fisiologi adaptasi tanaman -...

244
FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Upload: lethuy

Post on 06-Sep-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN

terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Page 2: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan
Page 3: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN

terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Oleh

Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr

Page 4: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem TropikaProf Dr Ir Didy Sopandie, MAgr

Copyright © 2013 Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr

Penyunting : Nia JanuariniDesain Sampul : Ardhya PratamaPenata Isi : Ardhya PratamaFoto Sampul : Sani EtyarsahKorektor : Yuki HE Frandy

PT Penerbit IPB PressKampus IPB Taman Kencana Bogor

Cetakan Pertama: Desember 2013

Dicetak oleh Percetakan IPB

Hak cipta dilindungi oleh undang-undangDilarang memperbanyak buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit

ISBN: 978-979-493-578-1

Page 5: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Swt., bahwa atas karunia-Nya buku ini dapat terselesaikan, walaupun diperlukan waktu yang cukup lama untuk mempersiapkannya.

Buku dengan judul “Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika” ini ditujukan bagi para dosen, peneliti, dan mahasiswa, baik S-1 maupun pascasarjana yang ingin mempelajari mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik pada lahan-lahan tropika yang kita ketahui memiliki permasalahan sangat kompleks. Buku ini dikembangkan dari bahan orasi ilmiah Guru Besar penulis yang berisi materi dari hasil penelitian penulis sejak tahun 1990–2012, seperti Riset Unggulan Terpadu, Hibah Pascasarjana, Hibah Bersaing, KKP3T, dan Penelitian Unggulan Strategis Nasional. Selain itu beberapa materi diambil dari berbagai publikasi yang relevan, yang pernah didiskusikan pada praktikum beberapa mata kuliah yang saya asuh untuk mahasiswa pascasarjana.

Buku ini disiapkan untuk mendukung mata kuliah Fisiologi Cekaman bagi Tanaman, Ekofisiologi Tanaman Tropika, dan Interaksi antara Hara dan Tanaman bagi mahasiswa pascasarjana. Buku ini juga bisa bermanfaat untuk mendukung mata kuliah Ekologi Pertanian. Pembahasan materi difokuskan pada aspek fisiologi, tetapi pada beberapa materi menyertakan juga pembahasan secara singkat pada aspek genetika, pemuliaan, dan genetika molekuler, terutama yang terkait dengan perbaikan tanaman adaptif untuk dikembangkan pada lahan-lahan sub-optimal (marginal). Buku ini akan terus diperbaiki dan dikembangkan sesuai dengan perkembangan bidang keilmuan yang terus bergerak secara dinamis.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Pimpinan Departemen AGH Dr Agus Purwito, Dr Sugianta, dan Dr Achmad Junaedi atas dukungannya selama penulisan buku ini. Ucapan

KATA PENGANTAR

Page 6: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Kata Pengantar

vi

terima kasih yang tiada terhingga penulis sampaikan kepada teman sejawat Dr Trikoesoemaningtyas, Dr Nurul Khumaida, Dr Desta Wirnas, dan Dr Sintho W Ardie atas masukan dan saran-saran terhadap materi buku ini. Kepada Dr Kisman dan Dr La Muhuria (alm.) serta para mahasiswa yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian selama ini diucapkan terima kasih. Kepada istriku tercinta Dr Nani Heryani yang telah membantu menyiapkan buku ini diucapkan terima kasih. Semoga bermanfaat bagi yang memerlukannya. Aamiin YRA.

Bogor, Juni 2013

Didy Sopandie

Page 7: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

KATA PENGANTAR ................................................................................. vDAFTAR ISI ............................................................................................. viiDAFTAR TABEL ....................................................................................... xiDAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiii

I PENDAHULUAN .............................................................................. 11.1 Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Pertanian

Tahun 2030 ................................................................................. 11.2 Ketersediaan Lahan Garapan Saat Ini dan Proyeksi Kebutuhan

Lahan Baru .................................................................................. 41.3 Potensi Sumber Daya Lahan dan Air untuk Tanaman Pangan ...... 5

1.3.1 Lahan yang Sesuai untuk Pertanian Tanaman Pangan.......... 51.3.2 Ketersediaan dan Potensi Sumber Daya Air ......................... 7

II ADAPTASI TANAMAN TERHADAP CEKAMAN TANAHMASAM .............................................................................................. 92.1 Karakteristik Tanah Masam dengan Kandungan Al Tinggi ........... 92.2 Pengaruh Cekaman Aluminium terhadap Tanaman ................... 122.3 Mekanisme Toleransi terhadap Cekaman Aluminium ................ 21

III ADAPTASI TANAMAN TERHADAP LAHAN DENGAN KETERSEDIAAN FOSFOR RENDAH ........................................... 293.1 Karakeristik Tanah dengan P Rendah .........................................293.2 Respons Fisiologi terhadap Cekaman Defisiensi Fosfor .............. 30

DAFTAR ISI

Page 8: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Isi

viii

3.3 Tanaman Toleran P Rendah ....................................................... 333.4 Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap P Rendah .................... 35

IV ADAPTASI TANAMAN TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DI LAHAN TADAH HUJAN ................................ 434.1 Karakteristik Lahan Tadah Hujan ............................................... 434.2 Cekaman Kekeringan ................................................................. 44

4.2.1 Respons Fisiologi terhadap Cekaman Kekeringan ............ 444.2.2 Respons Biokimia ............................................................ 454.2.3 Respons Molekuler .......................................................... 46

4.3 Mekanisme Adaptasi terhadap Cekaman Kekeringan .................. 474.3.1 Mekanisme Toleransi Secara Fisiologi ............................... 484.3.2 Sensor Cekaman Kekeringan dan Signal Transduksi ......... 494.3.3 Gen-gen Terinduksi pada Tingkat Transkripsi .................. 514.3.4 Protein yang Terinduksi oleh Cekaman Kekeringan ......... 524.3.5 Cekaman Oksidatif yang Disebabkan oleh Dehidrasi ....... 54

V ADAPTASI TANAMAN TERHADAP CEKAMAN LAHAN PASANG SURUT DAN SULFAT MASAM ..................................... 555.1 Karakteristik Lahan Sulfat Masam .............................................. 555.2 Dampak Oksidasi Pirit terhadap pH, Al, dan Fe

dalam Larutan Tanah .................................................................. 605.3 Toksisitas Al dan Fe terhadap Tanaman ...................................... 625.4 Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap Lahan Pasang Surut ..... 63

VI ADAPTASI TANAMAN TERHADAP CEKAMAN SALINITAS .... 696.1 Karakteristik Lahan Salin ............................................................ 696.2 Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Salinitas ........ 71

6.2.1 Adaptasi Fisiologi ............................................................. 746.2.2 Adaptasi Molekuler .......................................................... 75

Page 9: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

ix

Daftar Isi

VII ADAPTASI TANAMAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DAN CEKAMAN SUHU TINGGI .................................................. 777.1 Dampak Perubahan Iklim ........................................................... 78

7.1.1 Peningkatan Kadar CO2 ................................................... 787.2 Cekaman Suhu Tinggi ................................................................ 82

7.2.1 Batas Suhu Tinggi ............................................................ 847.2.2 Tanggap Tanaman terhadap Cekaman Suhu Tinggi .......... 867.2.3 Respons Fisiologi .............................................................. 897.2.4 Respons Molekuler .......................................................... 957.2.5 Mekanisme Toleransi terhadap Suhu Tinggi ..................... 987.2.6 Pencapaian Termotoleran ............................................... 1007.2.7 Temperatur untuk Sensing dan Signaling ........................ 100

VIII ADAPTASI TANAMAN TERHADAP INTENSITAS CAHAYA RENDAH ....................................................................... 1038.1 Lahan di Bawah Tegakan dengan Intensitas Cahaya Rendah ..... 1038.2 Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan dan Hasil

Tanaman ................................................................................... 1048.3 Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap Intensitas Cahaya

Rendah (ICR) ........................................................................... 107

IX PERBAIKAN PRODUKTIVITAS TANAMAN BERBASIS FISIOLOGI UNTUK LAHAN SUB-OPTIMAL ........................... 1139.1 Perbaikan Tanaman untuk Adaptasi pada Lahan Sub-Optimal .. 114

9.1.1 Perbaikan Tanaman (Crop Improvement) untuk Toleransi terhadap P Rendah ...................................................................1189.1.2 Perbaikan Tanaman untuk Toleransi terhadap

Kekeringan ...................................................................... 1199.1.3 Perbaikan Tanaman untuk Toleransi terhadap

Cekaman Aluminium ......................................................1229.1.4 Perbaikan Tanaman untuk Toleransi terhadap Naungan ... 1239.1.5 Perbaikan Tanaman untuk Toleransi terhadap Salinitas .... 1289.1.6 Perbaikan Tanaman untuk Toleransi terhadap Cekaman

Suhu Tinggi ..................................................................... 129

Page 10: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Isi

x

9.2 Perbaikan Teknik Budi Daya pada Lahan Sub-Optimal ............ 1339.2.1 Teknik Budi Daya pada Lahan Masam dengan Al

Tinggi .............................................................................. 1349.2.2 Teknik Budi Daya untuk Lahan dengan P Rendah ........... 1369.2.3 Teknik Budi Daya Tanaman Sela di Lahan Bawah Tegakan ....

1369.2.4 Teknik Budi Daya Tanaman pada Lahan Kering .............. 1379.2.5 Teknik Budi Daya Lahan Pasang Surut dan Sulfat

Masam ............................................................................. 1389.2.6 Teknik Budi Daya pada Lahan Salin ................................ 139

X PERSPEKTIF FISIOLOGI DALAM PENGEMBANGAN TANAMAN ADAPTIF PADA LAHAN SUB-OPTIMAL .............. 14110.1 Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Pangan ... 14210.2 Peranan Fisiologi dalam Peningkatan Produksi Tanaman

di Lahan Sub-Optimal ............................................................ 14610.2.1 Perbaikan Efisiensi Fotosintesis .................................. 14910.2.2 Pemanfaatan Informasi Genomik dan Proteomik ....... 15610.2.3 Optimalisasi Teknologi Berbasis Kearifan Lokal ......... 158

10.3 Penutup................................................................................... 164

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 165INDEKS ................................................................................................. 213PROFIL PENULIS ................................................................................. 227

Page 11: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

1. Perkiraan kasar kekurangan lahan menurut kebutuhan panganIndonesia tahun 2005–2010 ................................................................ 4

2. Perbandingan luas lahan pertanian dengan jumlah penduduk beberapa negara di dunia ...................................................................... 5

3. Perbedaan panjang akar dan bobot kering akar pada berbagai kejenuhan Al ..................................................................................... 15

4. Tanaman yang adaptif terhadap kadar Al tinggi di lapang .................. 22

5. Beberapa tanaman yang menyekresikan asam organik sebagai strategi ekslusi Al dari ujung akar ................................................................... 23

6. Adaptasi tanaman terhadap P rendah ................................................. 34

7. Pengaruh genotipe sorgum terhadap karakter malai pada 14 MST ..... 34

8. Respons tanaman terhadap keadaan kahat P ...................................... 36

9. Jenis dan varietas tanaman pangan yang adaptif di lahan sulfat masam ...............................................................................................6510. Ambang batas salinitas beberapa tanaman dan persentase penurunan hasil pada kondisi salin ....................................................................... 70

11. Tingkat adaptasi tanaman terhadap Na berdasarkan Na yang dapat ditukarkan di lapang ........................................................ 71

12. Respons tanaman terhadap salinitas ................................................... 73

13. Batas suhu tinggi beberapa tanaman ................................................... 85

14. Suhu letal (heat-killing temperatures) untuk beberapa tanaman ........... 86

15. Genotipe tanaman yang adaptif pada intensitas cahaya rendah ......... 104

16. Potensi hasil galur-galur toleran naungan di bawah tegakan karet di Desa Sebapo Kecamatan Muaro Jambi, Jambi .............................127

DAFTAR TABEL

Page 12: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan
Page 13: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

1. Pengaruh pH terhadap aktivitas relatif Al ........................................... 11

2. Akar barley var. Kearney (kiri) dan Dayton (kanan) yang ditanampada tanah masam dengan pH 4,6 ..................................................... 14

3. Perbedaan panjang akar genotipe toleran Sindoro dan genotipe peka Lumut. Dari kiri ke kanan untuk masing-masing genotipe adalah perlakuan kejenuhan Al 70,4, 58,2, 31,7, dan 12,9% ............. 16

4. Pengaruh Al terhadap panjang akar empat genotipe kedelai ............... 16

5. Pengaruh Al terhadap kedelai Zhechun 2 dan Zhechun 3 (a). Berat kering akar, (b) panjang akar .....................................................18

6. Ujung akar sel kedelai Z3. (a). Pada perlakuan 60 mg/L terjadi plasmolisis, degradasi sitoplasma, disintegrasi nukleus, dan mitokondria hilang; (b). Pada perlakuan 90 mg/L terjadi degradasi isi sel ................................................................................... 19

7. Distribusi Al pada ujung akar kedelai genotipe Lumut dan Yellow Biloxi dengan pewarnaan hematoxilin ................................................. 20

8. Evaluasi padi gogo dan kedelai toleran Al di lahan masam Gajrug, Jasinga (kejenuhan Al 76%; Aldd 13 me/100g; pH 4,2) ...................... 23

9. Mekanisme detoksifikasi Al dalam sel tanaman toleran Al .................. 25

10. Evaluasi tanaman padi toleran P rendah di Ultisols Jasinga. P Bray I 0.13 ppm (sangat rendah); T= toleran, P= peka .................................. 33

11. Urutan gen-gen yang berubah ekspresinya saat terinduksi kahat P secara hipotetik ............................................................................... 40

DAFTAR GAMBAR

Page 14: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Gambar

xiv

12. Difusi oksigen secara vertikal dari atmosfer melalui pori makro. Oksigen yang terlarut dalam larutan tanah akan berdifusi ke matriks tanah yang jenuh air. Di dalam matriks ini, oksigen terlarut akan dipakai untuk 2 hal: dekomposisi bahan organik dan oksidasi pirit (Keterangan: R = radius rata-rata agregat tanah; rØ = radius zone anaerob) ................................................................... 58

13. Skema yang menggambarkan beberapa kemungkinan reaksi selama oksidasi pirit ........................................................................... 59

14. Pola reduksi-oksidasi tanah dan kelarutan Fe2+ musiman dalam satu tahun pada tanah sulfat masam di daerah Delta Mekong, Vietnam .................................................................... 60

15. Morfologi akar 8 varietas padi umur 7 hari setelah perlakuan tanpa cekaman Fe dan cekaman 700 ppm Fe ............................................... 63

16. Mekanisme toleransi dan penghindaran tanaman terhadap logam ...... 66

17. Transpor Fe pada dikotil .................................................................... 67

18. Penampilan tanaman barley pada berbagai konsentrasi NaCl dan Ca ............................................................................................... 73

19. Suhu tinggi menginduksi penghambatan evolusi oksigen dan aktivitas PSII. Suhu tinggi menyebabkan (1) disosiasi atau (2) penghambatan OEC. Hal ini menyebabkan donor e-internal alternatif seperti prolin sebagai pengganti H2O untuk mendonorkan elektron kepada PSII ................................ 91

20. Representasi skematis pembentukan dan penghilangan radikal superoksida, hidrogen peroksida, radikal hydroxyl pada kondisi berbagai cekaman lingkungan ............................................................ 96

21. Mekansime hipotetis toleransi terhadap cekaman suhu tinggi pada tanaman. MAPK, mitogen activated protein kinases; ROS, reactive oxygen species; HAMK, heat shock activated MAPK; HSE, heat shock element; HSPs, heat shock proteins; CDPK, calcium dependent protein kinase; HSK, histidine kinase ........ 101

22. Evaluasi padi gogo (Chozin et al. 1999) dan kedelai toleran intensitas cahaya rendah (Sopandie et al. 2003a) di bawah tegakan karet ............................................................................................... 105

Page 15: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

xv

Daftar Gambar

23. Mekanisme penghindaran (avoidance) adaptasi tanaman terhadap intensitas cahaya rendah .................................................... 106

24. Mekanisme toleransi (tolerance) adaptasi tanaman terhadap intensitas cahaya rendah ................................................................... 107

25. Struktur kloroplas pada perlakuan gelap 5 hari setelah 14 hari ditanam pada cahaya 100% (TEM 15000x). A=pati; G=Grana; P=Plastoglobuli; S=Stroma, dan tanda panah menunjukkan membran kloroplas yang hancur. T=toleran naungan, P=peka naungan ........................................................................................... 110

26. Sinergisme antarkomponen perbaikan tanaman di lingkungansub-optimal ...................................................................................... 113

27. Skema hubungan antara potensi hasil, fenologi, dan karakter toleransi kekeringan dengan hasil panen pada berbagai taraf cekaman ........................................................................................... 115

28. Seleksi marka menggunakan bulk segregant analysis ........................... 126

29. Tahapan kunci (key steps) pada program pemuliaan tanaman (sisi kiri) dan peran riset fisiologi (sisi kanan) ...................................147

Page 16: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan
Page 17: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Sejarah telah menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat penting dalam perekonomian negara. Peran tersebut semakin terlihat pada masa krisis tahun 1997, di mana sektor pertanian bersama dengan sektor perikanan dan kehutanan mampu bertahan sebagai sektor penopang perekonomian nasional, sehingga krisis yang lebih buruk dapat dihindarkan. Ke depannya, sektor pertanian akan tetap menjadi tulang punggung negara dan sebagian besar rakyat Indonesia.

1.1 Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Pertanian Tahun 2030

Pada Abad 20 telah terjadi peningkatan hasil tanaman secara signifikan, yang utamanya disebabkan oleh perbaikan teknik budi daya dan penggunaan kultivar baru. Pada abad 21, tantangan yang harus dihadapi dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan menjadi semakin besar. Hal ini terkait dengan berbagai perubahan yang memengaruhi produksi pangan dunia, yaitu (a) peningkatan populasi manusia, (b) peningkatan konsumsi daging dan pangan nabati, (c) adanya pemanasan global yang menyebabkan fluktuasi iklim yang tajam dan menyebabkan gagal panen, (d) menurunnya luas lahan garapan, (e) kelangkaan air yang menurunkan jumlah air irigasi, (f) degradasi lingkungan dan erosi, (g) adanya kebutuhan untuk proteksi tanaman dari serangan hama dan penyakit, serta (h) perubahan alam yang sulit diprediksi (Miflin 2000).

Populasi dunia pada tahun 2025 diperkirakan akan menjadi 8,04 miliar orang yang akan membutuhkan pangan sebesar 3.046,5 juta ton, di mana saat itu diperkirakan produksi pangan dunia hanya mencapai 2.977,7 juta ton, sehingga neraca pangan dunia akan defisit 68,8 juta ton (Miflin 2000). Pada tahun 2025 tersebut, jumlah penduduk di Indonesia akan mencapai 316–350

I PENDAHULUAN

Page 18: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

2

juta orang dan diperkirakan akan membutuhkan beras ± 42,7–47,3 juta ton (Badan Litbang Deptan 2005). Jika produksi 2011 hanya mencapai 37,8 juta ton, akan terjadi kekurangan pangan beras ± 10 juta ton, bila tidak ada peningkatan produksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia rawan terhadap kekurangan pangan, sehingga diperlukan peningkatan produksi pangan secara berkelanjutan agar terhindar dari kerawanan pangan.

Peningkatan pembangunan pertanian di beberapa negara berkembang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Isu penting yang harus dihadapi meliputi berbagai hal yang terkait dengan (a) peningkatan suplai pangan, (b) upaya penanggulangan kekurangan gizi, (c) pemberantasan kemiskinan, dan (d) penca paian laju pertumbuhan pertanian yang dapat memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan pembangunan ekonomi secara menyeluruh.

Budi daya tanaman melibatkan populasi tanaman melalui manajemen lapang yang baik sesuai dengan cara-cara dalam GAP (good agriculture practices). Potensi hasil genetik dari tanaman tidak selalu tercapai karena adanya faktor-faktor pembatas, seperti ketersediaan input yang tidak tepat waktu, salah musim, serangan hama penyakit, dan cekaman abiotik. Jenis cekaman abiotik berbeda-beda sesuai dengan tempat di mana tanaman tumbuh, musim tanam, dan letak geografis. Beberapa cekaman abiotik yang paling umum sangat berfluktuasi sesuai kondisi lingkungan, seperti kelembapan tanah, evaporasi, adanya penggenangan, suhu atmosfer, variasi periodisitas, frost dan kerusakan suhu dingin, status fisiokimia tanah, defisit hara, serta keracunan logam berat. Memahami dasar fisiologi dan genetika dari sifat toleransi tanaman serta upaya manipulasi genetik merupakan hal yang penting untuk menanggulangi pengaruh cekaman abiotik secara agronomis. Manusia menyeleksi tanaman yang dapat dimakan, seperti halnya pakan untuk ternak. Namun demikian, domestikasi tanaman liar mengakibatkan kerentanan genetik terhadap perubahan cuaca (abiotik) atau serangan hama dan patogen (biotik).

Petani dulu secara kontinu memperbaiki kuantitas, kualitas, dan daya simpan biji dari hasil panen yang menyebabkan terjadinya basis genetik yang sempit dari varietas. Cara ini menyebabkan varietas menjadi lebih rentan terhadap cekaman abiotik dan biotik. Dengan demikian sejak awal pertanian, manusia telah menghadapi dan mengatasi berbagai cekaman abiotik. Dalam deraan yang panjang, petani di seluruh dunia telah menyeleksi dan menanam berbagai tanaman, yang sekarang dikelompokkan sebagai lanras, varietas lokal, dan varietas petani, di mana banyak dari varietas tersebut memiliki gen

Page 19: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

I Pendahuluan

3

toleransi terhadap berbagai cekaman abiotik. Kultivar modern berdaya hasil tinggi, terutama padi dan gandum memiliki potensi lebih besar jika dikelola dengan baik. Kerentanan varietas tanaman modern terhadap cekaman abiotik menyebabkan hasil tahunan berfluktuasi sangat tajam. Telah terjadi defisit pangan secara global karena tingginya permintaan, lebih tinggi dari yang dapat diproduksi. Hal ini menyebabkan timbulnya permainan harga komoditas pangan. Kegagalan panen di Afrika dan Australia menyebabkan permintaan pangan yang tinggi kepada Negara China dan India.

Cekaman abiotik (abiotic stress), seperti kekeringan, banjir, salinitas dan alkalinitas, suhu tinggi (terutama pada saat pembungaan dan kematangan), toksisitas zat kimia, serta stres oksidatif merupakan ancaman serius terhadap pertanian dan lingkungan. Sebagai contoh, peningkatan salinitas tanah diduga telah menyebabkan kerusakan lahan-lahan pertanian secara global, diprediksi akan menyebabkan kehilangan 30% lahan subur dalam 25 tahun ke depan dan sampai 50% pada tahun 2050 (FAO 2006). Pada tahun 2025, petani di seluruh dunia harus memproduksi sekitar 3,0 miliar ton sereal untuk memberi makan penduduk dunia dengan populasi hampir 8,0 miliar orang. Ini berarti produktivitas rata-rata sereal (terutama gandum dan padi) harus bisa dipertahankan pada angka 4 ton/ha. Di samping itu perlu dipikirkan meningkatnya permintaan terhadap pakan, sayuran, buah-buahan, serat, minyak, energi, dan kayu. Dalam buku ini akan dibahas berbagai isu yang terkait dengan berbagai metode yang mampu meningkatan produksi dan produktivitas tanaman dengan cara yang lebih baik melalui pengembangan varietas yang toleran terhadap berbagai cekaman abiotik.

Cekaman atau stres dalam istilah biologi berarti penyimpangan dalam proses fisiologi, perkembangan dan fungsi tanaman yang bisa berbahaya, serta dapat menimbulkan kerusakan yang tidak dapat balik pada sistem tanaman. Perbaikan tanaman untuk meningkatkan produktivitas telah diupayakan melalui perbaikan adaptasi terhadap cekaman abiotik di lahan sub-optimal. Di Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, penelitian-penelitian bidang fisiologi telah banyak berperan dalam upaya seleksi dan perbaikan beberapa tanaman pangan (Sopandie 1997, 1999, 2006; Sopandie et al. 1995c, 1996abc, 1997, 2000abc, 2001abc, 2002ab, 2003abc, 2004abc, 2005abcd, 2006, 2012; Sopandie dan Trikoesoemaningtyas 2011; Makmur et al. 1999; Chozin et al. 1999; Supijatno et al. 2005; Trikoesoemaningtyas 2002; Trikoesoemaningtyas et al. 2010, 2011).

Page 20: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

4

1.2 Ketersediaan Lahan Garapan Saat Ini dan Proyeksi Kebutuhan Lahan Baru

Sumarno (2005) memprediksi kebutuhan lahan untuk perluasan areal tanam sebagai upaya menanggulangi kebutuhan pangan tahun 2005–2010 sekitar 5 juta ha (Tabel 1). Pada saat ini, luas lahan garapan untuk tanaman pangan sekitar 10 juta ha.

Tabel 2 menunjukkan perbandingan luas lahan dengan jumlah penduduk dari beberapa negara di dunia (Sumarno 2005). Dari angka luas lahan per kapita tersebut, sebenarnya Indonesia kurang pantas disebut sebagai negara agraris karena Indonesia memiliki luas lahan garapan per kapita terkecil. Ketersediaan lahan garapan per kapita di Indonesia saat ini sudah sangat parah dibandingkan dengan Vietnam dan Bangladesh sekalipun, Indonesia masih tertinggal.

Selain itu, dari 7,7 juta ha lahan pertanian basah di Indonesia, kurang lebih hanya 4,6 juta ha (60%) merupakan areal beririgasi (teknis, semiteknis, dan pedesaan), sisanya merupakan lahan tadah hujan dan rawa. Rendahnya jumlah prasarana irigasi ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah untuk segera menciptakan areal irigasi baru, walau hanya sekadar irigasi pedesaan sekalipun akan memiliki manfaat yang besar.

Tabel 1 Perkiraan kasar kekurangan lahan menurut kebutuhan pangan Indonesia tahun 2005–2010

Komoditas Kekurangan Produksi (juta ton/tahun) Keperluan penambahan lahan (juta ha)Padi 4 ,0 1,0Jagung 1,0 0,4Kedelai 2,0 2,0Kacang tanah 1,0 1,0Gula/tebu 1,6 0,4Buah-buahan 3,0 0,2Sayuran 0,5 0,020 Biofarmaka 0,05 0,005Peternakan 0,40 + 0,0050

Total kekurangan lahan garapan 5,070 Sumber: Sumarno (2005)

Page 21: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

I Pendahuluan

5

1.3 Potensi Sumber Daya Lahan dan Air untuk Tanaman Pangan

Sumber daya lahan yang ada saat ini didominasi oleh tanah bermasalah, di mana perlua san areal tanaman pangan akan mengarah pada lahan kelas IV-VI. Berdasarkan peta skala 1:1.000.000 (Puslitbangtanak 2000), total lahan Indonesia mencapai luas 188,2 juta ha. Secara biofisik sekitar 100,8 juta ha di antaranya tergolong lahan yang sesuai untuk budi daya berbagai jenis tanaman, sedangkan sisanya sekitar 88 juta hektar tidak sesuai.

1.3.1 Lahan yang Sesuai untuk Pertanian Tanaman Pangan

Berdasarkan Atlas Tata Ruang Pertanian Indonesia pada skala 1:1.000.000 (Puslitbangtanak 2001), Indonesia dengan luas lahan sekitar 188,2 juta ha terdiri atas lahan kering sekitar 148 juta ha dan lahan basah 40,2 juta ha. Lahan kering tersebut dikelompokkan menjadi lahan kering dataran rendah (< 700 m dpl.) seluas 87,4 juta ha dan dataran tinggi (> 700 m dpl.) seluas 54,8 juta ha (Hidayat dan Mulyani 2002).

Tabel 2 Perbandingan luas lahan pertanian dengan jumlah penduduk beberapa negara di dunia

Negara Luas Lahan (ribuan ha)

Jumlah Penduduk, (ribuan)

Luas Lahan Per kapita (m2)

Argentina 33.700 37.074 9.100Australia 50.304 19.153 26.100Bangladesh 8.085 123.406 655Brazil 58.865 171.796 3.430Canada 45.740 30.769 14.870China 143.625 1.282.172 1.120India 161.750 1.016.938 1.590Indonesia 1) 7.780 217.000 360Thailand 31.839 60.925 5.230USA 175.209 285.003 6.150Vietnam 7.500 78.137 960Indonesia 2) 9.788 217.000 450

1) Lahan sawah seluruhnya + lahan tadah hujan, tidak termasuk perkebunan2) Lahan sawah + lahan tadah hujan + lahan kering, tidak termasuk perkebunanSumber: Sumarno (2005)

Page 22: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

6

Dari total daratan Indonesia, lahan yang sesuai untuk pertanian, baik tanaman pangan maupun tanaman tahunan seluas 100,8 juta ha (Abdurachman et al. 2004). Lahan yang terluas terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Untuk pertanian lahan basah (pangan semusim) terdapat di Papua, Sumatera, dan Kalimantan, sedangkan untuk pertanian lahan kering (tanaman semusim) terluas terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Namun demikian, luas lahan yang sudah digunakan mencapai 68,5 juta ha, sehingga masih tersisa sekitar 32,2 juta ha (Abdurachman et al. 2004).

Di Jawa, pemanfaatan lahan sudah melampui ketersediaannya (over utilization). Beberapa wilayah lain yang juga sudah melampaui ketersediaannya adalah NAD, Sumut, Sumbar, Bengkulu, DKI, DIY, Banten, Bali, NTB, Sulut, dan Sulteng (Abdurachman et al. 2004). Selain itu, lahan di Jawa mengalami pengurangan akibat konversi ke penggunaan nonpertanian dengan laju yang makin tinggi. Pada periode tahun 1981–1999 terjadi konversi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian seluas 1.627.514 ha dan sekitar 1 juta ha di antaranya terjadi di Jawa. Tingkat kesuburan lahan di Jawa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di luar Jawa, selain itu kondisi infrastruktur lahan di Jawa juga lebih mapan dibandingkan dengan di luar Jawa. Oleh karena itu, dalam rangka memantapkan kapasitas produksi pangan nasional, maka dalam jangka panjang lahan-lahan produktif di Jawa seperti lahan sawah tetap perlu dipertahankan sebagai lahan pertanian dan diupayakan agar konversi lahan tersebut dapat lebih dikendalikan.

Lahan Potensial untuk Padi. Indonesia masih memiliki potensi lahan yang cukup luas untuk pengembangan tanaman padi, yaitu sekitar 24,5 juta ha lahan basah (sawah) dan 76,3 juta ha lahan kering. Luas potensi lahan tersebut dapat dirinci lebih lanjut sebagai berikut (Balitbang Deptan 2005).

(a) Lahan sawah. Potensi lahan sawah nonrawa pasang surut luasnya mencapai sekitar 13,26 juta ha, yang tersebar di Sumatera (2,01 juta ha), Jawa (1,12 juta ha), Bali dan Nusa Tenggara (0,85 juta ha), Kalimantan (1,03 juta ha), Sulawesi (1,11 juta ha), serta Maluku dan Papua (7,89 juta ha). Dari total luas potensi lahan sawah tersebut, yang telah digunakan baru mencapai 6,86 juta ha (BPS 2003). Jadi, masih tersisa potensi lahan sawah yang cukup luas untuk dibudidayakan tanaman padi.

(b) Lahan rawa dan pasang surut. Luas potensi lahan rawa dan pasang surut yang sesuai mencapai 3,51 juta ha, tersebar di Sumatera (1,92 juta ha), Jawa (0,12 juta ha), Kalimantan (1,01 juta ha), Sulawesi (0,31 juta ha),

Page 23: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

I Pendahuluan

7

serta Maluku dan Papua (3,51 juta ha). Dari total luas potensi lahan rawa dan pasang surut tersebut, yang telah digunakan untuk lahan sawah baru sekitar 0,93 juta ha, sehingga masih ada sisa sekitar 2,57 juta ha yang dapat dikembangkan menjadi lahan sawah (BPS 2003).

(c) Lahan kering. Luas potensi lahan kering yang dapat dikembangkan untuk tanaman semusim, khususnya padi sekitar 25,33 juta ha. Dari total luas potensi lahan kering tersebut, yang sudah dimanfaatkan masih relatif sangat kecil, sehingga dari lahan kering yang ada di Indonesia masih terbuka peluang yang sangat lebar untuk pengembangan tanaman padi.

Lahan Potensial untuk Jagung. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian (2005), pengembangan jagung melalui perluasan areal dapat diarahkan pada lahan-lahan potensial, seperti sawah irigasi dan tadah hujan yang belum dimanfaatkan secara optimal pada musim kemarau serta lahan kering pada musim hujan. Berdasarkan penyebaran luas sawah dan jenis irigasinya, diperkirakan potensi luas pertanaman jagung yang dapat diperoleh dari peningkatan Indeks Pertanaman (IP) di lahan sawah adalah seluas 457.163 ha, dengan rincian (a) 295.795 ha di Pulau Sumatera dan Kalimantan, (b) 130.834 ha di Sulawesi, dan (c) 30.534 ha di Bali dan Nusa Tenggara. Potensi lahan kering yang sesuai untuk tanaman jagung dan belum dimanfaatkan cukup luas sekitar 20,5 juta ha, yang tersebar di Sumatera (2,9 juta ha), Kalimantan (7,2 juta ha), Sulawesi (0,4 juta ha), Maluku dan Papua (9,9 juta ha), serta Bali dan Nusa Tenggara (0,06 juta ha).

Lahan Potensial untuk Kedelai. Potensi lahan untuk pengembangan tanaman kedelai tersebar di seluruh pulau di Indonesia, seluas 1,7 juta ha. Perluasan areal tanam dilakukan melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) pada lahan sawah irigasi sederhana, lahan sawah tadah hujan, atau lahan kering. Wilayah sasaran perluasan areal adalah NTB, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Utara, Aceh, dan Sulawesi Selatan (Balitbang Deptan 2005).

1.3.2 Ketersediaan dan Potensi Sumber Daya AirKebutuhan air pertanian relatif terpenuhi di wilayah irigasi teknis yang telah dilengkapi dengan bendungan dan saluran-saluran irigasinya. Itu pun pada akhir-akhir ini mengalami kekurangan air apabila terjadi anomali iklim yang sering tidak dapat diramalkan sebelumnya. Sementara pertanian tadah hujan, terutama di wilayah beriklim kering seperti Indonesia Bagian Timur selalu terancam oleh risiko kekurangan air (Abdurarachman et al. 2004). Prediksi

Page 24: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

8

terhadap neraca kebutuhan air tahun 2020 menunjukkan bahwa Jawa-Bali dan NTT akan mengalami defisit karena ada persaingan penggunaan air untuk berbagai kepentingan, di mana pagu untuk pertanian akan semakin menurun.

Page 25: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Kemasaman tanah sangat membatasi pertumbuhan tanaman di berbagai bagian di dunia. Penghambatan pertumbuhan pada tanah masam diakibatkan oleh berbagai faktor kimiawi dan interaksinya. Pada tanah (mineral) masam terdapat kendala utama bagi pertumbuhan tanaman, yaitu (1) peningkatan konsentrasi H+: toksisitas H+, (2) peningkatan konsentrasi Al: toksisitas Al, (3) peningkatan konsentrasi Mn: toksisitas Mn, (4) penurunan konsentrasi hara makro (kation), defisiensi Mg2+, Ca2+ (dan K+), (5) kelarutan P dan Mo menurun (defisiensi), (6) penghambatan dalam pertumbuhan akar dan serapan air: defisiensi hara, kekeringan, dan peningkatan pencucian hara.

Secara relatif terdapat perbedaan derajat dari kendala tersebut bergantung pada spesies dan genotipe tanaman, tipe tanah dan horizon, bahan induk, nilai pH tanah, konsentrasi dan macam Al sendiri, struktur tanah, aerasi dan iklim.

2.1 Karakteristik Tanah Masam dengan Kandungan Al Tinggi

Tanah di lingkungan tropika basah pada umumnya bersifat masam dan merupakan ciri khas sebagian besar wilayah di Indonesia. Di Indonesia, potensi tanah masam ini cukup tinggi. Menurut data Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (2000), luas areal tanah bereaksi masam seperti podsolik, ultisol, oxisol, dan spodosol masing-masing sekitar 47,5; 18,4; 5,0; dan 56,4 juta ha atau seluruhnya sekitar 67% dari luas total tanah di Indonesia. Tanah jenis ini tersebar di beberapa daerah di luar Jawa, seperti Sumatera dan Kalimantan. Di

II ADAPTASI TANAMAN TERHADAP

CEKAMAN TANAH MASAM

Page 26: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

10

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Sumatera terdapat sekitar 21 juta ha, Kalimantan 15,5 juta ha, dan Jawa 2 juta ha. Menurut Hidayat dan Mulyani (2002), luas tanah masam yang berupa lahan kering mencapai 99,5 juta ha dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian. Terdapat lahan-lahan yang sesuai untuk kawasan budi daya tanaman pangan yang diperkirakan mencapai 18,2 juta ha yang terletak pada kemiringan <15% (Mulyani et al. 2003). Penyebaran terluas tanah masam terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Berbagai kendala teknis akan dihadapi dalam pemanfaatan lahan tanah mineral masam tersebut, terutama masalah keracunan Al, pH rendah < 5,5, fiksasi P tinggi, kandungan basa-basa dapat ditukar dan KTK rendah, kandungan Fe dan Mn yang mendekati batas meracuni, peka erosi, serta miskin elemen biotik. Pada umumnya, toksisitas Al merupakan kendala utama untuk pengembangan tanaman pada lahan masam. Selain itu juga sering terjadi kahat hara terutama unsur P, Ca, Mg, N, dan K. Pada tanah masam di bawah pH 5,5 akan terdapat daerah pertukaran kation yang proporsinya semakin meningkat untuk dijenuhi Al, yang terutama akan menggantikan kation polivalen (Ca2+ dan Mg2+); secara bersamaan Al akan berlaku sebagai pengikat P dan Mo. Persentase Al yang dapat ditukar akan berkorelasi erat dengan nilai pH tanah dan pengaruhnya dalam pertumbuhan akar pada kebanyakan tanaman. Dengan penurunan pH, jumlah Mn yang dapat ditukar meningkat pada beberapa tanah. Peningkatan dari Mn-dd juga merupakan fungsi dari potensial redoks (MnO2 + 4 H+ + 2e <--> Mn2+ + 2H2O). Beberapa tanah masam pada daerah tropis mengalami pengaruh iklim yang hebat, sehingga total kandungan Mn sering rendah, sehingga pada tanah-tanah semacam ini risiko keracunan Mn lebih sedikit dibandingkan dengan toksisitas Al (Marshner 1995).

Pada tanah masam dengan kandungan mineral yang tinggi, faktor pembatas utama pertumbuhan tanaman adalah keracunan Al. Al dilepas dari tanah dalam bentuk Al(OH)2

+, Al(OH)2+, dan Al(OH)3+, yang terakhir ditulis sebagai Al3+. Untuk kebanyakan tanaman pertanian yang penting, ion Al menghambat pertumbuhan akar secara cepat dalam kosentrasi mikromolar. Menurut Kochian (1995) terdapat tiga kategori fitotoksik Al, yaitu (1) mononuklear Al seperti Al3+, (2) polinuklear Al seperti triskaideaaluminum [AlO4Al12(OH)24(H2O)12

7+] yang dikenal sebagai Al13, dan (3) kompleks Al-makro molekul, contohnya kompleks Al-asam organik. Bentuk Al yang sangat toksik bagi tanaman adalah Al(H2O)6

3+ atau lebih dikenal sebagai Al3+ (Marschner 1995; Kochian 1995; Kochian et al. 2004; Miyasaka et al. 2007). Ion ini dominan terdapat pada larutan bernilai pH < 4,0 (Marschner 1995),

Page 27: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

II Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Tanah Masam

11

pH < 4,5 (Miyasaka et al. 2007), pH < 5 (Kochian 1995; Kochian et al. 2004).

Fitotoksik Al dalam hal penghambatan perpanjangan akar menurun jelas dengan meningkatnya kekuatan ionik pada tanah ataupun dalam larutan hara (Blarney et al. 1991), di mana terjadi penurunan rasio Aln+/Al kompleks. Hubungan ini kurang jelas, yang terkait dengan pH tanah atau pH larutan hara dan toksisitas Al. Hal ini tidak hanya karena peningkatan total Al dan H+ dengan menurunnya pH, tetapi juga secara simultan karena perubahan jenis/bentuk Al dengan asumsi menghilangnya Al polimer (polinuclear) dan Al ligand selain OH- (Gambar 1). Pelepasan Al dan mineral tanah ke larutan tanah pada kondisi masam pada kondisi pH di bawah 4, terutama berada dalam bentuk Al (H2O)6

+3 atau Al+3. Jika pH meningkat, hasil hidrolisis monomer (mononuklear) seperti Al (OH)+2 dan Al (OH)2

+ terbentuk. Dengan meningkatnya rasio OH -/Al dalam larutan hara, bentuk Al polinuklear seperti AlO4 AI12 (OH)24 (H2O)12

+7 atau Al13 mungkin terbentuk.

Gambar 1 Pengaruh pH terhadap aktivitas relatif AlSumber: Marschner (1995)

Beberapa jenis monomer Al berasosiasi dengan ligan anorganik seperti AlF 2+, A1F2

+, atau AlSO4+ yang tidak toksik (Kinraide 1991). Aplikasi

Gypsum (CaSO4) pada tanah masam dapat mengurangi toksisitas Al. Oleh karena komponen sulfat dan kelarutan gypsum yang lebih tinggi dalam air dibandingkan dengan kapur (CaCO3), gypsum yang mengandung pupuk P lebih cocok untuk mengatasi kemasaman subsoil daripada kapur (Alva dan Summer 1990).

Page 28: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

12

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

2.2 Pengaruh Cekaman Aluminium terhadap Tanaman

Pengembangan tanaman pada tanah masam seperti Ultisol dihadapkan pada kendala pH rendah dan keracunan Al, terutama pada kejenuhan Al > 25% (Foy et al. 1988). Aluminium dapat memengaruhi tanaman secara morfologis, fisiologis, dan ekspresi gen tanaman. Gejala yang umum dijumpai akibat cekaman Al adalah terjadinya klorosis, defisiensi nutrisi, dan tanaman menjadi kerdil (Taiz dan Zeiger 2002). Respons morfologi nyata akibat cekaman Al adalah terjadinya penebalan pada ujung akar dan akar cabang.

Penghambatan penyerapan unsur hara dan terjadinya defisiensi. Kelarutan Al yang tinggi berpengaruh langsung terhadap metabolisme tanaman dan tidak langsung terhadap ketersediaan unsur hara, sehingga pertumbuhan tanaman tertekan. Menurut Alam et al. (1999), secara umum pengaruh Al pada tanaman yang ditumbuhkan pada tanah masam adalah (1) mengurangi kation bervalensi dua yang diserap oleh akar tanaman (khususnya Ca); (2) menghambat fungsi sel-sel pada jaringan meristem akar melalui penetrasi Al ke dalam protoplasma akar dan menghasilkan morfologi akar yang tidak normal dan dapat mengganggu proses penyerapan hara tanaman; dan (3) menurunkan adsorpsi anion (SO4

-2, PO4-3, dan Cl-) karena meningkatnya

daerah jerapan positif pada rizosfer dan apoplas akar. Kasus pada tanaman jagung menunjukkan bahwa cekaman Al terhadap tanaman mula-mula akan menekan pertumbuhan akar, yaitu akar menjadi pendek, tebal, dan rapuh.

Bila pH turun yaitu konsentrasi H+ meningkat, maka penyerapan kation dihambat karena 2 hal: (1) ekstrusi H+ neto oleh plasma membran-ATP-ase (plasma membran-bound ATPase) terganggu dan (2) turunnya pengangkutan kation polivalen (Mg, Ca, Zn, dan Mn) pada apoplas sel korteks akar. Pengangkutan kation polivalen pada apoplas akan meningkatkan laju penyerapan kation-kation ini ke simplas. Pada konsentrasi eksternal dari kation-kation tersebut yang diberikan, penurunan pH dari 6 ke 3 (yaitu 1 mM H+) akan menurunkan laju transpornya ke simplas. Lebih lanjut, penambahan Al sebagai kation kompetitor yang sangat kuat pada daerah pengangkutan (transport site) di apoplas akan memperburuk penurunan

Page 29: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

II Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Tanah Masam

13

tersebut. Alumunium dapat menghambat serapan Ca dengan memblok saluran Ca (Ca2+-channel) pada plasma membran (Huang et al. 1996), juga terhadap uptake Mg dengan memblok binding sites dari transpor protein (Rengel dan Robinson 1989). Konsentrasi Mn yang tinggi juga menghambat serapan Ca, terlebih Mg. Kebalikannya dengan Ca dan Mg, penyerapan K biasanya tidak dipengaruhi oleh Al atau Mn yang menyebabkan kenaikan rasio K/(Ca+Mg) di tajuk. Peningkatan ini menyebabkan risiko defisiensi Ca dan Mg pada tanaman (Marschner 1995). Pengaruh kompetisi yang kuat dari Al terhadap penyerapan Ca dan Mg menjelaskan mengapa rasio molar Ca/ Al atau Mg/ Al pada tanah atau larutan kadang-kadang merupakan parameter yang lebih baik untuk menduga risiko kekurangan Ca dan Mg daripada penentuan konsentrasi unsur tersebut secara individual.

Kekurangan Ca pada meristem apikal banyak dilaporkan sebagai manifestasi keracunan Al pada tanaman kedelai dan snapbean. Pada jagung, peningkatan konsentrasi Ca eksternal secara nyata mengurangi penghambatan terhadap perpanjangan akar kultivar yang sangat sensitif dan mencegah secara penuh penghambatan pada kultivar yang kurang sensitif (toleran) (Rhue and Grogan 1977). Pada gandum, pengaruh Al terhadap defisiensi Ca terlihat tidak konsisten (Foy et al. 1974) dan pada Cowpea defisiensi Ca bukan merupakan pengaruh yang utama dari toksisitas Al.

Terdapat perkembangan pengetahuan tentang defisiensi Mg sebagai pengaruh sekunder dari keracunan Al dan pencegahannya dengan meningkatkan pemberian Mg di hutan-hutan tanah masam atau untuk penanaman sorgum di tanah masam atau di larutan hara. Pemecahan masalah tanah masam dengan pengapuran menurunkan risiko kahat Ca dan Mg yang diinduksi Al dan pengaruh langsungnya terhadap pertumbuhan akar.

Pertumbuhan kacang-kacangan di tanah masam dapat terhambat oleh pengaruh buruk Al terhadap tanaman inangnya sendiri dan juga terhadap penundaan nodulasi, terutama pada penurunan jumlah nodul. Nodulasi dihambat secara nyata oleh konsentrasi H+ yang tinggi, bersamaan dengan rendahnya konsentrasi Ca (Alva et al. 1987) dan terutama oleh konsentrasi Al yang tinggi.

Page 30: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

14

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Gambar 2 Akar barley var. Kearney (kiri) dan Dayton (kanan) yang ditanam pada tanah masam dengan pH 4,6 Sumber: Foy (1974)

Penghambatan pertumbuhan akar. Toksisitas Al berhubungan dengan penghambatan akar (Taylor 1988). Sistem perakaran menjadi pendek dan gemuk (stubby) sebagai akibat penghambatan perpanjangan akar utama dan akar lateral. Derajat penghambatan pertumbuhan akar merupakan suatu indikator yang baik dalam membedakan ketahanan berbagai genotipe terhadap keracunan Al (Foy 1974, Gambar 2; Sopandie et al. 2003b, Gambar 3, 4, Tabel 3). Dari beberapa studi fisiologi ditunjukkan bahwa pertumbuhan akar merupakan bagian yang sangat penting dan merupakan target toksisitas Al. Pengaruh utama Al ialah terhadap pertumbuhan akar yang menyebabkan akar tampak pendek dan membengkak, kehilangan warna, dan tidak memiliki akar lateral yang sehat (Delhaize dan Ryan 1995; Sopandie 1997; Sopandie et al. 1996a, 1997, 1999, 2000b, 2000c; Samac dan Tesfaye 2003; Syafruddin et al. 2006; Miftahudin et al. 2007; Agustina et al. 2010; Agustina 2011, Sopandie et al. 2012), sehingga menyebabkan gangguan terhadap serapan air dan hara, terutama P, Ca, dan Mg (Konishi 1992), serta N dan K (Samac dan Tesfaye 2003). Delhaize dan Ryan (1995) menyatakan bahwa ujung akar (root apex) yang terdiri atas tudung akar dan meristem merupakan target utama keracunan Al.

Page 31: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

II Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Tanah Masam

15

Tabel 3 Perbedaan panjang akar dan bobot kering akar pada berbagai kejenuhan Al

Perlakuan Kejenuhan Al (%) Panjang Akar (cm) Bobot Akar (mg)Tanpa kapur 70,41 10,32 c 31,1d0,5 x Aldd 58,19 26,22 b 36,2 c1,0 x Aldd 31,74 26,29 a 42,3 b1,5 xAldd 12,96 27,34 a 49,0 a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Tukey (0,05)Sumber: Sopandie et al. (2003b)

Gejala keracunan Al pada akar tanaman dikenal dengan istilah “coralloid”, yakni terhambatnya pembentukan akar lateral dan akar primer terlihat lebih tebal (Miyasaka et al. 2007). Morfologi abnormal dan penghambatan perpanjangan akar akan menyebabkan terganggunya penyerapan hara Ca, Mg, dan K sehingga terjadi defisiensi. Menurut Miftahudin et al. (2007), peningkatan konsentrasi Al dalam larutan menyebabkan terhambatnya perpanjangan akar padi. Panjang akar seminal tanaman tercekam Al terlihat lebih pendek dibandingkan dengan akar normal tanpa cekaman. Pada gejala keracunan Al yang parah, tanaman kerdil dan daun berbentuk seperti mangkuk dan mengering. Beberapa informasi ini menunjukkan bahwa daya adaptasi tanaman sangat ditentukan oleh ketahanan akar, terutama pada bagian ujung akar. Rusaknya akar oleh Al menyebabkan terganggunya penyerapan dan transpor hara Ca, K, P, Mg, dan N, serta peka terhadap kekeringan yang pada akhirnya memengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Polle dan Konzak 1990).

Mekanisme fisiologi dan biokimia toksisitas Al terhadap perpanjangan akar masih sedikit sekali dimengerti. Terhambatnya pertumbuhan akar disebabkan Al berasosiasi dengan DNA pada inti sel dan menghentikan proses pembelahan sel meristem apikal (Pellet et al. 1995). Daerah yang paling peka terhadap keracunan Al terutama pada bagian ujung akar (tudung akar, meristem, dan zona pemanjangan) sekitar 2 mm. Ujung akar mengakumulasi Al lebih banyak (Delhaize dan Ryan 1995). Penghambatan pembelahan sel (mitosis) pada meristem apikal akar merupakan suatu respons yang cepat dari perlakuan Al, dalam waktu 3 jam saja sedikitnya 50% sel dihambat untuk mitosis, dan 80% penghambatan proses mitosis sel akar terjadi dalam waktu 4 jam, walaupun pada 12 jam berikutnya terjadi sebagian pemulihan.

Page 32: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

16

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Gambar 3 Perbedaan panjang akar genotipe toleran Sindoro dan genotipe peka Lumut. Dari kiri ke kanan untuk masing-masing genotipe adalah perlakuan kejenuhan Al 70,4, 58,2, 31,7, dan 12,9%Sumber: Sopandie et al. (2003b)

Gambar 4 Pengaruh Al terhadap panjang akar empat genotipe kedelaiSumber: Sopandie et al. (2003b)

Page 33: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

II Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Tanah Masam

17

Perbedaan genotipe dalam toleransinya terhadap Al tercermin dari tingkat kepulihannya dari stres awal Al. Walaupun Al dapat mengikatkan DNA terutama pada sel tudung akar (root cap), penghambatan pembelahan sel nampaknya merupakan pengaruh tak langsung Al. Penghambatan perpanjangan akar (terutama ekspansi akar) merupakan suatu respons yang terkadang lebih cepat terhadap Al (Marschner 1995). Pada gandum, perpanjangan akar berlanjut kembali dengan cepat sekitar 30 menit setelah perlakuan pemberian sitrat untuk mengkelat Al. Hal ini menunjukkan bahwa dalam konsentrasi Ca yang tinggi (400 uM), Al tetap tinggal terkompartementasi yang siap untuk muncul kembali. Sesuai dengan penemuan ini, pertumbuhan akar tanaman gandum yang sensitif dihambat secara nyata oleh Al dalam waktu 4 jam, walaupun Al terdeteksi hanya pada lapisan rhizodermis dan lapisan korteks di bawah rhizodermis (Delhaize et al. 1993).

Keracunan Al dapat menghambat pertumbuhan tajuk dengan cara menghambat pasokan hara, air, dan sitokinin dari akar karena buruknya penetrasi akar ke subsoil atau kondisi hidrolik akar rendah (Marschner 1995). Akumulasi Al akan menyebabkan kebocoran membran, disintegrasi struktur, dan berkurangnya kandungan K dalam jaringan ujung akar, serta menurunkan viabilitas protoplasma. Terbentuknya ikatan polimer Al dengan membran plasma akar akibat cekaman Al akan menyebabkan kerusakan pada membran dan kebocoran K dari sel akar (Matsumoto et al. 2003). Toksisitas Al memengaruhi efluks unsur K dan Ca. Gangguan Al terhadap Ca pada ujung akar menyebabkan defisiensi Ca pada sel apikal akar atau mengubah homeostatis Ca. Perubahan ini akan memicu penyimpangan fungsi metabolisme dalam sel ujung akar yang selanjutnya dapat menghambat pemanjangan akar. Beberapa hasil penelitian dengan berbagai metode di bawah ini menunjukkan kerusakan akar tanaman akibat cekaman Al yang tinggi dalam media.

Pada kultur hara dengan pH 4,5, Sopandie et al. (2003b) melaporkan bahwa pada konsentrasi 0,7 mM panjang akar kedelai genotipe Lumut (peka Al) terhambat sekitar 35–57%, sedangkan genotipe Yellow Biloxi (toleran Al) sekitar 20–21%. Yu et al. (2011) memperlihatkan semakin tinggi konsentrasi Al dalam larutan hara akan semakin menurunkan berat kering akar, panjang akar dan total volume akar kedelai Zhechun 2/ Z2 (toleran Al), serta Zhechun 3/ Z3 (peka Al) dibandingkan dengan kontrol (tanpa Al) (Gambar 5).

Page 34: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

18

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

(a)

(b)Gambar 5 Pengaruh Al terhadap kedelai Zhechun 2 dan Zhechun 3 (a). Berat

kering akar, (b) panjang akarSumber: Yu et al. (2011)

Hasil penelitian de Macêdo et al. (2009) menunjukkan bahwa meristem akar semua kultivar padi sangat sensitif terhadap Al walaupun pada konsentrasi rendah. Menurut Posmyk et al. (2008), penghambatan aktivitas sel mitosis melibatkan rusaknya proses dasar yang terjadi selama fase siklus sel dan hal

Page 35: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

II Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Tanah Masam

19

ini merupakan penyebab utama terhambatnya pertumbuhan. Secara fisiologi, Yu et al. (2011) melaporkan bahwa pada perlakuan tanpa pemberian Al, sel ujung akar kedelai masih normal, nukleus terlihat jelas, bentuk mitokondria jelas dan terdistribusi dalam sel serta vakuola terlihat jelas. Plasmolisis sangat jelas terdeteksi pada ujung akar perlakuan 60 dan 90 mg/L Al, yakni terjadi disorganisasi sitoplasma, nukleus rusak, mitokondria, dan hilangnya (tidak terlihat) organel lain. Kedua kedelai (Z2 dan Z3) mengalami konfigurasi seluler, dinding sel rusak, dan isi sel hilang (Gambar 6).

Distribusi Al dalam jaringan akar dapat diketahui melalui metode pewarnaan hematoksilin yang menggunakan intensitas warna ungu untuk mendeteksi akumulasi Al (Polle et al. 1978). Melalui penggunaan metode ini, Sopandie et al. (2003b) melaporkan bahwa terdapat akumulasi Al yang lebih rendah dalam akar kedelai toleran Yellow Biloxi dibandingkan dengan kedelai peka Lumut. Berdasarkan pewarnaan hematoksilin tersebut ditunjukkan bahwa Al terdistribusi lebih banyak pada ujung akar kedelai genotipe Lumut dibandingkan dengan Yellow Biloxi (Gambar 7).

Gambar 6 Ujung akar sel kedelai Z3. (a). Pada perlakuan 60 mg/L terjadi plasmolisis, degradasi sitoplasma, disintegrasi nukleus, dan mitokondria hilang; (b). Pada perlakuan 90 mg/L terjadi degradasi isi sel

Sumber: Yu et al. (2011)

Mitfahudin et al. (2007) melaporkan bahwa pada potongan melintang akar padi terdapat warna ungu tua di epidermis dan sub-epidermis (lapisan luar korteks)

Page 36: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

20

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

sel apeks akar mengindikasikan bahwa Al tidak masuk lebih dalam ke korteks akar. Pada pengamatan sel akar Picea abies, Nagy et al. (2004) melaporkan di bagian belakang akar apeks terbentuk titik-titik cokelat sebagai indikasi kerusakan oleh Al karena diberi perlakuan 0,5 dan 5 mM Al (pengamatan setelah 24 jam). Penelitian Miftahudin et al. (2007) menunjukkan dengan pemotongan 1 mm ujung akar padi yang diberi cekaman Al terlihat adanya warna ungu gelap mengindikasikan Al diserap dan diakumulasikan pada zona ujung akar.

Gambar 7 Distribusi Al pada ujung akar kedelai genotipe Lumut dan Yellow Biloxi dengan pewarnaan hematoxilinSumber: Sopandie et al. (2003b)

Panjang Akar Relatif (PAR) tanaman merupakan parameter pertumbuhan yang cocok dan merupakan karakter yang lebih bersifat fisiologi (Wissemeier et al. 1992). Sopandie et al. (2003b) melaporkan panjang akar genotipe kedelai sensitif dan toleran Al masing-masing berkurang 35% dan 20% saat pengamatan umur 4 HST pada larutan hara mengandung 0,7 mM Al. Pertumbuhan akar seminal tanaman padi terhambat dan inisiasi akar adventif diblok, sehingga akar terlihat pendek pada konsentrasi 15 ppm Al (Miftahudin et al. 2007). Laju pertumbuhan akar terhambat secara signifikan setelah perlakuan Al selama 6 jam dan durasi cekaman yang lebih lama makin memperlambat laju pertumbuhan akar (Miftahudin et al. 2007).

Respons fisiologi. Aluminium dapat berikatan pada permukaan luar plasma membran rhizodermis akar dan korteks yang merusak fungsi plasma membran

Page 37: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

II Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Tanah Masam

21

(Taylor 1988; Haug dan Shi 1991). Al+3 memiliki afinitas 560 x lebih tinggi daripada Ca+2 terhadap fosfolipid membran. Namun, pada akar gandum walaupun penghambatan secara nyata pada perpanjangan, sel-sel akar tetap mempertahankan kapasitasnya untuk sekresi H+ yang menunjukkan plasma membran masih utuh (Ryan et al. 1992). Meskipun demikian, properti membran mungkin berubah dengan indikasi menurunnya efluks K+, peningkatan pembentukan kalosa atau setelah perlakuan jangka panjang Al terjadi peningkatan peroksidasi lipid membran.

Berbeda dengan kesimpulan di atas tentang pengaruh langsung Al terhadap plasma membran atau metabolisme seluler (Haug dan Shi 1991), Bennet dan Breen (1993) mengajukan suatu hipotesis bahwa target utama Al di akar adalah ujung akar (root cap) yang menerima sinyal Al. Aluminium menekan sekresi mucilage sel peripheral ujung akar. Mucilage tampaknya dibutuhkan sebagai jalur transpor apoplastik dari pembawa sinyal tersebut (Moore et al. 1990). Pada model ini, fungsi Ca2+ adalah sebagai mediator dari rantai konduksi sinyal dan sekresi mucilage pada sel peripheral cap mungkin terlibat. Apoplasmik Ca dibutuhkan untuk pengaturan sekresi dari sel dan bila Al menggantikan Ca2+ akan menurunkan sekresi mucilage. Berdasarkan hal tersebut, penghambatan perpanjangan akar tidak merupakan pengaruh langsung Al pada daerah pemanjangan sel tetapi pada root cap. Argumen yang bertentangan tentang peran kunci root cap dalam hal keracunan Al dikemukakan oleh Ryan et al. (1992) yang menunjukkan bahwa jika ada pemberian Ca, tidak ditemukan efek Al terhadap penghambatan perpanjangan akar jagung.

2.3 Mekanisme Toleransi terhadap Cekaman Aluminium

Perbedaan yang luas terdapat di antara berbagai spesies tanaman dalam toleransinya terhadap tanah masam dengan kandungan Al tinggi. Pengaruh cekaman Al+3 tidak sama pada setiap spesies, bahkan pada tanaman dalam satu spesies. Adanya perbedaan tersebut menunjukkan adanya mekanisme toleransi yang berbeda pada setiap tanaman dalam mengatasi cekaman Al. Spesies tanaman berumbi setahun seperti ubi kayu diketahui sangat toleran terhadap tanah masam dibandingkan dengan ubi jalar, tanier, dan talas/yam. Spesies tanaman lain yang tergolong sangat toleran adalah tanaman padi (Gambar 8) dan soba (buckwheat), sedangkan yang tergolong toleran adalah oat, kedelai (Gambar 8), cowpea, kacang tanah, dan kentang. Tanaman jagung dan

Page 38: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

22

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

gandum termasuk yang medium toleran seperti sorgum, barley, dan bawang onion tergolong yang peka, sedangkan wortel, spinasi dan seledri sangat peka terhadap cekaman Al (Tabel 4). Penelitian terkini (Trikoesoemaningtyas et al. 2010; Sopandie et al. 2012) menunjukkan bahwa sorgum tergolong moderat toleran terhadap cekaman Al, di mana faktor pembatas utama pertumbuhan sorgum adalah defisiensi P seperti ditunjukkan oleh hasil penelitian pada tanah masam Jasinga dengan kisaran Al dapat ditukar 1–5 me/100g, pH sekitar 4,0–4,3 dan kejenuhan Al sekitar 25–30%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa genotipe toleran Numbu, galur ZH30-29-07 lebih mampu mempertahankan pertumbuhan akar pada kondisi tercekam Al dibandingkan dengan galur peka sorgum B-75 (Trikoesoemaningtyas et al. 2010).

Tabel 4 Tanaman yang adaptif terhadap kadar Al tinggi di lapang

Sangat toleran Toleran Medium toleran Peka Sangat PekaUbi kayu Oat Jagung Onion WortelSoba Kedelai Field bean Barley SpinasiPadi Broad bean Kubis Bit gula Seledri

Kacang tanah Gandum KetimunCowpea Milet SorgumKentang Pea Turnip

Sumber: Tanaka dan Hayakawa (1975)

Toleransi terhadap Al pada basis genetika dan fisiologi telah banyak dipelajari pada beberapa spesies tanaman budi daya dan tanaman model. Taylor (1991) menya akan bahwa mekanisme toleransi terhadap Al dapat dikelompokan menjadi: (a) mekanisme eksternal, yang merupakan ekslusi Al dari ujung akar (root apex) dan (b) mekanisme internal, suatu mekanisme yang menyebabkan tanaman memiliki daya toleransi untuk mengakumulasi Al dalam sel. Mekanisme eksternal dapat dicapai melalui imobilisasi Al pada dinding sel, selektivitas plasma membran terhadap Al, induksi pH di rizosfer atau apoplas akar, sekresi senyawa organik pengkelat Al. Resistensi internal meliputi pengkelatan Al di sitoplasma oleh asam organik atau polipeptida, kompartementasi Al di vakuola (Matsumoto 1991), sintesis protein pengikat Al, penurunan aktivitas beberapa enzim tertentu, dan induksi akumulasi protein spesifik. Suatu tanaman yang toleran terhadap keracunan Al mempunyai kriteria, antara lain (1) pertumbuhan akar normal, (2) mampu

Page 39: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

II Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Tanah Masam

23

meningkatkan pH tanah di sekitar perakaran, (3) sebagian besar Al tertahan di akar dan sedikit ditranslokasikan ke bagian atas tanaman, dan (4) ion Al tidak dapat menghambat serapan dan translokasi Ca, Mg, K, dan P (Kochian 1995).

Gambar 8 Evaluasi padi gogo dan kedelai toleran Al di lahan masam Gajrug, Jasinga (kejenuhan Al 76%; Aldd 13 me/100g; pH 4,2)Foto: Trikoesoemaningtyas dan Sopandie

Tabel 5 Beberapa tanaman yang menyekresikan asam organik sebagai strategi ekslusi Al dari ujung akar

Spesies Tanaman Genotipe Asam Organik yang dirilis PustakaKedelai Yellow Biloxi Asam sitrat, asam malat Sopandie (1999)

Kasim et al. (2001)PI 41, 6937 Asam sitrat Silva et al. (2001)Suzunari Asam sitrat Yang et al. (2000)

Gandum Atlas 66 Asam malat Huang et al. (1996), Pellet et al. (1996)

Line ET3 Asam malat Delhaize et al. (1993)Kitakami Asam malat Ishikawa et al. (2000)

Jagung SA3Sikuani

Asam sitratAsam sitrat, oksalat

Pellet et al. (1995)Kidd et al. (2001)

Sorgum SC83, NILs Asam sitrat Magalhaes (2002)Talas - Asam oksalat Ma dan Miyasaka (1998)Soba (Buckwheat)

- Asam oksalat Ma et al. (1997

Page 40: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

24

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Mekanisme EksternalEksudasi Asam Organik. Asam organik diketahui mempunyai peran yang sentral dalam mekanisme ekslusi Al dari ujung akar (Kochian et al. 2004; Samac dan Tesfaye 2003). Beberapa studi menunjukkan fakta yang kuat bahwa toleransi terhadap Al pada kedelai, jagung, gandum, sorgum, talas, dan soba dicapai melalui sekresi asam organik yang mengkelat Al pada daerah eksternal (Tabel 5). Di antara asam organik, asam sitrat memiliki aktivitas pengkelatan tertinggi terhadap Al, diikuti oleh asam oksalat dan asam suksinat (Hue et al. 1986). Aktivasi sekresi asam organik terjadi dengan cepat tanpa jeda setelah penderaan dengan Al pada beberapa tanaman, seperti gandum (Ryan et al. 1995, 2001). Pada beberapa spesies memerlukan jeda waktu yang menunjukkan perlunya induksi gen dan sintesis protein (Ma et al. 2001; Ryan et al. 2001). Ditemukan bukti yang kuat bahwa eksudasi asam malat dari akar gandum dan eksudasi asam sitrat dari akar jagung terjadi akibat aktivasi saluran anion (anion channel) pada plasma membran (Ryan et al. 2001; Zhang et al. 2001).

