dinamika pendidikan islam

50
BAB I PEMBAHASAN Pada pembahasan ini, penulis akan mengkaji dinamika pendidikan Islam pada periode Rasulullah, Khulafaurrasyidin, bani Umayyah, dan bani Abbasiyah. A. Periode Rasulullah saw. Pada zaman Rasulullah saw., pendidikan Islam dilaksanakan pada dua periode, yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah sebagai fase awal pembinaan pendidikan Islam dan berpusat di Makkah, sedangkan periode Madinah sebagai fase lanjutan pembinaan pendidikan Islam sekaligus sebagai pusat kegiatannya. I. Pendidikan Nabi bersabda, "belajarlah pengetahuan, karena belajar itu adalah perbuatan baik, yang belajar itu (dengan orang lain) adalah tasbih (pemuliaan Allah), belajar itu adalah jihad, mengajarkannya kepada orang- orang yang tidak tahu itu adalah amal, karena itu adalah manifestasi dari halal (hal halal) dan haram (hal-hal yang melanggar hukum). Nabi bersabda "pengetahuan tidak mati dengan meninggalnya seseorang, tapi pengetahuan akan mati, sampai ketika tidak ada salah satu dari mereka, orang bodoh yang diminta untuk memberikan fatwa tanpa 1

Upload: tuty-marlina

Post on 26-Dec-2015

63 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Sejarah Pendidikan Islam

TRANSCRIPT

Page 1: Dinamika Pendidikan Islam

BAB I

PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini, penulis akan mengkaji dinamika pendidikan Islam

pada periode Rasulullah, Khulafaurrasyidin, bani Umayyah, dan bani Abbasiyah.

A. Periode Rasulullah saw.

Pada zaman Rasulullah saw., pendidikan Islam dilaksanakan pada dua

periode, yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah sebagai

fase awal pembinaan pendidikan Islam dan berpusat di Makkah, sedangkan

periode Madinah sebagai fase lanjutan pembinaan pendidikan Islam sekaligus

sebagai pusat kegiatannya.

I. Pendidikan

Nabi bersabda, "belajarlah pengetahuan, karena belajar itu adalah

perbuatan baik, yang belajar itu (dengan orang lain) adalah tasbih (pemuliaan

Allah), belajar itu adalah jihad, mengajarkannya kepada orang-orang yang tidak

tahu itu adalah amal, karena itu adalah manifestasi dari halal (hal halal) dan haram

(hal-hal yang melanggar hukum).

Nabi bersabda "pengetahuan tidak mati dengan meninggalnya seseorang,

tapi pengetahuan akan mati, sampai ketika tidak ada salah satu dari mereka, orang

bodoh yang diminta untuk memberikan fatwa tanpa pengetahuan maka orang

tersebut tersesat dan menyesatkan orang lain.2

Adapun prinsip pertama tentang sifat "pengetahuan" atau "belajar", harus

dipahami bahwa semua yang dimaksud dengan istilah pengetahuan dan

pembelajaran agama. Jika untuk tujuan pengajaran dan memperoleh pengetahuan

ini, mata pelajaran lain harus dikuasai, mereka dianggap hanya tambahan,

memfasilitasi pencapaian tujuan utama. Prinsip kedua sangat dimodifikasi, tetapi

selalu dengan sanksi otoritatif. Dengan demikian, orang-orang yang bertentangan

dengan tradisi, dipaksa oleh keadaan untuk menerima hadiah materi untuk

mengajar.3

1. Pelaksanaan Pendidikan Islam di Makkah

2 Baqir Shareef al-Qurashi, The Life Muhammad, (Iran:Quds Press, 2000) hal. 377-3783 A.L Tibawi, Arabic and Islamic Themes, (London:Luzac & Company LTD, 1974) hal. 188

1

Page 2: Dinamika Pendidikan Islam

Sebelum Muhammad saw. memulai tugasnya sebagai rasul, yaitu

melaksanakan pendidikan Islam terhadap umatnya, Allah telah mendidik dan

mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas tersebut secara sempurna, melalui

pengalaman, pengenalan serta perannya dalam kehidupan masyarakat dan

lingkungannya.

Rasulullah Saw., berusaha mengadakan penyesuaian diri dengan

masyarakat lingkungannya tetapi tidak larut ke dalam kondisi dan keadaan

lingkungannya. Dengan potensi fitrahnya yang luar biasa ia mampu

mempertahankan keseimbangan dirinya untuk tidak terbawa arus budaya

masyarakatnya. Rasulullah mampu menemukan mutiara-mutiara Ibrahim yang

sudah tenggelam dalam lumpur budaya masyarakatnya. Di antara tradisi yang

terdapat dalam masyarakat yang merupakan warisan Ibrahim adalah tradisi

berkhalwat dan mendekatkan diri kepada Tuhan dengan bertapa dan berdo’a

mengharapkan diberi rezki dan pengetahuan. Muhammad saw. sering melakukan

khalwat untuk mendapatkan petunjuk dan kebenaran dari Tuhan. Tempat

berkhalwat Rasulullah saw. adalah di Gua Hira’ dan di sanalah ia mendapatkan

petunjuk dan kebenaran yang berasal dari Allah swt., ditandai dengan turunnya

Q.S. al-‘Alaq /96 :1-54 sebagai berikut:

﴿ ق� ق� ق� ذ�ي ق ا ق� ب ق� ذ� س� ذ ا س�ا ق� س� ﴿ ١ا ق� ق� ق� س� ذ� ق� ق�ا ذ��ن س ا ق� ق� ق� ﴾٢ ﴿ م" ق� س$ �ق� س ا ق� م ق� ق% س�ا ق� س� ا ﴾٣ ﴿ ذ� ق� ق& س ذ ا ق� � ق ق� ذ�ي ق ا ق� ٤﴾ � ق ق� ﴾

﴿ س� ق� س' ق) س� ق ق�ا ق� ق�ا ذ��ن س ٥ا ﴾“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah

menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang

Maha Mulia, yang mengajar manusia dengan perantara qalam. Dia

mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”5

Kemudian disusul dengan wahyu yang kedua Q.S. al-Muddatstsir/74 : 1- 7

sebagai berikut:

﴿ م� ب( *ق م+ س ا ق,ا (م ق�ا ﴿ ١ق)ا س� ذ� ق�ان ق- س� م� ﴾٢ ﴿ س� ب. ق/ ق- ق� ق ق� ق% ﴾٣ ﴿ س� ب, ق0 ق- ق� ق ق1ا ذ( ق% ﴾٤ ﴿ س� م2 س3 ق-ا ق4 س5 �م ق%ا ﴾٥ ﴿ م� ذ6 س/ ق7 �س ق8 م�9 س+ ق8 �ق ق% ﴾٦﴾

﴿ س� ذ. س: ق-ا ق� ب ق� ذ ٧ق% ﴾“Hai orang yang berselimut. Bangunlah, untuk memberikan peringatan.

Agungkan nama Tuhanmu, dan bersihkan pakaianmu. Dan tinggalkan

4 Chaeruddin B. ,Pendidikan Islam Masa Rasulullah saw, Jurnal Diskursus Islam 423 Volume 1 Nomor 3, Desember 20135 Al-Qur’an Terjemah Indonesia, (Kudus:Menara Kudus, 2006) hal. 597

2

Page 3: Dinamika Pendidikan Islam

perbuatan dosa, dan jangan engkau memberi, untuk mendapatkan balasan

yang lebih banyak. Dan demi Tuhanmu, bersabarlah”.6

Ayat-ayat tersebut di atas memberi petunjuk kepada Muhammad saw.

tentang apa yang harus dilakukan baik terhadap dirinya maupun terhadap

umatnya. Ayat-ayat itulah yang merupakan petunjuk awal agar Rasulullah saw.,

memberikan peringatan/pengajaran kepada umatnya. Setiap kali beliau menerima

wahyu, segera ia sampaikan kepada umatnya disertai dengan penjelasan-

penjelasan dan contoh-contoh pengamalannya. Disinilah awal pelaksanaan

pendidikan Islam. Rasulullah saw. Melaksanakan pendidikan Islam di Makkah

secara bertahap, sesuai dengan tahapan-tahapan dakwah yang dilakukannya.

H. Soekarno dan Ahmad Supardi mengemukakan tiga tahap pendidikan,

yaitu:

a. Tahap 1 Pendidikan perorangan yang dilakukan secara rahasia.

Setelah turun ayat-ayat yang kedua yaitu Q.S. al-Muddatstsir/74:1-7,

Rasulullah memulai tugasnya untuk menyampaikan risalahnya dengan sembunyi-

sembunyi dan ditujukan kepada keluarganya dan sahabat terdekatnya. Dan yang

pertama menerima seruan itu adalah keluarga di dalam rumahnya sendiri yang

terdiri dari istri beliau St. Khadijah, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid Ibnu Tsabit.

Usaha berikutnya adalah ditujukan kepada sahabatnya yang paling dekat dan

paling dipercaya antara lain adalah Abu Bakar, dan sesudah Abu Bakar ditujukan

kepada sahabat-sahabat lainnya dan mereka dikenal al-Sabiqun al-Awwalun.

Pelaksanaan pendidikan dipusatkan di rumah Nabi saw., dan yang menjadi

gurunya adalah Nabi saw. sendiri. Caranya adalah dengan memberikan nasihat-

nasihat yang langsung diamalkan baik yang berkaitan dengan akhlak atau budi

pekerti yang luhur maupun ibadah yaitu menyembah hanya kepada Allah semata

dan menjauhkan diri dari kemusyrikan, takhayul dan khurafat.

