gangguan perkembangan anak
DESCRIPTION
KesehatanTRANSCRIPT
Pengaruh Tingkat Pendidikan Orangtua dan Pendapatan Keluarga terhadap Risiko
Gangguan Perkembangan Anak dengan Metode PEDS di TK dan PAUD
Gampong Banda Safa Kabupaten Aceh Besar
Mughniyanti Zuhri, T.M. Thaib, Razi Suangkupon Siregar
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Latar Belakang. Pada negara-negara yang berpendapatan ekonomi rendah dan menengah
diperkirakan lebih dari 200 juta anak yang berumur kurang dari lima tahun mengalami risiko
gangguan perkembangan. Salah satu faktor risikonya adalah kemiskinan yang sering
dikaitkan dengan status sosial ekonomi melalui tingkat pendidikan dan pendapatan per kapita.
Tujuan. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan orangtua dan pendapatan keluarga
terhadap risiko gangguan perkembangan anak dengan metode PEDS.
Metode. Penelitian dilakukan tanggal 5-6 Maret 2015 di TK Ashabul Yamin dan PAUD
Harapan Bunda Gampong Banda Safa Kabupaten Aceh Besar dengan desain cross sectional
dengan subjek anak TK dan PAUD yang sehat, tidak memiliki kelainan/gangguan mental,
serta orangtua menyetujui ikut dalam penelitian. Tes perkembangan dilakukan oleh peneliti
menggunakan metode PEDS (Parents’ Evaluation of Developmental Status).
Hasil. Dari populasi 82 anak, yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 80 anak, terdiri dari
36 laki-laki (45%) dan 44 perempuan (55%). Anak yang mengalami risiko gangguan
perkembangan ringan 36 anak (45%), sedang 13 anak (16,25%), tinggi 11 anak (13,75%) dan
tanpa kekhawatiran 20 anak (25%). Tingkat pendidikan orangtua mayoritas menengah, ibu
sebanyak 36 orang (45%), ayah sebanyak 40 orang (50%). Tingkat pendapatan keluarga
mayoritas rendah sebanyak 37 keluarga (46,25%).
Kesimpulan. Terdapat pengaruh antara tingkat pendidikan ayah (p=0,001), ibu (p=0.002)
dan tingkat pendapatan keluarga (p=0,001) terhadap risiko gangguan perkembangan anak.
Hal ini memerlukan perhatian dan pemantauan lebih lanjut mengenai risiko gangguan
perkembangan anak secara rutin guna tumbuh kembang secara optimal dikemudian hari.
Kata kunci : tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, perkembangan anak, kuisioner PEDS
Perkembangan anak usia dini sangat
mempengaruhi proses kehidupan anak
kedepannya sehingga akan lebih baik jika
dipantau sejak awal. Hasil studi dari Centers
for Disease Control (CDC) di Amerika
menunjukkan prevalensi dari gangguan
perkembangan anak umur 3-17 tahun dari
tahun 1997-2008 mengalami peningkatan
dari 12,84% menjadi 15,04% dalam kurun
waktu 12 tahun.1 Pada negara-negara yang
berpendapatan ekonomi rendah dan
menengah diperkirakan lebih dari 200 juta
anak yang berumur kurang dari lima tahun
mengalami risiko gangguan perkembangan
yang dipengaruhi oleh faktor risiko
kemiskinan, penyakit, kekurangan gizi dan
minimnya pengasuhan dari orang tua.
Faktor risiko kemiskinan sering dikaitkan
dengan status sosial ekonomi melalui
tingkat pendidikan dan pendapatan per
kapita, dimana dua hal ini dapat
mempengaruhi perkembangan anak.2-5
Menurut data Badan Pusat Statistik
(BPS) Indonesia 2014, tingkat kemiskinan
di Indonesia mengalami penurunan
sebanyak 11,3% pada tahun 2014,
dibandingkan dengan 24% pada tahun 1999.
Garis kemiskinan di daerah pendesaan lebih
tinggi daripada perkotaan. Secara
keseluruhan garis kemiskinan di perkotaan
sebesar Rp308.836 sedangkan di perdesaan
sebesar Rp275.7796.6
Provinsi Aceh di tahun 2014 memiliki
jumlah penduduk sebesar 4.791,9 ribu jiwa
dengan penduduk miskin sebanyak 16,98%.
Banda Aceh merupakan daerah terpadat
penduduknya dengan jumlah 249.282 jiwa
memiliki penduduk miskin sebesar 8,03%.
