laporan lengkap fiks st. asiah syarif (331 09 009)

96
OPTIMASI PROSES HIDROLISIS DAN FERMENTASI PADA PEMBUATAN BIOETANOL DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Diploma Tiga (D-3) pada Politeknik Negeri Ujung Pandang Oleh KHAIRUNNISA 331 10 031 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG

Upload: adam-williams

Post on 26-Oct-2015

91 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

OPTIMASI PROSES HIDROLISIS DAN FERMENTASIPADA PEMBUATAN BIOETANOL DARI

TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syaratguna memperoleh gelar Diploma Tiga (D-3)

pada Politeknik Negeri Ujung Pandang

Oleh

KHAIRUNNISA

331 10 031

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG

MAKASSAR

2013

Page 2: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Sesuai dengan Surat Tugas Direktur Politeknik Negeri Ujung Pandang Nomor :

….../PL10/Ak –US/2012 dengan ini menyatakan menerima dan menyetujui Tugas

Akhir dengan judul “Optimasi Proses Hidrolisis Dan Fermentasi Pada

Pembuatan Bioetanol Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit” oleh Khairunnisa,

nomor induk mahasiswa 331 10 031.

Makassar, 15 Oktober 2012

Menyetujui,

Page 3: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

PENERIMAAN PANITIA UJIAN

Pada hari ini, tanggal 15 Oktober 2012 Panitia Ujian Tugas Akhir

menerima dengan baik Tugas Akhir oleh mahasiswa Herman, nomor induk

331 09 035 dengan judul “Optimasi Proses Hidrolisis Dan Fermentasi Pada

Pembuatan Bioetanol Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit”.

Makassar, 15 Oktober 2012

Page 4: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

ABSTRAK

(St. Asiah Syarif), “Optimasi Proses Hidrolisis Dan Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit” (Pembimbing : HR.Fajar, S.T.,M.Eng dan Lasire, S.T.).

Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara menjadi masalah besar dan perlu solusi yang mendesak.Terbatasnya sumber energi fosil menyebabkan perlunya pengembangan energi alternatif. Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dibuat dari biomassa. Salah satu biomassa yang bersumber dari limbah kelapa sawit berupa Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang banyak mengandung haloselulosa. Komponen holoselulosa ini dapat dihidrolisis sehingga menghasilkan glukosa yang dapat difermentasi menjadi bioetanol. Penelitian ini bertujuan membuat bioetanol dari TKKS melalui metode hidrolisis asam encer pada temperatur tinggi dan dilanjutkan dengan fermentasi.

Pada penelitian ini dilakukan metode hidrolisis asam encer dengan menggunakan asam sulfat 0,5%. Proses hidrolisis dilakukan optimasi temperatur tahap I dan tahap II untuk mendapatkan temperatur optimum berdasarkan jumlah gula yang dihasilkan. Tahap I dilakukan dengan empat variabel yaitu 180, 190,

195 dan 200oC dan pada tahap II dilakukan lima variabel yaitu 210, 220, 225, 230

dan 235oC. Setelah diperoleh temperatur optimum hidrolisis tahap I dan tahap II,

selajutnya kondisi ini dipakai untuk menentukan perbandingan TKKS dengan larutan asam sulfat yang paling optimal dalam menghasilkan gula, dalam hal ini jumlah TKKS dibuat tetap yakni 100 gram dan penambahan asam sulfat 0,5% divariasikan berturut-turut 400, 500, 600, 700 dan 800 ml. Gula yang dihasilkan dari tahap optimasi ini difermentasi menggunakan ragi Sacharomyces cerevisiae dengan variasi waktu dari 1, 2, 12, 18, 24, 48, 72, 96, 120, 144 dan 168 jam. Selanjutnya hasil fermentasi dianalisis untuk menentukan waktu fermentasi yang optimal berdasarkan kadar bioetanol yang dihasilkan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa kondisi optimum hidrolisis tahap I

adalah temperatur 195oC dengan % recovery gula 9,4836% dan tahap II pada

temperatur 230oC dengan % recovery gula 1,9677%, dengan perbandingan

pereaksi 1 bagian TKKS dan 6 bagian larutan asam sulfat 0,5%. Proses selanjutnya adalah fermentasi menggunakan ragi Sacharomyces cerevisiae dengan waktu fermentasi optimum selama 144 jam dengan kadar bioetanol 12,21%.

Page 5: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

ABSTRACT

(St. Asiah Syarif), “The Optimization of Hydrolysis and Fermentation Process InMaking Bioethanol from Oil Palm Empty Stem” (Supervised : HR.Fajar, ST, M.Eng and Lasire, S. T).

Dependence on fossil fuels such as petroleum and coal become a main problem and immediately need a solution. The limited of fossil energy sources causing the need of alternative energy development. Bioethanol is the one of alternative sources that can be made from biomassa. One of biomassa is sourced from palm oil waste such Oil Palm Empty Stem which contains halocellulose. This haloceccllose components can be hydrolyzed to produce glucose that can be fermented become bioethanol. This study aims to makes bioethanol from Oil Palm Empty Stem used a two-stage hydrolysis process at high temperature, followed by fermentation.

In this research was performed hydrolysis method of dilute acid by using sulfuric acid of 0.5%. Hydrolysis process by doing optimization temperature in both phase I and II to obtain the optimum temperature based on total sugar produced. Phase I was done by four variables, namely 180, 190,195 and 2000C and phase II was done in five variables, namely 210, 220, 225, 230 and 235°C. After obtained optimum temperature of hydrolysis in phase I and II, then this condition is used to determine the ratio of Oil Palm Empty Stem with sulfuric acid solution which most optimal to produce sugar, in this case the total Oil Palm Empty Stem made is remain of 100 grams and addition sulfuric acid of 0.5% and varied of 400, 500, 600, 700 and 800 ml respectively. Sugar produced of this optimization phase is fermented using Sacharomyces cerevisiae yeast with time variation of 1, 2, 12, 18, 24, 48, 72, 96, 120, 144 and 168 hours. Then, the results of fermentation was analyzed to determine the optimal fermentation time based on bioethanol level produced.

The result of analysis showing that the optimum conditions of hydrolysis in phase I are 195°C in temperature with % sugar recovery of 9.4836% and phase II are 230°C in temperature with % sugar recovery of 1.9677%, by reagent comparison 1 part of Oil Palm Empty Stem and 6 parts sulfuric acid solution of 0.5%. The next process is fermentation by using Sacharomyces cerevisiae yeast with optimum fermentation time for 144 hours with bioethanol level of 12.21 %.

Page 6: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat

dan hidayah yang diberikan selama ini kepada Penulis sehingga Penulis dapat

menyelesaikan satu tugas berat dalam rangka penyelesaian studi di Politeknik

Negeri Ujung Pandang.

Sebagai manusia biasa, Penulis sangat menyadari bahwa Tugas Akhir

yang sederhana ini masih banyak terdapat kekeliruan dan masih memerlukan

perbaikan secara menyeluruh, hal ini tidak lain disebabkan karena keterbatasan

ilmu dan kemampuan yang dimiliki oleh Penulis dalam menyelesaikan tugas yang

bagi Penulis dirasakan cukup berat, karenanya berbagai masukan dan saran yang

sifatnya membangun sangatlah diharapkan demi sempurnanya Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam proses awal hingga selesainya Tugas

Akhir ini, banyak sekali pihak yang telah terlibat dan berperan serta untuk

mewujudkan selesainya Tugas Akhir ini, karena itu pada tempatnyalah Penulis

ingin menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya

kepada mereka yang secara moril maupun materil telah banyak membantu Penulis

untuk merampungkan Tugas Akhir ini hingga selesai.

Pertama-tama ucapan terima kasih Penulis haturkan secara khusus

kepada orang tua yang Penulis hormati dan cintai ayanda dan ibunda yang telah

membesarkan Penulis dengan penuh kesabaran hingga Penulis dapat berhasil

menyelesaikan studi pada jenjang yang lebih tinggi juga kepada seluruh saudara

Penulis, yang dengan semangatnya selama ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih Penulis haturkan terima kasih kepada

Bapak Dr. Firman, M.Si selaku Direktur Politeknik dan Bapak Drs. Abdul Azis,

Page 7: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

M.T selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia yang selama ini telah membantu Penulis

hingga dapat menyelesaikan studi di Politeknik Negeri Ujung pandang.

Selanjutnya ucapan terima kasih Penulis haturkan kepada kedua

pembimbing Penulis Bapak HR.Fajar, S.T,. M.Eng selaku Pembimbing I dan

Bapak Lasire, Bsc selaku Pembimbing II yang mana keduanya dengan penuh

kesabaran memberikan bimbingannya dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.

Juga kepada semua sahabat Penulis yang banyak memberikan semangat

agar cepat selesai dan ikut membantu Penulis mencari data selama penelitian ini

dilakukan, dan orang-orang yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu pada

kesempatan ini, harapan Penulis semoga bantuan yang selama ini diberikan secara

moril maupun materil mendapatkan imbalan amal dari Allah SWT dan semoga

Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Akhirnya, semoga Allah SWT, memberikan perlindungan kepada kita

semua, Wassalamu Alaikum WrWb.