Di samping rumah Rasulullah saw., digunakan sebagai tempat pelaksanaan

pendidikan juga dilaksanakan di rumah Al-Arqam bin Al-Arqam. Rumah ini

dipilih oleh Rasulullah saw., selain disebabkan oleh kesetiaan Al-Arqam kepada

beliau dan Islam, juga letaknya sangat baik terlindung dari penglihatan kaum

Quraisy sehingga akan memberikan keamanan dan ketenangan kaum muslimin

6 Ibid., hal. 575

3

Page 4: Dinamika Pendidikan Islam

yang sedang mengadakan kegiatan dan pertemuan untuk menerima pelajaran atau

wahyu yang disampaikan oleh Rasulullah saw.

b. Tahap II. Menyeru dan mengajak Bani Abdul Muttalib ke dalam Islam.

Tahap kedua ini adalah merupakan tahap permulaan seruan dan ajakan

secara terang-terangan kepada ajaran agama baru ini. Seruan ini ditujukan kepada

keluarga bani Abdul Muttalib, sebahagian diantaranya menyambutnya dengan

baik dan sebahagian yang lain menolaknya, antara lain, seperti Abu Lahab paman

Nabi saw. sendiri beserta isterinya. Seruan secara terang-terangan didasarkan

pada:

a) Q.S. al-Syu’ara’/26: 214-2157

﴿ ق� 1 ذ ق� س� �ق� س ا ق� ق8 ق� ذ;1 ق� س� ذ� ق�ان ﴿ ٢١٤ق% ق� ذ19 ذ� س> م+ س ا ق� ذ� ق� ق' ق. 8 ق ا ذ� ق+ ذ ق� ق= ق9ا ق5 س< ذ? س� ق%ا ﴾٢١٥ ﴾“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan

rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-

orang yang beriman”8

b) Sahabat Rasulullah Saw. sudah bertambah banyak jumlahnya, mereka merasa

tidak takut lagi terhadap gangguan dan ancaman kaum kafir Quraisy.

c. Tahap III. Seruan dan ajakan umum

Dalam Q.S. al-Hijr/15: 94,9 disebutkan:

﴿ ق� ذ1$ ذ� س; م+ س ا ذ� ق� س@ ذ� س� ق�ا ق% م� ق� س> م8 ق+ا ذ Aس ق* س: ٩٤ق-ا ﴾“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang

diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”10

Setelah perintah Allah ini sampai kepada Rasulullah maka beliau mulai

menyeru dan mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk masuk Islam, baik ia

bangsawan, hamba sahaya, orang kaya, orang miskin, maupun pedagang, baik

orang-orang Makkah maupun orang luar Makkah.11 Ajakan menurut islam dari

seseorang kepada orang lain haruslah mengandung perkara yang baik. Adapun

tujuan ajakan itu sendiri terdapat pada ayat al-Qr’an Surat Ar-Ra’d:11, Q.S.

Ibrahim:45, Q.S Al-Imran:28, dan Al-An’am:151-153.12

7 Chaeruddin B. Ibid.,8 Al-Qur’an Terjemah Indonesia, Ibid., hal. 3769 Chaeruddin B. Ibid.,10 Al-Qur’an Terjemah Indonesia, Ibid., hal. 26711 Chaeruddin B. Ibid.,12 ‘Abd al-Wahab bin Ahmad ‘abd al-Wasi’ “Al-Ummatu al-Islamiyyah wa Qadloyaha al-Mu’asyiroh”, (Riyadh:Maktabah al-‘Abikan, 2001) hal. 146 n 181

4

Page 5: Dinamika Pendidikan Islam

Terdapat salah satu wahyu yang turun kepada Rasulullah adalah dalam

hal da’wah atau mengajarkan ilmu yang ketika itu pada masyarakat makkah

mengalami kekacauan.13 Hal ini menunjukkan bahwa mengajarkan ilmu itu

merupakan perintah dari Allah untuk umatnya.

Pada setiap musim haji Rasulullah mengunjungi kemah-kemah jamaah

haji membicarakan masalah agama dan menyampaikan seruan Islam kepada

mereka. Namun, tidak semua jamaah yang didatangi Rasulullah mau menerima

seruan tersebut, kecuali satu kelompok jamaah haji dari Yasrib yaitu Kabilah

Khazraj. Peristiwa ini merupakan titik balik misi nabi Muhammad saw., beliau

mempunyai tumpuan harapan yang cerah dari umatnya yang telah memiliki

kesiapan mental untuk menerima dan menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam di

negerinya.

Mahmud Yunus mengemukakan dua tahap proses pelaksanaan pendidikan

Islam di Makkah yaitu:

Tahap I: Secara sembunyi-sembunyi yaitu kepada karib kerabatnya dan teman-

teman sejawatnya.

Tahap II: Secara terang-terangan kepada seluruh penduduk Jazirah Arab baik

penduduk Makkah maupun dari Luar Makkah.

Dari uraian di atas terdapat perbedaan pendapat para ahli tentang

periode/tahap pelaksanaan pendidikan Islam di zaman Rasulullah saw.

2. Pelaksanaan Pendidikan Islam di Madinah

Periode pendidikan Rasulullah di Madinah selama 10 tahun adalah

kelanjutan dari pendidikan yang telah diterima pada periode Makkah. Jika pada

periode Makkah pendidikan Rasulullah memfokuskan diri pada penanaman

aqidah dan yang berkaitan dengannya, pada periode Madinah lebih merupakan

penyempurnaan proses pendidikan terdahulu, yaitu pembinaan pendidikan

difokuskan pada pendidikan sosial dan politik (dalam arti yang luas). Dalam hal

ini, tujuan pendidikan Rasulullah pada periode Madinah adalah pendidikan

pribadi kader Islam yang diarahkan untuk membina aspek-aspek kemanusiaan

dalam mengelola dan menjaga kesejahteraan alam semesta. Dengan kata lainnya,

periode Madinah adalah periode spesialisasi pendidikan Rasulullah dalam

13 Abdullah Hamid Husain Hamudah, “Tarikh Addaulatul ‘Arabiyah al-Islamiyah”, (Mesir:Al-Khokhiroh, 2005)

5

Page 6: Dinamika Pendidikan Islam

beberapa bidang yang diperlukan untuk membangun peradaban baru dunia yang

berdasarkan pada wahyu.

Wahyu secara berurutan turun selama periode Madinah, kebijaksanaan

Nabi Muhammad saw., dalam mengajarkan al-Qur‟an adalah menganjurkan

pengikutnya untuk menghafal dan menuliskan ayat-ayat al-Qur‟an sebagaimana

diajarkannya. Nabi sering mengadakan ulangan-ulangan dalam pembacaan al-

Qur‟an, yaitu dalam shalat, dalam pidato, dalam pelajaran- pelajaran, dan lain-lain

kesempatan. Dengan demikian, segala kegiatan yang dilaksanakan oleh nabi

Muhammad saw. bersama umat Islam pada masa itu, dalam rangka pendidikan

sosial dan politik, selalu berada dalam bimbingan dan petunjuk dari wahyu-

wahyu.

Selama proses pendidikan di Madinah, banyak hal yang dilakukan oleh

Rasulullah, yaitu:

1) Karya pertama nabi Muhammad di Madinah ialah membuat landasan yang

kuat bagi kehidupan Islam. Masjid sebagai pusat kegiatan ibadah dan

pengajaran agama Islam didirikan. Di masjid inilah Nabi mengajarkan dan

mengemukakan prinsip-prinsip ajaran Islam. Artinya, pendidikan Islam di

Madinah, proses pembelajarannya pertama kali berlangsung di masjid.

2) Nabi mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Kaum Ansar. Nabi mendirikan

satu persekutuan, yaitu menggabungkan kaum kaya dengan kaum miskin atas

dasar agama.

3) Membuat piagam persaudaraan dengan golongan-golongan penduduk

Madinah non muslim yaitu kaum Yahudi dan kaum Nasrani supaya tidak

saling mengganggu, malah harus hidup rukun dan bekerja sama

mempertahankan kota Madinah. Inilah yang disebut perjanjian atau Piagam

Madinah yang kemudian menjadi modal dasar dicetuskannya “kerukunan

hidup antar umat beragama atau toleransi antara umat Islam dan non Islam.

Pendidikan pertama yang dilakukan oleh Nabi saw., di Madinah ialah

memperkuat persatuan kaum muslimin dan mengikis habis-habisan sisa-sisa

permusuhan dan persukuan. Dengan lahirnya persaudaraan itu bertambah

kokohlah persatuan kaum muslimin. Materi pendidikan di Madinah lebih luas dari

materi pendidikan di Makkah, yakni meliputi antara lain: Aqidah, Ibadah,

6

Page 7: Dinamika Pendidikan Islam

Muamalah dan pendidikan jasmani (kesehatan). Tujuan utama pendidikan di

Madinah mengarah kepada pembentukan masyarakat Islam dengan asas

pembinaannya adalah: persaudaraan, persatuan, toleransi, tolong-menolong,

musyawarah dan keadilan.

II. Sistem Pendidikan Masa Rasulullah Saw.

Sistem dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan “Seperangkat

unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas”.

