fiks etilen
DESCRIPTION
etilenTRANSCRIPT
ACARA II
PENANGANAN PASCA PANEN
A. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara II Penanganan Pasca Panen adalah sebagai
berikut:
a. Mahasiswa memahami pengaruh sortasi buah semangka dalam
penanganan pasca panen
b. Mahasiswa memahami pengaruh pengemasan buah semangka dalam
penanganan pasca panen
c. Mahasiswa memahami pengaruh penambahan gas etilen pada buah
semangka dalam penanganan pasca panen
d. Mahasiswa memahami pengaruh pelapisan lilin buah pada buah semangka
dalam penanganan pasca panen
B. Tinjauan Pustaka
Bahan pengawet kimia biasanya hanya bersifat mencegah pertumbuhan
mikroba saja. Tetapi senyawa epoksida seperti etilen oksida dan propilen
oksida bersifat membunuh semua mikroba termasuk spora dan virus. Etilen
oksida dan propilen oksida digunakan sebagai fumigant terhadap bahan-bahan
kering seperti rempah-rempah, tepung, dan lain-lain. Etilen oksida lebih efektif
dibandingkan propilen oksida, tetapi etilen oksida lebih mudah menguap,
terbakar, dan meledak, karena itu biasanya diencerkan dengan senyawa lain
membentuk campuran 10% etilen oksida dengan 90% CO2 (Winarno, 2002).
Ada beberapa jenis pemacu kemasakan yang diketahui dapat memacu
kemasakan yang diketahui dapat memacu kemasakan antara lain etilen dan
asetilen. Etilen banyak diteliti sebagai hormon pemasakan buahn dan telah
dipergunakan secara komersial dalam pemeraman buah terutama pisang dan
tomat. Dinyatakan pua bahwa etilen mempunyai kemampuan dan efisiensi
yang tinggi dalam memasakkan buah dibanding asetilen. Meskipun demikian,
asetilen lebih banyak digunakan di dalam negeri sebagai pemeram buah dan
lebih banyak digunakan oleh petanu dan pedagang dalam bentuk kalsium
karbida atau lebih populer dengan karbid. Bahan ini sudah sering digunakan
oleh para pedagang antar kota terutama buah mangga (Sjaifullah, 1994).
Muchtadi dan sugiyono (1992) menerangkan lapisan lilin untuk
komoditas pertanian segar harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu tidak
berpengaruh terhadap bau dan rasa komoditas, tidak beracun, mudah kering
dan tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap, dan licin, mudah diperoleh
dan murah harganya. Lilin lebah banyak dipergunakan untuk produk pertanian
karena mudah didapat dan harganya murah (Bennet, 1994 dalam Chotimah,
2008). Pelilinan tersebut bertujuan menghambat proses respirasi sehingga
perubahan kimiawi yang terjadi pada komoditas tersebut relatif terhambat.
Salah satu cara untuk menambah umur simpan dan mempertahankan
kesegaran buah-buahan adalah dengan teknologi pelapisan lilin pada
permukaaan buah. Pelapisan lilin bertujuan untuk mencegah terjadinya
penguapan air sehingga dapat memperlambat kelayuan, menghambat laju
respirasi dan untuk mengkilapkan kulit buah sehingga menambah daya tarik
bagi konsumen. Pelapisan lilin dengan kepekatan dan ketebalan yang sesuai
dapat menghindarkan keadaaan aerobik pada buah dan memberikan
perlindungan yang diperlukan terhadap luka dan goresan pada permukaan buah
(Rina dan Asiani, 1992).
Kerusakan bahan pangan telah dimulai sejak bahan pangan
tersebutdipanen. Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah (1)
pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme; (2) Aktivitas enzim dalam bahan
pangan; (3) suhu baik suhu tinggi maupun suhu rendah; (4) udara khususnya
oksigen; (5) kadar air dan kekeringan; (6) cahaya; dan (7) serangga, parasit
serta pengerat. Pengawetan pangan pada dasarnya adalah tindakan untuk
memperkecil atau menghilangakan faktor-faktor perusak tersebut. Setelah
dipanen produk hasil pertanian tetap melakukan fisiologis sehingga dapat
disebut sebagai jaringan yang masih hidup. Adanya aktifitas fisiologis
menyebabkan produk pertanian akan terus mengalami perubahan yang tidak
dapat dihentikan, hanya dapat diperlambat sampai batas tertentu. Tahap akhir
dari perubahan pasca panen adalah kelayuan untuk produk nabati atau
pembusukan pada produk hewani (Santoso, 2006).