Makassar, Oktober 2012

Penulis

Page 8: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................... iHALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iiHALAMAN PENERIMAAN...................................................................... iiiABSTRAK................................................................................................... ivABSTRACT................................................................................................. vKATA PENGANTAR................................................................................... viDAFTAR ISI................................................................................................ viiiDAFTAR TABEL........................................................................................ xDAFTAR GAMBAR................................................................................... xiDAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xiiBAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah............................................................................... 1B. Rumusan Masalah........................................................................................ 3C. Tujuan Penelitian......................................................................................... 3D. Manfaat Penelitian....................................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 5A. Limbah Industri Perkebunan.................................................... 5B. Karakteristik Lignoselulosa..................................................... 6

1. Lignoselulosa...................................................................... 6 2. Selulosa................................................................................ 7 3. Hemiselulosa........................................................................ 8C. Hidrolisis.................................................................................. 9

1. Hidrolisis Asam............................................................................................ 102. Hidrolisis Enzimatik.................................................................................... 12

D. Fermentasi................................................................................ 13E. Bioetanol.................................................................................. 15

1. Sifat Bioetanol.................................................................... 152. Kegunaan Bioetanol........................................................... 16

BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 18A. Waktu dan Tempat Penelitian.................................................. 18B. Bahan....................................................................................... 18C. Alat.......................................................................................... 19 D. Prosedur Percobaan.................................................................. 19

1. Pengambilan sampel.................................................................................... 192. Perlakuan awal sampel dan analisa.............................................................. 203. Analisa kandungan holoselulosa pada bahan baku...................................... 204. Proses hidrolisis........................................................................................... 215. Proses Fermentasi Hasil hidrolisis............................................................... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 26A. Hasil Analisis Kandungan Holoselulosa.................................. 26B. Hasil Analisis Kadar Gula Pada Optimasi Temperatur............ 27

C. Hasil Analisis Kadar Gula Pada Perbandingan Larutan Asam Dalam Proses Hidrolisis................................................ 29

Page 9: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

D. Hasil Analisis Optimasi Waktu Fermentasi............................. 34BAB V PENUTUP..................................................................................... 37

A. Kesimpulan ............................................................................................37B. Saran 38

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 39LAMPIRAN................................................................................................. 41

Page 10: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Kandungan tandan kosong kelapa sawit ...................... 6

Tabel 2 Hasil komponen tandan kosong kelapa sawit............... 26

Tabel 3 Hasil % recovery gula pada temperatur hidrolisis

tahap I............................................................................ 27

Tabel 4 Hasil % recovery gula pada temperatur hidrolisis

tahap II........................................................................... 28

Tabel 5 Hasil % recovery gula dengan perbandingan pereaksi

hidrolisis tahap I............................................................ 30

Tabel 6 Hasil % recovery gula dengan perbandingan pereaksi

hidrolisis tahap II........................................................... 31

Tabel 7 Hasil analisis % recovery proses hidrolisis

tahap I dan II................................................................. 33

Tabel 8 Data densitas dari larutan standar etanol....................... 34

Tabel 9 Hasil perhitungan % bioetanol dari persamaan garis

lurus............................................................................... 35

Page 11: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Struktur Selulosa.................................................................. 7

Gambar 2 Struktur Hemiselulosa.......................................................... 9

Gambar 3 Struktur Glukosa................................................................... 12

Gambar 4 Kurva hubungan temperatur dengan % recovery gula

hidrolisis tahap I................................................................... 27

Gambar 5 Kurva hubungan temperatur dengan % recovery gula

hidrolisis tahap II.................................................................. 28

Gambar 6 Kurva hubungan jumlah pereaksi dengan % recovery gula

hidrolisis tahap I................................................................... 30

Gambar 7 Kurva hubungan jumlah pereaksi dengan % recovery gula

hidrolisis tahap II.................................................................. 31

Gambar 8 Kurva hubungan waktu fermentasi dengan kadar

bioetanol .............................................................................. 35

Gambar 9 Kurva standarisasi bioetanol berdasarkan berat jenis.......... 49

Page 12: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Diagram Alir.................................................................. 42

Lampiran 2 Pengolahan data............................................................. 43

Lampiran 2 Gambar dokumentasi..................................................... 52

Page 13: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pengembangan bahan bakar nabati (BBN) sebagai pengganti bahan

bakar fosil di Indonesia semakin meningkat. Pemerintah juga memberikan

perhatian dengan diterbitkannya Instruksi Presiden No.1 Tahun 2006

tertanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar

Nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Alternatif. Potensi Indonesia untuk

menghasilkan BBN masih sangat besar namun belum dioptimalkan. Hal ini

disebabkan kurangnya riset bioteknologi dan infrastruktur untuk produksi

BBN skala industri.

Biobutanol merupakan bahan bakar nabati yang berpotensi besar untuk

dikembangkan sebagai substitusi bensin. Beberapa kelebihan biobutanol

sebagai biofuel adalah dapat dengan mudah ditambahkan sebagai campuran

premium dan solar, dapat dicampur pada tingkat konsentrasi tinggi pada

penggunaan standar mesin kendaraan tanpa membutuhkan adaptasi khusus.

Biobutanol merupakan hasil fermentasi gula sederhana oleh bakteri Clostridia.

Gula sederhana sendiri dapat diperoleh dari bahan baku berbasis gula (tebu,

bit, dsb) atau berbasis tepung (singkong, jagung, sorgum, dsb.) atau berbasis

serat (kayu, limbah tani, dsb.). Oleh karena itu, biobutanol diharapkan dapat

menjadi bahan bakar terbarukan sebagai pengganti bensin yang mendukung

keberlanjutan energi di dunia, khususnya Indonesia.

13

Page 14: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Di Indonesia, penelitian mengenai biobutanol sebagai bahan bakar

belum berkembang. Hal ini ditunjukkan dengan minimnya literatur mengenai

penelitian butanol yang dilakukan di Indonesia. Selama ini pengembangan

BBN sebagai pengganti bensin masih berfokus pada produksi etanol dengan

bahan baku pangan.

Proses pengolahan TKKS menjadi bioetanol terdiri atas proses

pencacahan, hidrolisis, fermentasi dan pemurnian (destilasi). Dengan metode

hidrolisis TKKS hanya dengan satu tahap sebagai bahan baku bioetanol

menghasilkan yield etanol yang sangat rendah (Musdalifah dan Melista,2007).

Menurut Taherzadeh, M.j. dan Karimi, K (2007) pada hidrolisis

holoselulosa menjadi larutan gula akan terbentuk senyawa inhibitor (asam

karbosilik, senyawa furan dan senyawa fenol) yang dapat bertindak sebagai racun

pada proses fermentasi larutan gula menjadi etanol. Untuk meminimalkan

terbentuknya senyawa inhibitor tersebut maka hidrolisis holoselulosa harus

dilakukan dua tahap. Tahap pertama, menghidrolisis hemiselulosa menjadi

monomer gula, dilakukan pada temperatur rendah. Tahap kedua, menghidrolisis

selulosa menjadi monomer gula tetapi temperatur lebih tinggi (Chandel,A.K

dkk,2007).

Seletah mempertimbangkan penelitian sebelumnya yang telah dijelaskan

diatas, maka pada penelitian ini akan dilakukan hidrolisis holoselulosa TKKS dua

tahap. Selain itu penelitian ini juga akan dilakukan optimasi suhu pada proses

hidrolisis tahap pertama dan tahap ke dua, optimasi jumlah pereaksi serta waktu

optimal pada proses fermentasi agar didapatkan bioetanol yang maksimal.

14

Page 15: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

B. Rumusan Masalah

1. Berapa banyak kandungan holoselulosa TKKS yang dapat diolah

menjadi bioetanol?

2. Berapa temperatur optimal pada proses hidrolisis tahap pertama untuk

mendapatkan % recovery gula yang optimal, temperatur divariasikan dari

180, 190, 195 dan 200oC?

3. Berapa temperatur optimal pada proses hidrolisis tahap ke dua untuk

mendapatkan % recovery gula yang optimal, temperatur divariasikan dari

210, 220, 225, 230 dan 235oC?

4. Berapa jumlah pereaksi optimal pada proses hidrolisis tahap pertama dan

kedua untuk mendapatkan % recovery gula yang optimal, perbandingan

sampel dengan jumlah peraksi divariasikan 1:4, 1:5, 1:6, 1:7 dan 1:8?

5. Berapa waktu optimal pada proses fermentasi larutan gula untuk

mendapatkan kadar bioetanol tertinggi, waktu divariasikan dari 1, 2, 12,

18, 48, 60, 80, 92, 100, 120, 144 dan 168 jam?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu :

1. Menentukan kandungan holoselulosa TKKS yang dapat diolah menjadi

bioetanol.

2. Menentukan temperatur yang optimal pada proses hidrolisis tahap pertama

untuk mendapatkan % recovery gula yang optimal.

15

Page 16: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

3. Menentukan temperatur yang optimal pada proses hidrolisis tahap kedua

untuk mendapatkan % recovery gula yang optimal.

4. Menentukan jumlah pereaksi optimal pada proses hidrolisis tahap pertama

dan kedua untuk mendapatkan % recovery gula yang optimal.

5. Menentukan waktu optimal pada proses fermentasi larutan gula untuk

mendapatkan kadar bioetanol tertinggi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat :

1. Menyediakan data kandungan holoselulosa pada TKKS yang dapat

digunakan sebagai dasar evaluasi lebih lanjut.

2. Menyediakan data temperatur optimal pada hidrolisis tahap pertama dan

tahap kedua TKKS untuk mendapatkan yield etanol yang optimal.

3. Menyediakan data waktu optimal pada proses fermentasi larutan gula hasil

hidrolisis tahap pertama dan kedua.

4. Menyediakan informasi bagi Perusahaan kelapa sawit dan masyarakat di

Kabupaten Mamuju dalam pemanfaatan limbah TKKS yang selama ini

dinilai belum efisien.

16

Page 17: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah Industri Perkebunan

Tandan kelapa sawit merupakan bagian dari pohon kelapa sawit yang

berfungsi sebagai tempat untuk buah kelapa sawit. Setiap tandan mengandung 62 –

70% buah dan sisanya adalah tandan kosong yang belum termanfaatkan secara

optimal (Naibaho, PM. 1998).