Kalau kata sistem dikaitkan dengan kata pendidikan menjadi sistem pendidikan

maka berarti keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu

untuk mencapai tujuan pendidikan. Berbicara tentang sistem pendidikan pada

masa Nabi saw., tidak terlepas dari misi kerasulan Nabi di muka bumi ini. Hal ini

dijelaskan dalam firman- Nya: Q.S. al-Baqarah/2 :15114

﴿ ق� م+و ق� س' ق8 سا منو م/و ق8 س� ق �ا ق م/� م+ ب� ق' م) ق% Cق ق+ س/ Dذ س ق%ا Eق ق7ا ذ/ س ا م� م/ م+ ب� ق' م) ق% س� م/ ب1$ ق4 م) ق% ق9ا ذ8 ق)ا آا س� م/ س1 ق� ق� م�و س7 ق) س� م/ ب�9 �ا م�و ق� س� م/ ذ-1 ق9ا س� ق� س� ق�ا ق+ا ق$١٥١﴾

“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami

telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat

Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu al-

Kitab dan al-Hikmah (al-Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang

belum kamu ketahui”15

Berdasarkan ayat di atas, ada empat pendekatan yang digunakan Nabi saw.

dalam mengemban misi sebagai pembawa risalah di muka bumi dalam rangka

mengembangkan dan menyiarkan Islam, ada empat hal yang ditekankan dalam

ayat di atas, yaitu: tilawah, tazkiyah, ta’lim al-Kitab, dan al- Hikmah.16

Bertolak dari pengertian sistem pendidikan yang telah dikemukakan di

atas maka komponen–komponen atau sub sistem pendidikan Islam dari sistem

pendidikan Islam yang dijalankan pada zaman Rasulullah saw., diuraikan sebagai

berikut:

a. Kurikulum Pendidikan

Pada masa klasik, pakar pendidikan Islam menggunakan kata al-maddah

untuk pengertian kurikulum. Karena pada masa itu kurikulum lebih identik

14 Chaeruddin B. Ibid.,15 Al-Qur’an Terjemah Indonesia, Hal. 2316 Chaeruddin B. Ibid.,

7

Page 8: Dinamika Pendidikan Islam

dengan serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam

tingkat tertentu.

1. Kurikulum pendidikan rendah

Sebelum berdirinya madrasah, tidak ada tingkatan dalam pendidikan

islam, tetapi hanya satu tingkat yang bermula di kuttab dan berakhir di diskusi

halaqah. Tidak ada kurikulum khusus yang diikuti oleh seluruh umat Islam. Di

lembaga kuttab biasanya diajarkan membaca dan menulis di samping Al-qur’an.

Kadang diajarkan bahasa, nahwu dan arudh.

Sedangkan kurikulum yang ditawarkan oleh Ibn Sina untuk tingkat ini

adalah mengajari Al-qur’an, karena anak-anak dari segi fisik dan mental, telah

siap menerima pendiktean, dan pada waktu yang sama diajarkan juga huruf

hijaiyah dan dasar agama kemudian syair berikut artinya. Setelah anak-anak

belajar Al-Qur’an dan dasar agama, kemudian diarahkan untuk mempelajari

sesuatu yang sesuai dengan kecenderungannya.

Kurikulum pada tingkat ini bervariasi tergantung pada tingkat kebutuhan

masyarakat. Karena sebuah kurikulum dibuat tidak akan pernah lepas dari faktor

sosiologis, politis, ekonomis masyarakat yang melingkupinya.

Kurikulum pada tingkat ini tidak dipersiapkan untuk menuju pendidikan

yang lebih tinggi. Ada jurang lebar yang memisah kedua lembaga tersebut

sehingga orang yang ingin belajar setelah tingkat dasar dalam masalah sastra,

kajian keagamaan, hukum dan filsafat, harus menempuh jalur sendiri dan

meminta secara pribadi untuk bergabung dengan halaqah milik seorang syaikh.

2. Kurikulum pendidikan tinggi

Kurikulum pendidikan tinggi, halaqah-kalau mau menyebut demikian-

bervariasi tergantung pada syaikh yang mau mengajar. Para mahasiswa tidak

terikat untuk mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian juga guru tidak

mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti kurikulum tertentu. Mahasiswa

bebas untuk mengikuti pelajaran di sebuah halaqah dan berpindah dari sebuah

halaqah ke halaqah yang lain, bahkan dari satu kota ke kota yang lain. Menurut

Rahmat, pendidikan jenis ini disebut pendidikan orang dewasa karena diberikan

kepada orang banyak dan tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka

mengenai Al-qur’an dan agama. Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi kepada

8

Page 9: Dinamika Pendidikan Islam

dua jurusan, jurusan ilmu-ilmu agama (al-‘ulum al-naqliyah) dan jurusan ilmu

pengetahuan (al-‘ulum al-aqliyah).

Kedua macam kurikulum ini sejalan dengan dua masa transisi penting

dalam perkembangan pemikiran Islam. Kurikulum pertama adalah sejalan dengan

fase dimana dunia Islam mempersiapkan diri untuk mendalami masalah agama,

menyiarkan dan mempertahankannya. Namun perhatian pada agama itu tidaklah

terbatas pada ilmu agama an sich, tetapi dilengkapi juga dengan ilmu-ilmu

bahasa, ilmu sejarah, hadis dan tafsir. Menurut Mahmud Yunus, kurikulum

jurusan ini adalah tafsir Al-qur’an, hadis, fiqih dan ushul fiqh, nahwu saraf,

balaghah, bahasa dan sastranya.

Kurikulum kedua, yaitu kurikulum ilmu pengetahuan. Ia merupakan ciri

khas fase kedua perkembangan pemikiran umat Islam, yaitu ketika umat Islam

mulai bersentuhan dengan pemikiran Yunani, Persia, dan India. Menurut

Mahmud Yunus, kurikulum untuk pendidikan jenis ini adalah mantiq, ilmu alam

dan kimia, musik, ilmu-ilmu pasti, ilmu-ilmu ukur, ilmu-ilmu falak, ketuhanan,

ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan dan kedokteran.17

b. Komponen Materi Pendidikan Islam

Materi pendidikan Islam di zaman Rasulullah saw., mempunyai perbedaan

dengan pendidikan yang dilaksanakan di Makkah dan di Madinah.

a. Materi pendidikan di Makkah

Materi pendidikan Islam yang ditekankan oleh Rasulullah saw., pada fase

Makkah menurut Zuhairini dkk adalah:

1) Pendidikan Tauhid, dalam teori dan praktik.

Materi ini lebih difokuskan kepada pemurnian ajaran agama yang dibawa

oleh Nabi Ibrahim yang telah banyak menyimpang dari yang sebenarnya. Inti dari

ajaran tersebut adalah ajaran tauhid yang terkandung dalam Q.S. al- Fatihah/1 : 1-

7 dan Q.S. al-Ikhlas/112 : 1-4. Pendidikan tauhid diberikan melalui cara-cara yang

bijaksana menurut akal pikiran dengan mengajak umatnya untuk membaca,

memperhatikan dan memikirkan kekuasaan dan kebesaran Allah swt., serta diri

manusia sendiri. Kemudian beliau mengajarkan bagaimana mengaplikasikan

ajaran tauhid tersebut dalam kehidupan sehari- hari.

17 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2010) hal. 116-121

9

Page 10: Dinamika Pendidikan Islam

2) Pengajaran al-Qur’an

Tugas Nabi Muhammad saw., di samping mengajarkan tauhid juga

mengajarkan al-Qur’an. Materi ini dirinci kepada materi baca tulis al- Qur’an,

materi menghafal ayat-ayat al-Qur’an, dan materi pemahaman al-Qur’an. Para

sahabat berkumpul membaca dan memahami setiap kandungan ayat. Meskipun

kenyataannya, masyarakat Arab pada masa itu dikenal masyarakat ummi yang

pada umumnya tidak dapat membaca dan menulis, hanya sebagian dari mereka

yang dapat menulis dan membaca. Tradisi budaya lisan yang merupakan warisan

budaya sehingga mereka dikenal sebagai orang yang kuat hafalannya. Dan ini

memberi indikasi bahwa baca tulis belum membudaya dalam kehidupan mereka

sehari-hari, tetapi tidak berarti al-Qur’an tidak ada yang menulisnya, karena

diantara sahabat ada yang pandai menulis.

Mahmud Yunus mengemukakan materi pendidikan pada fase Makkah

adalah sebagai berikut:

a) Pendidikan keagamaan, yaitu hendaklah membaca dengan nama Allah semata-

mata, jangan dipersekutukan dengan nama berhala, karena Tuhan itu Maha Besar

dan Maha Pemurah, sebab itu hendaklah dienyahkan berhala itu sejauh-jauhnya.

b) Pendidikan akliah dan ilmiah, yaitu mempelajari kejadian manusia dari

segumpal darah dan kejadian alam semesta. Alam akan mengajarkan demikian itu

kepada orang-orang yang mau menyelidiki dan membahasnya sedang mereka

dahulu belum mengetahuinya. Untuk mempelajari hal-hal itu haruslah dengan

banyak membaca dan menyelidiki serta memakai pena untuk membaca.

c) Pendidikan Akhlak dan budi pekerti, yaitu si pendidik hendaklah suka

memberi/mengajar tanpa mengharapkan balasan dari orang yang menerima

pemberian itu, melainkan karena Allah semata-mata dan mengharapkan

keridaannya. Begitu juga si pendidik harus berhati sabar dan tabah dalam

melakukan tugasnya.

d) Pendidikan Jasmani (kesehatan), yaitu mementingkan kebersihan, bersih

pakaian, bersih badan dan bersih tempat kediaman. Terutama si pendidik harus

bersih pakaian, suci hati, dan baik budi pekertinya supaya menjadi contoh dan tiru

teladan bagi anak-anak didikannya.