Dibandingkan dengan Kabupaten Aceh
Besar dengan jumlah penduduk 383.477
jiwa, memiliki penduduk miskin sebesar
16,88%.7 Dari seluruh kecamatan di Aceh
Besar, Cot Glie merupakan salah satu
kecamatan yang mayoritas penduduknya
miskin setelah Seulimum dan Indrapuri.8
Kemiskinan dan status sosial ekonomi
dapat menjadi salah satu faktor risiko
gangguan perkembangan pada anak. Saat
ini, di Indonesia belum memiliki data
nasional mengenai angka gangguan
perkembangan, melainkan hanya data
surveilans. Studi Cochrane terakhir
melaporkan data keterlambatan bicara,
bahasa, dan gabungan keduanya pada anak
usia prasekolah dan usia sekolah. Pada
anak-anak usia 5 tahun, 19% diidentifikasi
memiliki gangguan bicara dan bahasa (6,4%
keterlambatan berbicara, 4,6%
keterlambatan bicara dan bahasa, dan 6%
keterlambatan bahasa). Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Fernald, Grantham, dan
Rydzd, anak dengan riwayat sosial ekonomi
lemah memiliki insiden gangguan
perkembangan yang lebih tinggi daripada
dengan riwayat sosial ekonomi menengah
ke atas. 9-11
Prevalensi keterlambatan
perkembangan di Indonesia belum pernah
diteliti secara luas. Di Aceh sendiri belum
ada skrining survailans yang dilakukan
secara menyeluruh.
Alat perkembangan yang lazim
digunakan oleh beberapa peneliti dan
diwajibkan oleh Departemen Kesehatan RI
di Indonesia adalah Kuisioner Pra Skrining
Perkembangan (KPSP).12, 13
Di luar negeri,
instrumen yang sering digunakan yaitu
Parents’ Evaluation of Developmental
Status (PEDS) yang memiliki sensitifitas
dan spesifitas lebih tinggi dari KPSP.
Waktu pengerjaaannya juga relatif lebih
singkat. Metode PEDS lebih ditujukan pada
orang tua sehingga dapat diketahui
bagaimana hubungan psikososial orang tua
dan anak.14, 15
Berdasarkan uraian diatas, peneliti
ingin melakukan penelitian tentang
pengaruh tingkat pendidikan dan
pendapatan terhadap risiko gangguan
perkembangan anak dengan metode PEDS
di TK dan PAUD Gampong Banda Safa,
Kabupaten Aceh Besar.
Metode
Penelitian dilakukan tanggal 5-6 Maret 2015
di TK dan PAUD Gampong Banda Safa
Kabupaten Aceh besar dengan desain cross
sectional. Jumlah subjek penelitian 82 anak
dengan metode total sampling. Untuk
mendapatkan penilaian risiko gangguan
perkembangan, setelah berkoordinasi
dengan pihak sekolah, pada hari yang
ditentukan orangtua diminta ke sekolah.
Kemudian kepada orangtua dijelaskan
mengenai proses penelitian. Lalu dilakukan
pula penimbangan berat badan dengan
menggunakan timbangan Seca portable
yang berkalibrasi 0,1 kg dan pengukuran
tinggi badan menggunakan microtoise
stature meter dengan rentang sampai 200
cm dengan ketelitian 0,1 cm. Lalu dilakukan
interview kuesioner PEDS (Parents’
Evaluation of Developmental Status) yang
dilakukan oleh peneliti kepada orangtua.
Penilaian tingkat pendidikan menurut acuan
UU RI No.20 tahun 2003 bab I pasal I ayat
8 dan tingkat pendapatan keluarga per
kapita berdasarkan Gross National Income
(GNI) yang ditetapkan oleh World Bank
2014. Hasil pendapatan dalam satuan dollar
per tahun. Perhitungan konversi ke rupiah
dilakukan saat penelitian dan hasilnya
dibagi dua belas untuk mendapatkan hasil
per bulannya.