Pelapisan lilin bagi bahan pangan tertentu yang mudah rusak sudah
dipergunakan beberapa tahun. Disamping untuk pencegahan atau pengurangan
kehilangan air, produk mempunyai kenampakan yang cerah. Buah jeruk,
mentimun, rutabaga, dan parsnip merupakan contoh-contoh produk yang
dilapisi lilin dengan sukses. Buah-buahan tomat, kentang, kantalop, dan ubi
jalar adalah merupakan produk-produk yang dilapisi lilin secara komersial.
Pelilinan dikerjakan baik dengan parafinatau campuran lilin nabati dan parafin.
(Desrosier, 1988).
Iklim yang basah akan menyebabkan pertumbuhannya terhambat, mudah
terserang penyakit, serta produksi dan kualitas buahnya akan menurun.
Perkembangan teknologi budidaya semangka di daerah Sub-tropika lebih maju
dibandingkan daerah asalnya (tropika). Jenis-jenis baru, baik hibrida yang
diploid (semangka berbiji) maupun yang triploid (semangka tak berbiji), telah
banyak dikembangkan dengan kualitas buah dan hasil jauh lebih baik
dibandingkan dengan semangka tropis (varietas asalnya) (Anonim1, 2013).
Semangka adalah tanaman merambat yang berasal dari daerah setengah
gurun di Afrika bagian selatan. Tanaman ini masih sekerabat dengan labu-
labuan (Cucurbitaceae), melon (Cucumis melo) dan ketimun (Cucumis sativus).
Semangka biasa dipanen buahnya untuk dimakan segar atau
dibuat jus. Biji semangka yang dikeringkan dan disangrai juga dapat dimakan
isinya (kotiledon) sebagai kuaci. Sebagaimana anggota suku ketimun-
ketimunan lainnya, habitus tanaman ini merambat namun ia tidak dapat
membentuk akar adventif dan tidak dapat memanjat. Jangkauan rambatan dapat
mencapai belasan meter. Daunnya berlekuk-lekuk di tepinya. Bunganya
sempurna, berwarna kuning, kecil (diameter 3cm). Semangka
adalah andromonoecious monoklin, yaitu memiliki dua jenis bunga pada satu
tumbuhan: bunga jantan, yang hanya memiliki benang sari (stamen), dan bunga
banci/hermafrodit, yang memiliki benang sari dan putik (pistillum). Bunga
banci dapat dikenali dari adanya bakal buah (ovarium) di bagian pangkal bunga
berupa pembesaran berbentuk oval. Buah semangka memiliki kulit yang keras,
berwarna hijau pekat atau hijau muda dengan larik-larik hijau tua.
Tergantung kultivarnya, daging buahnya yang berair berwarna merah atau
kuning. Tanaman ini cukup tahan akan kekeringan terutama apabila telah
memasuki masa pembentukan buah (Anonim2, 2013).
Sebaiknya diletakkan di atas meja selama kurang lebih seminggu. Cara
ini akan melipatgandakan kadar likopen dan beta-karoten semangka. Dan
sehari sebelum dikonsumsi, simpanlah semangka dalam lemari pendingin.
Hindari menyimpan semangka di dekat jenis buah lain. Semangka adalah jenis
buah yang cepat rusak oleh etilen, gas alami dari buah yang dapat mempercepat
proses pembusukan (Anonim3, 2013)
Cucurbitaceae adalah famili dari buah yang berukuran sedang, biasa
ditemukan di negara hangat di dunia. Ini telah nampak dari daun bertangkai
muda dan buah yang hasilnya banyak, mencapai 100 buah pada satu tangkai.
Buah semangka, dapat secara bebas dipertimbangkan sebagai tipe melon,
memiliki kulit luar yang licin (hijau dan kuning) dan berair, manis, biasanya
merah, kuning,atau orange daging buah di dalam (Jeffrey, 2005 dalam Lawal,
2011C. Metodologi
1. Tempat dan Waktu Praktikum
Pada praktikum Mata Kuliah Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen
dilakukan di 2 tempat yaitu kebun semangka Dusun Karangnangka, Desa
Krikilan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen untuk praktikum di
lapangan, pada tanggal 30 maret 2013 dan di laboratorium Rekaya
Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian pada tanggal 10
dan Mei 2012. Pengamatan kualitatif dan kuantitatif dilakukan pada tanggal
12, 14, 16 april 2013.