Gambar 9 menunjukkan mekanisme pengikatan Al oleh asam organik dengan membentuk kompleks sehingga Al menjadi tidak toksik dalam sel tanaman yang toleran terhadap Al dan aktivasi ion channel pengikat Al serta perbandingannya dengan mekanisme pada tanaman yang peka Al. Tanaman toleran Al akan membentuk ikatan kompleks Al-COOH (Carboxylate-Al) sehingga Al menjadi tidak aktif. Ikatan kompleks ini akan ditranslokasikan ke vakuola menembus membran tonoplas dan akan terjadi detoksifikasi Al. Tanaman peka tidak membentuk kompleks Al-COOH, sehingga Al tetap aktif dan dapat menghambat pembelahan sel serta penghambatan aktivitas ion channel yang dapat memengaruhi transportasi dalam sel tanaman.

Penelitian di IPB pada kedelai menunjukkan bahwa asam sitrat dan malat berperan dalam adaptasi kedelai toleran Yellow Biloxi (Sopandie 1999; Kasim et al. 2001). Penelitian terkini menunjukkan bahwa eksudasi fosfat tidak menunjukkan peran penting untuk adaptasi terhadap cekaman Al pada gandum (Tang et al. 2002). Mekanisme lain untuk ekslusi Al ialah penggabungan Al oleh protein yang disekresi (Basu et al. 1999) serta permeabilitas plasma membran yang selektif sebagai barier masuknya Al ke sitoplasma. Penelitian Sopandie et al. (2003b) menunjukkan bahwa kedelai toleran Al dapat mensintesis protein spesifik 79,8 kD pada ujung akar ketika dicekam Al. Diduga protein membran tersebut berperan dalam memfasilitasi

Page 41: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

II Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Tanah Masam

25

penurunan influks Al atau meningkatkan ekslusi Al dari sitoplasma, sehingga tanaman terhindar dari toksisitas Al.

Gambar 9 Mekanisme detoksifikasi Al dalam sel tanaman yang toleran AlSumber: Kochian et al. (2004)

Page 42: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

26

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Kemampuan Menaikkan pH Rizosfer. Peningkatan pH rizosfer pada larutan/media merupakan salah satu indikator toleransi tanaman terhadap cekaman Al. Peningkatan pH rizosfer akan meningkatkan ketersediaan unsur hara seperti P dan menurunkan ketersediaan Zn, Cu, Fe, Mn, dan Al (Haynes 1990). Genotipe toleran tanaman jagung, gandum, barley, dan padi yang ditumbuhkan pada larutan hara meningkatkan pH larutan dan menurunkan kelarutan dan toksisitas Al, sedangkan genotipe yang peka tidak mempunyai pengaruh terhadap pH dan konsentrasi kelarutan Al-nya tetap tinggi. Tanaman Arabidopsis thaliana yang diinkubasi dengan 300 μM AlCl3 selama 12 jam menunjukkan bahwa genotipe toleran mampu menaikkan pH larutan dari 4,3–4,4 menjadi 4,53, sedangkan genotipe peka hanya mampu menaikkan pH sampai 4,39. Kenaikan pH rizosfer sebesar 0,1 unit pada kondisi cekaman Al menyebabkan kenaikan laju pertumbuhan akar dua kali lipat pada genotipe toleran dibandingkan dengan genotipe peka (Degenhardt et al. 1998). Hasil penelitian Delhaize dan Ryan (1995) pada tanaman kedelai menunjukkan bahwa genotipe toleran memiliki kemampuan dua kali lipat dalam meningkatkan pH rizosfer dibandingkan dengan genotipe peka.

Eksudasi Fosfor Organik. Ujung akar tanaman jagung di samping dapat mengeksudasi asam organik, juga mampu mengeksudasikan fosfor organik. Eksudasi P dari akar tanaman merupakan proses alami hara P dan bagian dari keseimbangan hara P dalam tanaman (Pellet et al. 1996). Eksudasi fosfor organik oleh akar tanaman merupakan mekanisme sekunder yang membuat tanaman toleran terhadap Al. Detoksifikasi Al oleh fosfor disebabkan oleh terbentuknya kompleks Al-P (Delhaize et al. 1993; Pellet et al. 1995, 1996). Ketika suplai P terbatas, secara absolut eksudasi P berkurang, tetapi secara relatif meningkat dan menjadi komponen utama dalam penyerapan hara P. Jika tanaman disuplai P dengan baik, akan meningkatkan eksudasi P dibandingkan dengan tanaman dalam kondisi cekaman P. Jumlah fosfor organik yang dieksudasi pada tanaman jagung maupun pada gandum yang toleran nyata lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang peka (Pellet et al. 1995, 1996).

Mekanisme InternalMekanisme internal sangat sedikit dipelajari dan belum banyak diketahui (Samac dan Tesfaye 2003). Diketahui bahwa tanaman toleran dan peka Al sama-sama mengakumulasi Al ketika ditumbuhkan pada tanah masam dengan kandungan Al tinggi (Sopandie 1997, 1999; Sopandie et al. 2000a-c),

Page 43: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

II Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Tanah Masam

27

tetapi akumulasi Al pada genotipe toleran lebih rendah. Pada tanaman yang mengakumulasi Al (Al-accumulator), Al dikelat oleh senyawa ligan pengkelat seperti catechin, asam fenol, dan asam organik, senyawa kompleks ini sering dikeluarkan ke sel epidermis, seperti pada tanaman teh (Watanabe dan Osaki 2002a). Pada tanaman soba (buckwheat) toleran yang dicekam Al sering dijumpai kompleks Al-oksalat pada sel-sel daunnya (Ma et al. 1998), walaupun di dalam xylem Al diangkut dalam bentuk Al-sitrat (Ma et al. 1998; Ma dan Hiradate 2000). Watanabe dan Osaki (2002b) menyatakan bahwa pada melastoma asam oksalat berperan sebagai ligan pengkelat Al untuk terjadinya akumulasi Al di daun, sedangkan asam sitrat berperan dalam translokasi Al dari akar ke pucuk. Peranan asam organik pada melastoma sangat penting untuk pertumbuhan melastoma pada tanah masam. Kahat P pada tanah masam menyebabkan konsentrasi oksalat meningkat pada rizosfer, yang memungkinkan melastoma meningkatkan kelarutan P dari bentuk Al-P, sehingga ketersediaan P dan juga Al meningkat. Pada xylem sap, konsentrasi sitrat meningkat dengan meningkatnya Al, sedangkan malat, suksinat, dan α-ketoglutarat menurun dengan meningkatnya Al yang menunjukkan bahwa siklus asam trikarboksilat dipengaruhi oleh keberadaan Al. Pada tanaman harendong (Melastoma malabathricum) tersebut, yang dikenal sebagai akumulator Al dan merupakan indikator untuk tanah masam, mucilage akar berperan dalam peningkatan akumulasi Al (Watanabe et al. 2008). Akar melastoma mengeksudasi mucilage dalam jumlah besar dengan karakteristik fisik dan kimiawi yang unik, di mana mucilage berfungsi untuk meningkatkan serapan Al. Tampaknya tanaman menggunakan berbagai mekanisme untuk menoleransi Al, beberapa tanaman mungkin dengan mekanisme yang lebih spesifik, tetapi ada juga yang menunjukkan respons yang lebih umum.

Efisiensi terhadap serapan dan penggunaan hara makro dijumpai pada padi gogo. Melalui beberapa penelitian di IPB, dapat ditunjukkan bahwa toleransi terhadap Al pada padi gogo berkorelasi erat dengan efisiensi serapan dan penggunaan P (Swasti 2004), K (Trikosoemaningtyas et al. 2001; Trikoesoemaningtyas 2002; Wirnas et al. 2002), dan N (Jagau 2000), di mana sifat-sifat tersebut terbukti dapat diwariskan.

Page 44: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan
Page 45: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

3.1 Karakeristik Tanah dengan P Rendah Kekahatan (defisiensi) P merupakan faktor pembatas utama produktivitas tanaman pada sekitar 30–40% lahan di dunia. Di samping lahan-lahan yang memang mempunyai kandungan P rendah, kekahatan P juga muncul pada lahan-lahan di mana P tidak tersedia karena cenderung membentuk kompleks yang tidak larut.

Tanah tropis berkembang dalam lingkungan dan ekologi yang sangat bervariasi pada permukaan tanah sangat tua atau muda, sehingga memiliki sifat yang sangat beragam (Sanchez cit. Rao et al. 1999). Semua ordo tanah (11) terdapat di daerah tropis, di mana sekitar 36% (1,7 miliar ha) memiliki cadangan hara rendah (mengandung < 10% mineral dapat lapuk dalam fraksi pasir dan debu), dan 23% (1,1 miliar ha) memiliki kapasitas fiksasi tinggi. Fosfor merupakan hara pembatas utama pada kebanyakan tanah-tanah ini (Uexkull dan Mutert 1995). Tanah-tanah dengan keterbatasan P di daerah tropis umumnya (43%) tergolong pada ordo Oxisols dan Ultisols (Sanchez dan Uehara 1980). Tanah-tanah ordo lainnya, terutama subgrup rodik dan oksik dari Alfisols dan Inceptisols juga memiliki keterbatasan P karena komposisi mineralnya yang termasuk pengerap P tinggi. Oxisols dan Ultisols memiliki kapasitas fiksasi P sedang sampai tinggi karena adanya permukaan yang luas untuk sorbsi P akibat tingginya kandungan amorfus, mikrokristalin aluminium, dan besi oksihidroksida. Dari berbagai jenis tanah yang terdapat

IIIADAPTASI TANAMAN TERHADAP LAHAN DENGAN KETERSEDIAAN

FOSFOR RENDAH

Page 46: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

30

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

di Indonesia, Oxisols dan Ultisols merupakan jenis tanah yang dominan yakni sekitar 36,4% dari luas tanah. Pemanfaatan tanah-tanah ini untuk budi daya padi sawah menghadapi kendala kekurangan P, sehingga memerlukan pemupukan P yang cukup tinggi (Roechan dan Sudarman 1982).

Tipe-tipe tanah dengan kecenderungan terdapat defisiensi P adalah tanah bertekstur kasar dengan kandungan bahan organik rendah, tanah dengan pelapukan lanjut Ultisols, Oxisols, tanah sawah terdegradasi, tanah berkapur, tanah salin, tanah sodik, tanah vulkanis dengan sorpsi P tinggi (Andisols), serta tanah gambut dan sulfat masam dengan kandungan Al dan Fe aktif tinggi. Di Indonesia telah dipetakan status P sekitar 7,5 juta ha sawah, dari jumlah ini terdapat 17% (1,27 juta ha) berstatus P rendah, 43% (3,24 juta ha) berstatus sedang, dan 40% (2,99 juta ha) berstatus tinggi (Sofyan dan Adimihardja 2001). Defisiensi dapat juga terjadi karena pemupukan yang tidak seimbang atau penanaman varietas yang peka. Vertisols dan Inceptisols juga berpotensi menimbulkan defisiensi P pada tanaman padi (De Datta 1981).

3.2 Respons Fisiologi terhadap Cekaman Defisiensi Fosfor

Fosfor termasuk hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak seperti halnya N, K, Ca, Mg, dan S. Dalam tanaman P dijumpai dengan kadar 0,1–0,4%, lebih rendah dari kadar N dan K (Tisdale et al. 1985). Secara garis besar, fungsi P pada tanaman dapat digolongkan dalam tiga bagian (Marschner 1995). Fungsi pertama adalah sebagai penyusun makromolekul. Dua contoh utama atau terpenting dari makromolekul yang melibatkan P adalah asam nukleat (DNA, RNA) dan fosfolipid biomembran. Asam nukleat adalah senyawa yang berperan dalam pewarisan sifat dan perkembangan tanaman. Pada biomembran, P membentuk ikatan atau jembatan antara digliserida dan molekul lainnya seperti asam amino, amina, atau alkohol membentuk fosfatidilkolin (lesitin) yang menjaga intergritas membran. Fungsi kedua dari P adalah sebagai unsur pembentuk senyawa penyimpan dan perpindahan energi. Dua senyawa kaya energi yang paling umum adalah ATP dan ADP. Energi dalam ATP/ADP terletak pada ikatan pirofosfat yang pemecahannya akan melepaskan energi, dikenal dengan proses fosforilasi. ATP merupakan sumber energi untuk hampir semua proses biologi yang membutuhkan energi. Unsur P juga diperlukan dalam proses fotosintesis, yakni pada fotofosporilasi dan pembentukan ribulosa 1,5-bifosfat. Fungsi ketiga P adalah sebagai regulator

Page 47: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

III Adaptasi Tanaman terhadap Lahan dengan Ketersediaan Fosfor Rendah

31

reaksi biokimia melalui fosforilasi yang dapat mengaktivasi atau inaktivasi protein yang dianggap sebagai faktor kunci dalam transduksi sinyal.

Secara agronomis unsur P diketahui berperan dalam percepatan pematangan biji, kekuatan batang sereal, serta mutu buah, hijauan, dan biji-bijian. Ketenggangan tanaman terhadap penyakit juga meningkat pada tanaman yang mendapat cukup P (Tisdale et al. 1985). Benih yang dihasilkan dari tanaman yang mendapat cukup P akan memiliki daya kecambah dan vigor yang tinggi karena kandungan senyawa phytin yang tinggi (Mengel dan Kirby 1982). Pada tanaman padi, P diperlukan dalam perkembangan akar, mempercepat pembungaan dan pematangan (terutama pada suhu rendah), serta mendorong pembentukan anakan dan biji (De Datta 1981).

Tanaman menyerap P dari larutan tanah terutama dalam bentuk ortofosfat primer dan sekunder (H2PO4

- dan HPO42-) dan sedikit dalam bentuk senyawa

organik (Tisdale et al. 1985). Ortofosfat sekunder lebih dominan pada pH di atas 7,2, tetapi tanaman menyerap P ini lebih lambat dibandingkan dengan orthophosfat primer. Bagian tanaman yang aktif menyerap P adalah jaringan muda dekat ujung akar. Konsentrasi P yang relatif tinggi menumpuk di ujung akar diikuti oleh akumulasi yang rendah pada bagian pemanjangan, kemudian oleh akumulasi tinggi kedua pada bagian perkembangan rambut akar.

Penyerapan P oleh tanaman dari tanah adalah penyerapan aktif karena melawan gradien konsentrasi (Clarkson dan Grignon 1991). Kadar P larutan tanah di luar sel akar umumnya hanya 1μM atau kurang, sedangkan kadar dalam sitoplasma adalah 103 sampai 104 lebih tinggi. Kedua larutan dengan perbedaan konsentrasi yang besar ini dipisahkan oleh membran plasma dengan ketebalan hanya sekitar 8 nm. Untuk membawa 1 mol P ke dalam akar sel dibutuhkan energi minimal 25–40 kJ, setara dengan energi bebas yang dilepas dari hidrolisis 1 mol ATP. Energi dari hidrolisis ATP digunakan untuk memompa proton keluar membran plasma (proton-pump), menciptakan gradien pH antara sitoplasma dan apoplas (dinding sel). Ion fosfat (anion) akan masuk ke dalam sitoplasma bersama proton (symport) ataupun OH/anion antiport yang difasilitasi oleh protein khusus (transporter). Beberapa gen yang menyandi transporter P dan terekspresi di akar telah berhasil diisolasi (Smith 2000). Ekspresi gen tersebut dipengaruhi oleh status P tanaman, kekurangan P meningkatkan transkripsi transporter di akar. Berbeda dengan nitrogen, fosfor yang diserap tanaman tidak mengalami reduksi tetapi tetap dalam bentuk oksidatif tertinggi (Marschner 1995). Setelah diserap, fosfat

Page 48: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

32

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

dapat tetap sebagai P inorganik atau teresterifikasi (melalui gugus hidroksil) dengan rantai karbon (C-O-P) sebagai ester P sederhana (gula P) atau terikat dengan P lainnya dengan ikatan pirofosfat kaya energi (ATP, ADP) atau diester (C-P-C).

Pergerakan ion fosfat menuju akar tanaman terdiri atas dua cara, yakni aliran massa dan difusi (Tisdale et al. 1985). Aliran massa adalah pergerakan ion mengikuti pergerakan air menuju akar yang terjadi sebagai akibat transpirasi. Berdasarkan perhitungan besaran transpirasi dan konsentrasi ion P dalam tanah, sumbangan aliran massa dalam penyediaan P untuk tanaman dianggap kurang berarti. Dengan asumsi kadar ion P tanah (tanpa pemupukan) 0,05 ppm, aliran massa hanya menyumbang 1% kebutuhan P tanaman. Pada tanah yang dipupuk sumbangan aliran massa dapat lebih tinggi karena pemupukan meningkatkan konsentrasi ion P. Kadar P larut pada zona reaksi pupuk-tanaman dapat mencapai 2 sampai 14 ppm. Namun, keadaan ini hanya berlangsung sementara karena terjadinya transformasi P yang diberikan.

Pergerakan secara difusi merupakan mekanisme pergerakan P menuju akar yang paling penting, kecuali pada tanah dengan kadar P sangat tinggi. Difusi P sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor tanah, yakni kadar air tanah, kapasitas penyangga P tanah, temperatur, dan bentuk lintasan difusi.

Gejala khas defisiensi sering sukar terlihat, tidak seperti gejala defisiensi unsur lainnya seperti K dan Mg. Kekerdilan dan pengurangan jumlah anakan pada tanaman monokotil atau cabang pada dikotil, daun pendek dan tegak, serta penundaan pembungaan adalah gejala yang umum pada kebanyakan tanaman (Rao dan Terry 1989). Penurunan luas dan jumlah daun juga merupakan gejala defisiensi P akibat tertekannya perkembangan sel epidermis daun (Lynch et al. 1991). Tanaman yang defisien P juga sering memperlihatkan daun sempit bewarna hijau gelap (Rao dan Terry 1989). Hal ini disebabkan oleh pertambahan luas daun lebih tertekan dibandingkan dengan pembentukan kloroplas dan klorofil.

Pada tanaman padi defisiensi P mengakibatkan pertumbuhan tanaman yang kerdil dengan pengurangan jumlah anakan, daun sempit, pendek, kaku, dan bewarna hijau kotor. Jumlah daun, malai, dan biji per malai juga berkurang. Daun muda kelihatan sehat, tetapi daun tua berwarna kecokelatan dan mati. Pada tanaman yang dapat membentuk antosianin dapat muncul gejala daun berwarna merah atau ungu. Defisiensi P pada tingkat sedang sukar diamati di lapang (Dobermann dan Fairhust 2000).

Page 49: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

III Adaptasi Tanaman terhadap Lahan dengan Ketersediaan Fosfor Rendah

33

3.3 Tanaman Toleran P RendahPenelitian Syarif (2005) pada tanaman padi gogo (Gambar 10) menunjukkan bahwa terdapat beberapa varietas lokal padi yang sangat toleran terhadap defisiensi P, di antaranya Gadih Anih, Cempo, Sibatung, Siputiah 1, S.Lembulut. Toleransi terhadap kondisi P rendah yang ekstrem tersebut bahkan melebihi daya adaptasi kerabat liar padi O. glumaepatula, O. rufipogon, dan O. nivara.

Gambar 10 Evaluasi tanaman padi toleran P rendah di Ultisols Jasinga. P Bray I 0.13 ppm (sangat rendah); T= toleran, P= pekaSumber: Syarif et al. (2005)

Beberapa spesies tanaman teridentifikasi mempunyai toleransi terhadap kekahatan P seperti padi, jagung, sorgum, dan ubi jalar (Tabel 6). Hal ini memberikan harapan akan perbaikan tanaman untuk adaptasi terhadap kahat P. Penelitian Trikoesoemaningtyas et al. (2010) menunjukkan bahwa faktor pembatas utama pertumbuhan sorgum di tanah masam adalah defisiensi P. Pada keadaan P cukup tanpa kapur, galur peka dapat memberikan hasil yang setara. Galur toleran Numbu dan ZH30-29-07 lebih mampu mempertahankan pertumbuhan akar pada keadaan tercekam Al dibandingkan dengan galur peka B-75. Pada kondisi cekaman Al dan defisiensi P, genotipe toleran masih lebih mampu menyerap hara dari media tumbuhnya meskipun tanpa penambahan hara P dibandingkan dengan genotipe peka. Saat ini penelitian

Page 50: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

34

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

lanjutan untuk sorgum yang berdaya hasil tinggi pada kondisi kahat P di tanah masam sedang dilakukan secara lebih mendalam (Sopandie et al. 2012). Hasil sementara menunjukkan bahwa varietas lokal Watar Hammu Putih dari NTT dan varietas Numbu menunjukkan konsistensi yang tinggi daya adaptasinya terhadap P rendah di tanah masam dengan kejenuhan Al > 30%. Belum ada laporan hasil penelitian untuk tanaman pangan lainnya terkait dengan adaptasi fisiologi terhadap lahan-lahan dengan kandungan P rendah.

Tabel 6 Adaptasi tanaman terhadap P rendah

Toleran Medium toleran PekaPadi Gandum Bit gulaJagung Barley TomatKacang Azuki Kedelai PeaSorgum Field bean KapasUbi jalarSoba

Sumber: Tanaka (1980)

Penelitian terkini (Sopandie et al. 2012) untuk verifikasi daya toleransi terhadap defisiensi P dari galur-galur sorgum pada tanah masam telah dilakukan menggunakan beberapa galur sorgum koleksi ICRISAT (5-193-C, 10-90-A, 150-20-A, 150-21-A), genotipe lokal WHP (Watar Hammu Putih) dari Nusa Tenggara Timur, varietas nasional (Numbu), dan varietas introduksi (UPCA). Semua galur ditanam di tanah masam (Ultisols Jasinga) di Kebun Percobaan Desa Bagoang, Jasinga, Kabupaten Bogor (pH 4,4, KTK 14,34 cmolc/ kg, Aldd 2,79 cmolc/ kg).

Tabel 7 Pengaruh genotipe sorgum terhadap karakter malai pada 14 MST

Genotipe Panjang malai (cm)

Bobot malai (g)

Bobot kering malai (g)

Bobot biji per malai (g)

PTT (oBrix)

Indeks panen

UPCA 21,67b 92,06 8,31b 58,32 5,84c 67,18ab5-193-C 24,00b 110,55 7,54b 45,17 - 52,39bWHP 28,67a 99,45 10,03b 68,45 13,83a 78,15abNUMBU 20,22b 94,61 9,32b 57,10 9,18b 66,42ab10-90-A 23,67b 81,74 22,17a 64,69 9,17b 86,72a150-20-A 23,67b 92,49 10,01b 55,36 5,97c 66,42ab150-21-A 32,33a 84,43 9,91b 48,86 11,17b 58,62ab

Sumber: Sopandie et al. (2012)

Page 51: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

III Adaptasi Tanaman terhadap Lahan dengan Ketersediaan Fosfor Rendah

35

Hasil penelitian Sopandie et al. (2012) tersebut menunjukkan (Tabel 7) bahwa bobot malai, bobot kering malai, dan bobot biji per malai tidak berbeda antargenotipe sorgum yang diuji. Namun demikian genotipe 10-90-A dan WHP memiliki indeks panen yang tinggi dan tidak berbeda dengan genotipe Numbu (Tabel 7). Genotipe WHP juga memiliki padatan total terlarut (PTT) yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya saat ditanam pada tanah masam dan kahat P. Genotipe WHP dan 10-90-A secara konsisten menunjukkan pertumbuhan vegetatif dan indeks panen yang baik saat ditanam di lokasi percobaan bertanah masam. Kedua genotipe ini tergolong toleran terhadap P rendah di tanah masam, seperti varietas toleran Numbu yang sudah dievaluasi lebih dulu (Trikoesoemaningtyas et al. 2010).

Toleransi tanaman terhadap kondisi cekaman tidak hanya dinilai dari keragaan tanaman pada kondisi cekaman, tetapi juga dilihat dari perbandingan keragaan tanaman pada kondisi optimum dan kondisi tercekam. Penelitian yang lain oleh Agustina et al. (2010) dan Agustina (2011) menunjukkan bahwa dibandingkan dengan saat ditanam pada kondisi optimum, cekaman tanah masam menyebabkan penurunan bobot kering yang lebih rendah pada genotipe toleran Numbu (17%) dibandingkan dengan genotipe peka B69 (28,2%) dan B75 (29,8%). Oleh karena itu pada penelitian terkini (Sopandie et al. 2012), berdasarkan bobot basah tajuk, genotipe UPCA dan 150-20-A dapat dikategorikan sebagai genotipe peka. Sebaliknya, berdasarkan komponen pertumbuhan vegetatif dan hasil yang tidak berbeda dibandingkan dengan genotipe Numbu, genotipe WHP dan 10-90-A dapat dikategorikan sebagai genotipe toleran terhadap tanah masam.

3.4 Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap P Rendah

Mekanisme adaptasi tanaman terhadap kekahatan P dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu (1) mekanisme internal yang berkaitan dengan efisiensi penggunaan P oleh jaringan dan (2) mekanisme eksternal yang memungkinkan efisiensi serapan P yang lebih tinggi oleh akar (Peng dan Ismail 2004). Mekanisme internal dicapai melalui kemampuan tanaman untuk (a) memanfaatkan P dengan efisien dan (b) memobilisasi P dari jaringan yang tidak lagi aktif bermetabolisme. Menurut Kochian et al. (2004), ketersediaan P tanah yang rendah akibat mudahnya P terfiksasi oleh bahan organik menyebabkan mekanisme eksternal menjadi lebih penting di mana

Page 52: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

36

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

tanaman mengembangkan berbagai mekanisme untuk membuat P menjadi tersedia dan juga meningkatkan kemampuan menyerap P.

Mekanisme eksternal dalam adaptasi terhadap kekahatan P meliputi: (1) kemampuan tanaman untuk membentuk perakaran yang lebih panjang, (2) kemampuan meningkatkan luas serapan dengan pertumbuhan rambut-rambut akar, (3) kemampuan melarutkan P tidak tersedia melalui perubahan pH atau sekresi senyawa pengkelat, (4) kemampuan menggunakan P organik melalui sekresi phosphatase, dan (5) kemampuan dalam bersimbiosis dengan mikorhiza (Peng dan Ismail 2004). Salah satu mekanisme eksternal penting dalam meningkatkan kemampuan menyerap P adalah dengan peningkatan kinetika serapan P (Kochian et al. 2004). Mekanisme adaptasi tanaman terhadap kekahatan P yang meliputi respons morfologi, fisiologi, biokimia, dan molekuler dapat disimpulkan seperti yang ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Respons tanaman terhadap keadaan kahat PTingkatan respons

tanaman Respons Tanaman

Morfologi peningkatan nisbah akar: tajuk, perubahan morfologi dan arsitektur akar, peningkatan jumlah dan panjang rambut akar, akumulasi pigmen antosianin, pembentukan akar proteoid

Fisiologi peningkatan serapan P, penurunan efluks Pi, peningkatan efisiensi penggunaan P, mobilisasi Pi dari vakuola ke sitoplasma, translokasi antarjaringan, sekresi asam organik, proton, sekresi fosfatase dan RNase, perubahan metabolisme karbon, fotosintesis dan fiksasi nitrogen

Biokimia aktivasi enzim-enzim, peningkatan produksi fosfatase, RNase dan asam organik, perubahan dalam fosforilasi protein

Molekuler aktivasi gen-gen yang mengendalikan sintesa RNase, fosfatase, fosfat transporter, Ca2+-ATPase, beta glukosidase, dan PEPCase

Sumber: Roghothama (1999)

Morfologi Akar. Berbeda dengan unsur hara N dan K, P diserap oleh akar melalui difusi yang berjalan lambat. Oleh sebab itu memperluas permukaan serap melalui perubahan arsitektur dan morfologi akar menjadi mekanisme yang efektif dalam meningkatkan kemampuan serap. Mobilitas P yang rendah pada tanah menyebabkan karakter morfologi akar seperti panjang akar dan luas permukaan ditemukan sangat memengaruhi serapan P pada beberapa spesies tanaman (Otani dan Ae 1996; Kirk dan Du 1997).

Dalam penelitian dengan beberapa kultivar padi ditemukan bahwa toleransi terhadap P rendah seluruhnya bergantung pada variasi genetik dalam serapan P, yang sangat bergantung kepada ukuran akar (Wissuwa dan Ae

Page 53: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

III Adaptasi Tanaman terhadap Lahan dengan Ketersediaan Fosfor Rendah

37

2001). Kochian et al (2004) menyatakan bahwa perubahan morfologi akar sebagai adaptasi terhadap P tanah yang rendah dicapai dengan meningkatnya percabangan akar dibarengi oleh pengurangan diameter akar, sehingga tercapai luas permukaan serap akar yang lebih besar. Selain panjang dan volume akar, rambut akar juga berperan dalam penyerapan P. Penyerapan per unit panjang akar meningkat dengan pembentukan rambut akar. Hal ini disebabkan rambut akar meningkatkan area permukaan akar sehingga volume eksplorasi tanah per panjang akar meningkat.

Peningkatan Kinetika Serapan. Perubahan fisiologi akar juga merupakan mekanisme ketenggangan tanaman terhadap terbatasnya suplai P, seperti diperlihatkan oleh tanaman jagung dan kedelai (Junk et al. 1990). Pada kedua tanaman ini terlihat peningkatan daya serap akar maksimum akibat penurunan kadar P tanaman pada kondisi P rendah pada medium pertumbuhan. Nielsen dan Schjorring (1983) mendapatkan variasi kinetik serapan P akar pada genotipe barley dan kesesuaian antara serapan P tanaman di lapang dengan serapan berdasarkan dugaan menggunakan peubah kinetik serapan (I max, Km, Cmin).

Sebuah model yang menunjang peningkatan kinetika serapan P adalah modifikasi aktivitas transpor P pada membran plasma. Kinetika serapan P menunjukkan adanya: (1) high affinity transporter yang aktif pada konsentrasi P rendah dan (2) low affinity transporter yang aktif pada konsentrasi P tinggi. Rendahnya P di larutan tanah menunjukkan bahwa high affinity transporter lebih aktif dibandingkan dengan low affinity transporter. Gordon-Weeks et al. (2003) melaporkan adanya peningkatan ekspresi gen-gen dari kelompok Pht 1 yang menyandikan proton-Pi cotransporter pada akar tanaman kentang yang ditumbuhkan pada keadaan kahat P. Penyerapan P melalui transporter dimediasi oleh H+-Pi cotransport yang mendapat energi dari H+-ATPase. Pada keadaan kahat P, beberapa spesies tanaman akan beradaptasi dengan meningkatkan aktivitas pemompaan proton dengan meningkatkan aktivitas H+-ATPase pada membran plasma. Aktivitas H+-ATPase yang meningkat akan diikuti oleh peningkatan kinetika penyerapan P seperti yang diamati pada Lupin (Lupinus alba) pada keadaan kahat hara P (Yan et al. 2002).

Eksudasi Akar dan Mobilisasi P. Eksudasi asam organik (malat, sitrat, oksalat) adalah mekanisme lain tanaman untuk meningkatkan ketersediaan P dari tanah. Asam organik dapat meningkatkan ketersediaan P melalui mekanisme pelarutan senyawa P sukar larut (Al-P, Fe-P) dengan penurunan

Page 54: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

38

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

pH atau desorbsi P dari tapak jerapan dengan pertukaran anion (Crowley dan Rengel 2000). Anion dari asam organik dapat membentuk kompleks dengan Al atau Fe sehingga dapat melepaskan ion fosfat atau mencegah ion fosfat bereaksi dengan ion Al atau Fe. Peningkatan eksudasi asam organik (sitrat) pada kondisi P rendah adalah terjadinya modifikasi metabolisme karbohidrat yakni peningkatan aktivitas sitrat sintase mitokondria yang mengakibatkan peningkatan produksi sitrat yang kemudian diseksresikan. Koyama et al. (2000) telah berhasil mengisolasi gen penyandi sitrat sintase mitokondria (CS) tanaman wortel dan mengintroduksikannya pada Arabidopsis thaliana. Tumbuhan A. thaliana transgenik memperlihatkan overekspresi CS pada tanah dengan ketersediaan P rendah dan pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan asal (nontransgenik). Eksudasi asam organik dan senyawa karbon lainnya tidak hanya berpengaruh langsung terhadap peningkatan ketersediaan hara bagi tanaman, tetapi memiliki pengaruh tidak langsung melalui pertumbuhan mikroorganisme tanah karena senyawa-senyawa tersebut merupakan substrat bagi pertumbuhan mikroorganisme tanah. Peningkatan pertumbuhan mikroorganisme dapat memengaruhi pH dan redoks tanah, serta mineralisasi bahan organik. Selanjutnya, mikroorganisme dapat meningkatkan eksudasi akar melalui pelepasan zat pengatur tumbuh yang dapat meningkatkan pertumbuhan akar.

Di samping peningkatan eksudasi asam organik yang dapat memobilisasi P anorganik, beberapa tumbuhan juga meningkatkan ekskresi enzim fosfatase (Ozawa et al. 1995) atau fitase (Li et al. 1997) yang dapat melarutkan P organik sehingga lebih tersedia untuk tumbuhan. Hasil penelitian Wasaki et al. (2003) pada tanaman white lupins (Lupinus albus L. cv. Kievskij mutant) yang diberi P cukup dan defisien P pada kultur hara di rumah kaca menunjukkan bahwa akar menyekresikan lebih banyak asam fosfatase (S-APase) saat ditumbuhkan pada kondisi cekaman P rendah dibandingkan dengan P yang cukup. Fosfor yang rendah juga menginduksi vigor pertumbuhan kelompok cluster akar, di mana fungsi cluster ditemukan ada kaitannya dengan sekresi S-APase. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa ekpresi gen S-Apase juga paling tinggi di dalam akar yang tumbuh pada kondisi defisiensi P. Juga diketahui bahwa penurunan konsentrasi P internal menstimulir ekpresi S-Apase dan pembentukan cluster akar.

Page 55: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

III Adaptasi Tanaman terhadap Lahan dengan Ketersediaan Fosfor Rendah

39

Asam fitase sangat penting dalam mobilisasi ketersediaan P pada pertumbuhan benih yang dapat menghidrolisis sodium fitat dan perkecambahan polen. Hasil penelitian Li et al. (1997) menunjukkan bahwa defisiensi P meningkatkan sekresi asam fitase pada akar beberapa jenis tanaman. Namun P rendah tidak hanya meningkatkan sekresi fitase, tetapi juga meningkatkan asam fosfat. Sekresi fitase dalam tanaman yang ditumbuhkan pada kondisi P rendah meningkat tinggi pada Brachiaria decumbens CIAT 606, Stylosanthes guianensis CIAT 184 dan tomat, sedangkan pada Brachiaria brizantha CIAT6780, Stylosanthes guianensis CIAT 2950, alfalfa, white clover dan orchard grass, tetapi lebih rendah pada Andropogon gayanus CIAT 621, Stylosanthes capitata CIAT 10280, padi gogo, timothy, redtop, alsike clover, red clover, dan white lupin.

Peningkatan Efisiensi Penggunaan. Mekanisme yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan P pada tumbuhan dapat dicapai melalui mekanisme partisi P di dalam tumbuhan dan efisiensi penggunaan pada level seluler. Partisi P dalam tumbuhan terdiri atas remobilisasi dalam tumbuhan dan kadar P pada organ yang dipanen. Efisiensi pada level seluler terdiri atas kompartementasi P intraseluler dan kebutuhan metabolis P. Remobilisasi P dalam tumbuhan merupakan salah satu mekanisme yang penting dalam meningkatkan efisiensi penggunaan P. Fosfor dari organ atau jaringan yang kurang atau tidak aktif dimobilisasi ke jaringan atau organ yang aktif sehingga P yang telah diserap tumbuhan dapat digunakan kembali dalam proses fisiologi. Salah satu contoh remobilisasi P yang penting adalah mobilisasi P dari daun yang menua ke titik tumbuh (Chapin dan Kedrowski 1983).

Translokasi hara yang diserap dari akar ke tajuk juga menentukan efisiensi penggunaan P. Penyerapan hara yang tinggi belum tentu memecahkan masalah defisiensi P, bergantung pada apakah penyerapan yang tinggi tersebut disertai oleh translokasi ke tajuk. Pada Arabidopsis thaliana tipe liar misalnya ditemukan bahwa penyerapan yang tinggi tidak disertai oleh translokasi yang tinggi. Hanya 35% dari P yang diserap ditranslokasikan ke tajuk dibandingkan dengan 90% pada tipe mutannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyerapan dan translokasi ke tajuk diatur oleh mekanisme terpisah yang dikendalikan secara genetik (Poirer et al. 1991).

Page 56: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

40

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

awal dari kekahatan P

Signal awal/ cekaman umum

Ribo regulator Faktor transkipsi Tanggap umum

Metabolisme

Perubahan/pengalihan metabolisme Metabolisme sekunder

Fisiologi

Penyerapan P meningkat Modifikasi rizosfer Mobilisasi P internal Perubahan P internal Daur ulang P internal

Morfologi

Perubahan hormonal Nisbah akar/tajuk meningkat Perbanyakan akar rambut Pembentukan akar lateral

Taraf Kekahatan P

Gambar 11 Urutan gen-gen yang berubah ekspresinya saat terinduksi kahat P secara hipotetikSumber: Hammond et al. (2004)

Kompartementasi P intraseluler juga dapat memengaruhi efisiensi penggunaan P tumbuhan. Penelitian Mimura et al. (1996) menunjukkan bahwa terjadi pergerakan P dari vakuola ke sitoplasma pada kondisi defisien P. Adanya pergerakan ini memungkinkan kadar P dalam sitoplasma dapat dipertahankan, sehingga proses fisiologis tetap berjalan normal. Proporsi fraksi P anorganik yang lebih rendah pada perlakuan P rendah dibandingkan dengan perlakuan P tinggi pada tanaman padi (Swasti 2004) mengindikasikan adanya transfer P (anorganik) dari vakuola dan digunakan untuk sintesis bahan organik.

Page 57: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

III Adaptasi Tanaman terhadap Lahan dengan Ketersediaan Fosfor Rendah

41

Efisiensi metabolis adalah salah satu mekanisme adaptasi yang dikemukakan oleh Gerloff dan Gabelman (Blum 1988). Indikasi adanya metabolisme yang efisien adalah produksi bahan kering yang lebih tinggi pada konsentrasi hara rendah. Bukti adanya metabolisme yang efisien P dikemukakan oleh Murley et al. (1998). Beberapa tanaman yang dapat bertenggang pada kondisi P rendah menunjukkan aktivitas PFP (Pyrophosphat-dependent phospho-fruktokinase) yang tinggi. Enzim ini mengatalisis reaksi yang memotong reaksi ATP-dependen fruktokinase (PFK). Modifikasi ini dapat mendaur ulang Pi dan menghemat penggunaan ATP (Murley et al. 1998).

Dari sejumlah mekanisme yang dikembangkan oleh tanaman sebagai bentuk adaptasi terhadap kekahatan P, mekanisme eksternal merupakan mekanisme yang terpenting. Mekanisme ini memungkinkan tanaman menghindarkan kandungan P jaringan yang rendah dengan meningkatkan penyerapan (Raghothama 1999). Dalam penelitian pada beberapa kultivar padi ditemukan bahwa toleransi terhadap P rendah seluruhnya bergantung pada variasi genetik dalam serapan P, yang sangat bergantung pada ukuran akar dan efisiensi akar (Wissuwa dan Ae 2001).

Analisis genetik telah dilakukan untuk memperdalam pemahaman tentang mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman kekahatan P, yaitu dengan mengidentifikasi dan melakukan karakterisasi terhadap mutan Arabidopsis thaliana dengan kemampuan menyerap dan menggunakan hara P yang berbeda atau dengan melakukan analisis Quantitative Trait Loci (Kochian et al. 2004).

Dengan berkembangnya teknik microarray, sejumlah gen yang berperan dalam efisiensi hara P dapat dikarakterisasi secara simultan. Hammond et al. (2004) mengelompokkan gen-gen yang berperan dalam adaptasi terhadap kekahatan P menjadi kelompok gen-gen yang merespons paling awal dan umumnya tidak spesifik terhadap kahat P (early genes) dan gen-gen yang menyandikan perubahan morfologi, fisiologi, dan biokimia (late genes) yang aktif ketika terjadi cekaman kahat P dalam waktu yang lama. Sampai saat ini belum diketahui kapan tepatnya ekspresi gen-gen ini mulai berubah dengan adanya kekahatan P. Secara hipotesis dapat digambarkan urutan gen-gen yang berubah ekspresinya saat terinduksi kahat P (Gambar 11).

Page 58: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan
Page 59: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

4.1 Karakteristik Lahan Tadah HujanLuas potensi lahan kering yang dapat dikembangkan untuk tanaman semusim, khususnya padi ada sekitar 25,33 juta ha. Dari total luas potensi lahan kering tersebut, yang sudah dimanfaatkan masih relatif sangat kecil, sehingga dari lahan kering yang ada di Indonesia masih terbuka peluang yang sangat lebar untuk pengembangan tanaman padi. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian (2005), pengembangan jagung melalui perluasan areal dapat diarahkan pada lahan-lahan potensial, seperti sawah irigasi dan tadah hujan yang belum dimanfaatkan secara optimal pada musim kemarau serta lahan kering pada musim hujan. Berdasarkan penyebaran luas sawah dan jenis irigasinya, diperkirakan potensi luas pertanaman jagung yang dapat diperoleh dari peningkatan Indeks Pertanaman (IP) di lahan sawah adalah seluas 457.163 ha, dengan rincian: (a) 295.795 ha di Pulau Sumatera dan Kalimantan, (b) 130.834 ha di Sulawesi, dan (c) 30.534 ha di Bali dan Nusa Tenggara. Potensi lahan kering yang sesuai untuk tanaman jagung dan belum dimanfaatkan cukup luas sekitar 20,5 juta ha, yang tersebar di Sumatera (2,9 juta ha), Kalimantan (7,2 juta ha), Sulawesi (0,4 juta ha), Maluku dan Papua (9,9 juta ha), serta Bali dan Nusa Tenggara (0,06 juta ha). Potensi lahan untuk pengembangan tanaman kedelai tersebar di seluruh pulau di Indonesia seluas 1,7 juta hektar. Perluasan areal tanam dilakukan melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) pada lahan sawah irigasi sederhana, lahan sawah tadah hujan, atau lahan kering. Wilayah sasaran perluasan areal adalah NTB, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Utara, Aceh, dan Sulawesi Selatan (Balitbang Deptan 2005).

IV ADAPTASI TANAMAN TERHADAP

CEKAMAN KEKERINGAN DI LAHAN TADAH HUJAN

Page 60: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

44

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

4.2 Cekaman KekeringanCekaman kekeringan telah memberikan pengaruh yang buruk bagi produktivitas dan produksi pangan dunia. Sesuai perkiraan WHO, kekeringan telah menyebabkan kematian dari separuh penduduk dunia yang mati akibat bencana alam. Sejalan dengan adanya perubahan iklim, telah diprediksi bahwa pola curah hujan di dunia diperkirakan akan mengalami perubahan, yaitu akan menjadi curah hujan yang lebat secara eratik atau malah kekeringan yang panjang akan terjadi (Allen dan Ingram 2002). Oleh karena itu, cekaman kekeringan akan berlanjut sebagai ancaman terhadap produksi pangan dunia karena air yang terbatas akan menyebabkan cekaman air yang membatasi produksi pangan penting di dunia.

Kebutuhan terhadap suatu alternatif yang baru untuk sistem pertanian yang berkelanjutan, seperti tanaman yang toleran kekeringan, akan menyediakan solusi praktikal yang penting untuk menanggulangi ketersediaan air yang terbatas.

4.2.1 Respons Fisiologi terhadap Cekaman Kekeringan

Cekaman kekeringan akan menurunkan pertumbuhan dan fotosintesis (Taiz dan Zeiger 1998). Penurunan fotosintesis pada kondisi kekeringan disebabkan oleh penutupan stomata dan pengaruh metabolis. Defisit air akan menyebabkan penutupan stomata yang akan menurunkan konsentasi CO2 seluler, sedangkan dehidrasi pada sel mesofil daun dapat menyebabkan kerusakan organ-organ fotosintesis. Efek buruk cekaman kekeringan terhadap fotosintesis akan dimediasi dengan tanggap terhadap: (i) sistem respirasi, transpor elektron, sintesis ATP pada mitokondria (Atkin dan Macherel 2009); (ii) akumulasi metabolit yang diinduksi cekaman (Zhang et al. 1999); dan (iii) ekspresi gen dan sintesis protein (Lawlor dan Tezara 2009).

Adaptasi secara langsung yang utama terhadap cekaman kekeringan adalah mengakumulasi air untuk menunda atau terhindar (escape) dari cekaman. Berbeda halnya pada tanaman yang toleran, umumnya mampu menghadapi cekaman air dengan mengurangi fungsi metabolis yang dilanjutkan berfungsi kembali setelah terjadi peningkatan potensial airnya pada sel (Bartels 2005). Tanaman lain mampu mempertahankan fungsi biologinya pada kondisi potensial air yang rendah, walaupun dengan pertumbuhan yang terbatas (Ramanjulu dan Bartels 2002). Strategi lain untuk mengurangi kehilangan

Page 61: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IV Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan di Lahan Tadah Hujan

45

air adalah penutupan stomata yang dimediasi oleh sintesis ABA. Adaptasi ini berimplikasi terhadap menumpuknya gas CO2 yang akan menurunkan laju fotosintesis (Bohnert dan Sheveleva 1998) yang akan menyebabkan ketidakseimbangan energi, di mana aliran elektron neto terjadi terhadap oksigen menyebabkan kenaikan konsentrasi ROS (reactive oxygen species) dan proses-proses oksidatif (Levine 1999).

Tanaman C4 dan CAM telah mengembangkan strategi dalam penangkapan CO2 untuk pembentukan gula pada kondisi ketersediaan air yang terbatas. Metabolisme ini melibatkan asimilasi CO2 nokturnal pada CAM serta tanaman C4 telah mengembangkan mekanisme yang efisien dalam pengikatan CO2 oleh Rubisco. Tanaman C4 telah mengembangkan anatomi daun khusus, di mana sel seludang pembuluhnya (bundle sheat cells) memiliki kloroplas, di samping sel mesofilnya seperti tanaman C3. Sebagai pengganti fiksasi CO2 pada siklus Calvin, CO2 dikonversi ke dalam bentuk 4-karbon asam organik dengan kemampuan meregenerasi ulang CO2 dalam kloroplas pada sel seludang pembuluhnya. Sel ini akan menggunakan CO2 untuk pembentukan karbohidrat melalui lintasan konvensional C3. Untuk proses ini stomata buka malam hari pada CAM yang memungkinkan tanaman CAM berlindung dari lingkungan panas, seperti ditunjukkan dengan tingkat konsumsi air yang sangat rendah dibandingkan dengan tanaman lain (Zhu et al. 2008). Adaptasi anatomi pada tanaman toleran kekeringan terdiri atas jaringan spons, yang berperan sebagai reservoir air, pertumbuhan juga terhambat dan tanaman mengurangi luas daun untuk membatasi evaporasi (Passioura 1996). Strategi yang sama ditunjukkan dengan penggulungan daun, absisi bunga, perubahan permeabilitas kutikula (Taiz dan Zeiger 1998). Respons fisiologi yang lain di antaranya induksi pembungaan yang dihubungkan dengan pergerakan jarak jauh protein FT (Lin et al. 2007).

4.2.2 Respons BiokimiaRespons adaptasi didasarkan pada perubahan yang kompleks untuk menghadapi cekaman air difokuskan dengan mengatur potensial air pada jaringan yang penting. Pada level seluler, membran sel seperti juga sistem endomembran mengalami perubahan disposisi secara dramatis dan membatasi fungsi organel, seperti halnya integritas sel sebagai respons terhadap cekaman air (Gigon et al. 2004). Dinding sel merupakan barier fisik yang juga melakukan proteksi dalam tingkat terbatas karena adanya deformasi propertinya (Murphy dan Ortega 1995). Ketika sel terkena cekaman air, rigiditas dari

Page 62: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

46

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

dinding sel akan menyediakan perlindungan secara mekanik, tetapi organ ini permiabel sehingga memungkinkan terjadi desikasi jika cekaman yang lebih tinggi diberikan (Versluos et al. 2006). Adaptasi biokimia yang umum adalah penyesuaian osmotik (osmotic adjusment), yang merupakan akibat dari disintesisnya metabolit baru (Bartels dan Sunkar 2005). Senyawa metabolit ini adalah molekul hidrofilik yang memiliki kelarutan tinggi (hydrophylic highly soluble molecules) yang mampu memproduksi permukaan solvasi (solvation) yang menangkap air selama ketersediaan air terbatas. Beberapa contoh osmolit tersebut adalah asam amino, glisin-betain, gula, gula alkohol yang merupakan molekul tidak beracun pada konsentrasi tinggi, maka tidak memberikan pengaruh terhadap metabolisme seluler. Hipotesis yang lain, osmolit tersebut memiliki fungsi tambahan di samping untuk mempertahankan turgiditas, yaitu menghadapi cekaman oksidatif melalui penekanan terhadap ROS (Bartels dan Sunkar 2005). Gula yang diakumulasikan pada saat terjadinya cekaman tampaknya berfungsi untuk stabilitas membran dan menjaga terjadinya fusi antara membran dengan makromolekul lain seperti protein LEA. Trehalose adalah disakarida yang diakumulasikan pada kondisi cekaman kekeringan yang berfungsi selama perkembangan embrio dan pembungaan, seperti halnya juga dalam pengaturan metabolisme karbon dan fotosintesis (Itturiaga et al. 2009). Prolin (proline) berada di alam, juga memiliki fungsi sebagai osmolit, selain fungsi lain untuk memproteksi integritas membran plasma (Mansour 2000), yaitu sebagai sumber karbon dan nitrogen (Peng et al. 1996) dan berfungsi untuk menghilangkan ROS (Hong et al. 2000). Glisin-betain telah dilaporkan sebagai osmoprotektan yang mengatur keseimbangan air pada organ tanaman (Chen dan Murata 2002).

4.2.3 Respons MolekulerToleransi terhadap kekeringan adalah sifat kuantitatif (quantitative traits) yang melibatkan satu set gen kompleks. Pada saat cekaman diterima tanaman, terjadi perubahan dalam pola ekspresi mulai dari gen yang produknya berperan dalam respons awal (early response genes) seperti sinyal transduksi, faktor transkripsi, dan translasi, sampai pada gen-gen yang responsnya di ujung (late response genes) seperti transpor air, keseimbangan osmotik, stres oksidatif, dan perbaikan dari kerusakan (Shinozaki dan Yamaguchi-Shinozaki 2000; Zhu 2001). Respons adaptif yang teramati adalah konsekuensi dari terjadinya perubahan ekspresi tersebut meliputi pembungaan awal dan penghambatan pertumbuhan. Mekanisme secara detail terhadap kekeringan dijelaskan di bawah ini.

Page 63: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IV Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan di Lahan Tadah Hujan

47

4.3 Mekanisme Adaptasi terhadap Cekaman Kekeringan

Terdapat empat mekanisme umum agar tanaman dapat beradaptasi pada cekaman kekeringan, yaitu drought escape, dehydration avoidance, dehydration tolerance, dan drought recovey (Fukai dan Cooper 1995). Walaupun demikian sering kali tanaman menggunakan lebih dari satu mekanisme untuk tahan kekeringan (Mitra 2001).

Drought escape merupakan kemampuan tanaman untuk menyelesaikan siklus hidupnya sebelum adanya kekeringan yang cukup serius. Mekanisme ini meliputi perkembangan fenologi yang cepat (umur berbunga dan umur panen lebih awal), perkembangan plastisitas (variasi dalam periode pertumbuhan bergantung defisit air), dan remobilisasi asimilat pre-anthesis ke biji (Fukai dan Cooper 1995; Mitra 2001).

Dehydration avoidance merupakan kemampuan tanaman untuk memelihara potensial air jaringan tetap tinggi meskipun pada kondisi kurang air, dengan cara memperbaiki serapan air, menyimpannya dalam sel tanaman, dan mengurangi hilangnya air. Drought avoidance terjadi melalui pemeliharaan turgor sel dengan cara meningkatkan kedalaman akar, sistem perakaran yang efisien, serta meningkatkan laju dan jumlah pengangkutan air ke tajuk dan dengan mengurangi kehilangan air melalui lapisan epidermis (seperti stomata dan lentikular), mengurangi jerapan panas radiasi melalui penggulungan atau pelipatan daun (leaf rolling atau folding) dan mengurangi penguapan melalui permukaan daun (leaf area). Tanaman pada kondisi kekeringan akan bertahan hidup dengan cara menjaga sel tetap turgor dan mengurangi kehilangan air (Fukai dan Cooper 1995; Mitra 2001). Fukai dan Cooper (1995) menjelaskan bahwa sebagian besar galur padi yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang relatif baik selama kekeringan adalah dengan memelihara potensial air daun tetap tinggi.

Dehydration tolerance merupakan kemampuan tanaman menjaga proses metabolisme tetap berlangsung normal meskipun pada kondisi kurang air dan potensial air jaringan rendah. Respons tanaman terhadap rendahnya potensial air jaringan menentukan tingkat toleransi tanaman terhadap kekeringan. Mekanisme ini menjaga turgor melalui pengaturan osmotik (osmotic adjustment, proses induksi akumulasi solute dalam sel), meningkatkan elastisitas sel, dan mengurangi ukuran sel, serta resistensi protoplasma (Fukai dan Cooper 1995; Mitra 2001).

Page 64: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

48

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Drought recovery merupakan mekanisme penyembuhan di mana proses metabolisme berjalan normal kembali setelah mengalami stres kekeringan. Mekanisme ini penting manakala stres kekeringan terjadi pada awal perkembangan tanaman. Beberapa genotipe padi mampu menghasilkan beberapa anakan meskipun dalam kondisi kekeringan, anakan tersebut masih tetap produktif. Recovery genotipe dari stres kekeringan terkait dengan kemampuannya mempertahankan daun tetap hijau selama periode kering (Fukai dan Cooper 1995).

Akan tetapi, mekanisme adaptasi tersebut memiliki beberapa kelemahan. Genotipe genjah dengan umur pendek umumnya berdaya hasil rendah dibandingkan dengan yang berumur panjang. Mekanisme yang menyebabkan ketahanan terhadap kekeringan melalui pengurangan kehilangan air (misalnya dengan cara menutupnya stomata dan mengurangi luas daun) umumnya berimplikasi pada menurunnya fiksasi karbon dioksida (CO2). Osmotic adjustment (OA) meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dengan pemeliharaan turgor tanaman, tetapi peningkatan konsentrasi solut dalam sel tanaman membutuhkan energi yang cukup banyak dikeluarkan tanaman. Konsekuensinya, adaptasi tanaman harus menunjukkan keseimbangan antara escape, avoidance, dan tolerance dengan menjaga produktivitas yang memadai (Mitra 2001).

Ada dua pendekatan utama yang sering digunakan untuk melihat kemampuan tanaman dalam menghadapi cekaman kekeringan. Pendekatan pertama adalah dengan melihat kemampuan pengambilan air secara maksimal dengan perluasan dan kedalaman sistem perakaran. Pendekatan kedua dengan melihat kemampuan tanaman mempertahankan turgor melalui penurunan potensial osmotik, mengingat tekanan turgor mutlak diperlukan bagi jaringan untuk menjaga tingkat aktivitas fisiologi (Terdieu 1997).

4.3.1 Mekanisme Toleransi Secara FisiologiSloane et al. (1990) mendapatkan bahwa suatu genotipe kedelai mempunyai hasil yang lebih baik dari genotipe lain karena mampu menjaga tekanan turgor daun, laju transpirasi dan pertukaran CO2 bersih. Menurut Hale dan Orcutt (1987) dan Terdieu (1997) beberapa faktor yang dapat membantu mempertahankan turgor adalah (1) penurunan potensial osmotik, (2) kemampuan mengakumulasi zat-zat terlarut, (3) elastisitas sel atau jaringan yang tinggi, dan (4) ukuran sel yang kecil.

Page 65: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IV Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan di Lahan Tadah Hujan

49

Pengaturan Potensial Osmotik. Proses pengaturan tekanan osmotik dalam menghadapi cekaman kekeringan sering dikenal sebagai “osmotic adjustment, OA”. OA merupakan suatu proses adaptif di mana terjadi akumulasi solut nontoksik ‘compatible solute’ di dalam sel dan menurunkan potensial osmotik selama berlangsungnya defisit air. Senyawa-senyawa terlarut yang diakumulasi selama proses osmotic adjustment meliputi senyawa-senyawa fructan, trehalose, polyol, poliamin, prolin, dan glisinbetain (Mitra 2001).

Akumulasi Asam Amino Prolin. Banyak peneliti yang menyatakan bahwa prolin bebas banyak diakumulasikan sebagai respons terhadap stres air yang dapat diamati pada daun-daun yang masih melekat maupun yang telah gugur pada banyak tanaman budi daya pada kondisi laboratorium (Hamim et al. 1996; Sopandie et al. 1996c; Blum 1997; Mitra 2001; Hapsoh et al. 2005). Fukai dan Cooper (1995) melaporkan bahwa kemampuan mengakumulasi prolin berkorelasi positif dengan hasil tanaman padi pada tanah kering. Dijelaskan bahwa sebagai sumber N bagi pembentukan prolin ini terutama adalah dari hasil degradasi protein daun. Menurut Fukai dan Cooper (1995) serta Mitra (2001), akumulasi prolin diduga berhubungan dengan kemampuan prolin yang bertindak sebagai osmoregulator, agen pelindung bagi enzim-enzim sitoplasma dan enzim-enzim membran atau sebagai bahan simpanan untuk pertumbuhan setelah tanaman mengalami stres.

Akumulasi Asam Absisik (ABA). Chandler dan Robertson (1994) menyatakan bahwa hormon tumbuhan ABA mempunyai hubungan yang erat dengan kontrol proses-proses fisiologi dan molekuler terhadap toleransi kekeringan di dalam benih sebagaimana yang terjadi di dalam jaringan vegetatif. Terdapat hipotesis bahwa ABA yang diproduksi dalam akar tanaman yang stres berperan sebagai sinyal kimia pada tajuk, sehingga mendorong penutupan stomata sebelum perubahan status air dalam daun terjadi, sehingga tanaman dapat mengoptimalkan penggunaan air pada kondisi stres (Terdieu 1997; Muller dan Whitsitt 1997; Richards 1997).

4.3.2 Sensor Cekaman Kekeringan dan Signal Transduksi

Dalam perkembangan pengetahuan lebih lanjut tentang mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan dijelaskan adanya mekanisme sensor dan transmisi sinyal, baik sinyal persepsi maupun transduksi. Walaupun sensor untuk stres kekeringan belum diketahui secara jelas, tetapi telah

Page 66: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

50

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

disepakati secara umum bahwa organ yang memiliki kemampuan sebagai sensor terhadap cekaman kekeringan adalah akar. Zat pengatur tumbuh ABA merupakan kunci pembawa pesan internal (endogenous messenger) yang memediasi respons terhadap cekaman kekeringan (Raghavendra et al. 2010). Pada Arabidopsis, dua ATHK (histidine kinase reseptors) dilaporkan telah diinduksi pada awal terjadinya cekaman kekeringan (Urao et al. 1999).

Tambahan protein kinase yang lain juga telah dilaporkan sebagai transkrip terbanyak pada kondisi cekaman kekeringan, seperti Arabidopsis leucine rich protein RPKI (Hong et al. 1997) dan SPK1 pada Phaseolus vulgaris (Montalvo-Hernandez et al. 2008). Pada Arabidopsis, SPK1 diinduksi oleh ABA, dehidrasi, salinitas, dan suhu rendah, sedangkan represinya menurunkan sensitivitas terhadap ABA (Osakabe et al. 2005). Berdasarkan fakta bahwa salinitas dan kekeringan menginduksi ABA pada jumlah banyak bersamaan dengan perubahan yang signifikan pada ekspresi gen dan respons adaptasi fisiologi, maka dapat disimpulkan bahwa ABA memiliki peran yang sentral dalam tanggap awal tanaman terhadap cekaman kekeringan (Christman et al. 2007). Penemuan terkini dari reseptor ABA yaitu RCARs/PYR1/PYLs memberikan wawasan pada ABA-dependent gene expression dan ion channels. Kinase lain yang teridentifikasi terinduksi oleh cekaman kekeringan adalah MAPKs (Jonak et al. 1996), yang juga terinduksi oleh faktor abiotik lain, memberikan dugaan bahwa fosforilasi yang bersifat dapat balik memegang peran kunci dalam signaling terhadap cekaman kekeringan. Kalsium memegang peran penting juga dalam pengaturan sinyal, di mana Ca-dependent protein kinase (CPDKs) juga diinduksi ketika terjadi peningkatan konsentrasi Ca++ pada internal atau eksternal, yang menyebabkan penutupan stomata yang dimediasi ABA (ABA-mediated stomatal closure) (Rajamanjulu dan Bartels 2002). Inositol triphosphate (ITP) merupakan molekul sinyal yang penting, yaitu fosfolipid pada Arabidopsis yang diinduksi oleh cekaman abiotik seperti salinitas, kekeringan, dan suhu rendah (Hirayama et al. 1995). Pada Arabidopsis, phospholipase D (PLD) dihubungkan kepada sensing ABA, regulasi pembukaan stomata, dan aktivitas ion channel (Sang et al. 2001). Toleransi terhadap cekaman kekeringan berkorelasi terhadap tingginya akumulasi PLD pada kacang panjang yang toleran, sangat berbeda dengan tanaman kacang panjang yang peka kekeringan, di mana akumulasi PLD tertunda (Guo et al. 2006).

Page 67: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IV Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan di Lahan Tadah Hujan

51

4.3.3 Gen-gen Terinduksi pada Tingkat Transkripsi Sifat toleran kekeringan merupakan sifat yang kompleks dan dikontrol oleh banyak gen. Gen-gen ini terbagi dalam dua kelompok, pertama ialah gen-gen yang terkait dengan perlindungan sel selama kekeringan dan kedua ialah gen-gen yang terkait dengan mekanisme regulasi untuk respons terhadap kekeringan (Shinozaki dan Yamaguchi-Shinozaki 2007). Kelompok gen pertama berperan dalam menyandikan protein untuk menjaga tekanan osmotik, perlindungan sel dari kerusakan, perbaikan sel, dan adaptasi struktural. Kelompok gen yang kedua merupakan protein signal transduksi dan faktor transkripsi (Transcription Factor, FT).

Ekspresi gen dikontrol pada beberapa level yang berbeda, tampaknya sejumlah besar gen yang terinduksi cekaman kekeringan dikontrol pada fase transkripsi. Analisis transkriptome yang masif menggunakan teknik RNA microarrays telah menunjukkan bahwa lintasan sinyal transduksi yang bergantung ABA (ABA-dependent) dan yang tidak terkait ABA (ABA-independent) beroperasi di dalam tanaman yang dicekam kekeringan (Shinozaki dan Yamaguchi-Shinozaki 2007). Analisis bioinformatika telah mengidentifikasi beberapa faktor transkripsi (TF) yang terinduksi pada kondisi cekaman kekeringan (Ashraf et al. 2008; Ashraf 2010). Faktor transkripsi ialah urutan khusus asam amino yang mampu berikatan dengan DNA untuk mengontrol proses penempelan RNA polimerase sehingga transkripsi terjadi (de Souza et al. 2003). Identifikasi FT didasarkan pada domain khusus dan daerah yang berperan pada DNA binding atau oligomerisasi (Liu et al. 1999). Beberapa kelas FT yang termasuk dalam respons tanaman terhadap cekaman ialah MYC, MYB, bZIP, AP2, Zinc finger protein, dan Homeodomain-leucin zipper protein (HD-Zip). HD-Zip memiliki fungsi luas yang terkait dalam perkembangan dan adaptasi tanaman terhadap cekaman. Gen HD-Zip termasuk dalam grup homeobox (HB), hanya dijumpai pada tanaman dan tidak ditemukan pada eukariot lain (Agalou et al. 2008).

Gen HD-Zip terkait dengan adaptasi perkembangan tanaman terhadap cekaman lingkungan. Gen-gen HD-Zip Athb6, Athb7, dan Athb12 pada Arabidopsis ekspresinya terinduksi saat cekaman kekeringan (Lee et al. 2001). Terdapat 7 gen HD-Zip dari tanaman Craterostigma plantagenium telah teridentifikasi responsif terhadap kekeringan melalui mekanisme up dan down regulation (Deng et al. 2002), serta HD-Zip hahb-4 (Helianthus annus homeobox) dari bunga matahari memiliki potensi untuk pertahanan

Page 68: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

52

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

diri terhadap kekurangan air. Meijer et al. (2000) telah mengidentifikasi 7 gen HD-Zip pada tanaman padi yang dinamakan oshox1-7 (Oryza sativa homeobox). Dari sejumlah gen oshox yang ada, baru dua gen yang telah dikarakterisasi, yaitu oshox1 (HD-Zip II) dan oshox4 (HD-Zip I) yang diregulasi oleh cekaman kekeringan (Agalou et al. 2008). Dengan mempertimbangkan identifikasi TF melalui analisis genomik yang masif, tanaman transgenik yang mengekspresikan aktivator transkripsi telah dikembangkan untuk mengembangkan tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan (Lam dan Meisel 1999).

Pembentukan tanaman transgenik toleran cekaman kekeringan telah banyak dilakukan dengan cara introduksi beberapa gen yang terinduksi cekaman ke dalam tanaman melalui rekayasa genetik (Umezawa et al. 2006; Shinozaki dan Yamaguchi-Shinozaki 2007). Pada padi, pengembangan tanaman yang toleran kekeringan dapat dilakukan melalui transformasi genetik menggunakan gen regulator faktor transkripsi. Gen FT berperan dalam meregulasi sejumlah gen lain yang bertanggung jawab untuk menghadapi cekaman kekeringan. Salah satu gen tersebut adalah HD-Zip oshox6 yang responsif kekeringan, seperti yang telah digunakan dalam transformasi genetik ke dalam tanaman padi cv. Batutegi dan Kasalath oleh Mulyaningsih et al. (2010). Gen ini dikendalikan oleh promotor terinduksi kekeringan OsLEA/late embryogenesis abundant. Pengaruh gen Oshox6 terhadap toleransi kekeringan nyata pada cv. Kasalath di akhir periode kekeringan dibanding pada cv. Batutegi (Mulyaningsih 2011). Pada penelitian lainnya, Rahmawati (2012) menunjukkan bahwa galur-galur padi transgenik yang mengandung salinan gen Oshox6 (IR64 1.19, 1.23, 1.33, dan 1.40) lebih tahan pada kondisi cekaman kekeringan pada fase vegetatif yang ditunjukkan oleh persentase recovery yang lebih tinggi dibandingkan tanaman kontrol tipe liarnya (IR64). Diduga peningkatan persentase recovery berhubungan dengan tingkat ekspresi gen Oshox6.