10

Page 11: Dinamika Pendidikan Islam

Kurikulum Pendidikan Islam pada masa Rasulullah adalah al-Qur’an yang

diturunkan oleh Allah secara berangsur-angsur sesuai kondisi dan situasi serta

peristiwa yang dialami umat saat itu. Karena itu dalam prakteknya tidak saja logis

dan rasional tapi juga secara fitrah dan pragmatis.

b. Materi Pendidikan Islam di Madinah

Materi Pendidikan Islam pada fase ini tidak lagi terbatas pada masalah-

masalah aqidah, ibadah dan akhlak tetapi materinya lebih kompleks dan

cakupannya lebih luas dibanding dengan materi pendidikan Islam pada fase

Makkah. Ciri pokok pembinaan pendidikan Islam di Makkah adalah pendidikan

tauhid (dalam artinya yang luas), sedangkan ciri pokok pendidikan Islam di

Madinah adalah pembinaan pendidikan sosial dan politik (dalam artinya yang luas

pula). Namun kedua ciri pokok tersebut bukanlah merupakan dua hal yang

terpisah antara satu dengan lainnya, artinya bahwa pendidikan sosial politik tetap

harus dilandasi atau dijiwai oleh pendidikan tauhid/aqidah.

Karena itu ruang lingkup materi pendidikan Islam tidak hanya terbatas

pada bidang keagamaan semata, dan juga tidak terbatas pada materi pendidikan

yang diarahkan untuk kehidupan dunia semata, akan tetapi keduanya dipadukan

menjadi satu kebulatan bahan pembelajaran. Konsep pendidikan yang demikian

ini memungkinkan manusia untuk mencapai kesempurnaan kehidupan duniawi

secara individual maupun secara sosial.

Mahmud Yunus mengemukakan bahwa, intisari pendidikan dan

pengajaran Islam yang diberikan Nabi saw., masa Madinah adalah selain

pendidikan keagamaan, pendidikan akhlak, dan pendidikan kesehatan juga

diperluas dengan materi pendidikan syariat yang berhubungan dengan masyarakat,

misalnya:

1) Hal-hal yang berhubungan dengan pergaulan antar sesama manusia, seperti:

hukum perdata.

2) Hal-hal yang berhubungan dengan qisas, seperti: hukum pidana

3) Hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi dan pemerintahan.

Zuhairini, mengemukakan bahwa materi pendidikan Islam di Madinah

yang merupakan lanjutan materi pendidikan di Makkah adalah:

a) Pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan

11

Page 12: Dinamika Pendidikan Islam

Materi pendidikan sosial dan kewarganegaraan Islam pada masa ini

(Madinah) adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Konstitusi

Madinah yang dalam praktiknya diperinci lebih lanjut dan disempurnakan dengan

ayat-ayat yang turun selama periode Madinah. Pelaksanaan atau praktik

pendidikan sosial politik dan kewarganegaraan secara ringkas meliputi:

1) Pendidikan ukhuwah (persaudaraan) antar kaum muslimin

2) Pendidikan kesejahteraan sosial, yakni bagaimana memenuhi kebutuhan

pokok sehari-hari.

3) Pendidikan kesejahteraan keluarga kaum kerabat suami, isteri dan anak-

anak), karena inilah yang menjadi inti terbentuknya masyarakat umat manusia

yang lebih luas.

b) Pendidikan Anak

Banyak ayat-ayat al-Qur’an dan hadis Nabi yang memperingatkan

bagaimana seharusnya orang tua memperlakukan anak, antara lain QS. al-

Tahrim/66: 6, Q.S. al-Nisaa’/4: 9. Ayat-ayat tersebut merupakan perintah untuk

mempersiapkan anak dan keturunan menjadi generasi penerus yang mampu

bertanggung jawab dalam mengemban tugas-tugas dan menjawab tantangan

zaman dengan sebaik-baiknya.

Anak atau keturunan adalah penerima warisan nilai dan budaya dari

generasi sebelumnya. Dalam Islam anak adalah pewaris ajaran Islam yang akan

melanjutkan misi menyampaikan ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Bangsa

Arab sebelum datangnya Islam memandang anak sebagai beban keluarga,

memperlakukan anak semaunya terutama anak perempuan. Bahkan jika mereka

merasa anaknya sebagai beban yang memberatkan, tidak segan-segan

membunuhnya, memandang sangat rendah anak-anak perempuan bahkan mau

menguburkannya hidup-hidup. Kondisi seperti inilah harus dirubah dengan

pendidikan Islam.

Materi pendidikan anak dalam Islam yang dicontohkan oleh Nabi saw.

sebagaimana diisyaratkan dalam Q.S. Lukman/31: 13-19, adalah sebagai berikut:

1) Pendidikan tauhid, yaitu menanamkan keimanan kepada Allah sebagai Tuhan

yang Maha Esa.

12

Page 13: Dinamika Pendidikan Islam

2) Pendidikan salat. Rasulullah saw. memerintahkan agar anak yang berumur 7

tahun sudah mulai dididik, dilatih, dan dibiasakan melaksanakan salat.

3) Pendidikan adab sopan santun dalam keluarga

4) Pendidikan adab sopan santun dalam bermasyarakat (kehidupan sosial)

5) Pendidikan kepribadian.

c) Pendidikan Hankam (pertahanan dan keamanan) dan dakwah Islam

Masyarakat kaum muslimin merupakan satu negara berdaulat di bawah

pimpinan dan bimbingan Rasulullah saw., untuk memperkuat kedaulatan tersebut

Rasulullah saw., mengajak orang-orang untuk menganut agama Islam dengan

memberikan penjelasan kepada mereka, dan meyakinkan tentang kebaikan dan

kebenaran ajaran Islam dibanding dengan ajaran agama mereka.18

Pada masa ini, macam-macam ilmu pengetahuan yang berkembang dan

sekaligus menjadi materi pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

1) Al-‘Ulum al-Islamiyah, yakni ilmu-ilmu yang dihayati oleh Islam, meliputi:

ilmu-ilmu Al-Qur’an, Hadits, Fikih, Lughah, dan Tarikh. Ilmu-ilmu ini juga

disebut “al-Adab al-Islamiyah” atau “al-“Ulumul al-Naqliyah”.

2) Al-Adab al-Arabiyah, syair dan khitabah, yang di zaman Jahiliyah telah ada

dan kemajuannya memuncak di zaman permulaan Islam. Kerena itu ilmu-

ilmu ini juga disebut “Al-Adab al-Jahiliyah”.

3) Al-‘Ulum al-‘Aqliyah, yaitu ilmu-ilmu thib, handasah, falsafah, falak, dan

segala macam “al-‘Ulum al-thabi’iyyah” dan “al-‘Ulum al-riyadliyah”.19

III. Lembaga Pendidikan Islam di zaman Rasulullah

Lembaga pendidikan Islam yang dimaksud dalam makalah ini adalah

tempat berlangsungnya proses pendidikan. Di zaman Rasulullah saw., tempat

berlangsungnya pendidikan Islam adalah:

a. Shuffah

Pada masa Rasulullah saw., shuffah adalah suatu tempat yang telah dipakai

untuk aktivitas pendidikan. Biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi

pendatang baru dan mereka yang tergolong miskin. Di sini para siswa diajarkan

membaca dan menghafal Al-Qur’an secara benar dan hukum Islam di bawah

18 Chaeruddin B. Ibid.,19 Tim Dosen IAIN Sunan Ampel-Malang, Dasar-Dasar Kependidikan Islam, (Surabaya:Karya Aditama, 1996) hal. 110

13

Page 14: Dinamika Pendidikan Islam

bimbingan langsung dari nabi. Pada masa itu setidaknya telah ada 9 shuffah yang

tersebar di kota Madinah. Salah satu diantaranya berlokasi di samping masjid

Nabawi. Rasulullah saw. mengangkat Ubaid ibn Al-Samit sebagai guru pada

sekolah shuffah di Madinah. Dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah

juga menawarkan pelajaran dasar-dasar berhitung, kedokteran, astronomi,

geneologi, dan ilmu fonotik.

b. Kuttab/Maktab

Kuttab/Maktab berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba yang

artinya menulis. Sedangkan kuttab/maktab berarti tempat untuk menulis, atau

tempat dimana dilangsungkan kegiatan tulis menulis. Kebanyakan para ahli

sejarah pendidikan Islam sepakat bahwa keduanya merupakan istilah yang sama,

dalam arti lembaga pendidikan Islam tingkat dasar yang mengajarkan membaca

dan menulis kemudian meningkat pada pengajaran Al-Qur’an dan pengetahuan

agama tingkat dasar. Namun Abdullah Fajar membedakannya, ia mengatakan

bahwa maktab adalah istilah untuk zaman klasik, sedangkan kuttab adalah istilah

untuk zaman modern.

Sejak abad ke-8, kuttab mulai mengajarkan penetahuan umum disamping

ilmu agma. Hal ini terjadi akibat adanya persentuhan antara Islam dengan warisan

budaya Helenisme sehingga banyak membawa perubahan dalam bidang

kurikulum pendidikan Islam. Bahkan dalam perkembangan berikutnya kuttab

dibedakan menjadi dua, yaitu kuttab yang mengajarkan pengetahuan nonagama

(secular learning) dan kuttab yang mengajarkan ilmu agama (religious learning).

