faktor virulensi bakteri

5
I. FAKTOR VIRULENSI BAKTERI Banyak faktor yang menurunkan virulensi bakteri, atau kemampuan bakteri untuk menimbu penyakit. Faktor Perlekatan Ketika masuk ke dalam tubuh pejamu, bakteri harus melekat pada sel-sel permukaan jar menempel, bakteri akan tersapu oleh mucus dan cairan lain yang membasahi permukaan jari hanya merupakan satu langkah dalam proses infeksi, diikuti dengan pembentukan mikrokolon patogenesis selanjutnya. Interaksi antara bakteri dan permukaan sel jaringan pada proses perlekatan bersifat faktor mempunyai peran penting hidrofobisitas dan muatan ion dipermukaan, pengikatan m !ligand", dan interaksi reseptor sel pejamu. Permukaan bakteri dan sel pejamu sering kal menimbulkan gaya elektrostatik repulsive !tolak-menolak". #aya tersebut dapat diatasi o interaksiyang lebih spesifik lainnya antara bakteri dan sel pejamu. Berbagai strain ba memiliki sifat permukaan hidrofobik dan kemampuan melekat pada sel pejamu yang sangat be Invasi Sel dan Jaringan Pea!" $ntuk banyak bakteri yang menyebabkan penyakit, invasi epitel pejamu merupakan hal p infeksi. Beberapa bakteri !missal, spesiessalmonella" menginvasi jaringan melalui taut lain!missal spesies yersinia, % gonorrhoae, &hlamydia trachomatis" menginvasi sel epitel pejamu jenis tertentu dan selanjutnya dapat masuk kedalam jaringa pejamu, bakteri tetap tertutup dalam suatu vakuola yang dibentuk oleh membran sel pejamu dapat larut dan bakteri terdispersi dalam sitoplasma. Beberapa bakteri !missal, spesies dalam sel pejamu, sedangkan bakteri lain tidak. 'Invasi( adalah istilah yang sering digunakan untuk mendeskripsikan masuknya bakteri sel pejamu, yang menunjukan peran aktif organisme dan peran pasif sel-sel pejamu. Pada menghasilkan faktor virulensi yang mempengaruhi sel pejamu, sehingga dapat menelan bakteri. )el-sel pejamu dapat berperan secara aktif dalam proses ini.

Upload: putriarifiana

Post on 07-Oct-2015

20 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

sistem tubuh

TRANSCRIPT

FAKTOR VIRULENSI BAKTERI

I. FAKTOR VIRULENSI BAKTERIBanyak faktor yang menurunkan virulensi bakteri, atau kemampuan bakteri untuk menimbulkan infeksi dan penyakit.Faktor PerlekatanKetika masuk ke dalam tubuh pejamu, bakteri harus melekat pada sel-sel permukaan jaringan. Jika tidak menempel, bakteri akan tersapu oleh mucus dan cairan lain yang membasahi permukaan jaringan. Perlekatan, yang hanya merupakan satu langkah dalam proses infeksi, diikuti dengan pembentukan mikrokoloni dan langkah-langkah patogenesis selanjutnya.

Interaksi antara bakteri dan permukaan sel jaringan pada proses perlekatan bersifat sangat kompleks. Beberapa faktor mempunyai peran penting; hidrofobisitas dan muatan ion dipermukaan, pengikatan molekul pada bakteri (ligand), dan interaksi reseptor sel pejamu. Permukaan bakteri dan sel pejamu sering kali bermuatan negatif sehingga menimbulkan gaya elektrostatik repulsive (tolak-menolak). Gaya tersebut dapat diatasi oleh sifat hidrofobik dan interaksiyang lebih spesifik lainnya antara bakteri dan sel pejamu. Berbagai strain bakteri dalam suatu spesies memiliki sifat permukaan hidrofobik dan kemampuan melekat pada sel pejamu yang sangat bervariasi.Invasi Sel dan Jaringan PejamuUntuk banyak bakteri yang menyebabkan penyakit, invasi epitel pejamu merupakan hal pokok dalam proses infeksi. Beberapa bakteri (missal, spesiessalmonella) menginvasi jaringan melalui taut antar sel-sel epitel. Bakteri lain(missal spesies yersinia, N gonorrhoae, Chlamydia trachomatis)