4.3.4 Protein yang Terinduksi oleh Cekaman Kekeringan

Kontrol terhadap proses translasi adalah mekanisme lain yang mengatur tanggap tanaman terhadap cekaman abiotik. Protein yang disintesis memiliki fungsi secara langsung dalam perlindungan terhadap membran dan protein. Protein tersebut terlibat dalam mendapatkan air dan ion, seperti halnya untuk transpornya dan mempertahankan keadaan homeostatis dalam fungsi-

Page 69: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IV Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan di Lahan Tadah Hujan

53

fungsi sel yang utama. Salah satu contoh protein spesifik yang memiliki peran penting adalah famili LEA (late embryogenesis abundant protein) yang banyak diakumulasi pada embrio tanaman (Galau et al. 1986). Protein LEA diekspresikan pada fase awal dan dapat diinduksi sangat tinggi selama terjadi cekaman kekeringan dan osmotik (Barrera-Figueroa et al. 2007). Lima kelompok LEA telah diidentifikasi berdasarkan domain struktural: grup 3 dan 5 bentuk dimer berbentuk gelendong yang mengoordinasi ion-ion selama cekaman berlangsung (Dure et al. 1989). Famili aquaporin (AQP) adalah contoh lain dari ‘stress-protecting proteins’, yang memfasilitasi pengambilan air (water uptake) dan mengalokasikannya dengan membentuk pori-pori air seluler. Diketahui juga bahwa AQP merupakan protein membran yang dapat berada pada membran plasma atau tonoplas (Johansson et al. 2000). Diketahui bahwa AQP memiliki peran yang penting dalam penyembuhan tanaman setelah terjadi dehidrasi untuk meneruskan kembali pertumbuhan sel dan aktivitas fotosintetis (Oono et al. 2003).

Selama cekaman berlangsung, “heat shock protein” (HSP) diakumulasikan dalam jumlah banyak. HSP dikenal sebagai chaperone molekuler yang didistribusikan secara luas di alam, yang berkontribusi dalam pelipatan (folding) dan pemasangan (assembly) protein saat stres, seperti juga dalam penarikan dan pembuangan protein-protein yang tidak memiliki fumgsi (Wang et al. 2004). HSP diinduksi oleh cekaman kekeringan dan salinitas (Campalans et al. 2001). Keberadaannya secara in vivo diduga untuk melindungi protein terhadap agregasi termal, maka protein tersebut diduga dapat memfasilitasi terjadinya penyembuhan fungsi-fungsi sel setelah terkena cekaman abiotik. Protein HSP diklasifikasikan sesuai berat molekulnya: Hsp70 (family DnaK), chaperonin (GroEL dan Hsp60), Hsp90, Hsp100 (Clp) dan small Hsp (sHsp) (Wang et al. 2004). Cyclophilin adalah protein chaperon yang memiliki properti sistemis yang terlibat dalam pelipatan protein, dapat diinduksi selama cekaman kekeringan. Overekspresi (overexpression) dari gen-gen yang mengkode cyclophilin memberikan toleransi terhadap berbagai cekaman abiotik (Sekhar et al. 2010). Pergantian dari makromolekul (macromolecules turnover) akibat stres merupakan proses dasar yang penting untuk mempertahankan homeostatis dari sel tanaman. Peningkatan aktivitas dari sistein protease juga telah terindentifikasi sebagai respons terhadap cekaman air (Seki et al. 2002). Polyubiquitin yang terlibat dalam pelabelan dan penentuan target untuk hidrolisis dalam proteasome juga mengalami up-regulated pada tanaman yang mengalami cekaman (Bartel dan Sunkar 2005; Barrera-Figueroa et al. 2007).

Page 70: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

54

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

4.3.5 Cekaman Oksidatif yang Disebabkan oleh Dehidrasi

Salah satu pengaruh utama dari cekaman dehidrasi adalah dihasilkannya senyawa ROS, seperti O2

-, H2O2, HO- (Bartels 2001). Diketahui bahwa ROS umumnya diproduksi pada kloroplas, maka aktivitas fotosintetis sangat dipengaruhi selama stres kekeringan berlangsung. Oleh karena itu, toleransi terhadap kekeringan sangat berhubungan dengan proses pembentukan antioksidan pada tingkat seluler (Montero-Tavera et al. 2008). Beberapa faktor (non-enzymatic dan enzymatic) yang berperan dalam aktivitas antioksidan di antarannya vitamin C dan E, glutathione, flavonoid, alkaloid, karotenoid, dan poliamin. Beberapa aktivitas yang enzimatik termasuk katalase, SOD, peroksidase, dan metalotionein (Seki et al. 2002).

Penelitian tentang mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan pada aspek fisiologi, biokimia, dan molekuler telah menyediakan pengetahuan untuk pemuliaan tanaman. Walaupun toleransi terhadap cekaman kekeringan merupakan sifat kuantitatif, gen-gen kunci dapat berkontribusi secara signifikan dalam menanggulangi kerusakan akibat cekaman air. Beberapa tanaman toleran terhadap kekeringan telah dikembangkan melalui beberapa pendekatan seperti pemuliaan konvensional, penggunaan MAS, dan pembentukan tanaman secara transgenik. Tampaknya pendekatan terintegrasi sangat diperlukan dalam menghasilkan varietas baru yang toleran terhadap cekaman kekeringan dan berproduksi tinggi di lapang.

Page 71: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

5.1 Karakteristik Lahan Sulfat Masam Lahan sulfat masam adalah lahan yang mempunyai lapisan pirit yang belum teroksidasi (bahan sulfidik) atau sudah teroksidasi (horizon sulfurik) pada kedalaman 0–50 cm dari permukaan (Widjaja-Adhi et al. 1992, 1995; Suriadikarta dan Setyorini 2006). Lahan sulfat masam tergolong lahan rawa pasang surut. Widjaja-Adhi et al. (1992) memperkirakan luas lahan pasang surut di Indonesia mencapai 20,11 juta ha yang terdiri atas 2,07 juta ha potensial, 6,71 juta ha lahan sulfat masam, 10,89 juta ha lahan gambut, dan 0,44 juta ha lahan salin yang tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

Soil Survey Staff (1996) membagi lahan sulfat masam menjadi:

1). Lahan sulfat masam potensial: mempunyai lapisan pirit yang masih berupa bahan sulfidik dalam status reduksi pada kedalaman 0–50 cm dan pH > 4,0. Lahan sulfat masam potensial pada umumnya tergolong dalam ordo Entisols (Histic Sulfaquents; Haplic Sulfaquents; Typic Sulfaquents).

2). Lahan sulfat masam aktual: memiliki horizon sulfurik dengan lapisan pirit telah teroksidasi pada kedalaman 0–50 cm dan pH < 3,5. Lahan sulfat masam aktual tergolong dalam ordo Inceptisols (Typic Sulfaquepts; Sulfic Tropaquepts).

Bahan sulfidik didefinisikan sebagai bahan tanah mineral atau organik mengandung senyawa sulfur yang dapat teroksidasi dan memiliki sifat: (a) pH > 3,3 dan (b) bila diinkubasi dalam keadaan lembap (kapasitas lapang)

V ADAPTASI TANAMAN TERHADAP

CEKAMAN LAHAN PASANG SURUT DAN SULFAT MASAM

Page 72: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

56

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

sebagai lapisan setebal 1 cm selama 8 minggu, pH-nya turun 0,5 unit atau lebih menjadi ≤ 4,0. Horizon sulfurik adalah lapisan atau horizon tanah yang mempunyai sifat: 1) merupakan bahan tanah mineral atau organik; 2) ketebalan 15 cm atau lebih; 3) pH < 3,5; dan 4) mempunyai tanda-tanda bahwa pH rendah yang diakibatkan oleh asam sulfat dengan ciri: (a) adanya jarosit; (b) terletak langsung di atas lapisan bahan sulfidik; dan (c) kandungan sulfat larut air 0,05 % atau lebih (Soil Survey Staff 1996). Lahan sulfat masam potensial dapat berubah menjadi lahan sulfat masam aktual bila dalam penggunaannya tanah mengalami drainase yang berlebihan akibat reklamasi. Pirit yang semula stabil dan tidak berbahaya pada kondisi anaerob atau tergenang akan teroksidasi bila kondisi berubah menjadi aerob. Menurunnya permukaan air tanah akibat pembuatan saluran drainase menyebabkan oksigen masuk ke pori tanah dan akan mengoksidasi pirit membentuk SO4

2-, ion H+, dan Fe3+. Peningkatan konsentrasi ion H+ akan diikuti kelarutan Al yang berasal dari kisi kristal mineral liat (van Breemen 1976).

Pirit (FeS2) adalah mineral berkristal kubus dari senyawa besi-sulfida yang terkumpul dalam endapan marin kaya bahan organik dan diluapi air yang mengandung sulfat (SO4

2-) dari laut (Suriadikarta dan Setyorini 2006). Menurut Subagyo (2006), berdasarkan berat unsur penyusunnya, pirit mengandung 46,55% Fe dan 53,45% S. Pada kondisi aerob, sumber elektron utama bagi aktivitas mikroorganisme pendekomposisi bahan organik adalah oksigen. Bila keadaan berubah menjadi anaerob, oksigen dalam tanah perlahan menghilang walaupun dekomposisi oleh bakteri aerob tetap berlangsung dengan memanfaatkan elektron yang dilepaskan dalam proses reduksi nitrat, oksida mangan, oksida besi, dan sulfat. Pirit terbentuk dalam kondisi reduktif dan pembentukannya dipengaruhi oleh 5 hal sebagai berikut.

Ponnamperuma (1972) menyatakan bahwa proses terpenting pada kondisi reduktif saat pH tanah meningkat akibat penggenangan adalah reduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Reduksi pada tanah sulfat masam muda yang kaya koloid besi akan menghasilkan kadar Fe2+ yang tinggi. Hal ini terjadi karena tersedianya proton yang dipakai dalam mereduksi oksida Fe (III) dan adanya bahan organik sebagai donor elektron dengan reaksi sebagai berikut (Konsten et al. 1994; Suriadikarta dan Setyorini 2006):

Fe2O3 + ½ CH2O + 4 H+ → 2 Fe2+ + ½ CO2 + 5/2 H2O (Reaksi 2)

Page 73: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

V Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Lahan Pasang Surut dan Sulfat Masam

57

Pada tanah sangat masam, proton tersebut dapat berasal dari: (1) kemasaman aktif, (2) hidrolisis Al dapat dipertukarkan (menghasilkan Al hidroksida dan Fe2+ dapat dipertukarkan, dan (3) desorpsi SO4

2- yang teradsorbsi akan menghasilkan Fe(II)SO4 (Konsten et al. 1994).

Proses reduksi sulfat menjadi sulfida (H2S) dapat terjadi pada kondisi pH >4 sampai 5, sedangkan pada pH <4 reduksi sulfat terjadi lambat bahkan tidak ada (Suriadikarta dan Setyorini 2006). Reduksi sulfat sangat berkaitan dengan adanya hasil dekomposisi bahan organik yang masih baru. Senyawa H2S yang terbentuk sangat beracun bagi tanaman dan pada konsentrasi 0,1 mg/liter sudah dapat meracuni tanaman padi dalam larutan hara (Mitsui 1964 dalam van Breemen 1976). Reaksi reduksi sulfat sebagai berikut:

SO42- + 2 CH2O + 2 H+ → H2S + 2 CO2 + 2 H2O (Reaksi 3)

Proses utama yang terjadi bila tanah sulfat masam teroksidasi adalah oksidasi pirit. Proses ini dapat terjadi secara alami yakni akibat perbedaan yang besar antara pasang surutnya air laut dan musim kemarau panjang (Suriadikarta dan Setyorini 2006) atau karena aktivitas manusia (Suriadikarta 2009). Oksidasi pirit pada tanah sulfat masam berlangsung dalam beberapa tahap dan merupakan proses fisiko-kimia-biologis (Dent 1986; Noor et al. 2008) dengan waktu paruh oksidasi antara 20 sampai 1.000 menit. Dua oksidator utama pirit ialah oksigen dan Fe3+. Bronswijk et al. (1993) menyatakan bahwa oksigen berperan penting dalam proses kimia pada lahan sulfat masam, dan gambaran difusi tersebut ditunjukkan pada Gambar 12. Konsentrasi oksigen pada kedalaman tertentu akan menentukan oksidasi pirit pada lapisan tersebut (Dent 1986).

Pada tahap awal, oksigen terlarut secara lambat bereaksi dengan pirit menghasilkan 4 molekul H+ (Suriadikarta dan Setyorini 2006) di mana seluruh besi diendapkan dan dihidrolisis menjadi besi (III) hidroksida (Noor et al. 2008) melalui reaksi:

FeS2 + 15/4 O2 + 7/2 H2O → Fe(OH)3 + 2 SO42- + 4 H+ (Reaksi 4)

Page 74: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

58

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Gambar 12 Difusi oksigen secara vertikal dari atmosfer melalui pori makro. Oksigen yang terlarut dalam larutan tanah akan berdifusi ke matriks tanah yang jenuh air. Di dalam matriks ini, oksigen terlarut akan dipakai untuk 2 hal: dekomposisi bahan organik dan oksidasi pirit (Keterangan: R = radius rata-rata agregat tanah; rØ = radius zone anaerob)Sumber: Bronswijk et al. (1993)

Penurunan nilai pH hingga <4 akan mengakibatkan Fe3+ menjadi larut dan mengoksidasi pirit dengan cepat. Reaksi oksidasi pirit oleh Fe3+ akan menghasilkan 16 molekul H+, dan proses oksidasi ini berlangsung sangat cepat (bahkan lebih cepat dari reaksi oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+) (Noor et al. 2008) melalui reaksi:

FeS2 + 14 Fe3+ + 8 H2O → 15 Fe2+ + 2 SO42- + 16 H+ (Reaksi 5)

Selain kedua reaksi tersebut, oksidasi pirit yang menghasilkan Fe3+, SO42-, dan

H+ dapat terjadi dalam kondisi berikut.

1) Seluruh besi dioksidasi dan tertinggal dalam larutan sebagai ion Fe3+

berdasarkan reaksi:

FeS2 + 15/4 O2 + ½ H2O → Fe3+ + 2 SO42- + H+ (Reaksi 6)

2) Besi dibebaskan sebagai ion Fe2+ berdasarkan reaksi:

FeS2 + 7/2 O2 + H2O → Fe2+ + 2 SO42- + 2 H+ (Reaksi 7)

3) Ion Fe2+ masuk kembali ke dalam sistem dan dioksidasi oleh bakteri Thiobacilus ferooxidans berdasarkan reaksi:

Fe2+ + ¼ O2 + H+ → Fe3+ + ½ H2O (Reaksi 8)

Page 75: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

V Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Lahan Pasang Surut dan Sulfat Masam

59

Pada kondisi sangat masam (pH <3,7), hasil oksidasi pirit akan menghasilkan mineral jarosit [KFe3(SO4)2(OH)6] berdasarkan reaksi:

FeS2+15/4 O2+5/2 H2O+1/3 K+→1/3 KFe3(SO4)2(OH)6+4/3 SO42- +3H+

(Reaksi 9)

Gambaran reaksi yang mungkin terjadi selama oksidasi pirit (Druschel dan Borda 2006) ditampilkan pada Gambar 13. Jalur 1A pada Gambar 13 adalah jalur tiosulfat, di mana senyawa tiosulfat (S2O3

2-) langsung terlepas dan bereaksi dengan Fe3+ dan H+. Berbeda dengan jalur 1A, ikatan Fe-S pada jalur 1B tidak putus melainkan ikatan S-S, yang selanjutnya melepas sulfit dan teroksidasi menjadi sulfat. Jalur 2 menggambarkan jalur sulfida-polisulfida-elemen S, sedangkan jalur 3 adalah jalur yang ditentukan oleh reaksi fotokimia di mana reaksi yang terjadi adalah oksidasi S menjadi sulfat.

Gambar 13 Skema yang menggambarkan beberapa kemungkinan reaksi selama oksidasi piritSumber: Druschel dan Borda (2006)

Page 76: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

60

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Gambar 14 Pola reduksi-oksidasi tanah dan kelarutan Fe2+ musiman dalam satu tahun pada tanah sulfat masam di daerah Delta Mekong, VietnamSumber: Haanhart dan Ni (1992)Catatan: MK = Musim Kemarau; MH = Musim Hujan

Kondisi tanah yang secara periodik mengalami penggenangan dan kering akibat pasang surutnya permukaan air laut serta adanya kandungan bahan organik yang tinggi menyebabkan proses redoks membentuk suatu siklus. Siklus ini mengikuti pola yang diakibatkan oleh adanya perubahan musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau, di mana pada saat musim hujan tanah cenderung dalam kondisi reduktif sedangkan pada musim kemarau dalam kondisi oksidatif. Penelitian Haanhart dan Ni (1992) tentang kelarutan Fe2+ pada lahan rawa sulfat masam di delta Mekong, di Vietnam menunjukkan bahwa kelarutan Fe2+ mengikuti pola kondisi redoks tanah, yakni kelarutan Fe2+ meningkat pada saat nilai redoks tanah turun, sedangkan pada saat nilai redoks tanah naik (kondisi oksidasi), konsentrasi Fe2+ menurun (Gambar 14).

5.2 Dampak Oksidasi Pirit terhadap pH, Al, dan Fe dalam Larutan Tanah

Perubahan sifat fisik di lahan sulfat masam yang berhubungan dengan oksidasi pirit adalah perubahan pori tanah. Oksidasi dapat terjadi karena retakan tanah, bekas akar tanaman atau drainase yang berlebihan. Menurut Konsten et al. (1988), oksidasi pirit dengan oksidator Oksigen dan Fe3+ menyebabkan

Page 77: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

V Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Lahan Pasang Surut dan Sulfat Masam

61

kondisi tanah yang sangat masam, bahkan dapat mencapai pH 2–3 (Dent 1986). Penurunan pH lahan sulfat masam karena dilepaskannya ion H+ ke larutan tanah. Konsentrasi ion H+ yang berlebihan merupakan pemicu kemasaman tanah yakni pH semakin rendah mengikuti kedalaman tanah dan hal ini menggambarkan kondisi oksidasi yang sangat kuat di permukaan tanah (Sumner dan Noble 2003). Selama proses oksidasi, Fe2+ dalam larutan tanah menurun. Anwar (2008) menyatakan bahwa penurunan kandungan besi tersebut terjadi karena presipitasi besi dalam bentuk Fe3+ yang sukar larut dan sebagian terpresipitasi dalam bentuk jarosit.

Pada beberapa lokasi di lahan pasang surut Sumatera Selatan, kadar Fe berkisar 6,24–33,13 ppm (Rachmat dan Herliwati 2004 dalam Achmadi et al. 2008). Pada penelitian di Desa Telang Karya, Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, Purnamayani dan Subowo (2008) melaporkan bahwa padi varietas Ciherang yang ditanam oleh petani setempat memiliki kadar Fe lebih tinggi dibandingkan dengan varietas yang dianjurkan Balai Besar Litbang Padi, walaupun secara visual terdapat sekitar 5% hamparan Ciherang yang menunjukkan gejala keracunan Fe. Tingginya kadar Fe dalam padi ini diduga karena pada lahan pasang surut tersedia kadar Fe yang sangat tinggi.

Sudarmo (2004) menunjukkan bahwa pengeringan/oksidasi bahan sulfidik meningkatkan Al-dd karena penurunan pH tanah, sehingga meningkatkan kelarutan Al dan adanya sumbangan Al3+ hasil pelapukan mineral. Penelitian van Breemen (1976) menggunakan tanah sulfat masam yang dioksidasi menunjukkan konsentrasi Al3+ sebesar 27 ppm pada pH 4 dan nilai Al3+ meningkat menjadi 1566 ppm pada pH 1,8. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada keadaan sangat masam, kaolinit dan beidelit dapat larut dan menyumbangkan Al3+ ke dalam larutan tanah sehingga meningkatkan kadar Al-dd. Kemasaman rendah akibat oksidasi tanah sulfat masam mengakibatkan larutnya mineral alumino-silikat yang dicirikan oleh meningkatnya konsentrasi Si-Al dalam suspensi larutan tanah.

Menurut van Breemen (1976), aktivitas Al3+ yang larut bergantung dari nilai pH tanah. Anwar (2008) menyatakan bahwa aktivitas ion Al3+ meningkat 10 kali tiap penurunan 1 unit pH tanah. Penelitian Cho et al. (2002) pada tanah sulfat masam di Thailand menunjukkan bahwa konsentrasi Al3+ dalam larutan tanah meningkat dari 0,4 ppm pada pH 5,5 menjadi 54 ppm pada pH 2,8. Pada pH yang sangat rendah (<4) kelarutan Al3+ cukup tinggi sehingga menyebabkan besarnya mobilitas Al3+ dalam larutan tanah (van Breemen 1993).

Page 78: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

62

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

5.3 Toksisitas Al dan Fe terhadap TanamanNilai pH yang sangat rendah menyebabkan penghancuran kisi-kisi mineral liat, sehingga silikat dan Al3+ terlepas dari lahan sulfat masam. Meningkatnya kandungan silika dan Al3+ terlarut memengaruhi karakteristik tanah dan air tanah. Aluminium dan besi merupakan unsur logam masing-masing golongan IIIA dan VIII pada tabel periodik unsur. Mehra da Farago (1994) menyatakan bahwa konsentrasi unsur logam yang berlebihan dalam larutan akan menyebabkan keracunan tanaman. Levitt (1980) menyatakan ion logam merupakan faktor stres yang dapat mengakibatkan perubahan reaksi fisiologis (strain) sehingga menurunkan vigor tanaman atau dalam konsentrasi ekstrem dapat secara total menghambat pertumbuhan. Toksisitas Al telah dibahas secara rinci pada Bab 2, maka pada tulisan ini pembahasan akan difokuskan pada toksisitas Fe.

Toksisitas Fe pada padi dikenal dengan nama “Akagare” atau “Bronzing” yang ditandai oleh daun seperti berkarat (noda cokelat kecil yang semakin menyebar), daun yang lebih tua gugur prematur, serta akar berwarna cokelat (Römheld dan Nikolic 2007). Penelitian Purwati dan Marjani (2009) pada tanaman kenaf (Hibiscus cannabinus L.) dikultur hara menunjukkan bahwa 350 ppm Fe menyebabkan akar 100 aksesi kenaf menjadi kuning kemerahan dan menebal. Pada 43 aksesi tanaman fen (Snowden dan Wheeler 1993), toksisitas Fe menyebabkan penghambatan pertumbuhan, reduksi luas daun, daun berwarna hijau tua, daun tua menguning (dari ujung tepi daun), serta berwarna ungu kemerahan, tajuk layu, nekrosis daun, ujung daun dan bagian bawah batang berwarna agak gelap, akar adventif terhambat, percabangan akar terhambat, akar rapuh, dan berwarna gelap. Ditambahkan pula bahwa pada spesies yang lebih toleran, akar lebih cepat terlihat berwarna kuning dibandingkan dengan peka.

Akumulasi dan distribusi Fe dalam jaringan tanaman dapat diketahui menggunakan pewarna Perl’s Prusian Biru, di mana terdapatnya Fe ditunjukkan oleh formasi warna biru. Amnal (2009) melaporkan hasil sayatan ujung melintang akar memperlihatkan Fe terakumulasi hampir di semua bagian akar, yakni dari bagian epidermis sampai ke endodermis, bahkan sampai di bagian xylem akar (Gambar 15). Tanaman akan menunjukkan gejala keracunan besi bila terdapat konsentrasi Fe2+ jaringan > 300 mg/liter (Tanaka dan Yoshida 1972) dan dapat mengganggu proses metabolisme sehingga menimbulkan kerusakan tanaman padi (Bode et al. 1995). Gejala

Page 79: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

V Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Lahan Pasang Surut dan Sulfat Masam

63

yang umum ditemukan adalah bercak daun seperti berkarat (bronzing), bercak di tepi daun dan berwarna cokelat gelap, serta sistem perakaran kurang berkembang (Dobermann dan Fairhurst 2000). Keracunan besi ini terlihat dari gejala bronzing pada daun, tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan akar terhambat, biomasa tanaman rendah, umur panen terlambat dan produksi tanaman menurun (Amnal 2009). Penurunan hasil padi akibat keracunan besi berkisar 40–100% (Aung 2006).

Gambar 15 Morfologi akar 8 varietas padi umur 7 hari setelah perlakuan tanpa cekaman Fe dan cekaman 700 ppm FeSumber: Amnal (2009)

5.4 Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap Lahan Pasang Surut

Mekanisme adaptasi tanaman terhadap lahan pasang surut terutama sulfat masam belum banyak diketahui dengan jelas. Di IPB, riset-riset fisiologi belum diarahkan pada upaya pengembangan wilayah lahan pasang surut dan sulfat masam yang sebenarnya cukup potensial. Tabel 9 menunjukkan beberapa varietas tanaman pangan yang potensial untuk dikembangkan pada lahan sulfat masam dengan kadar Fe dan kemasaman yang berbeda.

Page 80: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

64

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Toleransi terhadap lahan semacam ini difokuskan pada adaptasi tanaman terhadap Fe, Al, kemasaman dan SO4, di mana toksisitas Fe menjadi dominan pada kondisi reduktif yang sebenarnya lebih dikehendaki. Pada kondisi oksidatif keracunan Pirit akan menjadi lebih berat. Toksisitas Fe menyebabkan cekaman oksidatif (Karheinz et al. 1995), O2 tereduksi (radikal bebas) yang toksik adalah hasil samping oksidasi biologi. Toksisitas dari radikal superoksida yang relatif tidak reaktif dan H2O2 akan meningkat bila berubah menjadi radikal hidroksil yang sangat reaktif, yang menyebabkan kerusakan yang parah terhadap membran, protein, dan DNA (Karheinz et al. 1995; Marschner 1995).

Peningkatan radikal bebas oksigen akan memicu pembentukan enzim SOD (superoxide dismutase) yang mendorong pembentukan H2O2 secara berlebihan, yang harus juga didetoksifikasi dengan enzim peroksidase atau katalase. Toksisitas Fe menyebabkan tanaman mengalami “bronzing” pada daun karena kandungan Fe yang tinggi bisa mencapai 700 ppm Fe dalam basis berat kering tanaman (Yamauchi 1989). Gejala toksik tersebut menyerupai gejala kekurangan K. Dengan adanya toksisitas Fe, aktivitas polifenol oksidase meningkat dan oksidasi polifenol tersebut yang menyebabkan “bronzing” pada daun (Peng dan Yamauchi 1993). Belum diperoleh informasi tentang mekanisme fisiologi adaptasi terhadap Fe dan Pirit yang sebenarnya terjadi di lapang. Secara umum, adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik meliputi mekanisme internal (toleran) dan eksternal (penghindaran).

Mekanisme toleransi internal meliputi detoksifikasi logam melalui kelatisasi/pengikatan dalam sitosol atau dikompartementasikan ke vakuola. Vakuola merupakan organel sel yang menempati 80–90% volume sel dan berfungsi sebagai pusat kompartemen penyimpan senyawa (Siedlecka et al. 2001). Ilustrasi mekanisme tanaman terhadap toleransi logam dan penghindaran ditampilkan pada Gambar 16.

Page 81: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

V Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Lahan Pasang Surut dan Sulfat Masam

65

Tabel 9 Jenis dan varietas tanaman pangan yang adaptif di lahan sulfat masam

Jenis Tanaman Pangan Varietas Daya Toleransi/

Adaptif terhadapHasil

(Ton/ha)

Padi (Varietas unggul lokal)

Talang, Ceko, Mesir, Jalawara, Siam Lemo, Siam Unus, Siam Pandak, Siam Putih, Semut, Pontianak, Sepulo, Pance, Salimah, Jambi Rotan dan Tumbaran.

kadar Fe dan kemasaman tinggi 3–5

Padi (Var. Unggul Nasional)

Cisanggarung, Cisadane, Cisokan, Membramo, Ciherang, IR 42 dan IR 66.

Fe dan kemasaman tidak terlalu tinggi 3–5

JagungArjuna, Kalingga, Wiyasa, Bisma, Bayu, Antasena, C3, C5, Semar, Sukmaraga, H6, Bisi Dua

Sedang 4–5

Kedelai

Wilis, Rinjani, Lokon, Dempo, Galunggung, Slamet, Sawit, Merbabu, Petek, Kerinci, Tampomas, Tanggamus, Menyapa

Sedang 1.5-2.4

Sumber: Alihamsyah et al. (2003)

Kelebihan unsur Fe dalam tanaman disimpan dalam apoplas dan vakuola (Briat dan Lobréaux 1997). Konsentrasi Fe bebas sitosolik akan sangat rendah, tetapi dapat meningkat mencapai mikromolar yang mengindikasikan terjadi efisiensi kompartementasi logam pada vakuola (Thomine dan Lanquar 2011). Kompartementasi Fe memilki dua fungsi, yakni sebagai tempat penyimpanan Fe toksik dan membawanya ke tempat di mana kluster Fe-heme atau Fe-S disintesis.

Page 82: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

66

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Gambar 16 Mekanisme toleransi dan penghindaran tanaman terhadap logamSumber: Siedlecka et al. (2001)

Page 83: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

V Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Lahan Pasang Surut dan Sulfat Masam

67

Gam

bar 1

7 T

rans

por F

e pa

da d

ikot

ilSu

mbe

r: G

uerin

ot (2

010)

Page 84: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

68

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Jumlah atom Fe yang dapat disimpan sebagai kompleks organik yang membentuk senyawa nontoksik dan dalam bentuk tersedia secara biologis dapat mencapai 4500 atom. Selain vakuola, organel sel lain yang menjadi tempat kompartementasi Fe adalah kloroplas, mitokondria, dan vesikel (Thomine dan Lanquar 2011). Mekanisme influks Fe ke kloroplas belum begitu jelas namun percobaan pengambilan vesikel yang diisolasi dari membran dalam kloroplas tanaman pea mengindikasikan keterlibatan uniporter Fe. Transpor Fe pada dikotil digambarkan pada Gambar 17 (Guerinot 2010).

Page 85: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

6.1 Karakteristik Lahan SalinSalinitas yang terdapat di Indonesia berbeda dengan salinitas yang terdapat di daerah semi-arid dan arid. Lahan salin di daerah semi-arid dan arid adalah lahan yang secara alami mempunyai kandungan garam tinggi yang disebabkan oleh tanah dan air tanah. Garam yang dominan dalam tanah salin adalah NaCl, Na2SO4, CaCl, Mg2SO4, dan MgCl (Ghafoor et al. 2004), sedangkan di Indonesia yang dianggap sebagai lahan salin adalah lahan yang mendapat intrusi air laut lebih dari empat bulan dalam setahun dan kandungan natrium dalam larutan tanah berkisar 8–15%.

Lahan salin yang tersebar di sepanjang pantai di Indonesia mencapai seluas 400.000 ha. Pada masa yang akan datang, luas lahan salin akan semakin meningkat karena penurunan kualitas air dan curah hujan (Chinnusamy et al. 2005). Peningkatan luas lahan salin di Indonesia juga tidak dapat dihindari sehingga potensi luas lahan marginal juga akan bertambah. Dengan demikian harus dikembangkan varietas dan teknik budi daya yang sesuai untuk lahan salin agar lahan tersebut dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan lahan salin di masa yang akan datang harus dimaksimalkan karena luas lahan pertanian subur yang terus berkurang seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Pemanfaatan lahan salin akan efisien jika menggunakan spesies atau varietas yang toleran dan adaptif serta teknik budi daya yang cocok. Pengembangan varietas yang toleran terhadap tanah salin pada berbagai komoditas sudah banyak dilakukan (Zhu et al. 2001; Zeng et al. 2002; Hussain et al. 2003; Chinnusamy et al. 2005). Ambang batas EC dan persentase penurunan hasil

VI ADAPTASI TANAMAN TERHADAP

CEKAMAN SALINITAS

Page 86: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

70

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

pada beberapa spesies tanaman dijelaskan pada Tabel 10. Kacang hijau, terung, bawang merah, dan jagung tergolong peka salinitas, sedangkan gandum, bit gula, kapas, dan barley tergolong toleran salinitas (Ghafoor et al. 2004).

Tingkat toleransi beberapa jenis tanaman terhadap salinitas terdapat pada Tabel 11. Di antara berbagai tanaman, kelompok rumput-rumputan merupakan kelompok yang sangat toleran terhadap salinitas. Padi termasuk kelompok yang medium toleran terhadap salinitas, tetapi padi yang dibudidayakan di daerah semi-arid dan arid adalah padi yang toleran terhadap salinitas. Beberapa varietas padi toleran terhadap salinitas adalah Kashmir Basmati dan NIAB-IRRI 9.

Tabel 10 Ambang batas salinitas beberapa tanaman dan persentase penurunan hasil pada kondisi salin

No. Jenis Tanaman Ambang Batas Salinitas (ds/m)

Penurunan Hasil(%/dsm-1)

1. Kacang hijau 1,0 19,02. Terung 1,1 6,93. Bawang merah 1,2 16,04. Cabai 1,5 14,05. Jagung 1,7 12,06. Tebu 1,7 5,97. Kentang 1,7 12,08. Kubis 1,8 9,79. Tomat 2,5 9,910. Padi 3,0 12,011. Kacang tanah 3,2 29,012. Kedelai 5,0 20,013. Gandum 6,0 7,114. Bit gula 7,0 5,915. Kapas 7,7 5,216 Barley 8,0 5,0

Sumber: Ghafoor et al. (2004)

Page 87: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VI Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Salinitas

71

6.2 Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Salinitas

Permasalahan salinitas terus meningkat karena penurunan kualitas dan kuantitas drainase. Tanah yang dianggap sebagai tanah salin adalah tanah yang jika memiliki daya hantar listrik (EC=electric conductivity) lebih dari 4 ds/m, setara dengan 40 mM NaCl dalam larutan tanah.

Menurut Ghafoor et al. (2004), salinitas merupakan cekaman abiotik yang memengaruhi produktivitas dan kualitas tanaman. Salinitas menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada kondisi salin disebabkan oleh:

1. penurunan potensial osmotik larutan tanah sehingga mengurangi ketersediaan air bagi tanaman; dan

2. peningkatan konsentrasi ion yang bersifat racun bagi tanaman atau memacu ketidakseimbangan dalam metabolisme nutrisi perubahan struktur fisik dan kimia tanah.

Tabel 11 Tingkat adaptasi tanaman terhadap Na berdasarkan Na yang dapat ditukarkan di lapang

Sangat Toleran(Nadd>60)

Toleran(Nadd=40–60)

Medium Toleran(Nadd20–40)

Peka (Nadd10–20)

Sangat Peka(Nadd2–10)

wheat grass gandum clovers kedelai alpukatgrass kapas oats jagung jeruktall wheat grass alfalfa padi kacang tanah nuts

barley lentiltomat sesamegarden beet

Sumber: Ghafoor et al. (2004)

Peningkatan tekanan osmotik atau penurunan potensial osmotik menyebabkan penurunan produktivitas tanaman karena penurunan penyerapan air. Pada kondisi salin, tanaman memerlukan lebih banyak energi untuk menyerap air dan mempertahankan turgor sel. Jika tanaman tidak mempunyai energi yang cukup, penyerapan air dan aliran transpirasi akan menurun sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman juga akan terganggu.

Page 88: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

72

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Ketika tanaman ditanam dalam kondisi salin, maka tanaman mengalami ketidakseimbangan ion-ion yang dapat menyebabkan toksisitas bagi tanaman. Ketidakseimbangan ion-ion dalam larutan tanah dapat memengaruhi penyerapan hara, misal konsentrasi ion Cl-, Na+, atau Mg+2 yang tinggi dalam larutan tanah dapat menurunkan penyerapan ion NO3

-, K+, Zn+, dan Ca+2. Keseimbangan penyerapan antara K+ dan Na+ atau rasio K/Na menjadi salah satu indikasi toleransi tanaman terhadap salinitas.

Dalam kondisi salin, tanaman akan mempertahankan gradien potensial air antara sel tanaman dan larutan tanah melalui penyesuaian osmotik. Penyesuaian fisiologi dalam tanaman melibatkan proses fotosintesis, produksi hormon, pembukaan stomata, respirasi, dan sintesis osmotikum.

Menurut Marschner (1995), mekanisme toleransi terhadap salinitas meliputi mekanisme ekslusi dan inklusi. Mekanisme ekslusi adalah mekanisme untuk mencegah defisit air secara internal dengan cara sintesis solut organik dan meningkatkan sukulensi. Sementara mekanisme inklusi adalah mekanisme untuk mencegah toksisitas ion-ion melalui jaringan yang mempunyai toleransi tinggi terhadap peningkatan konsentrasi garam dengan cara kompartementasi garam, sintesis solut kompatibel, dan pertukaran K+/Na+, serta penghindaran dari ion berkonsentrasi tinggi dengan cara retranslokasi garam melalui floem, ekskresi garam, dan menggugurkan daun-daun tua. Tanaman yang memiliki mekanisme ekslusi hanya menyimpan garam dalam konsentrasi yang sangat rendah dalam batang dan pucuk karena tanaman mampu meretranslokasikan garam kembali ke daerah perakaran, sedangkan tanaman dengan mekanisme inklusi akan menyimpan garam dalam konsentrasi tinggi pada batang dan pucuk. Transpor ion sangat berperan dalam adaptasi tanaman terhadap salinitas tanpa memerhatikan mekanisme toleransi yang dimiliki oleh tanaman (Marschner 1995).

Ketidakseimbangan ion-ion dalam larutan tanah dapat memengaruhi penyerapan hara, misalnya konsentrasi ion Cl-, Na+ yang tinggi dalam larutan tanah dapat menurunkan penyerapan ion K+, Ca+2, Mg+2 (Sopandie 1990; Sopandie et al. 1990ab, 1995ab; Marschner 1995). Keseimbangan penyerapan antara K+ dan Na+ atau rasio K/Na menjadi salah satu indikasi toleransi tanaman terhadap salinitas (Sopandie et al. 1993; Marschner 1995).

Page 89: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VI Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Salinitas

73

Gambar 18 Penampilan tanaman barley pada berbagai konsentrasi NaCl dan CaSumber: Sopandie (1990)

Tanaman yang memiliki mekanisme ekslusi menyimpan garam dalam konsentrasi yang sangat rendah pada tajuk karena tanaman mampu me-retranslokasikan garam kembali ke daerah perakaran. Tanaman dengan mekanisme inklusi akan menyimpan garam dalam konsentrasi tinggi pada tajuk. Seaman (2004) mengelompokkan toleransi tanaman terhadap salinitas, baik secara ekslusi maupun inklusi menjadi toleransi pada tingkat seluler, jaringan, dan tanaman (Tabel 12).

Tabel 12 Respons tanaman terhadap salinitas

Morfologi Pengurangan jumlah daun, penurunan ukuran daun, pengurangan jumlah stomata per satuan luas, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin, peningkatan tyloses, serta peningkatan lignifikasi akar

Fisiologi Peningkatan sintesis osmolit kompatibel, penurunan rasio K+/Na+, peningkatan kompartementasi Na+ ke dalam vakuola, sekresi garam

Biokimia Peningkatan produksi ABA dan peningkatan aktivitas enzim Molekuler Aktivasi gen yang berhubungan dengan selektivitas transpor ion dan

integritas membranSumber: Seaman (2004)

Page 90: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

74

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

6.2.1 Adaptasi Fisiologi Mekanisme adaptasi fisiologi terjadi melalui penyesuaian osmotik, kompartementasi garam ke dalam vakuola, dan sekresi garam. Penyesuaian osmotik merupakan kemampuan tanaman untuk menurunkan potensial osmotik tanpa kehilangan turgor. Penyesuaian osmotik dicapai melalui sintesis osmolit kompatibel dan regulasi penyerapan K+ serta efluks Na+. Sintesis osmolit kompatibel merupakan media bagi tanaman untuk melakukan penyesuaian osmotik (osmotic adjusment) guna mengatasi penurunan potensial tanpa kehilangan turgor (Hare et al. 1998). Senyawa yang termasuk osmolit kompatibel yang bersifat osmoprotectant adalah gula, prolin, polyiol, manitol, asam amino, dan glycine betaine.

Regulasi penyerapan K dan Na untuk penyesuaian osmotik (osmotic adjustment) dicapai melalui selektivitas transpor ion-ion. Selektivitas transpor ion-ion merupakan mekanisme yang umum digunakan oleh tanaman untuk mencapai rasio K+/Na+ yang diinginkan oleh tanaman dalam sitosol (Chinnusamy et al. 2005). Toleransi terhadap salinitas tidak hanya melibatkan adaptasi untuk mencegah toksisitas Na, tetapi juga melibatkan kemampuan melakukan transpor K secara selektif pada saat konsentrasi Na dalam larutan tanah tinggi untuk mempertahankan rasio K+/Na+. Selektivitas transpor antara K atau Na sangat menentukan toleransi tanaman terhadap salinitas karena kedua ion mempunyai muatan yang sama (Rodriguez-Navarro 2000).

Selain selektivitas transpor ion-ion, permeabilitas membran sel sangat berperan dalam penyesuaian osmotik sebagai bentuk toleransi terhadap salinitas. Kalsium sangat berperan dalam mempertahankan permeabilitas membran sel. Pada tanaman yang toleran terhadap salinitas ternyata mampu mempertahankan penyerapan kalsium.

Konsentrasi garam dalam sel tanaman dapat mencapai tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi dalam larutan tanah. Kemampuan tanaman untuk mempertahankan konsentrasi garam yang rendah dalam sitosol sangat penting sebagai mekanisme toleransi terhadap salinitas. Mekanisme yang dimiliki tanaman untuk menurunkan konsentrasi garam dalam sitosol adalah meningkatkan efluks garam pada membran plasma dan kompartementasi garam ke dalam vakuola. Kompartementasi NaCl ke dalam vakuola hanya dapat terjadi jika NaCl ditransportasikan secara aktif menuju vakuola dan permeabilitas membran tonoplas terhadap NaCl rendah. Kompartementasi

Page 91: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VI Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Salinitas

75

dan eksresi garam merupakan transpor aktif yang sangat ditentukan oleh jumlah energi yang dihasilkan melalui respirasi dalam mitokondria (Maathuis et al. 1992).

Transpor ion melalui plasma membran dan tonoplas membutuhkan energi yang disediakan oleh ATP vakuola dan plasma membran (Leigh 1997). Ion Na masuk ke dalam vakuola memanfaatkan pompa proton melalui membran Na+/H+ antiport. Peningkatan aktivitas Na+/H+ antiport pada kelompok halofit dan glikolifit sangat berperan sebagai mekanisme toleransi terhadap salinitas (Garbarino dan Dupont 1988). Selain itu kandungan garam dalam tajuk dikendalikan dengan ekresi melalui kelenjar garam, kutikula, gutasi atau ditransportasikan kembali melalui floem. Demiral (2003) menemukan mekanisme adaptasi pada spesies Olea europaea, yaitu ekslusi garam yang ditunjukkan dengan peningkatan rasio K+/Na+ dalam sel tanaman seiring dengan meningkatnya stres garam yang dialami oleh tanaman.

Stres salinitas juga menginduksi peningkatan akumulasi asam absisik (ABA) dalam daun (Zhu 2002). Kandungan ABA pada varietas padi yang toleran terhadap salinitas ditemukan lebih tinggi dibandingkan dengan varietas yang peka. Peningkatan kandungan ABA dapat memperbaiki rasio K+/Na+ karena

peningkatan ABA akan memacu eksresi garam melalui pengguguran daun.

Peningkatan atau penurunan sintesis dan aktivitas enzim merupakan mekanisme tanaman untuk toleran terhadap salinitas (Hoshida et al. 2000). Hasil penelitian Demiral et al. (2005) menunjukkan bahwa pada kondisi salin terjadi peningkatan aktivitas dan konsentrasi enzim Superoxicide dismutase (SOD) dalam daun pada beberapa varietas barley. Enzim SOD berperan dalam detoksifikasi ROS sehingga permeabilitas membran dapat dipertahankan.

6.2.2 Adaptasi Molekuler Konsentrasi K+ dalam sel dapat dipertahankan dengan meningkatkan ekspresi gen yang mengendalikan potassium-specific cotransporter. Pada beberapa spesies, enzim mengendalikan transporter K+ hanya diinduksi pada kondisi stres salin (Su et al. 2002). Homeostasis ion-ion terutama ion K dan Na sangat penting sebagai mekanisme toleransi terhadap salinitas (Versluos et al. 2006). Regulasi homeostasis antara ion K dan Na terjadi melalui kompartementasi Na ke dalam vakuola dalam lintasan yang dikendalikan oleh gen SOS1 (SOS pathway). Ekspresi SOS1 pada kondisi salinitas akan meningkat karena

Page 92: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

76

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

dipacu oleh SOS3-SOS2 Kinase (Ishitani et al. 2000). Stres salinitas akan menginisiasi signal kalsium yang mengaktifkan protein kinase komplek SOS2 dan SOS3 yang berperan meningkatkan ekspresi gen SOS1. Di samping itu SOS2 dan SOS3 juga mengatur transkripsi beberapa gen yang mengendalikan homeostasis ion H+-ATPase dan H+-Ppase. Kedua enzim ini berperan mengatur gradien proton yang berfungsi dalam aktivitas Na+/H+ antiporter (Zhu 2002; Chinnusamy et al. 2005). Ekspresi gen H-Pyrophosphatase dapat meningkatkan transpor Na ke vakuola dan mempertahankan kandungan air dalam daun sehingga toleransi terhadap salinitas meningkat (Gaxiola et al. 2001).

Page 93: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Pertanian sangat penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh dunia. Kegiatan pertanian telah menggunakan 40% permukaan lahan yang ada, mengonsumsi 70% sumber daya air global, dan mengelola keanekaragaman hayati pada tingkat genetik, spesies, dan ekosistem. Penelitian yang dilakukan dalam pertanian telah memperluas ruang lingkup penerapan manajemen sistem pertanian berkelanjutan dengan penggunaan sumber daya yang efisien. Namun demikian, penyediaan pangan yang cukup untuk penduduk dunia saat ini menjadi lebih sulit karena adanya peningkatan populasi yang tinggi (Sombroek dan Gommes 1998).

Diprediksi akan terjadi kenaikan permukaan air laut 40 cm dalam 100 tahun ke depan yang akan menenggelamkan lahan pertanian yang berharga di daerah pesisir. Intensitas kejadian serangan hama penyakit akan meningkat. Zona agro-ekologis bisa bergeser, lebih dari ratusan kilometer horizontal dan ratusan meter secara altitude, yang mengakibatkan beberapa tanaman terutama pohon dan spesies hewan tidak bisa mengikuti perubahan ini. Akibatnya, sistem pertanian tidak dapat menyesuaikan secara sendiri. Pada wilayah yang memiliki empat musim, suhu yang lebih tinggi akan memperpanjang musim tanam bagi beberapa tanaman karena pada musim dingin suhu masih hangat. Demikian juga penanaman tanaman masih bisa dilakukan di daerah pegunungan pada musim dingin. Dalam beberapa hal, kondisi ini memungkinkan terjadi peningkatan pertanaman dan produksi tanaman. Sebaliknya, di area yang sudah hangat seperti di daerah tropika, perubahan iklim dapat menyebabkan penurunan produktivitas (Sombroek dan Gommes 1998). Efek ini memengaruhi kemampuan untuk memperluas produksi pangan yang diperlukan. Peningkatan kadar CO2, troposfer ozon (O3), UV-B

VII ADAPTASI TANAMAN TERHADAP

PERUBAHAN IKLIM DAN CEKAMAN SUHU TINGGI

Page 94: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

78

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

(karena penurunan ozon di stratosfir) akan menyebabkan peningkatan suhu dan beberapa komponen yang terkait dengan siklus hidrologi yang akan memengaruhi proses fisiologis tanaman secara langsung, yang menyebabkan produktivitas pertanian berkurang. Pada bagian ini akan diuraikan perubahan yang mungkin terjadi dalam proses fisiologi tanaman sebagai respons terhadap perubahan iklim.

7.1 Dampak Perubahan Iklim 7.1.1 Peningkatan Kadar CO2Tanaman secara langsung dipengaruhi oleh peningkatan konsentrasi CO2 atmosfer, karena tanaman merupakan penghubung pertama secara molekular antara atmosfer dan biosfer. Peningkatan karbon dioksida memiliki kemampuan untuk memengaruhi semua ekosistem, dari organisme sel mikroskopis sampai ke tingkat makroskopis agro-ekosistem. Gas CO2 memiliki potensi untuk memengaruhi proses fisiologi utama, yaitu fotosintesis, respirasi, dan transpirasi (Ahmad et al. 2010).

Fotosintesis dan Respirasi. Gas CO2 merupakan komponen penting dari proses fotosintesis, di mana kehidupan di bumi sangat bergantung pada proses ini. Gas CO2 berfungsi sebagai substrat untuk asimilasi karbon selama terjadinya proses fotosintesis. Spesies tanaman bervariasi dalam respons mereka terhadap CO2, sebagian karena perbedaan mekanisme fotosintesisnya. Tanaman C3 (gandum, padi, oilseed) memberikan respons negatif terhadap kenaikan CO2 karena CO2 yang tinggi akan mengurangi aktivitas enzim Rubisko (Rubisco; ribulose 1,5-bisphosphate carboxylase/oxygenase). Tanaman C4 (sorgum, jagung, tebu) hanya menunjukkan sedikit perubahan dalam proses fotosintesisnya atau tidak berespons sama sekali terhadap peningkatan CO2 karena jalur C4 tidak dihambat oleh O2 dan dapat dijenuhi oleh CO2 secara total (Ahmad et al. 2010). Tanaman C4 bisa diabaikan dalam respons fotosintesisnya terhadap kenaikan CO2, karena siklus C4 akan meningkatkan konsentrasi CO2 dalam sel-sel pembuluh seludangnya (bundle sheath cells) ke titik di mana foto respirasi sangat kecil serta dalam siklus Calvin-Benson-Bassham CO2 hampir mencapai konsentrasi jenuhnya. Namun, tidak ada konsensus mengenai pengaruh secara kuantitatif akibat kenaikan CO2 karena adanya perbedaan respons tanaman pada fase yang berbeda serta faktor pembatas pertumbuhan yang berbeda pada masing-masing tanaman.

Page 95: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VII Adaptasi Tanaman terhadap Perubahan Iklim dan Cekaman Suhu Tinggi

79

Akumulasi karbohidrat nonstruktural dalam daun dan organ tanaman lainnya dalam bentuk pati, karbohidrat terlarut atau poli-fructosans akan terjadi, bergantung pada spesies. Pada beberapa kasus mungkin akan terjadi umpan balik negatif dari fotosintesis, terkait dengan akumulasi karbohidrat nonstruktural. Peningkatan akumulasi karbohidrat, terutama di daun mungkin menunjukkan bahwa tanaman tidak sepenuhnya bisa menyesuaikan diri dan mengambil keuntungan dari kondisi CO2 yang tinggi. Hal ini mungkin karena tanaman yang mendapatkan CO2 tinggi tidak memiliki sink yang memadai atau tidak memiliki kapasitas floem untuk memuat dan mentranslokasi karbohidrat terlarut ke semua bagian tanaman (Ahmad et al. 2010). Pengembangan kultivar tanaman yang efisien dalam pemanfaatan foto-asimilat merupakan tujuan yang penting dalam perakitan varietas tanaman ke depan. Laju respirasi per unit area diperkirakan akan meningkat dengan peningkatan fotosintesis, laju pertumbuhan, dan tingkat substrat karena biomassa yang tinggi memerlukan suplai energi lebih besar untuk pemeliharaan dan pertumbuhan. Mungkin akan terjadi penurunan laju respirasi spesifik yang disebabkan akibat paparan jangka pendek terhadap peningkatan CO2 dan pertumbuhan jangka panjang dalam kondisi CO2 yang tinggi. Respirasi gelap pada tanaman padi per satuan luas akan meningkat dengan meningkatnya CO2 yang dapat dikaitkan dengan peningkatan biomassa, tetapi laju respirasi spesifik per unit biomas menurun.

Transpirasi. Peningkatan CO2 diperkirakan akan menurunkan konduktansi stomata pada kebanyakan spesies yang menyebabkan penurunan kemampuan transpirasi per unit area daun. Penurunan sebesar 40% konduktansi stomata yang diinduksi oleh kenaikan dua kali lipat CO2 sering terjadi pada 10% (atau kurang) penurunan kadar air kanopi daun pada kondisi lapang atau pada growth chamber. Akan tetapi indeks luas daun beberapa tanaman dapat juga dipengaruhi dan mungkin bertambah. Perubahan aktual pada evapotranspirasi diatur oleh keseimbangan energi, seperti dimitigasi oleh konduktansi stomata, indeks luas daun, struktur tanaman, dan perubahan faktor iklim. Uprety et al. (2002) menunjukkan bahwa stomata di epidermis bawah lebih sensitif terhadap pengayaan CO2 dibandingkan dengan stomata bagian atas pada tanaman padi.

Peningkatan CO2 juga dapat menyebabkan perubahan anatomi secara signifikan, tetapi penelitian tentang ini sangat terbatas. Penggunaan TEM (transmission electron microscope) menunjukkan peningkatan yang nyata terhadap ketebalan epidermis, ukuran sel mesofil, akumulasi pati, seperti

Page 96: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

80

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

juga pada ukuran, dan jumlah granula pati per kloroplas tanaman Brassica juncea yang ditumbuhkan pada kondisi CO2 yang tinggi (Uprety et al. 2001). Tampaknya dengan peningkatan jumlah dan ukuran sel palisade dan bersamaan dengan peningkatan jumlah kloroplas per daun, menyebabkan berlebihnya tempat untuk penyimpanan pati dalam kondisi stres. Pengaruh buruk terhadap struktur kloroplas, baik yang diakibatkan oleh cekaman air maupun oleh pemuatan pati yang berlebih bisa dikurangi oleh peningkatan CO2. Anatomi daun mencerminkan optimasi strategi akibat tingkat CO2 yang tinggi yang memungkinkan pemuatan kloroplas dengan pati yang berlebih untuk mengurangi efek merugikan dari kekeringan pada daun B. Juncea.

Asimilasi Nitrogen. Rasio karbon: nitrogen pada daun tanaman umumnya meningkat dalam kondisi kadar CO2 atmosfer yang tinggi. Tanaman tampaknya mampu beraklimatisasi terhadap peningkatan CO2 melalui pengurangan kebutuhan terhadap enzim Rubisco dan perlengkapan fotosintetis, yang akan menyebabkan rendahnya kandungan N (Foyer dan Noctor 2002). Perubahan C:N rasio diatur, baik oleh karbohidrat terstrukstur maupun oleh nonstruktural karbohidrat serta diatur juga oleh penurunan kandungan protein. Namun demikian, kandungan N dalam biji umumnya tidak dipengaruhi (Allen et al. 1988). Paparan konsentrasi CO2 yang tinggi dalam jangka pendek menyebabkan pengalihan reduktor fotosintesis dari NO3

- atau NO2- reduksi menjadi bentuk fiksasi CO2, sedangkan paparan

jangka panjang oleh CO2 tinggi menyebabkan pengurangan kapasitas daun gandum untuk foto-asimilasi NO3 pada setiap konsentrasi CO2 (Bloom et al. 2002). Selain itu, tingkat bikarbonat yang tinggi dapat menekan translokasi NO2 ke dalam kloroplas daun gandum dan pea. Oleh karena itu, peningkatan CO2 menghambat foto-asimilasi NO3 dan ketika tanaman menerima NO3 sebagai sumber N, peningkatan CO2 menyebabkan hambatan pertumbuhan pucuk hanya setengahnya dan adanya penghambatan terhadap protein di pucuk menjadi dua kali lipat. Studi ini memiliki implikasi bahwa pada kondisi CO2 tinggi, gandum harus memiliki kemampuan yang tinggi dalam menggunakan NO3 sebagai sumber nitrogen.

Efisiensi Penggunaan Air. Cekaman air merupakan faktor pembatas penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman. Pada serealia, pada umumnya tanaman akan mampu bertahan terhadap cekaman air pada fase vegetatif. Beberapa tanaman akan mampu beradaptasi terhadap kekurangan air dengan memperpendek daur hidupnya atau tanaman memiliki kemampuan dalam menghindari cekaman dengan meningkatkan pertumbuhan akarnya agar

Page 97: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VII Adaptasi Tanaman terhadap Perubahan Iklim dan Cekaman Suhu Tinggi

81

dapat meningkatkan serapan akar. Dalam kondisi CO2 tinggi diperlukan waktu lebih lama bagi tanaman untuk mengalami kekeringan karena konduktansi stomata yang rendah dan laju transpirasi yang rendah (Bunce 1998). Potensial osmotik menurun lebih tajam pada kondisi CO2 tinggi dibanding pada konsentrasi ambien CO2 yang menyebabkan tekanan turgor dapat dipertahankan, sehingga pertumbuhan tanaman tetap berlanjut pada kondisi defisit air (Sionit et al. 1980). Lebih lanjut, tanaman yang tumbuh dalam kondisi CO2 tinggi menggunakan air lebih sedikit, lebih efisien, dan lebih toleran terhadap kekeringan (Vu et al. 1998).

Produktivitas Tanaman. Peningkatan konsentrasi CO2 diprediksi akan memengaruhi produktivitas tanaman akibat adanya peningkatan suhu rata-rata di permukaan dan jumlah CO2 yang tersedia untuk fotosintesis (Aggarwal 2003). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ketika temperatur tetap, kenaikan dua kali lipat konsentrasi CO2 akan meningkatkan hasil padi (Kim et al. 2003; Bouman dan Van Laar 2006; Krishnan et al. 2007). Namun demikian terdapat variasi hasil terkait pengaruh perubahan iklim terhadap produktivitas padi. Studi pemodelan di Jepang (Horie et al. 2000) menunjukkan variasi yang luas dalam produksi padi yang diantisipasi karena adanya perubahan iklim. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa peluang terjadi kenaikan hasil padi akibat kenaikan suhu sangat kecil, sebaliknya akan terjadi penurunan hasil padi jika terjadi kenaikan suhu dekadal > 0,8˚C, di mana akan terjadi penurunan terbesar pada wilayah latitude 10˚ dan 35˚ Utara. Masih terdapat perbedaan pendapat tentang pengaruh peningkatan konsentrasi CO2 terhadap pertumbuhan tanaman C4. Brown dan Rosenberg (1997) mengamati bahwa suhu tinggi menyebabkan penurunan hasil biji pada lima tanaman termasuk jagung dan sorgum, di mana pada tingkat tertentu dimitigasi oleh kenaikan CO2 dan presipitasi yang naik. Efek mitigasi lebih terlihat pada sorgum. Walaupun sangat banyak perbedaan pendapat terkait dampak perubahan iklim terhadap hasil tanaman C4, Young dan Long (2000) menyatakan bahwa hasil tanaman C4 akan menurun pada berbagai skenario perubahan iklim. Beberapa hasil penelitian ini memberikan implikasi bahwa diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menguji teori bahwa fotosintesis tanaman C4 tidak mengalami perubahan terhadap kenaikan CO2 jika ditumbuhkan pada kondisi normal, sehingga potensi produksi tanaman C4, khususnya jagung, tidak akan banyak dipengaruhi oleh kenaikan CO2 secara global (Ahmad et al. 2010).

Page 98: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

82

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

7.2 Cekaman Suhu TinggiSesuai dengan laporan IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) bahwa diproyeksikan akan terjadi kenaikan suhu sebesar 0,2˚C setiap dekade selama dua dekade ke depan (Ahmad et al. 2010). Walaupun seluruh konsentrasi GRK dan aerosol dipertahankan konstan seperti pada tahun 2000, kenaikan suhu selanjutnya akan terjadi sebesar 0,1˚C setiap dekadenya. Setelah itu, kenaikan suhu akan bergantung pada skenario emisi spesifik (IPCC 2007). Sejak munculnya industrialisasi, suhu permukaan bumi telah meningkat sebesar 0,6˚C, umumnya disebabkan oleh kenaikan konsentrasi CO2 dan GRK lainnya selama periode tersebut (Stott et al. 2000). Hiscock et al. (2004) memprediksi bahwa pada tahun 2050 suhu permukaan bumi akan meningkat 2,1˚C dibandingkan dengan suhu pada tahun 2000, di mana suhu air laut kenaikannya akan lebih tinggi, yaitu meningkat lebih dari 2,5˚C. Menurut Ahmad et al. (2010), pengaruh suhu terhadap reaksi biokimia dapat dimodelkan seperti produk dua fungsi, peningkatan secara eksponensial dari reaksi pembentukan dan laju kerusakan secara eksponensial yang dihasilkan dari denaturasi enzim-enzim ketika suhu meningkat. Suhu tinggi menyebabkan kerusakan dan gangguan terhadap keseimbangan yang baik antara fotosintesis dan respirasi. Ketika suhu meningkat di atas maksimum untuk pertumbuhan, tanaman mengalami penuaan. Daun tanaman kehilangan warna hijaunya sehingga tidak mampu berfotosintesis. Ketika suhu sangat tinggi, akan menyebabkan kematian. Suhu di atas optimal suhu kardinal akan menyebabkan aktivitas fisiologi menurun yang berdampak terhadap inaktivasi beberapa enzim. Selain mengalami kekeringan, suhu tinggi mengganggu keseimbangan fotosintesis dan respirasi, tanaman mengalami kerusakan melalui beberapa cara seperti respirasi yang berlebihan pada biji. Hal yang terpenting adalah gangguan terhadap stabilitas enzim untuk mencegah denaturasi. Kegagalan fungsi enzim penting dapat meyebabkan kematian tanaman. Fakta ini menunjukkan bahwa kebanyakan tanaman dapat bertahan pada suhu tinggi dalam kisaran yang sempit, yaitu maksimum pada 40–45˚C. Hubungan antara derajat panas untuk lingkungan tumbuh tanaman dan derajat panas untuk enzim sudah terbangun dengan baik (Senioniti et al. 1986). Kebergantungan termal dari reaksi suatu enzim penting dapat mengindikasikan kisaran optimal untuk tanaman.

Cekaman suhu tinggi sering didefinisikan ketika terjadi kenaikan suhu di luar batas selama jangka waktu yang cukup untuk menyebabkan terjadinya kerusakan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang tidak dapat balik.

Page 99: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VII Adaptasi Tanaman terhadap Perubahan Iklim dan Cekaman Suhu Tinggi

83

Secara umum, peningkatan 10–15˚C di atas suhu ambien dianggap sebagai cekaman suhu tinggi (heat shock, heat sress). Namun demikian, cekaman suhu tinggi adalah fumgsi yang kompleks dari intensitas suhu, durasi, dan laju peningkatan suhu. Toleran terhadap suhu tinggi umumnya didefinisikan sebagai kemampuan tanaman untuk tumbuh dan memproduksi hasil (economic yield) dalam kondisi suhu tinggi. Beberapa peneliti menyatakan bahwa suhu malam hari merupakan faktor pembatas utama. Namun beberapa peneliti lainnya menyatakan bahwa suhu malam hari dan tengah hari tidak memengaruhi tanaman secara terpisah, tetapi rata-rata suhu harian merupakan angka yang paling tepat digunakan sebagai penentu respons tanaman terhadap suhu tinggi, sedangkan suhu siang hari memegang peran berikutnya (Wahid et al. 2007).

Dalam kondisi suhu yang ekstrem, kerusakan sel yang parah atau kematian sel dapat terjadi dalam hitungan menit, sehingga dapat menyebabkan kerusakan parah pada organisasi sel tanaman. Cekaman suhu tinggi pada tingkat moderat, kerusakan atau kematian sel mungkin terjadi setelah jangka waktu yang lama berada dalam cekaman. Kerusakan langsung akibat suhu tinggi termasuk denaturasi protein dan agregasi protein, serta peningkatan fluiditas lipida membran. Secara tidak langsung atau cekaman lebih lambat, suhu tinggi menyebabkan inaktivasi enzim dalam kloroplas dan mitokondria, penghambatan sintesis protein, degradasi protein, serta kehilangan integritas membran (Howarth 2005). Cekaman suhu tinggi juga berpengaruh terhadap organisasi mikrotubul (microtubules) karena terjadinya pemisahan/pemanjangan benang-benang spindel, pembentukan “microtubules asters” pada sel-sel mitotik, dan pemanjangan dari “pragmoplast microtubules”. Kerusakan ini berakibat pada terjadinya kelaparan (starvation), penghambatan pertumbuhan, reduksi dalam ion flux, produksi senyawa toksik, dan oksigen reaktif (ROS). Setelah mengalami penderaan suhu tinggi dan terjadinya persepsi sinyal, seketika terjadi perubahan pada tingkat molekuler yang mendorong terjadinya ekspresi gen dan akumulasi transkrip, maka terjadilah sintesis protein (stress-related proteins) sebagai strategi toleransi terhadap cekaman suhu tinggi. Ekspresi HSPs (heat shock proteins) diketahui sebagai strategi penting untuk adaptasi terhadap cekaman suhu tinggi. Ukuran HSPs berkisar antara 10–200 kDa, memiliki fungsi seperti chaperon dan berperan dalam sinyal transduksi selama cekaman suhu tinggi terjadi. Toleransi yang dimediasi oleh HSPs menghasilkan perbaikan proses fisiologi seperti fotosintesis, assimilate partitioning, WUE (Water Use Efficiency), NUE (Nutrient Use Efficiency), dan stabilitas membran (Camejo et al. 2005; Ahn dan Zimmerman 2006;

Page 100: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

84

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Momcilovic dan Ristic 2007). Perbaikan beberapa proses fisiologi tersebut memungkinkan tanaman dapat melakukan pertumbuhan dan perkembangan dalam kondisi cekaman suhu tinggi. Namun tidak semua spesies tanaman dan genotipe dalam spesies memiliki kemampuan yang sama terhadap cekaman suhu tinggi. Ditemukan banyak sekali variasi dalam spesies maupun antarspesies di dalam responsnya terhadap cekaman suhu tinggi, oleh karena itu memberikan peluang untuk melakukan perbaikan genetik untuk toleransi terhadap cekaman suhu tinggi. Beberapa upaya melalui metode pemuliaan konvensional telah berhasil (Camejo et al. 2005). Akhir-akhir ini teknik yang lebih maju melalui rekayasa genetika telah digunakan dalam merakit tanaman yang adaptif terhadap cekaman suhu tinggi. Namun demikian, untuk menjamin suksesnya perakitan tanaman yang toleran terhadap cekaman suhu tinggi, kerja sama yang lebih integratif sangat diharapkan dari para ahli fisiologi, molekuler biologi, dan pemulia tanaman.