Mengenai waktu belajar di kuttab, Muhammad Yunus menyebutkan

dimulai hari Sabtu pagi hingga Kamis siang dengan waktu sebagai berikut:

1. Alqur’an : Pagi s.d Dhuha

2. Menulis : Dhuha s.d Zuhur

3. Gramatikal Arab, Matematika, Sejarah : Ba’da Zuhur s.d siang

c. Halaqah

Halaqah artinya lingkaran. Artinya, proses belajar mengajar disini

dilaksanakan di mana murid-murid melingkari gurunya. Seorang guru biasanya

duduk di lantai menerangkan, membacakan karangannya, atau memberikan

komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan halaqah ini bisa terjadi di

14

Page 15: Dinamika Pendidikan Islam

masjid atau di rumah-rumah. Kegiatan di halaqah ini tidak khusus untuk

mengajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan

umum, termasuk filsafat. Oleh karena itu, halaqah ini dikelompokkan kedalam

lembaga pendidikan yang terbuka terhadap ilmu pengetahuan umum. Dilihat dari

segi ini, halaqah dikategorikan kedalam lembaga pendidikan tingkat lanjut yang

setingkat dengan college.

d. Majlis

Istilah majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama Islam.

Mulanya ia merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanaan belajar mengajar. Pada

perkembangan berikutnya di saat dunia pendidikan Islam mengalami zaman

keemasan, majlis berarti sesi dimana aktifitas pengajaran atau diskusi

berlangsung. Dan belakangan majlis diartikan sebagai sejumlah aktivitas

pengajaran, sebagai contoh, majlis Al-Nabi, artinya majlis yang dilaksanakan oleh

nabi. Seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam Islam, majlis digunakan

sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan sehingga majlis banyak ragamnya.

e. Masjid

Masjid menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum

muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi. Namun.

Yang lebi penting adalah sebagai lembaga pendidikan. Sebagai lembaga

pendidikan masjid pada awal perkembangannya dipakai sebagai sarana informasi

dan penyampaian doktrin ajaran islam.20

IV. Metode Pendidikan Islam Zaman Rasulullah

Nabi mempunyai metode yang indah dalam pendidikan, tentang moral dan

keesaan Tuhan. Metode yang sempurna yang bisa meningkatkan manusia untuk

posisi mulia dan mengambil kebajikan.21

Menurut Najib Khalid al-Amar dalam bukunya, Tarbiyah Islamiyah,

bahwa metode pendidikan Islam yang dilakukan Rasulullah saw. pada periode

Mekah dan Madinah, adalah:

1. Melalui teguran langsung,

20 Abudin Nata, Ibid., hal. 32-37 21 Baqir Shareef al-Qurashi, Ibid., hal. 371

15

Page 16: Dinamika Pendidikan Islam

Dari hadits Rasulullah saw., Umar bin Salamah berkata, “Dulu aku

menjadi pembantu di rumah Rasulullah saw., ketika makan, biasanya aku

mengulurkan tanganku ke berbagai penjuru”. Melihat hal itu beliau berkata,

“Hai ghulam, bacalah bismilah, makanlah dengan tangan kananmu, dan

makanlah apa yang ada di dekatmu”

2. Melalui sindiran.

Rasulullah saw. bersabda,

“Apa keinginan kaum yang mengatakan begini begitu? Sesungguhnya aku

shalat dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, dan aku pun menikahi wanita.

Maka barang siapa yang tidak senang dengan sunahku berarti dia bukan

golonganku”

Menurut Najib Khalid al-Amir, mengatasi kesalahan anak didik melalui

sindiran dapat menjaga wibawa anak di mata teman-temannya, sehingga dia tidak

rendah diri. Hal itu mengisyaratkan bahwa upaya meluruskan kesalahan anak

didik jangan dilakukan dengan cara menjatuhkan mentalnya karena itu dapat

menimbulkan berbagai kelainan mental.

3. Pemutusan dari jamaah

Pernah Ka’b bin Malik tidak ikut beserta Rasulullah saw.dalam perang

Tabuk. Dia berkata,

“Nabi melarang sahabat lainnya berbicara dengan aku. Disebutkan bahwa

pemutusan hubungan itu berlangsung selama lima puluh malam” (HR. Bukhari)

Menurut Najib Khalid, kisah Ka’ab ini mencerminkan bahwa orang yang

salah akan merasakan kesalahannya secara langsung ketika jamaah memutuskan

hubungan dengan dia sehingga perilakunya lurus kembali. Dan dengan metode

ini, seseorang akan merasakan arti penting jamaah. Pemutusan hubungan juga

berkaitan dengan seberapa besar ketaatan dan kedisiplinan peserta didik terhadap

orang tua dan pendidiknya. Manfaat lain dari pemutusan hubungan ini adalah

peserta didik akan lebih berhati-hati dalam bertindak, sehingga benar-benar segala

tingkah lakunya dijalankan berdasarkan pertimbangan.

4. Melalui pemukulan

Dari Umar ibn Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya disebutkan,

Rasulullah saw. bersabda,

16

Page 17: Dinamika Pendidikan Islam

“Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan dari usia tujuh tahun, dan pukullah

mereka kalau enggan mengerjakannya pada usa sepulu tahun, serta pisahkan

mereka dari tempat tidur”

Menurut Najib Khalid, menghukum dengan pukulan adalah alternatif

terakhir yang dapat dilakukan ketika seluruh sarana peringatan tidak mempan lagi.

Ada beberapa etika yang harus diperhatikan oleh pendidik dalam melaksanakan

hukum pukul ini. Diantaranya:

Pendidik dilarang memukul kecuali jika seluruh sarana peringatan tidak

mampu lagi untuk memperbaiki tingkah laku peserta didik.

Tidak boleh memukul dalam keadaan marah. Hal ini didasarkan pada sabda

Rasulullah saw.: Jangan marah. (HR. Bukhari)

Pemukulan tidak boleh dilakukan pada tempat yang berbahaya, misalnya

muka. Rasulullah saw., bersabda: jika salah seorang dari kamu memukul,

maka jauhilah muka (H.R. Abu Daud)

Disarankan pukulan tidak keras dan tidak menyakitkan. Hendaklah sebelum

memukul, sang pendidik terlebih dahulu melakukan hitungan satu sampai

tiga, untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik agar segara

memperbaiki kesalahannya.

Jika sang pendidik melihat bahwa dengan hukuman memukul belum

membuahkan hasil yang diinginkan, maka ia tidak boleh meneruskannya dan

harus mencari alternatif pemecahan lain.

5. Melalui perbandingan kisah orang-orang terdahulu.

6. Menggunakan kata isyarat, misalnya merapatkan dua jari sebagai isyarat

perlunya menggalang persatuan.

7. Keteladanan. Setiap apa yang disampaikan Rasulullah saw. maka yang

menjadi uswahnya adalah Rasulullah saw. sendiri.22

Metode mengajarkan agama Islam yang digunakan pada zaman Rasulullah

saw. sebagaimana yang dikemukakan oleh Mahmud Yunus adalah:

a. Tanya jawab, khususnya yang berkaitan dengan masalah keimanan.

b. Demonstrasi, memberi contoh, khususnya yang berkaitan dengan masalah

ibadah (seperti: shalat, haji, dan lain-lain)

22 Muhammad Zaairul Haq, Muhammad saw sebagai Guru, (Bantul:Kreasi Wacana, 2010) hal. 144-149

17

Page 18: Dinamika Pendidikan Islam

c. Kisah-kisah umat terdahulu, orang-orang yang taat mengikuti Rasul dan

orang-orang yang durhaka dan balasannya masing-masing seperti: kissah

Qarun, kissah Musa, dan lain-lain. Metode ini digunakan khususnya dalam

masalah akhlak.

Selain metode-metode mengajar yang dikemukakan di atas masih banyak

metode mengajar pendidikan Islam yang digunakan oleh Rasulullah saw., yang

bersumber dari ayat-ayat al-Qur’an, antara lain sebagai berikut:

a. Metode hikmah, memberi nasihat/ceramah dan dialog/diskusi (Q.S. al-

Nahl/16: 125)

b. Metode demonstrasi (Q.S. al-Maidah/5:27-31)

c. Metode pembiasaan (Q.S. al-Nisa/4:43, Q.S al-Baqarah/2:219 dan al-

Maidah/5:90)

d. Metode perumpamaan (Q.S. al-Baqarah/2:261)

e. Metode eksperimen (Q.S. al-Rum/30:50).

f. Metode keteladanan (Q.S. al-Shaf/61:2-3).23

Metode pengajaran yang paling utama adalah membaca dan menghafal Al-

Qur’an dan puisi-puisi kuno. Pada awalnya, siswa menuliskan pelajaran mereka

dengan jari di atas pasir. Kemudian, lembaran yang terbuat dari tanah liat menjadi

populer, dan dengan masuknya kertas dari Timur pada bad ke-8, pelajar dapat

menyimpan catatan mereka dalam bentuk manuskrip. Oleh karena latar belakang

tradisi oral yang panjang, maka pendidikan mendorong sisiwa untuk mengahafal

Al-Qur’an dan sebanyak mungkin materi pelajaran yang lain.24

V. Pendidik dan Peserta Dididk

Dalam suatu proses pendidikan termasuk pendidikan Islam, faktor

determinan adalah faktor pendidik dan peserta didik. Pendidik di zaman

Rasulullah saw. adalah Nabi sendiri. Menjadi guru merupakan tugas yang

diemban oleh Rasulullah saw., sebagaimana diisyaratkan lewat firman-Nya Q.S.

