gangguan perkembangan anak

7
Pengaruh Tingkat Pendidikan Orangtua dan Pendapatan Keluarga terhadap Risiko Gangguan Perkembangan Anak dengan Metode PEDS di TK dan PAUD Gampong Banda Safa Kabupaten Aceh Besar Mughniyanti Zuhri, T.M. Thaib, Razi Suangkupon Siregar Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh Latar Belakang. Pada negara-negara yang berpendapatan ekonomi rendah dan menengah diperkirakan lebih dari 200 juta anak yang berumur kurang dari lima tahun mengalami risiko gangguan perkembangan. Salah satu faktor risikonya adalah kemiskinan yang sering dikaitkan dengan status sosial ekonomi melalui tingkat pendidikan dan pendapatan per kapita. Tujuan. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan orangtua dan pendapatan keluarga terhadap risiko gangguan perkembangan anak dengan metode PEDS. Metode. Penelitian dilakukan tanggal 5-6 Maret 2015 di TK Ashabul Yamin dan PAUD Harapan Bunda Gampong Banda Safa Kabupaten Aceh Besar dengan desain cross sectional dengan subjek anak TK dan PAUD yang sehat, tidak memiliki kelainan/gangguan mental, serta orangtua menyetujui ikut dalam penelitian. Tes perkembangan dilakukan oleh peneliti menggunakan metode PEDS (Parents’ Evaluation of Developmental Status). Hasil. Dari populasi 82 anak, yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 80 anak, terdiri dari 36 laki-laki (45%) dan 44 perempuan (55%). Anak yang mengalami risiko gangguan perkembangan ringan 36 anak (45%), sedang 13 anak (16,25%), tinggi 11 anak (13,75%) dan tanpa kekhawatiran 20 anak (25%). Tingkat pendidikan orangtua mayoritas menengah, ibu sebanyak 36 orang (45%), ayah sebanyak 40 orang (50%). Tingkat pendapatan keluarga mayoritas rendah sebanyak 37 keluarga (46,25%). Kesimpulan. Terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan ayah (p=0,001), ibu (p=0.002) dan tingkat pendapatan keluarga (p=0,001) terhadap risiko gangguan perkembangan anak. Hal ini memerlukan perhatian dan pemantauan lebih lanjut mengenai risiko gangguan perkembangan anak secara rutin guna tumbuh kembang secara optimal dikemudian hari. Kata kunci : tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, perkembangan anak, kuisioner PEDS Perkembangan anak usia dini sangat mempengaruhi proses kehidupan anak kedepannya sehingga akan lebih baik jika dipantau sejak awal. Hasil studi dari Centers for Disease Control (CDC) di Amerika menunjukkan prevalensi dari gangguan perkembangan anak umur 3-17 tahun dari tahun 1997-2008 mengalami peningkatan dari 12,84% menjadi 15,04% dalam kurun waktu 12 tahun. 1 Pada negara-negara yang berpendapatan ekonomi rendah dan menengah diperkirakan lebih dari 200 juta anak yang berumur kurang dari lima tahun mengalami risiko gangguan perkembangan yang dipengaruhi oleh faktor risiko kemiskinan, penyakit, kekurangan gizi dan minimnya pengasuhan dari orang tua. Faktor risiko kemiskinan sering dikaitkan dengan status sosial ekonomi melalui tingkat pendidikan dan pendapatan per kapita, dimana dua hal ini dapat mempengaruhi perkembangan anak. 2-5 Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia 2014, tingkat kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 11,3% pada tahun 2014,

Upload: yanti

Post on 14-Jul-2016

48 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Kesehatan

TRANSCRIPT

Page 1: Gangguan Perkembangan Anak

Pengaruh Tingkat Pendidikan Orangtua dan Pendapatan Keluarga terhadap Risiko

Gangguan Perkembangan Anak dengan Metode PEDS di TK dan PAUD

Gampong Banda Safa Kabupaten Aceh Besar

Mughniyanti Zuhri, T.M. Thaib, Razi Suangkupon Siregar

Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

Latar Belakang. Pada negara-negara yang berpendapatan ekonomi rendah dan menengah

diperkirakan lebih dari 200 juta anak yang berumur kurang dari lima tahun mengalami risiko

gangguan perkembangan. Salah satu faktor risikonya adalah kemiskinan yang sering

dikaitkan dengan status sosial ekonomi melalui tingkat pendidikan dan pendapatan per kapita.