Limbah padat kelapa sawit merupakan lignoselulosa yang dihasilkan dari

industri perkebunan. limbah padat dari perkebunan kelapa sawit terdiri dari

TKKS, serat, tempurung, batang pohon dan pelepah daun. Dari kelima bahan

tersebut, bahan yang paling besar kandungan selulosanya adalah TKKS sebesar

45,95%, disusul oleh batang pohon sebesar 45,7% dan serat sebesar 39,9%

(Musdalifah dan Melista, 2007). Batang pohon sekalipun mengandung selulosa

yang cukup tinggi tetapi tidak ekonomis untuk dijadikan bahan baku bioetanol

karena hanya dihasilkan saat peremajaan tanaman sawit. Komposisi kandungan

tandan kosong kelapa sawit dilihat pada tabel 1. Dalam proses produksi CPO,

1 ton TBS menghasilkan 200 kg CPO dan limbah padat TKKS 250 kg. Menurut

Dirjenbun (2010), Produksi CPO Indonesia pada tahun 2010 sebesar 19,84 juta

17

Page 18: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

ton dengan luas area perkebunan 7.321 ribu Ha, sedangkan produksi CPO

Sulawesi Barat sebesar 321.671 ton dengan luas area perkebunan 6.365 Ha

(BPS sulbar, 2010). Hasil produksi TBS kelapa sawit pada tahun 2010 di

Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat, mencapai 6.533,54 ton (BPS

sulbar,2010). Diperkirakan jumlah limbah padat kelapa sawit tahun 2010 di

Indonesia adalah 20,75 juta ton sedangkan limbah padat kelapa sawit di

Kabupaten Mamuju diperkirakan adalah 1,6 juta ton.

Tabel 1 Kandungan tandan kosong kelapa sawit

No.

Komponen Tandan Kosong Kelapa Sawit Komposisi (%)

1. Selulosa 45,95

2. Hemiselulosa 22,84

3. Lignin 16,49

4. Abu 1,23

5. Nitrogen 0,53

6. Minyak 2,41

Sumber : Darnoko, 1993

B. Karakteristik Lignoselulosa Sebagai Bahan Baku Bioetanol

Biomassa lignoselulosa sebagian besar terdiri dari campuran polimer

karbohidrat, lignin, ekstraktif, dan abu. Kadang-kadang disebutkan holoselulosa,

istilah ini digunakan untuk menyebutkan total karbohidrat yang dikandung

di dalam biomassa dan meliputi selulosa dan hemiselulosa. (Isroi, 2008)

1. Lignoselulosa

18

Page 19: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Pada dasarnya, lignoselulosa terdiri dari holoselulosa dan lignin. Selulosa

dan hemiselulosa TKKS harus dihidrolisis terlebih dahulu agar dapat difermentasi

menjadi etanol. Proses hidrolisis ini perlu dilakukan untuk memecah senyawa-

senyawa selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula. Monomer gula yang

dimaksud disini adalah pentosa dan hexosa. Campuran semua selulosa dan

hemiselulosa disebut dengan holoselulosa, yang bebas dari lignin dan memiliki

pengaruh besar dalam pembentukan yield etanol (Fajar,HR. 2011). Lignin adalah

salah satu penyusun tanaman yang berfungsi sebagai bahan pengikat komponen

penyusun lainnya, sehingga pohon berdiri tegak.

2. Selulosa

Selulosa adalah polimer glukosa (hanya glukosa) yang tidak bercabang

terdiri dari 2.000-26.000 atau lebih unit D-glukosa. Bentuk polimer ini

memungkinkan selulosa saling menumpuk/terikat menjadi bentuk serat yang

sangat kuat. Panjang molekul selulosa ditentukan oleh jumlah unit D-glukosa di

dalam polimer, disebut dengan derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa

tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran 2000 – 27000 unit D-

glukosa. Polimer selulosa terdiri dari rantai glukosa tidak bercabang dengan

ikatan α-1,4 glikosida. Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan

menggunakan asam atau enzim. Selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat

difermentasikan menjadi bioetanol. (Isroi, 2008).

Gambar 1. Struktur selulosa (Sumber : Ghozi Faisol,M. 2009)

19

Page 20: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

2. Hemiselulosa

Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polimer gula.

Namun, berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun dari glukosa, hemiselulosa

tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Hemiselulosa terdiri dari rantai pendek

bercabang gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula

berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6) misalnya: xylosa, mannose, glukosa, galaktosa,

arabinosa, dan sejumlah kecil rhamnosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat,

dan asam galaturonat. Xylosa adalah salah satu gula C-5 dan merupakan gula

terbanyak kedua di biosfer setelah glukosa. Kandungan hemiselulosa di dalam

biomassa lignoselulosa berkisar antara 11% hinga 37% (berat kering biomassa).

Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula C-5 lebih

sulit difermentasi menjadi etanol dari pada gula C-6 (Isroi, 2008).

Hemiselulosa umumnya dikelompokkan berdasarkan residu gula utama

yang menyususun rangkanya, seperti: xylan, mannan, galactan, dan glucan,

dengan xylan dan mannan adalah gugus utama dari hemiselulosa. Hemiselulosa

umumnya dilaporkan berasosiasi secara kimia atau terikat-silang dengan

polisakarida, protein, atau lignin. Xylan kemungkinan sebagai wilayah ikatan

utama antara lignin dan karbohirat lain. Hemiselulosa lebih mudah larut dari pada

selulosa, dan dapat diisolasi dari kayu dengan ekstraksi.

Hemiselulosa berfungsi sebagai pendukung dinding sel dan berlaku

20

Page 21: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

sebagai perekat antar sel tunggal yang terdapat didalam batang pisang dan

tanaman lainnya. Hemiselulosa memiliki sifat non-kristalin dan bukan serat,

mudah mengembang, larut dalam air, sangat hidrofolik, serta mudah larut dalam

alkali. Kandungan hemiselulosa yang tinggi memberikan kontribusi pada ikatan

antar serat, karena hemiselulosa bertindak sebagai perekat dalam setiap serat

tunggal. Pada saat proses pemasakan berlangsung, hemiselulosa akan melunak,

dan pada saat hemiselulosa melunak, serat yang sudah terpisah akan lebih mudah

menjadi berserabut (Indrainy, 2005).

Gambar 2. Struktur Hemiselulosa (Sumber : Hardyanto, Agus,2010)

Proses pembuatan bioetanol dari bahan lignoselulosa dalam persamaan

kimia sederhana adalah sebagai berikut (Scheper, T.,2007) :

Selobiosa + H2O(aq) C6H12O6 (aq) + C6H12O6 (aq)

C6H12O6 (aq) C2H5OH(aq) + 2 CO2 (g)

C. Hidrolisis

Hidrolisis meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa

lignoselulosa, yaitu: selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula

penyusunnya. Hidrolisis sempurna selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan

hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentosa (C5) dan heksosa

(C6). Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau enzimatik.

Faktor yang berpengaruh pada hidrolisis selulosa antara lain waktu reaksi,

21

Page 22: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

pencampuran, suhu reaksi, jumlah dan konsentrasi pereaksi serta jenis katalisator.

1. Hidrolisis asam

Di dalam metode hidrolisis asam, biomassa lignoselulosa dipaparkan

dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu, dan

menghasilkan monomer gula dari polimer selulosa dan hemiselulosa. Beberapa

asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat

(H2SO4), asam perklorat, dan HCl. Asam sulfat merupakan asam yang paling

banyak diteliti dan dimanfaatkan untuk hidrolisis asam. Hidrolisis asam dapat

dikelompokkan menjadi hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer

(Taherzadeh, M.J. dan Karimi, K.,2007).

Hidrolisis asam pekat merupakan teknik yang sudah dikembangkan cukup

lama. Braconnot di tahun 1819 pertama menemukan bahwa selulosa bisa

dikonversi menjadi gula yang dapat difermentasi dengan menggunakan asam

pekat (Taherzadeh, M.J. dan Karimi, K.,2007). Hidrolisis asam pekat

menghasilkan gula yang tinggi (90% dari hasil teoritik) dibandingkan dengan

hidrolisis asam encer, dan dengan demikian akan menghasilkan etanol yang lebih

tinggi (Hamelinck dkk., 2005). Hidrolisis asam encer dapat dilakukan pada suhu

rendah. Namun demikian, konsentrasi asam yang digunakan sangat tinggi (30 –

70%). Proses ini juga sangat korosif karena adanya pengenceran dan pemanasan

asam. Proses ini membutuhkan peralatan metal yang mahal atau dibuat secara

khusus. Di sisi lain, jika menggunakan asam sulfat, dibutuhkan proses netralisasi

yang menghasilkan limbah gypsum/kapur yang sangat banyak. Dampak

lingkungan yang kurang baik dari proses ini membatasi penggunaan asam

22

Page 23: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

perklorat dalam proses ini. Hidrolisis asam pekat juga membutuhkan biaya

investasi dan pemeliharaan yang tinggi, hal ini mengurangi ketertarikan untuk

komersialisasi proses ini (Taherzadeh, M.J. dan Karimi, K.,2007).

Hidrolisis asam encer juga dikenal dengan hidrolisis asam dua tahap dan

merupakan metode hidrolisis yang banyak dikembangkan dan diteliti saat ini.

Hidrolisis asam encer pertama kali dipatenkan oleh H.K. Moore pada tahun 1919.

