kesehatan.

Makalah ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan kesehatan khususnya keperawatan mengenai sistem pengindraan(indra penglihatan dan indarpendengaran), melalui penyempurnaan dan pemahaman sekilas tentang sistem pengindraan manusia dengan dukungan dosen keperawatan medikal bedah 1 serta sarana dan prasarana yang memadai.

2. Tujuan

Agar mahasiswa dapat memahami tentang masalah ganguan pada sisitem pengindraan diutamakan pada sistem penglihatan dan sistem pendengaran

BAB IIPEMBAHASAN

2. Anatomi dan Fisiologi Indra Penglihatan Pada ManusiaA. Konjungtiva

Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva palpebra, merupakan lapisan mukosa. Bagian yang membelok dan

kemudian melekat pada bola mata disebut konjungtiva bulbi. Pada konjungtiva ini banyak sekali kelenjar-kelenjar limfe dan pembuluh darah.Konjungtiva berfungsi melindungi kornea dari gesekan

B. SkleraSklera merupakan selaput jaringan ikat yang kuat dan berada pada lapisan terluar mata yang berwarna putih. Sebagian besar sklera dibangun oleh jaringan fibrosa yang elastis. Bagian depan sklera tertutup oleh kantong konjungtiva.Skelera berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan menjadi tempat melakatnya otot mata

C. Otot-ototOtot-otot yang melekat pada mata : a).Muskulus levator palpebralis superior inferior.b).Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata.c).Muskulus rektus okuli inferior (otot disekitar mata)d).Muskulus rektus okuli medial (otot disekitar mata)e).Muskulus obliques okuli inferiorf). Muskulus obliques okuli superior.

Otot-otot yang melekat pada mata : a. Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk

menutup mata.b. Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata, fungsinya untuk

menutup mata. c. Muskulus rektus okuli inferior(otot disekitar mata),

fungsinyauntukmenutup mata.Muskulus rektus okuli medial(otot disekitar mata), fungsinya menggerakkan mata dalam(bola mata).

d. Muskulus obliques okuli inferior, fungsinya menggerakkan bola mata ke bawah dan kedalam.

D. Kornea

Kornea merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea kita dapat melihat membran pupil dan iris. Penampang kornea lebih tebal dari sklera, terdiri dari 5 lapisan epitel kornea, 2 lapisan elastika anterior (bowmen, 3 substansi propia, 4 lamina elastika posterior, dan 5 endotelium. Kornea tidak mengandung pembuluh darah peralihan, antara kornea ke sklera disebut selero corneal junction. Kornea juga merupakan jalan masuk cahaya pada mata dengan menempatkannya pada retina.

Kornea berfungsi menerima cahaya yang masuk ke bagian dalam mata dan membelokkan berkas cahaya sedemikian rupa sehingga dapat difokuskan(memungkinkan lewatnya cahaya dan merefraksi cahaya).

E. KoroidKoroid adalah lapisan yang dibangun oleh jaringan ikat yang

memiliki banyak pembuluh darah dan sejumlah sel pigmen. Letaknya

disebelah dalam sklera. Dibagian depan mata, lapisan koroid memisahkan diri dari sklera membentuk iris yang tengahnya berlubang.

F. Iris(Pupil)Iris merupakan diafragma yang terletak diantara kornea dan

mata. Pada iris terdapat dua perangkat otot polos yang tersusun sirkuler dan radial. Ketika mata berakomodasi untuk melihat benda yang dekat atau cahaya yang terang otot sirkuler berakomodasi sehingga pupil mengecil, begitu pula sebaiknya.

G. LensaLensa berada tepat dibelakang iris dan tergantung pada ligamen

suspensori. Bentuk lensa dapat berubah-ubah, diatur oleh otot siliaris ruang yang terletak diantara lensa mata dan retina disebut ruang viretus, berisi cairan yang lebih kental(humor viterus), yang bersama dengan humor akueus berperandalam memelihara bentuk bola mata.

H. RetinaRetina merupakan lapisan bagian dalam yang sangat halus dan

sangat sensitif terhadap cahaya. Pada retina terdapat reseptor(fotoreseptor). Fotoreseptor berhubungan dengan badan sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang memanjang sampai ke otot. Bagian lapisan retina yang dilewati berkas urat saraf yang menuju ke otot tidak memiliki reseptor dan tidak peka terhadap sinar. Apabila sinar mencapai bagian ini kita tidak dapat mengenali cahaya. Oleh karena itu, daerah ini disebut bintik buta. Pada bagian retina, terdapat sel batang berjumlah sekitar 125 juta buah dalam setiap mata. Sel batang sangat peka terhadap intensitas cahaya rendah, tetapi tidak mampu membedakan warna. Oleh karena itu kita mampu melihat dimalam hari tetapi yang terlihat hanya warna hitam dan putih saja. Bayangan yang dihasilkan dari sel ini tidak tajam. Sel kerucut jumlahnya sekitar 5 juta pada setiap mata. Sel kerucut sangat peka terhadap intensitas cahaya tinggi sehingga berperan untuk penglihatan siang hari dan untuk membedakan warna.

I. Vitreous Humor(Humor Bening)Badan bening ini terletak dibelakang lensa. Bentuknya berupa

zat transparan seperti jeli(agar-agar) yang jernih. Zat ini mengisi pada mata dan membuat bola mata membulat.

J. Aqueous Humor(Humor Berair)Aquaeous humor atau cairan berair terdapat dibalik kornea.

Strukturnya sama dengan cairan sel, mengandung nutrisi bagi kornea dan dapat melakukan difusi gas dengan udara luar melalui kornea.

K. Alis Mata(Supersilium)Alis yaitu rambut-rambut halus yang terdapat diatas mata.

L. Bulu mataBulu mata yaitu rambut-rambut halus yang terdapat ditepi kelopak mata.

M. Kelopak mata(palpebra)

Kelopak mata merupakan 2 buah lipatan atas dan bawah kulit yang terletak di depan bulbus okuli.

2..1. Ganguan Penglihatan Pada KonjungtivasiGangguan penglihatan pada konjungtivasi terdiri dari

konjungtivasi gonokokal dan konjungtivasi vernalis1. Konjungtivitis Gonokokal

Bayi baru lahir bisa mendapatkan infeksi gonokokus pada konjungtiva dari ibunya ketika melewati jalan lahir. Karena itu setiap bayi baru lahir mendapatkan tetes mata (biasanya perak nitrat, povidin iodin) atau salep antibiotik (misalnya eritromisin) untuk membunuh bakteri yang bisa menyebabkan konjungtivitis gonokokal.