Tujuan. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan orangtua dan pendapatan keluarga

terhadap risiko gangguan perkembangan anak dengan metode PEDS.

Metode. Penelitian dilakukan tanggal 5-6 Maret 2015 di TK Ashabul Yamin dan PAUD

Harapan Bunda Gampong Banda Safa Kabupaten Aceh Besar dengan desain cross sectional

dengan subjek anak TK dan PAUD yang sehat, tidak memiliki kelainan/gangguan mental,

serta orangtua menyetujui ikut dalam penelitian. Tes perkembangan dilakukan oleh peneliti

menggunakan metode PEDS (Parents’ Evaluation of Developmental Status).

Hasil. Dari populasi 82 anak, yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 80 anak, terdiri dari

36 laki-laki (45%) dan 44 perempuan (55%). Anak yang mengalami risiko gangguan

perkembangan ringan 36 anak (45%), sedang 13 anak (16,25%), tinggi 11 anak (13,75%) dan

tanpa kekhawatiran 20 anak (25%). Tingkat pendidikan orangtua mayoritas menengah, ibu

sebanyak 36 orang (45%), ayah sebanyak 40 orang (50%). Tingkat pendapatan keluarga

mayoritas rendah sebanyak 37 keluarga (46,25%).

Kesimpulan. Terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan ayah (p=0,001), ibu (p=0.002)

dan tingkat pendapatan keluarga (p=0,001) terhadap risiko gangguan perkembangan anak.

Hal ini memerlukan perhatian dan pemantauan lebih lanjut mengenai risiko gangguan

perkembangan anak secara rutin guna tumbuh kembang secara optimal dikemudian hari.

Kata kunci : tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, perkembangan anak, kuisioner PEDS

Perkembangan anak usia dini sangat

mempengaruhi proses kehidupan anak

kedepannya sehingga akan lebih baik jika

dipantau sejak awal. Hasil studi dari Centers

for Disease Control (CDC) di Amerika

menunjukkan prevalensi dari gangguan

perkembangan anak umur 3-17 tahun dari

tahun 1997-2008 mengalami peningkatan

dari 12,84% menjadi 15,04% dalam kurun

waktu 12 tahun.1 Pada negara-negara yang

berpendapatan ekonomi rendah dan

menengah diperkirakan lebih dari 200 juta

anak yang berumur kurang dari lima tahun

mengalami risiko gangguan perkembangan

yang dipengaruhi oleh faktor risiko

kemiskinan, penyakit, kekurangan gizi dan

minimnya pengasuhan dari orang tua.

Faktor risiko kemiskinan sering dikaitkan

dengan status sosial ekonomi melalui

tingkat pendidikan dan pendapatan per

kapita, dimana dua hal ini dapat

mempengaruhi perkembangan anak.2-5

Menurut data Badan Pusat Statistik

(BPS) Indonesia 2014, tingkat kemiskinan

di Indonesia mengalami penurunan

sebanyak 11,3% pada tahun 2014,

Page 2: Gangguan Perkembangan Anak

dibandingkan dengan 24% pada tahun 1999.

Garis kemiskinan di daerah pendesaan lebih

tinggi daripada perkotaan. Secara

keseluruhan garis kemiskinan di perkotaan

sebesar Rp308.836 sedangkan di perdesaan

sebesar Rp275.7796.6

Provinsi Aceh di tahun 2014 memiliki

jumlah penduduk sebesar 4.791,9 ribu jiwa

dengan penduduk miskin sebanyak 16,98%.

Banda Aceh merupakan daerah terpadat

penduduknya dengan jumlah 249.282 jiwa

memiliki penduduk miskin sebesar 8,03%.