menginvasi sel epitel pejamu jenis tertentu dan selanjutnya dapat masuk kedalam jaringan. Ketika berada dalam sel pejamu, bakteri tetap tertutup dalam suatu vakuola yang dibentuk oleh membran sel pejamu, atau membran vakuola dapat larut dan bakteri terdispersi dalam sitoplasma. Beberapa bakteri (missal, spesies shigella) memperbanyak diri dalam sel pejamu, sedangkan bakteri lain tidak.Invasi adalah istilah yang sering digunakan untuk mendeskripsikan masuknya bakteri kedalam sel pejamu, yang menunjukan peran aktif organisme dan peran pasif sel-sel pejamu. Pada banyak infeksi, bakteri menghasilkan faktor virulensi yang mempengaruhi sel pejamu, sehingga dapat menelan bakteri. Sel-sel pejamu dapat berperan secara aktif dalam proses ini.

Produksi toksin dan sifat virulensi lainnya secara umum tidak bergantung pada kemampuan bakteri menginvasi sel dan jaringan. Misalnya, corynebakteriumdipththeriae mampu menginvasi epitel nasofaring dan menyebabkan gejala nyeri tenggorokan bahkan bila strain C diptheriae bersifat nontoksigenik.ToksinToksin yang dihasilkan oleh bakteri secara umum digolongkan menjadi dua kelompok: eksotoksin dan endotoksin.

EksotoksinEndotoksin

Diekskresikan oleh sel hidup;

konsentrasi tinggi dalam medium cairBagian integral dinding sel bakteri gram negatif. Dilepaskan saat sel mati dan sebagian selama sel mengalami pertumbuhan.

Mungkin tidak perlu dilepaskan untuk menimbulkan efek biologis

Dihasilkan oleh bakteri garam positif dan gram negatifHanya ditemukan pada bakteri gram negatif

Polipeptida dengan berat molekul

10.000 -900.000

Kompleks lipopolisakarida.

Bagianlipid A yang kemungkinan menyebabkan toksisitas

Relatif tidak stabil;

toksisitas sering hilang dan cepat melalui pemanasan pada temperatus di atas 600 CRelatif stabil;

tahan panas padatemperatur diatas 600 C selama berjam- jam tanpa kehilangan toksisitasnya.

Diubah menjadi toksoid yang bersifat antigenic dan nontoksik oleh formalin, asam, panas, dll. Toksoid digunakan untuk imunisasi (missal, toksoidtetanus)Tidak diubah menjadi toksoid

Sangat toksik;

fatal bagi hewan dalam jumlah microgram atau kurangToksik sedang;

fatal bagi hewan dalam jumlah puluhan sampai ratusanmicrogram

Biasanya berikatan dengan reseptor spesifik pada selReseptor spesifik tidak ditemukan pada sel

Biasanya tidak menimbulkan demam pada pejamuBiasanya menimbulkan demam bagi pejamu dengan melepaskan interleukin-1 dan mediator lain

Sering dikontrol oleh gen ekstrakromosom (missal, plasmid)Sintesis dikendalikan oleh genkromosom.

Enzim

Banyak spesies bakteri menghasilkan enzim secara intrinsic tidak toksi tetapi berperan penting dalam proses infeksi. Beberapa enzim akan di bahas dibawah ini :Enzim Perusak JaringanBanyak bakteri menghasilkan enzim perusak jaringan. Yang paling khas adalah enzim dari C perfringens, S aureus, streptokokus Grup A, dan dalam jumlah yang lebih sedikit, bakteri anaerob. Peran enzim perusak jaringan pada patogenesis infeksi tampak jelas tetapi sulit dibuktikan,terutama untuk enzim-enzim tertentu. Misalnya, antibody terhadap enzim perusak jaringan yang berasal dari streptokokus tidak memodifikasi gambaran penyakit yang disebabkan oleh streptokokus.Protease Ig A1Protase IgA1 Imunoglobulin A merupakan antibody sekretorik pada permukaan mukosa. Immunoglobulin tersebut mempunyai dua bentuk primer. IgA1 dan IgA2, yang mempunyai perbedaan struktur di dekat regio engsel yang tidak ditemukan pada IgA2. Beberapa bakteri penyebab penyakit menghasilkan enzim protease IgA1 yang memecah IgA1 pada ikatan spesifik prolin-treonin atau prolin-serin di regio engsel dan menginaktifkan aktivitas antibodinya. Protase IgA1 merupkan faktor virulensi yang penting untuk patogen N gonorrhoeae, N miningitidis, H influenzae, dan S pneumoniae.