Ali Imran/3 : 16425

سا منو ق$ا ذ�ا� ق% Cق ق+ س/ Dذ س ق%ا Eق ق7ا ذ/ س ا م� م, م+ ب� ق' م) ق% س� ذ, ب1$ ق4 م) ق% Hذ ذ8 ق)ا آا س� ذ, س1 ق� ق� م�و س7 ق) س� ذ, �ذ م? ق�ان س� ب� �ا م�و ق� س� ذ, ذ-1 Iق ق' ق Jس ذ�ا ق� ذ19 ذ� م+> س ا ق�ى ق� Hم � ا �ق ق� س* ق& ق ﴿ ق� ذ.1 �م Lق قOلا ذ?ي ق Qم س. ق� ١٦٤ذ�� ﴾

23 Chaeruddin B. Ibid.,24 Carles Michael Stantion, Ibid., hal. 2225 Chaeruddin B. Ibid.,

18

Page 19: Dinamika Pendidikan Islam

“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman

ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka

sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan

(jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan

sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar

dalam kesesatan yang nyata”26

Pada masa awal Islam, nabi Muhammad saw. sendiri yang menjadi guru.

Beliaulah yang menyampaikan wahyu kepada sahabat-sahabatnya dan

menjelaskan makna yang dikandung di dalamnya. Selanjutnya dibantu oleh

sahabat-sahabatnya yang telah dikader dan dididik oleh beliau, termasuk isteri-

isteri beliau sendiri. Khusus untuk pendidikan membaca dan menulis Nabi saw.

memanfaatkan tenaga-tenaga non muslim, termasuk tawanan perang Badar.

Guru pada zaman ini tidak mengharapkan imbalan jasa, tetapi mereka

mengajar untuk mencari keridhaan Allah swt. dan dengan tekad menyiarkan

ajaran agama Islam. Rasulullah juga terkadang mengutus sahabat-sahabatnya

untuk mengajarkan agama Islam di luar kota Madinah.

Adapun yang menjadi peserta didik adalah sahabat-sahabat Nabi saw., dan

umat Islam pada umumnya, terutama orang-orang yang baru masuk Islam agar

mereka dapat memahami ajaran Islam dengan baik dan mengamalkannya dalam

kehidupannya sehari-hari.27

B. Periode Khulafaurrasyidin

Pola pendidikan pada masa Abu Bakar as-sidiq masih seperti pada zaman

nabi Muhammad, bak dari segi materi maupun lembaga pendidikannya. Dari segi

materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau keimanan, akhlaq,

ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.

1. Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajub

disembah adalah Allah.

2. Pendidikan akhlaq, seperti adab masuk rumah orang lain, sopan santun

bertetangga, bergaul dengan masyarakat, dan lain sebagainya. Pendidikan

ibadah seperti pelaksanaan shalat dan puasa.

26 Al-Qur’an Terjemah Indonesia, Hal 7127 Chaeruddin B. Ibid.,

19

Page 20: Dinamika Pendidikan Islam

3. Kesehatan seperti tentang kebersihan, gerak-gerik dalam shalat merupakan

didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.

Pada perspektif kurikulum masa khalifah Umar ibn Khatthab, mata

pelajaran yang diberikan adalah membaca dan menulis al-qur’an dan

menghafalnya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Pendidikan pada masa

Umar bin Khattab ini lebih maju dibandingkan dengan masa sebelumnya. Pada

masa ini tuntutan untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai tampak, orang

yang baru masuk Islam dari daerah yang ditaklukkan harus belajar bahasa Arab,

jika ingin belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada masa

kekhalifahan Umar bin Khathab sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.

Mhd. Dalpen dalam konteks ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan

pendidikan di masa khalifah Umar ibn Khattab lebih maju, sebab selama Umar

bin Khattab memerintah negara berada dalam keadaan stabil dan aman. Lebih

lanjut Mhd. Dalpen mengatakan di samping telah ditetapkannya masjid sebagai

pusat pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam

diberbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa,

menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan dikelola dibawah pengaturan

gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi kemajuan di berbagai bidang,

seperti jawatan pos, kepolisisan, baitulmail, dan sebagainya. Adapun sumber gaji

para pendidik pada waktu itu diambilkan dari daerah yang ditaklukkan dan dari

baitul mal.

Dan pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan Islam

tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya

melanjutkan apa yang telah ada, hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai

pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan nabi

Muhammad yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa khalifah

Umar ibn Khattab, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah-

daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar implikasinya bagi

pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah lain.

Walau perkembangan pendidikan di masa Utsman bin Affan stagnan atau

status quo, sebab perkembangannya sama dengan perkembangan pendidikan

pada masa sebelumnya, akan tetapi ada satu usaha yang cukup cemerlang yang

20

Page 21: Dinamika Pendidikan Islam

terjadi di masa khalifah Usman bin Affan ini yang berpengaruh luar biasa bagi

perkembangan pendidikan Islam selanjutnya, yaitu pengkodifikasian tulisan ayat-

ayat Al-quran yang berserakan. Usaha pengkodisian Al-qur’an ini

dilatarbelakangi oleh arus dialek pembacaan al-Qur’an yang plural dan

menimbulkan perselisihan antar umat Islam sendiri. Dengan fakta riil ini

kemudian Utsman bin Affan memerintahkan untuk membentuk tim

pengkodifikasian al-qur’an yang terdiri dari Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin

Harist.

Pada kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, umat Islam diguncang oleh

peperangan saudara yaitu peperangan Ali bin Abi Thalib dan Aisyah (Istri Nabi

Muhammad) beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalahpahaman

dalam menyikapi pembunuhan terhadap khalifah ketiga yaitu Utsman bin Affan.

Dengan keadaaan ini tidak akan mampu membentuk meliau yang kondusif

terhadap keberlagsungan pendidikan terlebih dalam pengembangan ilmu

pengetahuan. Dengan kericuhan politik pada masa Ali bin Abi Thalib berkuasa,

kegiatan pendidikan mendapat hambatan dan gangguan yang sangat tinggi.

Konsekuensi logisnya adalah pemerintahan Ali bin Abi Thalib tidak

memfokuskan kegiatan pemerintahannya pada peningkatan pendidikan secara

kaseleratif.

Berdasarkan deskripsi tersebut, pola pendidikan dalam pengembangan

ilmu pengetahuan pada masa Khulafaur rasyidin tidak jauh berbeda dengan masa

nabi Muhammad yang menekankan pada pengajaran baca tulis dan doktrin-

doktrin Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadits. Dan jika dipetakan

pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafaur rasyidin ada pada beberapa tempat,

yaitu:

1) Mekkah. Guru pertama di Mekkah adalah Muaz bin jabal yang mengajarkan

al-Qur’an dan Hadits.

2) Madinah. Sahabat yang terkenal adalah Abu Bakar as-Shidiq, Umar ibn

Khattab, Utsman ibn Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

3) Basrah. Sahabat yang termasyhur antara lain: Abu Musa al-Asy’ari, dia

adalah seorang ahli fikih dan al-Qur’an.

21

Page 22: Dinamika Pendidikan Islam

4) Kuffah. Sahabat-sahabat yang termasyhur di sini adalah Ali bim Abi Thalib

dan Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud mengajarkan al-Qur’an, ia

adalah ahli tafsir, hadits, dan fikih.

5) Damsyik (Syam). Khalifah Umar bin Khattab mengirimkan tiga orang guru

ke negara itu, yakni Mu’az bin Jabal (mengajar di Palestina), Ubaidah

(mengajar di Hims), dan Abu Darda’ (mengajar di Damsyik).

6) Mesir. Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di

Mesir adalah Abdullah bin Amru bin Ash. Ia adalah seorang ahli Hadits.28

C. Periode Bani Umayyah

Pada periode ini, perhatiannya pada pendidikan terlihat dari para khalifah

mengirim anak-anak mereka ke padang gurun untuk mempelajari bahasa Arab.29

Sedangkan kehidupan ilmu dan akal pada masa Daulah Bani Umayyah pada

umumnya berjalan seperti zaman Khulafaurrasyidin, hanya ada beberapa yang

mengalami kemajuan. Salah satu aspek dari kebudayaan adalah mengembangkan

ilmu pengetahuan. Kalau di masa Nabi dan Khulafaurrasyidin, perhatian terpusat

pada usaha untuk memahami al-Qur’an dan Hadis Nabi untuk memperdalam

pengajaran aqidah, akhlak, ibadah, muamalah dan kisah-kisah al-Qur’an, maka

perhatian sesudah itu, sesuai dengan kebutuhan zaman, tertuju pada ilmu-ilmu

yang diwariskan oleh bangsa-bangsa sebelum munculnya Islam.

Dalam bidang ilmu kimia dan kedokteran juga dikembangkan, karena

Khalid bin Yazid, cucu Muawiyah, sangat tertarik pada ilmu kimia dan

kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana

Yunani yang bermukim di Mesir untuk menerjemahkan buku-buku kimia dan

kedokteran kedalam bahasa Arab. Usaha ini menjadi terjemahan pertama dalam

sejarah.