7.2.1 Batas Suhu TinggiBatas cekaman suhu tinggi ditentukan berdasarkan suhu rata-rata harian yang menyebabkan awal terjadinya penurunan pertumbuhan tanaman. Batas atas dan bawah suhu tersebut telah ditentukan untuk beberapa tanaman di laboratorium dan lapang. Batas suhu bawah adalah satu derajat di bawah suhu, di mana pertumbuhan dan perkembangan tanaman berhenti. Batas atas suhu tersebut (threshold) adalah suhu satu derajat di atas nilai batas tersebut yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman berhenti (Wahid et al. 2007). Pengetahuan tentang batas bawah temperatur sangat penting dalam riset fisiologi seperti halnya penelitian terkait dengan produksi tanaman. Batas suhu bawah tanaman sangat bervariasi berdasarkan spesies, tetapi spesies untuk musim dingin batas suhu bawah adalah 0˚C sebagai perkiraan. Tanaman musim dingin dan tanaman di daerah subtropis memiliki batas suhu bawah yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman tropis. Batas suhu atas bervariasi antarspesies bahkan antargenotipe dalam spesies yang sama. Penetapan suhu batas atas yang konsisten sangat sulit karena perilaku tanaman akan berbeda bergantung pada kondisi lingkungan lainnya. Pada tomat, ketika temperatur ambien melampaui 35˚C, perkecambahan biji, pertumbuhan biji, dan vegetatif berjalan, tetapi pembungaan, pembentukan buah, dan pemasakan buah sangat dihambat. Tanaman lain mungkin berbeda dengan tomat. Pada Tabel 13 ditunjukkan batas atas temperatur untuk beberapa tanaman. Sensitivitas terhadap suhu tinggi sangat penting

Page 101: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VII Adaptasi Tanaman terhadap Perubahan Iklim dan Cekaman Suhu Tinggi

85

bagi tanaman tropis dan subtropis karena cekaman suhu tinggi bisa menjadi faktor penghambat pertumbuhan tanaman.

Pemaparan terhadap suhu tinggi dalam waktu singkat selama pengisian biji akan menginduksi senesen, mengurangi pembentukan biji, bobot biji, dan mengurangi hasil tanaman. Tanaman akan menggunakan fotosintat untuk menghadapi cekaman suhu tinggi, sehingga hanya fotosintat dalam jumlah yang terbatas yang tersedia untuk perkembangan reproduksi tanaman.

Tabel 13 Batas suhu tinggi beberapa tanaman

Tanaman Threshold temperatur (◦C) Stadia Pertumbuhan Gandum 26 Pascapembungaan Jagung 45 ReproduktifMillet 35 SeedlingTomat 30 EmergenceBrassica 29 PembungaanPulses musim dingin 25 PembungaanKacang tanah 34 Produksi pollenCowpea 41 PembungaanPadi 34 Hasil biji

Sumber: Wahid et al. (2007)

Kebanyakan jaringan tanaman tingkat tinggi tidak mampu hidup pada suhu di atas 45˚C dalam waktu lama. Jaringan tanaman yang tidak sedang tumbuh (nongrowing cells) atau jaringan yang terdehidrasi (dehydrated tissue) seperti biji dan pollen dapat hidup pada suhu tinggi dibandingkan dengan jaringan terhidrasi (hydrated tissue). Biji kering bisa tahan pada suhu 120˚C, sedangkan pollen beberapa spesies bisa tahan pada 70˚C (Wahid et al. 2007). Tabel 14 di bawah ini menunjukkan suhu letal (mematikan) untuk beberapa tanaman dan jaringan tanaman.

Pengaruh lain dari cekaman suhu tinggi pada beberapa spesies tanaman adalah induksi sterilitas ketika tanaman terpapar suhu tinggi secara tiba-tiba pada fase sebelum atau selama pembungaan berlangsung. Legum pulses sangat sensitif terhadap cekaman suhu tinggi pada fase pembungaan, hanya dalam beberapa hari mengalami cekaman suhu 30–35˚C dapat menyebabkan kehilangan hasil yang besar karena gugurnya bunga dan aborsi polong (Wahid et al. 2007). Secara umum, batas bawah dan batas atas suhu berbeda antarspesies tanaman sesuai perbedaan habitat. Oleh karena itu sangat diperlukan untuk

Page 102: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

86

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

menentukan threshold temperatur kultivar baru tanaman untuk mencegah kerusakan akibat suhu yang tidak sesuai selama ontogeni tanaman.

Tabel 14 Suhu letal (heat-killing temperatures) untuk beberapa tanaman

Nama Tanaman Suhu mematikan (˚C)

Periode paparan

Nicotiana rustica 49–51 10 menitZea mays 49–51 10 menitBrassica napus 49–51 10 menitCitrus aurantium 50,5 15–30 menitOpanta (cactus) > 65 -Sempervivum Arachnoidem (sukulen)

57–61 -

Medicago seeds (alfalfa) 120 30 menitRed fine pollen 70 1 jamHidrasi (hydrated) 42–51 -Dehidrasi (dehydrate) 82–110 -

Sumber: Wahid et al. (2007)

7.2.2 Tanggap Tanaman terhadap Cekaman Suhu Tinggi

Gejala Morfologi. Pada iklim tropis, radiasi matahari berlebih dan suhu tinggi sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan dan hasil tanaman. Suhu tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada fase pra-panen dan pascapanen, termasuk terbakarnya daun, cabang dan batang, senesen dan absisi daun, penghambatan pertumbuhan, perubahan warna (discoloration) dan kerusakan buah, serta penurunan hasil (Wahid et al. 2007). Gejala yang sama ditunjukkan pada iklim daerah empat musim, cekaman suhu tinggi dilaporkan sebagai salah satu penyebab menurunnya produksi, termasuk jagung.

Adanya induksi terhadap modifikasi tanaman mungkin berkaitan dengan proses fisiologi yang sedang terjadi atau secara tidak langsung berkaitan dengan pola perkembangan tanaman yang berubah. Respons tersebut akan berbeda dari satu fase fenologi yang satu dengan lainnya. Sebagai contoh, pengaruh jangka panjang dari cekaman suhu tinggi terhadap perkembangan biji mungkin termasuk penangguhan germinasi atau kehilangan vigor yang menurunkan kemampuan benih untuk muncul di permukaan dan

Page 103: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VII Adaptasi Tanaman terhadap Perubahan Iklim dan Cekaman Suhu Tinggi

87

pertumbuhan bibit. Di bawah suhu harian yang bervariasi, pertumbuhan koleoptil jagung menurun pada suhu 40˚C dan terhenti pada suhu 45˚C. Suhu tinggi secara nyata menurunkan bobot kering pucuk, laju tumbuh relatif, dan asimilasi neto pada jagung, millet dan tebu, walaupun perpanjangan daun hanya sedikit dipengaruhi (Wahid et al. 2007). Pengaruh terbesar suhu tinggi terhadap pertumbuhan pucuk adalah penurunan yang tajam panjang buku pertama, yang menyebabkan kematian secara prematur pada tanaman. Sebagai contoh, tebu yang ditanam pada suhu tinggi memiliki buku yang lebih kecil, peningkatan tunas, senesen lebih dini, dan menurunkan biomas total (Ebrahim et al. 1998).

Suhu tinggi secara sendiri atau bersama-sama stres kekeringan adalah kendala utama selama antesis dan pengisian biji beberapa tanaman serealia di daerah empat musim. Sebagai contoh, suhu tinggi memperpanjang lamanya pengisian biji dan mereduksi pertumbuhan kernel yang menyebabkan kehilangan pada densitas kernel dan berat kernel sampai 7% pada gandum musim semi. Tingkat reduksi yang sama terjadi pada pati, protein, dan kandungan minyak kernel jagung. Pada gandum, baik bobot biji maupun jumlah biji setiap malai (ear) sangat sensitif terhadap suhu tinggi, seperti ditunjukkan oleh penurunan jumlah biji per malai dengan meningkatnya suhu (Wahid et al. 2007). Pada daerah empat musim dan dataran rendah tropis, kepekaan terhadap panas menyebabkan kehilangan hasil pada buncis dan kacang tanah. Pada tomat, fase reproduktif sangat peka terhadap suhu tinggi, meliputi proses meiosis organ betina dan jantan, germinasi pollen, pertumbuhan selongsong (tube) pollen, viabilitas ovulle, posisi stigma dan style, jumlah biji pollen yang diikat oleh stigma, proses fertilisasi dan pascafertilisasi, pertumbuhan endosperm, pro-embrio dan embrio fertil. Selain itu, pengaruh yang sangat nyata dapat dilihat pada produksi exserted style (stigma yang dipanjangkan di luar kerucut anther), yang mungkin akan menghalangi terjadinya polinasi sendiri (self-pollination). Kurangnya tandan buah pada suhu tinggi juga dihubungkan dengan rendahnya tingkat karbohidrat dan ZPT yang dilepas ke dalam jaringan sink tanaman. Secara umum, tampaknya respons tanaman terhadap suhu tinggi sangat bervariasi dengan perbedaan spesies tanaman dan stadia fenologi. Pada kebanyakan tanaman, proses reproduksi secara nyata sangat dipengaruhi oleh suhu tinggi, terlebih untuk proses fertilisasi dan pascafertilisasi yang akan menurunkan produksi tanaman secara nyata.

Perubahan Anatomi. Perubahan anatomi pada kondisi suhu ambien yang tinggi umumnya hampir sama dengan perubahan yang terjadi pada kondisi

Page 104: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

88

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

cekaman kekeringan. Pada tingkat tanaman, secara umum terjadi penurunan ukuran sel, penutupan stomata yang membatasi kehilangan air, meningkatnya kerapatan stomata dan trikoma, peningkatan ukuran pembuluh xylem pada akar dan pucuk. Pada anggur terjadi kerusakan hebat sel mesofil dan peningkatan permeabilitas membran plasma. Dengan terjadinya rezim suhu tinggi rezim, beberapa tanaman menghasilkan daun yang polimorfik dan cenderung untuk mengurangi kehilangan air melalui transpirasi dengan menunjukkan perilaku stomata yang bimodal. Pada tingkat subseluler, perubahan yang besar terjadi pada kloroplas, yang menyebabkan perubahan yang nyata terhadap fotosintesis. Suhu tinggi menurunkan fotosintesis karena struktur organisasi membran thylakoids yang berubah, perubahan yang spesifik terhadap membran tersebut adalah kehilangan susunan grana atau terjadi pembengkakan grana (Wahid et al. 2007). Sebagai respons terhadap stres suhu tinggi, kloroplas pada mesofil pada tanaman anggur bentuknya menjadi bundar, stroma lamela bengkak, dan isi vakuola membentuk rumpun, sedangkan krista terganggu dan mitokondria menjadi kosong (Zhang et al. 2005). Perubahan tersebut menyebabkan terganggunya pembentukan PSII dan mengurangi fotosintesis dan respirasi. Cekaman suhu tinggi sangat memengaruhi struktur anatomi, tidak hanya pada tingkat jaringan dan seluler, tetapi juga pada tingkat subseluler. Perubahan tersebut menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan penurunan hasil tanaman.

Perubahan Fenologi. Wahid et al. (2007) menjelaskan bahwa fase fenologi yang berbeda memiliki tingkat kepekaan yang berbeda terhadap cekaman suhu tinggi, bergantung kepada genotipe dan spesies, di mana terdapat variasi intra-spesifik yang besar. Cekaman suhu tinggi adalah faktor utama yang memengaruhi laju perkembangan tanaman, yang mungkin meningkatkan perkembangan sampai batas tertentu dan menurun setelahnya. Stadia perkembangan tanaman saat tanaman mengalami cekaman mungkin menentukan tingkat kerusakan yang besar pada tanaman. Namun demikian, tidak diketahui kapan pengaruh buruk dari cekaman suhu tinggi tersebut terjadi pada stadia perkembangan yang berbeda, yaitu pengaruh yang sifatnya kumulatif. Kerentanan beberapa spesies dan genotipe terhadap suhu tinggi mungkin bervariasi dengan stadia perkembangan tanaman, tetapi seluruh stadia vegetatif dan reproduktif akan dipengaruhi oleh cekaman suhu tinggi. Selama stadia vegetatif, suhu siang hari yang tinggi akan merusak daun tempat pertukaran gas. Selama fase reproduktif, cekaman suhu tinggi dalam periode singkat sekali pun dapat menggugurkan bakal bunga dan bunga yang mekar,

Page 105: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VII Adaptasi Tanaman terhadap Perubahan Iklim dan Cekaman Suhu Tinggi

89

walaupun terdapat variasi yang besar di antara spesies tanaman. Kegagalan perkembangan pollen dan anther oleh peningkatan suhu merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap penurunan jumlah bunga pada beberapa tanaman pada kondisi suhu tinggi yang moderat. Tanaman sereal hanya dapat menoleransi kenaikan suhu dalam kisaran sempit, jika terjadi kenaikan suhu selama fase pembungaan akan merusak fertilisasi dan produksi biji yang akan menurunkan hasil tanaman. Pada kondisi suhu tinggi, heading yang awal sangat menguntungkan dalam upaya mempertahankan daun tetap hijau (stay green) pada fase antesis yang dapat mengurangi penurunan hasil tanaman.

7.2.3 Respons FisiologiStatus Air Tanaman. Status air tanaman adalah variabel yang sangat penting dalam perubahan suhu ambien lingkungan. Pada umumnya tanaman cenderung mempertahankan status airnya tanpa terpengaruh oleh perubahan suhu bila kelembapan cukup, tetapi pada kondisi suhu tinggi sama sekali tidak memungkinkan karena ketersediaan air sangat terbatas. Pada kondisi lapang, cekaman suhu tinggi sering dihubungkan dengan penurunan ketersediaan air. Pada umunya, saat tengah hari kenaikan transpirasi menyebabkan defisit air pada tanaman yang menginduksi penurunan potensial air yang menimbulkan gangguan terhadap beberapa proses fisiologi (Wahid et al. 2007). Suhu tinggi tampaknya dapat menyebabkan kehilangan air pada tanaman lebih banyak pada siang hari dibandingkan dengan malam hari.

Akumulasi compatible osmolytes. Kunci mekanisme adaptasi tanaman yang ditanam pada kondisi cekaman abiotik, termasuk salinitas, kekeringan, dan suhu ekstrem adalah akumulasi senyawa organik tertentu yang memiliki BM rendah, yang disebut sebagai “compatible osmolytes” (Hare et al. 1998; Sakamoto dan Murata 2002). Dalam keadaan tercekam, tanaman yang berbeda akan mengakumulasi senyawa organik yang bervariasi, seperti gula, gula alkohol (polyols), prolin, senyawa amonium tersier atau kuarter, dan senyawa sulphonium tersier. Akumulasi senyawa tersebut akan meningkatkan toleransi tanaman terhadap cekaman abiotik tertentu. Diketahui bahwa prolin dan glisinbetain (GB) diakumulasi oleh banyak tanaman secara meluas sebagai respons terhadap cekaman abiotik. Dalam menentukan fungsinya, akumulasi senyawa osmolit kompatibel diduga bahwa sintesis prolin dan GB mungkin terkait dengan fungsi sebagai bufer seluler potensial redox pada kondisi cekaman suhu tinggi dan cekaman abiotik lainnya (Wahid dan Close 2007). Seperti halnya akumulasi gula pada tebu dalam kondisi cekaman suhu

Page 106: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

90

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

tinggi telah dilaporkan memberikan implikasi yang besar terhadap toleransi suhu tinggi (Wahid dan Close 2007). Dalam kondisi cekaman suhu tinggi, pembentukan buah tomat mengalami kegagalan karena adanya metabolisme gula dan transpor prolin yang dihambat selama perkembangan reproduktif bunga jantan (Sato et al. 2006). Tanaman transgenik dirakit untuk memproduksi trehalose, fructans atau manitol yang mungkin bisa merupakan faktor penting fenotipe tanaman yang toleran terhadap cekaman. Sebagai kesimpulan karena fungsinya yang jelas dari senyawa osmolit sebagai respons terhadap cekaman abiotik pada tanaman, maka toleransi tanaman terhadap cekaman mungkin dapat ditingkatkan dengan meningkatkan akumulasi senyawa osmolit kompatibel melalui pemuliaan konvensional, MAS, atau pendekatan rekayasa genetik.

Fotosintesis. Perubahan dalam atribut fotosintesis pada kondisi cekaman suhu tinggi adalah indikator yang baik untuk termotoleran yang menunjukkan adanya korelasi dengan pertumbuhan. Adanya kendala dalam fotosintesis dapat membatasi pertumbuhan tanaman pada suhu tinggi. Reaksi fotokimia pada lamela thyllakoid dan metabolisme karbon pada stroma telah diindikasikan sebagai tempat utama terjadinya kerusakan. Fluoresen klorofil, rasio antara variabel fluoresen terhadap maksimum fluoresen (Fv/Fm), dan dasar fluoresen (Fo) adalah parameter fisiologi yang telah ditunjukkan memiliki korelasi dengan toleransi terhadap cekaman suhu tinggi (Yamada et al. 1996). Peningkatan suhu daun dan ‘photosynthetic photon flux density’ memengaruhi penyesuaian termotoleran PSII yang menunjukkan potensi fotosintesis pada berbagai kondisi lingkungan sepanjang batas suhu tidak dilampaui (Salvucci dan Crafts-Brandner 2004; Marchand et al. 2005). Pada genotipe tomat yang berbeda dalam hal termotoleran, seperti juga pada tebu, peningkatan rasio klorofil a:b dan penurunan rasio klorofil:karotenoid dapat ditemui pada genotipe toleran dalam kondisi cekaman suhu tinggi, yang menunjukkan bahwa perubahan tersebut berhubungan dengan termotoleran (Wahid dan Ghazanfar 2006).

Diketahui bahwa PSII sangat labil terhadap perubahan suhu karena aktivitasnya sangat menurun pada kondisi suhu tinggi yang mungkin disebabkan oleh adanya kerusakan pada propertinya membran thyllakoid, tempat di mana PSII berada. Cekaman suhu tinggi mungkin menyebabkan terjadinya disosiasi “oxygen evolving complex (OEC)” yang menghasilkan ketidakseimbangan arus elektron dari OEC menuju bagian aseptor PSII dalam arah “PSI reaction center” (Gambar 19) (De Ronde et al. 2004). Cekaman suhu tinggi menyebabkan

Page 107: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VII Adaptasi Tanaman terhadap Perubahan Iklim dan Cekaman Suhu Tinggi

91

disosiasi “(Mn)-stabilizing 33-kDa protein” pada kompleks “PSII reaction center” yang diikuti oleh pelepasan atom Mn (Yamane et al. 1998). Cekaman suhu tinggi mungkin melemahkan bagian lain dari “pusat reaksi” seperti protein D1 dan D2 (De Las Rivas dan Barber 1997).

Gambar 19 Suhu tinggi menginduksi penghambatan evolusi oksigen dan aktivitas PSII. Suhu tinggi menyebabkan (1) disosiasi atau (2) penghambatan OEC. Hal ini menyebabkan donor e-internal alternatif seperti prolin sebagai pengganti H2O untuk mendonorkan elektron kepada PSIISumber: De Ronde et al. (2004)

Suhu tinggi memengaruhi kapasitas fotosintesis tanaman C3 dan C4. Hal ini menyebabkan perubahan distribusi energi dan merubah aktivitas enzim metabolisme karbon, terutama rubisco yang menyebabkan perubahan laju regenerasi RuBP melalui gangguan pada transpor elektron dan inaktivasi enzim yang berfungsi mengembangkan oksigen pada PSII (Salvucci dan Crafts-Brandner 2004). Cekaman panas (heatschock) mengurangi jumlah pigmen fotosintetik, protein terlarut, RBP (rubisco binding proteins), LS-rubisco dan SS-rubisco dalam gelap, tetapi dalam kondisi cahaya naik kembali menunjukkan fungsinya menyerupai chaperone dan HSPs. Selain itu, pada kondisi suhu tinggi sintesis pati dan sukrosa sangat dipengaruhi seperti ditunjukkan oleh penurunan aktivitas enzim SPS, ADPglucose, pyrophosphorylase, and invertase (Vu et al. 2001).

Kemampuan mempertahankan pertukaran CO2 pada kondisi cekaman suhu tinggi memiliki hubungan langsung dengan toleransi terhadap suhu tinggi. Selama fase vegetatif, suhu siang hari dapat menyebabkan kerusakan untuk

Page 108: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

92

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

mengompensasi fotosintesis yang menurunkan laju asimilasi CO2. Walaupun aktivitas enzim rubisco meningkat, rendahnya afinitas enzim rubsico terhadap CO2, yang membatasi peningkatan fotosintesis neto (Pn). Pada jagung, Pn sangat dihambat pada suhu daun di atas 38˚C, penghambatan itu lebih besar pada saat suhu meningkat tajam. Telah diketahui dengan baik bahwa konsekuensi adanya peningkatan suhu adalah terjadinya ketidakseimbangan antara fotosintesis dan respirasi (Wahid et al. 2007). Secara umum, laju fotosintesis menurun ketika gelap dan fotorespirasi meningkat tajam pada suhu yang tinggi. Selain itu, pada suhu tinggi laju reaksi biokimia menurun serta terjadi inaktivasi dan denaturasi enzim yang menyebabkan penurunan fotosintesis secara tajam (Nakamoto dan Hiyama 1999).

Partisi Asimilat. Wahid et al. (2007) menjelaskan bahwa pada kondisi cekaman suhu tinggi yang tergolong ringan-sedang memungkinkan terjadi penurunan aktivitas sink dan source yang dapat menyebabkan penurunan hebat terhadap pertumbuhan, hasil tanaman secara ekonomi, dan indeks panen. Pada gandum dapat ditunjukkan bahwa suhu optimum untuk fotosintesis pada suhu 20–30˚C dan menurun tajam pada suhu di atas 30˚C. Laju optimum 14C keluar dari daun bendera (phloem loading) adalah pada 30˚C, tetapi laju pergerakan asimilat melalui batang tidak dipengaruhi dari suhu 1–50˚C. Dapat disimpulkan bahwa pengaruh suhu terhadap translokasi merupakan pengaruh tidak langsung dari efek suhu terhadap aktivitas source dan sink. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan efisiensi dalam mobilisasi dari cadangan dalam daun, batang, atau bagian tanaman lainnya merupakan strategi potensial untuk memperbaiki pengisian biji dan hasil gandum pada kondisi cekaman suhu tinggi.

Stabilitas Termal Membran Sel (Cell membrane thermostability). Cekaman suhu tinggi meningkatkan energi kinetik dan pergerakan molekul melewati membran, maka dapat menyebabkan lepasnya ikatan kimia antara molekul-molekul membran biologis. Hal ini menyebabkan lapisan ganda lipida (lipid bilayer) dari membran biologis lebih cair yang disebabkan oleh denaturasi protein dan atau peningkatan asam lemak jenuh (Savchenko et al. 2002). Peningkatan asam lemak jenuh pada daun dewasa meningkatkan temperatur pencairan membran plasma dan menurunkan toleransi terhadap panas pada tanaman. Pada Arabidopsis yang ditumbuhkan pada suhu tinggi, kandungan total lipida dalam membran turun sampai sekitar separuh dan rasio asam lemak tidak jenuh: asam lemak jenuh turun sepertiganya dari nilai pada temperatur normal. Integritas dan fungsi membran biologi sangat

Page 109: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VII Adaptasi Tanaman terhadap Perubahan Iklim dan Cekaman Suhu Tinggi

93

sensitif terhadap suhu tinggi, sejalan dengan perubahan struktur tersier dan kuarter protein membran oleh cekaman suhu tinggi. Perubahan tersebut meningkatkan permeabilitas membran, seperti ditunjukkan oleh hilangnya elektrolit. Peningkatan kebocoran larutan (solute) merupakan indikasi adanya penurunan stabilitas termal membran sel (CMT), yang sudah lama digunakan sebagai pengukuran tidak langsung toleransi terhadap cekaman suhu tinggi pada berbagai spesies, termasuk pada kedelai, kentang, dan tomat, sorgum, cowpea, dan barley (Wahid dan Shabbir 2005).

Perubahan Hormonal. Tanaman memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap pengaruh buruk kondisi lingkungan, walaupun derajat adaptasi dan toleransi terhadap cekaman spesifik berbeda di antara spesies dan genotipe. Hormon memegang peranan penting dalam adaptasi tanaman terhadap cekaman lingkungan. Dalam signal hormonal, Cross-talk mencerminkan kemampuan tanaman berintegrasi terhadap perbedaan input dan tanggap secara tepat. Homeostatis hormonal, stabilitas, biosintesis, dan kompartementasi mengalami perubahan di bawah kondisi cekaman suhu tinggi (Maestri et al. 2002). Asam absisik (ABA) dan etilen (C2H4), sebagai hormon terkait cekaman terlibat dalam regulasi berbagai proses fisiologi melalui aksi sebagai molekul sinyal. Cekaman lingkungan yang berbeda, termasuk suhu tinggi menghasilkan kenaikan ABA. ABA memfasilitasi proses adaptasi tanaman terhadap desikasi melalui modulasi up-or down regulasi beberapa gen. Etilen meregulasi hampir semua proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman, mulai dari biji yang berkecambah sampai pembungaan dan pembuahan sebagaimana juga toleransi terhadap berbagai cekaman lingkungan. Cekaman suhu tinggi mengubah produksi etilen, spesies yang berbeda menunjukkan tingkat yang berbeda. Asam salisilat merupakan komponen penting dalam lintasan sinyal dalam tanggap terhadap resistensi sistemik yang diperoleh (SAR, systemic acquired resistance) dan tanggap hipersensitif (HR, hypersensitive responsse) (Kawano et al. 1998). SA menstabilkan faktor transkripsi trimmers untuk heat shock dan membantu mereka untuk menggabungkan elemen heat shock kepada promoter gen-gen terkait heat shock.

Metabolit Sekunder. Kebanyakan metabolit sekunder disintesis dari senyawa intermediat karbon primer melalui jalur fenilpropanoid, sikimat, mevalonat atau metil eritritol fosfat (MEP) (Wahid dan Ghanafar 2006). Cekaman suhu tinggi menginduksi produksi senyawa fenolik seperti flavonoid dan fenilpropanoid. Fenilalanin amonia-liase (PAL) merupakan enzim utama dalam lintasan fenilpropanoid. Aktivitas PAL yang meningkat sebagai respons

Page 110: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

94

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

terhadap cekaman suhu merupakan respons aklimatisasi utama pada sel yang mengalami cekaman suhu tinggi. Cekaman panas meningkatkan biosintesis fenolik dan menekan oksidasi fenolik yang diduga akan memicu kemampuan aklimatisasi terhadap suhu tinggi, seperti pada semangka. Karotenoid diketahui berperan memproteksi struktur sel pada bermacam spesies tanaman sebagai respons terhadap cekaman abiotik. Siklus xantofil, interkonversi dua macam karotenoid (violaxanthin dan zeaxanthin) yang reversibel telah berkembang memegang peran yang esensial dalam fotoproteksi. Karena zeaxanthin bersifat hidrofobik, sering ditemukan berada pada daerah periferi kompleks pemanenan cahaya (lightharvesting complexes), di mana terkait dengan fungsinya untuk mencegah kerusakan akibat stres peroksidatif pada lipida membran akibat ROS (Horton 2002). Penelitian terkini menunjukkan bahwa karotenoid dari famili xantofil dan beberapa terpenoid lainnya, seperti isoprene atau –tocoferol, berfungsi dalam menstabilkan dan memproteksi phase lipida dari membran thyllakoid (Sharkey 2005).

Fenolik termasuk flavonoid, antosianin, dan lignin merupakan kelompok metabolit sekunder terpenting pada tanaman yang memiliki peran bermacam-macam termasuk dalam toleransi terhadap cekaman lingkungan. Akumulasi fenolik terlarut pada kondisi suhu tinggi biasanya dikuti oleh peningkatan aktivitas enzim fenil amonia-liase (PAL) dan penurunan aktivitas enzim peroksidase dan polifenol liase (Rivero et al. 2001).

Telah disimpulkan bahwa selain fungsinya terhadap penyaring sinar UV, antosianin menyebabkan penurunan potensial air daun yang dihubungkan dengan peningkatan pengambilan air (water uptake) dan penurunan kehilangan air melalui transpirasi pada cekaman lingkungan termasuk suhu tinggi (Chalker-Scott 2002). Perangkat ini memungkinkan daun merespons dengan cepat terhadap perubahan kondisi lingkungan.

Isoprenoids, kelompok lain dari metabolit sekunder disintesis melalui lintasan mevalonat. Isoprenoids memiliki BM rendah dan bersifat volatil di alam, sehingga emisi senyawa ini dari daun dapat memberikan toleransi terhadap suhu tinggi kepada aparatus fotosintesis dalam tanaman berbeda (Loreto et al. 1998). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa biosintesis isoprenoid sesuatu yang cost efective. Sementara mendapatkan jumlah fotosintat yang banyak, isoprenoids menunjukkan kompensasi keuntungan seperti toleransi panas. Tanaman yang mampu mengemisikan isoprene dalam jumlah banyak umumnya memiliki fotosintesis yang lebih baik pada kondisi cekaman suhu

Page 111: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VII Adaptasi Tanaman terhadap Perubahan Iklim dan Cekaman Suhu Tinggi

95

tinggi. Oleh karena itu tampaknya terdapat hubungan antara emisi isoprene dengan toleransi suhu tinggi.

Seperti cekaman lingkungan lainnya, suhu tinggi menyebabkan akumulasi metabolit sekunder dari bermacam-macam tanaman. Namun demikian, peran yang spesifik dari metabolit sekunder dalam meningkatkan toleransi terhadap suhu tinggi tampaknya berbeda satu sama lain, yang masih perlu dipelajari lebih lanjut.

7.2.4 Respons Molekuler Stres Oksidatif dan Antioksidan. Selain dehidrasi jaringan, cekaman suhu tinggi menyebabkan cekaman oksidatif. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya gejala reaksi dari spesies oksigen teraktivasi (AOS, activated oxygen species), termasuk singlet oksigen (1O2), radikal superoksida (O2

-), hidrogen peroksida (H2O2), dan radikal hidroksil (OH-). AOS menyebabkan otokatalitik peroksidasi lipida membran dan beberapa pigmen yang menyebabkan kehilangan semi-permiabilitas membran dan fungsinya berbeda (Xu et al. 2006). Radikal superoksida secara reguler disintesis pada kloroplas dan mitokondria serta beberapa pada mikrobodi (Gambar 20). Penghilangan O2

- oleh enzim SOD (superoxide dismutase) menghasilkan H2O2 yang dihilangkan oleh APX (ascorbate peroxidase). Namun demikian, tingkat toksisitas O2

- dan H2O2 tidak sehebat (OH-), yang dibentuk oleh O2

- dan H2O2 jika Fe2+ dan

Fe3+ berada dalam jumlah yang sangat kecil saja melalui reaksi Haber-Weiss.

Radikal OH- dapat merusak klorofil, protein, DNA, lipida, dan makromolekul lain yang sangat penting yang menghambat metabolisme dan membatasi pertumbuhan dan hasil (Sairam dan Tyagi 2004).

Tanaman telah mengembangkan sistem detoksifikasi baik melalui cara enzimatik maupun non-enzimatik untuk menghadapi AOS (activated oxygen species), sehingga mampu melindungi sel dari cekaman oksidatif. Overekspresi (overexpression) SOD pada tanaman sangat memengaruhi berbagai fenomena fisiologi, termasuk penghilangan H2O2, oksidasi reduktan yang toksik, biosintesis dan degradasi lignin dalam dinding sel, katabolisme auksin, respons pertahanan diri terhadap pelukaan, pertahanan diri terhadap serangan patogen atau serangga dan beberapa proses respiratori. Lebih spesifik lagi adalah ekspresi dan aktivasi APX yang dihubungkan terhadap munculnya kerusakan fisiologi akibat cekaman termal (Gambar 20).

Page 112: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

96

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Gambar 20 Representasi skematis pembentukan dan penghilangan radikal superoksida, hidrogen peroksida, radikal hydroxyl pada kondisi berbagai cekaman lingkungan

Keterangan: APX, ascorbate peroxidase; ASC, ascorbate; DHA, dehydroascorbate; DHAR, dehydroascorbate reductase; Fd, ferredoxin; GR, glutathione reductase; GSH, red glutathione; GSSG, oxi-glutathione; HO, hydroxyl radical; LH, lipid; L, LOO; LOOH, unstable lipid radicals and hydroperoxides; LOH, stable lipid (fatty acid); MDHA, monodehydro-ascorbate; MDHAR, mono dehydro-ascorbate reductase; NE, non-enzymatic reaction; PHGPX, phospholipid-hydroperoxide glutathione peroxidase; SOD, superoxide dismutase (Sairam dan Tyagi 2004)

Protein Stres (Stress Proteins). Ekspresi stres protein merupakan adaptasi penting untuk menghadapi cekaman lingkungan. Kebanyakan protein stres larut dalam air, maka bisa berperan terhadap toleransi melalui hidrasi struktur sel (Wahid dan Close 2007). Walaupun heat shock proteins (HSPs) secara eksklusif disintesis untuk respons terhadap cekaman suhu tinggi, protein tertentu lainnya juga terlibat.

Heat shock proteins. Sintesis dan akumulasi protein spesifik dapat dipastikan terjadi selama berlangsungnya stres suhu yang cepat, protein ini disebut HSPs. Kenaikan produksi HSPs terjadi ketika tanaman mengalami cekaman suhu secara tiba-tiba atau perlahan-lahan. Pada tanaman tingkat tinggi, HSPs diinduksi pada setiap stadia perkembangan dan HSPs major memiliki homologi yang tinggi di antara organisme yang berbeda (Vierling 1991). Termotoleran yang dipicu oleh HSP dihubungkan dengan pengamatan: (a) induksinya bertepatan dengan organisme dalam kondisi stres, (b) biosintesisnya sangat cepat dan intensif, dan (c) HSPs diinduksi dalam variasi yang luas pada sel dan organisme.

Page 113: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VII Adaptasi Tanaman terhadap Perubahan Iklim dan Cekaman Suhu Tinggi

97

Terdapat tiga kelas protein yang dibedakan berdasarkan BM, yaitu HSP90, HSP70, dan HSP dengan BM rendah 15-30 kDa. Pentingnya HSP kecil pada tanaman ialah kelimpahannya dan diversitasnya yang tidak biasa. Dalam kaitan respons terhadap suhu tinggi, HSPs spesifik telah diidentifikasi pada berbagai spesies yang berbeda. Sebagai contoh, HSP68 yang berlokasi pada mitokondria dan normalnya berekspresi secara konstitutif telah ditemukan ekspresinya meningkat dalam kondisi cekaman suhu tinggi pada tanaman kentang, tomat, kedelai, dan barley (Neuman et al. 1993).

Mekanisme adaptasi terhadap suhu tinggi yang dihubungkan dengan kontribusi HSPs masih sangat membingungkan, walaupun beberapa peran telah diketahui. Beberapa studi menegaskan bahwa HSPs adalah molekuler chaperones yang melindungi konfigurasi aslinya (native configuration) dan fungsinya pada protein sel dalam kondisi cekaman suhu tinggi. Telah banyak dibuktikan bahwa pencapaian termotoleran secara langsung dihubungkan dengan sintesis dan akumulasi HSPs (Bowen et al. 2002). Sebagai contoh, HSPs menyediakan protein baru atau protein yang terdistorsi untuk dilipat menjadi bentuk yang esensial dan berfungsi normal kembali. HSPs membantu untuk mengangkut protein dari satu kompartemen ke lainnya dan mengangkut protein tua menuju tempat pembuangan di dalam sel. Di antara lainnya, HSP70 telah diteliti secara ekstensif dan telah diajukan memiliki berbagai fungsi penting, seperti translasi, translokasi, proteolisis, protein folding atau chaperoning, menekan agregasi, dan reaktivasi protein terdenaturasi (Zhang et al. 2005).

Saat ini, fungsi ganda LMW HSP21 pada tomat telah dibuktikan sebagai protektor PSII dari kerusakan oksidatif dan juga berperan dalam pergantian warna pada buah selama penyimpanan pada suhu rendah. Pada beberapa spesies tanaman, sel dan jaringan yang memiliki termotoleran setelah mengalami cekaman suhu tinggi sangat bergantung pada induksi HSP70, walaupun HSP101 juga sangat esensial keberadaannya. Satu hipotesis yang dapat diajukan adalah HSP70 berpartisipasi dalam ATP-dependent protein unfolding atau dalam reaksi pembentukan/pembongkaran yang melindungi denaturasi protein selama cekaman suhu tinggi. Bukti terhadap peran generik HSPs dapat ditunjukkan oleh mutan yang tidak mampu mensintesis protein tersebut atau pada sel-sel di mana sintesis HSP70 diblok atau mengalami inaktivasi menunjukkan kepekaan yang tinggi terhadap suhu tinggi. Tingkat kepekaan tinggi tersebut dihubungkan dengan penurunan kapasitas rumput tersebut mengakumulasi HSPs pada kloroplas. Tingkat akumulasi HSP 22,

Page 114: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

98

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

anggota dari super-family HSP rendah pada tanaman masih tetap tinggi pada kondisi cekaman suhu tinggi. LMP-HSPs diduga memiliki fungsi struktural dalam mempertahankan integritas membran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada kloroplas protein tersebut memproteksi PSII dari kerusakan akibat suhu tinggi dan juga diduga berperan dalam transpor elektron pada fotosintesis.

Wahid et al. (2007) menjelaskan bahwa ekspresi protein stres adalah adaptasi yang sangat penting untuk menghadapi cekaman suhu tinggi pada tanaman. Ekspresi protein HSPs dengan BM rendah dan BM tinggi telah dilaporkan pada banyak spesies tanaman. Protein stres ini menunjukkan ekspresi yang spesifik pada organel dan jaringan dengan fungsi seperti chaperone, folding, dan unfolding protein seluler, protektor daerah-daerah yang memiliki fungsi sangat penting dari kerusakan suhu tinggi. Protein stres yang lain meliputi ekspresi ubiquitin, LEA (Late embryogenesis abundant proteins), dan dehydrins juga telah ditunjukkan memiliki peran yang penting pada kondisi cekaman suhu tinggi. Fungsi utama dari protein stres ini tampaknya terkait dengan proteksi struktur sel atau subseluler terhadap kerusakan akibat cekaman oksidatif dan dehidrasi.

7.2.5 Mekanisme Toleransi terhadap Suhu TinggiTanaman menunjukkan berbagai mekansime untuk bertahan hidup dalam kondisi peningkatan suhu yang meliputi evolusi adaptasi jangka panjang fenologi dan morfologi, serta mekanisme jangka pendek penghindaran (avoidance) atau mekanisme aklimatisasi seperti merubah orientasi daun, penurunan suhu melalui transpirasi, atau perubahan komposisi lipida membran. Kematangan dini pada kebanyakan tanaman berkorelasi dengan kehilangan hasil yang lebih kecil pada kondisi cekaman suhu tinggi, yang dapat dihubungkan dengan mekanisme “escape” (Wahid et al. 2007). Imobilitas tanaman membatasi berbagai responsnya terhadap lingkungan dan menempatkan penekanan pada mekanisme adaptasi seluler dan fisiologis untuk adaptasi dan proteksi terhadap cekaman lingkungan. Sinyal awal terhadap cekaman (contohnya stres osmotik, pengaruh ionik, perubahan suhu, perubahan fluiditas membran) akan memicu terhadap proses downstream signaling dan kontrol transkripsi yang akan mengaktifkan tanggap mekanisme untuk membangun kembali kondisi homeostatis, perlindungan dan perbaikan terhadap kerusakan protein dan membran. Beberapa mekanisme toleransi termasuk ion transporters, osmoprotectants, penghilangan radikal bebas, LEA protein, beberapa faktor

Page 115: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VII Adaptasi Tanaman terhadap Perubahan Iklim dan Cekaman Suhu Tinggi

99

yang terlibat dalam alur pensinyalan (signaling cascades), dan kontrol transkripsi sangat esensial untuk menanggulangi pengaruh cekaman (Wang et al. 2004). Urutan dari perubahan dan mekanisme dimulai dari tanggap (perception) terhadap suhu tinggi, pensinyalan/isyarat (signaling), dan produksi metabolit yang menyebabkan tanaman mampu mengatasi kerusakan akibat cekaman suhu tinggi (Gambar 21). Pengaruh cekaman suhu tinggi dapat dilihat pada berbagai tingkat, termasuk bekerjanya membran plasma dan lintasan biokimia pada sitoplasma atau organel sitoplasma. Pengaruh awal dari cekaman suhu tinggi adalah pada plasma membran yang menunjukkan lebih cairnya lipid bilayer. Hal ini menyebabkan induksi influks Ca2

+ dan reorganisasi cytoskeletal yang menghasilkan upregulasi mitogen activated protein kinases (MAPK) dan calcium dependent protein kinase (CDPK). Proses signaling dari alur signal tersebut pada tingkat nuclear menyebabkan peningkatan produksi antioxidants dan compatible osmolytes untuk keseimbangan air pada sel dan penyesuaian osmotik (osmotic adjustment). Produksi ROS (reactive oxygen species) pada organel seperti kloroplas dan mitokondria merupakan fenomena yang penting, seperti halnya produksi antioksidan (Bohnert et al. 2006). Mekanisme pertahanan dengan sintesis antioksidan merupakan bagian dari adaptasi terhadap suhu tiggi, di mana kekuatannya dihubungkan dengan akuisisi termotoleran. Lipida jenuh pada membran merupakan elemen yang sangat penting untuk toleransi terhadap cekaman suhu tinggi, walaupun kontribusinya masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Penempatan LMP-HSPs dengan membran kloroplas pada kondisi suhu tinggi diduga memiliki peran terkait dengan proteksi terhadap transpor elektron dalam fotosintesis.

Komponen penting untuk terciptanya termotoleran adalah ekspresi gen. Cekaman suhu tinggi diketahui sangat cepat mengubah pola ekspresi gen yang menginduksi ekspresi HSP dan menghambat induksi ekspresi gen lainnya. Biasanya mRNAs yang mengkode protein ‘nonheat-stress’ didestabilisasi selama cekaman suhu tinggi berlangsung. Panas juga akan menghambat penyambungan beberapa mRNAs. Lebih awal dihipotesiskan bahwa HSP-encoding mRNAs tidak bisa diproses secara baik karena ketiadaan introns dalam gen yang sesuai. Selanjutnya ditunjukkan bahwa beberapa HSP-encoding genes memiliki introns dan mRNAs dapat disambung. Namun demikian, mekanisme terkait preferensi modifikasi pascatranskripsi dan proses translasi HSP-encoding mRNAs belum diketahui.

Page 116: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

100

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

7.2.6 Pencapaian TermotoleranTermotoleran adalah kemampuan organisme untuk mengatasi cekaman suhu yang sangat tinggi. Telah diketahui bahwa tanaman dapat mencapai termotoleran dengan cepat dalam hitungan jam untuk dapat hidup pada kondisi tersebut. Pencapaian termotoleran yang tinggi akan memproteksi sel dan organisme dari cekaman suhu tinggi secara letal. Termotoleran juga bisa diinduksi melalui peningkatan suhu secara gradual sampai suhu letal. Fenomena ini secara prinsip dihubungkan dengan kemunculan heat shock dan diselesaikan melalui program ulang ekspresi gen (Wahid et al. 2007).

7.2.7 Temperatur untuk Sensing dan Signaling Wahid et al. (2007) menyatakan bahwa tanggapan terhadap stres (perception) dan penyampaian signal untuk menghidupkan respons mekanisme adaptasi merupakan tahapan penting menuju pencapaian toleransi tanaman terhadap cekaman lingkungan. Terdapat beberapa persepsi terhadap stres dan lintasan signal, di antaranya sangat spesifik dan lainnya mungkin terlibat dalam cross-talk pada beberapa tahap. Tanggap secara umum terhadap stres melibatkan pensinyalan terhadap cekaman melalui sistem redoks. Sinyal-sinyal kimia seperti ROS, Ca2+, dan hormon tanaman akan mengaktifkan genomic re-programing melalui alur signal (signal cascade). Bermacam-macam ion dan molekul pensinyalan terlibat dalam sensing dan signaling suhu.

Sebagai respons sinyal terhadap stres suhu, Ca2+ pada sitoplasma meningkat dengan tajam, tampaknya diubungkan dengan toleransi melalui sinyal transduksi menuju MAPK yang diinduksi oleh suhu tinggi. Aliran MAPK (MAPK cascade) merupakan bagian penting dari lintasan sinyal transduksi pada tanaman dan diduga berfungsi di mana saja dalam tanggap terhadap sinyal eksternal. MAPK yang diaktivasi oleh heat shock telah diidentifikasi, aktivasi tersebut dipicu oleh perubahan balik yang nyata pada fluiditas membran bergandengan dengan renovasi cytoskeletal (Sangwan dan Dhindsa 2002). Influks Ca2+ dan kerja Ca-dependent protein kinases (CDPK) sangat dekat berkorelasi dengan ekspresi HSPs. Ada yang berpendapat bahwa Ca2+ tidak diperlukan untuk memproduksi HSPs. Kenyataannya menunjukkan bahwa cekaman suhu tinggi menginduksi uptake Ca2+ dan gen-gen terkait calmodulin (Gong et al. 1997). Sebagai mediator sinyal Ca2+, calmodulin (CaM) diaktivasi dengan mengikat Ca2+ yang menginduksi aliran regulator dan regulasi beberapa gen HSP (Liu et al. 2003). Beberapa studi menunjukkan bahwa Ca2+ terlibat dalam regulasi tanggap tanaman terhadap berbagai

Page 117: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VII Adaptasi Tanaman terhadap Perubahan Iklim dan Cekaman Suhu Tinggi

101

cekaman lingkungan, termasuk cekaman suhu tinggi. Peningkatan Ca2+ pada sitoplasma dengan kondisi suhu tinggi diduga mengurangi kerusakan karena panas, seperti meningkatnya aktivitas antioksidan, pemeliharaan turgor pada sel jaga yang menyebabkan sel tanaman memiliki daya tahan hidup lebih baik. Namun demikian, kelebihan Ca2+ yang dilepas ke sitoplasma menyebabkan tingginya Ca2+ di sitoplasma dalam waktu lama akan menjadi toksik.

Gambar 21 Mekanisme hipotetis toleransi terhadap cekaman suhu tinggi pada tanaman. MAPK, mitogen activated protein kinases; ROS, reactive oxygen species; HAMK, heat shock activated MAPK; HSE, heat shock element; HSPs, heat shock proteins; CDPK, calcium dependent protein kinase; HSK, histidine kinase

Sumber: Sung et al. (2003)

Page 118: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan
Page 119: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

8.1 Lahan di Bawah Tegakan dengan Intensitas Cahaya Rendah

Penggunaan areal di bawah tegakan tanaman perkebunan dan HTI lebih dari 2 juta ha telah dicanangkan menjadi salah satu program peningkatan luas areal panen seperti dituangkan dalam Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan 2005–2010 (Balitbang Deptan 2005), walaupun belum pernah direalisasikan. Potensi lahan semacam ini cukup besar, yaitu sekitar 12,1 juta ha yang meliputi areal perkebunan negara dan swasta. Setiap tahunnya sekitar 3–4% dari areal perkebunan tersebut merupakan areal tanaman baru (replanting), yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan padi gogo dan tanaman sela lainnya sampai tanaman perkebunan berumur 3 tahun.

Kendala utama pada lahan semacam ini ialah rendahnya intensitas cahaya karena faktor naungan. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk memperoleh varietas tanaman sela yang adaptif dan berproduksi tinggi pada kondisi dengan intensitas cahaya rendah (naungan). Cahaya sangat besar peranannya dalam proses fisiologi, seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, penutupan dan pembukaan stomata, berbagai pergerakan tanaman dan perkecambahan (Taiz dan Zeiger 2002). Baharsjah et al. (1993) menyatakan bahwa radiasi matahari akan mencapai titik jenuh antara 0,1–0,6 kal/cm2/menit. Hasil bersih dari proses fotosintesis pada radiasi penuh (1,4–1,7 kal/cm2/menit) adalah sebesar 15–35 mg CO2/dm2 luas daun/jam. Pada kedelai, radiasi matahari optimum untuk fotosintesis maksimal pada kondisi laboratorium berkisar 0,3–0,8 kal/cm2/menit (432–1.152 kal/cm2/hari) (Kassam 1978). Nilai tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan

VIII ADAPTASI TANAMAN TERHADAP

INTENSITAS CAHAYA RENDAH

Page 120: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

104

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

nilai intensitas cahaya di bawah tanaman karet. Studi yang telah dilakukan untuk padi gogo sebagai tanaman sela dengan karet menunjukkan bahwa rata-rata nilai intensitas cahaya pada areal terbuka sebesar 398,4 kal/cm2/hari. Sementara nilai rata-rata intensitas cahaya di bawah tegakan karet umur 1, 2, 3, dan 4 tahun berturut-turut sebesar 326,7; 237,6; 109,2; dan 38,2 kal/cm2/hari. Nilai intensitas cahaya di bawah tegakan karet umur 2 tahun setara dengan naungan paranet 25%, sedangkan nilai di bawah tegakan karet umur 3 tahun setara dengan naungan paranet 50%, dan untuk umur 4 tahun sudah melebihi naungan paranet 75% (Chozin et al. 1999; Haris 1999). Penurunan intensitas cahaya akan memengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman.

Tanaman pangan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman sela meliputi (Tabel 15) padi, kedelai, sorgum, talas, iles-iles, kacang-kacangan, dan lain-lainnya. Pengembangan tanaman sela yang adaptif terhadap naungan masih kurang mendapat perhatian karena kurangnya pengetahuan tentang adaptasi tanaman terhadap cekaman intensitas cahaya rendah.

Tabel 15 Genotipe tanaman yang adaptif pada intensitas cahaya rendah

Tanaman Pangan Varietas/Galur/Genotipe Daya ToleransiPadi Gogo1 Jatiluhur, C22, Dodokan, TB177E-

TB-30-B-2; S3613F-PN-1-1; S382B-2-2-3; B8503-TB-19B-3-4

Naungan 50% (di bawah karet 3 tahun)

Kedelai2 Ceneng, Pangrango, B613, Arksoy Naungan 50% di bawah karet 3 tahun

Talas3 Talas buntil, Salak, Hijau garis ungu, Hijau ungu

Naungan 50% paranet

(1) Chozin et al. (1999), Sopandie et al. (2001a-c); (2) Asadi dan Arsyad (1995), Asadi et al. (1997), Sopandie et al., (2002ab); Sopandie et al., (2003a-c), Jufri 2006); (3) Djukri (2003), Purwoko et al. (2003)

8.2 Pengaruh Naungan terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman

Cahaya merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena selain berperan dominan pada proses fotosintesis, juga sebagai pengendali, pemicu, dan modulator respons morfogenesis, khususnya pada tahap awal pertumbuhan tanaman (McNellis dan Deng 1995). Spektrum cahaya yang dibutuhkan tanaman berkisar antara panjang gelombang 400–700 nm, yang biasa disebut photosynthetically active radiation (PAR). Energi

Page 121: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VIII Adaptasi Tanaman terhadap Intensitas Cahaya Rendah

105

cahaya dikonversi ke molekul lebih tinggi (ATP) dan NADPH, terjadi di dalam pigmen atau kompleks protein yang menempel pada membran tilakoid yang terletak pada kloroplas. Pigmen tanaman yang meliputi klorofil a, klorofil b, dan karotenoid termasuk xantofil menyerap PAR terbaik pada panjang gelombang tertentu. Klorofil a menyerap cahaya tertinggi pada kisaran panjang gelombang 420 nm dan 660 nm. Klorofil b menyerap cahaya paling efektif pada panjang gelombang 440 dan 640 nm, sedangkan karotenoid termasuk xanthofil mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang 425 dan 470 nm. Menurut Grant (1997), cahaya dengan panjang gelombang lebih pendek akan menghasilkan energi foton yang lebih besar daripada cahaya dengan panjang gelombang lebih panjang.

Tanaman yang tumbuh di lingkungan stres tersebut sulit mengekspresikan kemampuan genetiknya secara penuh untuk tumbuh, berkembang, dan berproduksi dengan baik. Dilaporkan hasil kedelai menurun rata-rata 30–60% pada kondisi stres naungan. Oleh karena itu diperlukan varietas kedelai baru yang mampu memperkecil dampak stres melalui beberapa strategi agar mampu beradaptasi terhadap kondisi stres cahaya (Anderson 2000).

Perubahan-perubahan spesifik pada berbagai tingkatan sebagai bentuk adaptasi tanaman terhadap stres naungan telah banyak dilaporkan seperti perubahan struktur morfologi, fenomena fisiologi (physiological behavior), dan modifikasi lintasan biokimia (Sopandie et al. 2001a-c, 2003a, 2004a-c, 2005a-d, 2006; Khumaida et al. 2001a-c, 2003; Khumaida 2002; Murchie et al. 2002; Alves de Alvarenga 2003; Juraimi et al. 2004). Akan tetapi pada tingkat molekuler, mekanisme fisiologi toleransi tanaman terhadap stres naungan belum sepenuhnya diketahui dengan baik (Biswal dan Biswal 1999; Khumaida et al. 2004).

Gambar 22 Evaluasi padi gogo (Chozin et al. 1999) dan kedelai toleran intensitas cahaya rendah (Sopandie et al. 2003a) di bawah tegakan karet

Page 122: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

106

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Defisit cahaya pada padi gogo menyebabkan proses metabolisme terganggu yang berimplikasi pada menurunnya laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat (Yeo et al. 1994; Sulistyono et al. 1999; Santosa et al. 2000; Sopandie et al. 2003ac; Sopandie et al. 2006). Pengaruh tercepat dari cekaman naungan ialah terhadap penurunan kandungan karbohidrat, terutama fruktosa dan sukrosa (Chaturvedi et al. 1994) yang diikuti dengan berbagai perubahan dari proses metabolisme pada tanaman. Pada kebanyakan tanaman, kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman naungan bergantung pada kemampuannya dalam melanjutkan fotosintesis dalam kondisi defisit cahaya. Levitt (1980) membuat hipotesis bahwa adaptasi terhadap naungan dicapai melalui (a) mekanisme penghindaran (avoidance) yang berkaitan dengan respons perubahan anatomi dan morfologi daun untuk fotosintesis yang efisien dan (b) mekanisme toleran (tolerance) yang berkaitan dengan penurunan titik kompensasi cahaya serta respirasi yang efisien.

Gambar 23 Mekanisme penghindaran (avoidance) adaptasi tanaman terhadap intensitas cahaya rendahSumber: Levitt (1980)

Page 123: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VIII Adaptasi Tanaman terhadap Intensitas Cahaya Rendah

107

8.3 Mekanisme Adaptasi Tanaman terhadap Intensitas Cahaya Rendah (ICR)

Adaptasi tanaman terhadap naungan pada dasarnya dapat melalui dua cara (Levitt 1980), yaitu (1) melalui mekanisme penghindaran (avoidance) yang berkaitan dengan respons perubahan anatomi dan morfologi daun untuk fotosintesis yang efisien sebagai cara untuk mengurangi penggunaan metabolit serta mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan (Gambar 23) dan (2) mekanisme toleran (tolerance) yang berkaitan dengan penurunan titik kompensasi cahaya serta respirasi yang efisien (Gambar 24).

Gambar 24 Mekanisme toleransi (tolerance) adaptasi tanaman terhadap intensitas cahaya rendahSumber: Levitt (1980)

Adaptasi tanaman pada lingkungan yang ternaungi dilakukan tanaman dengan meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya yang lebih besar yang dihipotesiskan oleh Levitt (1980) sebagai mekanisme penghindaran (avoidance). Efisiensi peningkatan penangkapan cahaya dapat dilakukan dengan meningkatkan area penangkapan cahaya, yaitu dengan meningkatkan luas daun dan peningkatan penangkapan cahaya per unit area fotosintetik. Peningkatan penangkapan cahaya per unit area fotosintetik dilakukan dengan mengurangi tingkat refleksi cahaya melalui pengurangan jumlah trikoma, lapisan lilin, dan kutikula pada permukaan daun. Upaya lain untuk

Page 124: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

108

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya yaitu dengan pengurangan cahaya yang ditransmisikan, yaitu dengan meningkatkan jumlah kloroplas dan peningkatan kandungan pigmen per kloroplas. Respons yang lain untuk peningkatan cahaya yaitu dengan mengurangi kandungan pigmen non-kloroplas seperti antosianin dapat menghalangi kerja fotosintesis karena pigmen tersebut terakumulasi pada vakuola sel-sel epidermis (Sopandie et al. 2006, Muhuria 2007).

Pada mekanisme toleran (Gambar 24), tanaman yang tumbuh pada kondisi ternaungi akan meningkatkan toleransinya terhadap defisit cahaya (cahaya yang terbatas). Tanaman akan menurunkan titik kompensasi cahaya (Light Compensation Point, LCP) dan menurunkan kecepatan respirasi di bawah LCP. Titik kompensasi cahaya yaitu intensitas cahaya minimum yang diperlukan tanaman sehingga laju fotosintesis tanaman sama dengan laju respirasi tanaman. Penurunan LCP dilakukan dengan penghindaran kerusakan sistem fotosintetik, melalui penghindaran penurunan aktivitas enzim dan penghindaran kerusakan pigmen. Penurunan kecepatan respirasi mendekati LCP dihipotesiskan dilakukan dengan menurunkan substrat respirasi dan menurunkan sistem respirastori seperti enzim dan mitokondria.

Adaptasi anatomi dan morfologi. Dari sudut anatomi dan morfologi, karakteristik tanaman yang beraklimatisasi terhadap intensitas cahaya rendah telah dijelaskan oleh Anderson et al. (1995). Intensitas cahaya akan memengaruhi bentuk dan anatomi daun termasuk sel epidermis dan tipe sel mesofil (Vogelman dan Martin 1993). Perubahan tersebut sebagai mekanisme untuk pengendalian kualitas dan jumlah cahaya yang dapat dimanfaatkan oleh kloroplas daun. Daun tanaman yang ternaungi akan lebih tipis dan lebar daripada daun yang ditanam pada areal terbuka, yang disebabkan oleh pengurangan lapisan palisade dan sel-sel mesofil (Taiz dan Zeiger 2002). Pada genotipe padi gogo dan kedelai toleran naungan terjadi pengurangan lapisan palisade yang lebih besar akibat cekaman naungan dibandingkan dengan genotipe yang peka, yang menyebabkan daun menjadi lebih tipis (Khumaida 2002; Sopandie et al. 2003a, b; Sopandie et al. 2006).

Perubahan pigmen fotosintesis pada kondisi intensitas cahaya rendah. Bagi tanaman, adanya perbedaan intensitas cahaya dapat memengaruhi perkembangan dan pertumbuhannya. Oleh karena itu, tanaman harus mampu melakukan aklimatisasi terhadap perbedaan intensitas cahaya, antara lain melalui pengaturan (adjustment) ukuran antena fotosistem I dan II sehingga

Page 125: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VIII Adaptasi Tanaman terhadap Intensitas Cahaya Rendah

109

fotosintesis menjadi lebih efisien atau kerusakan akibat cahaya (photodamage) dapat dikurangi (Hoober dan Eggnik 2001; Pattanayaka et al. 2005; Yamasato et al. 2005).

Pada keadaan normal, aparatus fotosintetik termasuk klorofil mengalami proses kerusakan, degradasi, dan perbaikan. Kekuatan melawan degradasi ini sangat penting bagi daya adaptasi terhadap naungan, yaitu dengan meningkatkan jumlah kloroplas per luas daun (Hale dan Orchutt 1987) dan dengan peningkatan jumlah klorofil pada kloroplas (Okada et al. 1992). Hal ini ditunjukkan juga oleh genotipe toleran padi gogo yang memiliki kadar klorofil a dan b serta nisbah klorofil a/b lebih tinggi dibandingkan dengan yang peka (Chowdury et al. 1994; Sulistyono et al. 1999; Sopandie et al. 2003b). Hal yang senada juga dijumpai pada kedelai toleran naungan (Khumaida 2002; Sopandie et al. 2003ac; Sopandie et al. 2006).

Perubahan Kloroplas. Cahaya terbukti memengaruhi orientasi kloroplas tanaman, seperti pada intensitas cahaya rendah kloroplas akan mengumpul pada dua bagian, yaitu pada kedua sisi dinding sel terdekat dan terjauh dari cahaya (Salibury dan Ross 1992). Hal ini sering menyebabkan warna daun lebih hijau karena posisi kloroplas yang terkonsentrasi pada permukaan daun. Intensitas cahaya yang rendah akan memengaruhi kloroplas pada tanaman, yaitu terjadi peningkatan jumlah kloroplas per sel, volume kloroplas dan membran tylakoid, serta grana (stack granum) seperti pada Gusmania monostachia (Maxwell et al. 1999). Kloroplas kedelai peka naungan mengalami degradasi membran yang lebih hebat pada kondisi gelap dibandingkan dengan genotipe toleran (Kartika et al. 2006, Gambar 25). Respons jangka pendek terjadi dalam beberapa detik sampai menit yang melibatkan penyusunan kembali struktur dan fungsi komponen kloroplas. Regulasi jangka pendek ini termasuk pada saat transisi dan penyesuaian fotosistem stoikiometrik pada fosforilasi protein tylakoid (Allen 1995), regulasi untuk efisiensi PS II (Horton et al. 1996), serta perubahan aktivitas rubisko (Salvucci dan Ogren 1996). Aklimatisasi jangka panjang terhadap cahaya melibatkan sintesis yang selektif dan degradasi komponen kloroplas untuk menyusun komposisi dan fungsi organ fotosintesis.

Khumaida (2002) dan Sopandie et al. (2006) menyatakan adanya keterkaitan antara adaptasi tanaman kedelai terhadap kondisi cekaman naungan dengan aparatus fotosintetik, yaitu kloroplas. Kedelai toleran naungan memiliki jumlah kloroplas yang lebih banyak per sel dan volume stack grana (membran

Page 126: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

110

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

tilakoid) lebih besar dibandingkan dengan genotipe peka pada kondisi cekaman naungan. Meningkatnya volume stack grana ini berkorelasi positif dengan ekspresi gen lhcp (light harvest complex binding protein) dan kandungan klorofil b pada daun, tetapi berkorelasi negatif dengan rasio klorofil a/b. Jelas bahwa kemampuan tanaman kedelai memperbesar dan memperkecil ukuran antena membantu tanaman untuk mampu beradaptasi pada perubahan intensitas cahaya.

AA

A

P

Ceneng (T)

A

G

Godek

P

k (P)

P

S

f

Gambar 25 Struktur kloroplas pada perlakuan gelap 5 hari setelah 14 hari ditanam pada cahaya 100% (TEM 15000x). A=pati; G=Grana; P=Plastoglobuli; S=Stroma, dan tanda panah menunjukkan membran kloroplas yang hancur. T=toleran naungan, P=peka naunganSumber: Kartika et al. (2006) dan Sopandie et al. (2006)

Perubahan klorofil daun. Pada keadaan normal, aparatus fotosintetik termasuk klorofil mengalami proses kerusakan, degradasi, dan perbaikan. Hal ini ditunjukkan juga oleh genotipe toleran padi gogo yang memiliki kadar klorofil a dan b serta nisbah klorofil a/b lebih tinggi dibanding yang peka (Chowdury et al. 1994; Sulistyono et al.1999; Sopandie et al. 2003c; Sopandie et al. 2005bcd; Sopandie et al. 2006). Hal yang senada juga dijumpai pada kedelai toleran naungan (Khumaida 2002; Sopandie et al. 2003a; Sopandie et al. 2006). Hidema et al. (1992) melaporkan bahwa intensitas cahaya rendah menurunkan nisbah klorofil a/b, penurunan ini disebabkan oleh peningkatan klorofil b pada tanaman yang dinaungi berkaitan dengan peningkatan protein klorofil a/b pada LHC II. Membesarnya antena untuk fotosistem II ini akan mempertinggi efisiensi pemanenan cahaya. Walaupun kandungan klorofil

Page 127: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

VIII Adaptasi Tanaman terhadap Intensitas Cahaya Rendah

111

tinggi, rendahnya laju fotosintesis sering dihubungkan dengan tingginya resistensi stomata dan rendahnya aktivitas Ribulose bifosfat (RuBP) (Murty dan Sahu 1987).

Perubahan fisiologi dan biokimia. Hubungan antara enzim Rubisko dan fotosintesis telah diketahui dengan sangat baik (Evans 1987); jumlahnya pada daun secara relatif merefleksikan 20–30% dari total N daun. Naungan menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia, salah satu di antaranya perubahan kandungan N daun, kandungan Rubisko dan aktivitasnya. Rubisko adalah enzim yang memegang peranan penting dalam fotosintesis, yaitu yang mengikat CO2 dan RuBP dalam siklus Calvin yang menghasilkan 3-PGA. Intensitas cahaya memengaruhi aktivitas Rubisko (Portis 1992), di mana naungan menyebabkan rendahnya aktivitas Rubisko (Bruggeman dan Danborn 1993). Genotipe kedelai toleran naungan memiliki aktivitas Rubisko yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang peka pada kondisi naungan, seperti dilaporkan pada padi gogo (Sopandie et al. 2003c; Sopandie et al. 2004a; Sopandie et al. 2006).

Intensitas cahaya merupakan faktor untuk mengatur distribusi N di antara daun-daun pada posisi yang berbeda. Intensitas cahaya yang rendah pada saat pembungaan pada padi menyebabkan penurunan kandungan karbohidrat, protein, auksin, prolin, dan sitokinin; tetapi kandungan giberelin dan N terlarut pada malai meningkat. Sterilitas yang tinggi pada padi dalam kondisi cahaya rendah tersebut disebabkan gangguan metabolisme N dan akumulasi N terlarut di panikel yang menyebabkan gangguan dalam pengisisan biji (Chaturvedi et al. 1994). Pengamatan terhadap enzim Rubisko dan analisis N terlarut pada daun galur kedelai yang toleran naungan akan memberikan gambaran tentang hubungan komponen-komponen ini. Chowdurry et al. (1994) melaporkan lebih tingginya aktivitas NR (nitrat reduktase) pada kultivar padi toleran naungan dibandingkan dengan yang peka. Penelitian Sulistyono et al. (1999) menunjukkan bahwa galur padi gogo yang toleran naungan mempunyai kadar N terlarut pada daun yang lebih rendah dibandingkan dengan galur peka.