Faktor-faktor Antifagositik

Banyak patogen bakteri dibunuh secara cepat sekali tertelan oleh sel-sel polimorfonuklear atau makrofag. Beberapa patogen menghindari fagositosis atau mekanisme mikrobisidal leukosit dengan cara mengadsorpsi komponen pejamu normal ke permukaannya. Misalnya, S aureus mempunyai protein permukaan A, yang berkaitan dengan bagian Fc pada IgG. Patogen lain mempunyai faktor permukaan yang mengganggu fagositosis. Missal, S pneumonia, N meningitides; banyak bakteri lain yang mempunyai kapsul polisakarida. Streptokokus grup Amempunyai protein M, N gonorrhoeae mempunyai pili. Sebagian besar permukaan antifagositik tersebut menunjukan banyak heterogenesitis antigenic. Beberapa bakteri (missal, kapnositofaga dan bordetella) menghasilkan faktor-faktor atau toksin yang dapat larut yang menghambat kemotaksis oleh leukosit sehingga menghindari fagositosis melalui mekanisme yang berbeda.Patogenesitas IntraselularBeberapa bakteri (missal, M tuberculosis, spesies brusela, dan spesies legionella) hidup dan tumbuh dalam lingkungan yang bertentangan, yaitu dalamsel sel polimorfo nuklear, makrofag, atau monosit. Bakteri ini melakukannya melalui beberapa mekanisme; bakteri dapat menghindarkan dirinya masuk kedalam fagolisosom dan hidup dalam sitosol fagosit; bakteri dapat mencegah fusi fagosom lisosom dan hidup di dalam fagosom; atau mungkin resistan terhadap enzim lisosom dan bertahan hidup dalam fagolisosom.Heterogenisitas Antigenik

Struktur permukaan bakteri mempunyai heterogenesitas antigenic yang besar. Antigen-antigen tersebut sering digunakan sebagai bagaian system klasifikasi serologi untuk bakteri. Pada prinsipnya, klasifikasi 2000 salmonela yang berbeda atau lebih didasarkan pada jenis antigen O (rantai samping lipopolisakarida) dan H (flagella). Demikian pula, terdapat lebih dari 100 E colitipe O dan lebih dari 100 E coli tipe K. tipe antigenic bakteri dapat menjadi penanda virulensi, berkaitan dengan sifat klonal patogen, mekipun mungkin sebenarnya bukan merupakan faktor virulensi.

Kebutuhan Besi

Bakteri patogen harus mampu berebut makanan secara sukses dengan bakteri nonpatogen dan sel-sel pejamu, atau harus mengubah lingkungan agar sesuai dengan kebutuhannya. Besi merupakan zat makanan yang penting untuk proses infeksi dan telah dipelajari secara mendalam. Besi mempunyai potensioksidasi-reduksi yang luas, sehingga besi penting untuk berbagai fungsi metabolic.Peran Biofilm Bakteri

Biofilm adalah kumpulan bakteri interaktif yang melekat pada permukaan yang keras atau melekat satu sama lain dan dibungkus dalam matriks eksopolisakarida. Hal tersebut berbeda dengan planktonik atau pertumbuhan bakteri yang hidup bebas; karena tidak ditemukan adanya interaksi mikroorganisme. Biofilm membentuk lapisan berlendir pada permukaan keras dan terjadi di seluruh alam. Satu spesies bakteri dapat terlibat, atau lebih dari satu spesies dapat berkumpul bersama untuk membentuk biofilm.Sumber :

Brooks, G. F., Butel, J. S., & Morse, S. A. (2004). Medical Microbiology 23th Ed. Singapore: McGraw-Hill.