2. Alat dan Bahan
Alat
a. Refraktometer
b. pHmeter
c. Tabung Reaksi
d. Corong
e. Mortar
f. Kertas Saring
g. Pisau
h. Tissue
Bahan
a. Semangka
3. Cara Kerja
1. Sortasi
2. Pengemasan
Buah dipanen
Buah dipilah berdasarkan komoditas yang baik (tanpa cacat) dan yang cacat (terserang penyakit, jamur, dan sejenisnya) tanpa
adanya pengkelasan (grading)
Buah disortasi dengan pengkelasan mutu buah di tingkat pengepul (setelah tingkat petani) berdasarkan beberapa tingkatan mutu dari yang paling sempurna (tanpa cacat) hingga kondisi sedikit sampai
banyak kenampakan tak sempurna
Buah dipanen
Buah dikemas dalam karung saat hendak diangkut ke truk yang akan mengantarkan buah ke pengepul.
3. Perlakuan Gas Etilen
Diukur kadar padatan terlarut dengan pH meter terhadap filtrat daging buah semangka
Diambil buah semangka lalu ditempatkan pada wadah bersama kalsium karbida (CaC2) padat
Dilakukan pengukuran pH dengan pH meter terhadap filtrat daging buah salak
Hasil pengamatan didokumentasikan
Diamati perubahan yang terjadi, meliputi tekstur, warna, kenampakan, berat, pH, dan padatan terlarut pada hari ke 0, 2, 4
dan 6
Buah dilapisi lilin dengan buah kecil dicelupkan dan buah besar dioleskan
Diamati sampel dan kontrol dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, dan 6 terhadap parameter tekstur, warna, kenampakan berat, kerusakan
dan umur simpan
Diamati umur simpannya
Hasil pengamatan didokumentasikan
4. Pelapisan Lilin
D. Data Hasil Pengamatan
1. Sortasi
Pada proses sortasi, pengkelasan dilakukan oleh pengepul buah
semangka. Namun, sebelumnya disortasi oleh petani hanya sebatas secara
kenampakan buah masih baik atau buruk. Semangka buruk bisa disebabkan
karena hama atau penyakit, bisa juga karena terjadi kerusakan mekanik.
Narasumber : Sriyono (41 tahun)
2. Pengemasan
Pada proses pengemasan, komoditas semangka tidak melakukan
pengemasan secara spesifik setelah dilakukannya pasca panen. Semangka
hanya bungkus dengan karung karung tertutup dan tidak terkena lantai
secara langsung. Hal ini disebabkan karena semangka merupakan buah yang
punya tipe yang besar dan berkulit tebal, hal ini menyebabkan semangka
memiliki tingkat traspirasi yang rendah.
Narasumber : Sriyono (41 tahun)
Buah dilapisi lilin dengan buah kecil dicelupkan dan buah besar dioleskan
Diamati sampel dan kontrol dilakukan pada hari ke-0, 2, 4, dan 6 terhadap parameter tekstur, warna, kenampakan berat, kerusakan
dan umur simpan
Diamati umur simpannya
Hasil pengamatan didokumentasikan
3. Perlakuan Gas Etilen
Tabel 2.1 Perlakuan Gas Etilen
Hari Pengamatan
Tekstur Warna KenampakanBerat Awal (gr)
Berat Akhir (gr)
pHKadar
Padatan Terlarut
Susut Berat (%)
K o ntrol
0 + ++ + 1050 1000 4,7 5,8 4,76
2 + ++ + 1340 1300 5,3 5,2 2,98
4 +++ ++ +++ 1600 1500 5 4 6,25
6 +++ +++ ++++ 850 765 5,2 3 10
Sampel
0 + ++ + 1050 1000 4,7 5,8 4,76
2 + ++ + 1290 1240 5 4,8 3,87
4 +++ ++ +++ 1550 1440 5 5 7,1
6 ++++ ++++ ++++ 1890 1675 5 6 11,38
Sumber : Laporan Sementara
4. Pelapisan Lilin
Tabel 2.2 Pelapisan Lilin
Hari Pengamatan
Tekstur Warna KenampakanBerat Awal (gr)
Berat Akhir (gr)
KerusakanSusut Berat (%)
K o ntrol
0 + ++ + 1050 1000 belum ada2,76
2 + ++ + 1120 1100 Belum ada 1,78
4 +++ ++ +++ 1360 1300 luka kulit 4,41
6 +++ +++ ++++ 1230 1200 luka kulit 2,43
Sampel
0 + ++ + 1050 1000 belum ada 2,76
2 + ++ ++ 1150 1125 Lembek 2,17
4 +++ ++ +++ 1080 1050 Lembek 2,77
6 ++++ ++++ +++++ 1325 1270 Lembek 4,15
Sumber : Laporan Sementara
E.Pembahasan
1. Sortasi
Menurut narasumber yaitu Bapak Sriyono (41 tahun) selaku petani
semangka, Pada proses sortasi, pengkelasan dilakukan oleh pengepul buah
semangka. Namun, sebelumnya disortasi oleh petani hanya sebatas secara
kenampakan buah masih baik atau buruk. Semangka buruk bisa disebabkan
karena hama atau penyakit, bisa juga karena terjadi kerusakan mekanik.