Dibandingkan dengan Kabupaten Aceh

Besar dengan jumlah penduduk 383.477

jiwa, memiliki penduduk miskin sebesar

16,88%.7 Dari seluruh kecamatan di Aceh

Besar, Cot Glie merupakan salah satu

kecamatan yang mayoritas penduduknya

miskin setelah Seulimum dan Indrapuri.8

Kemiskinan dan status sosial ekonomi

dapat menjadi salah satu faktor risiko

gangguan perkembangan pada anak. Saat

ini, di Indonesia belum memiliki data

nasional mengenai angka gangguan

perkembangan, melainkan hanya data

surveilans. Studi Cochrane terakhir

melaporkan data keterlambatan bicara,

bahasa, dan gabungan keduanya pada anak

usia prasekolah dan usia sekolah. Pada

anak-anak usia 5 tahun, 19% diidentifikasi

memiliki gangguan bicara dan bahasa (6,4%

keterlambatan berbicara, 4,6%

keterlambatan bicara dan bahasa, dan 6%

keterlambatan bahasa). Menurut penelitian

yang dilakukan oleh Fernald, Grantham, dan

Rydzd, anak dengan riwayat sosial ekonomi

lemah memiliki insiden gangguan

perkembangan yang lebih tinggi daripada

dengan riwayat sosial ekonomi menengah

ke atas. 9-11

Prevalensi keterlambatan

perkembangan di Indonesia belum pernah

diteliti secara luas. Di Aceh sendiri belum

ada skrining survailans yang dilakukan

secara menyeluruh.

Alat perkembangan yang lazim

digunakan oleh beberapa peneliti dan

diwajibkan oleh Departemen Kesehatan RI

di Indonesia adalah Kuisioner Pra Skrining

Perkembangan (KPSP).12, 13

Di luar negeri,

instrumen yang sering digunakan yaitu

Parents’ Evaluation of Developmental

Status (PEDS) yang memiliki sensitifitas

dan spesifitas lebih tinggi dari KPSP.

Waktu pengerjaaannya juga relatif lebih

singkat. Metode PEDS lebih ditujukan pada

orang tua sehingga dapat diketahui

bagaimana hubungan psikososial orang tua

dan anak.14, 15

Berdasarkan uraian diatas, peneliti

ingin melakukan penelitian tentang

pengaruh tingkat pendidikan dan

pendapatan terhadap risiko gangguan

perkembangan anak dengan metode PEDS

di TK dan PAUD Gampong Banda Safa,

Kabupaten Aceh Besar.

Metode

Penelitian dilakukan tanggal 5-6 Maret 2015

di TK dan PAUD Gampong Banda Safa

Kabupaten Aceh besar dengan desain cross

sectional. Jumlah subjek penelitian 82 anak

dengan metode total sampling. Untuk

mendapatkan penilaian risiko gangguan

perkembangan, setelah berkoordinasi

dengan pihak sekolah, pada hari yang

ditentukan orangtua diminta ke sekolah.

Kemudian kepada orangtua dijelaskan

mengenai proses penelitian. Lalu dilakukan

pula penimbangan berat badan dengan

menggunakan timbangan Seca portable

yang berkalibrasi 0,1 kg dan pengukuran

tinggi badan menggunakan microtoise

stature meter dengan rentang sampai 200

cm dengan ketelitian 0,1 cm. Lalu dilakukan

interview kuesioner PEDS (Parents’

Evaluation of Developmental Status) yang

dilakukan oleh peneliti kepada orangtua.

Penilaian tingkat pendidikan menurut acuan

UU RI No.20 tahun 2003 bab I pasal I ayat

8 dan tingkat pendapatan keluarga per

kapita berdasarkan Gross National Income

(GNI) yang ditetapkan oleh World Bank

2014. Hasil pendapatan dalam satuan dollar

per tahun. Perhitungan konversi ke rupiah

dilakukan saat penelitian dan hasilnya

dibagi dua belas untuk mendapatkan hasil

per bulannya.

Page 3: Gangguan Perkembangan Anak

Hasil

Data subjek dan orangtua

Tabel 1. Karakteristik subjek dan orangtua

Karakteristik Frekuensi (n=80) Persentase (%)