Potongan (chip) kayu dimasukkan ke dalam tangki kemudian diberi uap panas

pada suhu 300oF selama satu jam. Selanjutnya dihidrolisis dengan menggunakan

asam fosfat. Hidrolisis dilakukan dalam dua tahap. Hidrolisat yang dihasilkan

kemudian difermentasi untuk menghasilkan etanol. Hidrolisis selulosa dengan

menggunakan asam telah dikomersialkan pertama kali pada tahun 1898

(Hamelinck dkk., 2005). Tahap pertama dilakukan dalam kondisi yang lebih

‘lunak’ dan akan menghidrolisis hemiselulosa (konsentrasi H2SO4 0,7%,

temperatur 190oC). Tahap kedua dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, tetapi

dengan konsentrasi asam yang lebih rendah untuk menghidrolisis selulosa

(konsentrasi H2SO4 0.4%, temperatur 215oC) (Hamelinck dkk., 2005).

Secara teoritis, hidrolisis hemiselulosa dan selulosa dapat menghasilkan

reaksi samping yang bersifat racun (senyawa inhibitor) pada proses fermentasi.

Beberapa senyawa inhibitor yang dapat terbentuk selama proses hidrolisis asam

encer adalah furfural, 5-hydroxymethylfurfural (HMF), asam levulinik, asam

asetat, asam format, asam uronat, asam 4-hydroxybenzoic, asam vanilik, vanillin,

phenol, cinnamaldehyde, formaldehida, dan beberapa senyawa lain (Taherzadeh,

M.J. dan Karimi, K.,2007). Untuk meminimalkan terbentuknya senyawa inhibitor

23

Page 24: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

pada proses hidrolisis dibutuhkan prototype autoklaf yang dapat bekerja pada

kondisi tekanan 29 bar dan temperatur 190-2100C dengan waktu tinggal 3-10

menit (Chandel dkk., 2007).

Glukosa

Glukosa (C6H12O6) adalah gula sederhana (monosakarida). Glukosa juga

merupakan penyusun dalam beberapa polisakarida, misalnya pati dan selulosa.

Polisakarida ini bila dihidrolisis akan menghasilkan glukosa. Glukosa merupakan

gula C-6 yang memiliki beberapa bentuk, tetapi umumnya digambarkan sebagai

cincin karbon seperti gambar di bawah ini.

Gambar 3. Struktur Glukosa (Sumber : Hardyanto, Agus. 2010)

2. Hidrolisis enzimatik

Hidrolisis enzimatik mirip dengan proses di atas yaitu dengan mengganti

asam dengan enzim. Teknik ini dikenal dengan teknik Hidrolisis dan Fermentasi

Terpisah Separated Hydrolysis and Fermentation (SHF). Hidrolisis dengan enzim

tidak membuat atau menghasilkan kondisi lingkungan yang kurang mendukung

proses biologi/fermentasi seperti pada hidrolisis dengan asam, kondisi ini

memungkinkan untuk dilakukan tahapan hidrolisis dan fermentasi secara

bersamaan yang dikenal dengan Simultaneuos Saccharification and Fermentation

(SSF).

Teknik ini menggunakan kombinasi enzim selulosa dan mikroorganisme

24

Page 25: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

fermentasi, gula yang dihasilkan dari hidrolisis enzim selulase dapat secara segera

diubah menjadi bioetanol oleh mikroba. Tiga fraksi enzim selulosa dihasilkan dari

fungi mesofilik misalnya Trichoderma resei atau dari bakteri termofil selulolitik

seperti Themotoga, Anaerocellum, Rhodothermus, Clostridium, Thermoascus,

Thermophilum, Acremonium (Scheper, T.2007).

D. Fermentasi

Fermentasi merupakan suatu proses hidrolisa komponen organik anaerob

atau aerob sebagian oleh aktivitas mikroorganisme.

Reaksi yang terjadi dalam proses fermentasi pembuatan bioetanol adalah :

C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2

Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi

bioetanol dengan menggunakan yeast. Bioetanol yang diperoleh dari proses

fermentasi ini, biasanya bioetanol dengan kadar 8% sampai 10% volume.

Bioetanol yang dihasilkan proses fermentasi tersebut perlu ditingkatkan

kualitasnya dengan membersihkannya dari zat-zat yang tidak diperlukan.

Bioetanol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya masih mengandung

gas–gas antara lain CO2 yang ditimbulkan dari pengubahan glukosa menjadi

bioetanol dan aldehid yang perlu dibersihkan. Gas CO2 pada hasil fermentasi

tersebut biasanya mencapai 35 persen volume, sehingga untuk memperoleh

bioetanol yang berkualitas baik, bioetanol tersebut harus dibersihkan dari gas

tersebut. Proses pembersihan (washing) CO2 dilakukan dengan menyaring

bioetanol yang terikat oleh CO2, sehingga dapat diperoleh bioetanol yang bersih

dari gas CO2. Kadar bioetanol yang dihasilkan dari proses fermentasi, biasanya

25

Page 26: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

hanya mencapai 8 sampai 10% saja, sehingga untuk memperoleh bioetanol yang

berkadar 95% diperlukan juga proses lainnya, yaitu proses distilasi dan dehidrasi.

Saccharomyces cerevisiae memiliki sel berbentuk ellips atau silindir.

Ukuran sel antara 5-20 mikron, biasanya 5-10 kali lebih besar dari ukuran bakteri

dan merupakan mikroorganisme bersel tunggal, tidak bergerak sehingga tidak

memiliki struktur tambahan di bagian luarnya seperti flagella (Buckle, 1987).

Saccharomyces cerevisiae termasuk khamir uniseluler. Khamir ini bersifat

nonpatogenik dan nontoksik, sehingga sejak dahulu banyak digunakan dalam

berbagai proses fermentasi seperti pada pembuatan roti, asam laktat, dan alkohol

(Lee, J.1992).

Saccharomyces cerevisiae memerlukan kondisi lingkungan yang cocok

untuk pertumbuhannya, yaitu nutrisi sebagai sumber energi terutama gula, pH

optimum 4-5, temperatur optimum 28ºC - 30ºC serta kebutuhan akan oksigen

terutama pada awal pertumbuhan. Saccharomyces cerevisiae merupakan

organisme fakultatif anaerob yang dapat digunakan baik sistem aerob maupun

anaerob untuk memperoleh energi dari pemecahan glukosa.

Saccharomyces cerevisiae dapat menghasilkan etanol dalam jumlah yang besar.

Selain itu juga memiliki toleransi yang tinggi terhadap etanol, toleransi terhadap

etanol pada variasi strain berbeda.

E. Bioetanol

Bioetanol merupakan etanol yang diperoleh melalui proses fermentasi

biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Bioetanol yang mengandung 35%

26

Page 27: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

oksigen dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas

rumah kaca. Keuntungan lain dari bioetanol adalah nilai oktannya lebih tinggi dari

premium sehingga dapat menggantikan fungsi bahan aditif seperti MTBE

(Methylen Tetra Buthyl Ether). Bioetanol dapat langsung dicampur dengan

premium pada berbagai komposisi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan

emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan dan bioetanol merupakan bahan

bakar yang bersih, hasil pembakaran menghasilkan CO2 dan H2O. Penambahan

bahan yang mengandung oksigen pada sistem bahan bakar akan mengurangi emisi

gas CO yang sangat beracun.

1. Sifat bioetanol

Bioetanol merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat

yang mengandung karbohidrat ( gula, pati atau selulosa )

Sifat-sifat dari bioetanol adalah :

Merupakan cairan yang tidak berwarna (jernih) seperti air

Mudah larut dalam air dan eter

Berbau khas

Volatile (mudah menguap)

Berat molekul = 46,07 g/mol

Berat jenis = 0,7905 g/mol (suhu 20 oC)

Viskositas = 0,0122 poise (suhu 20 oC)

Titik didih = 78,9 oC

Titik leleh = -122 oC

Panas laten penguapan = 204 kal/g

27

Page 28: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

(sumber : Fluka Chemika – Bio Chemika)

2. Kegunaan bioetanol

Adapun kegunaan bioetanol antara lain :

Sebagai bahan dasar untuk pembuatan pereaksi-pereaksi kimia lainnya,

seperti: asetaldehida, ethyl asetat dan lain-lain.

Sebagai pelarut, terutama dalam industri farmasi, fernis, desinfektan,

plastik, dan sebagainya

Sebagai bahan bakar

Kegunaan bioetanol sebagai bahan bakar mempunyai pengaruh untuk

meningkatkan nilai oktan dan peniadaan tambahan zat-zat yang diperlukan agar

mesin dapat berjalan lebih halus. Pengujian pada kendaraan roda empat di

laboratorium Badan Penelitian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menunjukkan

bahwa tingkat emisi karbon dan hidrokarbon Gasohol E-10 yang merupakan

campuran bensin dan etanol 10% lebih rendah dibandingkan dengan premium dan

pertamax. Pengujian karakteristik untuk unjuk kerja yaitu daya dan torsi

menunjukkan bahwa sebagian besar premium konvensionil dapat beroperasi

secara normal dengan bahan bakar bioetanol (kemurnian 95%) sebanyak 10%

(E 10) dicampur premium 90% cenderung lebih baik daripada pertamax.

Bioetanol sebagai pengganti bahan bakar cair untuk mesin dengan

pembakaran internal, dapat juga digunakan sebagai sumber bahan pembuatan

dalam pembuatan senyawa-senyawa kimia, sebagai bahan bakar mesin turbin,

pemanas ketel di pabrik-pabrik, untuk lampu-lampu dan kompor masak sederhana

28

Page 29: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

sebagai bahan bakar, bioetanol memiliki beberapa kelebihan, seperti ramah

lingkungan dan dapat diperbaharui.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini memerlukan waktu selama 5 bulan terhitung dari bulan

Februari 2012 sampai dengan Juli 2012 di Laboratorium Jurusan Teknik Kimia

Politeknik Negeri Ujung Pandang.