Orang dewasa bisa mendapatkan konjungtivitis gonokokal melalui hubungan seksual (misalnya jika cairan semen yang terinfeksi masuk ke dalam mata). Biasanya konjungtivitis hanya menyerang satu mata.

Dalam waktu 12-48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis gonokokal bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes mata yang mengandung antibiotik.

2. Konjungtivitis Vernalis

Konjungtivitis vernalis adalah salah satu bentuk dari konjungtivitis yang disebabkan oleh faktor alergi, disamping juga dipengaruhi oleh faktor, yakni; iklim, usia, dan jenis kelamin.penyakit ini biasanya mengenai pasien muda antara 3-25 tahun. Pada laki-laki biasanya dimulai pada usia dibawah 10 tahun. Pada umumnya penderita konjungtivitis vernalis mengeluh gatal, mata merah, dan mengeluarkan sekret atau kotoran. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih.

3. Masa Inkubasi

Waktu terekspos sampai kena penyakit 1-3 hari.

4. Gejala

Mata terasa kasar menggatalkan, merah dan mungkin berair. Kelopak mata mungkin menempel sewaktu bangun tidur. Konjungtiva yang mengalami iritasi akan tampak merah dan mengeluarkan kotoran. Konjungtivitis karena bakteri mengeluarkan kotoran yang kental dan berwarna

putih. Konjungtivitis karena virus atau alergi mengeluarkan kotoran yang jernih.

Kelopak mata bisa membengkak dan sangat gatal, terutama pada konjungtivitis karena alergi.

Gejala lainnya adalah: - mata berair - mata terasa nyeri - mata terasa gatal - pandangan kabur - peka terhadap cahaya - terbentuk keropeng pada kelopak mata ketika bangun pada pagi hari.

5. Pencegahana. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan

sesudah membersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.

b. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit.

c. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah lainnya.

d. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.

2.2. Uveitis

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus siliaris,dan koroid) dengan berbagai penyebabnya.Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi.

2.2.1. ETIOLOGI a. Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar

yang dapat berjalan akut maupun kronis. Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat gambaran klinisnya saja. Iritis dan iridisiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinik reaksi imunologik terlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior. Uveitis anterior dapat disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul reaksi alergi mata.5

b. Penyebab uveitis anterior diantaranya yaitu: idiopatik; penyakit sistemik yang berhubungan dengan HLA-B27 seperti; ankylosing spondilitis, sindrom Reiter, penyakit crohn’s, Psoriasis, herpes zoster/ herpes simpleks, sifilis,

penyakit lyme, inflammatory bowel disease; Juvenile idiopathic arthritis; Sarcoidosis, trauma dan infeksi.

2.2.2. ANATOMI FISIOLOGI a. Uvea terdiri dari : iris, badan siliaris (corpus siliaria) dan

koroid. Bagian ini adalah lapisan vascular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini juga ikut memasok darah ke retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior sedangkan koroid disebut uvea posterior.

b. Irisadalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma yang membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen posterior, di tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata depan (camera oculi anterior) dan bilik mata posterior (camera oculi posterior).Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata.

c. Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat lekukan-lekukan dipermukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripa. Didalam stroma terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh darah dan saraf.

Gambar 1. Anatomi mata

Dipermukaan anterior ditutup oleh endotel terkecuali pada kripta, dimana pembuluh darah dalam stroma, dapat berhubungan langsungdengan cairan di camera oculi anterior, yang memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran nutrisi ke coa dan sebaliknya. Dibagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan epitel, yang merupakan lanjutan dari epitel pigmen retina, warna iris tergantung dari sel-sel pigmen yang bercabang yang terdapat di dalam stroma yang banyaknya dapat berubah-ubah, sedangkan epitel pigmen jumlahnya tetap

Didalam iris terdapat otot sfingter pupil (M.Sphincter pupillae), yang berjalan sirkuler, letaknya didalam sroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saaraf parasimpatis, N III. Selain itu juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator pupillae), yang berjalan radier dari akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior stroma dan diurus saraf simpatis. Pasokan darah ke iris adalah dari circulus major iris, kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tidak berlobang. Persarafan iris adalah melalui serat-serat didalam nervi siliaris.

Badan Siliar (Corpus Ciliaris) berbentuk segitiga, terdiri dari 2 bagian yaitu: pars korona, yang anterior bergerigi, panjangnya kira-kira 2mm dan pars plana, yang postrior tidak bergerigi panjangnya kira-kira 4 mm. Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk humor aquous.Badan siliar merupakan bagian terlemah dari mata. Trauma, peradangan, neoplasma didaerah ini merupakan keadaan yang gawat. 5

Gambar 2. Srkulasi Humour Aquous

Pada bagian pars korona diliputi oleh 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari epitel iris. Bagian yang menonjol (processus ciliaris) berwarna putih oleh karena tidak mengandung pigmen, sedangkan di lekukannya berwarna hitam, karena mengandung pigmen. Didalam badan siliaris terdapat 3 macam otot silier yang berjalan radier, sirkuler dan longitudinal. Dari processus siliar keluar serat-serat zonula zinii yang merupakn penggantung lensa. Fungsi otot siliar untuk akomodasi. kontraksi atau relaksasi otot-otot ini mengakibatkan kontraksi dan relaksasi dari kapsula lentis, sehingga lensa menjadi lebih atau kurang cembung yang berguna pada penglihatan dekat atau jauh. Badan siliar banyak mengandung pembuluh darah dimana pembuluh darah baliknya mengalirkan darah ke V.vortikosa. Pada bagian pars plana, terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot dengan pembuluh darah diliputi epitel. 6,7

2.2.3.PATOFISIOLOGI

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di luar mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam badan (antigen endogen).Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius .Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam humor akuos yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebuit fler (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia posterior).2,8

Gambar 3. Uvea

Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion.

Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam camera okuli posterior lebih besar dari tekanan dalam camera okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung kedepan yang disebut iris bombe (Bombans).

Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder.Pada fase akut terjadi glaucoma sekunder karena gumpalan – gumpalan pada sudut bilik depan,sedang pada fase lanjut glaucoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil.Naik turunnya bola mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan prostaglandin.

2.3. KLASIFIKASI UVEITIS ANTERIOR

Berdasarkan patologi dapat dibedakan 2 jenis uveitis anterior, yaitu granulomatosa dan non granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa umumnya tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik terhadap terapi kortokosteroid diduga peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis ini timbul terutama dibagian anterior traktus yakni iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuclear. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.