Jenis Kelamin Anak

a. Laki-Laki 36 45,00

b. Perempuan 44 55,00

Usia Anak

a. 3-4 Tahun 7 8,75

b. 4-5 Tahun 21 26,25

c. 5-6 Tahun 38 47,50

d. > 6 tahun 14 17,50

Status Gizi Anak

a. Kurus 14 17,50

b. Normal 63 78,75

c. Gemuk 2 2,50

d. Obesitas 1 1,25

Risiko Gangguan Perkembangan

a. Tanpa Kekhawatiran 20 25,00

b. Ringan 36 45,00

c. Sedang 13 16,25

d. Tinggi 11 13,75

Pekerjaan Ayah

e. PNS 20 25,00

f. Petani 38 47,50

g. Pedagang 19 23,75

h. Swasta 3 3,75

Pekerjaan Ibu

a. Ibu Rumah Tangga 51 63,75

b. Petani 12 15,00

c. PNS 17 21,25

Pendidikan Ayah

a. Dasar 27 33,75

b. Menengah 40 50,00

c. Tinggi 13 16,25

Pendidikan Ibu

a. Dasar 21 26,25

b. Menengah 36 45,00

c. Tinggi 23 28,75

Pendapatan Keluarga

a. Rendah 37 46,25

b. Menengah Bawah 24 30,00

c. Menengah Atas 19 23,75

Page 4: Gangguan Perkembangan Anak

Pada tabel I didapatkan subjek anak

perempuan hampir sama dengan laki-laki.

Untuk faktor usia, mayoritas anak berusia 5-

6 tahun. Status gizi anak mayoritas normal.

Risiko gangguan perkembangan anak

mayoritas tergolong risiko ringan. Dari

tingkat pendidikan ayah dan ibu mayoritas

tergolong tingkat menengah. Pada tingkat

pendapatan kelurga didapatkan mayoritas

tergolong rendah.

Tabel 2. Pengaruh tingkat pendidikan ayah terhadap risiko gangguan perkembangan anak

Tingkat

Pendidikan

Ayah

Risiko Gangguan Perkembangan P value

(Chi-

square

test)

Tanpa

Kekhawatiran dan

Risiko Rendah

Risiko Sedang

dan

Risiko Tinggi

Total

n % n % N %

0.001

Dasar 10 37,00 17 63,00 27 100

Menengah 35 87,50 5 12,50 40 100

Tinggi 11 84,62 2 15,38 13 100

Total 56 - 24 - 80 -

Tabel 3. Pengaruh tingkat pendidikan ibu terhadap risiko gangguan perkembangan anak

Tingkat

Pendidikan

Ibu

Risiko Gangguan Perkembangan P value

(Chi-

square

test)

Tanpa

Kekhawatiran dan

Risiko Rendah

Risiko Sedang

dan

Risiko Tinggi

Total

n % n % N %

0.002

Dasar 9 42,90 12 57,10 21 100

Menengah 26 72,20 10 27,80 36 100

Tinggi 21 91,30 2 8,70 23 100

Total 56 - 24 - 80 -

Tabel 4. Pengaruh tingkat pendapatan keluarga terhadap risiko gangguan perkembangan anak

Tingkat

Pendapatan

Keluarga

Risiko Gangguan Perkembangan P value

(Chi-

square

test)

Tanpa

Kekhawatiran dan

Risiko Rendah

Risiko Sedang

dan

Risiko Tinggi

Total

n % n % N %

0.001

Rendah 18 48,6 19 51,4 37 100

Menengah

Bawah 21 87,5 3 12,5

24 100

Menengah

Atas 17 89,5 2 10,5

19 100

Total 56 - 24 - 80 -

Page 5: Gangguan Perkembangan Anak

Dari Tabel 2, 3, dan 4 didapatkan adanya

pengaruh antara tingkat pendidikan ayah

(p=0,001), ibu (p=0.002) dan tingkat

pendapatan keluarga (p=0,001) terhadap

risiko gangguan perkembangan anak.

Pembahasan

Hasil penelitian terhadap 80 sampel

dan telah dianalisis statistik menunjukkan

adanya pengaruh tingkat pendidikan

orangtua baik ayah (p=0,000) maupun ibu

(p=0,002) terhadap risiko gangguan

perkembangan anak di TK dan PAUD. Dari

mayoritas anak kategori risiko tanpa

kekhawatiran atau risiko rendah dimiliki

oleh responden dengan tingkat pendidikan

ayah menengah (87,50%) dan tinggi

(84,62%) serta tingkat pendidikan ibu

menengah (72,20%) dan tingkat pendidikan

tinggi (91,30%). Begitu juga pada anak

risiko sedang atau risiko tinggi dimiliki oleh

responden yang tingkat pendidikan ayah

(57,10%) dan ibu (63,00%) yang rendah.

Hal ini menunjukkan adanya pengaruh

antara tingkat pendidikan orang tua terhadap

risiko gangguan perkembangan anak.