29

Page 30: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

B. Bahan

Bahan yang digunaka pada penelitian ini :

Bahan baku limbah TKKS yang diperoleh dari Mamuju

Larutan Fehling A

Larutan Fehling B

Indikator Methylen Blue

Glukosa monohidrat

Ragi Saccaromyces cereviseae

Urea

NPK

NaOH 0,1 N

H2SO4 98 %

Etanol Absolut

Aquades

C. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini :

Reaktor hidrolisis

Tabung berskala

Rangkaian alat distilasi

Seperangkat alat pengukuran yang terdiri dari Gelas Kimia, Erlenmeyer,

Pipet ukur, Pipet volume, Labu ukur, Neraca analitik, dan lain-lain.

Alat pendukung lainnya yang diperlukan dalam penelitian

30

Page 31: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

D. Prosedur Percobaan :

Pada penelitian ini ada 5 (lima) tahapan yaitu pengambilan sampel,

perlakuan awal sampel, analisa kandungan holoselulosa pada bahan baku,

proses hidrolisis dan fermentasi hasil hidrolisis.

1. Pengambilan sampel

Pengambilan sampel untuk analisa dilakukan di Mamuju propinsi

Sulawesi Barat. Metode pengambilan bahan limbah padat kelapa sawit

dilakukan secara acak yang berasal dari Mamuju. Setelah itu dilakukan

klasifikasi berdasarkan jenis limbahnya yaitu: TKKS, serat, tempurung,

ranting pohon dan pelepah daun. Limbah TKKS diambil, dibersihkan,

dipotong kecil kira-kira 2-5 cm. Selanjutnya di masukkkan kedalam karung

goni dan dibawa ke laboratorium.

2. Perlakuan awal sampel dan analisa

Serbuk kasar limbah padat kelapa sawit dikeringkan hingga kadar

airnya di bawah 10 %. Selanjutnya, analisa kadar selulosa dan

hemiselulosa ditentukan dengan cara Datta, R (1981). Analisis kandungan

holoselulosa.

3. Analisa kandungan holoselulosa pada bahan baku

a. Dari 1 gr TKKS (A) ditambahkan 150 mL H2O kemudian direfluks

selama 2 jam pada temperatur 100oC.

31

Page 32: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

b. Campuran tersebut disaring kemudian di pisahkan antara residu

dengan larutan air (Larutan air panas mengandung B Pectins dan

oligosakarida).

c. Residu dikeringkan dalam oven dan di timbang berat konstan residu

kering(C).

d. Residu kering (C) ditambahkan 150 mL 0,5 M H2SO4, kemudian

direfluks selama 2 jam pada temperatur 100oC.

e. Campuran tersebut disaring kemudian di pisahkan antara residu

dengan larutan H2SO4 0,5 M (Larutan mengandung D Hemiselulosa),

setelah itu residu dibilas dengan aquades.

f. Residu dikeringkan dalam oven dan di timbang berat konstan residu

kering( E).

g. Residu kering (E) direndam dengan 10 mL H2SO4 72 % (v/v) pada

temperatur ruangan selama 4 jam.

h. Kemudian dilarutkan hingga konsentrasinya menjadi 0,5 M H2SO4

i. Kemudian direfluks selama 2 jam pada temperatur 100oC (Larutan

mengandung F Selulosa)

j. Campuran tersebut disaring kemudian di pisahkan antara residu

dengan larutan H2SO4 0,5 M, setelah itu residu dibilas dengan aquades.

k. Residu dikeringkan dalam oven dan di timbang berat konstan residu

kering (G).

Dari prosedur fraksinasi lignoselulosa dapat diperoleh persamaan :

a) Fraksi hemiselulosa (D) =

32

Page 33: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

b) Fraksi selulosa (F) =

c) Fraksi lignin =

4. Proses hidrolisis

Pada proses hidrolisis ini dilakukan optimasi temperatur dan optimasi jumlah

pereaksi kemudian dilakukan analisis hasil hidrolisis.

a.Optimasi temperatur

Variable percobaan

1). Variabel tetap :

Konsentrasi H2SO4 encer adalah 0,5%. Perbandingan jumlah sampel

TKKS dengan volume H2SO4 encer adalah 1:6.

2). Variabel Peubah :

Penentuan temperatur optimum hidrolisis tahap pertama dan tahap

kedua dilakukan dengan cara temperatur hidrolisis tahap pertama

divariasikan yaitu: 180, 190, 195, 2000C dan temperatur hidrolisis tahap

kedua divariasikan yaitu: 210, 220, 225, 230, dan 2350C.

b. Prosedur optimasi temperatur pemanasan

Bahan baku dari TKKS mengalami dua tahapan hidrolisis. Percobaan

untuk hidrolisis I diawali dengan memasukkan 100 gram bahan baku limbah

TKKS dan 600 ml larutan H2SO4 0,5% ke dalam autoklaf (perbandingan

bahan baku limbah TKKS dengan larutan larutan H2SO4 0,5% adalah 1 : 6),

kemudian reactor ditutup dengan sempurna dan pemanas disetting hingga

33

Page 34: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

temperatur 2000C serta motor pengaduk dinyalakan. Ketika mencapai

temperatur 180, 190, 195 dan 2000C diambil sampel kira-kira 10 ml.

Masing-masing sampel tiap temperatur dianalisis dengan metode

fehling untuk mengetahui kadar gula dalam sampel. Selanjutnya menentukan

temperatur optimal untuk hidrolisis pertama.

Setelah pengambilan sampel pada temperatur 2000C, hidrolisis tahap

pertama dihentikan. Reaktor didinginkan dan dibuka untuk mengambil

residunya. Residu kemudian dibilas menggunaka air temperatur 600C hingga

netral dan dikeringkan hingga kadar airnya dibawah 10%. Residu yang

diperoleh selanjutnya menjadi bahan baku pada hidrolisis II. Perbandingan

residu dengan larutan H2SO4 0,5% adalah 1 : 6. Perlakuan hidrolisis pertama

sama dengan hidrolisis kedua disetting hingga temperatur 2350C. Ketika

mencapai temperatur 210, 220, 225, 230, dan 2350C diambil sampel kira-kira

10 ml. Masing-masing sampel tiap temperatur dianalisis dengan metode

fehling untuk mengetahui kadar gula dalam sampel. Setelah pengambilan

sampel pada temperatur 2350C, hidrolisis tahap kedua dihentikan.

c. Optimasi jumlah pereaksi

1) Variabel tetap

Konsentrasi H2SO4 encer adalah 0,5% dan temperatur hidrolisis pertama dan

kedua adalah temperatur optimal hasil optimasi yang diperoleh pada

perlakuan optimasi temperatur.

2) Variabel peubah

Penentuan jumlah pereaksi yang optimal dilakukan dengan variasi kadar

34

Page 35: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

pereaksi (perbadingan berat TKKS : volume H2SO4 0,5%) adalah 1:4, 1:5,

1:6, 1:7 dan 1:8.

d. Proses optimasi jumlah pereaksi

Proses diawali dengan memasukkan berat 100 gram limbah TKKS

dalam larutan asam sulfat 0,5% dengan volume 600 ml dan (perbandingan

berat TKKS : volume H2SO4 encer adalah 1: 6) ke dalam reaktor (autoclave).

Kemudian reaktor ditutup dengan sempurna dan pemanas disetting hingga

temperatur optimum yang telah diperoleh serta motor pengaduk dinyalakan.

Ketika pemanasan telah mencapai temperatur optimum diambil sampel kira-

kira 10 ml. kemudian konsentrasi gula dalam sampel dianalisis dengan

metode fehling. Percobaan diulangi pada berbagai nilai variabel perbandingan

pereaksi (1:4, 1:5, 1:6, 1:7 dan 1:8). Percobaan menghasilkan konsentrasi

gula pada berbagai perbandingan pereaksi optimal untuk hidrolisis limbah

TKKS.

e. Analisa hasil hidrolisis

1) Standarisasi fehling (A+B) dengan glukosa monohidrat

Standarisasi ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi fehling.

Pertama ditimbang glukosa monohidrat dengan berat tertentu dan

diencerkan sampai volume 100 ml dalam labu ukur. Kemudian larutan

glukosa monohidrat dimasukkan ke dalam buret 50 ml. Fehling A dan

fehling B masing-masing ditambahkan dengan aquades 5 ml. Larutan

fehling A + B dipanaskan sampai mendidih, kemudian dititrasi dalam

35

Page 36: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

keadaan tetap mendidih dengan larutan glukosa monohidrat dan

ditambahkan indikator methylen blue. Titrasi dihentikan sampai warna

bening dan muncul endapan merah bata.

2) Analisa gula reduksi hasil hidrolisis

Analisa diawali dengan memipet sejumlah volume tertentu sampel

dengan pipet volume dan dinetralkan lalu diencerkan dalam labu ukur 100

ml, kemudian dimasukkan ke dalam buret 50 ml sebagai larutan penitar.

Fehling A dan fehling B (yang sudah distandarisasi) masing-masing

sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam erlenmenyer 250 ml dan

ditambahkan dengan aquades 10 ml lalu dipanaskan. Titrasi dilakukan

dalam keadaan mendidih sampai terjadi perubahan warna dari biru

menjadi coklat bening dan muncul endapan merah bata.

5. Fermentasi hasil hidrolisis

Percobaan fermentasi secara anaerob ini dilakukan pada pH 4,8 – 5,5

kemudian ditimbang urea 0,1 gram dalam 100 mL hidrolisat, NPK 0,2 gram

dalam 100 mL hidrolisat dan ragi Saccaromyces cereviseae 2 gram dalam 100 mL

hidrolisat. Kemudian dimasukkan kedalam botol fermentor dan fermentasi

dilakukan selama 7 hari, dengan pengambilan sampel pada jam ke 1, 2, 12, 18, 48,

60, 80, 92, 100, 120, 144 dan 168 jam. Gas CO2 sebagai hasil samping fermentasi

bioetanol dialirkan dalam botol yang berisi air.