Terlepas dari para ilmuwan yang kemudian memeluk Islam, ilmuwan-

ilmuwan yang berasal dari agama lain, banyak yang tetap bertahan dalam

agamanya, diantaranya: Yahya al-Dimasyqi. Ia adalah seorang pejabat di masa

Khalifah Abdul Malik bin Marwan, penganut Kristen fanatik yang berusaha

mempertahankan aqidahnya. Dengan metode logikanya, ia mempertahankan “Al-

28 Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2011) hal. 138-14229 Jurji Zaydan, History of Islamic Civilization, (New Delhi:Fine Press, 1981) hal. 75

22

Page 23: Dinamika Pendidikan Islam

Masih sebagai oknum Tuhan yang kedua”. Sikap ini mendorong umat Islam

menyelidiki keyakinan dan mempelajari logika mereka untuk mempertahankan

Islam sekaligus untuk mematahkan hujjah mereka. Pembicaraan mereka kemudian

berkembang sampai menyinggung soal qadar dan sifat-sifat Tuhan. Kelompok

yang banyak mempersoalkan masalah- masalah ini dikenal sebagai kelompok

Mu’tazilah. Kelompok ini dianggap sebagai golongan rasionalis Islam yang

banyak mempergunakan akal dalam pembahasannya.

Pengaruh lain dari ilmuwan–ilmuwan yang beragama Kristen adalah

penyusunan ilmu pengetahuan secara lebih sistematis. Didikan ulama-ulama yang

dikirim oleh Khalifah Umar pada masa pemerintahannya menghasilkan ulama ahli

ilmu dalam jumlah yang lebih besar dan lebih menjurus sesuai dengan lingkungan

dimana mereka berada. Selain itu berubah pula dari sistem hafalan kepada sistem

tulisan menurut aturan-aturan ilmu pengetahuan yang berlaku. Pendukung ilmu

tidak lagi bangsa Arab asli, tapi didukung pula oleh golongan non Arab. Justru

golongan inilah yang mengubah sistem ilmu pengetahuan ini. Telaahnyapun

sudah meluas sehingga terjadi pembidangan ilmupengetahuansebagai berikut: a.

Ilmu pengetahuan bidang agama yaitu, segala ilmu yang bersumber dari al-

Qur’andanhadis. b. Ilmu pengetahuan bidang sejarah yaitu, segala ilmu yang

membahas tentang perjalananhidup, kisah,danriwayat. c. Ilmu pengetahuan bidang

bahasa yaitu, segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sharaf, danlain-lain.d.

Ilmu pengetahuan bidang filsafat yaitu, segala ilmu yang pada umumnya berasal

dari bangsa asing, seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung,

dan ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan ilmuitu.

Empat bidang ilmu ini saling bahu membahu. Ahli ilmu agama dalam

ajarannya memerlukan filsafat dan sejarah; ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fiqh

memerlukan syair-syair dan adab dalam dalam memahami ayat al-Qur’an dan

hadis; ahli sejarah dan tukang kisah memerlukan bahan yang terdapat dalam al-

Qur’an hadi; demikian juga ahli filsafat memerlukan al-Qur’an, hadis, dan sejarah.

Dengan demikian ilmu pengetahuan sudah merupakan satu keahlian, masuk

kedalam bidang pemahaman dan pemikiran yang memerlukan kepada sistematika

dan penyusunan. Golongan yang sudah biasa dengan keahlian ini adalah golongan

23

Page 24: Dinamika Pendidikan Islam

non-Arab yang disebut Mawali: yaitu golongan yang berasal dari bangsa asing

atau keturunannya.30

Di masa ini, kurikulum yang terdapat di lembaga pendidikan Islam tidak

menawarkan mata pelajaran yang bermacam-macam. Dalam suatu jangka waktu,

pengajaran hanya menyajikan satu mata pelajaran yang harus ditempuh oleh

siswa. Sesudah materi tersebut selesai, baru ia diperbolehkan mempelajari materi

yang lain, atau yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya pada tahap awal siswa

diharuskan belajar tulis-baca, berikutnya, ia belajar berhitung dan seterusnya. Ini

disebabkan belum adanya koordinasi lembaga oleh suatu organisasi atau

pemerintah seperti sekarang ini. Meski dalam kasus tertentu penguasa turut

mengendalikan pelaksanaan pengajaran di madrasah-madrasah, pelaksanaan

proses belajar mengajar sepenuhnya tergantung kepada guru yang memberikan

pelajaran.

Di bagian Barat wilayah muslim, Dinasti Umayyah (138-418 H/756-1027

M) mengembangkan banyak al-Jami’ah di kota Seville, Cordova, Granada dan di

kota-kota lain. Di Spanyol perkembangan pendidikan tinggi mulai pada abad

kesepuluh. Bangsa Moor dan berikutnya bangsa Arab, memasuki Spanyol pada

tahun 712. Mendekati tahun 756, pangeran dari Dinasti Umayyah, Abdullah

Rahman telah ditaklukkan oleh tentara dari Abbasiyah, Khalifah Al-Mansur dan

mengangkat amir di Cordova. Inisiatif lain abad keemasan Islam di Spanyol

bagian selatan, di bawah Umayyah ini, terus berjalan hingga abad ke-11.

Sementara itu abad ke-10 adalah puncak perkembangan intelektual Muslim

Spanyol dengan Cordova sebagai pusatnya. Universits-universitas tersebut

menjadi simbol-simbol yang cemerlang bagi kepentingan pendidikan Muslim, dan

memberikan sumbangan khusus bagi kemajuan Eropa abad pertengahan.31

Pada masa Dinasti Bani Umayyah, materi pendidikan yang diajarkan

adalah sebagai berikut:

1) Al-Adab al-Haditsah, yang meliputi: (1) al-‘ulum al-Islamiyah, yaitu ilmu Al-

qur’an, ilmu hadits, ilmu Fiqih, al-‘ulum al-Lisaniyah, Tarikh, dan al-

Jughrafi, (2) al-‘ulum al-Dakhiliyah, yaitu ilmu-ilmu yang diperlukan oleh

30 A. Nirwana, Sains di Masa Dinasti Umayyah, AL-FIKR Volume 16 Nomor 1 Tahun 201231 Abudin Nata, Ibid., hal 173-174

24

Page 25: Dinamika Pendidikan Islam

kemajuan Islam, seperti ilmu-ilmu thib, filsafat, ilmu pasti, ilmu-ilmu

eksakta, dan lain-lainnya.

2) Al-adab al-Qadimah (ilmu-ilmu lama), yaitu ilmu-ilmu yang telah ada di

zaman Jahiliyah dan di zaman khulafaur rasyidin, seperti ilmu-ilmu lughah,

syair, khitabah dan amsal.32

Nama-nama ulama yang menonjol pada masa ini antara lain dari Makkah

tercatat nama Abdullah bin Abbas, Ikrimah (w. 723 M), dan Mujahid (w. 721 M).

Ulama-ulama dari Madinah antara lain Abdullah bin Umar (w. 693 M), Said bin

al-Musayyab (w. 710 M), Urwa bin al-Zubair (w. 712 M), dan Muhammad bin

Syihab, yang terkenl dengan sebutan al-Zuhri (670-742 M). Dari Basrah tercatat

nama Hasan al-Basri, Wasil bin Atha’, dan Qatadah (679-736 M). Dari Damaskus

antara lain Abu Darda’ (w. 652 M), Binu Amir (w. 736), dan al-Makhul (w. 731

M). Kemudian di Kufah tercatat nama seperti Abdullah bin Mas’ud (w. 653 M),

Ibrahim al-Nakha’i (665-714M), dan Hammad bin Sulaiman (w. 738), yang

kemudian menjadi guru dari Abu Hanifah.33

D. Periode Bani Abbasiyah

Pada masa ini walaupun dalam bidang politik dan militer terjadi

kemerosotan, namun dalam bidang ilmu pengetahun justru bertambah maju

dengan pesatnya. Hal itu disebabkan karena di tiap-tiap kerajaan, masing-masing

amir atau khalifah atau sultan berlomba untuk memajukan ilmu pengetahuan,

berlomba mendirikan perpustakaan, pengarang, penterjemah, dan memberikan

kedudukan terhormat kepada ulama dan pujangga. Hasilnya, ilmu pengetahuan

daulah islamiyah di abad ke-4 H. lebih tinggi kualitas dan martabatnya

dibandingkan dengan masa sebelumnya, karena pada masa itu berbagai ilmu

pengetahuan telah tumbuh matang dan sempurna, berbagai kitab yang bermutu

telah cukup banyak yang diterjemahkan yang kemudian dikarang kembali,

terutama ilmu bahasa, sejarah, geografi, adab, dan filsafat.

Pencapaian kemajuan dunia Islam pada bidang ilmu pengetahuan tersebut

tidak terlepas dari adanya sikap terbuka dari pemerintahan Islam pada saat itu

32 Tim Dosen IAIN Sunan Ampel-Malang, Ibid.,33 Marzuki, Panduan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1 SMA, hal 227-228

25

Page 26: Dinamika Pendidikan Islam

terhadap berbagai budaya dari bangsa-bangsa sebelumnya seperti Yunani, Persia,

India, dan yang lainnya. 34

Pada periode ini, ilmu-ilmu yang berkembang dan sekaligus menjadi

materi pendidikan adalah sebagai berikut:

1) Ilmu Naqli, yaitu ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu kalam, ilmu tasawuf, ilmu

bahasa, ilmu fikih, dan ilmu ushul fikih.