Sedangkan pada uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke jaringan oleh organisme penyebab (misal Mycobacterium tuberculosis atau Toxoplasma gondii). Meskipun begitu patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat mengenai sembarang traktus uvealis namun lebih sering pada uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel epithelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang terkena. Deposit radang pada permukaan posterior kornea terutama terdiri atas makrofag dan sel epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik dapat ditegakkan secara histologik pada mata yang dikeluarkan dengan menemukan kista toxoplasma, basil tahan asam tuberculosis, spirocheta pada sifilis, tampilan granuloma

khas pada sarcoidosis atau oftalmia simpatika dan beberapa penyebab spesifik lainnya.

Sedangkan berdasarkan waktu uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang dari 6 minggu,jika inflamasi kambuh diikuti dengan serangan inisial disebut rekuren akut dan dikatakan sebagai kronik jika lebih dari 6 minggu.

Beberapa keadaan yang menyebabkan tanda dan gejala yang berhubungan dengan uveitis anterior akut, yaitu:

2.3.1 Traumatic Anterior Uveitis

Trauma merupakan salah satu penyebab Uveitis Anterior, biasanya terdapat riwayat truma tumpul mata atau adneksa mata. Luka lain seperti luka bakar pada mata, benda asing, atau abrasi kornea dapat menyebabkan terjadinya Uveitis Anterior. Visual aquity dan tekanan intraocular mungkin terpengnaruh, dan mungkin juga terdapat darah pada anterior chamber.

2.3.2. Idiopathic Anterior Uveitis

Istilah idiopatik dipergunakan pada Uveitis Anterior dengan etiologi yang tidak diketahui apakah merupakan kelainan sistemik atau traumatic. Diagnosis ini ditegakan sesudah menyingkirkan penyebab lain dengan anamnesis dan pemeriksaan.

2.3.3.HLA-B27 Associated Uveitis

HLA-B27 mengacu pada spesifik genotype atau chromosome. Mekanisme pencetus untuk Uveitis Anterior pada pasien dengan genotype seperti ini tidak diketahui. Ada hubungan yang kuat dengan ankylosing spondylitis, sindrom Reiter, Inflamatory bowel disease, psoariasis, arthritis, dan Uveitis Anterior yang berulang. 9

2.3.4.Behcet’s Diseases/syndrome

Sebagian besar menyerang laki-laki dewasa muda dari bangsa mediterania atau jepang. Terdapat trias penyakit Behcets, yaitu akut Uveitis Anterior dan ulkus pada mulut dan genital. Penyakit behcet yang menyebabkan Uveitis Anterior akut adalah sangat langka. 9

2.3.5.Lens Associated Anterior Uveitis

Ada beberapa keadaan yang ditemukan pada peradangan anterior chamber dan penyebab yang disebabkan oleh keadaan lensa, yaitu : phaco-anaphylactic andhopthalmitis dan phacogenic (phacotoksik) uveitis; phacolitic glaukoma; dan UGH syndrome ( Uveitis, Glaukoma dan Hifema).9

2.3.6. Masquerade syndrome

Merupakan keadaan yang mengancam, seperti lymphoma, leukemia, retinoblastoma, dan malignant melanoma dari choroid, dapat menimbulkan Uveitis Anterior.

Beberapa keadaan yang dapat menghasilkan tanda dan gejala yang terdapat pada diagnosis Uveitis Anterior kronik adalah :

a. Juvenile Rheumatoid Arthritis

Anterior Uveitis terjadi pada penderita JRA yang mengenai beberapa persendian. Karena kebanyakan dari pasien JRA adalah positif dengan test ANA ( Anti Nuklear Antibody ), yang merupakan pemeriksaan adjuvant. JRA lebih banyak mengenai anak perempuan dibanding anak lelaki. Merupakan suatu anjuran pada semua anak yang menderita JRA untuk diperiksa kemungkinan terdapatnya Uveitis Anterior.

b. Anterior Uveitis Associated with Primary Posterior Uveitis

Penyakit sistemik, seperti sarcoidosis, toksoplamosis, sipilis, tuberculosis, herpes zoster, cytomegalovirus, dan AIDS mungkin saja terlibat dalam Uveitis Anterior baik primer ataupun sekunder dari uveitis posterior.

c. Fuch’s Heterochromatic Iridocyclitis

Merupakan suatu penyakit kronik, biasanya asimptomatik, terdapat 2% pasien Uveitis Anterior.9

2.4. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan subyektif yang menyertai uveitis anterior adalah nyeri , terutama di bulbus okuli, sakitnya spontan atau pada penekanan di daerah badan siliar, sakit kepala di kening yang menjalar ke temporal, fotofobia, bervariasi dan dapat demikian hebat pada uveitis anterior akut, lakrimasi yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat fotofobia, gangguan visus dan bersifat unilateral.

Gambar 4. Uveitis anterior granulomatosa dengan muttan-fat keratic presipitat dan nodul koeepe dan busacca

Riwayat yang berhubungan dengan uveitis adalah usia, kelamin, suku bangsa penting untuk di catat karena dapat memberikan petunjuk ke arah diagnosis uveitis tertentu. Riwayat pribadi tentang penderita, yang utama adalah adanya hewan peliharaan seperti anjing dan kucing, serta kebiasaan memakan daging atau sayuran yang tidak dimasak termasuk hamburger mentah. Hubungan seks diluar nikah untuk menduga kemungkinan terinfeksi oleh STD atau AIDS. Penggunaan obat-obatan untuk penyakit tertentu atau narkoba (intravenous drug induced), serta kemungkinan tertular penyakit infeksi menular (seperti Tbc) dan terdapatnya penyakit sistemik yang pernah diderita. Riwayat tentang mata didapatkan apakah pernah terserang uveitis sebelumnya atau pernah mengalami trauma tembus mata atau pembedahan.

Gambar 5. Uveitis anterior granulomatosa dengan sejumlah nodul busacca pada permukaan iris dan beberapa muttan fat keratik presipitat pada aspek inferior.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus umumnya normal atau berkurang sedikit., konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, serta kornea keruh karena udem dan keratik presipitat. Keratik presipitat merupakan kumpulan sel-sel yang menempel pada endotel kornea, biasanya di bagian bawah. Pada uveitis non granulomatosa, keratik presipitat berukuran kecil dan sedang berwarna putih. Pada uveitis granulomatosa, keratik presipitat besar-besar dan lonjong dan dapat menyatu membentuk bangunan yang lebih besar, sehingga dapat mencapai diameter 1mm. Adanya keratik presipitat dijumpai pada keratouveitis karena herpes simpleks dan sangat spesifik pada Heterokromik Fuch.