Hubungan antara cekaman intensitas cahaya rendah dengan terjadinya penurunan karbohidrat dapat dijelaskan dalam beberapa hal. Pengurangan fotosintat pada intensitas cahaya rendah dapat dihubungkan dengan tingginya resistensi stomata dan sel-sel mesofil terhadap pertukaran CO2. Pada kondisi cahaya rendah aktivitas karboksilase dan RuBP menurun (Thorne

Page 128: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

112

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

dan Koller 1974). Reaksi pembentukan pati dikatalisis oleh enzim ADP-glukosa pyrofosforilase yang mengatur aliran karbon, di mana enzim ini diatur secara alosterik oleh produk dari siklus PCR. Intensitas cahaya yang rendah menyebabkan rendahnya pembentukan 3-PGA, yang menyebabkan hambatan kerja enzim ADP-glukosa pyrofosfatase karena adanya Pi yang berinteraksi dengan 3-PGA. Soverda (2002) menunjukkan bahwa cekaman intensitas cahaya rendah menurunkan aktivitas PGA kinase, penurunan yang lebih kecil dijumpai pada genotipe padi gogo yang toleran naungan dibandingkan dengan genotipe yang peka. Thorne dan Koller (1974) menunjukkan bahwa pemberian naungan menyebabkan penurunan kandungan pati pada daun kedelai, sementara sukrosa mengalami kenaikan, selanjutnya perimbangan antara pati dan sukrosa tersebut berubah kembali seperti semula setelah perlakuan naungan dihentikan. Pada intensitas cahaya rendah terjadi gangguan translokasi karbohidrat. Pada kondisi ini gula total (sebagian besar gula non reduksi dan pati) secara nyata menurun pada seluruh bagian tanaman. Murty dan Sahu (1987) melaporkan peningkatan kandungan total amino-N dan N terlarut pada varietas padi yang peka menyebabkan terganggunya sintesis protein dan rendahnya ketersediaan karbohidrat dan tingginya kehampaan. Penelitian Lautt et al. (2000, 2002) pada padi gogo menunjukkan bahwa galur toleran padi gogo memperlihatkan kandungan pati pada daun dan batang yang lebih tinggi daripada yang peka saat dinaungi 50% saat vegetatif aktif. Kenaikan sukrosa pada saat vegetatif aktif hanya terjadi pada galur yang toleran, sejalan dengan naiknya aktivitas enzim SPS (sukrosa fosfat sintase).

Page 129: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dan dunia menyebabkan permintaan akan pangan terus meningkat. Pada tahun 2020, petani dituntut untuk menghasilkan 40% lebih banyak hasil pertanian untuk dapat memberi makan dunia. Untuk Indonesia, peningkatan produksi itu harus dipenuhi dari lahan-lahan dengan tingkat kesuburan yang rendah dengan berbagai cekaman biotik dan abiotik, seperti dijelaskan pada bagian depan. Peningkatan produksi di lahan-lahan marginal hanya akan dapat dicapai melalui perbaikan: (1) potensi hasil (yield potential), (2) tingkat adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik dan resistensi terhadap cekaman biotik, dan (3) teknik budi daya yang berbasis pengetahuan fisiologi atau ekofisiologi tanaman. Ketiga faktor itu harus bersinergi untuk mencapai peningkatan hasil yang diinginkan seperti ditunjukkan oleh Gambar 26 berikut.

Toleransi terhadap Cekaman Abiotik

Toleransi terhadap Cekaman Biotik

Stabilitas Hasil

Potensi Hasil

Gambar 26 Sinergisme antarkomponen perbaikan tanaman di lingkungan sub-optimal

IX PERBAIKAN PRODUKTIVITAS TANAMAN

BERBASIS FISIOLOGI UNTUK LAHAN SUB-OPTIMAL

Page 130: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

114

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

9.1 Perbaikan Tanaman (Crop Improvement) untuk Adaptasi pada Lahan Sub-Optimal

Program pemuliaan tanaman dapat memperbaiki stabilitas hasil di lingkungan marginal yang merupakan lingkungan tumbuh yang sub-optimum dengan cekaman abiotik melalui dua pendekatan, yaitu (a) melalui perbaikan potensi hasil dari galur-galur yang mempunyai adaptasi luas atau (b) melalui perbaikan adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik. Memperbaiki adaptasi tanaman berarti membuat genotipe tanaman lebih sesuai dengan lingkungan tumbuhnya (Acevedo dan Fereres 1993). Lingkungan sub-optimum merupakan lingkungan yang beragam dan tidak sama tingkat cekamannya. Tujuan pemuliaan untuk perbaikan stabilitas hasil di lingkungan sub-optimum ditentukan oleh taraf cekaman pada lingkungan target. Fukai et al. (2004) menjelaskan kompleksitas lingkungan sub-optimum dengan cekaman kekeringan sebagai contoh. Model yang dikembangkan menunjukkan interaksi antara tujuan pemuliaan dan intensitas cekaman kekeringan (Gambar 27).

Keragaman Genetik. Perbaikan tanaman untuk adaptasi terhadap lingkungan marginal yang mempunyai cekaman abiotik didukung oleh tersedianya keragaman genetik untuk adaptasi terhadap berbagai cekaman. Sejumlah penelitian di IPB telah dilaksanakan untuk mengidentifikasi genotipe-genotipe yang toleran terhadap cekaman abiotik.

Makmur et al. (1999) telah menyeleksi lebih dari 400 nomor plasma nutfah padi gogo di lahan masam Taman Bogo, Lampung. Beberapa galur padi gogo yang toleran terhadap tanah masam telah berhasil diidentifikasi antara lain Randah Sanra, Gajah, IRAT 144, Way Rarem, CT6510-24-1-3, Grogol, Hawara Bunar, dan Seratus malam. Pada seleksi di kultur hara berhasil diidentifikasi galur-galur Krowal, Ketombol, B8503E-TB-9-0-3, dan CT6510-24-1-3, selanjutnya digunakan untuk penelitian fisiologi, genetik, serta pemuliaan terhadap cekaman Al dan efisiensi hara pada lahan masam (Jagau 2000; Trikoesoemaningtyas 2002; Swasti 2004).

Untuk kedelai, kurang lebih 400 aksesi telah diseleksi daya toleransinya pada tanah masam di Gajrug, Jasinga dengan kejenuhan Al > 70%, serta nilai Aldd mencapai 23,2 me/100 g tanah (Jusuf et al. 1994). Selanjutnya Sopandie et al. (1996a) melakukan pengujian lanjutan dengan kultur hara dan diperoleh beberapa genotipe toleran seperti Yellow Biloxi, Si Cinang, Genjah Jepang, dan Sriyono.

Page 131: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IX Perbaikan Produktivitas Tanaman Berbasis Fisiologi untuk Lahan Sub-Optimal

115

Syafruddin et al. (2006) telah melakukan pengujian dengan metode kultur hara terhadap 22 genotipe jagung, termasuk beberapa populasi SATP (Sitiung Aluminum Tolerant Population), AMTL (Asian Mildew Acid Tolerant Lines) yang sebelumnya telah diseleksi di Sitiung (Sumbar) dan Barambai (Kalsel). Beberapa varietas lokal (Koasa dan Delima) dan varietas pembanding Antasena juga digunakan dalam pengujian ini. Dari pengujian tersebut diperoleh 4 galur yang toleran terhadap cekaman 10 ppm Al, yaitu AMTL-(HS) C2; SATP-(S2)-C6-S0; MRSS-1(S1) C1-29-1; dan MRSS-1(S1) C1-57-1 yang menunjukkan ketahanan lebih besar dari aksesi lainnya, termasuk varietas pembanding Antasena yang dirilis sebagai varietas jagung untuk lahan masam. Galur-galur jagung yang adaptif terhadap cekaman Al ini akan digunakan dalam program pemuliaan selanjutnya.

Taraf Cekaman Kekeringan Ringan Berat

Karakter Toleransi

Kekeringan

Hasil Panen Potensi Hasil

Karakter Fenologi

SulitDiprediksi

DapatDiprediksi

Gambar 27 Skema hubungan antara potensi hasil, fenologi, dan karakter toleransi kekeringan dengan hasil panen pada berbagai taraf cekamanSumber: Fukai et al. (2004)

Untuk adaptasi pada lahan berkandungan P rendah telah berhasil diidentifikasi sejumlah varietas lokal padi yang lebih toleran dibandingkan dengan varietas unggul maupun kerabat liar. Beberapa varietas lokal yang berhasil diidentifikasi

Page 132: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

116

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

sebagai sangat toleran terhadap defisiensi di antaranya Gadih Anih, Cempo, Sibatung, Siputiah 1, S.Lembulut. Ketenggangan terhadap kondisi P rendah yang ekstrem tersebut bahkan melebihi daya adaptasi kerabat liar padi O. glumaepatula, O. rufipogon, dan O. nivara (Syarif 2005).

Untuk adaptasi terhadap intensitas cahaya rendah telah berhasil diidentifikasi sejumlah galur padi gogo dan kedelai yang sesuai sebagai tanaman sela pada perkebunan karet. Padi gogo toleran naungan yang berhasil diidentifikasi antara lain Jatiluhur, Dodokan, CS22, TB177E-TB30-B-2, B9266F-TN-MR2-PN-4, dan TB615E-TB-6-B9048C-TB-4-B-2 (Chozin et al. 1999; Sopandie et al. 1999b). Untuk kedelai toleran naungan telah diidentifikasi galur lokal Ceneng, Pangrango, dan B850 (Sopandie et al. 2003a), yang selanjutnya dilakukan upaya perbaikan tanaman (Trikoesoemaningtyas et al. 2003, 2004, 2005).

Penapisan Genotipe dan Kriteria Seleksi. Pengembangan tata cara penapisan dan seleksi untuk karakter toleransi terhadap cekaman abiotik memerlukan penetapan tujuan dan kriteria seleksi, lingkungan seleksi dan waktu terjadinya cekaman, serta perencanaan pencobaan lapang yang dapat memberikan taraf cekaman yang seragam dan tepat waktu (Bidinger 2002). Pada lingkungan bercekaman seleksi berdasarkan hasil panen umumnya akan menghadapi kendala karena faktor-faktor yang menyebabkan penurunan hasil di lingkungan bercekaman sulit dipisahkan, misalnya antara faktor biotik dan abiotik (Austin 1993). Hasil panen juga merupakan karakter kuantitatif yang dikendalikan oleh banyak gen dengan pengaruh lingkungan yang sangat kuat, sehingga hasil pada lingkungan bercekaman cenderung mempunyai nilai heritabilitas yang rendah. Hal ini akan menyebabkan seleksi terhadap hasil di lingkungan bercekaman memberikan kemajuan seleksi yang rendah.

Sebagai alternatif dari seleksi terhadap hasil adalah seleksi tidak langsung dengan memanfaatkan karakter fisiologi sebagai kriteria seleksi berupa karakter adaptasi terhadap suatu cekaman abiotik. Karakter-karakter ini dapat dipilih berdasarkan suatu analisis fisiologi terhadap mekanisme adaptasi tanaman pada suatu cekaman tertentu. Di sinilah peran penelitian-penelitian fisiologi sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas program pemuliaan.

Ramagosa dan Fox (1993) berpendapat bahwa kebanyakan studi-studi fisiologi bersifat restropektif dan hanya melibatkan sedikit kultivar saja, serta bertujuan untuk menjelaskan mekanisme adaptasi atau proses fisiologi

Page 133: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IX Perbaikan Produktivitas Tanaman Berbasis Fisiologi untuk Lahan Sub-Optimal

117

yang mendasari potensi hasil tinggi. Untuk dapat bermanfaat bagi program pemuliaan, teori yang dikembangkan dari penelitian fisiologi harus divalidasi dengan memanfaatkan materi genetik yang lebih luas. Studi pewarisan sifat akan dapat membantu pemahaman tentang hubungan karakter yang diamati pada sejumlah galur dengan penampilannya pada suatu materi genetik yang beragam.

Menyadari akan hal ini, maka penelitian fisiologi di IPB telah banyak yang diintegrasikan dengan studi genetik seperti yang dilakukan untuk adaptasi terhadap cekaman Al dan efisiensi hara (Makmur et al. 1999), cekaman naungan pada padi gogo (Chozin et al. 1999), dan cekaman naungan pada kedelai (Sopandie et al. 2005a). Studi pewarisan sifat telah dapat mengidentifikasi jumlah dan aksi gen-gen yang perperan dalam adaptasi terhadap cekaman serta pola pewarisannya yang dimanfaatkan untuk menentukan kriteria seleksi (Trikoesoemaningtyas et al. 2004).

Kriteria karakter untuk Seleksi. Agar suatu karakter fisiologi dapat dimanfaatkan sebagai karakter seleksi, maka karakter tersebut harus dapat memenuhi sejumlah kriteria, yaitu (1) harus terdapat keragaman yang diwariskan dari karater tersebut, (2) karakter tersebut harus lebih mudah dan lebih murah diamati dibandingkan dengan hasil panen, (3) harus terdapat korelasi genetik yang tinggi antara karakter tersebut dengan hasil panen pada keadaan tercekam, dan (4) faktor-faktor yang memengaruhi ekspresi dari karakter tersebut harus dipahami dan dapat dikendalikan (Austin 1993).

Selain dari menetapkan kriteria seleksi, juga diperlukan metode penapisan yang dapat memberikan cekaman yang tepat dan diskriminatif terhadap genotipe-genotipe yang dievaluasi. Untuk toleransi terhadap cekaman Al, beberapa metode penapisan telah digunakan oleh sejumlah peneliti, antara lain (a) uji pada tanah masam berdasarkan perbedaan kejenuhan Al (Jusuf et al. 1994; Sopandie et al. 1996a), (b) kultur hara (Sopandie et al. 1996a; Syafrudin et al. 2006), (c) uji hayati akar (root bioassay) pada tanah masam yang berbeda kejenuhan Al (Sopandie et al. 2002a; Hanum et al. 2006), (d) metode pewarnaan hematoxylin (Sopandie et al. 2000b), dan (e) metode in vitro dengan kultur jaringan (Mariska et al. 2004). Metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Skrining genotipe di lapang atau di tanah masam sering dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti perbedaan resistensi terhadap hama dan penyakit yang terjadi di antara genotipe. Untuk menghindari masalah ini maka

Page 134: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

118

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

dikembangkan metode skrining cepat terutama pada sistem kultur air. Pada kebanyakan spesies tanaman, panjang akar relatif (PAR) tanaman merupakan parameter pertumbuhan yang cocok dan merupakan karakter yang lebih bersifat fisiologi (Wissemeier et al. 1992). Keracunan Al terhadap akar dipengaruhi oleh sejumlah faktor (seperti; konsentrasi Al, Ca, Mg, dan pH larutan) maka masalah yang paling penting dalam pengembangan teknik skrining cepat adalah penemuan suatu kombinasi yang cocok dari faktor-faktor tersebut untuk digunakan (Rhue dan Grogan 1977; Blamey et al. 1991).

Teknik kultur jaringan telah banyak dikembangkan untuk tujuan: (a) skrining tanaman untuk mendapatkan genotipe toleran Al, (b) memproduksi dan mengidentifikasi variasi somaklonal yang meningkatkan ketahanan terhadap Al, dan (3) meneliti respons seluler terhadap toksisitas Al (Samac dan Tesfaye 2003). Mariska et al. (2004) telah melakukan penelitian untuk meningkatkan ketahanan tanaman kedelai terhadap Al melalui kultur in vitro. Seleksi in vitro dilakukan pada embriozigotik muda dari tiga varietas (Wilis, Sindoro, dan Slamet) yang telah diradiasi untuk meningkatkan keragaman. Seleksi dilakukan sampai taraf 500 ppm Al pada pH 4, di mana diperoleh 12 tanaman yang diduga toleran dan 2 genotipe sangat potensial. Pengujian di empat lokasi tanah masam Gajrug, Jasinga menunjukkan adanya potensi besar untuk mendapatkan galur-galur harapan kedelai yang toleran terhadap Al dan pH rendah. Dalam beberapa hal klasifikasi genotipe (kultivar) berdasarkan toleransinya terhadap Al dengan metode skrining cepat berkorelasi, baik dengan pertumbuhan genotipe-genotipe ini pada tanah masam, sebagai contoh adalah gandum dan barley (Foy et al. 1967,1974, 1996) serta pada padi lahan kering (Howeler dan Cadavid 1976).

Di bawah ini diuraikan beberapa hal penting terkait dengan perbaikan tanaman pada berbagai kondisi cekaman di lahan marginal.

9.1.1 Perbaikan Tanaman untuk Toleransi terhadap P Rendah

Arah perbaikan tanaman untuk adaptasi terhadap cekaman kekahatan P adalah meningkatkan efisiensi penyerapan dan efisiensi penggunaan P. Seleksi terhadap permukaan serap akar yang luas dengan melakukan seleksi terhadap morfologi akar dan panjang akar spesifik, yaitu akar yang panjang dengan

Page 135: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IX Perbaikan Produktivitas Tanaman Berbasis Fisiologi untuk Lahan Sub-Optimal

119

diameter yang kecil. Untuk mencapai tujuan yang sama juga dapat dilakukan dengan seleksi terhadap pertumbuhan akar rambut. Karakter ini merupakan karakter yang mempunyai keragaman genetik tinggi seperti diamati pada padi (Shimizu 2004). Seleksi untuk kemampuan tanaman dalam meningkatkan ketersediaan hara P dapat dengan melakukan seleksi terhadap sekresi asam organik atau phosphatase. Keragaman yang tinggi ditemukan pada kemampuan tanaman padi untuk memodifikasi rhizosphere (Zhang et al. 1997).

Untuk perbaikan sifat efisiensi penggunaan hara P dapat digunakan kriteria seleksi efisiensi penggunaan (utilization efficiency) dan efisiensi penyerapan (uptake efficiency). Efisiensi penggunaan dapat menunjukkan kemampuan memanfaatkan P terserap, distribusi, dan kebutuhan P jaringan. Untuk kemampuan membentuk biomassa pada keadaan kahat P sebaiknya digunakan kriteria efisiensi produksi biomassa (Biomass Production Efficiency, BPE) dibandingkan dengan menggunakan indeks panen. Selain seleksi terhadap efisiensi, juga dapat dilakukan seleksi terhadap respons terhadap peningkatan ketersediaan P (responssiveness) yang harus dilakukan pada lingkungan tinggi P dan lingkungan rendah P (Ortiz-Monasterio et al. 2001). Untuk melakukan seleksi terhadap keragaman sifat efisiensi hara P diperlukan kriteria yang tepat dan lingkungan seleksi yang tepat.

9.1.2 Perbaikan Tanaman untuk Toleransi terhadap Kekeringan

Dalam upaya untuk perbaikan adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan, diperlukan definisi toleransi terhadap kekeringan yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi. Banyaknya mekanisme toleransi terhadap kekeringan yang berhasil diidentifikasi menyebabkan timbulnya anggapan bahwa toleransi terhadap kekeringan merupakan karakter yang kompleks, sehingga sulit untuk diperbaiki dalam program pemuliaan tanaman. Blum (2002) berpendapat bahwa toleransi terhadap kekeringan bukanlah karakter yang kompleks karena hampir semua karakter yang mengatur status air tanaman pada keadaan kekeringan, kemampuan tanaman memanfaatkan air yang terbatas, serta produktivitas tanaman pada keadaan kekeringan adalah karakter konstitutif dan bukan karakter adaptasi. Karakter konsititutif adalah karakter yang tidak terpaut pada ada tidaknya cekaman. Hal yang termasuk karakter adaptasi hanyalah karakter fisiologi/biokimia yang ekspresinya diinduksi sebagai respons terhadap adanya cekaman kekeringan seperti

Page 136: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

120

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

akumulasi compatible solutes seperti gula, prolin, atau ion kalium. Namun menurut Blum (2002) peran karakter konstitutif dalam toleransi terhadap kekeringan lebih besar dibandingkan dengan karakter adaptasi.

Karakter pertumbuhan akar merupakan karakter yang penting dalam adaptasi terhadap kekeringan. Karakter akar yang penting bagi adaptasi kekeringan meliputi panjang akar, ketebalan, bobot kering kerapatan pertumbuhan akar, di mana genotipe dengan perakaran yang dalam akan lebih toleran terhadap kekeringan (Peng dan Ismail 2004). Menurut Blum (2002) karakter pertumbuhan akar merupakan karakter konstitutif sehingga dapat digunakan sebagai kriteria seleksi karena seleksi dapat dilakukan pada lingkungan tanpa cekaman. Pada keadaan tanpa cekaman, diharapkan heritabilitas suatu karakter akan lebih besar dibandingkan dengan heritabilitas pada keadaan tercekam. Atlin dan Lafitte (2002) melaporkan bahwa pada 140 RIL hasil persilangan padi Azucena x Bala, diperoleh nilai heritabilitas 0,61 untuk lingkungan bercekaman dan hanya 0,28 pada lingkungan bercekaman. Seleksi terhadap panjang akar pada keadaan tanpa cekaman kekeringan akan memberikan kemajuan seleksi yang lebih tinggi. Karakter-karakter lain yang juga merupakan karakter konsititutif adalah umur tanaman yang genjah, indeks luas daun yang kecil, dan karakter-karakter anatomi daun seperti bulu, warna daun, lapisan lilin (Blum 2002).

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa adaptasi terhadap cekaman abiotik merupakan hasil interaksi dari berbagai karakter morfologi, fisiologi, dan biokimia. Oleh sebab itu penggunaan satu karakter sebagai karakter seleksi sering kali tidak memberikan hasil yang memuaskan. Untuk itu penggunaan sejumlah kriteria seleksi secara stimultan dalam suatu indeks seleksi dapat digunakan. Kriteria seleksi yang tetap menjadi tujuan akhir dari program perbaikan tanaman adalah hasil pada keadaan tercekam. Untuk itu penggunaan kriteria seleksi berupa indeks toleransi yang merupakan nisbah hasil pada keadaan tercekam dibandingkan dengan hasil pada keadaan optimum banyak digunakan sebagai kriteria seleksi (Mitra 2001).

Lingkungan seleksi untuk cekaman kekeringan. Untuk melakukan seleksi terhadap keragaman untuk toleransi terhadap cekaman abiotik, selain diperlukan kriteria yang tepat juga harus dilakukan pada lingkungan seleksi yang tepat. Pada seleksi untuk efisiensi hara P, misalnya, maka seleksi tidak disarankan dilakukan pada larutan hara karena larutan hara tidak akan

Page 137: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IX Perbaikan Produktivitas Tanaman Berbasis Fisiologi untuk Lahan Sub-Optimal

121

dapat memberikan lingkungan seleksi yang sama dengan seleksi pada tanah mengingat dinamika P dalam tanah yang sangat kompleks (Hayes et al. 2004).

Pemilihan lingkungan seleksi yang tepat untuk seleksi karakter ketahanan terhadap kekeringan memerlukan pemahaman yang mendalam tentang sifat cekaman kekeringan. Kekeringan merupakan cekaman lingkungan yang bersifat sulit diduga karena tidak terjadi sepanjang tahun berbeda dengan cekaman lingkungan edafik. Reynold et al. (2004) membagi cekaman kekeringan menjadi tiga pola cekaman, yaitu (1) cekaman yang terjadi pasca-anthesis, (2) cekaman kekeringan yang terjadi sebelum anthesis, dan (3) kekeringan yang terjadi secara terus-menerus. Ketiga lingkungan tersebut memerlukan tujuan seleksi dan kriteria seleksi yang berbeda. Suatu karakter yang menguntungkan untuk suatu lingkungan cekaman tertentu belum tentu sesuai untuk lingkungan target lainnya. Kemampuan mengatur membuka menutupnya stomata pada keadaan kekeringan hanya menguntungkan di lingkungan target yang sangat kering, tetapi tidak menguntungkan pada lingkungan dengan cekaman moderat karena akan menurunkan kemampuan fotosintesis (Tardieu et al. 2004). Karakter genjah pada padi, hanya sesuai untuk lingkungan di mana kekeringan terjadi pada periode pasca-anthesis dan tidak jika kekeringan berlangsung sepanjang musim tanam (Lafitte et al. 2002).

Untuk dapat mengindentifikasi dengan benar keragaman yang ada, maka lingkungan seleksi untuk kekeringan harus dapat memberikan tingkat cekaman dan waktu yang tepat. Di sinilah peran studi fisiologi sangat menentukan. Menurut Bidinger (2002) untuk menetapkan lingkungan seleksi yang tepat diperlukan studi data agroklimat jangka panjang dan modeling yang melibatkan curah hujan, kebutuhan tanaman, ketersediaan air tanah, tingkat evaporasi. Untuk meminimalkan keragaman lingkungan yang dapat menurunkan kemajuan seleksi, Lafitte et al. (2002) menyarankan digunakannya lingkungan seleksi buatan yang terkontrol. Lingkungan terkendali ini lebih baik karena memberikan cekaman yang terkendali, prediksi yang lebih baik terhadap G X E, dan heritabilitas karakter toleransi kekeringan yang lebih baik (Atlin et al. 2004).

Bentuk lingkungan seleksi terkendali (managed stress environment) dapat dalam bentuk: (1) memberikan cekaman buatan pada musim tanam yang normal atau (2) mengatur ketersediaan air pada musim kering. Pilihan pertama lebih

Page 138: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

122

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

baik dari sisi genetik karena dapat mengurangi interaksi genotipe x musim, tetapi sulit dilakukan dan mahal. Pilihan kedua lebih mudah dilakukan, tetapi memerlukan kepastian tidak adanya interaksi genotipe x musim (Bidinger 2002). Hasil evaluasi di IRRI dalam penapisan galur-galur toleran kekeringan, pengaturan air pada musim kering memberikan hasil yang memuaskan, terutama pada perlakuan tanpa irigasi 10 hari sebelum anthesis sampai 4 hari pasca-anthesis (Atlin et al. 2002).

9.1.3 Perbaikan Tanaman untuk Toleransi terhadap Cekaman Aluminium

Keracunan aluminium (Al) ditunjukkan oleh terhambatnya pertumbuhan akar karena pemanjangan dan pembelahan sel pada ujung akar terganggu, diikuti terganggunya serapan air dan hara. Oleh karena itu, perbaikan toleran Al lebih diarahkan pada perbaikan adaptasi akar terhadap cekaman Al. Akan tetapi, karakter toleransi Al merupakan karakter kompleks yang dikendalikan oleh banyak gen (multigenik) (Samac dan Tesfaye 2003). Oleh karena itu dalam usaha perbaikannya diperlukan pendekatan khusus seperti diseksi karakter menjadi komponen-komponen pendukung yang terkait erat dengan karakter toleransi dengan pertimbangan dua hal pokok: (1) komponen karakter tersebut memiliki keragaman dalam populasi breeding dan (2) keragaman tersebut dikendalikan secara genetik dan dapat diwariskan (Khan et al. 2001). Menurut de Andrade et al. (1997), keragaman toleransi Al terkait erat dengan sekresi asam sitrat dan/atau asam malat dari ujung akar tanaman. Terdapat keragaman toleransi Al pada tanaman serealia seperti padi, triticale, jagung, sorgum, barley, gandum, rye, dan millet, serta tanaman legum seperti kedelai, alfalfa.

Perbaikan toleransi tanaman terhadap Al saat ini dilakukan melalui tiga pendekatan (Samac dan Tesfaye 2003), yaitu (a) pemuliaan dengan silang balik (back cross) atau seleksi berulang (recurrent selection), (b) pengembangan varian somaklonal toleran Al, dan (c) ekspresi ektopik transgen untuk mengurangi serapan Al atau menurunkan tingkat kerusakan sel akibat Al.

Perbaikan dengan seleksi berulang ternyata efektif meningkatkan toleransi Al melalui peningkatan sekresi asam sitrat dan/atau asam malat (de Andrade et al. 1997). Dijelaskan de Andrade et al. (1997) bahwa karena afinitas Al yang tinggi, asam malat dapat menghentikan mobilitas Al pada apoplas dan/atau pada rizosfer, sehingga proses metabolisme di dalam akar berjalan dengan

Page 139: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IX Perbaikan Produktivitas Tanaman Berbasis Fisiologi untuk Lahan Sub-Optimal

123

baik. Pemahaman mekanisme fisiologi dan biokimia stres Al tersebut dapat membantu dalam mengembangkan kultivar tanaman toleran Al.

Variasi somaklonal dapat meningkatkan keragaman genetik toleransi Al di dalam dan antarspesies tanaman. Selain itu variasi somaklonal dapat mengungkap mekanisme toleransi Al dengan baik. Sebagai contoh, tanaman alfalfa toleran Al dengan kultur sel telah berhasil menunjukkan toleransi terhadap Al (Dall’Agnol et al. 1996). Begitu juga dalam memperoleh galur-galur wortel toleran Al (Arihara et al. 1991).

Sementara dua pendekatan untuk meningkatkan toleransi Al melalui ekspresi ektopik gen adalah dengan ekspresi gen tanaman yang diinduksi Al (Al–induced gene) dan ekspresi gen untuk meningkatkan produksi asam organik (Samac dan Tesfaye 2003). Misalnya over-ekspresi gen tobacco glutathione S-transferase dan gen tobacco peroxidase pada tanaman Arabidopsis transgenik yang menurunkan akumulasi Al pada ujung akar. Selain itu juga berlaku untuk gen yang mengkode pembentukan enzim phosphoenolpyruvate carboxylase (PEPC) dan malate dehydrogenase (MDH) (Tesfaye et al. 2001).

9.1.4 Perbaikan Tanaman untuk Toleransi terhadap Naungan

Upaya seleksi untuk memperoleh varietas tanaman pangan yang adaptif sebagai tanaman sela pada tumpang sari dengan tanaman perkebunan telah berhasil dilakukan pada padi gogo (Harahap et al. 1995; Suwarno dan Lubis 1995) dengan telah dirilisnya padi gogo varietas Jatiluhur. Pada kedelai, upaya pemuliaan kedelai sebagai tanaman sela masih terbatas untuk tumpang sari dengan jagung pada kondisi naungan ringan 33% yang telah dirintis oleh Asadi dan Arsyad (1995) dan Asadi et al. (1997). Dari hasil evaluasinya terhadap 100 plasma nutfah kedelai, diperoleh satu galur yang adaptif untuk tumpang sari dengan jagung yang telah dirilis dengan nama varietas Pangrango.

Perakitan varietas kedelai sebagai tanaman sela yang adaptif untuk pola tumpang sari dengan tanaman perkebunan yang memiliki kondisi naungan lebih berat, sekitar 50% telah dilakukan oleh tim IPB (Trikoesoemaningtyas et al. 2003; Sopandie et al. 2002b, 2004b, 2005a). Beberapa langkah penting yang sudah, sedang, dan akan dilakukan yaitu (a) pencarian sumber gen toleran pada naungan berat 50%, (b) hibridisasi, (c) seleksi tanaman, (d) uji daya hasil, dan (e) uji multilokasi.

Page 140: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

124

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Pencarian sumber gen toleran. Pencarian sumber gen pada naungan berat 50%. Langkah awal untuk mencari sumber gen untuk adaptasi kedelai terhadap naungan berat (50%) telah dilakukan dengan mengevaluasi 75 plasma nutfah (Trikoesoemaningtyas et al. 2003; Sopandie et al. 2003a). Dari penelitian pendahuluan disimpulkan bahwa dalam keadaan tercekam intensitas cahaya rendah, karakter agronomi kedelai menunjukkan keragaman kontinu. Karakter daya hasil dalam keadaan tercekam naungan 50% diwariskan dengan tingkat heritabilitas rendah (0,29), tetapi karakter jumlah polong per tanaman diwariskan dengan heritabilitas mencapai 0,87 (Trikoesoemaningtyas et al. 2003).

Genomik sifat adaptasi kedelai terhadap cekaman naungan. Beberapa kegiatan untuk memperoleh gen-gen naungan pada tanaman kedelai telah dilakukan. Analisis RACE (Rapid Amplification cDNA End) berhasil memperoleh full length kandidat gen N2 1560 kb yang homolog dengan gen yang menyandi Chalcone synthase (CHS). Juga telah diperoleh sekuen lengkap (full length) kandidat gen JJ3 dan EE2 dengan panjang berturut-turut 1800 bp dan 1874 bp yang masing-masing homolog dengan gen psaD sub-unit PSI dan gen yang menyandi cytochrome p450 (Khumaida et al. 2005; Sopandie et al. 2005b). Analisis ekspresi gen-gen terkait naungan menunjukkan gen JJ3 bersifat down regulated terhadap naungan pada genotipe toleran, demikian juga gen ATHB (Kisman et al. 2006). Gen-gen tersebut berpotensi sebagai marka molekuler spesifik untuk skrining kedelai toleran naungan dan untuk menghasilkan tanaman kedelai transgenik toleran naungan. Melalui pemahaman genomik dapat diketahui pengaruh lingkungan terhadap pola ekspresi gen. Khumaida et al. (2004) dan Sopandie et al. (2005a) melaporkan bahwa intensitas ekspresi beberapa gen yang mengendalikan toleransi naungan pada tanaman kedelai seperti gen JJ3, phyB, dan ATHB semakin menguat dengan semakin rendahnya intensitas cahaya. Dengan pemahaman yang semakin meningkat dari hubungan antara gen dan karakter fisiologi yang mendasari suatu mekanisme adaptasi atau daya hasil dengan perkembangan teknologi genomik, maka terbuka kemungkinan memanfaatkan informasi genomik ini untuk perbaikan tanaman.

Pemanfaatan marka molekuler. Pemanfaatan teknologi genomik dalam perbaikan tanaman dapat dilakukan melalui dua strategi, yaitu (a) pemanfaatan marka molekuler seperti RFLP, SSR, AFLP, RAPD, QTL, dan SNP dalam mengembangkan marka untuk seleksi (Marker Assisted Selection/MAS) dan (b) pendekatan dengan transformasi gen tanaman. Pada program pemuliaan

Page 141: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IX Perbaikan Produktivitas Tanaman Berbasis Fisiologi untuk Lahan Sub-Optimal

125

konvensional dengan seleksi terhadap fenotipe sering dihadapi masalah rendahnya heritabilitas, terutama pada lingkungan bercekaman. Pada kondisi inilah pemanfaatan marka molekuler sangat berperan (Arus et al. 2003). Setelah diperoleh keterpautan antara marka molekuler dan karakter hasil atau karakter adaptasi, maka marka terpilih dapat dijadikan kriteria seleksi dalam MAS. Identifikasi QTL yang terpaut pada toleransi terhadap naungan pada kedelai dengan marka RAPD dan SSR telah dilakukan (Sopandie et al. 2005a), yang selanjutnya digunakan untuk marka seleksi kedelai toleran naungan. Pemetaan QTL untuk sifat adaptasi terhadap naungan telah dikerjakan melalui dua tahapan, yaitu seleksi primer dan penentukan fenotipe dari 120 galur-galur inbred (RIL) dari persilangan Ceneng (toleran naungan) x Godek (peka naungan). Dari seleksi primer telah diperoleh sejumlah primer yang polimorfik dan terpaut pada tetua toleran, yaitu OPM 8, OPM 10, OPM 12, OPM 15, OPM 16, OPM 18, OPM 20, OPE 3, OPE 12, OPE 15, OPH 3, OPH 7, dan OPH 8. Marka yang terpilih telah digunakan dalam menyeleksi galur-galur F9 dalam Marker Assisted Selection dan hasil seleksinya akan dibandingkan dengan hasil seleksi terhadap hasil di bawah naungan dalam pengujian daya hasil di bawah tegakan karet.

Pendekatan dengan transformasi gen untuk perbaikan tanaman sela toleran naungan belum dilakukan. Pendekatan yang lebih akurat dengan memanfaatkan pengetahuan tentang gen-gen yang mengkode suatu enzim pada lintas biokimia tertentu (targeted approach) memberikan kemungkinan keberhasilan yang lebih besar. Transgenik pada tanaman model Arabidoposis thaliana untuk toleran naungan dari gen ATHB (gen ATHB-2, gen regulator yang mengkode protein homeodomain-leucine zipper) terkait shade avoidance (Devlin et al. 2003). Informasi ini telah ditindaklanjuti pada tanaman kedelai toleran terhadap intensitas cahaya rendah (Sopandie et al. 2005a) dan menunjukkan ekspresi gen ATHB-2 bersifat down regulated (Kisman 2007). Selain itu telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi gen JJ3 (putatif mengkode PsaD PSI subunit) dan ekspresinya juga bersifat down regulated terhadap intensitas cahaya rendah. Dengan demikian, ke depan dimungkinkan dibentuk kedelai toleran naungan (Khumaida et al. 2003, 2004; Takano et al. 2003; Trikoesoemaningtyas et al. 2003, 2005; Sopandie et al. 2005ab).

Pemuliaan Tanaman Kedelai Toleran Intensitas Cahaya Rendah dengan Produktivitas Tinggi. Menurut Sopandie dan Trikoesoemaningtyas (2011), upaya pengembangan varietas kedelai toleran intensitas cahaya rendah telah dilakukan di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Page 142: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

126

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Bogor sejak tahun 2000 (Sopandie et al. 2006). Pada tahun 2007–2009 telah dilakukan seleksi terhadap galur-galur kedelai menggunakan karakter morfologi toleransi terhadap naungan dan marka molekuler. Galur-galur yang terpilih kemudian dievaluasi dalam uji daya hasil dan uji multilokasi dalam rangka pelepasan varietas (Trikoesoemaningtyas et al. 2009).

Pemuliaan konvensional sangat bergantung pada seleksi berdasarkan fenotipe terhadap individu superior dari suatu populasi bersegregasi. Walaupun kemajuan yang pesat telah diperoleh dari pemuliaan melalui seleksi fenotipe, tetapi untuk beberapa tujuan pemuliaan seperti toleransi terhadap cekaman lingkungan, sering kali menghadapi kendala karena seleksi harus dilakukan di lingkungan target. Di lingkungan bercekaman, pengaruh lingkungan meningkatkan keragaman lingkungan dan menurunkan nilai heritabilitas dari karakter-karakter seleksi terutama hasil panen.

Gambar 28 Seleksi marka menggunakan bulk segregant analysisSumber: Trikoesoemaningtyas et al. (2009)

Penggunaan marka molekuler dalam membantu seleksi (molecular marker assisted selection/MAS) dapat menjadi alternatif karena seleksi dapat dilakukan langsung terhadap genotipe dan tidak terpengaruh lingkungan. Dalam penelitian ini telah dilakukan seleksi menggunakan marka RAPD yang terpaut terhadap sifat toleransi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. Seleksi dan verifikasi marka menggunakan metode bulk segregant analysis menghasilkan marka P01-350 yang polimorfik dan hanya teramplifikasi pada galur-galur yang toleran (Gambar 28) (Trikoesoemaningtyas et al. 2009).

Page 143: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IX Perbaikan Produktivitas Tanaman Berbasis Fisiologi untuk Lahan Sub-Optimal

127

Seleksi terhadap 300 galur kedelai dari populasi hasil persilangan menggunakan marka PO1-350 dan indeks toleransi berdasarkan indeks toleransi untuk karakter morfologi telah terpilih 20 galur yang dievaluasi dalam uji daya hasil di bawah tegakan karet tiga tahun selama dua musim di lahan PTPN VIII di Cikumpay, Jawa Barat dan di Desa Sebapo, Kecamatan Muaro Jambi. Dari uji daya hasil berhasil diseleksi 10 galur yang terdiri atas 4 galur hasil seleksi marka molekuler P01-350 dan 6 galur hasil seleksi berdasarkan indeks toleransi.

Kesepuluh galur kemudian diuji di bawah tegakan karet rakyat di tiga lokasi di Provinsi Jambi, yaitu di Kecamatan Muaro Jambi, Kecamatan Sarolangun, dan Kecamatan Muaro Tebo. Hasil pengujian di Muaro Jambi menunjukkan bahwa terdapat 3 galur yang menunjukkan potensi hasil setara dengan pembanding tertinggi (varietas Tanggamus), yaitu GC-22-10, PG-57-1, dan SP-30-4. Dua galur hasil seleksi indeks toleransi mempunyai potensi hasil lebih tinggi dari varietas pembanding tertinggi (Tanggamus), yaitu SC54-1 dan SC68-2 (Tabel 16).

Tabel 16 Potensi hasil galur-galur toleran naungan di bawah tegakan karet di Desa Sebapo Kecamatan Muaro Jambi, Jambi

Galur Harapan Seleksi Potensi Hasil (ton/ha)*CG-22-10 Indeks toleran 1,91GC-22-10 Indeks toleran 2,02PG-57-1 Marka P01-350 2,17SC-1-8 Indeks toleran 1,51SC-21-5 Marka P01-350 1,93SC-39-1 Marka P01-350 1,41SC-54-1 Indeks toleran 2,75SC-56-3 Indeks toleran 1,75SC-68-2 Indeks toleran 2,40SP-30-4 Marka P01-350 2,0Pangrango Varietas Nasional 1,52Sibayak Varietas Nasional 1,90Tanggamus Varietas Nasional 2,12

Keterangan : *Potensi hasil berdasarkan konversi hasil/plotPopulasi tanaman kedelai di bawah tegakan 132.000/haSumber: Trikoesoemaningtyas et al. (2009)

Page 144: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

128

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

9.1.5 Perbaikan Tanaman untuk Toleransi terhadap Salinitas

Berbagai strategi pemuliaan harus dikembangkan untuk membuat tanaman mampu beradaptasi pada lingkungan salin. Dua komponen penting yang harus tersedia dalam usaha perbaikan toleransi salin, pertama harus tersedia keragaman dalam populasi breeding dan kedua keragaman tersebut harus dikendalikan secara genetik (Khan et al. 2001). Keragaman toleransi salin antarspesies atau di dalam spesies, bahkan antarvarietas telah berhasil diindentifikasi pada berbagai tanaman. Sebagai contoh pada tanaman tomat, padi, dan barley (Sopandie 1990; Sopandie et al. 1993), kedelai, triticale, oat, millet, sorgum (Khan et al. 2001). Penelitian genetik toleransi salinitas menunjukkan pada tanaman bahwa terdapat toleransi Al pada tanaman padi (Howeler dan Cadavid 1976), gandum (Camargo 1981; Aniol 1990), sorghum (Boye-Goni dan Marcarian 1985; Gourley et al. 1990), dan kedelai (Bianchi-Hall et al. 1998) dikendalikan secara genetik oleh gen yang bekerja secara aditif dan non-aditif serta dapat diwariskan. Jadi, perbaikan toleransi salinitas selanjutnya dapat menggunakan sumber genetik yang tersedia. Seleksi lebih diarahkan guna mendapatkan genotipe toleran baik dari populasi heterogenous atau bersegregasi.

Pemahaman mengenai mekanisme fisiologi toleransi stres salin sangat penting untuk efektivitas dan efisiensi seleksi. Misalnya untuk padi tahan salin, Flowers dan Yeo (1995) menggunakan pyramiding gen tahan menggunakan marka fisiologi. Larcher (1995) menggunakan mekanisme fisiologi nonspesifik seperti akumulasi solute organik seperti asam amino bebas, prolin, dan karbohidrat pada kondisi stres (Khan et al. 2000). Prolin dan glycine-betain dapat mengurangi pengaruh keracunan NaCl terhadap destabilisasi helikal pada proses replikasi DNA (Rajendrakumar et al. 1997). Ashraf et al. (2008) berhasil mengembangkan marka biokimia sebagai kriteria seleksi toleransi salin seperti gula terlarut, protein terlarut, asam amino, dan amida (alanine, arginine, glycine, serine, leucine, valine, proline, dan beberapa asam amino nonprotein, citrulline dan ornithine, amida seperti glutamine dan asparagine), poliamin, piliol, anti-oksidan, ATPase.

Selain itu, Analisis molekuler genom pada tingkat DNA merupakan salah satu alat untuk transfer dan kombinasi gen-gen penting (desirable genes) yang mengendalikan sifat toleransi salin (Khan et al. 2001). MAS (Marker-assisted selection) menggunakan analisis pemetaan RFLP (Restriction Fragment Length

Page 145: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IX Perbaikan Produktivitas Tanaman Berbasis Fisiologi untuk Lahan Sub-Optimal

129

Polymorphism), RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), dan QTL (Quantitative Trait Loci) telah berhasil digunakan untuk menggabungkan (mempiramidkan) beberapa gen major untuk toleransi salinitas (Bohnert dan Jensen 1996). Haiyuan et al. (1998) menggunakan teknik RAPD mendapatkan satu gen tunggal major mengendalikan toleransi garam pada tanaman padi. Begitu juga, Foolad dan Chen (1998) berhasil mengidentifikasi 13 marka RAPD pada 8 daerah genom yang terkait dengan QTL yang memengaruhi toleransi salin selama perkecambahan pada tanaman tomat. Tanaman tomat transgenik toleran salin telah berhasil dikembangkan oleh Zhang dan Blumwald (2001).

9.1.6 Perbaikan Tanaman untuk Toleransi terhadap Cekaman Suhu Tinggi

Perkembangan pemuliaan tanaman untuk toleransi terhadap stres sangat bergantung pada pemahaman mekanisme fisiologi dan dasar genetik dari toleransi pada level tanaman, seluler, dan molekuler. Informasi yang cukup telah tersedia terkait dengan aspek fisiologi dan metabolit tanaman untuk toleransi terhadap cekaman suhu tinggi. Namun demikian, informasi tentang dasar genetiknya masih langka, walaupun penggunaan metode pemuliaan konvensional dan teknik kontemporer dengan molekuler biologi, termasuk teknologi marka molekuler dan transformasi genetik telah menghasilkan karakterisasi genetik dan berkontribusi terhadap pengembangan tanaman yang lebih toleran terhadap cekaman suhu tinggi. Secara khusus penggunaan pemetaan QTL telah berkontribusi terhadap pemahaman hubungan genetik terkait toleransi terhadap cekaman berbeda (Wahid et al. 2007).

Metode Pemuliaan Konvensional. Penelitian fisiologi dan genetik menunjukkan bahwa pada umumnya sifat toleransi terhadap cekaman abiotik sangat kompleks yang dikontrol oleh banyak gen dan sangat dipengaruhi oleh variasi lingkungan (Blum 1988). Kuantifikasi terhadap sifat toleransi sering menghadapi kendala serius. Seleksi langsung pada kondisi lapang sangat sulit karena faktor lingkungan tidak terkontrol, yang memengaruhi akurasi dan kemampuan mengulang percobaan yang sama (repeatability). Sering kali tidak bisa dijamin bahwa cekaman suhu tinggi dapat dipastikan terjadi di lapangan. Oleh karena itu, toleransi terhadap suhu tinggi diregulasi sesuai perkembangan tanaman, fenomena spesifik pada stadia tanaman, di mana toleransi pada stadia tertentu mungkin tidak berkorelasi dengan toleransi

Page 146: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

130

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

pada stadia perkembangan yang lain. Stadia individu selama ontogeni tanaman harus dievaluasi terpisah untuk prakiraan toleransi, dan untuk identifikasi, karakterisasi, dan manipulasi genetik dari komponen toleransi. Selain itu, spesies tanaman mungkin menunjukkan sensitivitas yang berbeda terhadap cekaman suhu pada stadia perkembangan yang berbeda. Seperti pada tomat, walaupun tanaman tomat sensitif pada suhu tinggi selama ontogeni, pembungaan, dan pembentukan buah (fruit set) adalah stadia yang paling sensitif. Pembentukan buah mulai dipengaruhi pada suhu siang/malam hari di atas 26/20˚C dan sangat dihambat oleh suhu di atas 35/26˚C (Wahid et al. 2007).

Metode seleksi yang umum untuk toleransi suhu tinggi adalah menanam tanaman pada lingkungan target dan mengidentifikasi potensi hasil setiap individu/galur. Namun demikian, pada kondisi tersebut keberadaan cekaman lain seperti serangan serangga dan lainnya menyebabkan proses seleksi akan sangat sulit, terutama selama stadia reproduktif. Pendekatan lain adalah menentukan kriteria seleksi selama stadia awal perkembangan tanaman yang mungkin akan berkorelasi dengan toleransi suhu tinggi pada stadia reproduktif. Namun sejauh ini belum ada kriteria yang dapat diandalkan (Wahid et al. 2007).

Pendekatan yang lebih efektif telah dikembangkan di rumah kaca untuk penyaringan tanaman yang toleran terhadap cekaman suhu tinggi. Secara teori persemaian tersebut dapat digunakan untuk penyaringan selama siklus hidup tanaman. Keuntungan dengan penggunaan rumah kaca ialah suhu target dapat dipertahankan selama percobaan berlangsung. Kerugiannya ialah dengan terbatasnya luasan rumah kaca, tidak bisa digunakan untuk seleksi dengan populasi besar. Tantangan terbesar pemuliaan tanaman konvensional adalah upaya identifikasi metode penyaringan yang dapat diandalkan dan kriteria seleksi yang efektif untuk memfasilitasi pencarian tanaman yang toleran terhadap suhu tinggi. Menurut Wahid et al. (2007) penggunaan heat tolerant index (HTI) yang didasarkan pada pemulihan pertumbuhan (growth recovery) setelah penderaan pada suhu tinggi telah menunjukkan efektivitas yang baik untuk sorgum. HTI adalah rasio pertumbuhan panjang koleoptil setelah penderaan terbatas pada suhu tinggi (contoh: 50˚C) terhadap pertambahan panjang koleoptil pada kondisi normal. Pendekatan ini memungkinkan pencatatan secara cepat dan dapat diulang, yang memungkinkan penggunaannya untuk penyaringan dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat. Walaupun metode ini sangat

Page 147: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IX Perbaikan Produktivitas Tanaman Berbasis Fisiologi untuk Lahan Sub-Optimal

131

murah, mudah dilakukan, tetapi korelasi dengan penampilan di lapangan dan keefektifan pada berbagai spesies belum diketahui secara pasti. Pada tomat, diperoleh korelasi yang positif antara penampilan pada stadia pembentukan biji dan hasil di lapangan pada kondisi suhu tinggi. Oleh karena itu, evaluasi plasma nutfah untuk mengidentifikasi sumber untuk toleransi suhu tinggi secara reguler dilakukan melalui penyaringan untuk pembentukan buah (fruit set) pada kondisi suhu tinggi. Walaupun pembentukan buah pada suhu tinggi tidak bisa dihubungkan hanya dengan satu faktor, penurunan jumlah polen yang berkecambah dan/atau pertumbuhan batang polen merupakan faktor yang sering digunakan. Viabilitas polen telah digunakan sebagai kriteria seleksi tambahan untuk toleransi suhu tinggi. Produksi dari benih yang viabel sering kali direduksi oleh suhu tinggi, maka pembentukan biji yang tinggi merupakan indikasi toleran suhu tinggi (Wahid et al 2007).

Beberapa sifat (traits) lain yang sangat dipengaruhi oleh suhu tinggi, yaitu umumnya yang tergolong proses nonreproduktif, meliputi efisiensi fotosintesis, translokasi asimilat, resistensi mesofil, disorganisasi membran sel. Beberapa poin penting terkait pemulian konvensional untuk menciptakan varietas tanaman toleran suhu tinggi adalah sebagai berikut (Wahid et al. 2007).

1. Identifikasi sumber daya genetik yang memiliki atribut toleransi terhadap suhu tinggi. Pada tomat dan kedelai variasi genetik sangat sempit, sehingga memerlukan identifikasi dan pencarian sumber genetik dan penggunaan kerabat liarnya.

2. Ketika menyaring genotipe yang berbeda (terutama aksesi spesies liar) perbedaan antara toleran terhadap suhu tinggi dan potensi tumbuh harus dapat dibedakan.

3. Ketika merakit tanaman toleran suhu tinggi, diperlukan galur/kultivar yang berpenampilan bagus pada dua kondisi stres dan normal. Pada beberapa spesies, toleransi terhadap suhu tinggi sering dihubungkan dengan karakter yang tidak disukai seperti buah yang kecil dan daun kanopi yang sangat terbatas pada tomat. Buah yang kecil disebabkan oleh produksi auxin yang kurang pada buah, sedangkan kanopi yang kurang disebabkan oleh dominannya pertumbuhan reproduktif.

Untuk mengakselerasi progres tersebut beberapa hal harus dapat ditentukan, yaitu (Wahid et al. 2007) (1) pengembangan prosedur penyaringan yang akurat, (2) identifikasi dan karakterisasi sumber daya genetik yang memiliki toleransi tinggi, (3) penentuan dasar genetik toleransi suhu tinggi pada setiap

Page 148: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

132

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

stadia perkembangan, dan (4) pengembangan dan penyaringan populasi genetik yang besar untuk memfasilitasi transfer gen toleran suhu tinggi ke dalam kultivar komersial.

Pendekatan Molekuler dan Bioteknologi. Wahid et al. (2007) menyatakan bahwa studi genetik terkini telah menunjukkan bahwa toleransi terhadap suhu tinggi merupakan sifat yang dikontrol oleh banyak gen (multigenic trait). Artinya, komponen toleransi yang berbeda, yang dikontrol oleh sekelompok gen berbeda, merupakan sesuatu yang kritikal untuk toleransi stadia yang berbeda pada perkembangan tanaman atau juga pada jaringan yang berbeda. Oleh karena itu, penggunaan stok genetik dengan derajat toleransi yang berbeda, analisis korelasi dan ko-segregasi, teknik biologi molekuler, serta marka molekuler untuk mengidentifikasi toleransi QTL yang merupakan pendekatan yang lebih menjanjikan untuk mengungkap dasar genetik termotoleran. Akhir-akhir ini, bioteknologi telah berkontribusi secara signifikan untuk memahami dasar genetik toleransi terhadap suhu tinggi. Sebagai contoh, beberapa gen diketahui bertanggung jawab terhadap induksi sintesis HSPs yang telah diidentifikasi dan diisolasi pada beberapa spesies tanaman seperti tomat dan jagung. Telah diketahui bahwa induksi beberapa gen yang terinduksi oleh panas dihubungkan pada elemen heat shock (HSEs) yang conserved yang berlokasi pada TATA box proximal 5_flanking regions dari gen-gen heat shock.

Dua pendekatan bioteknologi yang sudah umum dilakukan untuk mempelajari dan memperbaiki toleransi tanaman terhadap stres abiotik meliputi MAS (marker-assisted selection) dan transformasi genetik. Penggunaan pendekatan ini memerlukan identifikasi marka genetik yang dihubungkan dengan beberapa gen atau QTL yang memengaruhi toleransi keseluruhan tanaman atau komponen individu yang memberikan kontribusi. Riset awal manipulasi molekuler untuk memperbaiki toleransi tanaman terhadap suhu tinggi difokuskan kepada produksi enzim yang mendetoksifikasi ROS, seperti SOD. Diketahui bahwa ROS diinduksi oleh hampir semua tipe cekaman. Teknik transformasi untuk perbaikan toleransi tanaman terhadap cekaman suhu tinggi masih merupakan embrio dan keberhasilan yang diperoleh sampai saat ini merupakan pendekatan awal. Perkembangan dalam teknologi marka dan transformasi genetik untuk ke depannya diharapkan mampu berkontribusi secara signifikan dalam pengambangan tanaman yang memiliki toleransi tinggi terhadap cekaman suhu tinggi. Dengan teknologi transformasi yang ada memberikan peluang untuk mentransfer berbagai gen ganda yang diharapkan

Page 149: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IX Perbaikan Produktivitas Tanaman Berbasis Fisiologi untuk Lahan Sub-Optimal

133

dapat berinteraksi secara aditif dan sinergi untuk meningkatkan toleransi terhadap cekaman abiotik (Wahid et al. 2007).

Perbaikan Toleransi dengan Pendekatan Lain. Selain dengan pendekatan yang mengunakan dasar genetik, beberapa upaya melalui pendekatan lain telah dilakukan untuk meningkatkan toleransi terhadap cekaman lingkungan. Teknik pra-kondisi tanaman terhadap stres suhu tinggi dan aplikasi osmoprotektan atau ZPT secara exogenous pada benih dan seluruh tanaman. Hasil dari aplikasi tersebut cukup menjanjikan dan penelitian lanjut ke depan sangat diperlukan. Walaupun pendekatan dengan pemuliaan konvensional telah menunjukkan kemajuan yang berarti, rekayasa genetik dengan teknik molekuler juga merupakan pendekatan yang perlu dipertimbangkan, yaitu melalui pengumpulan informasi molekuler terhadap mekanisme toleransi dan faktor-faktor yang juga berkontribusi terhadap adaptasi suhu tinggi. Walaupun mekanisme fisiologi toleransi suhu tinggi relatif telah dapat dipahami, riset lanjutan untuk fisiologi partisi asimilat dari source ke sink, fenotipik dari fleksibilitas tanaman yang mendukung toleransi suhu tinggi, serta faktor-faktor yang mengatur respons tanaman terhadap suhu tinggi masih perlu diteliti. Lebih lanjut, penggunaan pendekatan genomik, proteomik, dan transkriptionik untuk pemahaman lebih baik terhadap dasar molekuler respons tanaman sangat penting untuk terus dikembangkan. Pada kebanyakan stres lingkungan, bagian daun merupakan bagian yang pertama terkena penderaan. Namun demikian, pemahaman terhadap respons akar terhadap cekaman suhu tinggi, seperti keterlibatan akar dalam sinyal pucuk-akar merupakan hal yang juga penting untuk dieksplorasi. Pengetahuan molekuler tentang respons dan mekanisme toleransi suhu tinggi akan membuka jalan untuk merakit tanaman yang dapat mentoleransi suhu tinggi yang akan memberikan hasil ekonomi dalam kondisi cekaman suhu tinggi (Wahid et al. 2007).

9.2 Perbaikan Teknik Budi Daya pada Lahan Sub-Optimal

Cara yang efektif dan efisien untuk menaikkan produksi tanaman secara berkelanjutan adalah meningkatkan ketepatan pemilihan komponen teknologi dengan memperhatikan kondisi lingkungan abiotik (tanah, iklim, dan air), biotik (hama, penyakit, dan gulma), serta pengelolaan lahan yang optimal termasuk pemanfaatan residu dan sumber daya yang ada setempat.

Page 150: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

134

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Di bawah ini dijelaskan perbaikan teknik budi daya tanaman pada beberapa lahan marginal yang telah dan sedang dilakukan oleh berbagai pihak.

9.2.1 Teknik Budi Daya pada Lahan Masam dengan Al Tinggi

Beberapa teknologi budi daya tanaman pada tanah masam dengan Al tinggi yang dapat digunakan sebagai berikut.

Penggunaan kultivar toleran berproduksi tinggi. Perbaikan teknik budi daya untuk lahan masam dengan Al tinggi perlu dimulai dengan penggunaan varietas toleran lahan masam yang berproduksi tinggi. Tim IPB telah mengevaluasi padi gogo toleran Al dan pH rendah (Makmur et al. 1999; Supijatno et al. 2005; Trikoesoemaningtyas et al. 2006). Beberapa genotipe toleran padi gogo toleran masam bahkan memiliki adaptasi luas pada kondisi cekaman ganda untuk lahan masam di bawah tegakan (Supijatno et al. 2005). Perbaikan tanaman dari tetua-tetua masih sedang berlangsung di bawah koordinasi RGCI (Research Group for Crop Improvement), Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB. Penelitian pada kedelai untuk toleransi lahan masam dan Al tinggi telah dimulai sejak 1993 (Jusuf et al. 1993). Diharapkan melalui penelitian RUI-IPB (Riset Unggulan IPB) dapat dirilis varietas-varietas kedelai toleran Al yang berproduksi tinggi yang lebih baik daripada varietas yang sudah lebih dulu dirilis seperti Slamet dan Sindoro. Varietas unggul kedelai untuk lahan masam yang telah dihasilkan Badan Litbang Pertanian adalah Tanggamus (1,7–2,8 ton/ha), umur panen 88 hari, Nanti (1,6–2,5 ton/ha), umur panen 91 hari, Ratai (1,6–2,7 ton/ha), umur panen 90 hari dan Seulah (1,66–2,5 ton/ha), umur panen 93 hari. Keempat varietas unggul tersebut, tahan terhadap penyakit karat daun (Plakopsora pachyrhizi) (Hassanuddin 2006).

Pengelolaan kesuburan tanah. Pada dasarnya pengelolaan kesuburan tanah masam diarahkan untuk menurunkan kemasaman tanah, menambah hara, dan menekan tingkat kejenuhan Al. Teknologi kesuburan tanah masam yang dapat diterapkan (Kurnia et al. 2003) meliputi (a) pemupukan berimbang, (b) pengelolaan hara P, serta (c) pengapuran dan pemberian bahan organik.

Pemupukan berimbang. Pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk untuk mencapai status semua hara tanah dalam keadaan optimum untuk pertumbuhan, hasil, dan kualitas suatu tanaman (Kurnia et al. 2003). Untuk

Page 151: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IX Perbaikan Produktivitas Tanaman Berbasis Fisiologi untuk Lahan Sub-Optimal

135

hara yang telah berada dalam status optimum tidak perlu penambahan pupuk karena kelebihan pupuk akan menjadi tidak efisien dan dapat mencemari lingkungan.

Pengelolaan hara P. Jenis P yang ditambahkan pada tanah masam sebaiknya dari jenis yang lambat tersedia. Pupuk P-alam merupakan pupuk yang mengandung P dan Ca cukup tinggi, tidak cepat larut dalam air, dan terbukti memiliki efektivitas yang sama baiknya dengan pupuk sumber P yang mudah larut seperti SP-36 (Kurnia et al. 2003).

Pengapuran dan pemberian bahan organik. Input hara yang agak besar diperlukan untuk menyesuaikan sifat kimia tanah, terutama pengapuran bagi spesies nontoleran. Dengan menaikkan pH melalui pengapuran diperoleh perbedaan hasil yang tinggi pada beberapa tanaman. Selain itu hara makro dan kandungan Mn daun juga dipengaruhi secara nyata, kecuali Ca (Abruna-Rodriguez et al. 1982). Dalam hal ini, analisis daun akan sangat terbatas dalam penentuan mekanisme adaptasi tanaman dan status hara pada tanaman. Lahan masam umumnya lahan kering yang berada pada wilayah beriklim basah yang mengalami pencucian berbagai unsur hara dan penurunan kandungan bahan organik tanah. Partohardjono et al. (1990) menunjukkan bahwa dengan pemberian pupuk kandang hingga 4,0 ton/ha dan pupuk N 200 kg/ha padi gogo dapat mencapai hasil > 4,0 ton/ha, sedangkan tanpa pemberian pupuk kandang hanya diperoleh hasil 2,4 ton/ha.

Penggunaan Mikroba Tanah. Kolonisasi akar dengan mikoriza merupakan komponen penting lainnya adaptasi tanaman pada tanah masam yang dicirikan oleh ketersediaan P rendah dan keracunan Al. Kebergantungan akan MVA untuk pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah tropis yang keracunan Al sudah dikemukakan pada banyak spesies tanaman tropis yang dapat dimakan dan bisa juga menguntungkan bagi spesies rumput tropis (Lambais dan Cardoso 1990; Manuhara-Karti 2003).

Di Indonesia, penggunaan pupuk mikroba multiguna (PPMG) yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, seperti PPMG rhizo-plus yang mengandung bakteri bintil akar Bradyrhizobium, bakteri pelarut fosfat Pseudomonas, Micrococcus, Bacillus, dan bakteri pemacu tumbuh Azospirillum terbukti dapat meningkatkan ketersediaan N dan P bagi tanah dan tanaman kedelai (Kurnia et al. 2003).

Page 152: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

136

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

9.2.2 Teknik Budi Daya untuk Lahan dengan P Rendah

Rata-rata ketersediaan P dalam tanah di Indonesia berkisar 5–10 ppm. Di sisi lain, kebutuhan beberapa jenis tanaman melampaui ketersediaan yang ada, oleh karena itu pemberian P lazim dilakukan oleh petani pada tanaman budi daya untuk meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman. Berbagai dosis rekomendasi P telah tersedia untuk berbagai tanaman budi daya, dengan nilai bervariasi antara 50–100 kg P2O5. Sustainable fertilizer management untuk P diarahkan pada peningkatan ketersediaan hara dalam tanah melalui pemanfaatan mikroorganisme seperti bakteri pelarut fosfat dan mikoriza; perbaikan lingkungan perakaran seperti mengatur keasaman lahan, menjaga ketersediaan air; penggunaan varietas yang mampu menyintesis eksudat asam organik di sekitar perakaran; dan penambahan pupuk secara efisien dan efektif. Beberapa teknik budi daya untuk pengembangan lahan masam seperti diuraikan di atas dapat digunakan untuk lahan dengan P rendah karena banyaknya kemiripan mekanisme.

9.2.3 Teknik Budi Daya Tanaman Sela di Lahan Bawah Tegakan

Sejauh ini, teknik budi daya yang cukup berkembang adalah tananan sela padi gogo di wilayah perkebunan maupun perhutanan pada waktu tanaman pokok masih kecil dan kanopi belum menutup. Padi gogo hanya mampu berproduksi sampai naungan mencapai 50%, jika menggunakan varietas yang toleran naungan (Chozin et al. 1999), sama halnya dengan kedelai toleran naungan (Sopandie et al. 2003a, 2005a). Naungan sekitar 50% tersebut berada di bawah tanaman karet, kelapa sawit, jati, sengon, yang berumur sekitar 3–4 tahun. Pada areal hutan kayu putih, padi gogo atau kedelai sebagai tanaman sela bisa terus ditanam karena tanaman pokok selalu dipangkas. Demikian juga di bawah tanaman kelapa, tanaman sela masih bisa ditanam setiap saat karena kanopi tidak tertutup. Suwarno et al. (2004) menjelaskan bahwa di bawah areal hutan Gmelina, padi gogo tidak tumbuh baik meskipun intensitas cahaya masih rendah karena Gmelina memiliki akar yang sangat intensif dan bersifat alelopati.

Teknik budi daya padi gogo sebagai tanaman sela yang pernah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan pada lahan seluas 100 ribu hektare di

Page 153: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IX Perbaikan Produktivitas Tanaman Berbasis Fisiologi untuk Lahan Sub-Optimal

137

areal perkebunan ialah dilakukan dengan cara tanpa olah tanah (TOT) dan menggunakan herbisida untuk penyiapan lahan. Hasil padi gogo berkisar antara 3–4 ton/ha (Dirjen Perkebunan 1995). Perbaikan teknik budi daya padi gogo di areal hutan jati berumur 2 tahun di hutan jati di Purwakarta menunjukkan bahwa penggunaan varietas unggul yang sesuai dan perbaikan tingkat pemupukan dengan dosis 90–36–60 kg/ha (N-P2O5-K2O) dapat meningkatkan hasil hingga 91% (Suwarno et al. 2004), yaitu dari 2,89 ton/ha menjadi sekitar 5,52 ton/ha. Varietas padi gogo toleran naungan yang ditanam adalah Cirata, Way Rarem, dan Jatiluhur. Disarankan untuk digunakan jarak tanam yang teratur 20 x 20 cm sudah cukup untuk pertumbuhan tanaman padi gogo.