Hal ini sesuai dengan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Hastuti, dkk-16

pada anak usia 2-5 tahun yang melibatkan

300 keluarga menunjukkan adanya

hubungan yang bermakna antara tingkat

pendidikan ibu dengan perkembangan sosial

emosi anak (p=0,001). Hasil penelitian dari

Ariani dan Yosoprawoto (p=0,004)13

dan

Hastuti (p=0,001)17

lainnya juga

menunjukkan bahwa semakin tinggi

pendidikan ibu, semakin baik pula

perkembangan anak. Hal ini juga sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Said,

dkk18

yang mengemukakan bahwa

pendidikan ibu berhubungan dengan

kecerdasan anak, didapatkan sebanyak

59,90% mempunyai anak kecerdasan tinggi

dengan nilai p=0.047. Ibu yang

berpendidikan tinggi mempunyai

pengetahuan yang lebih baik tentang

pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada

umumnya, ibu dapat memenuhi kebutuhan

makanan bergizi anak karena hanya 1,2%

riwayat anak mengalami anemia gizi. Hal

ini selaras dengan status gizi anak yang

didapat dalam penelitian ini yaitu mayoritas

anak mengalami gizi normal (78,75%)

sisanya status gizi kurus (17,50%), gemuk

(2,50%) dan obesitas (1,25%).

Dari seluruh responden yang didata,

37 responden tergolong tingkat pendapatan

rendah yang mana termasuk mayoritas anak

risiko sedang atau risiko tinggi (51,40%).

Pada anak risiko tanpa kekhawatiran

ataupun risiko ringan, mayoritas tergolong

pada tingkat pendapatan menengah bawah

(87,50%) dengan responden berjumlah 24

keluarga dan tingkat menengah atas

(70,00%) dengan responden berjumlah 19

keluarga.

Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Hastuti, dkk16

yang

mengemukakan bahwa perkembangan anak

meningkat seiring dengan meningkatnya

pengeluaran per kapita keluarga (p=0.000).

Menurut Hastuti, dkk kondisi ekonomi

sebagai latar belakang keluarga penting

dalam pengasuhan anak mengingat pada

keluarga ekonomi rendah, kepala keluarga

(ayah) harus bekerja lebih keras, bahkan ibu

pun ikut bekerja mencari penghasilan

tambahan agar kebutuhan keluarga

terpenuhi. Kondisi ini memungkinkan mood

dan perilaku orangtua dalam mengasuh

anaknya terpengaruh16

. Hal ini juga terdapat

dalam penelitian yang dilakukan oleh

Ambardati19

dan Ajao, et.al20

yang

menyatakan bahwa keadaan ekonomi

keluarga berhubungan positif dan signifikan

dengan perkembangan anak. Hal ini secara

tak langsung memperlihatkan bahwa

keluarga dengan status ekonomi yang lebih

tinggi dapat menyediakan lebih banyak

aneka alat permainan dan memberikan

pilihan aktivitas yang dapat menunjang

perkembangan anak

Diharapkan kepada orangtua, pihak

sekolah dan instansi kesehtaan terkait untuk

lebih memperhatikan dan memantau

perkembangan anak secara rutin sejak dini

karena akan mempengaruhi intelejensi dan

perkembangan anak pada tahapn

selanjutnya.

Page 6: Gangguan Perkembangan Anak

Daftar Pustaka

1. Boyle, C. A., Boulet, S., Schieve, L. A.,

Cohen, R. A., Blumberg, S. J., Yeargin-

Allsopp, M., Visser, S & Kogan, M. D.

Trends in the prevalence of

developmental disabilities in US

children 1997–2008. Pediatrics, 2011.

10(1542):2010-13.

2. Grantham-McGregor S, Cheung YB,

Cueto S, Glewwe P, Richter L, &

Strupp, B. Developmental potential in

the first 5 years for children in

developing countries. The Lancet,

2007;369(9555):60-70.

3. Rubio-Codina, M., Attanasio, O.,

Meghir, C., Varela, N., & Grantham-

McGregor, S. The Socioeconomic

Gradient of Child Development: Cross-

Sectional Evidence from Children 6–42

Months in Bogota. Journal of Human

Resources, 2014. 50(2): 464-483.

4. Walker SP, Wachs TD, Grantham-

McGregor S, et al. Inequality in early

childhood: risk and protective factors

for early child development. The

Lancet, 2011;378(9799): 1325-38.

5. Walker SP, Wachs TD, Meeks Gardner

J, et al. Child development: risk factors

for adverse outcomes in developing

countries. The lancet, 2007;369(9556):

145-57.