Pada kamera okuli anterior terdapat flare, terlihat sebagai peningkatan kekeruhan dalam humor akuos dalam COA, dapat terlihat dengan menggunakan slitlamp atau lampu kecil dengan intensitas kuat dengan arah sinar yang kecil sehingga menimbulkan fenomena Tyndal. Pada uveitis non granulomatosa, reaksi flare sangat menonjol tapi reaksi sel biasanya terdiri dari sel-sel kecil dan jarang sel besar seperti monosit atau sel raksasa. Sedangkan pada uveitis granulomatosa, sel besar-besar dan reaksi flare biasanya sangat ringan.

Pada iris tampak suram, gambaran radier tak nyata, karena pembuluh darah di iris melebar, sehingga gambaran kripta tak nyata. Warna iris dapat berubah, kelabu menjadi hijau, coklat menjadi warna Lumpur. Terdapat nodul iris, ditandai sebagai benjolan di iris, bila pada tepi pupil disebut nodul koeppe, bila pada permukaan depan iris disebut nodul busacca. Adanya nodul-nodul tersebut merupakan pertanda uveitis granulomatosa dan terdapat adanya sinekia posterior.

2.5.1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran mengenai penyebab uveitis. Pada pemeriksaan darah, yaitu Differential count, eosinofilia : kemungkinan penyebab parasit atau alergi, VDRL, FTA, Autoimun marker (ANA, Reumatoid factor, Antidobble Stranded DNA), Calcium, serum ACE level (sarcoidosis), Toxoplasma serologi dan serologi TORCH lainnya. Pemeriksaan urin berupa kalsium urin 24 jam (sarcoidosis) dan Kultur (bechet’s reitters). Pemeriksaan Radiologi, yaitu Foto thorax (Tbc, Sarcoidosis, Histoplasmosis), Foto spinal dan sendi sacroiliaka (Ankylosing

sponfilitis), Foto persendian lainya (Reumatoid arthritis, juvenile rheumatoid arthritis) dan Foto tengkorak, untuk melihat adakah kalsifikasi cerebral (toxoplasmosis)

Skin Test, yaitu Mantoux test, untuk Tbc, Pathergy test, untuk Bechet’s disease akan terjadi peningkatan sensivitas kulit terhadap trauma jarum pada pasien bila disuntikkan 0,1 ml saline intradermal dalam 18-24 jam kemudian terjadi reaksi pustulasi. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diperlukan untuk mengetahui etiologi secara spesifik, bila  dicurigai adanya kecurigaan penyakit sistemik, Uveitis rekuren, Uveitus bilateral, Uveitis berat, Uveitis posterior dan Onsetnya muda.

2.5.2. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding uveitis anterior adalah konjungtivitis,Keratitis atau keratokonjungtivitis dan Glukoma akut. Pada konjunctivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia, atau injeksi ciliar.

Pada keratitis atau keratokonjunctivitis, penglihartan dapat kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simplek dan zoster dapat mengenai uveitis anterior sebenarnya. Pada glaucoma akut, pupil melebar, tidak ada synekia posterior, dan korneanya “beruap”.

Gambar 6. Glukoma akut

2.5.3. KOMPLIKASI

Pada uveitis anterior dapat terjadi komplikasi berupa katarak, retinitis proliferans, ablasi retina, glukoma sekunder yang dapat terjadi pada stadium dini dan stadium lanjut, pada uveitis anterior dengan visus yang sangat turun, sangat mungkin disertai penyulit edema macula kistoid.

Gambar 7: Glaucoma sudut tertutup dan Katarak matur

2.5.4. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya dan bagian organ yang terkena. Baik pengobatan topical atau oral adalah ditujuan untuk mengurangi peradangan.

Tujuan dari pengobatan uveitis anterior adalah memperbaiki visual acuity, meredakan nyeri pada ocular, menghilangkan inflamasi ocular atau mengetahui asal dari peradangannya, mencegah terjadinya sinekia, dan mengatur tekanan intraocular.

Pengobatan uveitis anterior adalah tidak spesifik, pada umumnya menggunakan kortikosteroid topical dan cycloplegics agent. Adakalanya steroid atau nonsteroidal anti inflammatory ( NSAIDs) oral dipergunakan. Namun obat-obatan steroid dan imunosupresan lainnya mempunyai efek samping yang serius, seperti gagal ginjal, peningkatan kadar gula darah, hipertensi, osteoporosis, dan galukoma, khususnya pada steroid dalam bentuk pil.

a. Kortikosteroid

Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan secepatnya diberikan.Tujuan penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan uveitis anterior adalah mengurangi peradangan, yaitu mengurangi produksi

eksudat, menstabilkan membran sel, menghambat penglepasan lysozym oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limposit.

Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya tembus obat topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi pemberian, jenis kortikosteroid, jenis pelarut yang dipakai, bentuk larutan.

Konsentrasi dan frekuensi pemberian, makin tinggi konsentrasi obat dan makin sering frekuensi pemakaiannya, maka makin tinggi pula efek antiinflamasinya. Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis diberikan preparat dexametason, betametason dan prednisolon karena penetrasi intra okular baik, sedangkan preparat medryson, fluorometolon dan hidrokortison hanya dipakai pada peradangan pada palpebra, konjungtiva dan kornea superfisial.

Kornea terdiri dari 3 lapisan yang berperan pada penetrasi obat topikal mata yaitu, epitel yang terdiri dari 5 lapis sel, stroma, endotel yang terdiri dari selapis sel. Lapisan epitel dan endotel lebih mudah ditembus oleh obat yang mudah larut dalam lemak sedangkan stroma akan lebih mudah ditembus oleh obat yang larut dalam air. Maka secara ideal obat dengan daya tembus kornea yang baik harus dapat larut dalam lemak maupun air (biphasic). Obat-obat kortikosteroid topikal dalam larutan alkohol dan asetat bersifat biphasic.

Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi. Keuntungan bentuk suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada bentuk solutio karena bersifat biphasic, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini memerlukan pengocokan terlebih dahulu sebelum dipakai. Pemakaian steroid tetes mata akan mengakibatkan komplikasi seperti: Glaukoma, katarak, penebalan kornea, aktivasi infeksi, midriasis pupil, pseudoptosis dan lain-lain.