Menurut sumber Adam (2011), pengumpulan hasil panen sampai siap
dipasarkan, harus diusahakan sebaik mungkin agar tidak terjadi kerusakan
buah, sehingga akan mempengaruhi mutu buah dan harga jualnya. Mutu
buah dipengaruhi adanya derajat kemasakan yang tepat, karena akan
mempengaruhi mutu rasa, aroma dan penampakan daging buah, dengan
kadar air yang sempurna. Penggolongan ini biasanya tergantung pada
pemantauan dan permintaan pasaran. Penyortiran dan penggolongan buah
semangka dilakukan dalam beberapa kelas antara lain kelas A (berat =4 kg,
kondisi fisik sempurna, tidak terlalu masak), kelas B (berat ± 2-4 kg, kondisi
fisik sempurna, tidak terlalu masak), kelas C (berat < 2 kg, kondisi fisik
sempurna, tidak terlalu masak).
2. Pengemasan
Menurut narasumber yaitu Bapak Sriyono (41 tahun) selaku petani
semangka, komoditas semangka tidak melakukan pengemasan secara
spesifik setelah dilakukannya pasca panen. Semangka hanya bungkus
dengan karung karung tertutup dan tidak terkena lantai secara langsung. Hal
ini disebabkan karena semangka merupakan buah yang punya tipe yang
besar dan berkulit tebal, hal ini menyebabkan semangka memiliki tingkat
traspirasi yang rendah.
Menurut Siregar (2007), pengemasan dilakukan untuk meningkatkan
keamanan produk selama transportasi, dan melindungi produk dari
pencemaran, susut mutu dan susut bobot, serta memudahkan dalam
penggunaan produk yang dikemas. Secara umum, pengemasan berfungsi
untuk pemuatan produk pada suatu wadah (containment), perlindungan
produk, kegunaan (utility), dan informasi. Untuk keperluan transportasi,
fungsi pengemasan lebih diutamakan untuk pemuatan dan perlindungan.
Sedangkan pengemasan eceran (retail) lebih dititikberatkan pada fungsi
kegunaan dan informasi produk. Buah yang akan diangkut dapat dikemas
menggunakan berbagai jenis kemasan, seperti karung goni, kardus,
keranjang plastik atau bambu, tray dari stirofoam dan plastik film, dan peti
kayu.
3. Perlakuan Gas Etilen
Pada perlakuan gas etilen, digunakan 8 buah semangka (4 buah
sebagai control dan 4 sebagai sampel) dengan pemberian perlakuan variasi
hari yaitu 0, 2, 4 dan 6. Parameter yang digunakan adalah tekstur, warna,
kenampakan, padatan terlarut,pH dan susut berat. Dari paremeter tekstur
warna dan kenampakan, pada hari ke 0 sampai hari ke 4 tidak ada perbedaan
secara nyata dibandingkan dengan control. Namun, untuk hari ke 6 terjadi
perbedaan secara kualitatif yaitu pelunakan yang cukup drastis.. Untuk
parameter susut berat, pada control terjadi kenaikan susut berat yang drastis,
begitu pula pada sampel yang mengalami kenaikan yang drastic pula. Pada
hari ke 6, sampel mengalami susut berat yang lebih besar dibandingkan
dengan hari ke 6 pada control (11,8%<10%). Pada pengukuran pH, tidak
ditemukan perbedaan signifikan antara kontrol maupun sampel. Pada
pengukuran kadar padatan terlarut, dapat dilihat pada tabel bahwa nilai
padatan terlarut pada sampel lebih tinggi daripada kontrol. Nilai padatan
terlarut berhubungan dengan kandungan gula terlarut atau kadar kemanisan
pada buah. Hal ini berkaitan dengan lebih cepatnya proses pemasakan pada
sampel yang mengakibatkan terjadinya pemecahan molekul gula rantai
panjang menjadi molekul-molekul gula rantai pendek seperti fruktosa dan
glukosa yang merupakan monosakarida larut air.Hal ini menunjukan bahwa
perlakuan gas etilen dapat mempercepat pemasakan buah semangka.