9.2.4 Teknik Budi Daya Tanaman pada Lahan Kering

Sebagaimana diketahui bahwa karakteristik lahan kering dicirikan oleh produktivitas, stabilitas, keberlanjutan, dan kemerataan yang relatif sangat rendah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produktivitas lahan kering ada beberapa cara yang perlu dilakukan, seperti pemakaian varietas unggul berumur genjah, penerapan pola tanam yang sesuai dengan curah hujan, perbaikan teknik budi daya, serta usaha konservasi lahan sehingga kelestarian lahan dapat dijaga (Hassanuddin 2006).

Tipologi lahan kering dibagi menurut agroekosistem lahan, dataran rendah beriklim kering (DRIK), dataran tinggi beriklim kering (DTIK), dataran rendah beriklim basah (DRIB), dan dataran tinggi beriklim kering (DTIB). Komoditas tanaman unggulan yang dikembangkan pada setiap sub-agroekosistem tersebut di atas dikelola melalui pendekatan pengembangan agribisnis dan pemberdayaan petani. Inovasi teknologi pertanian yang diintroduksikan adalah teknologi yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi petani yaitu (1) penyediaan dan penggunaan varietas/klon unggulan, (2) penerapan teknologi budi daya yang terintegrasi; (3) optimalisasi pemanfaatan lahan/sumber daya; (4) diversifikasi produk; serta (5) introduksi alat dan mesin pertanian.

Beberapa varietas yang direkomendasikan untuk lahan kering antara lain tanaman padi (Cirata, Towuti, Limboto, Danau Gaung, Batutegi, Situ Patenggang, Situ Bagendit), tanaman jagung (varietas Bisma dan Ligaligo), kacang tanah (Kijang dan Kelinci), kacang hijau (Sriti), kacang Tunggak (KT-1

Page 154: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

138

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

dan KT-2) (Hassanuddin 2006). Untuk pengembangan padi disarankan dengan pola gogo rancah jika memungkinkan. Penerapan pola tanam sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Pola tanam pada lahan kering beriklim kering yang memiliki rata-rata bulan basah ± 4 bulan harus memperhatikan komoditas yang diusahakan agar dapat berproduksi dengan optimal. Melalui teknologi tandon air (embung), penanaman dapat dilakukan lebih awal, air dapat dipakai untuk mengairi palawija sehingga IP (indeks pertanaman) dapat ditingkatkan.

Penanaman kedelai di lahan sawah semi-intensif termasuk sawah tadah hujan mengikuti pola tanam padi-padi-kedelai, padi-kedelai-kedelai atau padi-kedelai-palawija lain, maupun padi-kedelai. Untuk meningkatkan efisiensi usaha tani kedelai di lahan sawah semi-intensif termasuk sawah tadah hujan, Badan Litbang Pertanian telah merakit teknologi produksi kedelai yang hemat input. Dengan penggunaan varietas unggul baru dan teknologi yang tepat, produktivitas kedelai dapat mencapai lebih dari 2,0 ton/ha. Varietas kedelai Panderman salah satu varitetas yang adaptif dibudidayakan di lahan sawah setelah padi maupun di lahan kering dengan produktivitas mencapai 2,4 ton/ha.

9.2.5 Teknik Budi Daya Lahan Pasang Surut dan Sulfat Masam

Teknologi yang penting untuk lahan pasang surut dan sulfat masam ialah (a) penataan lahan, pengelolaan tanah dan air; (b) bahan ameliorasi setempat; serta (c) penggunaan varietas tanaman yang toleran terhadap kondisi lahan sulfat masam yang sudah ditingkatkan kualitasnya.

Pengelolaan Tanah dan Air. Pengelolaan tanah dan air merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan pertanian di lahan pasang surut sulfat masam. Pengelolaan air yang dilaksanakan adalah memanfaatkan air pasang yang kualitasnya baik untuk manggantikan air di petakan lahan yang kualitasnya jelek dan mempertahankan keberadaan air tersebut sampai datang air pasang berikutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan pintu air tipe flap gate atau stop log (Jumberi et al. 2003). Teknik pengelolaan air tersebut dikombinasikan dengan pemberian kompos jerami padi dan varietas padi toleran Margasari ternyata mampu meningkatkan pH tanah serta menurunkan konsentrasi Fe dan SO4 terlarut. Hasil gabah tertinggi dicapai oleh pertanaman yang diberi 2,7 ton kompos/ha yang mencapai 3,43

Page 155: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

IX Perbaikan Produktivitas Tanaman Berbasis Fisiologi untuk Lahan Sub-Optimal

139

ton/ha. Menurut Jumberi et al. (2003) hasil ini masih tergolong tinggi untuk lahan sulfat masam yang baru dibuka.

Biofilter Rumput. Penggunaan biofilter rumput purun tikus (Eleocharis dulcis) dan bulu babi (Eleocharis retroflaxa) dilaporkan dapat menyerap unsur-unsur beracun Fe dan SO4 (Jumberi et al. 2003).

Ameliorasi dan Pemupukan. Ameriolasi dan pemupukan merupakan komponen penting dalam memperbaiki kondisi tanah di lahan sulfat masam terutama pada lokasi yang baru dibuka. Bahan ameriolasi dapat berupa kapur atau dolomit maupun bahan organik atau abu sekam dan serbuk gergajian. Hasil penelitian Anwar dan Noor (1994); Anwar dan Alwi (1994) menunjukkan bahwa pemberian pupuk sebanyak 1–2 ton/ha mampu meningkatkan hasil padi, kedelai, jagung, kacang tanah, dan sayuran.

Penggunaan varietas adaptif spesifik lokasi. Untuk mendukung pengembangan pertanian di lahan pasang surut sulfat masam, Balitra telah menghasilkan berbagai varietas unggul tanaman padi yang adaptif dengan tingkat kemasaman dan kadar besi tidak terlalu tinggi (Alihamsyah et al. 2002, 2003, Tabel 9). Sejak tahun 1981 sampai 2001 telah dilepas 18 varietas padi unggul toleran kondisi lahan pasang surut terutama lahan potensial dan sulfat masam potensial dengan berbagai sifat dan tingkat produktivitas 3,0–5,5 ton/ha (Jumberi et al. 2003, 2004). Varietas yang dilepas tahun 2000 meliputi Indragiri, Punggur, Margasari, dan Martapura, sedangkan untuk tahun 2001 telah dilepas 4 varietas padi yaitu Air Tenggulang, Siak Raya, Lambur, dan Mendawak. Untuk tanaman pangan lain yang tergolong toleran dan dapat beradaptasi cukup baik pada lahan sulfat masam disajikan pada Tabel 9.

Peningkatan ketersediaan hara di dalam tanah pada lahan sulfat masam dapat dilakukan melalui penambahan hara dari luar baik berupa pupuk buatan maupun bahan organik atau batuan alam. Unsur hara yang umum dibutuhkan tanaman pada lahan sulfat masam adalah unsur makro seperti N, P, K.

9.2.6 Teknik Budi Daya pada Lahan SalinStrategi untuk mengurangi masalah salinitas dalam pertanian adalah reklamasi lahan salin dan penggunaan varietas yang adaptif. Walaupun pengelolaan lahan salin dapat mengurangi penurunan hasil pada kondisi salin, tetapi implementasinya sangat terbatas karena memerlukan biaya yang besar dan sangat bergantung pada drainase yang berkualitas baik (Ghafoor et al. 2004).

Page 156: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

140

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Penggunaan varietas yang toleran untuk memanfatkan potensi lahan salin akan lebih menguntungkan dalam jangka panjang (Zeng et al. 2002). Stadia perkecambahan adalah stadia yang paling kritis dari stadia pertumbuhan tanaman. Perlakukan priming sangat bermanfaat bagi tanaman yang peka pada stadia perkecambahan.

Page 157: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Perbaikan hasil tanaman telah diperoleh pada beberapa tanaman penting sejak 50 tahun yang lalu. Perbaikan ini merupakan hasil seleksi empiris dari karakter hasil tanaman (yield) itu sendiri. Akan tetapi, saat ini kita dihadapkan pada situasi yang sulit karena hasil potensial dan aktual beberapa tanaman penting berada pada “levelling-off”. Kemajuan genetik untuk karakter hasil tanaman sudah semakin sulit dicapai.

Walaupun perbaikan genetik untuk hasil tanaman telah banyak dicapai sejak tujuh dekade lalu, tetapi pemahaman berbasis fisiologi untuk upaya perbaikan tersebut baru saja dimulai. Sebagai contoh, hasil yang tinggi pada jagung hibrida baru tidak terkait dengan potensi hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas-varietas lama, tetapi terkait dengan kapasitas adaptasi terhadap cekaman abiotik yang mendukung laju akumulasi bahan kering yang lebih tinggi. Dalam kaitan ini, pendekatan fisiologi diharapkan dapat membantu dalam perbaikan hasil tanaman. Pemahaman terhadap mekanisme fisiologi akan sangat membantu dalam mengembangkan kriteria seleksi yang lebih tepat dan efektif jika hal tersebut dikaitkan dengan mekanisme biologi pada tingkat molekuler.

Pada bagian ini akan dibahas pengembangan riset-riset fisiologi yang komprehensif pada masa datang, yaitu melalui pendekatan fisiologi klasik dan pendekatan genosentrik untuk memperbaiki potensi hasil tanaman melalui peningkatan kapasitas fotosintesis, intersepsi radiasi matahari, metabolisme yang terkait fotosintesis, dan keseimbangan source-sink.

X PERSPEKTIF FISIOLOGI DALAM

PENGEMBANGAN TANAMAN ADAPTIF PADA LAHAN SUB-OPTIMAL

Page 158: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

142

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

10.1 Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Pangan

Tuntutan akan peningkatan dan stabilitas produksi tanaman pangan terjadi seiring dengan meningkatnya pemahaman ilmu fisiologi akan mekanisme yang mendasari peningkatan potensial hasil (yield potential) dan adaptasi tanaman terhadap berbagai cekaman lingkungan abiotik. Perkembangan yang pesat dari suatu pendekatan baru dalam fisiologi yaitu fisiologi berbasis genomik (pendekatan genocentric) memberikan peluang yang lebih besar bagi sumbangan fisiologi dalam perbaikan tanaman. Di bawah ini akan dibahas bagaimana peran fisiologi klasik dan pendekatan genosentrik dalam upaya pengembangan tanaman pangan.

Pendekatan Fisiologi klasik. Pandangan fisiologi klasik secara jelas telah dikemukakan oleh Charles A Shull pada Volume I jurnal Plant Physiologi Tahun 1926 bahwa: “Riset di dalam bidang fisiologi tanaman harus berjalan dalam 2 arah, di mana harus diimplementasikan secara kontinu pada tataran praktis, seperti pertanian, hortikultura, agronomi, ekologi, patologi, kehutanan, klimatologi, dan farmasi. Pada saat yang sama juga harus secara konstan mengidentifikasi secara lebih dalam lagi masalah-masalah dalam perkembangan metabolisme melalui bidang biofisik dan biokimia. Dua cara investigasi berbasis ilmu dasar dan praktikal tersebut harus terus berjalan berdampingan. Tidak akan ada pemisahan logis dari dua aspek pada bidang fisiologi tersebut” (Edmeades et al. 2004).

Edmeades et al. (2004) melaporkan keutamaan pendekatan fisiologi klasik dalam memperbaiki adaptasi tanaman pada kondisi lingkungan bermasalah terletak pada: (a) interpretasi respons tanaman terhadap sinyal lingkungan, (b) membagi karakter ke dalam komponen proses, dan (3) memprediksi respons tanaman ketika gen dan lintasan metabolis terganggu. Pendekatan fisiologi juga disebut sebagai reductionist approach yaitu mengidentifikasi suatu fenotipe tanaman melalui proses pembedahan (dissection process), tracer atau penguraian karakter tanaman. Misalnya, produksi biomassa jagung merupakan fungsi dari radiasi yang diterima, efisiensi penggunaan radiasi (RUE), dan indeks panen (HI). Indeks panen merupakan fungsi dari jumlah tongkol per tanaman, jumlah biji per tongkol, dan berat biji. Jumlah biji per tanaman merupakan fungsi dari interval antesis-silking (Ribaut et al. 1997) yang dipengaruhi secara langsung oleh translokasi asimilat yang mencapai tongkol. Masing-masing komponen tersebut bersifat researchable dan dikendalikan secara genetik.

Page 159: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

X Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Adaptif pada Lahan Sub-Optimal

143

Bidang riset fundamental telah berkembang dengan lebih pesat dan mendominasi, tetapi tidak sebesar kontribusinya dalam aspek praktikal. Lebih dari 40 tahun penelitian-penelitian fisiologi telah bergeser dengan mempelajari secara dalam aspek kode genetik untuk memahami sifat-sifat (traits) biokimia yang mungkin dapat dimodifikasi untuk meningkatkan produksi tanaman. Walaupun bidang pemuliaan tanaman dan perbaikan pada bidang pertanian telah menghasilkan peningkatan produksi tanaman, tetapi hanya sedikit peranannya dalam peningkatan potensi tanaman yang secara langsung dapat dikaitkan pada fisiologi klasik maupun riset genosentris. Hanya sedikit kasus yang melibatkan investigasi fisiologi yang komprehensif, meliputi perunutan masalah, identifikasi sumber genetik yang superior, dan pengembangan plasma nutfah untuk tujuan komersial.

Pendekatan genosentrik. Saat ini, tujuan utama riset bidang fisiologi ialah mengidentifikasi dan memahami regulasi gen yang relevan dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pandangan seperti ini dinamai sebagai pandangan genosentrik (genocentric). Perspektif genosentrik berpandangan bahwa perkembangan suatu organisme yang dianggap seperti kontruksi suatu bangunan akan berlangsung mengikuti spesifikasi yang rigit yang terletak pada DNA. Pandangan genosentrik ini dipopulerkan oleh media massa bahwa DNA dan gen merupakan cetak biru (blueprint) suatu kehidupan (Sinclair dan Purcell 2005). Tulang punggung dari pendekatan genosentrik adalah genomik, proteomik, metabolomik, dan bioinformatik.

Genomik terkait dengan organisasi genom. Genom suatu tanaman terdiri atas seluruh DNA (DNA inti, plastida, dan mitokondria) sel tanaman (Vukmirovic dan Tilghman 2000). Dewasa ini, sekuen lengkap DNA genom atau sekuen parsial (expressed sequence tags, ESTs) tanaman tersimpan di bank data nukleotida atau protein dan banyak di antaranya dapat diakses bebas lewat internet melalui tiga situs utama, yaitu NCBI (www.ncbi.nlm.nih.gov), EMBL-EBI (www.ebi.ac.uk), dan DDBJ (www.ddbj.nig.ac.jp). Era teknologi “omik” yang berkembang pesat dewasa ini membantu kita untuk mendapatkan informasi genetik dari fenotipe atau karakter yang diinginkan (desirable), perubahan genetik akibat seleksi, dan potensial genetik untuk perbaikan tanaman.

Revolusi teknologi genomik tanaman dimulai sejak dirilisnya sekuen lengkap genom tanaman model Arabidopsis thaliana pada tahun 2000 oleh Arabidopsis Genome Initiative (The Arabidopsis Genome Initiative 2000), disusul dengan sekuen lengkap genom padi (Oryza sativa Lssp. japonica

Page 160: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

144

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Nipponbare) dan sekuens padi subspesies indica (Yu 2002), kemudian genom jagung (Martienssen et al. 2004). Adanya kesamaan pada tingkat genomik tanaman padi dengan spesies tanaman penting lain memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan bioteknologi tanaman. Selanjutnya adalah bagaimana informasi genomik tersebut dapat kita manfaatkan untuk pengembangan tanaman pangan di lahan bermasalah melalui perbaikan adaptasi dan peningkatan produktivitas.

Teknologi genomik yang terkait dengan organisasi genom tanaman berkembang dari ilmu genetika (ilmu pewarisan) bersama-sama dengan tersedianya fasilitas laboratorium untuk analisis DNA, RNA, protein dan metabolit lain, serta metode managemen informasi (bioinformatika) (Tinker 2002; Johnson 2004). Melalui genetika kuantitatif, dapat diketahui model pewarisan dan tindak gen yang mengendalikan karakter tertentu. Fenotipe sederhana seperti tinggi tanaman secara tipikal mempunyai heritabilitas tinggi di mana keragaman lebih dikendalikan oleh faktor genetik, yaitu beberapa gen yang pengaruhnya cukup besar. Sifat kuantitatif yang kompleks seperti hasil, sebaliknya, mempunyai heritabilitas yang relatif rendah dikendalikan oleh banyak gen yang berinteraksi satu sama lain dengan lebih banyak dipengaruhi faktor lingkungan. Bioinformatika merupakan interseksi biologi, matematika, statistika, dan ilmu komputer serta menggunakan teknologi informasi untuk identifikasi dan allignment sekuen, memprediksi fungsi dan struktur gen, serta bagaimana gen atau produk gen berinteraksi menghasilkan gene network. Dengan bioinformatika kita dapat mengetahui deskripsi fenotipe berbasis genetika molekuler, dan juga melalui informasi sekuen gen yang ada kita dapat memprediksi fenotipe dari suatu tanaman. Bidang bioinformatika dapat memfasilitasi analisis data genomik dan data pascagenomik dan integrasi informasi dari transkriptomik, proteomik, metabolomik, dan fenomik. Integrasi seperti ini mampu mengindentifikasi gen dan produk gen serta dapat menjelaskan hubungan fungsional antara genotipe dan fenotipe yang diamati, sehingga cara ini memberikan analisis sistem yang menyeluruh dari genom sampai fenom.

Pendekatan metabolomik berperan dalam mengetahui lintasan biokimia, identifikasi gen yang mengkode enzim biosintesis dan produksi metabolit sekunder dan intermidit pada tanaman (He et al. 2003; Sinclair dan Purcell 2005). Metabolomik memberikan informasi terintegrasi bagaimana respons metabolisme tanaman selama fase pertumbuhan dan/atau karena adanya kondisi lingkungan yang bercekaman. Sementara proteomik, teknologi

Page 161: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

X Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Adaptif pada Lahan Sub-Optimal

145

”omik” tertua, berkaitan dengan informasi identifikasi struktur dan fungsi protein (Roberts 2002), dan fenomik merupakan rangkuman dari informasi fenotipik yang diamati pada berbagai lingkungan (He et al. 2003).

Teknologi genomik dapat dibagi menjadi komponen struktural dan fungsional. Genomik struktural berkaitan dengan struktur fisik gen, meliputi sekuen dan organisasi gen, misalnya peta fisik lokasi gen pada kromosom dan struktur gen yang meliputi daerah promoter (promoter region), daerah pengkodean (coding region), dan sekuen terminator (terminator sequence). Genomik fungsional terkait dengan produk gen, traskripsi gen dan interaksinya, misalnya peta pautan, interaksi gen dengan gen, ekspresi gen pada level DNA, RNA (transkriptom), dan protein (proteom) (Eisenberg et al. 2000; Lockhart dan Winzeler 2000), serta hubungan gen dengan fenotipe yang muncul. Gen atau kelompok gen yang mengatur suatu karakter tanaman dapat diketahui melalui informasi hubungan gen dengan fenotipe, seperti QTL. Genomik struktural dan fungsional melengkapi satu sama lain guna mendapatkan hubungan gen dengan fenotipe. Melalui pemahaman genomik dapat diketahui pengaruh lingkungan terhadap pola ekspresi gen. Sopandie et al. (2005a) dan Khumaida et al. (2000) melaporkan bahwa intensitas ekspresi beberapa gen yang mengendalikan toleransi naungan pada tanaman kedelai seperti gen JJ3, phyB, dan ATHB ekspresinya semakin menguat dengan semakin rendahnya intensitas cahaya. Campos et al. (2004) juga melaporkan bahwa stres kekeringan yang datangnya tiba-tiba pada tanaman jagung menyebabkan lebih banyak gen berekspresi daripada stres kekeringan yang kronis sebagaimana tipikal kondisi lapang lahan kering.

Dominansi pandangan genosentris (genocentric) dalam membahas perilaku tanaman telah menyebabkan perkembangan yang tidak sepenuhnya sejalan dengan pandangan fisiologi klasik, yaitu antara sisi fundamental (basic) dan sisi praktikal. Hal ini sangat berkontribusi terhadap perkembangan produksi tanaman yang kurang baik. Salah satu ketidakserasian adalah banyak riset-riset berbasis genosentrik telah dirancang dan diimplementasikan tanpa memperhatikan kebutuhan praktikal pada kondisi lapang. Walaupun keuntungan secara praktikal selalu diklaim oleh para pelaku riset genosentrik, tetapi asumsi dasar yang dipakai dan prosedur percobaan umumnya kurang relevan dengan realitas produksi tanaman di lapang.

Ketidakserasian yang kedua ialah bahwa riset-riset genosentris kurang mengapresiasi secara penuh pengalaman selama 40 tahun riset-riset fisiologi klasik, yang berkaitan dengan peran proses-proses fisiologi dalam mengubah

Page 162: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

146

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

penampilan tanaman secara utuh. Sistem regulasi pada tanaman telah terbukti sangat komplek dan berulang-ulang. Perubahan dalam proses fisiologi secara tunggal akan dikompensasi oleh berbagai faktor yang berkontribusi terhadap hasil, oleh karena itu umumnya sangat sedikit perubahan dalam pertumbuhan dan hasil tanaman yang diperoleh dari modifikasi proses fisiologi secara tunggal. Pada dasarnya, keterpaduan antara riset dasar (fundamental) dan praktikal perlu dibangun secara lebih kolaboratif dan memiliki arti (Sinclair dan Purcell 2005).

10.2 Peranan Fisiologi dalam Peningkatan Produksi Tanaman di Lahan Sub-Optimal

Hasil berbagai studi menyatakan bahwa riset fisiologi sering tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap program pemuliaan. Pada masa datang dituntut untuk memberikan peran yang lebih berarti melalui (Reynold et al. 2001):

a. lebih fokus kepada pemilihan material genetik yang lebih cocok (yang sangat bergantung kepada tujuan pemuliaan tanaman yang spesifik);

b. bekerja dengan populasi yang besar agar mampu mengekstrapolasi penemuan-penemuan fisiologi untuk suatu metode pemuliaan tanaman;

c. identifikasi karakter untuk digunakan sebagai kriteria seleksi tidak langsung;

d. identifikasi karakter untuk digunakan sebagai kriteria seleksi pada program introgesi;

e. melakukan seleksi pada kondisi lingkungan yang lebih representatif; dan

f. mengembangkan metode yang cepat dan mudah digunakan untuk populasi besar pada galur-galur segregasi.

Pada Gambar 29 ditunjukkan bahwa pemahaman fisiologi sangat penting untuk mendukung program pemuliaan tanaman, terutama pemahaman tentang respons tanaman terhadap faktor-faktor lingkungan (contohnya cekaman air, kesuburan tanah, cekaman hara, intersepsi cahaya, kendala sink capacity, dan partisi bahan kering) yang membatasi penampilan suatu genotipe pada lingkungan target.

Page 163: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

X Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Adaptif pada Lahan Sub-Optimal

147

Perbaikan tanaman untuk meningkatkan produktivitas lahan sub-optimal telah diupayakan melalui perbaikan adaptasi terhadap cekaman abiotik, untuk mencegah terjadinya kehilangan hasil akibat cekaman abiotik yang dapat mencapai lebih dari 40%. Pada beberapa kasus pengembangan varietas toleran yang adaptif terhadap lingkungan bercekaman sering kali menghasilkan varietas toleran yang mempunyai daya hasil yang rendah. Acevedo dan Fereres (1993) berpendapat bahwa perbaikan produktivitas tanaman di lahan marginal dapat dicapai melalui dua pendekatan, yaitu (1) perbaikan yield potential untuk menghasilkan varietas berdaya hasil tinggi dan (2) perbaikan adaptasi tanaman untuk menghasilkan varietas toleran.

Seleksi & persilangan tetua

Core Breeding Program

Produksi populasi

Program seleksi: Secara langsung untuk hasil (economic yield)

Seleksi karakter (traits) yang berkorelasiterhadap hasil

Improved genetic populations

Resolusifaktor

pembatas produksi

d

Penentuankandidat

karakter untuk seleksi tak langsung

Identifikasi lingkungan

untuk seleksi langsung

Evaluasi karakter

untuk seleksi tak langsung

Apakahada

variasigenetik

pada

Yes

Program Introgresi

NoYes

No

Physiological Research

Apakahada

variasigenetikuntuk

Gambar 29 Tahapan kunci (key steps) pada program pemuliaan tanaman (sisi kiri) dan peran riset fisiologi (sisi kanan)Sumber: Jackson (2001)

Page 164: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

148

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Perbaikan yield potential dapat diterapkan dalam upaya peningkatan produktivitas di lahan marginal pada saat cekaman lingkungan tidak terlalu berat. Pada kondisi lingkungan dengan cekaman yang sedang interaksi antara genotipe dan lingkungan tidak menyebabkan terjadinya perubahan ranking genotipe. Varietas berdaya hasil tinggi (HYV) dapat mengalami penurunan hasil akibat cekaman, tetapi hasil yang diperoleh tetap bisa lebih tinggi dibandingkan dengan varietas toleran (interaksi G x E kualitatif) (Romagosa dan Fox 1993).

Perbaikan potensial hasil dapat dilakukan melalui perbaikan efisiensi fotosintesis dan respirasi untuk meningkatkan biomasa, perbaikan sink dan perbaikan partisi biomassa (HI). Untuk mencapai perbaikan inilah peran pengetahuan fisiologi tentang proses-proses fisiologi yang mendasari efisiensi fotosintesis dan juga pengetahuan genomik tentang dasar genetik yang mengendalikannya sangat berperan dalam upaya perbaikan tanaman.

Selama lebih dari dua dasawarsa, penelitian-penelitian bidang fisiologi telah banyak berperan dalam upaya perbaikan beberapa tanaman pangan (terutama padi, kedelai, dan sorgum) yang dilakukan di Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB (Sopandie et al. 1996a, 2000abc, 2005a; Makmur et al. 1999; Chozin et al. 1999; Supijatno et al. 2005; Sopandie 2006; Trikoesoemaningtyas et al. 2010, 2011; Sopandie dan Trikoesoemaningtyas 2011; Sopandie et al. 2012). Namun arah penelitian selama ini masih lebih banyak pada upaya memahami mekanisme adaptasi untuk mengembangkan program seleksi bagi perbaikan tanaman di lahan sub-optimal melalui perbaikan adaptasi terhadap cekaman abiotik yang menjadi kendala utama pertanian di lahan tersebut. Perbaikan tanaman melalui pemuliaan tanaman telah menghasilkan beberapa galur harapan kedelai dan sorgum yang siap diuji multilokasi (Trikoesoemaningtyas et al. 2010, 2011).

Dipahami bahwa lahan sub-optimal mempunyai tingkat keragaman yang tinggi secara spasial maupun temporal dengan tingkat cekaman yang sangat beragam. Untuk mengatasi kendala cekaman abiotik secara lebih menyeluruh diperlukan pendekatan fisiologi yang lebih komprehensif dengan memfokuskan pengembangan IPTEKS untuk masa depan (future science and technology) pada penelitian-penelitian yang terkait dengan:

a. perbaikan efisiensi fotosintesis dan hasil potensial yang dicapai melalui peningkatan intersepsi radiasi surya, efisiensi metabolisme fotosintesis, dan keseimbangan source-sink;

Page 165: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

X Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Adaptif pada Lahan Sub-Optimal

149

b. pemahaman tentang mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman abiotik;

c. pemanfaatan informasi dari pengetahuan genomik dan proteomik yang merupakan salah satu substansi dari pendekatan genosentris ke arah fenosentris untuk keperluan peningkatan produksi di lapangan;

d. pemanfaatan yang optimal dari teknologi indigenous (indigenous knowledge) sebagai bagian dari cagar budaya yang terbukti cukup memberikan peran yang tidak sedikit pada masyarakat subsisten di Indonesia dan di dunia; dan

e. partisipatory research pada bidang-bidang tersebut di atas dengan melibatkan masyarakat ilmiah, praktisi, dan petani secara luas.

Tanaman di lingkungan lahan marginal sering mengalami stres karena kondisinya di luar kondisi pertumbuhan normal yang merupakan tipikal lahan marginal. Secara teori, ini dapat diatasi secara efektif melalui perubahan lingkungan tanaman melalui manajemen sesuai kondisi lahan dan melalui modifikasi genom tanaman (genotipe) melalui pemuliaan tanaman dan biologi molekuler (Edmeades et al. 2004).

Selain itu, informasi terhadap kontrol genetik sinyal transduksi, ekspresi gen, network gen, dan gen kandidat juga sangat penting. Menggabungkan informasi fisiologi dan genetik merupakan model yang lebih lengkap hubungan gen dengan fenotipe dan interaksi genotipe dengan lingkungan (GxE interaction) (Edmeades et al. 2004) dan ini merupakan modal berharga bagi pemuliaan adaptasi tanaman pangan di lahan marginal. Untuk meningkatkan keterandalan prediksi fenotipe berdasarkan informasi genetik, diperlukan teknologi baru yang dapat menghubungkan secara lebih efektif fenotipe yang diamati dengan genotipe (gen). Teknologi genomik yang berkembang pesat dewasa ini memberikan harapan dalam perbaikan adaptasi tanaman di lahan bermasalah melalui seleksi berbasis genomik.

10.2.1 Perbaikan Efisiensi FotosintesisHampir seluruh proses pertumbuhan tanaman melibatkan fotosintesis. Jadi, produktivitas tanaman dalam hal ini biomassa sebagai produksi primer merupakan suatu ukuran dari total fotosintesis tanaman minus respirasi selama pertumbuhan tanaman. Proporsi total produksi biomassa merupakan bagian tanaman yang dipanen dan diistilahkan dengan indeks panen (harvest

Page 166: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

150

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

index, HI). Hasil tanaman merupakan fungsi dari HI x biomassa karena itu hasil tanaman dapat diperbaiki melalui peningkatan HI dan/atau biomassa.

Pada banyak tanaman, perbaikan genetik terhadap hasil dicapai melalui seleksi genotipe dengan HI tinggi, tanpa melalui seleksi tanaman dengan total produktivitas tinggi (Austin et al. 1980; Kulshrestha et al. 1982). Pada beberapa tanaman penting seperti gandum, padi, jagung, barley, dan oat, rata-rata HI mendekati 50% telah tercapai. Batasan teoretis HI pada tanaman gandum diperkirakan sekitar 60% (Austin et al. 1980). Peningkatan HI selanjutnya berasal dari pengurangan penumpukan asimilat pada daun dan organ vegetatif lain. Hal ini bersifat kontraproduktif karena dapat mengurangi biomassa. Oleh karena itu, seleksi untuk HI tinggi merupakan nilai yang tidak bisa ditingkatkan lagi bagi tanaman karena HI sendiri merupakan nilai batas atas, terutama untuk tanaman yang membentuk komponen yang dapat dipanen seperti rumput pakan (forage) dan tanaman biomassa lainnya.

Seleksi tanaman dengan HI yang lebih tinggi masih penting dilakukan untuk meningkatkan hasil biji. Banyak tanaman legum mempunyai HI yang tergolong sangat rendah. Untuk memperbaiki HI, bentuk tanaman harus dimodifikasi menjadi lebih pendek, tegak, determinate dengan sikronisasi pembungaan. Karakteristik seperti itu muncul pada kondisi input yang jelas. Sebagai contoh, kacang hijau Vigna radiata (L.) Wilczek dan Vigna mungo L. Hepper (black gram) mempunyai banyak kemiripan. Black gram lebih determinate daripada kacang hijau. Ketika sebagian besar biji legum ditanam pada kondisi lahan kering, kesuburan rendah dengan pengelolaan budi daya yang rendah, maka tanaman yang diperbaiki tersebut tidak dapat menunjukkan hasil maksimum. Dalam konteks ini, beberapa pendukung manajemen di lapang diperlukan untuk meningkatkan produktivitas tanaman legum (Slafer et al. 1999).

Selama HI menggunakan pendekatan nilai batas atas (ceiling value) untuk meningkatkan potensial hasil kita harus meningkatkan biomassa tanaman melalui fotosintesis yang efisien (Cassman 1994; Ying et al. 1998). Secara teoretis, efisiensi penggunaan energi matahari dari fotosintesis dan efisiensi yang diperoleh tanaman memberikan kemungkinan dan peluang untuk perbaikan produktivitas fotosintesis. Dengan asumsi teoretis, qr minimum adalah 8 mol photon mol–1 CO2 sebagai CH2O dan rata-rata foton di daerah PAR (400–700 nm) mempunyai panjang gelombang 550 nm, maka efisiensi konversi energi menjadi 27% dari cahaya gelombang pendek yang diserap. Secara umum telah disepakati bahwa energi cahaya matahari yang diterima

Page 167: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

X Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Adaptif pada Lahan Sub-Optimal

151

tanaman rata-rata sekitar 45% dari panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis yang lain dipantulkan dan diteruskan. Akibatnya, hanya 40% dari total cahaya yang diterima tanaman dapat digunakan untuk fotosintesis, meskipun pada lahan tertutup penuh dengan vegetasi. Penggunaan maksimum energi cahaya secara teoretis hanya 11% (40 dari 27%) dari total fotosintesis. Perlu diingat bahwa sama sekali tidak bisa melakukan apa pun terhadap batas atas efisiensi ini sebelum ada evolusi yang mengembangkan mekanisme baru fotosintesis.

Efisiensi maksimum teoretis seperti di atas dapat dicapai pada kondisi intensitas cahaya rendah. Pada kondisi cahaya penuh, tanaman dapat mengalami penyerapan energi cahaya berlebih yang menyebabkan penurunan efisiensi akibat fotoinhibisi (photoinhibition) (Demming dan Adam 1992; Muller et al. 2001; Ort 2001). Selain itu, terdapat penggunaan energi yang tetap untuk respirasi yang menggunakan sekitar 20% total asimilat ditambah pengguna respirasi pertumbuhan yang menggunakan sekitar 30% sisa asimilat (Amthor 1984). Berdasarkan gambaran di atas, tampak bahwa efisiensi yang aktual di lapangan bisa mendekati batas atas 14 apabila mencapai 5%. Efisiensi semacam ini dapat dicapai dan telah diperoleh pada tanaman gandum selama fase pertumbuhan maksimum yang ditanam pada kondisi lingkungan yang terkendali (Bugbee dan Salisbury 1988). Pada kondisi lapang, sebagian besar tanaman menerima kurang dari 1% energi cahaya matahari yang sampai di pertanaman selama musim tanam. Dari pengamatan seperti ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat peluang untuk perbaikan produktivitas fotosintesis dan pertanian.

Peningkatan produktivitas fotosintesis dapat dicapai dengan cara meningkatkan jumlah PAR yang diterima dan/atau efisiensi jaringan fotosintetik untuk menggunakan radiasi yang diterima tersebut. Sehubungan dengan itu, pembahasan lebih lanjut akan diarahkan untuk perbaikan efisiensi fotosintesis, antara lain melalui peningkatan intersepsi cahaya matahari, peningkatan efisiensi penggunaan cahaya, dan introduksi gen tanaman C4 ke tanaman C3.

Peningkatan Intersepsi Cahaya Matahari. Jumlah radiasi yang diterima tanaman selama musim tanam bergantung pada jumlah radiasi yang dipancarkan dan kemampuan tanaman untuk menerimanya. Kemampuan tanaman menerima radiasi bergantung pada umur tanaman, bentuk kanopi, kondisi daun (laju pembentukan dan peningkatan luas daun serta sumur

Page 168: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

152

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

daun), dan kandungan pigmen fotosintesis. Memperpanjang umur tanaman dapat meningkatkan total radiasi yang diterima (Evans 1993). Demikian juga meningkatkan laju pembentukan dan perkembangan luas daun, umur daun, serta kandungan pigmen fotosintesis dapat mengoptimalkan intersepsi radiasi.

Sejumlah karakter yang dapat meningkatkan intersepsi cahaya selama masa perkembangan awal tanaman telah diidentifikasi. Faktor paling utama yang berkontribusi terhadap perbedaan perkembangan luas daun adalah ukuran embrio, luas daun spesifik (SLA), kecepatan berkecambah, laju perluasan daun, shallow crown depth, coleoptile tiller, dan tidak adanya gen kerdil GA-insensitif Rh1 dan Rh2 (Richards 2000). Gen semi-dwarf GA-sensitif dwarfing tersedia yang menyebabkan perkecambahan dan pertumbuhan awal luas daun yang lebih baik. SLA yang tinggi merupakan salah satu cara tanaman barley mencapai pertumbuhan awal yang lebih baik melebihi tanaman gandum. Namun SLA yang lebih tinggi juga menyebabkan laju asimilasi lebih rendah karena adanya pengurangan jumlah aparatus fotosintesis per unit luas daun yang terkait dengan SLA yang lebih tinggi. Setelah kanopi menutup SLA tinggi menjadi hambatan untuk fotosintesis (Richards 2000).

Bentuk kanopi menjadi faktor penting ketika indeks luas daun (LAI) melebihi 3. Kanopi daun tegak secara teoretis dapat meningkatkan laju asimilasi tanaman, khususnya pada lingkungan radiasi tinggi (Sakamoto dan Matsuoka 2004). Sebagian besar kultivar produksi tinggi untuk tanaman jagung, padi, dan gandum mempunyai kanopi daun yang tegak.

Mempertahankan Luas Daun Hijau Lebih Lama. Luas daun hijau yang lebih lama khususnya setelah antesis pada saat terjadi penurunan LAI dengan cepat, merupakan salah satu cara penting lainnya untuk meningkatkan total fotosintesis tanaman dan produksi biomassa melalui peningkatan dan perluasan intersepsi cahaya. Jadi, durasi aktivitas fotosintetik daun yang lebih lama berkontribusi kepada peningkatan hasil sebagian besar tanaman utama (Evans 1993). Lebih lanjut, ketersediaan N tinggi pada tanaman gandum memungkinkan dilakukan seleksi untuk meningkatkan kandungan klorofil dan rubisco. Demikian juga, manipulasi genetik sintesis sitokinin pada tembakau menyebabkan penundaan penuaan daun dan meningkatkan laju pertumbuhan (Gan dan Amasino 1995).

Efisiensi Penggunaan Cahaya (RUE). RUE merupakan karakter yang agak kompleks yang sedikit dimodifikasi oleh para pemulia selama abad 20

Page 169: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

X Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Adaptif pada Lahan Sub-Optimal

153

(Calderini et al. 1997). Namun demikian, nilai RUE yang tercatat dalam beberapa penelitian dengan serealia modern telah mengalami perbaikan yang substansial. Faktanya, nilai RUE yang dilaporkan umumnya sebesar 1,2 g/MJ pada basis radiasi matahari sangat rendah, yaitu kurang dari 1,5 g/MJ dari RUE potensial berdasarkan kalkulasi untuk tanaman serealia C3. Selain menciptakan perubahan pada keseimbangan source-sink, beberapa alternatif yang dapat meningkatkan RUE ialah dengan memanipulasi fotosintesis daun, mengurangi fotorespirasi, dan distribusi radiasi.

Tanaman perlu bekerja pada level optimum tidak hanya terkait dengan penangkapan cahaya pada kanopi tanaman saja, tetapi memanfaatkannya secara efisien untuk mendapatkan hasil berat kering yang lebih tinggi. Oleh karena itu, laju fotosintesis (Pn) yang lebih tinggi per satuan luas daun menjadi penting.

Peningkatan Aktivitas Rubisco. Selain itu, meningkatkan afinitas Rubsico terhadap CO2 atmosfer berarti mengurangi fotorespirasi. Rubisco mengatalisis karboksilasi dan oksigenasi RuBP untuk memulai proses fotosintesis dan fotorespirasi. Afinitas rubisco yang rendah terhadap CO2 dibandingkan dengan O2 sebagai substrat alternatif membuat rubisco tidak efisien. Rubisco merupakan salah satu faktor pembatas laju fotosintesis karena itu sering menjadi target potensial manipulasi genetik dalam memperbaiki fotosintesis dan hasil (Sharma-Natu dan Ghildiyal 2005). Jadi, peningkatan substansial laju fotosintesis dapat dicapai dengan menurunkan atau mengurangi fotorespirasi. Ini dapat dilakukan dengan meningkatkan afinitas rubisco terhadap CO2, dengan demikian menurunkan aktivitas oksigenasinya dan menurunkan fotorespirasi.

Keseimbangan Source–Sink. Agar fotosintesis terus berlangsung dengan laju maksimum, kapasitas sink harus mampu memanfaatkan asimilat. Kalau tidak, terdapat akumulasi asimilat di daun dan menyebabkan hambatan produk akhir fotosintesis (Sharma-Natu dan Ghildiyal 2005). Oleh karena itu, kapasitas metabolis atau penyimpanan sink diperlukan agar laju fotosintesis tinggi terus berlangsung. Akan tetapi, akumulasi karbohidrat di daun pada siang hari juga penting, selanjutnya dimobilisasikan sepanjang malam untuk menjaga penyediaan karbon bagi pertumbuhan dan metabolisme tanaman. Terdapat keragaman yang tinggi antarspesies terhadap jumlah relatif sukrosa dan pati yang terakumulasi pada daun. Beberapa spesies membentuk gula alkohol daripada pati dan sukrosa, sedangkan spesies lain khususnya monokotiledon,

Page 170: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

154

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

mengakumulasikan fruktan daripada pati (100%). Pendekatan lain, penghambatan produk akhir Pn dapat diminimalisasi dengan meningkatkan kapasitas sink. Sebagai contoh, peningkatan hasil pada gandum sejauh ini telah dicapai melalui peningkatan HI dengan meningkatkan kapasitas penyimpanan sink. Peningkatan selanjutnya pada kapasitas sink dalam hal jumlah biji per malai menyebabkan penurunan berat per biji.

Introduksi Gen C4 ke Tanaman C3. Strategi lain yang sedang dicobakan adalah introduksi gen yang termasuk dalam fotosintesis tipe C4 ke dalam tanaman C3. Justifikasi dari pendekatan ini didasarkan pada kenyataan bahwa fotosintesis C3 terganggu oleh inhibisi O2 karena reaksi oksigenase rubisco dan kehilangan CO2 melalui fotorespirasi. Sebaliknya, tanaman C4 seperti jagung dan banyak spesies gulma, siklus C4 berlangsung sebagai mekanisme konsentrasi CO2 untuk menjadikan konsentrasi CO2 tetap tinggi di sekeliling rubisco di sel bundle sheath, sehingga menetralkan pengaruh kompetisi O2 terhadap rubisco. Matsuoka et al. (2001) sedang berupaya untuk mereproduksi siklus C4 pada tanaman padi. Untuk keberhasilan transformasi ini, tanaman induk dari enzim yang dirubah harus bekerja bersama secara sempuna dan bentuk tanaman dapat dirubah untuk menghasilkan sel mesofil yang sama. Timnya sedang mencoba untuk mengidentifikasi gen yang sama yang tidak berfungsi (nonfunctioning equivalents gen) tipe C4 pada tanaman padi dan menggantinya secara selektif dengan counterpart aktifnya dari tanaman jagung. Gen utuh phosphoenolpyruvate carboxylase (PEPC) pada tanaman jagung telah diintroduksi ke tanaman padi C3. Tanaman padi transgenik menunjukkan tingkat ekspresi gen PEPC jagung 2–3 kali lebih aktif pada daun padi transgenik dibanding pada daun tanaman jagung.

Peningkatan Konduktansi Stomata. Fotosintesis dapat ditingkatkan melalui rekayasa stomata, sehingga di daerah yang banyak air stomata dapat dimodifikasi untuk tetap terbuka lebih lama. Ini akan dapat memberikan ventilasi yang lebih baik pada daun, menurunkan suhu kanopi, dan memberikan transpor CO2 yang lebih baik yang dapat meningkatkan laju fotosintesis. Para peneliti sedang menargetkan dua molekul yang berperan penting pada regulasi stomata, hormon tanaman asam absisat (ABA) yang memacu penutupan stomata dan suatu proses enzimatik yang disebut farnesilasi (farnesylation), yang kelihatannya dapat menghambat ABA. Dengan mengubah fernesilasi, peneliti tersebut secara teori dapat mampu mengatur sensitivitas tanaman terhadap ABA, sehingga menyebabkan stomata menutup. Suatu analisis pada gandum bred di CIMMYT,

Page 171: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

X Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Adaptif pada Lahan Sub-Optimal

155

Meksiko, menjelaskan bahwa konduktan stomata, depresi suhu stomata, laju fotosintesis maksimum, dan carbon isotope discrimination (13C/12C), semua terkait dengan peningkatan hasil. Disimpulkan bahwa peningkatan konduktan stomata dan meningkatkan laju fotosintesis (Pn) merupakan respons langsung dari permintaan asimilat dan meningkat yang dikendalikan oleh jumlah biji yang lebih banyak, i.e kekuatan sink yang lebih besar (Richards 2000).

Menurunkan Respirasi. Pendekatan lain untuk meningkatkan net fotosintesis daun adalah dengan mengurangi laju respirasi. Terdapat kehilangan karbon secara substansial melalui respirasi, sementara ada sedikit upaya serius telah dilakukan untuk mengurangi kehilangan unsur C ini. Respirasi pada tanaman dievaluasi dalam dua komponen secara konseptual: pertumbuhan dan pemeliharaan (Sharma-Natu dan Ghildiyal 2005). Respirasi pertumbuhan diyakini sebagai sumber energi untuk sintesis fitomasa baru. Respirasi pemeliharaan menyediakan energi untuk menjaga fitomasa yang ada merupakan konsentrasi substrat bebas dan mencakup proses antara lain protein turnover, keseimbangan ion, dan aklimasi jaringan terhadap perubahan lingkungan (Amthor 1984).

Tampak dari analisis di atas bahwa perbaikan hasil pada tanaman sereal telah tercapai dengan meningkatkan HI. Pada kacang-kacangan, HI-nya rendah sehingga seleksi untuk HI yang lebih tinggi masih penting. Ini memerlukan tipe determinate dengan sinkronisasi pembungaan. Jenis tanaman seperti ini optimum hanya pada kondisi input yang pasti yang merupakan faktor pembatas dalam perbaikan tanaman tersebut. Pada tanaman sereal digunakan nilai HI tertinggi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan hasil potensial, biomassa tanaman harus ditingkatkan, i.e tanaman lebih fotosintetik. Secara teoretis, terdapat peluang untuk perbaikan penggunaan energi matahari pada proses fotosintesis. Akan tetapi, banyak usaha dilakukan secara langsung untuk memperbaiki efisiensi biokimia fotosintesis melalui perbaikan spesifisitas rubisco, inkorporasi fotosintesis tipe C4 pada tanaman C3, dan eliminasi respirasi yang mubazir. Akumulasi gula pada daun dan batang yang menyebabkan inhibisi umpan balik fotosintesis tampaknya merupakan faktor pembatas efisiensi fotosintesis. Peningkatan fotosintesis potensial pada kondisi seperti ini, dapat sedikit mengganggu kecuali inhibisi produk akhir dari fotosintesis tersebut diatasi. Dalam konteks ini, akumulasi kelebihan asimilat dalam bentuk yang kurang inhibitori dan perbaikan pada efisiensi fisiologi dan biokimia dari organ sink penyimpanan tampaknya penting.

Page 172: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

156

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Upaya-upaya seperti dijelaskan di atas merupakan upaya perbaikan efisiensi fotosintesis untuk kondisi lingkungan optimum, sedangkan untuk kondisi sub-optimum atau kondisi bercekaman belum disentuh. Strategi perbaikan efisiensi fotosintesis untuk kondisi lingkungan bercekaman, misalnya pada kondisi intensitas cahaya rendah, upaya-upaya yang dilakukan melibatkan peningkatan efisiensi penangkapan dan penggunaan cahaya.

Peningkatan efisiensi penangkapan cahaya dapat ditempuh dengan cara memperpanjang umur tanaman, memperbaiki bentuk kanopi, meningkatkan luas dan umur daun, meningkatkan kandungan pigmen fotosintetik dan volume kloroplas, mengurangi asesoris daun yang dapat merefleksikan cahaya, dan mengurangi pigmen nonfotosintetik. Sementara efisiensi penggunaan cahaya dapat diperoleh dengan cara mempertahankan laju fotosintetis dengan mempertahankan aktivitas enzim-enzim fotosintetik dan laju transpor elektron, serta mengurangi aktivitas enzim-enzim respirasi.

10.2.2 Pemanfaatan Informasi Genomik dan Proteomik

Dengan pemahaman yang semakin meningkat dari hubungan antara gen dan karakter fisiologi yang mendasari suatu mekanisme adaptasi atau daya hasil dengan perkembangan teknologi genomik, maka terbuka kemungkinan memanfaatkan informasi genomik ini untuk perbaikan tanaman. Pemanfaatan teknologi genomik dalam perbaikan tanaman dapat dilakukan melalui dua strategi, yaitu (a) pemanfaatan marka molekuler seperti RFLP, SSR, AFLP, RAPD, QTL, dan SNP dalam mengembangkan marka untuk seleksi (Marker Assisted Selection/MAS) dan (b) pendekatan dengan transformasi gen tanaman.

Pada program pemuliaan konvensional dengan seleksi terhadap fenotipe sering dihadapi masalah rendahnya heritabilitas, terutama pada lingkungan bercekaman. Pada kondisi inilah pemanfaatan marka molekuler sangat berperan. Setelah diperoleh keterpautan antara marka molekuler dengan karakter hasil atau karakter adaptasi, maka marka terpilih dapat dijadikan kriteria seleksi dalam MAS. Di CIMMYT, MAS telah diaplikasi pada tanaman jagung untuk memperbaiki toleransi kekeringan. Ketersediaan marka molekuler QTL ASI dapat membuat seleksi lebih efektif pada kondisi kekeringan (Ribaut et al. 2002, 2004).

Page 173: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

X Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Adaptif pada Lahan Sub-Optimal

157

Pendekatan MAS untuk memperbaiki toleransi kekeringan juga dilakukan pada tanaman padi di IRRI (Saxena and O’Toole 2002), pear millet dan sorgum di ICRISAT (Crouch and Serraj 2002; Hash et al. 2003), dan gandum roti (durum wheat) di ICARDA (Nachit and Elouafi 2004). MAS untuk kedalaman perakaran tanaman padi telah diteliti di IRRI dalam usaha untuk mendapatkan genotipe beradaptasi lebih baik pada lingkungan kurang air seperti lahan tadah hujan (Mackill et al. 1999). Tim peneliti pada Hibah Tim Pasca IPB sedang mengembangkan untuk mengidentifikasi QTL yang terpaut pada toleransi terhadap naungan pada kedelai dengan marka RAPD dan SSR yang akan menggunakan untuk marka seleksi kedelai toleran naungan.

Transformasi genetik yang pertama berkembang adalah suatu metode yang dikenal sebagai shotgun approach. Pada metode ini gen yang terekspresi pada keadaan kekeringan diidentifikasi dan ditransformasikan ke tanaman pangan, walaupun peran dari gen tersebut belum diketahui. Dengan metode ini telah dikembangkan padi transgenik yang resisten kekeringan dengan mengintroduksikan gen hva1 dari barley. Gen ini diduga mengkode protein LEA (late embryogenesis abundant) yang terakumulasi pada kodisi kekeringan (Mitra 2001). Pendekatan yang lebih akurat dengan memanfaatkan pengetahuan tentang gen-gen yang mengkode suatu enzim pada lintas biokimia tertentu (targeted approach) memberikan kemungkinan keberhasilan yang lebih besar. Sebagai contoh adalah transformasi genetik dengan transfer gen yang mengkode enzim yang mengkatalisis osmoprotektan (Penna 2003) atau gen yang mengkode faktor transkripsi (transcription factor) seperti CBF/DREB ke tanaman produksi tinggi, tetapi sensitif kekeringan merupakan teknologi sangat menjanjikan (Kasuga et al. 1999). Di Amerika, Bioteknologi Mendel (California) telah melensikan gen WeatherGard™ yang merupakan gen regulator (CBF/DREB) untuk ditransfer ke tanaman sehingga menjadi lebih toleran terhadap kekeringan. Banyak kelompok penelitian sekarang ini telah mengisolasi gen dari tanaman toleran kekeringan. Strategi lain meliputi manipulasi gen spesifik yang mengontrol pola percabangan akar: akar lebih dalam, akar lebih bercabang untuk meningkatkan luas permukaan akar untuk penyerapan air, dan/atau kombinasi dengan penggunaan promoter yang diinduksi stres kekeringan (desiccation stress-inducible promoter).

Transgenik pada tanaman model Arabidoposis thaliana untuk toleran naungan dari gen ATHB (gen ATHB-2, gen regulator yang mengkode protein homeodomain-leucine zipper) terkait shade avoidance (Devlin et al. 2003). Informasi ini telah ditindaklanjuti pada tanaman kedelai terhadap intensitas

Page 174: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

158

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

cahaya rendah (Sopandie et al. 2005a) dan menunjukkan ekspresi gen ATHB-2 bersifat down regulated (Kisman 2007). Selain itu telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi gen JJ3 (putatif mengkode PSI sub-unit) dan ekspresinya juga bersifat down regulated terhadap intensitas cahaya rendah. Dengan demikian, dimungkinkan ke depan dibentuk kedelai toleran naungan (Khumaida 2002; Khumaida et al. 2003, 2004, 2005; Takano et al. 2003; Trikoesoemaningtyas et al. 2003, 2005; Sopandie et al. 2005a).

10.2.3 Optimalisasi Teknologi Berbasis Kearifan Lokal

Indigenous knowledge (IK) didefinisikan sebagai pengetahuan lokal yang unik dalam budaya suatu daerah (Warren 1991). IK sangat kontras dengan pengetahuan dunia internasional/global yang diciptakan oleh universitas/PT, lembaga riset, atau perusahaan swasta. IK berbasis pada pengambilan keputusan di tingkat lokal dalam bidang pertanian, perawatan kesehatan, penyiapan pangan, pendidikan, manajemen sumber daya lokal, dan berbagai aktivitas lokal di perdesaan.

Mengapa IK menjadi penting? IK merupakan komponen dasar sistem pengetahuan suatu daerah bahkan untuk suatu negara, meliputi keterampilan, pengalaman, wawasan yang diterapkan dan dipertahankan untuk meningkatkan kualitas kehidupan komunitas setempat. Sudah banyak kontribusi pengetahuan lokal yang memperkaya pengetahuan global, seperti pengetahuan tentang obat-obatan dan veteriner yang berbasis pada kearifan alam (nature). Sebagai contoh, obat-obatan dari pohon neem (Azadirachta indica), pola pertanian tradisional pastoralis sebagai bentuk untuk pengamanan biodiversitas tanaman, sistem pertanian terpadu, pertanian campuran/tumpang sari, dan pertanian organik.

Saat ini, IK terancam punah karena perubahan yang cepat pada lingkungan alam, perubahan ekonomi, politik, dan budaya pada skala global. IK adalah bagian kehidupan dari pedesaan miskin, kehidupan mereka sepenuhnya bergantung pada keterampilan khusus dan pengetahuan yang esensial untuk mempertahankan hidup. Ciri kehidupan tersebut melekat pada bidang pertanian. Oleh karena itu, proses pengembangan IK sangat relevan untuk bidang pertanian.

Page 175: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

X Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Adaptif pada Lahan Sub-Optimal

159

IK belum dikembangkan secara optimal. Dalam pendekatan konvensional, pengembangan suatu metode sering kali memerlukan transfer teknologi dari luar wilayah yang lebih maju. Hal ini sering kali mengabaikan pengetahuan, pengalaman, dan metode lokal yang sudah ada yang sebenarnya sangat potensial. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan umumnya terjadi karena potensi lokal diabaikan. Sebagai contoh, di Etiopia dilakukan introduksi varietas sorgum berdaya hasil tinggi (high-yielding varieties) untuk mendukung ketahanan pangan di wilayahnya dan meniadakan sama sekali penanaman varietas lokal yang adaptif terhadap agroekologi setempat. Pada saat kondisi iklim sangat favorable, varietas modern memberikan hasil yang lebih baik. Namun pada kondisi cekaman kekeringan, semua areal pertanian yang ditanami varietas sorgum modern mengalami gagal panen, sedangkan lokasi yang ditanami varietas lokal yang memiliki sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman lingkungan memberikan hasil panen yang lumayan. Di Indonesia, hilangnya potensi genetik dari 400 jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan pangan disebabkan oleh adanya pengusahaan HTI di Kecamatan Jelai Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalbar (Chozin 2006).

Di Indonesia, suatu sistem pertanian tradisional yang unik dapat ditemukan pada masyarakat Baduy, yaitu sistem huma dengan varietas padi huma aromatik yang masih bertahan dengan baik. Varietas padi huma aromatik ini menjadi andalan masyarakat Baduy di dalam sistem pertaniannya karena aromanya yang wangi serta toleran terhadap kekeringan pada sistem tadah hujan, adaptif terhadap kondisi hara rendah, dan kemungkinan tahan terhadap cekaman biotik. Belum ada penelitian yang melihat bagaimana varietas lokal ini bisa bertahan sampai sekian lama dalam pola pertanian tradisional Baduy.

Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa suatu pendekatan yang menyertakan pengalaman lokal akan memberikan suatu keseimbangan gabungan antara varietas lokal dan introduksi untuk mengurangi risiko kehilangan hasil panen pada petani. Saat ini, pasokan varietas introduksi di pasar komersial benih sangat gencar yang menyebabkan banyak varietas lokal mengalami kepunahan. Bersamaan dengan itu, pengetahuan dan pengalaman lokal pada masyarakat juga ikut punah. Untuk mengatasi hal ini, komunitas internasional telah membangun beberapa bank gen (gene bank) yang tersebar di berbagai wilayah di dunia untuk menyimpan informasi genetik dari varietas atau spesies lokal. Akan tetapi, penyimpanan benih dan klon tanaman

Page 176: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

160

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

tersebut sering kali tidak disertai petunjuk cara perbanyakannya. Pengetahuan lokal tersebut perlu disimpan dan ditransfer pada populasi penduduk yang lebih banyak.

Suksesnya penggunaan IK dalam upaya memecahkan permasalahan pertanian pada suatu wilayah sangat bergantung pada sejauh mana metode IK akan memberikan manfaat sebesar-besarnya. Sejauh ini, kombinasi yang dirancang dengan baik antara IK dan pengetahuan yang diintroduksi dari luar yang tidak selalu harus modern, terbukti yang paling banyak memberikan harapan.

Optimalisasi Pengetahuan Lokal. Karakteristik dari lahan marginal ialah sifatnya yang rapuh (fragile) terhadap interfensi manusia. Demikian pula karakteristik pertanian tradisional dengan varietas lokalnya ialah rendahnya produktivitas tanaman. Namun dibalik itu, banyak kelebihan varietas lokal yang dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan ketahanan varietas modern terhadap cekaman biotik dan abiotik, yang pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas. Penggunaan kerabat liar atau landras yang adaptif pada suatu wilayah tercekam sebagai sumber genetik dapat memperbaiki sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman abiotik dan biotik pada kultivar modern. Di bawah ini diuraikan beberapa upaya yang merupakan kombinasi sinergis antara IK dan pengetahuan modern untuk tujuan peningkatan produksi pada lahan marginal, yaitu sebagai berikut.

(1). Pemanfaatan kerabat liar, varietas lokal atau landras. Kerabat liar, varietas lokal atau landras (landraces) dapat digunakan sebagai sumber gen dalam upaya perbaikan tanaman (crop improvement) yang toleran terhadap cekaman abiotik pada lahan marginal. Terdapat variasi keragaman genetik yang sangat besar pada kerabat liar dalam ketahanan terhadap berbagai cekaman lingkungan. Pada seleksi yang dilakukan di IPB terhadap tanaman padi gogo, terdapat beberapa varietas lokal yang sangat toleran terhadap defisiensi, di antaranya Gadih Anih, Cempo, Sibatung, Siputiah 1, S.Lembulut. Ketenggangan terhadap kondisi P rendah yang ekstrem tersebut bahkan melebihi daya adaptasi kerabat liar padi O. glumaepatula, O. rufipogon, dan O. nivara. Informasi ini memberikan manfaat besar bahwa kerabat liar padi merupakan sumber gen ketahanan terhadap P rendah dengan sifat-sifat terkait dengan efisiensi penggunaan P (Syarif 2005).

Perbaikan tanaman (crop improvement) untuk varietas lokal padi gogo tersebut perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas, selain itu juga dimanfaatkan sebagai sumber gen untuk perbaikan sifat adaptasi

Page 177: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

X Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Adaptif pada Lahan Sub-Optimal

161

terhadap lingkungan pada kultivar modern. Pemanfaatan landrace dalam memperbaiki adaptasi kultivar modern telah dilakukan dalam upaya mengembangkan padi gogo multitoleran terhadap lahan kering bersifat masam di bawah tegakan oleh tim peneliti Departemen AGH IPB. Perbaikan dilakukan dengan rekombinasi melalui persilangan antara galur landrace Krowal yang toleran Al dengan varietas Jatiluhur yang toleran naungan dan berdaya hasil tinggi tetapi peka Al (Supijatno et al. 2005).

Di IPB telah dilakukan introgesi gen dari spesies liar padi O. glumaepatula ke padi budi daya untuk peningkatan ketahanan terhadap Al dan penyakit blas daun ras 033 dan 041, di mana hasil penelitian tesebut menunjukkan bahwa O. glumaepatula dapat digunakan sebagai sumber gen untuk sifat ketahanan terhadap Al, ketahanan terhadap blas daun ras 033 dan 041, serta memperbaiki potensi hasil. Perlu dilakukan penelitian yang kontinu untuk pemanfaatan kerabat liar sebagai sumber gen untuk ketahanan pada berbagai cekaman abiotik dan biotik (Rusdiansyah 2002).

(2). Penggunaan mikroorganisme endogen (indigenous microorganism). Banyak mikroorganisme endogen, seperti rhizobium, mikoriza, bakteri atau fungi pelarut fosfat, serta beberapa spesies fungi endofitik yang bermanfaat bagi perbaikan produktivitas dan ketahanan inangnya terhadap cekaman abiotik pada lahan marginal, terutama untuk perbaikan fungsi akar dalam serapan air dan hara. Populasi mikroba tanah diketahui sering berinteraksi dan memberikan keuntungan terhadap vigor tanaman dan peningkatan kualitas lahan (Barea et al. 2005). Riset dasar dan riset strategis telah menunjukkan bahwa aktivitas mikroba yang kooperatif dapat dieksploitasi sebagai metode bioteknologi input-rendah (low-input biotechnology) untuk membantu praktik pertanian yang lestari dan ramah lingkungan. Beberapa penelitian diarahkan untuk memperbaiki pengetahuan tentang diversitas, dinamika, dan keberadaan mikroba tanah beserta aktivitasnya.

Lahan marginal dengan tingkat kesuburan sangat rendah serta ketersediaan air yang kurang sangat memerlukan dukungan interaksi dengan mikroorganisme endogen untuk peningkatan fungsi tanaman dalam menghadapi cekaman. Beberapa penelitian mahasiswa Pascasarjana IPB menunjukkan kontribusi yang besar dari penggunaan mikroorganisme tanah di dalam peningkatan daya adaptasi tanaman dan produksi tanaman.

Page 178: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

162

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

Tanaman legum dikaitkan dengan kemampuannya bersimbiosis dengan berbagai spesies Rizobium. Perlu dilakukan seleksi untuk (a) strain rizobium yang efisien, (b) tanaman inang yang menyerap N tinggi, (c) perbaikan kompatibilitas strain rizobium dan inang, (d) peningkatan toleransi simbiotik terhadap NO3-, dan (e) mereduksi kehilangan N ke tanah karena dekomposisi senyawa nitrogenous ke akar dan nodul atau eksresi langsung senyawa nitrogenous ke akar (Caradus 1990).

Mikoriza (Cendawan Mikoriza Arbuskula = CMA) asal tanah sering bersimbiosis dengan akar tanaman tingkat tinggi. Keberadaan mikoriza sangat bermanfaat pada penyediaan P dan dapat pula terlibat pada peningkatan toleransi tanaman terhadap cekaman lingkungan. Penggunaan mikoriza endogen Glomus sp. terbukti sangat membantu dalam peningkatan ketahanan bawang merah terhadap cekaman air pada lahan pasir pantai di daerah Bantul Yogyakarta yang berkaitan dengan peningkatan pertumbuhan akar, serapan air, serta hara fosfor dan nitrogen (Swasono 2006). Pada lahan ultisols dengan cekaman air, CMA meningkatkan adaptasi kedelai terhadap cekaman Al dan kekeringan melalui peningkatan panjang akar, bobot kering akar, bobot kering tajuk, kandungan N, P, dan Ca, serta serapan P. Peningkatan kandungan prolin diduga berkontribusi terhadap toleransi kekeringan (Hanum 2006a). Sejalan dengan penelitian tersebut, Hapsoh et al. (2004) menunjukkan bahwa kedelai Mlg 3474 yang toleran terhadap kekeringan (Sopandie et al. 1996; Hamim et al. 1996), sangat kompatibel dengan CMA Glomus etunicatum, di mana infeksi CMA memberikan pengaruh aditif dalam peningkatan toleransinya terhadap kekeringan pada kadar air tanah 40%. Diketahui bahwa infeksi CMA menyebabkan kenaikan osmoregulan prolin, walaupun belum dapat ditentukan mekanisme fisiologinya (Hapsoh et al. 2005). Pada sistem agroforestri di bawah tegakan kayu bawang, kedelai toleran naungan Ceneng yang diinokulasi CMA Gi. margarita dan Bradyrhizobium KLB 531 menunjukkan penampilan yang sangat baik dengan hasil biji hampir sama dengan pola monokultur di lahan terbuka (Harini-Bertham et al. 2006).

Beberapa bakteri dan fungi diketahui dapat melarutkan P organik menjadi bentuk tersedia melalui sekresi asam organik asam sitrat, oksalat, laktat atau tartat (Caradus 1990). Dilaporkan juga bahwa bakteri pelarut fosfat tersebut bersinergi dengan fungi atau mikoriza di dalam tanah. Pada

Page 179: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

X Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Adaptif pada Lahan Sub-Optimal

163

fungi lain, keberadaan fungi endofitik yang eksis secara endogen pada tanaman gandum liar (Triticum dichasians Zhuk. dan tripsacoides Jaub.) di Turki memberikan pengaruh positif sebagai agents pengendali hayati terhadap hama, juga dapat meningkatkan ketahanan terhadap cekaman abiotik. Hama yang memakan tanaman yang diinfeksi fungi endopitik tersebut mengalami kerusakan hebat dalam sistem pencernaannya. Di Indonesia belum banyak penelitian yang mengungkap keberadaan mikroorganisme endogen yang bermanfaat bagi sistem pertanian ramah lingkungan.