Beberapa kortikosteroid topikal yang tersedia adalah prednisolon acetate 0,125% dan 1%, prednisolone sodium phospat 0,125%, 0,5%, dan 1%, deksamentason alcohol 0,1%, deksamethasone sodium phospat 0,1%, fluoromethasone 0,1% dan 0,25%, dan medrysone 1%.

b. Cycloplegics dan mydriatics

Semua agent cycloplegic adalah cholinergic antagonist yang bekerja memblokade neurotransmitter pada bagian reseptor dari sphincter iris dan otot ciliaris. Cycloplegic mempunyai tiga tujuan

dalam pengobatan uveitis anterior, yaitu untuk mengurangi nyeri dengan memobilisasi iris, mencegah terjadinya perlengketan iris dengan lensa anterior ( sinekia posterior ), yang akan mengarahkan terjadinya iris bombe dan peningkatan tekanan intraocular, menstabilkan blood-aqueous barrier dan mencegah terjadinya protein leakage (flare) yang lebih jauh. Agent cycloplegics yang biasa dipergunakan adalah atropine 0,5%, 1%, 2%, homatropine 2%, 5%, Scopolamine 0,25%, dan cyclopentolate 0,5%, 1%, dan 2%.

c. Oral steroid dan Nonsteroidal Anti Inflammatory Drugs

Prednisone oral dipergunakan pada uveitis anterior yang dengan penggunaan steroid topical hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin, NSAIDs ( biasanya aspirin dan ibuprofen ) dapat mengurangi peradangan yang terjadi. Sebagai catatan, NSAIDs dipergunakan untuk mengurang peradangan yang dihubungkan dengan cystoids macular edema yang menyertai uveitis anterior.

Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan dan perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat prednison dengan dosis awal antara 12 mg/kg BB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang sehari (alternating

single dose). Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis awal selama 2 minggu pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dexametaxon dosis diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama 2 minggu.

Indikasi pemberian kortikosteroid sistemik adalah Uveitis posterior, Uveitis bilateral, Edema macula, Uveitis anterior kronik (JRA, Reiter). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama akan terjadi efek samping yang tidak diingini seperti Sindrom Cushing, hipertensi, Diabetes mellitus, osteoporosis, tukak lambung, infeksi, hambatan pertumbuhan anak, hirsutisme, dan lain-lain.9

2.5.5. Pengobatan lainnya

Jika pasien tidak koperatif atau iritis tidak berespon banyak dengan penggunaan topical steroid, injects subkonjuctival steroid ( seperi celestone ) akan berguna. Depot steroid seharusnya dihindari pada kasus uveitis sekunder, seperti yang diakibatkan oleh herpes atau toksoplasmosis karena dapat memperparah. 8

Injeksi peri-okular dapat diberikan dalam bentuk long acting berupa Depo maupun bentuk short acting berupa solutio. Keuntungan

injeksi periokular adalah dicapainya efek anti peradangan secara maksimal di mata dengan efek samping sistemik yang minimal. 15

Indikasi injeksi periokular adalah apabila pasien tidak responsif terhadap pengobatan tetes mata, maka injeksi periokular dapat dianjurkan, Uveitis unilateral, pre operasi pada pasien yang akan dilakukan operasi mata, anak-anak, dan komplikasi edema sistoid makula pada pars planitis. Penyuntikan steroid peri-okular merupakan kontra indikasi pada uveitis infeksi (toxoplasmosis) dan skleritis. 15

Lokasi injeksi peri-okular sub-konjuctiva dan sub-tenon steroid repository serta Injeksi sub-tenon posterior dan retro-bulbar. Keuntungan injeksi sub-konjungtiva dan sub-tenon adalah dapat mencapai dosis efektif dalam 1 kali pemberian pada jaringan intraokular selama 24 minggu sehingga tidak membutuhkan pemberian obat yang berkali-kali seperti pemberian topikal tetes mata. Untuk kasus uveitis anterior berat dapat dipakai dexametason 24 mg. Injeksi sub-tenon posterior dan retro-bulbar, cara ini dipergunakan pada peradangan segmen posterior (sklera, koroid, retina dan saraf optik). 15

Komplikasi injeksi peri-okular adalah Perforasi bola mata, Injeksi yang berulang menyebabkan proptosis, fibrosis otot ektra okular dan katarak sub-kapsular posterior, Glaukoma yang persisten terhadap pengobatan, terutama dalam bentuk Depo di mana dibutuhkan tindakan bedah untuk mengangkat steroid tersebut dari bola mata, Astrofi lemak sub-dermal pada teknik injeksi via palpebra.

BAB III

3. OTITIS MEDIA AKUT

Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaringdan faring. Secara fisiologik terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikrobake dalam telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim dan antibodi.Otitis media akut terjadi karena factor pertahanan tubuh ini terganggu.Sumbatan tuba eustachius merupakan factor penyebab utama dari otitis media.Karena fungsi tuba eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke dalamtelinga tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengahdan terjadi peradangan.Dikatakan juga, bahwa pencetus terjadinya OMA ialah infeksi salurannafas atas. Pada anak, makin sering anak terserang infeksi saluran nafas, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada bayi terjadinya OMA dipermudah olehkarena tuba eustachiusnya pendek, lebar dam letaknya agak horizontal. Selain itu juga disebabkan oleh:

a. Tonsilitisb. Rhinitis dan sinusitis kronisc. Nasal allergid. Tumor nasopharing

e. Deformitas (Cleft palate)f. Prematuritasg. Sosial ekonomi yang rendahh. Patofisiologi

Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, sepertiStreptokokus hemolitikus, stafilokokus aureus, pneumokokus. Selain itu kadang-kadang ditemukan juga hemofilusinfluenza, escherichia colli, streptokokusanhemolitikus, proteus vulgaris dan pseudomonas aurugenosa. Hemofillusinfluenza sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun. Respon dariinfeksi tersebut adalah pembentukan reaksi inflamasi akut ditandai dengan vasodilatasi yang khas, eksudasi, invasi leukosit, dan respon imunologi lokaldidalam rongga telinga tengah, dimana hal tersebut menghasilkan gambaran klinisdari otitis media akut. Selain diakibatkan oleh bakteri OMA juga bisa disebabkanoleh infeksi virus, ataupun saling berkaitan. Dimana Infeksi virus yang menyerangdan merusak lapisan mukosa saluran pernafasan dapat mempermudah bakterimenjadi pathogen di nasofaring, tuba eustachius dan rongga telinga bagian tengah.Stadium Otitis Media AkutPerubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5stadium. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membrane timpani yangdiamati melalui liang telinga luar.