Namun, apabila tidak ada control suhu dan kelembaban akan menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas.
Menurut Santoso (2011), atas dasar laju dan pola respirasi dan pola
produksi etilen selama pematangan dan pemasakan, komoditi hortikultura
(terutama yang berbentuk buah) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok,
yaitu buah klimaterik dan non-klimaterik. Klimaterik menunjukkan
peningkatan yang besar dalam laju produksi karbondioksida (CO2) dan etilen
(C2H4) bersamaan dengan terjadinya pemasakan. Sedangkan non-klimaterik
tidak menunjukkan perubahan, umumnya laju produksi karbondioksida dan
etilen selama pemasakan sangat rendah. Beberapa contoh buah yang
tergolong klimaterik adalah pisang, pepaya, tomat, dan semangka.
Berdasarkan sumber pustaka tersebut, dapat dikatan bahwa semangka
termasuk buah klimakterik yaitu golongan buah yang dapat laju
pemasakannya dipengaruhi oleh produksi karbondioksida dan gas etilen,
sehingga dengan adanya perlakuan penambahan gas etilen dapat
mempercepat proses pemasakkan buah semangka yang cenderung bersifat
menurunkan kualitas selama penyimpanan atau dengan kata lain
penambahan gas etilen pada buah-buahan klimakterik dapat memperpendek
umur simpan pada buah tersebut karena adanya proses percepatan
kemasakan buah.
4. Pelapisan Lilin
Pada praktikum perlakuan lilin, bahan yang digunakan adalah 8
buah semangka. 4 buah digunakan sebagai control dan 4 buah lainnya
digunakan sebagai sampel dengan perlakuan hari 0, 2, 4 dan 6 hari.
Parameter yang digunakan adalah tekstur, warna, kenampakan dak
kerusakan yang merupakan parameter kualitatif. Sedangkan parameter
kuantitatif digunakan nilai susut berat yang dihitung dari ratio nilai berat
awal dengan berat akhir.
Dari data yang diperoleh, dapat dilihat bahwa perubahan tekstur dan
warna pada hari ke-0 sampai hari ke-4 menunjukkan kesamaan untuk
kontrol maupun sampel. Akan tetapi, terdapat perbedaan pada parameter
kenampakan yaitu pada sampel yang dilapisi lilin memperlihatkan pelayuan
kenampakan melebihi yang terjadi pada kontrol. Pada pengamatan hari ke-6,
sampel yang dilapisi lilin mengalami pelunakkan tekstur, pematangan
warna, dan pelayuan kenampakan melebihi yang terjadi pada kontrol untuk
ketiga parameter kualitatif tersebut. Pada parameter kerusakan, terdapat luka
pada kulit (hari ke 4). Pada sampel, mulai terjadi kelembekan pada hari ke-2
sampai hari ke 6. Dari nilai susut berat ditunjukkan nilai susut berat pada
kontrol yaitu senilai 2,9% yang diperoleh dari rata rata lebih besar daripada
nilai susut berat pada sampel yaitu 2,85%. Hal ini dapat dikarenakan
perlakuan pelapisan lilin dapat menghambat terjadinya transpirasi yang
memicu kehilangan air pada buah semangka sekalipun semangka bukan
merupakan buah yang lazim untuk dilapisi lilin karena kecepatan
transpirasinya yang cukup rendah. Pelapisan lilin pada buah dapat
menghambat transpirasi uap air pada buah yang dapat menyebabkan buah
tersebut berkurang kadar airnya dan menjadi keriput sehingga mengalami
penyusutan berat. Pelapisan lilin lebih lazim digunakan untuk buah-buahan
dengan nilai kecepatan transpirasi tinggi seperti apel, pisang, dan buah-
buahan lain yang memiliki kulit buah yang berpori besar.