36

Page 37: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis Kandungan Tandan Kosong Kelapa Sawit

Analisis kandungan tandan kosong kelapa sawit ini bertujuan menentukan

kadar holoselulosa yang terkandung pada tandan kosong kelapa sawit dengan cara

gravimetri menggunakan metode Rathin Datta (1981) pada masing-masing

komponen dan hasilnya ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2 Hasil komponen tandan kosong kelapa sawit

Komponen TKKS

Komposisi (%) Menurut

Komposisi (%) Menurut Darnoko 1993, dalam Haryati 2003.

37

Page 38: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

PenelitianSelulosa 38,95 45,95Hemiselulosa

31,08 22,84

Lignin 17,73 16,49

Dari tabel 2 terlihat bahwa kandungan TKKS memiliki senyawa

kompleks lignoselulosa karena mengandung hemiselulosa, selulosa dan lignin,

sehingga berpotensi untuk dihidrolisis menjadi gula. Dari ketiga komponen TKKS

diperoleh bahwa komponen selulosa merupakan komponen terbesar dari TKKS.

Akan tetapi kisaran kandungan lignoselulosa berdasarkan penelitian Darnoko

(1993) yang diperoleh dalam literatur terdapat perbedaan yang signifikan

meskipun bahan baku TKKS yang digunakan sama namun secara kimia akan

berbeda. Hal ini d buktikan oleh Palqvist dan Hagerdal (2000) bahwa untuk

sumber karbohidrat yang berbeda maka kandungan hemiselulosanya juga berbeda.

B. Hasil Analisis Kadar Gula Setelah Hidrolisis

Proses hidrolisa pada lignoselulosa memiliki tujuan untuk memecah ikatan

hemisellulosa dan menghilangkan kandungan lignin serta merusak struktur

selulosa menjadi senyawa gula sederhana (Sun, Y. dan J. Cheng. 2002). Pada

hidrolisis tahap I bertujuan untuk mengubah hemiselulosa menjadi monomer gula

sedangkan hidrolisis II bertujuan untuk mengubah selulosa menjadi glukosa.

Penentuan kadar gula setelah hidrolisis dianalisis dengan metode fehling. Hasil

analisis kadar gula diperoleh data dan dapat dihitung seperti pada lampiran, hasil

ditunjukkan pada tabel 3.

Tabel 3 Hasil perhitungan % recovery gula hidrolisis tahap I

38

Page 39: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Suhu % recovery gula

1800C 1,7808

1900C 4,1119

1950C 9,4835

2000C 6,6312

Dari hasi % recovery gula hidrolisis tahap I maka dapat dibuat kurva

seperti dibawah ini.

Gambar 4. Kurva hubungan temperatur dengan % recovery gula hidrolisis tahap I

Tabel 4 Hasil % recovery gula hidrolisis tahap II

Suhu % recovery gula

2100C 0,4117

2200C 0,5004

2250C 1,1063

2300C 2,2099

2350C 0,6931

Dari hasi % recovery gula hidrolisis tahap II maka dapat dibuat kurva

seperti dibawah ini.

Gambar 5. Kurva hubungan temperatur dengan % recovery gula hidrolisis tahap II

39

Page 40: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Penentuan kadar gula pada hidrolisis tahap I dan tahap II pada berbagai

variasi temperatur dianalisis dengan metode fehling. Selanjutnya penentuan

temperatur optimal untuk hidrolisis tahap I dan tahap II didasarkan pada hasil %

recovery gula optimal yang dihasilkan. Hasil hidrolisis tahap I ditunjukkan pada

gambar 4 terlihat bahwa % recovery gula optimal diperoleh pada temperatur

1950C sedangkan hidrolisis tahap II ditunjukkan pada gambar 5 terlihat bahwa

% recovery gula optimal diperoleh pada temperatur 2300C. Pada temperatur

tersebut larutan asam bekerja maksimal dalam mengkatalisis pemecahan

hemiselulosa dan selulosa menjadi monomernya melalui reaksi hidrolisis. Pada

temperatur yang lebih tinggi reaksi total tidak lagi mengarah pada pembentukan

monomer gula sehingga terlihat pada gambar 4 dan 5, % recovery gula pada

temperatur di atas temperatur optimal cenderung turun. Reaksi-reaksi secara

khusus terjadi selama perlakuan panas terhadap polisakarida. Pada hidrolisis tahap

I dan tahap II setelah temperatur optimal didapatkan maka naiknya temperatur

selanjutnya terjadi penurunan konversi gula. Padahal pada dasarnya reaksi kimia,

semakin tinggi suhu maka kecepatan reaksi dan konversi semakin meningkat,

seperti yang diberikan oleh persamaan Arhenius. Hal ini tidak terjadi apabila

waktunya di perpanjang karena terjadi reaksi lebih lanjut dimana adanya glukosa

yang pecah membentuk senyawa lain yaitu senyawa asam karboksilat, senyawa

furan, dan senyawa fenol (Rina.H., dkk, 2009).

C. Hasil Analisis Kadar Gula pada Perbandingan Pereaksi dalam Proses

Hidrolisis

40

Page 41: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses hidrolisis adalah

penambahan jumlah pereaksi sehingga dilakukan variasi jumlah pereaksi agar

didapatkan % recovery gula optimal untuk fermentasi. Penentuan kadar gula

setelah hidrolisis dianalisis dengan metode fehling. Hasil analisis kadar gula

diperoleh data dan dapat dihitung seperti pada lampiran, hasil ditunjukkan pada

tabel 5.

Tabel 5 Hasil Perhitungan % recovery gula proses hidrolisis tahap I pada perbandingan jumlah sampel dengan larutan asam

Perbandingan Jumlah Sampel dengan Larutan Asam

% recovery gula

1 : 4 0,1486

1 : 5 3,2818

1 : 6 9,4835

1 : 7 1,4527

1 : 8 0,6293

Dari hasil perhitungan % recovery gula proses hidrolisis tahap I pada

perbandingan jumlah sampel dengan larutan asam maka dapat dibuat kurva

dibawah ini :

Gambar 6. Kurva hubungan jumlah pereaksi dengan % recovery gula pada tahap I

41

Page 42: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Tabel 6 Hasil perhitungan % recovery gula proses hidrolisis tahap II pada perbandingan jumlah sampel dengan larutan asam

Perbandingan Jumlah Sampel dengan Larutan Asam

% recovery gula

1 : 4 0,3881

1 : 5 1,3771

1 : 6 3,1227

1 : 7 0,9180

1 : 8 0,6645

Dari hasil perhitungan % recovery gula proses hidrolisis tahap II pada

perbandingan jumlah sampel dengan larutan asam maka dapat dibuat kurva

dibawah ini :

Gambar 7. Kurva hubungan jumlah pereaksi dengan % recovery gula tahap II

Hidrolisis dengan larutan asam biasanya menggunakan larutan asam

encer, dimana kecepatan reaksinya sebanding dengan konsentrasi asam (Groggins,

P.H., 1958).

Pada penelitian ini konsentrasi asam yang digunakan sama yaitu asam

encer yang berbeda adalah jumlah pereaksinya, karena sifat asam hanyalah

katalisator untuk mempercepat reaksi, sesuai dengan persamaan Arhenius,

semakin tinggi konsentrasi asam yang dipakai maka makin cepat pula reaksi pada

proses hidrolisis dan dalam waktu tertentu jumlah glukosa akan meningkat. Tetapi

penggunaan asam pekat pada proses hidrolisis menyebabkan terjadinya korosi

pada bahan material yang dipakai. Oleh karena itu, membutuhkan desain peralatan

42

Page 43: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

yang spesial dan mahal, seperti keramik atau material yang dilapisi karbon

(Taherzadeh., M.J. dan Karimi, K. 2007).

Penentuan kadar gula pada hidrolisis tahap I dan tahap II pada berbagai

variasi perbandingan jumlah pereaksi dianalisis dengan metode fehling.

Selanjutnya penentuan jumlah pereaksi optimal untuk hidrolisis tahap I dan tahap

II didasarkan pada % recovery gula optimal yang dihasilkan. Hasil hidrolisis tahap

I dan tahap II yang ditunjukkan pada gambar 6 dan 7 terlihat bahwa % recovery

gula optimal diperoleh pada perbandingan jumlah pereaksi dan sampel yang

dihidrolisis yaitu 1 : 6 dimana TKKS 100 gram dan larutan asam encernya 600 ml.

Perbandingan antara lignoselulosa dengan air yang tepat akan membuat reaksi

hidrolisis berjalan cepat (Rina.H., dkk, 2009). Seperti yang terlihat pada gambar 6

dan 7 dimana air yang terlalu banyak menyebabkan menurunnya gula yang

dihasilkan. Karena penggunaan air yang berlabihan akan memperbesar

penggunaan energi untuk pemekatan hasil. Sebaliknya, jika jumlah air sedikit

maka kekentalan suspensi menjadi tinggi, sehingga zat-zat pereaksi tidak bisa

bergerak dengan leluasa karena gerakan zat-zat pereaksi yang lamban, maka

tumbukan antara zat pereaksi akan berkurang sehingga memperlambat jalannya

reaksi.

Setelah memperoleh data-data optimasi untuk proses hidrolisis TKKS

selanjutnya melakukan hidrolisis limbah TKKS sebagai bahan baku untuk proses

fermentasi. Selanjutnya % recovery dari proses hidrolisis yang didasarkan pada

data hasil optimasi variabel hidrolisis.