Hasil
Data subjek dan orangtua
Tabel 1. Karakteristik subjek dan orangtua
Karakteristik Frekuensi (n=80) Persentase (%)
Jenis Kelamin Anak
a. Laki-Laki 36 45,00
b. Perempuan 44 55,00
Usia Anak
a. 3-4 Tahun 7 8,75
b. 4-5 Tahun 21 26,25
c. 5-6 Tahun 38 47,50
d. > 6 tahun 14 17,50
Status Gizi Anak
a. Kurus 14 17,50
b. Normal 63 78,75
c. Gemuk 2 2,50
d. Obesitas 1 1,25
Risiko Gangguan Perkembangan
a. Tanpa Kekhawatiran 20 25,00
b. Ringan 36 45,00
c. Sedang 13 16,25
d. Tinggi 11 13,75
Pekerjaan Ayah
e. PNS 20 25,00
f. Petani 38 47,50
g. Pedagang 19 23,75
h. Swasta 3 3,75
Pekerjaan Ibu
a. Ibu Rumah Tangga 51 63,75
b. Petani 12 15,00
c. PNS 17 21,25
Pendidikan Ayah
a. Dasar 27 33,75
b. Menengah 40 50,00
c. Tinggi 13 16,25
Pendidikan Ibu
a. Dasar 21 26,25
b. Menengah 36 45,00
c. Tinggi 23 28,75
Pendapatan Keluarga
a. Rendah 37 46,25
b. Menengah Bawah 24 30,00
c. Menengah Atas 19 23,75
Pada tabel I didapatkan subjek anak
perempuan hampir sama dengan laki-laki.
Untuk faktor usia, mayoritas anak berusia 5-
6 tahun. Status gizi anak mayoritas normal.
Risiko gangguan perkembangan anak
mayoritas tergolong risiko ringan. Dari
tingkat pendidikan ayah dan ibu mayoritas
tergolong tingkat menengah. Pada tingkat
pendapatan kelurga didapatkan mayoritas
tergolong rendah.
Tabel 2. Pengaruh tingkat pendidikan ayah terhadap risiko gangguan perkembangan anak
Tingkat
Pendidikan
Ayah
Risiko Gangguan Perkembangan P value
(Chi-
square
test)
Tanpa
Kekhawatiran dan
Risiko Rendah
Risiko Sedang
dan
Risiko Tinggi
Total
n % n % N %
0.001
Dasar 10 37,00 17 63,00 27 100
Menengah 35 87,50 5 12,50 40 100
Tinggi 11 84,62 2 15,38 13 100
Total 56 - 24 - 80 -
Tabel 3. Pengaruh tingkat pendidikan ibu terhadap risiko gangguan perkembangan anak
Tingkat
Pendidikan
Ibu
Risiko Gangguan Perkembangan P value
(Chi-
square
test)
Tanpa
Kekhawatiran dan
Risiko Rendah
Risiko Sedang
dan
Risiko Tinggi
Total
n % n % N %
0.002
Dasar 9 42,90 12 57,10 21 100
Menengah 26 72,20 10 27,80 36 100
Tinggi 21 91,30 2 8,70 23 100
Total 56 - 24 - 80 -
Tabel 4. Pengaruh tingkat pendapatan keluarga terhadap risiko gangguan perkembangan anak
Tingkat
Pendapatan
Keluarga
Risiko Gangguan Perkembangan P value
(Chi-
square
test)
Tanpa
Kekhawatiran dan
Risiko Rendah
Risiko Sedang
dan
Risiko Tinggi
Total
n % n % N %
0.001
Rendah 18 48,6 19 51,4 37 100
Menengah
Bawah 21 87,5 3 12,5
24 100
Menengah
Atas 17 89,5 2 10,5
19 100
Total 56 - 24 - 80 -
Dari Tabel 2, 3, dan 4 didapatkan adanya
pengaruh antara tingkat pendidikan ayah
(p=0,001), ibu (p=0.002) dan tingkat
pendapatan keluarga (p=0,001) terhadap
risiko gangguan perkembangan anak.
Pembahasan
Hasil penelitian terhadap 80 sampel
dan telah dianalisis statistik menunjukkan
adanya pengaruh tingkat pendidikan
orangtua baik ayah (p=0,000) maupun ibu
(p=0,002) terhadap risiko gangguan
perkembangan anak di TK dan PAUD. Dari
mayoritas anak kategori risiko tanpa
kekhawatiran atau risiko rendah dimiliki
oleh responden dengan tingkat pendidikan
ayah menengah (87,50%) dan tinggi
(84,62%) serta tingkat pendidikan ibu
menengah (72,20%) dan tingkat pendidikan
tinggi (91,30%). Begitu juga pada anak
risiko sedang atau risiko tinggi dimiliki oleh
responden yang tingkat pendidikan ayah
(57,10%) dan ibu (63,00%) yang rendah.