a. Stadium Oklusi Tuba

ustachiusTanda adanya oklusi tuba eustachius ialah gambaran retraksi membrantimpani akibat terjadinya tekanan negative di dalam telinga tengah, akibatabsorbs udara. Kadang-kadang membrane timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat.

fusi mungkin telah terjadi,tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitismedia serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi. Gejala klinisnya berupa pendengaran yang berkurang, nyeri telinga. 

b. Stadium Hiperemis (Stadium Pre-Supurasi)Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar

dimembrane timpani atau seluruh membrane timpani tampak hiperemis sertaedem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yangserosa sehingga sukar terlihat. Gejala klinisnya berupa nyeri telinga,gangguan tidur, pendengaran berkurang, serta dapat disertai tinitus dandemam..c. Stadium Supurasi

dema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitelsuperficial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,menyebabkan membrane timpani menonjol (bulging) ke arah liang telingaluar.

Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat,serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.Apabila tekanan nanah

di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadiiskemia, akibat tekanan pada kepiler-kepiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi rupture.Bila tidak dilakukan insisi membrane timpani (miringotomi) pada stadiumini, maka kemungkinan besar membrane timpani akan rupture dan nanahkeluar ke liang telinga luar.Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali,sedangkan apabila terjadi rupture, maka lubang tempat rupture tidak mudah tertutup kembali.d. Stadium Perforasi

Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atauvirulensi kuman yang tinggi, maka dapat terjadi rupture membrane timpanidan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat tertidur nyenyak. Keadaan ini disebut dengan otitis media akutstadium perforasi.e. Stadium Resolusi

Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, makasekret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulansi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi menetap dengansekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapatmenimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa bila secret menetap dikavum timpani tanpa terjadinya perforasi.Gejala Klinik OMA.

Gejala klinik OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien.Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa nyeri di dalamtelinga, keluha di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeriterdapat pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurangdengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapatsampai 39.5ºC (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tibaanak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi rupture membrane timpani, maka secretmengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.TerapiPengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. 

3.2. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)

Otitis media supuratif kronik adalah peradangan mukosa telinga tengah disertai keluarnya cairan dari telinga melalui perforasi membran timpani (gendang telinga berlubang). Masyarakat mengenal OMSK sebagai penyakit congek, kopok, toher atau curek. Cairan yang keluar dari telinga dapat terus menerus atau hilang timbul. Kejadian

OMSK dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain suku bangsa, jenis kelamin, tingkat sosioekonomi, keadaan gizi, dan kekerapan mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA/ batuk pilek).

ISPA yang tidak tertanggulangi dengan baik dapat menyebabkan peradangan di telinga tengah (otitis media). Pada keadaan peradangan tidak teratasi sacara tuntas, daya tahan yang lemah, atau keganasan kuman yang tinggi (virulensi kuman), peradangan telinga tengah dapat berlanjut manjadi OMSK.

OMSK terdiri atas OMSK tipe aman dan tipe bahaya. Kedua tipe ini dapat bersifat aktif(keluar cairan) atau tidak aktif (kering). Penatalaksanaan OMSK dapat berupa pengobatan atau operasi. Tujuan operasi pada OMSK tipe bahaya terutama untuk mencegah komplikasi.

Gejala OMSK adalah keluar cairan dari telinga yang berulang, lebih dari 2 bulan, cairan kental, dan berbau. Komplikasi yang dapat disebabkan oleh OMSK adalah komplikasi ketulian, kelumpuhan saraf wajah, serta penyebaran infeksi ke otak (7,5%) hingga kematian yang disebabkan oleh OMSK tipe bahaya (33%). Gejala-gejala komplikasi infeksi otak yang disebabkan oleh OMSK antara lain sakit kepala hebat, demam, mual, muntah, dan penurunan kesadaran.

Ketulian akibat OMSK disebabkan oleh gendang telinga yang berlubang, cairan atau nanah yang terdapat di telinga tengah, serta tulang pendengaran yang rusak/ erosi. Selain itu ketulian akibat OMSK dapat terjadi karena zat yang diproduksi oleh kuman OMSK masuk ke telinga dalam. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan pusing berputar.

Gambar 1. Gendang telinga normal/ utuh             Gambar 2. Gendang telinga berlubang

Untuk mengurangi angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) akibat OMSK diperlukan usaha-usaha penanggulangan OMSK baik secara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam mengupayakan usaha tersebut diperlukan kerjasama yang terpadu dari baik masyarakat itu sendiri, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Pemerintah dalam hal ini institusi kesehatan.

Masyarakat melalui para kader perlu dilibatkan secara aktif dan inovatif terutama pada tingkat promotif. Lini kesehatan terdepan misalnya Puskesmas, Balai Kesehatan, dll memiliki peran yang besar baik di tingkat promotif, kuratif serta deteksi dini timbulnya komplikasi akibat OMSK.

Di lain pihak jumlah spesialis THT di Indonesia berjumlah 700 orang. Dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah lebih kurang 214,1 juta jiwa, tentu jumlah tersebut masih sangat kurang. Menurut WHO dari 606 spesialis THT di Indonesia tercatat 30 orang (5%) yang dikategorikan sebagai Otologist. Angka tersebut jauh berbeda dengan angka di Bangladesh (13,5%), India (28,5%), dan Thailand (25,5%).

Selain itu jumlah rumah sakit yang memiliki fasilitas operasi telinga juga masih sangat terbatas. Oleh sebab itu diperlukan usaha agar masyarakat dapat melakukan usaha-usaha pencegahan OMSK yang berdampak pada ketulian bekerjasama dengan para kader kesehatan, institusi kesehatan, dan lembaga-lembaga terkait.

Agar usaha penanggulangan penyakit OMSK dan komplikasinya dapat mencapai sasaran yaitu menurunnya morbiditas dan mortalitas akibat penyakit OMSK, maka diperlukan pengetahuan, pengenalan, dan pencegahan penyakit OMSK oleh masyarakat bersama-sama kader dan tenaga kesehatan. Selain itu diperlukan peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi tenaga kesehatan di lini terdepan untuk mendiagnosis OMSK dan komplikasi yang ditimbulkan.