6. Badan Pusat Statistik. Statistik

Indonesia 2014. Badan Pusat Statistik;

2014

[online]:http://www.bps.go.id/tab_sub/v

iew.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&

id_subyek=23&notab=1 [diakses 5

November 2014].

7. Badan Pusat Statistik Aceh. Aceh

Dalam Angka 2014. Badan Pusat

Statistik Aceh : 2014 [online] :

http://aceh.bps.go.id/index.php?r=publi

kasi/view&id=88.

[diakses 5 November 2014].

8. Badan Pusat Statistik Aceh Besar.

Kecamatan Dalam Angka 2014. Aceh

Besar: BPS Aceh Besar; 2014.

9. Fernald, L.C., P. Kariger, M. Hidrobo

and P.J. Gertler. Socioeconomic

gradients in child development in very

young children: evidence from India,

Indonesia, Peru, and Senegal.

Proceedings of the National Academy

of Science, 2012. 109 (2): 17273-80.

10. Grantham-McGregor S., Y. B. Cheung,

S. Cueto, P. Glewwe, L. Richter, B.

Strupp and the International Child

Development Steering Group.

Developmental potential in the first 5

years for children in developing

countries. The Lancet. 2010.

369(9555): 60-70.

11. Rydz, D., Srour, M., Oskoui, M.,

Marget, N., Shiller, M., Birnbaum,

et.al. Screening for developmental

delay in the setting of a community

pediatric clinic: a prospective

assessment of parent-report

questionnaires. Pediatrics,

2006. 118(4), e1178-e1186.

12. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. Pedoman Deteksi Dini

Tumbuh Kembang Balita. Jakarta:

Ditjen Binkesmas. Departemen

Kesehatan RI; 2006.

Page 7: Gangguan Perkembangan Anak

13. Ariani dan Yosoprawoto, M,. Usia

Anak dan Pendidikan Ibu Sebagai

Faktor Risiko Gangguan Perkembangan

Anak. Jurnal Kedokteran Brawijaya,

2012, 27(2).

14. Unit kerja koordinasi tumbuh kembang

anak-remaja/pediatri sosial– IDAI.

Buku Panduan Pemantauan

Perkembangan Anak (Praskrining

Perkembangan): Parents’ Evaluation of

Developmental Status (PEDS).

Bandung: Trikarsa Multi Media; 2006.

15. Robertson, J., Hatton, C., Emerson, E.,

& Yasamy, M. T. The Identification of

Children with, or at Significant Risk of,

Intellectual Disabilities in Low‐and

Middle‐Income Countries: A Review.

Journal of Applied Research in

Intellectual Disabilities. 2012, 25(2),

99-118.

16. Hastuti, D., Fiernanti, DY., dan

Guhardja, S. Kualitas Lingkungan

Pengasuhan dan Perkembangan Sosial

Emosi Anak Usia Balita di Daerah

Rawan Pangan. Jurnal Ilmu Keluarga

& Konsumen, 2011, 4(1).

17. Hastuti, D. Stimulasi Psikososial Pada

Anak Kelompok Bermain dan

Pengaruhnya pada Perkembangan

Motorik, Kognitif, Sosial Emosi dan

Moral/Karakter Anak di Kota Bogor.

Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen,

2009, 2(1).

18. Said, Maryam, dan Pratomo, H.

Pendidikan Ibu dan Durasi Pemberian

Air Susu Ibu dalam Peningkatan

Kecerdasan Siswa Usia Sekolah Dasar.

Kesmas Jurnal Kesehatan Masyarakat

Nasional, 2013, 8(4).

19. Ambardati, N. Riwayat Pemberian ASI,

Kualitas Pengasuhan Lingkungan, dan

Perkembangan Sosial Emosi Anak

balita yang Mengkonsumsid dan yang

Tidak Mengkonsumsi Susu. [skripsi].

Bogor: Institut Pertanian Bogor. 2007.

20 Ajao, KO., Ojofeitimi, EO., Adebayo,

AA., Fatusi, AO., Afolabi, OT.,.

Influence of Family Size, Household

Food Security Status and Child Care

Practices on the Nutritional Status of

Under Five Children in lle-lfe Nigeria.

African Journal of Reproductive

Health. 2010. [cited 2014 November

17]. Available from :

http://www.bioline.org