Hal ini menunjukkan adanya pengaruh
antara tingkat pendidikan orang tua terhadap
risiko gangguan perkembangan anak.
Hal ini sesuai dengan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hastuti, dkk-16
pada anak usia 2-5 tahun yang melibatkan
300 keluarga menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara tingkat
pendidikan ibu dengan perkembangan sosial
emosi anak (p=0,001). Hasil penelitian dari
Ariani dan Yosoprawoto (p=0,004)13
dan
Hastuti (p=0,001)17
lainnya juga
menunjukkan bahwa semakin tinggi
pendidikan ibu, semakin baik pula
perkembangan anak. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Said,
dkk18
yang mengemukakan bahwa
pendidikan ibu berhubungan dengan
kecerdasan anak, didapatkan sebanyak
59,90% mempunyai anak kecerdasan tinggi
dengan nilai p=0.047. Ibu yang
berpendidikan tinggi mempunyai
pengetahuan yang lebih baik tentang
pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada
umumnya, ibu dapat memenuhi kebutuhan
makanan bergizi anak karena hanya 1,2%
riwayat anak mengalami anemia gizi. Hal
ini selaras dengan status gizi anak yang
didapat dalam penelitian ini yaitu mayoritas
anak mengalami gizi normal (78,75%)
sisanya status gizi kurus (17,50%), gemuk
(2,50%) dan obesitas (1,25%).
Dari seluruh responden yang didata,
37 responden tergolong tingkat pendapatan
rendah yang mana termasuk mayoritas anak
risiko sedang atau risiko tinggi (51,40%).
Pada anak risiko tanpa kekhawatiran
ataupun risiko ringan, mayoritas tergolong
pada tingkat pendapatan menengah bawah
(87,50%) dengan responden berjumlah 24
keluarga dan tingkat menengah atas
(70,00%) dengan responden berjumlah 19
keluarga.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Hastuti, dkk16
yang
mengemukakan bahwa perkembangan anak
meningkat seiring dengan meningkatnya
pengeluaran per kapita keluarga (p=0.000).
Menurut Hastuti, dkk kondisi ekonomi
sebagai latar belakang keluarga penting
dalam pengasuhan anak mengingat pada
keluarga ekonomi rendah, kepala keluarga
(ayah) harus bekerja lebih keras, bahkan ibu
pun ikut bekerja mencari penghasilan
tambahan agar kebutuhan keluarga
terpenuhi. Kondisi ini memungkinkan mood
dan perilaku orangtua dalam mengasuh
anaknya terpengaruh16
. Hal ini juga terdapat
dalam penelitian yang dilakukan oleh
Ambardati19
dan Ajao, et.al20
yang
menyatakan bahwa keadaan ekonomi
keluarga berhubungan positif dan signifikan
dengan perkembangan anak. Hal ini secara
tak langsung memperlihatkan bahwa
keluarga dengan status ekonomi yang lebih
tinggi dapat menyediakan lebih banyak
aneka alat permainan dan memberikan
pilihan aktivitas yang dapat menunjang
perkembangan anak
Diharapkan kepada orangtua, pihak
sekolah dan instansi kesehtaan terkait untuk
lebih memperhatikan dan memantau
perkembangan anak secara rutin sejak dini
karena akan mempengaruhi intelejensi dan
perkembangan anak pada tahapn
selanjutnya.
Daftar Pustaka
1. Boyle, C. A., Boulet, S., Schieve, L. A.,
Cohen, R. A., Blumberg, S. J., Yeargin-
Allsopp, M., Visser, S & Kogan, M. D.
Trends in the prevalence of
developmental disabilities in US
children 1997–2008. Pediatrics, 2011.
10(1542):2010-13.
2. Grantham-McGregor S, Cheung YB,
Cueto S, Glewwe P, Richter L, &
Strupp, B. Developmental potential in
the first 5 years for children in
developing countries. The Lancet,
2007;369(9555):60-70.
3. Rubio-Codina, M., Attanasio, O.,
Meghir, C., Varela, N., & Grantham-
McGregor, S. The Socioeconomic
Gradient of Child Development: Cross-
Sectional Evidence from Children 6–42
Months in Bogota. Journal of Human
Resources, 2014. 50(2): 464-483.
4. Walker SP, Wachs TD, Grantham-
McGregor S, et al. Inequality in early
childhood: risk and protective factors
for early child development. The
Lancet, 2011;378(9799): 1325-38.