(3). Optimalisasi teknik budi daya. Seperti diuraikan pada Bab IX tentang perbaikan tanaman dan teknik budi daya pada masing-masing tipe lahan sub-optimal, pada prinsipnya pendekatan teknik budi daya tanaman yang ramah lingkungan merupakan syarat mutlak pengembangan di lahan marginal karena sifatnya yang fragile terhadap interfensi manusia. Merangkum semua yang dijelaskan pada Bab IX tersebut, beberapa penekanan dapat difokuskan pada sistem pertanian lokal yang terbukti lestari dan ramah lingkungan seperti berikut.

a. Penggunaan bahan organik, limbah, jerami, ameliorasi organik yang dapat meningkatkan kualitas lahan marginal.

b. Sistem pertanian campuran atau intercropping, agroforestri atau pola pertanian-kehutanan tropis (tropical forest agriculture) yang pada intinya menekankan pada keragaman tanaman yang tinggi. Pada pola hutan-pertanian pada areal forest margin menekankan pada sistem polikultur yang memiliki keragaman hayati menyerupai hutan, sehingga kerusakan lingkungan akan ditekan menjadi minimal.

c. Olah tanah konservasi dengan biaya rendah dan tingkat kerusakan lahan minimal.

d. Menjaga suplai N yang kontinu yang dapat dilakukan dengan pemupukan anorganik, pupuk hijau, rotasi dengan legum, sistem bera dengan tanaman semak legum.

e. Menjaga suplai P yang kontinu melalui penggunaan tanaman efisien P, mobilisasi P terikat dengan asosiasi mikroba atau fungi, penambahan rock phosphat endogen, dan pemberian pupuk P anorganik.

Page 180: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

164

Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika

f. Optimalisasi sistem irigasi lokal atau pedesaan sangat penting peranannya dalam meningkatkan luas tanam dan produktivitas tanaman. Sistem Subak di Bali adalah warisan budaya yang sangat penting dalam pertanian lokal. Terbukti dengan pemeliharaan sumber daya air beserta hutannya serta pengaturan yang baik untuk distribusi air secara adat sangat efektif memelihara kelestarian sistem irigasi tradisional ini, sehingga selama musim kemarau tidak pernah mengalami kekeringan.

10.3 PenutupKe depan, dunia pertanian akan dihadapkan pada tantangan yang lebih berat terutama akibat adanya perubahan iklim global yang dapat menciptakan bertambah luasnya areal lahan sub-optimal dengan tingkat cekaman yang lebih berat. Di sisi lain, saat ini peningkatan produksi tanaman sudah mencapai leveling off, di mana upaya peningkatan produksi telah dibatasi juga oleh kurangnya lahan garapan. Perluasan areal tanam (ekstensifikasi) akan mengarah pada lahan-lahan sub-optimal dengan kendalanya yang akan semakin kompleks. Tanggung jawab yang harus dipikul dunia pertanian sangat berat, tetapi dengan meningkatkan komunikasi lintas disiplin, penggalian potensi sumber daya alam dan pengembangan SDM dan riset yang terarah dan integratif, yang didukung oleh pengembangan teknologi budi daya yang tepat dan ramah lingkungan, tujuan tersebut akan lebih mudah untuk dicapai secara bersama.

Page 181: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Abdurahman A, Mulyani A, Heryani N, Irianto G. 2004. Analisis perkembangan sumberdaya lahan dan air dalam rangka peningkatan ketahanan pangan. Prosiding Seminar Widyakarya Pangan dan Gizi, Jakarta.

Abruna-Rodriguez F, Vicente-Chandler J, Rivera R, Roriguez J. 1982. Effect of soil acidity factors on yield and foliar composition of tropical root crops. Soil Sci. Soc. Am. J. 46:1004–1007.

Ahmad A, Diwan H, Abrol YP. 2010. Global Climate Change, Stress and Plant Productivity. In Pareek A, Sopony SK, Bohnert HJ (eds.), Abiotic Stress Adaptation in Plants, pp 503-521. Springer Link.

Achmadi, Indrayati L, Hairani A. 2008. Pemanfaatan Biofilter untuk Memperbaiki Kualitas Air di Lahan Sulfat Masam Potensial Tipe Luapan B. Prosiding Seminar Nasional dan Dialog Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor, 18–20 November 2008.

Accevedo E, Fereres E. 1993. Resistance to abiotic stress. In Hayaward MD, Bosemark NO, and Ramagosa I (eds). Plant Breeding Principles and Prospect. London: Chapman and Hall. pp. 405–421.

Agalou A, Purwantomo S, Overnas E, Johanesson H, Zhu X, Estiati A, de Kam RJ, Engstrom P, Slamet-Loedin IH, Zhu Z, Wang M, Xiong L, Meijer AH, Ouwerkerk PBF. 2008. A genome wide survey of HD-Zip genes in rice and analysis of drought responsive family members. Plant Mol. Biol. 66: 87–103.

Aggarwal PK. 2003. Impact of climate change on Indian agriculture. J Plant Biol. 30:189–198.

DAFTAR PUSTAKA

Page 182: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

166

Agustina K. 2011. Fisiologi Adaptasi Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) terhadap Toksisitas Aluminium dan Defisiensi Fosfor di Tanah Masam [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Agustina K, Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Wirnas D. 2010. Tanggap fisiologi akar sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) terhadap cekaman aluminium dan defisiensi fosfor di dalam rhizotron. J. Agron Indonesia. 38(2):88–94.

Ahn YJ, Zimmerman JL. 2006. Introduction of the carrot HSP17.7 into potato (Solanum tuberosum L.) enhances cellular membrane stability and tuberization in vitro. Plant Cell Environ. 29: 95–104.

Alam SM, Naqvi SSM, Ansari R. 1999. Impact of Soil pH on Nutrient Uptake by Crop Plants. In Pessarakli M (ed). Handbook of Plant and Crop Stress. 2nd ed. Marcel Dekker.

Alihamsyah T, Sarwani M, Ar-Riza I. 2002. Komponen Utama Teknologi Optimnalisasi Lahan Pasang Surut Sebagai Sumber Pertumbuhan Produksi Masa Depan. Prosiding Seminar IPTEK Padi, Pekan Padi Nasional, Sukamandi 5 Maret 2002.

Alihamsyah T, Sarwani M, Jumberi A, Ar-Riza I, Noor I, Sutikno H. 2003. Lahan Rawa Pasang Surut: Pendukung Ketahanan Pangan dan Sumber Pertumbuhan Agribisnis. Banjarbaru: Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa.

Allen JF. 1995. Thylakoid protein phosphorilation, state1-state2 transition and photosystem stoichiometry ”adjustment:redox control at multiple levels of gene expression. Physiol. Plant. 93:196–205.

Allen LH Jr, Vu JCV, Valle RR, Boote KJ, Jones PH.1988. Nonstructural carbohydrates and nitrogen of soybean grown under carbon dioxide enrichment. Crop Sci. 28:84–94.

MR, WJ Ingram. 2002. Constraint on future changes in climate and the hydrologic cycle. Nature. 419:224–232.

Alva AK, Edward DG, Asher CJ, Suthipradit S. 1987. Effects of acid soil fertility factors on growth and nodulation of soybean. Agron J. 79:302–306.

Alva AK, Summer ME. 1990. Amelioration in acid soil infertility by phosphogypsum. Plant Soil. 128:127–134.

Page 183: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

167

Daftar Pustaka

Alves de Alvarenga A, de castro EM, de Castro Lima Junior E, Magalhaes MM. 2003. Effects of different light levels on the initial growth and photosyntesis of Croton urucurana Baill. In Southeastern Brazil. R.Arvore, Vicosa-MG. 27:53–57.

Amnal. 2009. Respon Fisiologi Beberapa Varietas Padi Terhadap Cekaman Besi [Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Amthor JS. 1984. The role of maintenance respiration in plant growth. Plant Cell Environ. 7:561–569.

Anderson JM, Chow WS, Park YI. 1995. The grand design of photosynthesIs accliMation of the photosynthetic apparatus to environmental cues. Photosynthesis Res. 46:129–139.

Anderson JM. 2000. StrategiEs of phOtosynthetic adaptations and acclimation. P284-291. Dalam Yunus M, U Pathre, P Mohanty (eds). Probing Photosynthesis. Mechanisms, regulation and adaptation. London: Taylor & Francis.

Aniol A. 1990. Genetics of tolerance to aluminium in wheat (Triticum aestivum L Thell). Plant and Soil. 123: 223–27.

Anwar K, Alwi M. 1994. Pengaruh pemberian kapur dan fosfat terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai di lahan pasang surut sulfat masam tipe C. Dalam Risalah Hasil Penelitian Kacang-kacangan 1990–1993. Balittan, Banjarbaru.

Anwar K, Noor M. 1994. Pengaruh pemberian kapur dan fosfat terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai di lahan pasang surut sulfat masam. In Risalah Hasil Penelitian Kacang-kacangan 1990–1993. Balittan, Banjarbaru.

Anwar K. 2008. Peranan Mulsa dan Pupuk Kandang dalam Meningkatkan Produktivitas Tomat pada Musim kemarau di Kawasan Rawa PLG. Prosiding. Seminar Nasional dan Dialog Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor, 18–20 November 2008. Buku IV. Teknologi Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Arihara A, Kumagai R, Koyama H, Ojima K. 1991. Aluminium-tolerance of carrot (Daucus carota L.) plants regenerated from selected cell cultures. Soil Sci. Plant Nutr. 37:699–705.

Page 184: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

168

Arus P, Moreno-Gonzales J. 1993. Marker Assisted Selection. In Plant Breeding: Principles and Prospect. M.D. Hayward, N.O.Bosemark, I. Romagosa. (Eds.). London: Chapman and Hall.

Asadi B, Arsyad DM. 1995. “Pangrango” a new soybean variety for intercropping with maize. Food Legume Coarse Grain, Network Newsletter. 33:15–18.

Asadi B, Arsyad DM, Zahara H, Darmijati. 1997. Pemulian kedelai untuk toleran naungan. Buletin Agrobio. 1(2):15–20.

Ashraf MJ, HR Athar, PJC Harris, TR Kwon. 2008. Some prospective strategies for improving crop salt tolerance. Adv.Agron. 97:45–110.

Ashraf M. 2010. Inducing drought tolerance in plants: Recent advances. Biotechnol.Adv. 28: 169–183.

Atkin OK, Macherel D. 2009. The cruscial role of plant mitochondria in orchestrating drought tolerance. Annals of Botany. 103: 581–597.

Atlin GN, Lafitte HR. 2002. Marker-assisted Breedinmg versus direct selection for drought tolerance in rice. In Saxena, N.P. (ed.) International Workshop on Field Screening for Drought Tolerance in Rice. International Crops Research Institute for the Semi-Arid Tropics, Patancheru, India, pp. 71–81.

Atlin GN, Lafitte r, Venuprasad R, Kumar R, Jongdee B. 2004. Heritability of rice yield under reproductive-stage drought stress, correlations across stress levels, and effects of selection: Implications for drought tolerance breeding. CIMMYT/Drought/Rockefeller Foundation Workshop 2004.

Austin RB, Bingham J, Blackwell RD, Evans LT, Ford MA, Morgan CL, Taylor M. 1980. Genetic improvement in winter wheat yields since 1900 and associated physiological changes. J. Agric. Sci. 94:675–689.

Aung T. 2006. Physiological Mechanisms of Iron Toxicity Tolerance in Lowland Rice [Thesis]. Faculty of Agriculture Rheinische Friedrich-Wilhelms-Universität zu Bonn.

Austin RB. 1993. Augmented yield-based selection. In Hayaward MD, Bosemark NO, and Ramagosa I (eds). Plant Breeding Principles and Prospect. London: Chapman and Hall. pp. 391–405.

Baharsjah JS, Suardi D, Las I. 1993. Hubungan iklim dengan pertumbuhan kedelai. Dalam Somaatmadja S, Ismunadji M, Sumarno, Syam M, Manurung SO, Yuswadi (eds.). Kedelai. pp.87–102. Bogor: Balitbangtan, Puslitbangtan.

Page 185: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

169

Daftar Pustaka

Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. 2005. Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan 2005–2010. Lima Komoditas; Beras, Jagung, Kedelai, Gula, dan Daging Sapi. Jakarta: Balitbangtan Deptan.

Barea JM, Pozo MJ, Azcon R, Azcon-Aquilar C. 2005. Microbial co-operation in the rhizosphere. J. Exp. Bot. 56(417):1761–1778.

Barrera-Figueroa B, Pena-Castro J, Acosta-Gallegos JA, Ruiz-Medrano R, Xoconostle-Cazares B. 2007. Isolation of dehydratation-responsive genes in adrought tolerant common bean cultivar and expression of a group 3 late embryogenesis abundant mRNA in tolerant susceptible bean cultivar. Functional Plant Biol. 34:368–381.

Bartels D. 2001. Targeting detoxification pathways: An efficient approach to obtain plants with multiple stress tolerance. Trends Plant Sci. 6:284–286.

Bartels D. 2005. Desiccation tolerance studied in the resurrection plant Craterostigma plantagineum. Integrativ Comp. Biol. 45:696–701.

Bartels D, Sunkar R. 2005. Drought and salt tolerance in plants. Crit. Rev. Plant Sci. 24:23–58.

Basu U, Good AG, Aung T, Slaski JJ, Basu A, Briggs KG, Taylor GJ. 1999. A 23-kDa, root exudate polypeptide co-segregates with aluminum resistance in Triticum aestivum. Physiol. Plant. 106:53–61.

Bennet RJ, Breen CM. 1993. Aluminum toxicity: toward an understandiing of how plants roots react to the physical environment. In ‘Genetic Aspects of Plant Mineral Nutrition. Randall PJ, Delhaize E, Richards RA, Munn R (eds.). pp.103–116. Kluwer Academic Publ., Dordrecht.

Bianchi-Hall CM, Carter TE, Bailey MA, Rufty TW, Ashley DA, Boerma HR, Arelano C, Burton JW. 1998. Heritability and resource allocation of aluminium tolerance derived from soybean PI 416937. Crop Sci. 38:513–522.

Bidinger FR. 2002. Field screening for drought tolerance– principles and illustrations. In: Saxena NP (ed.) International Workshop on Field Screening for Drought Tolerance in Rice. International Crops Research Institute for the Semi-Arid Tropics, Patancheru, India. pp. 109–124.

Biswal B, Biswal UC. 1999. Photosynthesis under stress: stress signals and adaptive response of chloroplast. P315-336. Dalam Pessarakli (ed). Hand Book of Plant and Crop Stress. New York: Marcel Dekker, Inc.

Page 186: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

170

Blarney FPC, Edmeades DC, Asher CJ, Edwards DG, Wheeler DM. 1991. Evaluation of solution culture techniques for studying aluminium toxicity in olants. In Wright RJ, Baligar VC, Murrmann RP (eds). Plant-Soil Inteaction at Low pH. pp. 905–912. Kluwer Accademic Publisher Dordrecht, The Netherlands.

Bloom AJ, Smart DR, Nguyen DT, Searles PS. 2002. Nitrogen assimilation and growth of wheat under elevated carbon dioxide. Proc Nat Acad Sci USA. 99:1730–1735.

Blum A. 1997. Crop responses to drought and interpretation of adaptation. In Belhassen (ed). Drought Tolerance in Higher Plants. Genetical, physiological and molecular biology analysis. Kluwer Academic Publishers. 104p.

Blum A. 1988. Plant Breeding for Stress Environment. Boca Raton, CRC Press. p. 208.

Blum A. 2002. Drought tolerance - is it a complex trait? Field screening for drought tolerance in crop plants with emphasis on rice. In ‘Field screening for drought tolerance in crop plants with emphasis on rice. International Workshop on Field Screening for Drought Tolerance in Rice’. (Eds. N.P. Saxena and J.C. O’Toole) ICRISAT, Patancheru, India, pp. 17–22.

Bode K, Döring O, Lüthje S, Neue HU, Böttger M. 1995. The Role of Active Oxygen in Iron Tolerance of Rice (Oryza sativa L.). Protoplasma. 184:249–255.

Bohnert HJ, Jensen RG. 1996. Metabolic engineering for increasedsalt tolerance - The next step. Australian J. Pl. Physiol., 23: 661–67.

Bohnert HJ, Sheveleva E. 1998. Plant stress adaptatiuons-making metabolism move. Curr.Opinion Plant Biol.1: 267–274.

Bohnert HJ, Gong Q, Li P, Ma S. 2006. Unraveling abiotic stress tolerance mechanisms-getting genomics going. Curr. Opin. Plant Biol. 9: 180–188.

Bouman BAM, Van Laar HH. 2006. Description and evaluation of rice growth model ORYZA 2000 under nitrogen limited conditions. Agric Syst. 87:249–273.

Bowen J, Michael L-Y, Plummer KIM, Ferguson IAN. 2002. The heat shock response is involved in thermo-tolerance in suspension-cultured apple fruit cells. J. Plant Physiol. 159:599–606.

Page 187: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

171

Daftar Pustaka

Boye-Goni SR, Marcarian V. 1985. Diallel analysis of aluminium tolerance in selected lines of grain sorghum. Crop. Sci. 25: 749–52.

Boyer JS. 1982. Plant productivity and environment. Science. 281:443–448.

Briat JF, Lobreaux S. 1997. Iron trasnport and storage in plants. Trend Plant Sci. 2:127–193.

Bronswijk JJB, Nugroho K, Aribawa IB, Groenenberg JE, Ritsema CJ. 1993. Modeling of Oxygen Transport and Pyrite Oxidation in Acid Sulphate Soils. J. Environ. Qual. 22:544–554.

Bruggeman W, Dunborn B. 1993. Long term chilling of young tomato plants under low light. III. Leaf development as reflected by photosynthesis.

BPS. 2001. Statistik Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik.

BPS. 2003. Sensus Pertanian 2003. Angka Propinsi Hasil Pendaftaran Rumah Tangga (Angka Sementara). Jakarta: BPS.

Brown RA, Rosenberg NJ. 1997. Sensitivity of crop yield and water use to change in a range of climatic factors and CO2 concentrations: a simulation study applying EPIC to the central USA. Agric Fores Meteor. 83:171–203.

Bugbee BG, Salisbury FB. 1988. Exploring the limits of crop productivity. I. Photosynthetic efficiency of wheat in high irradiance environments. Plant Physiol. 88:869–878.

Bunce JA. 1998. Effect of humidity on short-term responses of stomatal conductance to an increase in carbon dioxide concentration. Plant Cell Environ, 21:115–120.

Calderini DF, Dreccer MF, Slafer GA. 1997. Consequences of plant breeding on biomass growth, radiation interception and radiation use efficiency in wheat. Field Crops Research. 52, 271–281.

Campalans AM, Pages, Messeguer R. 2001. Identification of differentially expressed genes by the cDNA-AFLP techniqu during dehydratation of almond (Prunus amygdalus). Tree Physiol. 21:633–643.

Camargo CEO. 1981. Wheat breeding. I. Inheritance of tolerance to aluminium toxicity in wheat. Bragantia. 40: 33–45.

Camejo D, Rodr´ıguez P, Morales MA, Dell’amico JM, Torrecillas A, Alarc´on JJ. 2005. High temperature effects on photosynthetic activity of two tomato cultivars with different heat susceptibility. J. Plant Physiol. 162: 281–289.

Page 188: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

172

Campos H, Cooper M, Habben JE, Edmeades GO, Schussler JR. 2004. Improving drought tolerance in maize: a view from industry. Field Crops Res. 90:19–34.

Carradus JR. 1990. Mechanisms improving nutrient use by crop and herbage legumes. In Baligar VC, Duncan RR (eds.). Crops as Enhancers of Nutrient Use. New York: Acad. Press.

Cassman KG. 1994. Breaking the yield barrier. In Proceedings of the Workshop on Rice Yield Potential in Favourable Environments, IRRI. Philippines: Los Banos.

Chalker-Scott L. 2002. Do anthocyanins function as osmoregulators in leaf tissues? Adv. Bot. Res. 37:103–106.

Chandler PM, Robertson M. 1994. Gene expression regulated by abscisic acid and its relation to stress tolerance. Ann. Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 45:113–141.

Chapin FS, Kedrowski RA. 1983. Seasonal changes in nitrogen and phosphorus fractions and autumn retranslocation in evergreen and deciduous taiga trees. Ecology. 64:376–391.

Chaturvedi GS, Ramn PC, Singh AK, Ram P, Ingram KT, Singh BB, Singh RK, Singh VP. 1994. Carbohydtrate status of rainfed lowland rices in relation to submergence, drought and shade tolerance. Dalam Lucknow VP, editor. Physiology of Stress Tolerance in Rice. Philippines: IRRI.

Chen THH, Murata N. 2002. Enhancement of tolerance of abiotic strees ny metabolic engineering of betaines and other compatible solutes. Curr. Opin. Plant Biol. 5:250–257.

Chinnusamy V, Jagendorf A, Zhu JK. 2005. Understanding and improving salt tolerance in plants. Crop Sci. 45:437–448.

Cho KM, Ranamukhaarachchi, Zoebisch MA. 2002. Cropping System on Acid Sulphate Soil in the Central Plains of Thailand: Constraints and Remedies. Dalam Acid Sulphate Soil Management in Tropical Environmetn. 17th WCSS. Thailand. August 2002. Paper No 812:1–10.

Chowdury PK, Thangaraj M, Jayapragasam. 1994. Biochemical changes in low irradiance tolerant and susceptible rice cultivars. Biol. Plantarum. 36(2):237–242.

Page 189: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

173

Daftar Pustaka

Chozin MA, Sopandie D, Sastrosumarjo S, Suwarno. 1999. Physiology and genetic of upland rice adaptation to shade. Final Report of Graduate Team Research Grant, URGE Project. Directorate General of Higher Education, Ministry of Education and Culture.

Chozin MA. 2006. Peran Ekofisiologi Tanaman dalam Pengembangan Teknologi Budidaya Pertanian. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Agronomi. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 24 Juni 2006.

Christman A, Weiler EW, Steudle E, Grill E. 2007. A hydraulic signal in root-to-shoot signaling of water shortage. Plant J. 52:167–174.

Clarkson DT, Grignon C. 1991. The phosphate transport system and its regulation in roots. Dalam Johansen C, Lee KK, and Sahrawat KL (eds.) Phosphorus Nutrition of Grain Legumes in Semi-Arid Tropics. ICRISAT (International Crops Researh Institute for the Semi Arid Tropics). Patancheru, India. 49–62.

Crouch JH, Serraj R. 2002. DNA marker technology as a tool for genetic enhancement of drought tolerance at ICRISAT. Field screening for drought tolerance in crop plants with emphasis on rice. Proceedings of an International Workshop on Field Screening for drought Tolerance in Rice, ICRISAT, Patancheru, India.

Crowley DE, Rengel Z. 2000. Biology and Chemistry of Nutrient Availability in the Rhizosphere. In Z Rengel (Ed.) Mineral Nutrition of Crops. Fundamental Mechanisms and Implications. NY: The Haworth Press, Inc.

Dall’Agnol M, Bouton JH, Parrot WA. 1996. Screening methods to develop alfalfa germplasms tolerant of acid, aluminium toxic soils. Crop Sci. 36:64–70.

de Andrade LRM, Ikeda M, Ishizuka J. 1997. Stimulation of organic acid excretion by roots of aluminium-tolerant and aluminium-sensitive wheat varieties under aluminium stress. Revista Brasileira de Fisiologia Vegetal, Brasília, v.9. p.27–34.

De Datta SK. 1981. Principles and Practices of Rice Production. New York: John Wiley, pp. 618.

Degenhardt J, Larsen PB, Howell SH, Kochian LV. 1998. Aluminium Resistance in Arabidopsis Mutan Alr-104 is Caused by Aluminum-Induced in Rhizosphere pH. Plant Physiol. 117:19–27.

Page 190: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

174

De Las Rivas J, Barber J. 1997. Structure and thermal stability of photosystem II reaction centers studied by infrared spectroscopy. Biochemistry. 36: 8897–8903.

de Macêdo CE, Jan VVS, Kinet JM, Lutts S. 2009. Effects of Aluminium on Root Growth and Apical Root Cells in Rice (Oryza sativa L.) Cultivars. Reliability of Screening Tests to Detect Al resistance at the Seedling Stage. Acta Physiol Plant. 31:1255–1262. Springer.

Delhaize E, Ryan PR, Randall PJ. 1993. Aluminum tolerance in wheat (Triticum aestivum L.). II. Aluminum-stimulated excretion of malic acid from root apices. Plant Physiol. 103:695–702.

Delhaize E, Ryan PR. 1995. Aluminium toxicity and tolerance in plants. Plant Physiol. 107:315–321.

Demiral MA. 2003. Comparative response of two olive (Olea europaea L.) cultivars to salinity. Turk. J. Agric. For. 29:267–274.

Demiral MA, Aydin M, Yorulmaz A. 2005. Effect of salinity on growth chemical composition and antioxidative enzyme activity of two malting barley (Hordeum vulgare L.) cultivars Turk. J. Biol. 29:117–123.

Demming AB, Adams WW. 1992. Photoprotection and other responses of plants to high light stress. Annu. Rev. Plant Physiol. Mol. Biol. 43:599–626.

Dent D. 1986. Acid Sulphate Soild: A Baseline for Research and Development. Wageningen: International Intitute for Land Reclamation and Improvement Publication No. 39.

Deng X, Philips J, Meijer AH, Slamini F, Bartels D. 2002. Characterization of five novel dehidration responsive homeodomain leucin zippers genes from resurrection plant Craterostigma plantagineum. Plant Mol. Bio. 49: 601–610.

De Ronde JAD, Cress WA, Kruger GHJ, Strasser RJ, Staden JV. 2004. Photosynthetic response of transgenic soybean plants containing an Arabidopsis P5CR gene, during heat and drought stress. J. Plant Physiol. 61: 1211–1244.

De Souza CRB, de Almeida ERP, Carvalho LJCB, Gander ES. 2003. Studies toward the identification of transcription factors in cassava storage root. Braz. J. Plant Physiol. 15(3): 167–170.

Page 191: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

175

Daftar Pustaka

Devlin PF, Yanovsky MJ, Kay SA. 2003. A Genomic Analysis of the Shade Avoidance Response in Arabidopsis. Plant Physiol. 133:1617–1629.

Dirjen Perkebunan. 1995. Pengembangan varietas padi gogo unggul varietas baru. Upaya mempertangguh usahatani dengan usaha pokok tanaman perkebunan. Disajikan pada Dies Natalis XXXII IPB. Jakarta: Dirjen Perkebunan.

Djukri. 2003. Seleksi Terhadap Talas (Colocasia aesculenta (L.) Schott) untuk Adaptasi Terhadap Cekaman Naungan [Disertasi]. Bogor: Doktor Program Pascasarjana IPB.

Dobermann A, Fairhust T. 2000. Rice, Nutrient Disorders and Nutrient Management. International Rice Research Institute and Potash & Phosphate Institute of Canada.

Dure L, Crouch M, Harada J, Ho TD, Mundy J et al. 1989. Common amino acid sequence domains among the LEA proteins of higher plants. Plant Mol.Biol.12:475–486.

Druschel G, Borda M. 2006. Comment on Pyrite dissolution in acidic media by M. Descotes, P. Votarge, and C. Beaucaire. Geochim. Cosmochim. Acta. 70:5246–5250.

Edmeades GO, McMaster GS, White JW, Campos H. 2004. Genomics and the physiologist bridging the gap between genes and crop response. Field Crops Res. 90:5–18.

Ebrahim MK, Zingsheim O, El-Shourbagy MN, Moore PH, Komor E. 1998. Growth and sugar storage in sugarcane grown at temperature below and above optimum. J. Plant Physiol. 153: 593–602.

Eisenberg D, Marcotte EM, Xenarios I, Yeates TO. 2000. Protein function in the postgenome era. Nature. 405: 823–826.

Evans JR. 1987. The relationship between electron transport components and photosynthetic capacity in pea leaves grown at different irradiances. Aust. J. Plant Physiol. 14:157–170.

Evans JR. 1993. Photosynthetic acclimation and nitrogen partitioning within a lucerne canopy. I. Canopy characteristics. Aust. J. Plant Physiol. 20:55–67.

FAO. 2006. World Agriculture Toward 2030/2050. Interim Report Prospect for Food, Nutrition, Agriculture and Major Community Group. Global Perspective Studies Unit. Rome, June 2006.

Page 192: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

176

Flowers TJ, Yeo AR. 1995. Breeding for salinity resistance in crop plants: where next? Aust J Plant Physiol. 22: 875–884.

Foolad MR, Chen FQ. 1998. RAPD markers associated with salt tolerance in an interspecific cross of tomato (Lycopersicon esculentum x L. pennellii). Plant Cell Reports. 17: 306–1.

Foy CD, Fleming AL, Burns GR, Armiger WH. 1967. Characterization of differential aluminium tolerance among varieties of wheat and barley. Soil Sci. Soc.Am.Proc. 31:513–521.

Foy CD. 1974. Effect of aluminium on plant growth. In Carson EW. (ed). The Plant Root and Its Environment. pp. 601–642. Charlottesville: University Press of Virginia.

Foy CD. 1988. Plant adaptation to acid, aluminum-toxic soils. Commun. Soil Sci. Plant Anal. 19:959–987.

Foy CD. 1996. Tolerance of Barley cultivar to acid, aluminium-toxic subsoil related to mineral element concentration in their shoots. Journal of Plant Nutrition. 19:1361–1380.

Foyer C, Noctor G (eds). 2002. Photosynthetic nitrogen assimilation and associated carbon and respiratory metabolism. Advances in photosynthesis and respiration, vol. 12 (series editor, Govindjee). Springer, Dordrecht.

Fukai S, Cooper M. 1995. Development of drought resistant cultivars using physio-morphological traits in rice. Field Crops Res. 40:67–86.

Fukai S, Fisher K, Basnayake J, Jongde B, Pantuwan G, Makara O, Tsubo M, Intapanya P. 2004. Improving drought resistance in rainfed rice for the Mekong region: Defining target population of environments (TPE), characterizing the available water and breeding for better adaptation to the variable water supply including an overview of the project “improving drougth resistance in rainfed lowland rice for the Mekong region”. Physiological Approaches. p. 153–155.

Galau GW, Hughes DW, Dure L. 1986. Absisic acid Induction Of cloned cotton Late Embryogenesis Abundant (LEA) messenger RNAs. Plant. Mol. Biol. 7:155–170.

Gan S, Amasino RM. 1995. Inhibition of leaf senescence by autoregulated production of cytokinin. Science. 270:1986–1988.

Garbarino J, Dupont FM. 1988. NaCl induces Na+/H+ antiporter in tonoplast vesicles barley roots. Plant Physiol. 86: 231–236.

Page 193: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

177

Daftar Pustaka

Gaxiola RA, Li J, Undurraga S, Dang V, Allen GJ, Alpen SL, Fink GR. 2001. Drought- and salt-tolerant plant result from overexpressing of AVP1 H-Pump. Proc. Natl. Acad. Sci. 98:11444–11449.

Ghafoor A, Qadir M, Murtaza G. 2004. Salt-Affected Soils: Principles of Management. 1ed. Allied Book Centre. Lahore. p304.

Gigon A, Matos AR, Laffray D, Zuily-Fodil Y, Pham-Thi AT. 2004. Effect of drought stress on lipid metabolism in the leaves of Arabidopsis thailana (Ecotype Columbia). Ann. Bot. 94: 345–351.

Gong M, Chen, SN, Song YQ, Li ZG. 1997. Effect of calcium and calmodulin on intrinsic heat tolerance in relation to antioxidant systems in maize seedlings. Aust. J. Plant Physiol. 24: 371–379.

Gordon-Weeks R, Tong Y, Emyr Davies TG, Leggewie G. 2003. Restricted spatial expression of a high-affinity phosphate transporter in potato roots. Journal of Cell Science. 116:135-3144.

Gourley LM, Rogers SA, Ruiz-Gomes C, Clark RB. 1990. Genetic aspects of aluminium tolerance in sorghum. Plant and Soil. 123:211–6.

Grant RH. 1997. Partitioning of biologically active radiation in plant canopies. Int. J. Biometeorol. 40:26-40.

Guerinot ML. 2010. Iron in Cell Bilogy of Metals and Nutrients. In Hell R, Mendel R (Eds). Plant Cell Monographs 17: p75–94. Springer.

Guo BZ, Xu G, Cao YG, Holbrook CC, Lynch RE. 2006. Identification and characterization of phospholipase D and it association with drought susceptibilities in peanut (Arachis hypogaea). Planta. 223:512–520.

Haanhart K, Ni DV. 1992. Water Management of the Rice Field at Hoa An Mekong delta. In Dent DL, Van Mesvoort (eds.). Selected papers on the Ho Chi Minh City Symposium on Acid Sulphate Soils. ILRI Pub. No. 53. Wageningen.The Netherland

Haynes RJ. 1990. Active ion uptake and maintenance of cation-anion balance: a critical examination of their role in regulating rhizosphere pH. Plant Soil. 126:247–264.

Haiyuan D, Gengyun Z, Yan G, Shaolin C, Shouyi C. 1998. RAPD tagging of salt tolrant genes in rice. Chinese Sci., Bull. 43: 330–32.

Hale MG, Orchutt DM. 1987. The Physiology of Plants under Stress. New York: John Wiley and Sons.

Page 194: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

178

Hamim, Sopandie D, Jusuf M. 1996. Beberapa karakteristik morfologi dan fisiologi kedelai toleran dan peka terhadap cekaman kekeringan. Hayati. 3(1):30–34.

Hammond JP, Broadley MR, White PJ. 2004. Genetic Responses to Phosphorus Deficiency. Ann. Bot. 94(3):323–332.

Hanum C, Mugnisjah WQ, Yahya S, Sopandie D, Idris K, Sahar A. 2006. Uji hayati akar untuk menapis kedelai toleran cekaman ganda aluminium dan kekeringan. AGROTROPIKA. 21:51–56.

Hapsoh, Yahya S, Sopandie D, Purwoko BS. 2005. Respon morfologi beberapa genotipe kedelai terhadap inokulasi MVA pada beberapa tingkat cekaman kekeringan. Jurnal Penelitian Pertanian. 24(2):111–117.

Harahap Z, Suwarno, Lubis E, Susanto TW. 1995. Padi Unggul Toleran Kekeringan dan Naungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian. 21 hal.

Hare PD, Cress WA, Van-Staden J. 1998. Dissecting the roles of osmolyte accumulation during stress. Plant Cell Environ. 21:535–554.

Harini-Bertham Y, Kusmana C, Setiadi Y, Mansur I, Sopandie D. 2006. Pemanfaatan CMA dan Bradyrhizobium untuk meningkatkan produktivitas kedelai pada sistem agroforestry kayu bawang (Scorodocarpus borneensis) pada ultisol. Akta Agrosia. 9(1):36–41.

Harris AB, Chozin MA, Sopandie D, Las I. 1998. Karakteristik Ekosistem Tanaman Sela Padi Gogo dengan Tanaman Karet. Seminar Nasional Peningkatan Produksi Padi Nasional, Bandar Lampung 9–10 Desember 1998.

Hash CT, Folkertsma RT, Ramu P, Reddy BVS, Mahalakshmi V, Sharma HC, Rattunde HFW, Weltzien ER, Haussmann BIG, Ferguson ME. 2003. Marker-assisted breeding across ICRISAT for terminal drought tolerance and resistance to shoot fly and Striga in sorghum. Abstracts of the Congress “In the wake of the double helix. From the green revolution to the gene revolution”, Bologna, Italy, p. 82, available at http://www.doublehelix.too.it

Hassanuddin. 2006. Inovasi Teknologi Unggulan Pertanian Mendukung Prima Tani. Makalah Disampaikan Pada Workshop Pemantapan Pelaksanaan Prima Tani 2006, Tanggal 5-10 Maret 2006 Di Bogor.

Page 195: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

179

Daftar Pustaka

Haug A, Shi B. 1991. Biochemical basis of aluminum tolerance in plant cells. In Plant-Soil Interactions at Low pH. Wright RJ, Baligar VC, Murmann RP (eds.), pp 839–850. Kluwer Academic, Dordrecht, The Nederlands.

Hayes JE, Zhu YG, Mimura T, Reid RJ. 2004. An assessment of the usefulness of solution culture in screening for phosphorus efficiency in wheat. Plant and Soil 261:91–97.

He H, Walthout AJM, Vidal M. 2003. Integrating ‘omic’ information: a bridge between genomics and systems biology. Trends Genet. 19:551–560.

Hidayat A, Mulyani A. 2002. Lahan Kering untuk Pertanian. Dalam Adimihardja A, Mappoana, dan Saleh A (Penyunting). Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Puslitbang Tanah dan Agrokilimat, Balitbangtan Deptan, Bogor.

Hidema J, Makino A, Kurita Y, Mae T, Ohjima K. 1992. Changes in the level of chlorophyll and light-harvesting chlorophyl a/b protein of PSII in rice leaves agent under different irradiances from full expansion through senescense. Plant Cell Physiol. 33(8):1209–1214.

Hirayama T, Ohto C, T Mizoguchi, K Shinozaki. 1995. A gene encoding a phosphatidylinositol-specific phospholipase C is induced by dehydration and salt stress in Arabidopsis thaliana. Proc. Natl. Acad. Sci. 92:3903–3907.

Hiscock K, Southward A, Tittley I, Hawkins S. 2004. Effects of changing temperature on benthic marine life in Britain and Ireland. Aquat Conserv: Mar Freshw Ecosyst 14:333–362.

Hong SW, Jon JH, Kwak JM, Nam HG. 1997. Identification of receptor-like protein kinase gene rapidly induced by absisic acid, dehydration, high salt, and cold treatments in Arabidopsisthaliana. Plant Physiol. 113: 1203–212.

Hong Z, Lakkineni K, Zhang Z, Verma DPS. 2000. Removal of feedback inhibition of A1-pyrolline-5-carboxylate synthetase result in increased proline accumulation and protection of plants from osmotic stress. Plant Physiol. 112: 1129–1136.

Hoober JK, Eggink LL. 2001. A potential role of chlorophylls and c in assembly of light-harvesting complexes. FEBS 489:1–3.

Page 196: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

180

Horie T, Baker JT, Nakagawa H, Matsui T. 2000. Crop ecosystem responses to climatic change: rice. In: Reddy KR, Hodges HF (eds) Climate change and global crop productivity. CAB International, Wallingford, pp 81–106.

Horton P, Ruban AN, and Walters RG. 1996. Regulation of light-harvesting in green plants. Annu. Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 47:655–684.

Horton P. 2002. Crop improvement through alteration in the photosynthetic membrane. ISB News Report. Virginia Tech, Blacksburg, VA.

Hoshida H, Tanaka Y, Hibono T, Hayashi Y, Tanaka A. 2000. Enhances tolerance to salt stress in transgenic rice that over expresses chloroplast glutamine synthesase. Plant Mol. Biol. 43:103–111.

Howarth CJ. 2005. Genetic improvements of tolerance to high temperature. In Ashraf M, Harris PJC (Eds.) Abiotic Stresses: Plant Resistance Through Breeding and Molecular Approaches. New York: Howarth Press Inc.

Howeler RH, Cadavid LF. 1976. Screening of rice cultivars for tolerance to Al-toxicity in nutrient solution as compared with field screening methods. Agron. J. 68:554–555.

Huang JW, Pellet DM, Papernik LA, Kochian LV. 1996. Aluminum interactions with voltage-dependent calcium transport in plasma membrane vesicles isolated from roots of aluminum-sensitive and -resistant wheat cultivars. Plant Physiol. 110:561–69.

Hue NV, Craddock GR, Adams F. 1986. Effect of organic acids on Al toxicity in subsoils. Soil Sci.Soc.Am.J. 50:280–34.

Hussain N, Ali A, Khan AG. Obaid-Ur-rehman, Tahir M. 2003. Selectivity of ions absorption of salt tolerance in rice (Variety Shaheen Basmati). Asian Journal of Plant sciences. 2(5):445–448.

IPCC. 2007. Climate change 2007: Synthesis report. Contribution of Working Groups to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change.

Ishikawa S, Wagatsuma T, Sasaki R, Ofei-Manu P. 2000. Comparison of the amount of citric and malic acids in Al media of seven plant species and two cultivars each in five plant species. Soil Sci Plant Nutr. 46: 751–758.

Page 197: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

181

Daftar Pustaka

Ishitani M, Liu J, Halfler U, Kim CS, Shi W, Zhu JK. 2000. SOS3 fungtion in Plant salt tolerance requires N-myristoylation and calcium-binding. Plant Cell. 12: 1667–1677

Itturiaga G, Suarez R, Nova-Franco B. 2009. Trehalose metabolism: from osmoprotection to signaling. Int. J. Mol. Sci. 10:3793–3810.

Jackson PA. 2001. Directions for physiological research in breeding: issues from a breeding perspective. In Reynold MP, Trethowan RM, van Ginkel M, Rajaram S (eds). Application of physiology in wheat breeding. CIMMYT Wheat Program, Mexico. pp 11–16.

Jagau Y. 2000. Fisiologi dan Pewarisan Efisiensi Nitrogen dalam Keadaan Cekaman Aluminium pada Padi Gogo (Oryza sativa L.) [Disertasi]. Doktor Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Johanson I, Karlsson M, Johanson U, Larsson C, Kjelbom P. 2000. The role of aquaporins in cellular and whole plant water balance. Biochim. Biophys. Acta.1465:324–342.

Johnson R. 2004. Marker-assisted selection. Plant Breeding Rev. 24:293–309.

Jonak C, Kiegerl S, Ligterink W, Barker PJ, Huskisson NS, Hirt H. 1996. Stress signaling in plant: A mitogen-activated protein kinase pathway is activated by cold and drought. Proc.Natl.Acad.Sci.USA. 93: 11274–11279.

Jufri A. 2006. Mekanisme Adaptasi Kedelai Terhadap Cekaman Intensitas Cahaya Rendah [Disertasi]. Doktor Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Jumberi A, Surwani M, Alihamsyah T. 2004. Teknologi percepatan peningkatan produktivitas lahan sulfat masam. Makalah disampaikan dalam Seminar IPTEK Pekan Padi Nasional-II, Sukamandi, 16 Juli 2004. Balibangtan Puslitbangtan Pangan, Balitan Padi.

Jumberi A, Sarwani M, Koesrini. 2003. Komponen Teknologi Pengelolaan Lahan dan Tanaman untuk Meningkatkan Produktivitas dan Efisiensi Produksi di Lahan Sulfat Masam. Dalam Alihamsyah T dan Noor I (Penyunting). Laporan Tahunan Penelitian Pertanian Lahan Rawa Tahun 2003. Balittan Lahan Rawa, Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Balitbangtan. Kalimantan Selatan.

Junk A, Asher CJ, Edwards DG, and Meyer D. 1990. Influence of phosphate status on phosphate uptake kinetics of mayze (Zea mays) and soybean (Glycine max). Plant Soil. 124:175–182.

Page 198: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

182

Juraimi AS, Drennan DSH, Anuar N. 2004. The effects of shading on the growth, development and partitioning of biomass in bermudagrass (Cynodon dactylon (L.) Pers). J. Biol. Sci. 4:756-762.

Jusuf M, Sopandie D, Widiastuti U, Sumpena EDC, Miftahudin, Hamim. 1993. Evaluasi plasmanutfah kedelai untuk toleransi terhadap cekaman kekeringan dan alumunium. Seminar Hibah Bersaing, 3–4 Februari, Sawangan, Bogor.

Jusuf M, Sopandie D, Supena ED, Widyastuti U, Miftahudin, dan Hamim. 1994. Evaluasi plasmanutfah kedelai untuk lahan kering atau ber-pH rendah serta bekualitas nutrisi baik. Laporan Penelitian Hibang Bersaing 1/1.

Karlheinz K, van Montagu M, Inze D. 1995. Effects of iron excess on Nicotiana plumbaginifolia plants. Implications to oxidative stress. Plant Physiol. 107:725–735.

Kartika NT, Khumaida N, Sopandie D. 2006. Adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah melalui efisiensi penangkapan cahaya. Makalah Seminar. Sekolah Pascasarjan IPB, Bogor.

Kassam AH. 1978. Agro-climatic suitability assesment of rainfed crops in African by growing period zones. FAO.

Kasim N, Sopandie D, Harran S, Jusuf M. 2001. Pola akumulasi dan sekresi asam sitrat dan asam malat pada beberapa genotipe kedelai toleran dan peka aluminium. Hayati. 8(3):58–61.

Kasuga M, Liu Q, Miura S, Yamaguchi-Shinozaki K, Shinozaki K. 1999. Improving plant drought, salt and freezing tolerance by gene transfer of a single stres-inducible transcription factor. Nature Biotech. 17: 287–291.

Kawano T, Sahashi N, Takahashi K, Uozumi N, Muto S. 1998. Salicylic acid induces extracellular superoxide generation followed by an increase in cytosolic calcium ion in tobacco suspension culture: the earliest events in salicylic acid signal transduction. Plant Cell Physiol. 39: 721–730.

Khan AA, McNeilly T, Collins JC. 2000. Accumulation of amino acids, proline, and carbohydrates in response to aluminium and manganese stress in maize. J. Pl. Nutr., 23: 1303–14.

Khan AA, Mcneilly T, Azhar FM. 2001. Stress Tolerance In Crop Plants. International Journal of Agriculture & Biology. 1560(8530): 250–255.

Page 199: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

183

Daftar Pustaka

Khumaida, Sopandie D, Takano T. 2000. Adaptability of soybean to shade stress. I. Regulation of photosynthetic genes in several soybean genotypes. Japanese Plant Breeding Symposium, Hirosaki, September 25–26, 2000, Japan.

Khumaida N, Sopandie D, Takano T. 2001a. Adaptability of soybean to shade stress: Expression of photosyntheticgenes in soybean genotypes. Proceeding of the 1st Seminar on “Toward Harmonization between Development and Environmental Conservation in Biological Production”, The University of Tokyo, Japan, February 21–23, 2001.

Khumaida N, Sopandie D, Takano T. 2001b. Expression of rubisco and rubisco activase genes in LI-tolerant upland rice. International Plant Breeding Symposium, Fukuoka, October 25–26, 2000.

Khumaida N, Sopandie D, Takano T. 2001c. Adaptability of soybean to shade stress:Expression of photosyntheticgenes in soybean genotypes. Proceeding of the 1st Seminar on “Toward Harmonization between Development and Environmental Conservation in Biological Production”, The University of Tokyo, Japan, February 21–23, 2001.

Khumaida N. 2002. Studies on adaptability of soybean and upland rice to shade stress [PhD Thesis]. The University of Tokyo.

Khumaida N, Takami Y, Sugiyama N, Sopandie D, Takano T. 2003. Adaptability of soybean to shade stress: Photosynthetic properties of LI-tolerant and LI-sensitive soybean. Proceedings of the 2nd Seminar on “Toward between Harmonization Development and Environmental Conservation in Biological Production” , The University of Tokyo, Japan, February 15-26, 2003.

Khumaida N, Sopandie D, Takano T. 2004. Adaptability of soybean to shade stress: The role of photosystem II. Procceding of the 3rd Seminar on “Toward Harmonization between Development and Environmental Conservation in Biological Production”. Serang, Banten, December 3–5, 2004.

Khumaida N, Kisman, Sopandie D, Takano T. 2005. Adaptability of Soybean to Shade Stress: Cloning and Identification of a Full-length cDNA clone Encoding the Photosystem I sub unit (Poster) Malang.

Kidd PS, Llugany M, Poschenrieder C, Gunse B, Barcelo J. 2001. The role of root exudates in aluminium resistance and silicon-induced amelioration of aluminium toxicity in three varieties of maize (Zea mays L.). J. Exp. Bot. 52:1339–1352.

Page 200: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

184

Kim HY, Lieffering M, Kobayashi K, Okada M, Miura S. 2003. Seasonal changes in the effects of elevated CO2 on rice at three levels of nitrogen supply: A free air CO2 enrichment (FACE) experiment. Global Change Biol. 9:826–37.

Kinraide TB. 1991. Identity of The Rhizotoxic Aluminum Species. Plant Soil. 134 : 167–178

Kirk GJD, Du LV. 1997. Changes in rice root architecture, porosity, and oxygen and proton release under phosphorus deficiency. New Phytol. 135:191–200.

Kisman, Khumaida N, Trikoesoemaningtyas, Sobir, Sopandie D. 2006. Respon Molekuler Tanaman Kedelai terhadap Cekaman Intensitas Cahaya Rendah: Analisis Ekspresi Gen ATHB dan CAB. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Bioteknologi dan pemuliaan Tanaman. Faperta IPB, 1–2 Agustus 2006.

Kisman. 2007. Analisis genetik dan molekuler adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah berdasarkan karakter morfo-fisiologi daun [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor.

Kochian LV. 1995. Celluler Mechanism of Aluminum Toxicity and Resistance in plant. Ann. Rev. Plant Physiol. Mol. Biol. 46:237–260

Kochian LV, Hoekenga OA, and Pineros MA. 2004. How do crop plants tolerate acid soils? Mechanisms of aluminum tolerance and phosphorous efficiency. Annu. Rev. Plant Biol. 55:459–93.

Konishi S. 1992. Promotive effects of aluminium on tea plant growth. Japanese Agricutural Research Quarterly 26, 26–33.

Konsten CJM, van Breemen N, Suping S, Aribawa IB, Groenenberg JE. 1994. Effects on Flooding on pH of Rice-Producing, Acid Sulfate Soils in Indonesia. Soil Sci. Soc. Am. J. 58:871–883.

Koyama M, Levesley A, Koebner RMD, Flowers TJ, Yeo AR. 2000. Quantitative trait loci for component physiological traits determining salt tolerance in rice. Plant Physiol.

Krishnan P, Swain DK, Bhaskar BC, Nayak SK, Dash RN. 2007. Impact of elevated CO2 and temperature on rice yield and methods of adaptation as valuated by crop simulation studies. Agric Ecosys Environ. 122:233–242.

Page 201: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

185

Daftar Pustaka

Kulshrestha VP, Jain HK. 1982. Eighty years of wheat breeding in India: Past selection pressures and future prospects. Z. Pflanzenzucht. 89:19–30.

Kurnia U, Subagyono K, Setyorini D, Saraswati E. 2003. Aspek Lingkungan Usaha Tani pada Tanah Masam. Prosiding Simposium Nasional Pemberdayaan Tanah Masam, Buku I. Bandar Lampung, 29–30 September 2003. Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Balitbangtan Deptan. Bogor.

Lafitte HR, Courtois, Atlin GN. 2002. The international rice research institute’s experience in field screening for droughtv tolerance and implication for breeding. In: Saxena, N.P. (ed.) International Workshop on Field Screening for Drought Tolerance in Rice. International Crops Research Institute for the Semi-Arid Tropics, Patancheru, India. pp. 25–40.

Lam E, Meisel L. 1999. Gene Switches and stress management: Modulation of Gene Expression by Transcription Factors. In: Plant Responses to Environmental Stresses: from Phytohormones to Genome Reorganization. Lerner HR Ed. Marcell Dekker. New York, USA. pp: 51–70.

Lambais MR, Cardoso EJBN. 1990. Response of Stylosanthes guianensis to endomycorrhizal fungi inoculation as affected by lime and phosphorus application . I. Plant growth and development. Plant Soil. 129:283–289.

Larcher W. 1995. Physiological Plant Ecology. 3rd Ed. London: Springer.

Lautt BS, Chozin MA, Sopandie D, Darusman LK. 2000. Perimbangan Pati-Sukrosa dan aktivitas enzim sukrosa fosfat sintase pada padi gogo yang toleran dan peka terhadap naungan. Hayati. 7(2):31–34.

Lautt B, Chozin M A, Sopandie D. 2002. Pengembangan Padi Gogo Toleran Naungan: Tinjauan Karakteristik Fotosintesis dan Respirasi. Seminar IPTEK Padi, Pekan Padi Nasional I, Sukamandi 5 Maret 2002.

Lawlor DW, Tezara W. 2009. Causes of decreased photosynthetic rate and metabolic capacity in water-deficient leaf cells: a critical evaluation of mechanisms and integration of processes. Annals of Botany. 103: 543–549.

Lee YH, Oh HS, Cheon CL, Hwang IT, Kim YJ, Chun JY. 2001. Structure and expression of the Arabidopsis thaliana homeobox gene Athb-12. Biochem Biophys Res Commun. 248:133–141.

Page 202: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

186

Leigh R. 1997. The Solute composition of the vacuoles. Ad. Bot. Res. 25:253–295.

Levine A. 1999. Oxidative Stress as Regulator of Environmental Responses in Plants. In: Plant Responses to Environmental Stress: from Phytohormones to Genome Reorganization, Lerner HR (Ed.). Marcel Dekker, New York, USA. pp:247–264.

Levitt J.1980. Response of Plants to Environmental Stress. New York: Academic Press.

Li M, Osaki M, Rao IM, Tadano T. 1997. Secretion of phytase from the roots of several plant species under phosphorus-deficient conditions. Plant and Soil .195:161–169.

Lin M-K, H Belanger, Lee H-Y, Varkonyi-Gasic E, Taoka K-I, Miura E, Xocostle-Cazares B, Gendler K, Jorgensen RA, Phinney B, Lough TJ, Lucas WJ. 2007. FLOWERING LOCUS T protein may act as the long-distance florigenic signal in the cucurbits. Plant Cell. 19:1488–1506.

Liu H-T, Li B, Shang Z-L, Li X-Z, Mu R-L, Sun D-Y, Zhou R-G. 2003. Calmodulin is involved in heat shock signal transduction in wheat. Plant Physiol. 132: 1186–1195.

Liu L, Whitem MJ, MacRae TH. 1999. Transcription factors and their genes in higher plants: functional domain, evaluation and regulation. Eur. J. Biochem. 262(2): 247–257.

Lockhart DA, Winzeler EA. 2000. Genomics, gene expression and DNA arrays. Nature. 405: 827–836.

Loreto F, Forster A, Durr M, Csiky O, Seufert G. 1998.Onthe monoterpene emission under heat stress and on the increased thermotolerance of leaves of Quercus ilex L. fumigated with selected monoterpenes. Plant Cell Environ. 21: 101–107.

Lynch J, Lauchli A, Epstein E. 1991. Vegetative growth of the common bean in response to P nutrition. Crop Sci. 31: 380–387.

Ma JF, Zheng SJ, Matsumoto H. 1997. Specific secretion of citric acid induced by Al stress in Cassia tora L. Plant Cell Physiol. 38:1019–1025.

Ma JF, Nishimura K, Takahashi E. 1998. Effect of silicon on the growth of rice plant at different growth stages. Soil Sci. Plant Nutr. 35:347–356.

Page 203: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

187

Daftar Pustaka

Ma JF, Hiradate S, Matsumoto H. 1998. High aluminum resistance in buckwheat. II. Oxalic acid detoxifies aluminum internally. Plant Physiol. 117:753–759.

Ma JF, Hiradate S. 2000. Form aluminum for uptake and translocation in buckwheat (Fagopyrum esculentum Moench.). Planta. 211:355–360.

Ma JF, Ryan PR, Delhaize E. 2001. Aluminium tolerance in plants and the complexing role of organic acids. Trends Plant Sci. 6(6):273–278.

Ma Z, Miyasaka S. 1998. Oxalate exudation by taro in response to Al. Plant Physiol. 118:861–865.

Maathuis FJM, Flowers TJ, Yeo AR. 1992. Sodium chloride compartementation in leaf vacuoles of the halophytes Suaeda maritama (L.) Dum. and its relation to tonoplast permeability. J. Exp. Bot. 43: 1219–1223.

Mackill DJ, Nguyen HT and Zhang JX. 1999. Use of molecular markers in plant improvement programs for rainfed lowland rice. Field Crops Research. 64, 177–185.

Maestri E, Klueva N, Perrotta C, Gulli M, Nguyen HT, Marmiroli N. 2002. Molecular genetics of heat tolerance and heat shock proteins in cereals. Plant Mol. Biol. 48: 667–681.

Magalhaes. 2002. Molecular genetic and physiological investigation of aluminum tolerance in sorghum (Sorghum bicolor) [PhD Thesis]. Cornell Univ. pp. 192.

Makmur A, Sopandie D, Sutjahyo SH, dan Aswidinnoor H. 1999. Breeding upland rice (Oryza sativa L.) for adaptation to acid soil: physiology and inheritance of nutrient element efficiency under aluminium stress. Laporan Penelitian Graduate Team Research Grant.

Mansour MMF. 2000. Nitrogen containing compounds and adaptation of plants to salinity stress. Biol. Plant. 43:491–500.

Manuhara-Karti PD. 2003. Respon morfofisiologi rumput toleran dan peka aluminium terhadap penambahan mikroorganisme dan pembenah tanah [Disertasi]. Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Marchand FL, Mertens S, Kockelbergh F, Beyens L, Nijs I. 2005. Performancem of high arctic tundra plants improved during but deteriorated after exposure to a simulated extreme temperature event. Global Change Biol. 11: 2078–2089.

Page 204: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

188

Mariska I, Sjamsudin E, Sopandie D, Hutami S, Husni A, Kosmiatin M, Vivi AN. 2004. Peningkatan ketahanan tanaman kedelai terhadap aluminium melalui kultur invitro. Jurnal Litbang Pertanian. 23(2):46–52.

Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. 2nd. New York: Academic Press.

Martienssen RA, Rabinowicz PD, O’Shaughnessy A, McCombie WR. 2004. Sequencing the maize genome. Curr. Opin. Plant Biol. 7:102–107.

Matsumoto H. 1991. Biochemical mechanism of toxicity of aluminum and the sequestration of aluminum in plant cells. In Plant-Soil Interaction at Low pH. Eds. Wright RJ, Baligar VC, Murmann RP. pp 825–838. Kluwer Academic Publisher, Dordrecht.

Matsumoto H, Yamamoto Y, Kasai M. 2003. Change of some properties of the plasma membrane enriched fraction of barley roots related to aluminum stress: Membranes associated ATP-ase, Aluminum, and Calcium. Soil Sci. Plant Nutr. 38:411–419.

Matsuoka M, Furbank RT, Fukayama H, Miyao M. 2001. Molecular engineering of C4 photosynthesis. Annu. Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 52: 297–314.

Maxwell K, Joanne LM, Rachel ML, Howard G, and Petter H. 1999. Chloroplast acclimation in leaves Guzmania monostachia in response to high light. Plant Physiology. 121:89–95.

McNellis T, Deng XW. 1995. Light control of seedling morphogenic pattern. The Plant Cell. 7:1749–1761.

Mehra A, Farago MM. 1994. Metal Ions and Plant Nutrition. In: Farago MM (Ed). Plants and the Chemical Elements Biochemistry, Uptake, Tolerance and Toxicity. VCH Verlagsgesellschaft

Meijer AH, De Kam RJ, d’Erfurth I, Shen W, Hoge JHC. 2000. HD-Zip protein of family I and II from rice: interaction and functional properties. Mol Gen Genet. 236: 12–21.

Mengel K, Kirby EA. 1982. Principle of Plant Nutrition. Bien, Switzerland: Int. Potash Institute.

Miflin B. 2000. Crop improvement in the 21st Century. Journal. of Experimental Botany. 51:1–8.

Page 205: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

189

Daftar Pustaka

Miftahudin, Nurlaela, Juliarni. 2007. Uptake and Distribution of Aluminum in Root Apices of Two Rice Varieties under Aluminum Stress. Hayati Journal of Biosciences. 14:110–114.

Mimura T, Dietz KJ, Kaiser W, Schramm MJ, Kaiser G, Heber U. 1996. Phosphate transport across biomembranes and cytosolic phosphate homeostasis in barley leaves. Planta. 180:139–146.

Mitra J. 2001. Genetics and genetic improvement of drought resistance in crops plants. Current Scie. 80:758–762.

Miyasaka SC, Hue NV, Dunn MA. 2007. Aluminum. In Baker AV, Pilbeam DJ (eds.) Handbook of Plant Nutrition. CRC Press. 632pp.

Momcilovic I, Ristic Z. 2007. Expression of chloroplast protein synthesis elongation factor, EF-Tu, in two lines of maize with contrasting tolerance to heat stress during early stages of plant development. J. Plant Physiol. 164: 90–99.

Montalvo-Hernandez L, Elias Piedra-Ibarra E, Gomez-Silva L, Lira-Carmona R, Acosta-Gallegos JA et al. 2008. Differential accumulation of mRNAs in drought-tolerant and susceptible common bean cultivars in response to water deficit. New Phytol. 177:102–113.

Montero-Tavera V, R Ruiz-Medrano, B Xocnostle-cavarez. 2008. Systemic nature of drought-toleranxce in common bean. Plant Signal.Behav. 3:663–666.

Moore R, Evans ML, Fondreu WM. 1990. Inducing curvatropic curvature of primary roots of Zea mays cv. Agrotropic. Plant Physiol. 92:310–315.

Muhuria L. 2007. Mekanisme fisiologi dan pewarisan sifat toleransi kedelai (Glycine max (L.) Merrill) terhadap intensitas cahaya rendah [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Muller JE, Whitsitt MS. 1997. Plant cellular responses to water deficit. In Belhassen (ed). Drought Tolerance in Higher Plants. Genetical, physiological and molecular biology analysis. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht. 104p. pp 41–46.

Muller P, Li XP, Niyogi KK. 2001. Nonphotochemical quenching. A response to excess light energy. Plant Physiol. 125:1558–1566.

Page 206: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

190

Mulyani A, Hikmatullah, Subagyo H. 2003. Karakteristik dan Potensi Tanah Masam Lahan Kering Di Indonesia. Prosiding Simposium Nasional Pemberdayaan Tanah Masam, Buku I. Bandar Lampung, 29–30 September 2003. Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Balitbangtan Deptan. Bogor.

Mulyaningsih ES, Aswidinnoor H, Sopandie D, Ouwerkerk PBF, Loedin IHS. 2010. Transformasi padi indica kultivar Batutegi dan Kasalath dengan gen regulator HD-Zip untuk perakitan varietas toleran kekeringan. 2010. J. Agron. Indonesia. 38(1):1–7.

Mulyaningsih E. 2011. Pengembangan Padi Gogo Toleran Kekerinngan melalui Transformasi Genetik gen Regulator HD-Zip Oshox6 dan Seleksi Populasi Padi Mengandung Marka Genetik QTL 12.1 [Disertasi]. Doktor Sekolah Pascasarjana IPB. 128pp.

Murchie EH, Hubbart S, Chen Y, Peng S, Horton P. 2002. Acclimation of rice photosynthesis to irradiance under field conditions. Plant Physiol. 130:1999–2010.

Murley VR, Theodorou ME, Plaxton WC. 1998. Phosphate starvation-inducible pyrophosphate-dependent phosphofructokinase occurs in plants whose roots do not form symbiotic associations with mycorrhizal fungi. Physiologia Plantarum. 103(3): 405–414.

Murphy R, JKE Ortega. 1995. A new pressure probe method to determine the average volumetric elastic-modulus of cells in plant tissue. Plant Physiol. 107: 995–1005.

Murty YS and Sahu G. 1987. Impact of low light stress on growth and yield of rice. Di dalam Dey SK and Baig MJ, editor. Weather and rice, Proc. International workshop on impact of weather parameters on growth and yield of rice. Phillippines- Los Banos : IRRI.

Nachit MM and Elouafi I. 2004. In ‘Challenges and Strategies for Dryland Agriculture’. (Eds. S.C. Rao and J. Ryan), 203-218. CSSA Special Publication 32 Crop Science Society of America, Inc. American Society of Agronomy, Inc. Madison, Wisconsin, USA.

Nagy NE, Dalen LS, Jones DL, Swensen B, Fossdal CG, Eldhuset TD. 2004. Cytological and Enzymatic Responses to Aluminium Stress in Root Ttips of Norway Spruce Sedlings. New Phytologist.

Nakamoto H, Hiyama T. 1999. Heat-shock proteins and temperature stress. In: Pessarakli, M. (Ed.), Handbook of Plant and Crop Stress. Marcel Dekker, New York. pp. 399–416.

Page 207: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

191

Daftar Pustaka

Neumann DM, Emmermann M, Thierfelder JM, Zur Nieden U, Clericus M, Braun HP, Nover L, Schmitz UK. 1993. HSP68—a DNAK-like heat-stress protein of plant mitochondria. Planta. 190, 32–43.

Nielsen NE, Schjorring JK. 1983. Efficiency and kinetics of phosphorus uptake from soil by various barley genotypes. Plant and Soil. 72:225–230.

Noor M, Maas A, Notohadikusumo T. 2008. Pengaruh Pengeringan dan Pembasahan Terhadap Sifat Kimia Tanah Sulfat Masam Kalimantan. Jurnal Tanah dan Iklim. 27:33–44.

Okada K, Yasunori I, Kazuhiko S, Tadahiko M, Sakae IC. 1992. Effect of light on degradation of chlorophyll and proteins during senescence of detaches rice leaves. Plant Cell Physiol. 33(8):1183–1191.

Oono Y, Seki M, Nanjo T, Narusaka M, Fujita M et al. 2003. Monitoring expression profiles of Arabidopsis gene expression during rehtdration process after dehydration using ca.7000 full-lenghth c DNA microarray. Plant J. 34: 868–887.

Ort DR. 2001. When there is too much light. Plant Physiol. 125:29–32.

Ortiz-Monasterio JL, Manske GGB, van Ginkel M. 2001. Nitrogen and phosphorus use efficiency. In Reynold MP, Trethowan RM, van Ginkel M, and Rajaram S. (eds). Application of physiology in wheat breeding. CIMMYT Wheat Program, Mexico.

Osakabe Y, Maruyama K, Seki M, Satou M, Shinozaki K, Yamaguchi-Shinozaki K. 2005. Leucine-rich repeat receptor-like kinasel is a key membrane-bound regulator of absisic acid early signaling in Arabidopsis. Plant Cell. 17: 1105–1119.

Otani T and Ae N. 1996. Sensitivity of phosphorus uptake to changes in root length and soil volume. Agron.J. 88:371–375.

Ozawa T, Sahashi K, Nakase Y, Chance B. 1995. Extensive tissue oxygenation associated with mitochondrial DNA mutations. Biochem Biophys Res Commun. 213:432–438.

Partohardjono S, Adiningsih JS, dan Ismail IG. 1990. Peningkatan produktivitas lahan kering beriklim basah melalui teknologi sistem usahatani. In Syam M (ed). Risalah Lokakarya Penelitian Sistem Usahatani, Sistem Usahatani di Lima Agroekosistem. Puslitbangtan Pangan, Balitbang Pertanian. pp. 47–62.

Page 208: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

192

Passioura JB. 1996. Drought and drought tolerance. Plant Growth Regul. 20: 79–83.

Pattanayaka GK, Biswal AK, Reddy VS, Tripathy BC. 2005. Light-dependent regulation of chlorophyll b biosynthesis in chlorophyllide a oxygenase overexpressing tobacco plants. Biochemical and Biophysical Research Communications. 326: 466–471.