Pada praktikum Pelapisan Lilin, lilin menggunakan bahan campuran
antara lain cair 90 mL, asam olet 3,3 mL, trietanolamin 6,7 mL, air panas
200 mL. pertama tama lilin yang dibuat dari paraffin dipanaskan, kkemudian
ditambahkan dengan asam oleat kemudian diaduk aduk agar bercampur.
kemudian trietanolamin dicampurkan ke dalam larutan campuran tersebut
dengan terus diaduk, dan yang terakhir yaitu dituangkan air panas sedikit
demi sedikit ke dalam campuran tersebut. sambil terus diaduk. Menurut
Santosa dan Hulopi (2011), lilin yang biasa digunakan adalah lilin lebah
teknis yang dicampur dengan trietanolamin, asam oleat dan akuades. Untuk
mendapatkan konsentrasi lilin 10% komposisinya adalah lilin lebah,
trietanolamin, asam oleat kemudian ditambahkan akuades. Dalam
pembuatan emulsi lilin, lilin lebah dipanaskan dalam wadah sampai cair
(suhu 70–75oC) kemudian asam oleat dimasukkan sedikit demi sedikit
sambil diaduk dan diikuti dengan penambahan trietanolamin. Air yang telah
dipanaskan (suhu 70–75oC) ditambahkan perlahan-lahan ke dalam campuran
tersebut sambil terus dilakukan pengadukan. Pengadukan dilanjutkan selama
30 menit dan suhu dipertahankan tetap, kemudian emulsi tersebut segera
didinginkan menggunakan air mengalir, disaring dengan kain kasa dan siap
digunakan pada suhu 38–40oC. (Santosa dan Hulopi , 2011).
F. Kesimpulan
Kesimpulan
1. Sortasi yang dilakukan oleh petani hanya berupa pemilahan antara
komoditas yang baik dengan komoditas yang buruk (terserang penyakit
tanaman, jamur, hama, ataupun rusak secara kenampakan).
2. Pengemasan dilakukan saat pengangkutan ke tempat pengepul untuk
menghindari kerusakan fisik dengan diletakkan di dalam karung-karung
yang diangkut oleh truk pengangkut.
3. Pada perlakuan gas etilen, parameter kualitatif (yang diamati oleh
praktikan) meliputi tekstur, warna, dan kenampakan, sedangkan
parameter kuantitatif (yang diukur oleh praktikan) meliputi berat, pH,
dan kadar padatan terlarut.
4. Nilai susut berat pada sampel (yang diberi gas etilen) yaitu senilai
11,38% lebih besar daripada kontrol (tanpa pemberian gas etilen) yaitu
senilai 10% hingga pada hari terakhir pengamatan yaitu hari ke-6.
5. Penambahan gas etilen pada buah-buahan klimakterik seperti semangka
dapat memperpendek umur simpan pada buah tersebut karena adanya
proses percepatan kemasakan buah.
6. Perlakuan pelapisan lilin dapat menghambat terjadinya transpirasi yang
memicu kehilangan air yang dapat menyebabkan penyusutan berat buah.
7. Dari nilai susut berat pada lilin ditunjukkan nilai susut berat pada kontrol
yaitu senilai 2,9% yang diperoleh dari rata rata lebih besar daripada nilai
susut berat pada sampel yaitu 2,85%
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2010. Semangka tanpa biji. http ://
blogs.unpad.ac.id/diyanifauziyah058/tag/semangka-kotak/. Diakses pada 29
April 2013 pukul 23.35 WIB
Anonim2. 2013. Semangka. http://id.wikipedia.org/wiki/Semangka. Diakses pada
29 April 2013 pukul 22.15 WIB
Anonim3. 2011. Tips menyimpan sayur dan buah. http://lapar.com/tips-
menyimpan-sayur-dan-buah/. Diakses pada 29 April 2013 pukul 22.30 WIB.
Broto, Wisnu. 2013. Teknologi Penanganan Pascapanen Buah untuk Pasar.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Desrosier, Norman W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Depok : UI Press
Lawal, Opeyemi Uwangbaoje. 2011. Effect Of Storage On The Nutrient
Composition And The Mycobiota Of Sundried Water Melon Seeds (Citrullus
lanatus). Journal of Microbiology, Biotechnology and Food Series 1 (3)
267-276
Roiyana, Munirotun dkk. 2012. Potensi Dan Efisiensi Senyawa Hidrokoloid
Nabati Sebagai Bahan Penunda Pematangan Buah. Buletin Anatomi dan
Fisiologi Volume XX, Nomor 2
Santoso. 2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar. Malang : Uwiga
Sjaifullah dkk. 1994. Efek Pemacu Kemasakan terhadap Proses Pemeraman Buah
Sirsak. Jurnal Hortikltura Vol 4 No 1 Hal 56-63.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.