3.2.1. ALTERNATIF PENANGGULANGAN

Program akan berhasil apabila tersosialisasi dengan baik, sehingga setiap orang yang terkait dengan upaya penanggulangan OMSK (masyarakat, pemerintah setempat, tenaga medis) dapat menjalankan perannya masing-masing setelah mengetahui masalah yang dihadapi serta tujuan yang hendak dicapai.

Melakukan penyuluhan kepada kader, tokoh masyarakat serta masyarakat itu sendiri tentang OMSK mengenai pengertian, gejala, penyebab, dampak dan penatalaksanaan.

Advokasi pada pemerintah setempat (PEMDA) untuk memfasilitasi serta menyediakan anggaran untuk memperbaiki maupun melengkapi infrastruktur.

Melakukan pendekatan kepada pengusaha serta organisasi swadaya masyarakat untuk saling bekerja sama dalam menanggulangi masalah yang dihadapi penderita kurang mampu.

Melakukan analisis situasi, menetapkan tujuan serta evaluasi berkala.

Menyelenggarakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan kader untuk melakukan deteksi dini, pengobatan dan rujukan

Pelatihan dokter spesialis THT untuk melakukan bedah mikro telinga

Meningkatkan upaya deteksi dan intervensi dini.

BAB IVASUHAN KEPERAWATAN KLIEN PENDERITA OTITIS

MEDIA KRONIK DAN SISTEM PENGINDRAAN PENGLIHATAN

1. PENGKAJIAN1.1. Pengumpulan data

1.2. 1.Riwayata. Identitas Pasienb. Riwayat adanya kelainan nyeric. Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulangd. Riwayat alergi e. OMA berkurang

1.2.Pengkajian Fisika. Nyeri telingab. Perasaan penuh dan penurunan pendengaranc. Suhu Meningkatd. Malaisee. Nausea Vomitingf. Vertigog. Ortoreh. Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium

1.3. Pengkajian Psikososiala. Nyeri otore berpengaruh pada interaksib. Aktifitas terbatasc. Takut menghadapi tindakan pembedahan

1.4. Pemeriksaan Laboratorium

1.5. pemeriksaan Diagnostika. Tes Audiometri : pendengaran menurunb. X ray : terhadap kondisi patologi Misal : Cholesteatoma,

kekaburan mastoid1.6. Pemeriksaan pendengaran

a. Tes suara bisikanb. Tes garputala

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN2.1. Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan 2.2. Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan

efek kehilangan pendengaran2.3. Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan

obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di saraf pendengaran.

2.4. Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.

2.5. Resiko tinggi trauma berhubungaan dengan gangguan presepsi pendengaran

2.6. Kurangnya pengetahuan mengenai pengobatan dan pencegahan kekambuhan 

3. Diagnosa Keperawatan 3.1. Nyeri berhubungaan dengan proses peradangan 

4. Tujuan 4.1. Nyeri yang dirasakan klien berkurang4.2. Kriteria hasil 4.3. Klien mengungkapkan bahwa rasa nyeri

berkurang.4.4. Klien mampu melakukan metode pengalihan

suasana.5. Intervensi Keperawatan

5.1. Ajarkan Klien untuk mengalihkan suasana dengan melakukan metode relaksasi saat nyeri yang teramat sangat muncul, relaksasi yang seperti menarik nafas panjang.Rasional :Metode pengalihan suasana dengan melakukan relaksasi bisa mengurangi nyeri yang diderita klien.

5.2. Kompres dingin di sekitar area telingaRasional :Kompres dingin bertujuan untuk mengurangi nyeri karena rasa nyeri teralihkan oleh rasa dingin disekitar area telinga.

5.3. Atur posisi klienRasional :Posisi yang sesuai akan membuat klien merasa lebih nyaman.

5.4. Untuk kolaborasi, beri aspirin/analgesik sesuai instruki, beri sedatif sesuai indikasiRasional :Analgesik merupakan pereda nyeri yang efektif pada pasien untuk mengurangi sensasi nyeri dari dalam.

2. ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM INDERA PENGLIHATAN2.1. Pengkajian

2.1.1. AnamnesisKaji gejala yang dialami klien sesuai dengan jenis konjungtivitis

yang terjadi, meliputi gatal dan rasa terbakar pada alergi; sensasi benda asing pada infeksi bakteri akut dan infeksi virus; nyeri dan fotofobia jika kornea terkena; keluhan peningkatan produksi airmata; pada anak-anak dapat disertai dengan demam dan keluhan pada mulut dan tenggorok. Kaji riwayat detail tentang masalah sekarang dan catat riwayat cedera atau terpajan lingkungan yang tidak bersih.

2.1.2PemeriksaanPemeriksaan fisik (inspeksi) untuk mencari karakter/tanda

konjungtivitis yang meliputi :a. Hiperemi konjungtiva yang tampak paling nyata pada fornix dan

mengurang kea rah limbus.b. Kemungkinan adanya secret :

a) Mukopurulen dan berlimpah pada infeksi bakteri, yang menyebabkan kelopak mata lengket saat bangun tidur.

b) Berair/encer pada infeksi virus.c. Edema konjungtivad. Blefarospasmee. Lakrimasif. Konjungtiva palpebra (merah,kasar seperti beludru karena ada

edema dan infiltrasi).g. Konjungtiva bulbi, injeksi konjungtiva banyak, kemosis, dapat

ditemukan pseudo membrane pada infeksi pneumokok.Kadang-kadang disertai perdarahan subkonjungtiva kecil-kecil baik di

konjungtiva palpebral maupun bulbi yang biasanya disebsbkan pneumokok atau virus.

2.2. Pemeriksaan laboratoriumPemeriksaan visus, kaji visus klien dan catat derajad pandangan perifer klien karena jika terdapat secret yang menempel pada kornea dapat menimbulkan kemunduran visus/melihat halo.

2.3. Diagnosis dan Intervensi Keperawatan2.3.1. Gangguan rasa nyaman yang berhubungan dengan edema dan iritasi

konjungtiva ditandai dengan peningkatan eksudasi, fotofobia lakrimasi dan rasa nyeri.

2.4. Tujuan, klien akan :2.4.1. Melakukan tindakan untuk mengurangi nyeri/fotofobia/eksudasi.2.4.2. Menunjukkan perbaikan keluhan.

2.5. Intervensi Keperawatan :2.5.1. Kompres tepi palpebral (mata dalam keadaan tertutup)dengan larutan

salin kurang lebih selama 3 menit.Rasional: melepaskan eksudat yang lengket pada tepi palpebral.