Pellet DM, Grunes DL, Kochian LV. 1995. Organic acid exudation as an aluminium tolerance mechanism in Maize (Zea mays L.) Planta. 196:788–795.

Pellet DM, Papernik LA, Kocian LV. 1996. Multiple Aluminium-Resistance Mechanisms in Wheat. Plant Physiol. 122:591–597.

Penna S. 2003. Building stress tolerance through over-producing trehalose in transgenic plants. Trends Plant Sci. 8:355–357.

Peng S, Ismail AM. 2004. Physiological Basis of Yield and Environmental Adaptation in Rice. In Nguyen HT and Blum A (eds). Physiology and Biotechnology Integration for Plant Breeding. Marcel Dekker, Inc. New York.

Peng XX, Yamauchi M. 1993. Ethylene production in rice bronzing leaves induced by ferrous iron. Plant Soil. 149:227–234.

Peng Z, Lu Q, Verna DP. 1996. Reciprocal regulation of D1-pyrroline-5-carboxylate synthetase and proline dehydrogenase genes controls proline levels during and after osmotic stress in plants. Mol. Gen. Genet. 253:334–341.

Polle EA, Konzak CF. 1990. Genetics and Breeding of Cereals for Acid Soil and Nutrient Efficiency. In Balligar V.C, Duncan RR (eds). Crop as Enhancers of Nutrient Use. Academic Press. San Diego. p:81–131.

Polle EA, Konzak CF, Kittrick JA. 1978. Visual Detection of Aluminum Tolerance Levels in Wheat by Hematoxylin Staining of Seedling Roots. Crop Sci. 18:823–827.

Ponnamperuma FN. 1972. The chemistry of submerged soils. Adv. Agron. 24:29–96.

Portis AR. 1992. Regulation of ribulose 1,5 bisphosphate carboxylase/ oxygenase activity. Annu Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 43:415–437.

Page 209: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

193

Daftar Pustaka

Poirer Y, Thoma S, Somerville C, Schiefelbein J. 1991. A mutant of Arabidopsis deficient in xylem loading of phosphate. Plant Physiol. 97:108–1093.

Posmyk MM, Kontek R, Janas KM. 2008. Red Cabbage Extract Limits Copper Stress Injury in Meristematic Cells of Vicia faba. Acta Physiol Plant. 30:481–491.

Purnamayani R, Subowo. 2008. Analisa Produksi Padi Berkadar Besi di Lahan Pasang Surut Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Prosiding. Seminar Nasional dan Dialog Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor, 18-20 November 2008. Buku IV. Teknologi Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Purwati RD, Marjani. 2009. Evaluasi ketahanan plasmanutfah kenaf terhadap cekaman Fe pada pH masam. Bul. Tanaman Tembakau, Serat dan Minyak Industri. 1(1):28–40.

Purwoko SB, Sopandie D, Wirawati T, Somantri IH, Dewi IS. 2003. Pengaruh naungan terhadap produksi tanaman talas (Colocasia esculenta (L.) Schott). Jurnal Tanaman Tropika. 6(1):1–8.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2000. Analisis Potensi dan Ketersediaan Air Berbasis Daerah Aliran Sungai Berdasarkan Neraca Air DAS. Laporan Akhir Penelitian. Tidak dipublikasikan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2001. Atlas Arahan Tata Ruang Pertanian Nasional skala 1:1.000.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Raghavendra AS, Gonugunta VK, Christmann A, Grill E. 2010. ABA perception and signalling. Trends Plant Sci. 15: 395–401.

Rahmawati S. 2012. Transformasi Genetika Padi dengan Perantara Rhizobium dan Agrobacterium dan Analisis Peranan Gen Oshox6 [Disertasi]. Doktor Sekolah Pascasarjana IPB. 107pp.

Rajendrakumar CSV, Suryanarayana T, Reddy AR. 1997. DNA helix destabilization by proline and betaine: possible role in the salinity tolerance process. FEBS Letters, 410: 201–5.

Ramagosa I, Fox PN. 1993. Genotype x environment interaction and adaptation. In Hayaward MD, Bosemark NO, and Ramagosa I (eds). Plant Breeding Principles and Prospect. Chapman and Hall, London. pp. 373–390.

Page 210: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

194

Ramanjulu S, Bartels D. 2002. Drought-and desiccation-induced modulation of gene expression inplant. Plant Cell Environ. 25:141–151.

Rao IM, Friesen DK, Osaki M. 1999. Plant Adaptation to Phosphorous-Limited Tropical Soil. In Pessarakli M (ed). Handbook of Plant and Crop Stress. New York: Marcel Dekker. P:61–81.

Rao IM, Terry N. 1989. Leaf phosphate status, photosynthesis, and and carbon partitioning in sugar beet. I. Change in growth, gas exchange, and calvin cycle enzyme. Plant Physiol. 90: 814–819.

Rengel Z, Robinson DL. 1989. Competitive Al3+ inhibition of net Mg2+ uptake by Lolium multiflorum roots. I. Kinetics. Plant Physiol. 91:1407–1413.

Reynold MP, Trethowan RM, van Ginkel M, Rajaram S. 2001. Application of Physiology in Wheat Breeding. Mexico: CIMMYT Wheat Program.

Reynold MP, Rubeena, Trethowan R. 2004. Using “smart” physiological-trait based crossing strategies to accumulate drought-adaptive genes. Proceedings of the Rockefeller Workshop on Molecular Approaches for Improving Drought Tolerance, 24–28th May 2004, Cuernavaca, Mexico.

Rhue RD, Grogan CO. 1977. Screening corn for Al tolerance using different Ca and Mg concentrations. Agron.J. 69:755–760.

Ribaut JM, Jiang C, Gonzalez de Leon D, Edmeades GO, and Hoisington DA. 1997. Identification of quantitative trait loci under drought conditions in tropical maize. 2. Yield components and marker-assisted selection strategies. Theor. Appl. Genet. 94:887–896.

Ribaut JM, Banziger M, Betran J, Jiang C, Edmeades GO, Dreher K, Hoisington D. 2002. In‘Quantitative Genetics, Genomics, and Plant Breeding’. (Ed. M.S. Kang), pp. 85–99. CABI Publishing, Wallingford.

Ribaut JM, Hoisington D, Banziger M, Setter T, Edmeades G. 2004. In ‘Physiology and Biotechnology Integration for Plant Breeding’. (Eds. Nguyen HT, Blum A), pp. 571–609. Marcel Dekker, Inc., New York.

Richards RA. 1997. Defining selection criteria to improve yield under drought. In Belhassen (ed). Drought Tolerance in Higher Plants. Genetical, physiological and molecular biology analysis. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht. 104p. pp 79–88

Richards RA. 2000. Selectable traits to increase crop photosynthesis and yield of grain crops. J. Exp. Bot. 51, 447–458.

Page 211: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

195

Daftar Pustaka

Rivero RM, Ruiz JM, Garcia PC, Lopez-Lefebre LR, Sanchez E, Romero L. 2001. Resistance to cold and heat stress: accumulation of phenolic compounds in tomato and watermelon plants. Plant Sci. 160: 315–321.

Roberts JKM. 2002. Proteomics and a future generation of plant molecular biologists. Plant Mol. Biol. 48:143–154.

Roechan S, Sudarman O. 1982. Nutrient status of the rice plant in a red yellow podzolic soil after rhree succesive seasons of phosphate application. Penelitian Pertanian. 2(1): 30–33.

Rodriguez-Navarro A. 2000. Potassium transport in fungy and plants. Biochem-Biophysiol Acta. 1469:1–30.

Roghothama KG. 1999. Phosphate Acquisition. Annual Review of Plant Physiology and Plant Molecular Biology. 50:665–693.

Römheld V, Nikolic M. 2007. Iron (Chapter 11). In: Handbook of Plant Nutrition, Barker AV, Pilbeam DJ (Eds.), pp. 329–350. CRC Press: Taylor & Francis Group, Boca Raton. ISBN: 0824759044.

Rusdiansyah. 2002. Introgresi Sifat-Sifat Agronomi dari Spesies Padi Liar serta Studi Pewarisan Sifat Ketenggangan Aluminium dan Ketahanan Penyakit Blas Daun pada Populasi Keturunan Silangbalik Oryza glumaepatula [Disertasi]. Doktor Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Ryan PR, Shaff JE, Kochian. 1992. Aluminum toxicity in roots. Correlation among ionic currents, ion fluxes, and root elongation in aluminum-sensitive and aluminum tolerant wheat cultivars. Plant Physiol. 99:1193–1200.

Ryan PR, Delhaize E, Randall PJ. 1995. Malate efflux from root apices: evidence for a general mechanism of Al-tolerance in wheat. Aust J Plant Physiol. 22:531–536.

Ryan PR, Delhaize E, Jones DL. 2001. Function and mechanism of organic anion exudation from plant roots. Annu Rev Plant Physiol Plant Mol Biol. 52: 527–560.

Sairam RK, Tyagi A. 2004. Physiology and molecular biology of salinity stress tolerance in plants. Curr. Sci. 86: 407–421.

Sakamoto A, Murata N. 2002. The role of glycine betaine in the protection of plants from stress: clues from transgenic plants. Plant Cell Environ. 25:163–171.

Page 212: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

196

Sakamoto T, Matsuoka M. 2004. Generating high-yielding varieties by genetic manipulation of plant architecture. Curr. Opin. Biotech. 15: 144–147.

Sangwan V, Dhindsa RS. 2002. In vivo and in vitro activation of temperature responsive plant map kinases. FEBS Lett. 531: 561–564.

Salisbury FB, Ross CW. 1992. Plant Physiology. Wadsworth Pub. Co. 540p.

Salvucci ME, Ogren WL. 1996. The mechanism of rubisco activase : insight from studies of the properties and the structure of the enzyme. Photosyn Res. 47:1–11.

Salvucci ME, Crafts-Brandner SJ. 2004. Inhibition of photosynthesis by heat stress: the activation state of Rubisco as a limiting factor in photosynthesis. Physiol. Plant. 120: 179–186.

Samac DA, Tesfaye M. 2003. Plant improvement for tolerance to aluminium in acid soils – a review. Plant Cell, Tissue and Organ Culture. 75:189–207.

Sanchez PA, Uehara G. 1980. Management consideration for acid soils with high phosphorus fixation capacity. Dalam Khasawneh FE, Sample EC and Kamprath EJ (eds.). The Role of Phosphorus in Agriculture. ASA, CSSA, SSSA. Madison, WI: 471–514.

Sang Y, Xheng S, Li W, Huang B, Wang X. 2001. Regulation of plant water loss by manipulating the expression of phospholipase Da. Plant J. 28: 135–144.

Santosa E, Sopandie D, Chozin MA, Harran S. 2000. Adaptasi fisiologi tanaman padi gogo terhadap naungan: Konduktansi stomata, laju pertukaran karbon, dan respirasi. Comm.Ag. 6(1):1–8.

Sato S, Kamiyama M, Iwata T, Makita N, Furukawa H, Ikeda H. 2006. Moderate increase of mean daily temperature adversely affects fruit set of Lycopersicon esculentum by disrupting specific physiological processes in male reproductive development. Ann. Bot. 97: 731–738.

Savchenko GE, Klyuchareva EA, Abrabchik LM, Serdyuchenko EV. 2002. Effect of periodic heat shock on the membrane system of etioplasts. Russ. J. Plant Physiol. 49: 349–359.

Saxena NP and O’Toole JC. 2002. Field screening for drought tolerance in crop plants with emphasis on rice. International Workshop on Field Screening for drought Tolerance in Rice, ICRISAT, Patancheru, India.

Page 213: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

197

Daftar Pustaka

Seaman J. 2004. Mechanisms of salt tolerance in halophytes: can crop plants resistance to salinity be improved? (www.google.com. 8 Agustus 2006)

Sekhar K, Bpriyanka, Reddy VD, Rao KV. 2010. Isolation and characterization of a pigeonpea cyclophilin (CcCYP) gene, and its over-expression in Arabidopsis confers multiple abiotic stress tolerance. Plant Cell Environ. 33: 1324–1338.

Seki M, Narusaka M, Ishida J, Nanji T, Fujita M et al. 2002. Monitoring the expression profiles of 7000Arabidopsis genes under drought and cold stresses using full-lenght c DNA microarray. Plant Cell. 1: 61–72.

Senioniti E, Manetos Y, Gavales NA.1986. Co-operative effects of light and temperature on the activity of phosphoenolpyruvate carboxylase from Amaranthus paniculatus. Plant Physiol. 82:518–522.

Sharkey TD. 2005. Effects of moderate heat stress on photosynthesis: importance of thylakoid reactions, rubisco deactivation, reactive oxygen species, and thermotolerance provided by isoprene. Plant Cell Environ. 28: 269–277.

Sharma-Natu P and Ghildiyal MC. 2005. Potential targets for improving photosynthesis and crop yield. Current Scie. 88: 1918–1928.

Shimizu. 2004. Estimating hydration changes upon biomolecular reactions from osmotic stress, high pressure, and preferential hydration experiments. PNAS. 101:1195–1199.

Shinozaki K, Yamaguchi-Shinozaki K. 2000. Molecular responses to dehydration and low temperature: Differences and cross-talk between two stress signaling pathways. Curr.Opin.Plant Biol. 3: 217–223.

Shinozaki K, Yamaguchi-Shinozaki K. 2007. Gene network involved in drought stress response and tolerance. J. Exp. Bot. 58: 221–227.

Siedlecka A, Tukendorf A, Skőrzyńska-Polit E, Maksymiec W, Wǒjcik M, Baszyński T, Krupa Z. 2001. Angiosperms (Asteraceae, Convolvulaceae, Fabaceae and Poaceae; other than Brassicaceae). In Prasad MNV (ed). Metals in the Environment Analysis by Biodiversity. Marcel Dekker.

Silva IR, Smyth TJ, Raper CD, Carter TE, Rufty TW. 2001. Differential aluminum tolerance in soybean: An evaluation of the role of organic acids. Physiol Plant. 112:200–210.

Page 214: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

198

Sinclair TR, Purcell LC. 2005. Is a physiological perspective relevant in a ‘genocentric’ age?. Journal of Experimental Botany. 56: 2777–2782.

Sionit N, Hellmers H, Strain BR. 1980. Growth and yield of wheat under CO2 enrichment and water stress. Crop Sci. 20:687–690.

Slafer GA, Araus JL, Richards RA. 1999. Physiological traits that increase the yield potential of wheat. In Wheat: Ecology and Physiology of Yield Determination (eds Satorre EH, Slafer GA), The Haworth Press Inc., New York, pp. 379–415.

Sloane RJ, Patterson RP, Carter TRJr. 1990. Field drought tolerance of a soybean plant introduction. Crop Sci. 30:118–123.

Smith FW. 2000. Molecular biology of nutrient transporters in plant membranes. Dalam Mineral Nutrition of Crops (Rengel Z, ed). Food Poduct Press. New York. 67–83.

Snowden RED, Wheeler BD. 1993. Iron toxicity to fen plant species. J. Ecol. 81: 35–46.

Sofyan A, Adimihardja A. 2001. Rasionalisasi pemupukan padi sawah menggunakan peta status hara P dan K. Laporan Akhir Bagian Proyek Penelitian Sumberdaya Lahan dan Agroklimat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat.

Soil Survey Staff. 1996. Keys to Soil Taxonomy. 7th ed. Washington DC: NSCS-USDA.

Sombroek WG, Gommes R. 1998. The climate change – agricultural conundrum. In: Bazzaz F, Sombroek W (eds) Global climate change and agricultural production. Wiley, New York, pp 1–14.

Sopandie D. 1990. Studies on Plant Responses to Salt Stress [PhD Thesis]. The Graduate School of Natural Science and Technology, Okayama University, Japan.

Sopandie D, Moritsugu M, Kawasaki T. 1990a. Interactions between Ca2+, Na+ and K+ in Salicornia virginica and barley roots under saline condition: Multi-compartment Transport Box Experiment. Soil Sci. Plant Nutr. 36:65–71.

Sopandie D, Kawasaki T, Moritsugu M. 1990b. Effects of metabolic inhibitors on Na+-stimulated K+ uptake in Salicornia virginica roots: Possibility of metabolic coupling of the transport. Soil Sci. Plant Nutr. 36:519–522.

Page 215: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

199

Daftar Pustaka

Sopandie D, Takeda K, Moritsugu M, Kawasaki T. 1993. Selection for high salt tolerant cultivars in barley. Bull. Res. Bioresour. Okayama Univ. 1:113–129.

Sopandie D, Moritsugu M, Kawasaki T. 1995a. Effect of calcium on the growth and ion uptake in NaCl-stressed plants. Bul Agron. 23:42–55.

Sopandie D, Kawasaki T, Moritsugu M. 1995b. Effect of calcium on the growth and ion uptake in NaCl-stresses plants. Bul. Agron. 23(1):42–55.

Sopandie D, Jusuf M, Hamim, Supijatno. 1995c. Fisiologi dan genetik daya adaptasi kedelai terhadap cekaman kekeringan dan pH rendah dengan Al tinggi. Seminar Riset Unggulan Terpadu, 5–7 Januari 1995, Serpong.

Sopandie D, Jusuf M, Anwar S, Supijatno. 1996a. Physiological basis of differential aluminum tolerance in soybean genotypes. International Workshops of Soybean Production, BPPT; August 6–7, Jakarta, Indonesia.

Sopandie D, Hamim, Jusuf M, Heryani N. 1996b. Toleransi tanaman kedelai terhadap cekaman air: akumulasi prolin dan asam absisik dan hubungannya dengan potensial osmotik daun dan penyesuaian osmotik. Bul.Agronomi. 24(1):6–9.

Sopandie D, Hamim, Jusuf M, Heryani N. 1996c. Toleransi kedelai terhadap cekaman kekeringan: Akumulasi prolin dan asam absisik dan hubungannya dengan potensial osmotik daun dan penyesuaian osmotik. Bul. Agron. 24(1):9–14.

Sopandie D. 1997. Toleransi kedelai terhadap alumunium: I. Deteksi visual toleransi dengan metode pewarnaan hematoxylin. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta, IPB.

Sopandie D, Jusuf M, Supijatno. 1997. Genotypic differential of aluminum tolerance in soybean. International Symposium of Plant Responses to Ionic Stress: Aluminum and other Ions. September 19–20, Kurashiki, JAPAN.

Sopandie D. 1999. Genotypic differential of aluminum tolerance in soybean related to organic acid exudation and nitrate metabolism. Comm Ag. 5(1)13–20.

Sopandie D, Jusuf M, Anwar S, Supijatno. 2000a. Physiological basis of differential aluminum tolerance in soybean genotypes. Proceeding Seminar of Biotechnology of Soybean Tolerance to Acid Soil, Germany-Indonesia Research Cooperation (BTIG Project), BPPT, Jakarta 2000.

Page 216: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

200

Sopandie D, Jusuf M, Aisah S. 2000b. Toleransi terhadap aluminium pada akar kedelai: Deteksi visual penetrasi aluminium dengan pewarnaan hematoksilin. Comm. Ag. 6(1):1–8.

Sopandie D, Jusuf M, Setyono D. 2000c. Adaptasi kedelai (Glycine max Merr.) terhadap cekaman pH rendah dan aluminium: Analisa pertumbuhan akar. Comm. Ag. 4(2):62–68.

Sopandie D, Khumaida N, Elfarisna, Takano T. 2001a. Shading tolerance in upland rice. Workshop on Cooperative Research on “Studies on Sustainable Utilization of botanical Resources in Arable Lands”. Bogor Agricultural University, Bogor, May 22, 2001.

Sopandie D, Khumaida N, Takano T. 2001b. Adaptasi kedelai terhadap cekaman naungan: Ekspresi gen fotosintetik pada beberapa genotipe kedelai toleran. Simposium Pemuliaan Tanaman Lingkungan Spesifik, Cekaman Abiotik dan Biotik. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta-IPB. Auditorium Rektorat, IPB, 24–25 April 2001.

Sopandie D, Chozin M A, Khumaida N, Takano T. 2001c. Differential shading tolerance of upland rice genotypes related to morphophysiological responses, rubisco activity and its genes in soybean genotypes. Proceeding of the 1st Seminar on “Toward Harmonization between Development and Environmental Conservation in Biological Production”, The University of Tokyo, Japan, February 21–23, 2001.

Sopandie D, Sulistyono E, Handayani T, Jufri A. 2002a. Toleransi kedelai terhadap naungan: Evaluasi lapang dan identifikasi respon morfofisiologi. 2002. Seminar PERAGI, Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB, 29–30 Oktober 2002.

Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Khumaida N. 2002b Fisiologi dan genetik toleransi kedelai terhadap naungan. Seminar PERIPI, Jogjakarta 22–24 Februari, 2002.

Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Handayani T, Djufri, Takano T. 2003a. Adaptability of soybean to shade stress:Identification of morphophysiological responses. Proceedings of the 2nd Seminar on “Toward Harmonization between Development and Environmental Conservation in Biological Production” , The University of Tokyo, Japan, February 15–26, 2003.

Page 217: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

201

Daftar Pustaka

Sopandie D, Jusuf M, Marzuki I. 2003b. Aluminum tolerance in soybean: protein profiles and accumulation of aluminum in roots. Hayati. 10(1):15–20.

Sopandie D, Chozin MA, Sastrosumarjo S, Juhaeti T, Sahardi. 2003c. Toleransi terhadap naungan pada padi gogo. Hayati. 10:71–75.

Sopandie D, Khumaida, Yahya S. 2004a. Pemberdayaan Aspek Fisiologi Fotosintesis Tanaman Padi dalam Upaya Peningkatan Produksi. Seminar IPTEK Padi, Pekan Padi Nasional II, Sukamandi, 16 Juli 2004.

Sopandie D, Khumaida N, Trikoesoemanintyas. 2004b. Development of soybean as intercrop: Physiology, Breeding and Molecular Genetic Studies on Shade Tolerance. Scientific Lecture at Asian Natural Environment Science Center (ANESC), The University of Tokyo, February 22–26, 2004.

Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Khumaida N, Sobir. 2004c. Physiology, Breeding and Moleculer Genetic Studies on Shade Tolerance in Soybean. Procceding of the 3rd Seminar on “Toward Harmonization between Development and Environmental Conservation in Biological Production”. Serang, Banten, December 3–5, 2004.

Sopandie D, Trikosoemaningtyas, Khumaida N. 2005a. Fisiologi, Genetik dan Molekuler Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah: Pengembangan Varietas Unggul Kedelai sebagai Tanaman Sela. Laporan II Hibah Penelitian Tim Pascasarjana. DIKTI. Angkatan II.

Sopandie D, Khumaida N, Kisman, Takano T. 2005b. Adaptability of soybean to shade stress: Cloning and identification of a full-length cDNA clone encoding the photosystem I sub unit. The 10th International Congress of SABRAO (The Society for The Advancement of Breeding Researchers in Asia and Oceania), Tsukuba, Japan, August 22–23, 2005.

Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Khumaida. 2005c. Development of upland rice as intercrop: Physiology, Breeding and Moleculer Genetic Studies on Shade Tolerance. Scientific Lecture at Rural Development Administration, Departement of Agriculture, Pusan, Korea, April 14, 2005.

Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Khumaida N. 2005d. Fisiologi Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah: Efisiensi penggunaan Cahaya pada Genotipe Toleran. Seminar Hasil-Hasil Penelitian Fakultas Pertanian IPB, September 21–22.

Page 218: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

202

Sopandie D. 2006. Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Pangan di Lahan Marjinal. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman, 16 September 2006. Fakultas Pertanian IPB.

Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Khumaida N. 2006. Fisiologi, Genetik dan Molekuler Adaptasi Kedelai terhadap Intensitas Cahaya Rendah: Pengembangan Varietas Unggul Kedelai sebagai Tanaman Sela. Laporan Akhir Penelitian Hibah Tim Pascasarjana. LPPM IPB.

Sopandie D, Trikoesoemaningtyas. 2011. Pengembangan Tanaman Sela di Bawah Tegakan Tanaman Tahunan. Iptek Tananaman Pangan. 6(2):168–182.

Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Ardie SW. 2012. Pengembangan Sorgum (Sorgum bicolor (L.) Moench) Toleran Defisiensi Fosfor di Lahan Kering Bertanah Masam: Fisiologi, Genetika Molekuler dan Pemuliaan. Laporan Tahun I Hibah Penelitian Pascasarjana. LPPM- IPB.

Soverda N. 2002. Karakteristik fisiologi fotosintetik dan pewarisan sifat toleran naungan pada padi gogo [Disertasi]. Doktor Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Stott PA, Tett SFB, Jones GS, Allen MR, Mitchell JFB, Jenkins G. 2000. External control of 20th century temperature by natural and anthropogenic forcing. Science. 290:2133–2137.

Su HD, Zhao GC, Bohnet HJ. 2002. The expression of HAK-type K transporter in regulated in response to salinity stress in common ice plant. Plant Physiol. 129: 1482–1493.

Subagyo H. 2006. Lahan Rawa Pasang Surut. Di dalam: Ardi et al. (ed). Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Sudarmo. 2004. Perubahan Sifat-sifat Bahan Sulfidik Akibat Pengeringan dan Pencucian serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Air Cucian [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Sulistyono E, Sopandie D, Chozin MA, Suwarno. 1999. Adaptasi padi gogo terhadap naungan: Pendekatan morfologi dan fisiologi. Comm.Ag. 4(2):1–7.

Sumarno. 2005. Analisis Ketersediaan sumberdaya pertanian untuk ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan. Ceramah untuk bahan pemikiran prospektif 10–15 tahun ke depan. Seminar Pertanian Umum, IPB Bogor 8 Juni 2005.

Page 219: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

203

Daftar Pustaka

Sumner ME, Noble AD. 2003. Soil Acidification: The World Story. In: Rengel Z (ed). Handbook of Soil Acidity. Marcel Dekker.

Sung D-Y, Kaflan F, Lee K-J, Guy CL. 2003. Acquired tolerance to temperature extreme. Trends Plant Sci. 8(4):179–187.

Supijatno, Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, Lontoh AP, Idris K. 2005. Fisiologi dan pemuliaan padi gogo untuk toleransi ganda terhadap kondisi biotik lahan kering di bawah naungan. Laporan Akhir Hibah Bersaing X, DIKTI. Jakarta

Suwarno, Lubis E. 1995. Uji daya hasil dan adaptasi galur harapan padi gogo di wilayah perkebunan. Balittan, Bogor.

Suwarno, Toha HM, Ismail BP. 2004. Ketersediaan teknologi dan peluang pengembangan padi gogo. Makalah disampaikan dalam Seminar IPTEK Pekan Padi Nasional-II, Sukamandi, 16 Juli 2004. Balibangtan Puslitbangtan Pangan, Balitan Padi.

Suriadikarta DA, Setyorini D. 2006. Teknologi Pengelolaan Lahan Sulfat Masam. Kartakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Di dalam: Suriadikarta DS et al. (ed). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Suriadikarta DA. 2009. Pembelajaran dari Kegagalan Penanganan Kawasan PLG Sejuta Hektar Menuju Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan. Pengembangan Inovasi Pertanian. 4:229–242.

Swasono FDH. 2006. Peranan Mikoriza Arbuskula dalam Mekanisme Adaptasi Beberapa Varietas Bawang Merah Terhadap Cekaman Kekeringan Di Tanah Pasir Pantai [Disertasi]. Doktor Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Swasti E. 2004. Fisiologi dan Pewarisan Sifat Efisiensi Fosfor pada Padi Gogo dalam Keadaan Tercekam Aluminium [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Syafruddin, Sopandie D, Trikoesoemaningtyas. 2006. Ketenggangan genotype jagung terhadap cekaman aluminium. Bul Agron. 34(1):1–10.

Syarif AA. 2005. Adaptasi dan Ketenggangan Genotipe Padi Terhadap Defisiensi Fosfor Di Tanah Sawah. Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Page 220: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

204

Syarif AA, Trikoesoemaningtyas, Sopandie D. 2005. Adaptasi dan Ketenggangan Genotipe Padi Terhadap Defisiensi Fosfor Di Tanah Sawah. Makalah Seminar, Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Taiz L, Zeiger E. 1998. Plant Physiology. 1st Edn. Massachusetts. London: Sinauer Association Inc.

Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology. California: The Benjamin/Cummings Pub. Co., Inc.

Takano T, Khumaida N, Sopandie D. 2003. Adaptability of soybean to shade stress:Screening and identification of shading relatedgenes in the young leaves of soybean genotypes using differential display. Proceedings of the 2nd Seminar on “Toward Harmonization between Development and Environmental Conservation in Biological Production” , The University of Tokyo, Japan, February 15–26, 2003.

Tanaka A, Yoshida S. 1972. Nutritional disorders of the rice plant in Asia: Their method of identification in Rice and Problem Soils in South and Southeast Asia. The IRRI, Los Banos, The Phillippines, pp. 1–51.

Tanaka A. 1980. Physiological aspects of productivity in field crops. Symp.on Potential Productivity of Field Crops under Difference Environements. IRRI, Los Banos, Philippines pp. 61–80.

Tanaka A and Hayakawa Y. 1975. Comparison of tolerance to soil acidity among crop plants. II. Tlerance to high levels of aluminium and manganese. J.Sci. Soil Manure, Jpn. 46:19–25.

Tang C, Rengel Z, Abrecht D, and Tennant D. 2002. Aluminium-tolerant wheat uses more water and yields higher than aluminium-sensitive one on a sandy soil with subsurface acidity. Field Crop Research. 78:93–103.

Tardieu F, 1997. Drought perception by plants. Do cells of droughted plants experience water stress? In Belhassen (ed). Drought Tolerance in Higher Plants. Genetical, physiological and molecular biology analysis. Kluwer Academic Publishers. Dordrecht. pp 15–26

Tardieu F, Muller B, Reymond M, Saduk W, Simonneay TH. 2004. Controls of leaf growth and stomatal conductance under water deficit: Combining genetic and ecophysiological analyses. CIMMYT/Drought/Rockefeller Foundation Workshop 2004.

Page 221: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

205

Daftar Pustaka

Taylor GJ. 1988. The physiology of aluminum phytotoxicity. In ‘Metal Ions in Biological Systems’. Sigel H and Sigel A (eds.). Vol 24, pp 123–163. Marcel Dekker Inc. New York.

Taylor GJ. 1991. Current views of the aluminium stress response; the physiological basis of tolerance. Curr Topics Plant Biochem Physiol. 10:57–93.

Tesfaye M, Temple SJ, Allan DL, Vance CP, Samac DA. 2001. Overexpression of malate dehydrogenase in transgenic alfalfa enhances organic acid synthesis and confers tolerance to aluminium. Plant Physiology .127:1836–1844.

The Arabidopsis Genome Initiative. 2000. Analysis of the genome sequence of the flowering plant Arabidopsis thaliana. Nature. 408:796–815.

Thomine S, Lanquar V. 2011. Iron Transport and Signaling in Plants. In: Geisler M, Venema K (ed). Transporters and Pumps in Plant Signaling, Signaling and Communication in Plants 7. Spinger-Verlag Berlin Heidelberg.

Thorne JH and Koller HR. 1974. Influence of assimilate demand on photosynthesis, diffusive resistance, translocation, and carbohydrate level of soybean leaves. Plant Physiol. 54: 201–207.

Tinker NA. 2002. Why quantitative geneticists should care about bioinformatics. In: Kang, M.S. (Ed.), Quantitative Genetics, Genomics and Plant Breeding, CABI, Wallingford, pp. 33–44.

Tisdale SL, Nelson Wl, Beaton JD. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. New York: Macmillan Publishing.

Trikoesoemaningtyas, Sopandie D, Aswidinnoor, Sutjahjo S H, Tjitrosemito S, Takano T. 2001. Physiology and inheritance of potassium efficiency under aluminum stressed condition in upland rice. Proceeding of the 1st Seminar on “Toward Harmonization between Development and Environmental Conservation in Biological Production”, The University of Tokyo, Japan, February 21–23, 2001.

Trikoesoemaningtyas. 2002. Fisiologi dan Pewarisan Sifat Efisiensi Kalium dalam Keadaan Tercekam Aluminium pada Padi Gogo (Oryza sativa L.). Disertasi Doktor Program Pascasarjana IPB, Bogor.

Page 222: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

206

Trikoesoemaningtyas, Sopandie D. 2002. Genetika dan Pewarisan Sifat Toleransi terhadap Naungan pada Kedelai. Seminar PERAGI, Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB, 29–30 Oktober 2002.

Trikoesoemaningtyas, Sopandie D, Takano T. 2003. Genetic and breeding of soybean for adaptation to shade stress. Proceeding of the 2nd Seminar Toward Harmonization between Development and Environmental Conservation in Biological Production. Tokyo : Tokyo University, February 15–16, 2003.

Trikoesoemaningtyas, Wirnas D, Sopandie D, Takano T. 2004. Development of selection criteria for the selection of shade-tolerant soybean lines. Procceding of the 3rd Seminar on “Toward Harmonization between Development and Environmental Conservation in Biological Production”. Serang, Banten, December 3–5, 2004.

Trikoesoemaningtyas, Wirnas D, Sopandie D. 2005. Selection for low light intensity-tolerant soybean lines for intercropping. 10th International Congress of SABRAO. How to Utilize Crop Diversity for Productivity and Sustainability Breeding Science and Technology for the New Era. August 22–23, 2005. Tsukuba, Japan.

Trikoesoemaningtyas, Wirnas D, Sutjahyo SH, Saputra RI. 2006. Pembentukan indeks seleksi galur padi gogo toleran terhadap tanah masam dan berdaya hasil tinggi. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Bioteknologi dan pemuliaan Tanaman. Faperta IPB, 1–2 Agustus 2006.

Trikoesoemaningtyas, Wirnas D, Arsyad DM, Sopandie D. 2009. Aplikasi Marka Morfologi dan Molekuler dalam Pembentukan Varietas Kedelai Toleran. Laporan Akhir Penelitian KKP3T, Departemen Pertanian.

Trikoesoemaningtyas, Sopandie D, Wirnas D. 2010. Pengembangan Sorgum Manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) untuk Bioetanol di Lahan Keriing Bertanah Masam: Fisiologi, Genetika dan Pemuliaan. Laporan Akhir Hibah Penelitian Pascasarjana. LPPM IPB.

Trikoesoemaningtyas, Sopandie D, Wirnas D. 2011. Soybean Improvement for Adaptation to Acid Soil and Drought. Laporan Akhir Hibah Penelitian I-MHERE B2C. LPPM IPB.

Umezawa T, Okamoto M, Kushiro T, Nambara E, Oono Y, Seki M, Kobayashi M, Koshiba T, Kamiya Y, Shinozaki K. 2006. CYP707A3, a major ABA 8′-hydroxylase involved in dehydration and rehydration response in Arabidopsis thaliana. The Plant Journal. 46:171–182.

Page 223: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

207

Daftar Pustaka

Uprety DC, Dwivedi N, Mohan R, Paswan G. 2001. Effect of elevated CO2 concentration on leaf structures of Brassica juncea under water stress. Biol Plant. 44:149–152.

Uprety DC, Dwivedi N, Jain V, Mohan R. 2002. Effect of elevated CO2 on the stomatal parameters of rice cultivars. Photosynthetica. 40:315–319.

Urao T, Yakubov B, Satoh R, Yamaguchi-Shinozaki K, Seki M, Hirayama T, Shinozaki K. 1999. A transmembrane hybrid-type histidine kinase in Arabidopsis functions as an osmosensor. Plant Cell. 11:1743–1754.

van Breemen N. 1976. Genesis and Solution Chemistry of Acid Sulfate Soils in Thailand. Dessertation. Center of Agricultural Publishing and Documentation. Wageningen.

van Breemen N. 1993. Environmental Aspects of Acid Sulphate Soil. hal 391–402. Di dalam: Dent DL, van Mensvoor MEF (ed). Selected paper oh the Ho Chi Minh City Symposium on Acid Sulphate Soils. Vietnam. March 1992.

von Uexkull HR, Mutert E. 1995. Global extent, development, and economic impact of acid soils. Plant and Soil. 171:1–115.

Versluos PE, Agarwal M, Katiyar-Agrawal S, Jian-Hua Zhu , and Jian-Kang Zhu. 2006. Methods and concepts in quantifying resistance to drought, salt and freezing that effect plant water stress. The Plant Journal. 42:523–539.

Vierling E. 1991. The role of heat shock proteins in plants. Annu. Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 42: 579–620.

Vogelman TC, Martin G. 1993. The fimetional significance of palisade tissue: penetration of directional versus diffuse light. Plant Cell Environ. 16:65–72.

Vu JCV, Baker JT, Pennanen AH, Allen LH Jr, Bowes G, Boote KJ. 1998. Elevated CO2 and water deficit effects on photosynthesis, ribulose bisphosphate carboxylaseoxygenase, and carbohydrate metabolism in rice. Physiol Plant. 103:327–339.

Vu JCV, Gesch RW, Pennanen AH, Allen LHJ, Boote KJ, Bowes G. 2001. Soybean photosynthesis, Rubisco and carbohydrate enzymes function at supra-optimal temperatures in elevated CO2. J. Plant Physiol. 158: 295–307.

Page 224: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

208

Vukmirovic OG and Tilghman S. 2000. Exploring the genome space. Nature. 405: 820–822.

Wahid A, Shabbir A. 2005. Induction of heat stress tolerance in barley seedlings by pre-sowing seed treatment with glycinebetaine. Plant Growth Reg. 46: 133–141.

Wahid A, Ghazanfar A. 2006. Possible involvement of some secondary metabolites in salt tolerance of sugarcane. J. Plant Physiol. 163: 723–730.

Wahid A, Close TJ. 2007. Expression of dehydrins under heat stress and their relationship with water relations of sugarcane leaves. Biol. Plant. 51: 104–109.

Wahid A, Gelani S, Ashraf M, Foolad MR. 2007. Heat tolerance in plants: An Overview. Env. Exp Bot. 61(3):199–223.

Wang WX, Vinocur B, Shoseyov O, Altman A. 2004. Role of plant heat-shock proteins and molecular chaperones in the abiotic stress response. Trends Plant Sci. 9: 244–252.

Warren DM. 1991. Using Indigenous Knowledge in Facilitating the Agricultural Extension Process. Paper Presented at International Workshops on Agricultural Knowledge Systems and the Role of Extension. Germany, May 21–24, 1991.

Wasaki J, Takuya Y, Takuro S, Mitsuru O. 2003. Secreted Acid Phosphatase is Expressed in Cluster Roots of Lupin in Response to Phosphorus Deficiency. Plant and Soil. 248: 129–136.

Watanabe T, Osaki M. 2002a. Mechanisms of adaptation to high aluminum condition in native plant species growing in acid soils: A review. Commun Soil SciPlant Anall. 33: 1247–1260.

Watanabe T, Osaki M. 2002b. Role of organic acids in aluminum accumulation and plant growth in Melastoma malabathricum. Tree Physiol. 22:785–792.

Watanabe T, Misawa S, Hiradate S, Osaki M. 2008. Root mucilage enhanced aluminum accumulation in Melastome malabathricum, an aluminum accumulator. Plant Sign & Behav. 3(8):603–605.

Page 225: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

209

Daftar Pustaka

Widjaja-Adhi IPG, Nugroho K, Ardi DS, Karama AS. 1992. Sumberdaya Lahan Pasang Surut, Rawa dan Pantai: Potensi, Keterbatasan dan Pemanfaatan. Makalah utama Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa. Bogor.

Widjaja-Adhi IPG. 1995. Potensi, Peluang dan Kendala Perluasan Areal Pertanian di Lahan Rawa Kalimantan dan Irian Jaya. Seminar Perluasan Areal Pertanian di KTI. Serpong 7–8 November 1995

Wirnas D, Makmur A, Sopandie D, Aswidinnoor H. 2002. Evaluasi ketenggangan galur padi gogo terhadap cekaman aluminium dan efisiensi penggunaan hara kalium. Bul. Agron. 30(2):39–44.

Wissemeier AH, Diening A, Hergenroder A, Horst WJ, and Mix-Wagner G. 1992. Calloose formation as parameter for assessing genotypical plant tolerance of aluminium and manganese. Plant Soil. 146:67–75.

Wissuwa M and Ae N. 2001. Further characterization of two QTLs that increase phosphorus uptake of rice (Oryza sativa L.) under phosphorus deficiency. Plant and Soil. 237: 275–286.

Xu S, Li J, Zhang X, Wei H, Cui L. 2006. Effects of heat acclimation pretreatment on changes of membrane lipid peroxidation, antioxidant metabolites, and ultrastructure of chloroplasts in two cool-season turfgrass species under heat stress. Environ. Exp. Bot. 56: 274–285.

Yamada M, Hidaka T, Fukamachi H. 1996. Heat tolerance in leaves of tropical fruit crops as measured by chlorophyll fluorescence. Sci. Hortic. 67: 39–48.

Yamane Y, Kashino Y, Koike H, Satoh K. 1998. Effects of high temperatures on the photosynthetic systems in spinach: oxygen-evolving activities, fluorescence characteristics and the denaturation process. Photosynth. Res. 57: 51–59.

Yamasato A, Nagata N, Tanaka R, Tanaka A, 2005. The N-Terminal Domain of Chlorophyllide a Oxygenase Confers Protein Instability in Response to Chlorophyll b Accumulation in Arabidopsis. The Plant Cell. 17:1585–1597.

Yamauchi M. 1989. Rice bronzing in Nigeria caused by nutrient imbalances and its control by potassium sulfate application. Plant Soil. 117:275–286.

Page 226: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Daftar Pustaka

210

Yan F, Zhu Y, Muller C, Zorb C, Schubert S. 2002. Adaptation of H+-Pumping and Plasma Membrane H+-ATPase Activity in Proteoid Roots of White Lupin under Phosphate Deficiency1. Plant Physiology. 129:50–63.

Yang ZM, Sivaguru M, Horst WJ, Matsumoto H. 2000. Aluminum tolerance is achieved by exudation oc citric acid from roots of soybean (Glycine max). Physiol. Plantarum. 110(1):72–77.

Yeo AR. 1994. Physiological Criteria in Screening and Breeding. Di dalam Yeo AR, Howers TJ, editor. Soil Mineral Stresses: Approach to Crop Improvement. Berlin: Springer -Verlag.

Ying J, Peng S, He Q, Yang H, Yang C, Visperas RM, Cassman KG. 1998. Comparison of high yield rice in tropical and sub-tropical environments. I. Determinants of grain and dry matter yields. Field Crops Res. 57:71–84.

Young KJ, Long SP. 2000. Crop ecosystem responses to climatic change: maize and sorghum. In: Reddy KR, Hodges HF (eds) Climate change and global crop productivity. CAB International, London, pp 107–131.

Yu HN, Liu P, Wang ZY, Chen WR, Xu GD. 2011. The Effect of Aluminum Treatment on the Root Growth and Cell Ultrasctructure of Two Soybean Genotypes. Crop Protection. 30: 323–328.

Yu J. 2002. A draft sequence of the rice genome (Oryza sativa L. ssp indica). Science. 296:79–92.

Zeng L, Shannon MC, Grieve CM. 2002. Evaluation of salt tolerance in rice genotypes by multiple agronomic parameters. Euphytica. 127:235–245.

Zhang FS, Ma J, Cao YP. 1997. Phosphorus deficiency enhances root exudation of low-molecular weight organic acids and utilization of sparingly soluble inorganic phosphates by radish (Raghanus sativus L.) and rape (Brassica napus L.) plants. Plant and Soil. 196:261–264.

Zhang J, Nguyen HT, Blum A. 1999. Genetic analysis of osmotic adjusment in crop plants. Journal of Experimental Botany. 50: 291–302.

Zhang H, Blumwald E. 2001. Transgenic salt tolerant tomato plants accumulate salt in foliage but not in fruit. Nature Biotechnology. 19(8): 765–768.

Page 227: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

211

Daftar Pustaka

Zhang J-H, Huang W-D, Liu Y-P, Pan Q-H. 2005. Effects of temperature acclimation pretreatment on the ultrastructure of mesophyll cells in young grape plants (Vitis vinifera L. cv. Jingxiu) under cross-temperature stresses. J. Integr. Plant Biol. 47: 959–970.

Zhu JK. 2001. Cell signaling under salt, water, and cold stresses. Curr. Opin. Plant Biol. 4: 401–406.

Zhu JK. 2002. Salt and drought stress signal transduction in plants. Annu. Rev. Plant Biol. 53:247–273.

Zhu GY, Kinet JM, Lutts S. 2001. Characterization of rice (Oryza sativa L.) F3 populations selected for salt resistance. I. Physiological behaviour during vegetative growth. Euphytica. 121:251–263.

Zhu XG, Long SP, Ort DR. 2008. What is the maximum efficiency with which photosynthesis can convert into biomass? Curr. Opin. Biotechnol. 19: 153–159.

Page 228: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan
Page 229: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

AABA (absisic acid), 45, 49, 50, 51, 73, 75, 93, 154Adaptasi tanaman, 9, 15, 29, 34, 35, 36, 41, 43, 48, 49, 51, 54, 55, 63, 64,

69, 71, 72, 77, 89, 93, 103, 104, 105, 106, 107, 109, 113, 114, 116, 119, 135, 142, 147, 149, 161

Antioksidan, 54, 95, 99, 101(vitamin C dan E, glutathione, flavonoid, alkaloid, karotenoid, dan

poliamin), 54(katalase, SOD, peroksidase, dan metalotionein), 54

Antosianin, 32, 36, 94, 108Anther, 87, 89Antiport, 31, 75Apoplas (-mik), 12, 13, 21, 22, 31, 65, 122APX (ascorbate peroxidise), 95, 96Arabidopsis thaliana, 26, 38, 39, 41, 143Aparatus fotosintetik, 109, 110Asam sitrat, 23, 24, 27, 122, 162Asam malat, 23, 24, 122ASC, ascorbate, 96ADP (adenosine diphosphate), 30, 32ATP (adenosine triphosphate), 30, 31, 32, 41, 44, 75, 105Aquaporin (stress protecting proteins), 53Avoidance, 47, 48, 98, 106, 107, 125, 157

INDEKS

Page 230: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Indeks

214

BBarley (Hordeum vulgare L.), 14, 22, 26, 34, 37, 70, 71, 73, 75, 93, 97, 118,

122, 128, 150, 152, 157 Besi oksihidroksida, 29Binding sites, 13Biofilter rumput, 139Bioinformatika (analisis genomik;

transkriptomik, proteomik, metabolomik dan fenomik), 51, 144

Buckwheat, soba, sangat toleran Al, 21, 22, 23, 24, 27, 34

CCa2+-channel, 13Ca-dependent protein kinases (CDPK), 99, 100, 101Ca2+, mediator rantai konduksi sinyal, 9, 10, 21, 99, 100, 101Cekaman aluminium, 12, 21, 122

pengaruh cekaman Al, 12, 21toksisitas Al, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 17, 25, 26gejala keracunan Al, 15penghambatan perpanjangan akar, 11, 14, 15, 17, 21

penghambatan pembelahan sel (mitosis), 15kebocoran membran, 17efluks K+, 21

mekanisme toleransi, 21, 22mekanisme eksternal, 22, 24

selektivitas plasma membran, 22sekresi asam organik, 24 ekslusi Al, 22, 23, 24, 25imobilisasi Al, 22

mekanisme internal, 22, 26akumulasi protein spesifik, 22kompartementasi Al di vakuola, 22sintesis protein pengikat Al, 22

Page 231: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

215

Indeks

Cekaman defisiensi fosfor, 30mekanisme adaptasi, 35, 36, 41

morfologi akar, 36, 37peningkatan kinetika serapan, 36, 37eksudasi akar, 37, 38mobilisasi P, 37, 39efisiensi penggunaan, 35, 36, 39, 40

gen-gen yang berperan, 41remobilisasi P, 39 respons fisiologi, 30respons tanaman, 36

morfologi, fisiologi, biokimia, dan molekuler, 36tanaman toleran, 33

Cekaman kekeringan, 43, 44, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54respons biokimia, 45

penyesuaian osmotik, 46respons fisiologi, 44, 45

pertumbuhan dan fotosintesis, 44respons molekuler, 46

ekspresi gen, 44, 50, 51, 52early response genes, 46late response genes, 46

mekanisme adaptasi, 47, 48, 49, 54drought escape, 47dehydration avoidance, 47dehydration tolerance, 47drought recovery, 48

adaptasi fisiologi, 50 pengaturan potensial osmotik, 49 akumulasi prolin, 49 akumulasi Asam Absisik (ABA), 45, 49, 50, 51signal transduksi, 49, 51 ABA-dependent gene expression, 50 protein kinase, 50

Page 232: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Indeks

216

gen-gen terinduksi, 51 perlindungan sel, 51 mekanisme regulasi, 51 faktor transkripsi, 46, 51, 52 gen HD-Zip, 51, 52gen Oshox6, 52protein yang terinduksi, 52 LEA (late embryogenesis abundant protein), 46, 53 aquaporin (AQP), 53 HSP (heat shock protein), 53 polyubiquitin, 53cekaman oksidatif, 46, 54 ROS (O2

-, H2O2, HO-), 45, 46, 54 antioksidan, 54

Cekaman sulfat masam, 55dampak oksidasi pirit, 60toksisitas Al dan Fe, 62akagare/bronzing, 62, 63, 64cekaman oksidatif, 64mekanisme adaptasi, 63 peningkatan radikal bebas, 63 SOD, 64 kompartementasi Fe, 65, 68

Cekaman salinitas, 69, 71karakteristik lahan salin, 69ambang batas salinitas, 70mekanisme adaptasi, 71, 74, 75 kompartementasi garam, 72, 74 retranslokasi, 72 pertukaran K+/Na+, 72 sintesis solut kompatibel, 72 ekskresi garam, 72 efluks Na+, 74 menggugurkan daun-daun tua, 72

Page 233: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

217

Indeks

tingkat adaptasi, 71 respons tanaman, 73 adaptasi fisiologi, 74 adaptasi molekuler, 75

Cekaman suhu tinggi, 77, 82, 83, 84, 85, 86, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101batas suhu tinggi, 84, 85suhu letal, 85, 86, 100tanggap tanaman, 86, 100respons fisiologi, 89respons molekuler, 46, 95mekanisme toleransi, 98pencapaian termotoleran, 97, 100sensing dan signaling, 100

Cekaman intensitas cahaya rendah, 104, 111, 112tanaman yang adaptif, 104pertumbuhan tanaman, 104mekanisme adaptasi, 100, 107

anatomi dan morfologi, 106, 107, 108perubahan pigmen fotosintesis, 108perubahan kloroplas, 109perubahan klorofil, 110perubahan fisiologi dan biokimia, 111

Cendawan Mikoriza Arbuskula, CMA, 162Chaperone, 53, 91, 97, 98 Compatible solute, 49, 120

fructan, trehalose, polyol, poliamin, prolin, dan glisinbetain, 49 Coralloid, keracunan Al pada akar, 15CPDKs (Ca-dependent protein kinase), 50, 100Crop improvement (lihat: perbaikan tanaman), 114, 134, 160

DDefisiensi P, 22, 30, 32, 33, 34, 38, 39Defisit air, 44, 47, 49, 72, 81, 89Defisit cahaya, 106, 108DHA (dehydroascorbate), 96

Page 234: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Indeks

218

DHAR (dehydroascorbate reductase), 96DNA, Deoxyribonucleic acid, 15, 17, 30, 51, 64, 95, 128, 129, 143, 144,

145Denaturasi enzim, 82, 92Diseksi karakter, 122Disosiasi “oxygen evolving complex (OEC)”, 90Disosiasi “(Mn)-stabilizing 33-kDa protein”, 91

EEfluks, 17, 21, 36, 74Efisiensi penangkapan cahaya, 107, 108, 156Ekresi, 75Ekslusi, 22, 23, 24, 25, 72, 73, 75Eksudasi asam organik, 24, 37, 38Eksudasi fosfat, 24Eksudasi fosfor organik (mekanisme sekunder), 26 kompleks Al-P, 26Ekspresi ektopik transgen, 122Enzim fosfatase, 38Escape (cekaman), 44, 47, 48, 98 Etilen (C2H4), 93

FFd, ferredoxin, 96Fenilalanin amonia-liase (PAL), 93Fenolik (senyawa), 93, 94 (flavonoid dan fenilpropanoid), 93Fenologi, 47, 86, 87, 88, 98, 115Fisiologi klasik, 141, 142, 143, 145Fitase, 38, 39Foto-asimilasi NO3, 80Fotorespirasi, 92, 153, 154Fotosintesis, 30, 36, 44, 45, 46, 72, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 88, 90, 91, 92,

94, 98, 99, 103, 104, 106, 107, 108, 109, 111, 121, 131, 141, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156

Page 235: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

219

Indeks

Fruit set (pembentukan buah), 130, 131Fungsi P, 30

GGAP (good agriculture practices), 2Gradien pH (antara sitoplasma dan dinding sel), 31GR, glutathione reductase, 96Growth recovery (pemulihan pertumbuhan), 130

HHarvest index (HI), 142, 148, 149, 150 Heat shock, heat sress, 83 Heat shock protein, 53, 83, 96, 101Heat toleran index (HTI), 103, 130, 159Heritabilitas, 116, 120, 121, 124, 125, 126, 144, 156Hidrolisis ATP, 31H+-ATPase, 37, 76H+-Ppase, 76HSP70, 53, 97HYV (high yielding varieties), 148

IIndigenous microorganism (mikroorganisme endogen), 161, 163Intensitas cahaya rendah, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111,

112, 116, 124, 125, 126, 151, 156, 157, 158Inovasi teknologi pertanian, 137Ion channel, 24, 50IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), 82ITP (inositol triphosphate), 50

JJagung (Zea mays L.), 4, 7, 12, 13, 21, 22, 23, 24, 26, 33, 34, 37, 43, 65,

70, 71, 78, 81, 85, 86, 87, 92, 115, 122, 123, 132, 137, 139, 141, 142, 144, 145, 150, 152, 154, 156

Page 236: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Indeks

220

KKapasitas fiksasi (P) tinggi, 29Keragaman genetik, 114, 119, 123, 160 Kadar P larutan tanah, 31Karakter adaptasi, 116, 119, 120, 125, 156Karakter fisiologi, 116, 117, 119, 124, 156Karakter konstitutif, 119, 120Karakter pertumbuhan akar, 120Karotenoid (violaxanthin dan zeaxanthin), 54, 90, 94, 105Kedelai (Glycine max (L.) Merr.), 4, 7, 13, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23,

24, 25, 26, 34, 37, 43, 48, 65, 70, 71, 93, 97, 103, 104, 105, 108, 109, 110, 111, 112, 114, 116, 117, 118, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 128, 131, 134, 135, 136, 138, 145, 148, 157, 158, 162

Kerabat liar (wild type), 33, 115, 116, 131, 160, 161Klorofil, 32, 90, 95, 105, 109, 110, 152 Kloroplas, 32, 45, 54, 68, 80, 83, 88, 95, 97, 98, 99, 105, 108, 109, 110,

156Kompartementasi (ion), 22, 39, 40, 64, 65, 68, 72, 73, 74, 75, 93 Kriteria seleksi, 116, 117, 119, 120, 121, 125, 128, 130, 131, 141, 146, 156 Kriteria karakter untuk seleksi, 117

LLahan basah, 5, 6Lahan di bawah tegakan, 103Lahan kering, 5, 6, 7, 10, 43, 118, 135, 137, 138, 145, 150, 161 lahan kering dataran rendah, 5 Lahan sub-optimal, 3, 113, 114, 133, 141, 146, 148, 163, 164Lahan sulfat masam, 55, 56, 57, 60, 61, 62, 63, 138, 139Lanras (landraces), 2, 160LEA (Late embryogenesis abundant proteins), 46, 53, 98, 157lhcp (light harvest complex binding protein), 110Ligan pengkelat, 27 catechin, 27 asam fenol, 27

Page 237: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

221

Indeks

asam organik, 10, 22, 23, 24, 26, 27, 37, 38, 45, 119, 123, 136, 162Light Compensation Point (LCP), 108Lingkungan sub-optimum/sub-optimal, 113, 114

MMAPKs (mitogen activated protein kinase), 50, 99, 101Marka molekuler, 124, 125, 126, 127, 129, 132, 156 Marker Assisted Selection/MAS, 124, 126, 156Meiosis, 87Meristem apikal, 13, 15Metabolit sekunder, 93, 94, 95, 144Metode penapisan, 117Mikrokristalin aluminium, 29Mikroba tanah, 135, 161Mikrotubul (microtubules), 83

NNa+/H+ antiport, 75, 76Neraca pangan, 1Nodulasi (dihambat Al), 13

OOsmotic adjustment, 47, 48, 49, 74, 99Osmolit (hydrophylic highly soluble molecules), 46, 73, 74, 89, 90 (lihat compatible solute); osmoprotectant, 74, 98Oxisols, 29, 30Over-ekspresi gen, 123

PPadatan Total Terlarut (PTT), 35Padi (Oryza sativa L.), 3, 4, 6, 7, 15, 18, 19, 20, 21, 22, 26, 27, 30, 31, 32,

33, 34, 36, 39, 40, 41, 43, 47, 48, 49, 52, 57, 61, 62, 63, 65, 70, 71, 75, 78, 79, 81, 85, 103, 104, 105, 106, 108, 109, 110, 111, 112, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 128, 129, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 143, 144, 148, 150, 152, 154, 157, 159, 160, 161

Page 238: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Indeks

222

Padi gogo (Oryza sativa L.), 23, 27, 33, 39, 103, 104, 105, 106, 108, 109, 110, 111, 112, 114, 116, 117, 123, 134, 135, 137, 160, 161

PAR (panjang akar relatif ), 21, 118Partisi asimilat, 92, 133Penapisan genotipe, 116Pendekatan genosentrik, 141, 142, 143Peningkatan kadar CO2, 77, 78Penyerapan aktif (P), 31Perbaikan adaptasi tanaman, 114, 119, 147, 149Perbaikan produktivitas tanaman, 113, 147Perbaikan potensi hasil (yield potential), 114Perbaikan efisiensi fotosintesis, 149, 151, 156 peningkatan intersepsi cahaya, 151 luas daun hijau lebih lama, 152 efisiensi penggunaan cahaya, 151, 152, 156 peningkatan aktivitas rubisco, 153 keseimbangan source-sink, 153 introduksi gen C4 ke tanaman C3, 154 peningkatan Konduktansi Stomata, 154 menurunkan Respirasi, 155Perbaikan tanaman (crop improvement), 113, 114, 116, 118, 119, 120, 122,

123, 124, 125, 128, 129, 134 toleransi kekeringan, 115, 121 toleransi Al, 122, 123 toleransi naungan, 124 toleransi salinitas, 128, 129 toleransi suhu tinggi, 130, 131, 133Perbaikan teknik budi daya, 133, 134, 137 lahan masam dengan Al tinggi, 134 lahan dengan P rendah, 136 lahan di bawah tegakan, 136 lahan kering, 137, 138 lahan pasang surut dan sulfat masam, 138 lahan salin, 139, 140

Page 239: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

223

Indeks

Permeabilitas membran, 74, 75, 88, 93Perubahan iklim, 44, 77, 78, 81, 164

peningkatan CO2, 78, 79, 80transpirasi, 78, 79, 81, 88, 89, 94, 98asimilasi nitrogen, 80efisiensi penggunaan air, 80produktivitas tanaman, 81

Pewarisan sifat, 30, 117PHGPX, phospholipid-hydroperoxide glutathione peroxidase, 96pH rizosfer (peningkatan), 26Phloem loading, 92Pigmen fotosintesis, 108, 152Pirit (FeS2), 55, 56, 57, 58, 59, 60, 64 reaksi oksidasi pirit, 58 Pollen, 85, 86, 87, 89Potassium-specific cotransporter, 75Potensial air, 44, 45, 47, 72, 89, 94potensi hasil (yield potential), 2, 113, 114, 115, 117, 127, 130, 141, 161 Photosynthetically active radiation (PAR), 20, 104, 118Peran Riset Fisiologi (dan Program Pemuliaan Tanaman), 147Prolin, 46, 49, 74, 89, 90, 91, 111, 120, 128, 162 Protein folding, 97Protein spesifik, 22, 26, 52, 96Protein D1 dan D2, 91PS II (photosystem II), 109 Proton-pump (pompa proton), 31, 75P rendah (ketersediaan), 29, 30, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 115,

116, 118, 135, 136, 160

RRBP (rubisco binding proteins), 91Remobilisasi P, 39RGCI (Research Group for Crop Improvement IPB), 134

Page 240: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Indeks

224

RNA, Ribonucleic acid, 31, 51, 144, 145Reproduksi (fase sangat peka suhu tinggi), 85, 87Respirasi, 44, 72, 75, 78, 79, 82, 88, 92, 103, 106, 107, 108, 148, 149,

151, 155, 156 ROS (reactive oxygen species (O2

-, H2O2, HO-), 54 Root cap, 17, 21RuBP, Ribulose-1,5-bisphosphate, 91, 111, 153Rubisco (ribulose 1,5-bisphosphate carboxylase/oxygenase), 45, 78, 80, 91, 92,

152, 153, 154, 155

SShade avoidance, 125, 157Signaling cascades, alur pensinyalan, 99Sumber daya air, 7, 77, 164SOD, superoxide dismutase, 54, 64, 75, 95, 96, 132SPS (sukrosa fosfat sintase), 91, 112 Sorgum (Hordeum vulgare L.), 13, 22, 23, 24, 33, 34, 35, 78, 81, 93, 104,

122, 128, 130, 148, 157, 159 Source-sink, 141, 148, 153SOS3-SOS2 Kinase, 76Simplas, 12 Signal hormonal, 93 cross-talk, 93, 100Sekresi asam organik (sitrat, malat dll), 24, 36, 119, 162Sekresi asam fosfatase (S-APase), 38sekresi mucilage, peripheral cap, 21Selektivitas transpor, 73, 74Seleksi berulang (recurrent selection), 122Seleksi in vitro, 118Silang balik (back cross), 122Sulfidik, 55, 56, 61Sulfurik (horizon), 55, 56Sustainable fertilizer management, 136Symport, 31Stabilitas hasil, 114

Page 241: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

225

Indeks

Status air tanaman, 89, 119Stomata, 44, 45, 47, 49, 50, 72, 73, 79, 81, 88, 103, 111, 121, 154, 155

TTanah masam, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 21, 22, 27, 33, 34, 35, 114, 118, 134,

135Tanah gambut, 30Tanah sulfat masam, 56, 57, 60, 61Tanah salin, 30, 69, 71Tanah sodik, 30Tanaman C3, 45, 78, 91, 151, 154, 155Tanaman C4, 45, 78, 91, 151, 154, 155Tanaman CAM, 45Tanaman sela, 103, 104, 116, 123, 125, 136Teknik kultur jaringan (in vitro), 118Transkriptomik, 114Transpirasi, 32, 48, 71, 78, 79, 81, 89, 94, 98 Thylakoids, 88 Tolerance, 47, 48, 106, 107Transport site, 13Transporter, 31, 36, 37, 75, 98

UUltisols, 29, 30, 33, 34, 162Uji hayati akar (root biaoassay), 117

VVariasi somaklonal, 118, 123Varietas lokal, 2, 33, 34, 115, 159, 160 Varietas modern, 159, 160

ZZona agro-ekologis, 77

Page 242: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Indeks

226

Page 243: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Prof Dr Ir Didy Sopandie, MAgr dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 22 Desember 1957. Penulis menamatkan program sarjananya pada tahun 1981 dari Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian IPB di Bogor. Gelar Magister Agriculture diperoleh dari Okayama University, Japan pada tahun 1987, sedangkan gelar PhD pada bidang Physiology of Plant Nutrition diperoleh pada tahun 1990 dari The Graduate School of Natural Sciences and Technology, Okayama University,

Japan. Saat ini penulis bertugas sebagai Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB. Saat ini penulis mengasuh beberapa mata kuliah pada Program Pascasarjana, yaitu Fisiologi Cekaman bagi Tanaman, Interaksi antara Hara dan Tanaman, dan Ekofisiologi Tanaman Tropika. Sejak tahun 1990 sampai sekarang penulis aktif melakukan berbagai penelitian dan kerja sama riset pada bidang Fisiologi Tanaman, terutama terkait dengan pengembangan tanaman pangan, terutama padi, kedelai, dan sorgum, pada lahan-lahan sub-optimal di Indonesia.

Berbagai hibah penelitian bergengsi pernah diperolehnya, baik sebagai ketua peneliti maupun sebagai anggota, seperti Riset Unggulan Terpadu, Hibah Bersaing, PAATP, Hibah Pascasarjana, KKP3T, Program Insentif Riset Dasar Bidang Ketahanan Pangan, Hibah Kompetitif Penelitian untuk Publikasi Internasional, Hibah Penelitian I-MHERE, Penelitian Unggulan Strategis Nasional, dan International Research Collaboration and Scientific Publication, serta beberapa dana penelitian dari berbagai mitra kerja sama. Berbagai kerja sama riset baik dalam negeri maupun luar negeri pernah dilakukannya, contohnya JSPS Core University Program dengan Tokyo University (2001–

BIODATA PENULIS

Page 244: FISIOLOGI ADAPTASI TANAMAN - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/81229/4/Full Text... · 7.2.3 Respons Fisiologi ... Ke depannya, sektor pertanian akan

Profil Penulis

228

2008) dan kerja sama riset untuk sorgum dengan Kansas State University (2012–2014). Dari hasil-hasil riset dan berbagai karya ilmiahnya tersebut telah dihimpun dan dituangkannya dalam buku “Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika” ini. Dari berbagai hibah penelitiannya tersebut, penulis telah meluluskan lebih dari 62 master dan 45 doktor dan kini sedang membimbing 17 mahasiswa S-3 pada tahun 2013 ini.

Perjalanan kariernya sebagai dosen dimulai pada tahun 1982 di Departemen Agronomi, Faperta IPB. Pada bulan Mei 2003 penulis diangkat sebagai Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman di almamaternya. Selama menjadi dosen di IPB, penulis pernah menjabat berbagai jabatan akademis, yaitu (1) Ketua Prodi Agronomi (1997–2000), (2) Ketua Jurusan Budidaya Pertanian (sekarang Departemen AGH) (2001–2003), (3) Wakil Dekan Fakultas Pertanian IPB (2003–2007), dan (4) Dekan Fakultas Pertanian IPB (2007–2011).

Penulis juga sangat aktif dalam keorganisasian pada berbagai perhimpunan profesi dan saat ini menjabat sebagai Ketua I PERAGI Pusat (2012–2015). Penulis pernah menjabat sebagai Sekretaris Forum Komunikasi Pendidikan Tinggi Pertanian Indonesia (FKPTPI) (2007–2011), serta sebagai Vice President of ISSAAS (International Society for South East Asian Agricultural Sciences, 2010–2011) untuk Indonesia Chapter. Penulis menikah dengan Dr Ir Nani Heryani, MSi dan dikaruniai tiga orang putra-putri.