Tabel 7 Hasil analisis % recovery gula hasil hidrolisis tahap I dan II

43

Page 44: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Perbandingan jumlah sampel dan pereaksi

Temperatur

Hidrolisis% yield gula

1 : 6Tahap I Tahap II Tahap I Tahap II

1950C 2300C 9,4836 3,1227

Kandunagn TKKS yang berpotensi untuk dihidrolisis menjadi gula adalah

hemiselulosa dan selulosa. Pada hidrolisis tahap I hemiselulosa terkonversi

menjadi gula dan pada hidrolisis tahap II komponen selulosa yang terkonversi

menjadi gula. Perbandingan % recovery gula pada hidrolisis tahap I dan tahap II

yang terlihat pada tabel 7 menunjukkan bahwa % recovery gula yang dihasilkan

pada hidrolisis tahap I (9,4836) lebih besar dari pada % recovery gula yang

dihasilkan pada hidrolisis tahap II (3,1227). Hal ini menunjukkan bahwa

hemiselulosa lebih mudah terhidrolisis menjadi gula pada temperatur rendah

dibandingkan selulosa yang membutuhkan temperatur yang lebih tinggi. Pada

proses hidrolisis susunan ikatan pada hemiselulosa lebih mudah dipecah dari pada

selulosa (Fajar, H.R. 2011).

D. Hasil Analisis Optimasi Waktu Fermentasi

Proses fermentasi pada pembuatan bioetanol bertujuan untuk mengubah

monomer gula hasil hidrolisis menjadi bioetanol. Fermentasi dilakukan selama

168 jam dan pada jam ke 1, 2, 12, 18, 48, 60, 80, 92, 100, 120, 144 dan 168

dilakukan pengambilan sampel untuk analisa berat jenis yang digunakan untuk

menentukan kadar bioetanol yang dihasilkan.

44

Page 45: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Tabel 8 Data densitas dari konsentrasi larutan standar etanol

Konsentrasi % etanol Densitas

5 0,99910 0,98815 0,97920 0,969

Dengan membuat kurva standarisasi seperti pada lampiran gambar 9, maka

kadar bioetanol hasil fermentasi pada berbagai interval waktu dapat ditentukan.

Pada kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis lurus :

Y = -0,00198x + 1,0085 …………………..(1)

Atau

X = (Y-1,0085)/-0,00198 ………………….(2)

Keterangan :

X = Konsentrasi bioetanol (%)

Y = berat jenis hasil fermentasi

Dengan menggunakan persamaan (2) maka % bioetanol pada variasi

waktu fermentasi dapat dihitung seperti pada lampiran dan hasil perhitungannya

ditunjukkan pada tabel 9 dibawah ini.

Tabel 9 Perhitungan % enatol dari rumus yang didapatkan dari persamaan (2)

Waktu (jam) Berat Jenis % etanol

48 1,0017 3,43

60 0,9987 4,94

80 0,9960 6,29

92 0,9941 7,32

45

Page 46: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

100 0,9920 8,33

120 0,9906 9,05

144 0,9843 12,21

168 0,9902 9,22

Dengan menggunakan persamaan (2) maka % bioetanol pada variasi

waktu fermentasi dapat ditentukan dan hasilnya ditunjukkan pada gambar 8

dibawah ini.

Gambar 8. Kurva hubungan waktu dengan konsentrasi etanol hasil fermentasi

Pada awal fermentasi perlunya ditambahkan nutrien dan kofaktor yang

berperan penting agar pertumbuhan mikrorganisme bisa optimal. Fermentasi

dilakukan secara anaerob dalam botol tertutup dilengkapi dengan pipa

pengeluaran gas CO2 yang dihasilkan pada proses fermentasi. Proses fermentasi

akan terhenti setelah kadar etanol sebesar 12%. Hal ini karena etanol 12 % dapat

membunuh khamir yang merupakan mikrorganisme yang digunakan untuk

fermentasi (Rina.H., dkk, 2009).

Penentuan waktu optimal untuk fermentasi didasarkan pada hasil densitas

yang dihasilkan yang mendekati densitas etanol murni. Menurut Buckle, dkk.

(1987) pertumbuhan mikroba secara batch memiliki fase pertumbuhan untuk

populasi mikrorganisme yaitu fase lag kemudian fase exponensial, fase stasioner

dan terakhir ada fase perlambatan. Dan pada penelitian ini juga terjadi awal

pertumbuhan fase lag dimana sel-sel mikrorganisme melakukan penyesuaian pada

lingkungan baru seperti yang terjadi pada 1, 2, 12 dan 18 jam, sehingga pada fase

46

Page 47: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

ini bioetanol belum terbentuk. Setelah fase awal selesai, fase exponensial

berlangsung dimana reproduksi mulai meningkat, perlahan-lahan makin lama

jumlah mikrorganisme makin meningkat. Dengan demikian laju pertumbuhan dan

laju reproduksi spesifik meningkat. Dari gambar 8 dapat dilihat bahwa fase ini

terjadi pada waktu 48, 60, 80, 92, 100 dan 120 jam, dimana konsentrasi bioetanol

semakin meningkat. Dan selanjutnya terjadi fase stasioner dimana sel

mikrorganisme tidak mengalami perumbuhan sehingga kadar bioetanol tetap.

Dapat dilihat pada gambar 8 dimana fase ini terjadi antara waktu 140-144 jam.

Kemudian terjadi fase kematian sehingga kadar bioetanol yang dihasilkan pada

fase ini mulai menurun seperti yang terjadi pada waktu 168 jam.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian optimasi perbandingan temperatur dan

perbandingan konsentrasi asam pada proses hidrolisis tandan kosong kelapa sawit

serta waktu fermentasi pada proses pembuatan bioetanol maka dapat disimpulkan:

Kandungan holoselulosa pada tandan kosong kelapa sawit sebanyak 70,03%

yang diolah menjadi bioetanol.

Pada hidrolisis tahap I temperatur optimal diperoleh pada temperatur 1950C

dengan % recovery gula yang optimal.

Pada hidrolisis tahap II temperatur optimal diperoleh pada temperatur 2300C

dengan % recovery gula yang optimal.

47

Page 48: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Pada hidrolisi jumlah pereaksi optimal diperoleh pada perbandingan 1: 6

(berat sampel : volume pereaksi) dengan % recovery gula yang optimal.

Pada proses fermentasi menghasilkan kadar bioetanol tertinggi diperoleh pada

waktu 144 jam atau 6 hari.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diajukan beberapa

saran untuk perbaikan penelitian lanjutan di masa yang akan datang. Mengingat

hasil gula yang dihasilkan masih rendah, maka diperlukan penelitian lanjutan

untuk mendapatkan data kondisi optimum konversi tandan kosong kelapa sawit

menjadi bioetanol antara lain :

1. Dalam proses hidrolisis dibutuhkan H2SO4 yang berfungsi sebagai

katalis sekaligus sebagai pelarut sehingga perlu untuk menentukan

konsentrasi H2SO4 yang dapat menghasilkan % recovery yang maksimal.

2. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme

adalah nutrisi untuk pertumbuhan sehingga perlu ditentukan jumlah

penambahan pupuk dan NPK yang optimun sebagai sumber nutrisi pada

waktu fermentasi serta pembuatan bioetanol.

48

Page 49: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

DAFTAR PUSTAKA

BPPT. 2007. Pemanfaatan Biodiesel Dan Bioethanol Pada Sektor Transportasi. (online), (http://umar.wordpress.com/, diakses 19 Oktober 2011).

Buckle, dkk. 1987. Ilmu pangan. Dialihbahasakan oleh Hari Purnomo. Jakarta: Universitas indonesia .

Chandel, at all. 2007. Sugarcane bagasse and leaves: foreseeable biomass of biofuel and bio-products Sugarcane bagasse and leaves: foreseeable biomass of biofuel and bioproducts. (online) ,(http://onlinelibrary.wiley.com /doi/10. 1002/jctb.2742/pdf, diakses 26 september 2012).

Darnoko. 1993. Pembuatan kertas kraft dari tandan kosong kelapa sawit pada skala pilot plant .thesis S2 Universitas Borobudur.

David, M. 2008. Biofuels Biotechnology Chemistry and Suistainable Development. Perancis: Taylor and Francis Group.

Datta R.1981. Acidogenic Fermentation of Lignoselulosa-Acid Yield and Conversion of Component, Biotechnology and Bioengginering, Vol.XIII, Pp.2167-2170, Wiley Dan Sons, inc. (online), (http ://onlinelibrary.wiley. com/doi/10.1002 /bit.260230921/pdf , diakses 26 september 2012).

49

Page 50: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Deddy, M. 2009. Pangan dan Gizi. Bandung : Alfabeta.

Ditjenbun. 2006. Luas Areal Dan Produksi Perkebunan Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan.(online), (http://ditjenbun.deptan.go.id/,diakses 26 september 2012)

Fajar HR, 2011. Pengolahan Limbah Padat Kelapa Sawit Menjadi Bioetanol Sebagai Energi terbarukan. Laporan Penelitian research fund HEI-IU_I-MHERE”. Politeknik Negeri Ujung Pandang. Makassar

Fluka, 1993. Fluka Chemica Biochemika. Fluka Chemika AG.

Ghozi, Faizol. M. 2009. Selulosa dan Hemiselulosa. (online),(Http://www.Gambar selulosa dan Hemiselulosa.com.diakses 27 Desember 2011).

Hammelinck. At all.2005. Bioresource Technology, (online),

(http://www.journals .elsevier.com/bioresource-technology/ diakses 26 september 2012)

Hardiyanto, Agus. 2010. struktur Glukosa. (online), (Http://www.Agus Hardiyanto.blogspot.com diakses 27 desember 2011).

Indrainy. 2005. Teknologi Proses Produksi Bio-Ethanol, (online), (Http://indrainy. Wordpress.com.diakses 5 Agustus 2011).