2.5.2. Usap eksudat secara perlahan dengan kapas yang sudah dibasahi salin dan setiap pengusap hanya dipakai satu kali.Rasional: Membersihkan palpebral dari eksudat tanpa menimbulkan nyeri dan meminimalkan penyebaran mikroorganisme.

2.5.3. Beritahu klien agar tidak menutup mata yag sakit.Rasional: Mata tertutup merupakan media terbaik bagi pertumbuhan mikroorganisme.

2.5.4. Anjurkan klien menggunakan kacamata (gelap).Rasional: Pada klien fotofobi, kacamata gelap dapat menurunkan cahaya yang masuk pada mata sehingga sensitivitas terhadap cahaya menurun. Pada konjungtivitis alergi, kacamata dapat mengurangi ekspose terhadap allergen atau mencegah iritasi lingkungan.

2.5.5. Anjurkan pada klien wanita konjungtivitis alergi agar menghindari atau mengurangi penggunaan tatarias hingga semua gejala konjungtivitis hilang. Bantu klien mengidentifikasi sumber allergen yang lain. Tekankan pentingnya kacamata pelindung bagi klien yang bekerja dengan bahan kimia iritan.Rasional: Mengurangi expose allergen atau iritan.

2.5.6. Kaji kemampuan klien menggunakan obat mata dan ajarkan klien cara menggunakan obat tetes mata atau salep mata.Rasional: Mengurangi resiko kesalahan penggunaan obat mata.

2.6. Kolaborasi dalam pemberian:2.6.1. Antibiotik.Rasional: Mempercepat penyembuhan pada konjungtivitis

infektif dan mencegah infeksi sekunder pada konjungtivitis viral. Tetes mata diberikan pada siang hari dan salep mata diberikan pada malam hari untuk mengurangi lengketnya kelopak mata pada pagi hari.

2.6.2. Analgesik ringan seperti asetaminofen.Rasional: mengurangi nyeri seperti nyeri periorbital pada konjungtivitis viral.

2.6.3. Vasokonstriktor seperti nafazolin.Rasional: Mengurangi dilatasi pembuluh darah pada konjungtivitis alergi.

2.6.4. Antihistamin oral. Resiko tinggi penuaran penyakit pada mata yang lain atau pada orang lain yang berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan klien tentang penyakit.

2.7. Tujuan, klien akan:2.7.1 Mempunyai pengetahuan yang adekuat tentang tindakan

pencegahan penularan.2.7.2 Melakukan tindakan pencegahan penularan penyakit.2.7.3 Tidak terjadi penularan penyakit pada mata yang lain atau orang

lain.2.8. Intervensi keperawatan

2.8.1 Beritahu klien untuk mencegah pertukaran sarung tangan, handuk dan bantal dengan anggota keluarga yang lain. Klien sebaiknya menggunakan tisu, bukan saputangan dan tissue ini harus dibuang setelah pemakaian satu kali saja.Rasional: Meminimalkan resiko penyebaran infeksi.

2.8.2 Ingatkan klien untuk tidak menggosok mata yang sakit atau kontak sembarangan dengan mata.Rasional: Menghindari penyebaran infeksi pada mata yang lain dan pada orang lain.

2.8.3 Beritahu klien tentang tekhnik cuci tangan yang tepat.Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pengobatan dan gunakan saputangan atau handuk bersih. Beritahu klien untuk menggunakan tetes atau salep mata dengan benar tanpa menyentuhkan ujung botol pada mata/bulu mata klien. Rasional: Prinsip higienis perlu ditekankan pada klien untuk mencegah replikasi kuman sehinnga penyebaran infeksi dapat dicegah.

2.8.4 Bersihkan alat yang digunakan untuk memeriksa klien.Rasional: Mencegah infeksi silang pada klien yang lain.

2.8.5 Resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan penurunan lapang pandang.

2.8.6 Intervensi keperawatan:2.8.7 Bersihkan secret mata dengan cara yang benar.Rasional: Sekret

mata akan membuat pandangan kabur.2.8.8 Perhatikan keluhan pengelihatan kabur yang dapat terjadi setelah

penggunaan tetes mata dan salep mata.Rasional: Memberikan informasi pada klien agar tidak melakukan aktivitas berbahaya sesaat setelah penggunaan obat mata.

2.8.9 Gunakan kacamata gelap.Rasional: Mengurangi fotofobia yang dapat mengganggu pengelihatan klien.

2.9. Evaluasi

2.9.1. Fokus evaluasi adalah:Resolusi infeksi

Klien mempunyai pengetahuan yang adekuat tentang tindakan mengontrol ketidaknyamanan,infeksi dan medikasi.

BAB VPENUTUP

1. KesimpulanUveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris,korpus

siliaris,dan koroid) dengan berbagai penyebab.Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Uveitis anterior merupakan radang iris dan badan siliar bagian depan atau pars plikata, yang disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain, yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul karena reaksi alergi mata. Uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang dari 6 minggu dan dikatakan sebagai kronik jika lebih dari 6 minggu. Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran mengenai penyebab uveitis. Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya dan bagian organ yang terkena dan prognosis kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal.

Permukaan dalam kelopak mata disebut konjungtiva palpebra, merupakan lapisan mukosa. Bagian yang membelok dan kemudian melekat pada bola mata disebut konjungtiva bulbi. Pada konjungtiva ini banyak sekali kelenjar-kelenjar limfe dan pembuluh darah.

terjadinya OMA dipermudah olehkarena tuba eustachiusnya pendek, lebar dam letaknya agak horizontal. Selain itu juga disebabkan oleh:

a. Tonsilitisb. Rhinitis dan sinusitis kronisc. Nasal allergid. Tumor nasopharinge. Deformitas (Cleft palate)f. Prematuritasg. Sosial ekonomi yang rendah

DAFTAR PUSTAKA

1. Gunawan wasisdi, Gambaran Klinis Uveitis Anterior Akua pada HLA B27 Positif, FKUGM, Yogyakarta

2. Ilyas Sidarta, Uveitis Anterior, Ilmu Penyakit Mata, ed II, FKUI, Jakarta: 2002

3. Wijana Nana, Uvea, Ilmu Penyakit Mata, hal 126-1274. K George Roger, MD, Uveitis, Nongranulomatous. www emedicine.co.id,

Accessed. June th. 2005:1-3 5. Vaughan G Daniel, anatomi dan Embriologi Mata, Oftalmologi Umum ed

14, Widya Medika, Jakarta: 2000 hal8-96. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Lab/UPF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung

dan7. www.emedicine.com 8. http;//www.google.com