5. Walker SP, Wachs TD, Meeks Gardner
J, et al. Child development: risk factors
for adverse outcomes in developing
countries. The lancet, 2007;369(9556):
145-57.
6. Badan Pusat Statistik. Statistik
Indonesia 2014. Badan Pusat Statistik;
2014
[online]:http://www.bps.go.id/tab_sub/v
iew.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&
id_subyek=23¬ab=1 [diakses 5
November 2014].
7. Badan Pusat Statistik Aceh. Aceh
Dalam Angka 2014. Badan Pusat
Statistik Aceh : 2014 [online] :
http://aceh.bps.go.id/index.php?r=publi
kasi/view&id=88.
[diakses 5 November 2014].
8. Badan Pusat Statistik Aceh Besar.
Kecamatan Dalam Angka 2014. Aceh
Besar: BPS Aceh Besar; 2014.
9. Fernald, L.C., P. Kariger, M. Hidrobo
and P.J. Gertler. Socioeconomic
gradients in child development in very
young children: evidence from India,
Indonesia, Peru, and Senegal.
Proceedings of the National Academy
of Science, 2012. 109 (2): 17273-80.
10. Grantham-McGregor S., Y. B. Cheung,
S. Cueto, P. Glewwe, L. Richter, B.
Strupp and the International Child
Development Steering Group.
Developmental potential in the first 5
years for children in developing
countries. The Lancet. 2010.
369(9555): 60-70.
11. Rydz, D., Srour, M., Oskoui, M.,
Marget, N., Shiller, M., Birnbaum,
et.al. Screening for developmental
delay in the setting of a community
pediatric clinic: a prospective
assessment of parent-report
questionnaires. Pediatrics,
2006. 118(4), e1178-e1186.
12. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Pedoman Deteksi Dini
Tumbuh Kembang Balita. Jakarta:
Ditjen Binkesmas. Departemen
Kesehatan RI; 2006.
13. Ariani dan Yosoprawoto, M,. Usia
Anak dan Pendidikan Ibu Sebagai
Faktor Risiko Gangguan Perkembangan
Anak. Jurnal Kedokteran Brawijaya,
2012, 27(2).
14. Unit kerja koordinasi tumbuh kembang
anak-remaja/pediatri sosial– IDAI.
Buku Panduan Pemantauan
Perkembangan Anak (Praskrining
Perkembangan): Parents’ Evaluation of
Developmental Status (PEDS).
Bandung: Trikarsa Multi Media; 2006.
15. Robertson, J., Hatton, C., Emerson, E.,
& Yasamy, M. T. The Identification of
Children with, or at Significant Risk of,
Intellectual Disabilities in Low‐and
Middle‐Income Countries: A Review.
Journal of Applied Research in
Intellectual Disabilities. 2012, 25(2),
99-118.
16. Hastuti, D., Fiernanti, DY., dan
Guhardja, S. Kualitas Lingkungan
Pengasuhan dan Perkembangan Sosial
Emosi Anak Usia Balita di Daerah
Rawan Pangan. Jurnal Ilmu Keluarga
& Konsumen, 2011, 4(1).
17. Hastuti, D. Stimulasi Psikososial Pada
Anak Kelompok Bermain dan
Pengaruhnya pada Perkembangan
Motorik, Kognitif, Sosial Emosi dan
Moral/Karakter Anak di Kota Bogor.
Jurnal Ilmu Keluarga & Konsumen,
2009, 2(1).
18. Said, Maryam, dan Pratomo, H.
Pendidikan Ibu dan Durasi Pemberian
Air Susu Ibu dalam Peningkatan
Kecerdasan Siswa Usia Sekolah Dasar.
Kesmas Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional, 2013, 8(4).
19. Ambardati, N. Riwayat Pemberian ASI,
Kualitas Pengasuhan Lingkungan, dan
Perkembangan Sosial Emosi Anak
balita yang Mengkonsumsid dan yang
Tidak Mengkonsumsi Susu. [skripsi].
Bogor: Institut Pertanian Bogor. 2007.
20 Ajao, KO., Ojofeitimi, EO., Adebayo,
AA., Fatusi, AO., Afolabi, OT.,.
Influence of Family Size, Household
Food Security Status and Child Care
Practices on the Nutritional Status of
Under Five Children in lle-lfe Nigeria.
African Journal of Reproductive
Health. 2010. [cited 2014 November
17]. Available from :
http://www.bioline.org