Isroi. 2008. Analisis Kandungan Selulosa dan Lignin dengan Metode Chesson, (Online), (http://isroi.wordpress,com diakses 12 Februari 2012).

Isroi. 2008 . Produksi Bioetanol Berbahan baku biomassa lignoselulosa , (Online), (http://isroi.wordpress,com diakses 12 Februari 2012)

Lee, J. 1992, Biological conversion of lignocellulosic biomass to ethanol, Journal of Biotechnology,vol.56,pp.1-24 , Elsevier. (online), (http://www .ingentaconnect.com/content/els/01681656/1997/00000056/00000001/art00073,diakses 25 september 2012).

Musdalifah dan Melista, 2007, Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Etanol, S1 Skripsi Universitas Sumatra Utara. (Online), (http://Skripsi_tkks bahan baku etanol.com diakses 12 Desember 2012).

Naibaho, PM. 1998.Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. (online), (Http://Rina-H- Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit-IPB.com, diakses 5 juni 2012)

50

Page 51: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Palqvist dan hagerdal. 2000. Fermentation of lignocellulosic hydrolysates. I: inhibitionanddetoxification,vol.74,pp25-33,Elsevier.(online),

(http://.sciencedirect.com/scienc/article/pii. diakses 26 september 2012)

Rina.H, dkk. 2009. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Menjadi Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Masa Depan yang Ramah Lingkungan. (online), (Http://Rina-H-GT- Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit-IPB.com, diakses 5 juni 2012)

Santoso, I. ([email protected]). 19 Desember 2011. Luas Perkebunan Kelapa Sawit Menurut Jenis Tanaman. E-mail kepada [email protected])

Santoso, I. ([email protected]). 19 Desember 2011. Hasil Produksi Tanaman Perkebunan. E-mail kepada [email protected]).

Scheper, T. 2007. Advances in Biochemical Enginering/Biotechnology. Berlin : Springer press. (Online) (http:/springer.com/series/10 diakses 25 september 2012).

Sun, Y. and J. Cheng. 2002. Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol production:A review. Bioresour. Technol. 83:1–11.

Taherzadeh, M.J. and Karimi, K., 2007, Acid-Based Hydrolysis Processes for Ethanol from Lignocelulosic Materials ; A Review, Bioresources 2(3), p. 476. (Online) ( http://Hidrolisis Asam.com diakses 27 Desember 2011.

LAMPIRAN I. DIAGRAM ALIR

51

Page 52: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

LAMPIRAN II. PENGOLAHAN DATA

A. Menghitung Kandungan Holoselulosa

Dik : Berat sampel (A) = 1,0001 g

Berat residu kering setelah refluks I (C) = 0,8777 g

Berat residu kering setelah refluks II (E) = 0,5669 g

Berat residu kering setelah refluks III (G) = 0,1773 g

Dit : a. Fraksi hemiselulosa .....?

b. Fraksi selulosa .....?

c. Total holoselulosa .....?

52

Page 53: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

d. Fraksi lignin .....?

Peny :

Fraksi hemiselulosa =

= %

= 31,08 %

Fraksi selulosa =

=

= 38,95 %

Total holoselulosa = fraksi hemiselulosa +

fraksi selulosa

= 31,08 % + 38,95 %

= 70,03 %

Fraksi lignin =

=

= 17,73 %

B. Standarisasi Larutan Fehling (A + B) dengan Glukosa Monohidrat

Dik : Berat glukosa monohidrat = 1,0016 g

Volume glukosa monohidrat= 3,10 ml

Volume fehling (A + B) = 10 ml = 0,1 liter

BM glukosa monohidrat = 198,17 gr/mol

53

Page 54: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Dit : Mfehling

.....?

Peny :

Mglukosa monohidrat

=

=

= 0,0505 M

Mfehling

x Vfehling

= Mglukosa monohidrat

x Vglukosa monohidrat

10 ml x Mfehling

= 3,1 ml x 0,0505 M

= 0,01565 M

C. Menghitung Kadar Gula Hasil Hidrolisis Dengan Optimasi Suhu

1. Hidrolisis tahap I

Untuk suhu 1800C

Simplo

Dik : Vfehling

= 2 ml

Mfehling

= 0,01565 M

Vpenitar (gula)

= 6,70 ml

Vlarutan hasil hidrolisis

= 600 ml = 0,600 L

Berat sampel = 100 gram

54

Page 55: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Dit : Mgula

.....?

Vfehling

x Mfehling

= Vgula

x Mgula

2 ml x 0,01565

= 6,70 ml x Mgula

= 0,0047 M

Duplo

Dik : Vfehling

= 2 ml

Mfehling

= 0,01565 M

Vpenitar (gula)

= 6,00 ml

Vlarutan hasil hidrolisis

= 600 ml = 0,600 L

Dit : Mgula

.....?

Vfehling

x Mfehling

= Vgula

x Mgula

2 ml x 0,01565 = 6,00 ml x M

gula

= 0,0076 M

% recovery gula

0,00615 mol/L x 0,600 L = 0,00349 mol

0,00349 mol x 150 gr/mol (BM gula C5) = 0,5535 gr

% recovery gula =

55

Page 56: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

=

= 1,7808 %

Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 3.

2. Hidrolisis tahap II

Untuk Suhu 2100C

Simplo

Dik : Vfehling

= 2 ml

Mfehling

= 0,01565 M

Vpenitar (gula)

= 21,30 ml

Vlarutan hasil hidrolisis

= 567,6 ml = 0,5676 L

Berat sampel = 94,6 gram

Dit : Mgula

.....?

Vfehling

x Mfehling

= Vgula

x Mgula

2 ml x 0,01565 = 21,30 ml x M

gula

= 0,0014 M

Duplo

Dik : Vfehling

= 2 ml

56

Page 57: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Mfehling

= 0,01565 M

Vpenitar (gula)

= 20,9 ml

Vlarutan hasil hidrolisis

= 567,6 ml = 0,5676 L

Dit : Mgula

.....?

Vfehling

x Mfehling

= Vgula

x Mgula

2 ml x 0,01565 = 20,9 ml x M

gula

= 0,0014 M

% recovery gula

0,0014 mol/L x 0,5676 L = 0,000843 mol

0,000843 mol x 180 gr/mol (BM glukosa) = 0,1517 gr

% recovery gula =

=

= 0,4117 %

Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 4.

D. Menghitung Kadar Gula Reduksi Hasil Hidrolisis Menggunakan Suhu

57

Page 58: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Optimal untuk menentukan Optimal Kadar Suspensi

1. Hidrolisis Tahap I

Untuk Konsentrasi 1:4

Simplo

Dik : Vfehling

= 2 ml

Mfehling

= 0,01565 M

Vpenitar (gula)

= 40,60 ml

Vlarutan hasil hidrolisis

= 400 ml = 0,400 L

Berat sampel = 100 gram

Dit : Mgula

.....?

Vfehling

x Mfehling

= Vgula

x Mgula

2 ml x 0,01565 = 40,60 ml x M

gula

= 0,00077 M

Duplo

Dik : Vfehling

= 2 ml

Mfehling

= 0,01565 M

Vpenitar (gula)

= 40,65 ml

58

Page 59: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Dit : Mgula

.....?

Vfehling

x Mfehling

= Vgula

x Mgula

2 ml x 0,01565

= 40,65 ml x Mgula

= 0,00076 M

% recovery gula

0,000765 mol/L x 0,400 L = 0,000308 mol

0,000308 mol x 150 gr/mol (BM gula C5) = 0,0462 gr

% recovery gula =

=

= 0,1486 %

Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 5.

2. Hidrolisis Tahap II

Untuk Konsentrasi 1:4

Dik : Vfehling

= 2 ml

Mfehling

= 0,01565 M

Vpenitar (gula)

= 14,90 ml

Vlarutan hasil hidrolisis

= 400 ml = 0,400 L

Berat sampel = 100 gam

59

Page 60: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Dit : Mgula

.....?

Vfehling

x Mfehling

= Vgula

x Mgula

2 ml x 0,01565 = 14,90 ml x M

gula

= 0,0021 M

% recovery gula

0,0021 mol/L x 0,3784 L = 0,000795mol

0,000795 mol x 180 gr/mol (BM glukosa) = 0,1430 gr

% recovery gula =

=

= 0,3881 %

Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 6.

D. Menghitung % etanol hasil fermentasi

Dengan membuat kurva standarisasi dimana data pada tabel 8 maka kadar

bioetanol hasil fermentasi pada berbagai interval waktu dapat ditentukan.

Gambar 9. Kurva standarisasi bioetanol berdasarkan berat jenis

Dapat pula dihitung % enatol dari rumus yang didapatkan dari kurva standar.

60

Page 61: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

y = - 0,0098x + 1,0085

x =

Dik :

Berat Jenis = 1,0017

x =

x =

= 3,43 %

Untuk hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel 9.

Lampiran III. Gambar Dokumentasi

61

Page 62: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Gambar Proses refluks pada penentuan kandungan holoselulosa

Gambar Proses penyaringan pada penentuan kandungan holoselulosa

62

Page 63: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Gambar sampel sebelum di hidrolisis

Gambar Penunjukan suhu pada proses hidrolisis tahap I dan II

63

Page 64: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Gambar Proses hidrolisis

Gambar proses pengambilan hasil hidrolisis TKKS

64

Page 65: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Gambar proses pemanasan campuran fehling untuk analisis kadar gula hasil

hidrolisis TKKS sebelum di titrasi

Gambar analisis kadar gula setelah di titrasi dengan hasil hidrolisis TKKS

65

Page 66: Laporan Lengkap Fiks St. Asiah Syarif (331 09 009)

Gambar proses fermentasi

66