2) Ilmu Aqli, yaitu ilmu falsafah, ilmu thib, ilmu farmasi dan kimia, ilmu falak

dan nujum, ilmu riyadhiyah, ilmu tarikh, dan ilmu jughrafi.

3) Ilmu seni, yaitu ilmu seni bahasa, ilmu seni kisah dan riwayat, ilmu sedni

drama, ilmu senirupa, ilmu senisuara, dan musik dan ilmu seni bangunan.

Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung, dalam bukunya “Pendidikan Islam

menghadapi abad 21”, bahwa ilmu-ilmu yang berkembang dan sekaligus menjadi

materi pendidikan Islam di zaman Abbasiyah adalah sebagai berikut:

a. Pengetahuan Agama dan Syari’ah

Diantara ilmu-ilmu yang berkembang dan mendapat rawatan khusus dalam

kelompok ini adalah: (1) ilmu tafsir Al-Qur’an, (2) ilmu bacaan (Qira’at), tajwid

dan pemberian baris (dabt), (3) ilmu hadits, (4) ilmu musthalah hadits, (5) ilmu

fighi, (6) ilmu ushul fighi, (7) ilmu kalam, (8) ilmu tasawuf.

b. Ilmu-ilmu bahasa dan sastra.

Diantara ilmu-ilmu yang banyak dibahas dalam kelompok ini adalah: (1)

ilmu bahasa, (2) ilmu nahwu, sharaf, dan ‘arudh, (3) ilmu sastera, (4) ilmu

balaghah, (5) ilmu kritik sastera.

c. Ilmu-ilmu sejarah dan sosial.

Diantara ilmu-ilmu yang banyak dibicarakan dalam kelompok ini adalah:

(1) ilmu sirah, peperangan, dan biografi, (2) ilmu sejarah politik dan sosial, (3)

ilmu jiwa, pendidikan, akhlak, sisiologi, ekonomi, dan tata laksana. Hal ini terdiri

atas: (a) ilmu jiwa, (b) ilmu pendidikan, (c) ilmu akhlak, (d) ilmu sosiologi, (e)

ilmu ekonomi, (f) ilmu politik, (g) ilmu tata laksana. (4) ilmu-ilmu geografi dan

perencanaan kota, yang terdiri atas ilmu-ilmu: (a) ilmu geografi, (b) ilmu

perencanaan kota (town planning).

d. Ilmu-ilmu falsafah, logika, debat, dan diskusi

34 Baharuddin, Ibid., hal. 152 & 155

26

Page 27: Dinamika Pendidikan Islam

e. Ilmu-ilmu tulen/murni, seperti: ilmu matematika, ilmu falak dan ilmu musik

f. Ilmu kealaman dan eksperimental, yang terdiri atas: ilmu kimia, ilmu fisika,

ilmu biologi

g. Ilmu terapan dan praktis, yang terdiri atas: ilmu kedokteran, ilmu farmasi, dan

ilmu pertanian.35

Di penghujung pemerintahan Harun al-Rasyid dan semasa pemerintahan

al- Makmun telah muncul perbendaharaan ilmu pengetahuan yang amat besar

melalui hasil peninggalan Yunani. Sejak masa itu bermunculan nama-nama

ilmuwan Muslim dengan berbagai keahliannya. Pada bidang ilmu pengetahuan

dikenal nama Al-Fazari sebagai ahli astronomi, orang yang pertama kali

menyusun astrolabe (alat untuk mengukur tinggi bintang). Al-Farghani, yang di

Barat dikenal Al-Fragnus, mengarang ringkasan tentang ilmu astronomi dan

bukunya ini diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Dalam bidang optika dikenal

Abu Ali al-Hasan bin al-Haytham (Abad X). Di Barat beliau terkenal dengan

sebutan Al-Hazen. Menurut teorinya, yang diakui kebenarannya, bendalah yang

mengirim cahaya ke mata dan karena menerima cahaya itu mata melihat benda

yang bersangkutan.

Dalam Ilmu Kimia dikenal Jabir bin Hayyan dengan julukan bapak al-

kimia. Kemudian Abu Bakar al-Razi (865-925 M) adalah pengarang buku besar

tentang kimia. Dalam lapangan fisika ada Abu Raihan Muhammad al-Baituni

(973-1048 M) yang menemukan teori tentang bumi berputar sekitas porosnya. Ia

juga melakukan penyelidikan tentang kecepatan suara dan cahaya, serta berhasil

menentukan berat dan kepadatan 18 macam permata dan metal. Dalam bidang

geografi dikenal nama Abu al-Hasan Ali al-Mas’ud, seorang pengembara yang

mengadakan kunjungan ke berbagai penjuru dunia Islam. Bukunya Maruj al-

Zahab , berisi tentang geografi, agama, adat istiadat dari daerah-daerah yang

dikunjunginya.

Pengaruh Islam terbesar terdapat dalam lapangan ilmu kedokteran dan

filsafat. Dalam bidang kedokteran dikenal al-Razi, yang di Eropa dikenal dengan

nama Rhazes . Ia menulis masalah cacar dan campak. Begitu pentingnya buku ini

sehingga diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa Eropa. Bukunya, a l-Hawi ,

35 Tim Dosen IAIN Sunan Ampel-Malang, Ibid., hal. 110-112

27

Page 28: Dinamika Pendidikan Islam

yang terdiri dari 20 jilid, membahas berbagai cabang ilmu kedokteran. Nama lain

di bidang ini adalah Bin Sina (980-1037), selain filosof juga seorang dokter. Ia

mengarang ensiklopedia ilmu kedokteran yang berjudul al-Qanun fi al-Thib .

Buku ini secara berulang diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Eropa.

Dalam bidang filsafat dikenal nama-nama seperti al-Farabi, Bin Sina, dan

Bin Rusyd. Di antara mereka yang pengaruhnya kuat di Eropa adalah Bin Rusyd,

yang dikenal dengan sebutan Averros. Bahkan di Eropa ada aliran yang bernama

Averroism. Al-Farabi mengarang buku-buku filsafat, logika, jiwa, kenegaraan,

etika dan interpretasi tentang filsafat Aristoteles. Sementara Bin Sina di Eropa

dikenal sebagai penafsir filsafat Aristoteles. Dalam periode ini pulalah lahirnya

ilmu-ilmu yang berkaitan dengan keagamaan Islam. Di antaranya adalah

penyusunan al-Hadis. Dalam bidang ini terkenal nama al-Bukhari dan Muslim

(abad IX). Dalam lapangan fikih atau hukum Islam muncul nama-nama Malik bin

Anas, al-Syafi’i, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal (abad VIII dan IX).

Dalam bidang tafsir antara lain dikenal al-Thabari (839- 923 M); dalam

bidang sejarah dikenal nama Bin Hisyam (abad VIII) dan Bin Sa’d (abad IX).

Dalam lapangan ilmu kalam dikenal nama-nama seperti Wasil Bin Atha’, Bin

Hudzail, al-‘Allaf (golongan Mu’tazilah); Abu Hasan al-Asy’ari dan al-Ma’turidi

(Ahlus Sunnah). Dalam bidang Tasawuf lahirlah nama-nama Zunnun al-Misri,

Abu Yazid al-Bustami, Husein bin Mansyur al-Hallaj, dan seterusnya. Dalam

lapangan sastera dikenal nama Abu Farraj al-Isfahani dengan bukunya Kitab al-

Aghani.

Dengan diterjemahkannya buku-buku yang ditulis oleh ilmuwan Islam ke

dalam bahasa Eropa, mulailah Eropa kenal pada filsafat dan ilmu pengetahuan

Yunani. Masa kejayaan Islam, adalah bersamaan dengan masa kegelapan Eropa.

Tetapi dengan terjemahan buku-buku itu sedikit demi sedikit memberikan jalan

bagi Eropa untuk memasuki abad pencerahan. Jacques C. Rislar mengatakan

bahwa ilmu pengetahuan dan teknik Islam amat dalam mempengaruhi kebudayaan

Barat yang terus berkembang hingga sekarang. 36

36 Marzuki, Ibid., hal. 129-131

28

Page 29: Dinamika Pendidikan Islam

BAB II

PENUTUP

1. Kesimpulan

Pada zaman Rasulullah saw., pendidikan Islam dilaksanakan pada dua

periode yaitu periode Makkah dan periode Madinah. Periode Makkah merupakan

tahap awal dalam pembinaan pendidikan Islam yang ber-pusat di Makkah,

sedangkan periode Madinah merupakan tahap lanjutan pembinaan pendidikan

Islam dan sebagai pusat kegiatannya.

Pendidikan pada masa para khulafaur rasyiddin, pelaksanaan

pendidikannya tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa

ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, hanya sedikit terjadi perubahan yang

mewarnai pendidikan Islam. Namun, terdapat satu usaha yang cukup cemerlang

yang terjadi di masa khalifah Usman bin Affan, yaitu pengkodifikasian tulisan

ayat-ayat Al-quran yang berserakan.

Pendidikan pada masa Daulah Bani Umayyah pada umumnya berjalan

seperti zaman Khulafaurrasyidin, hanya ada beberapa yang mengalami kemajuan.

Perhatiannya hanya tertuju pada ilmu-ilmu yang diwariskan oleh bangsa-bangsa

sebelum munculnya Islam.

Pada periode bani Abbasiyah, ilmu pengetahun bertambah maju dengan

pesatnya. Hal itu disebabkan karena di tiap-tiap kerajaan, masing-masing amir

atau khalifah atau sultan berlomba untuk memajukan ilmu pengetahuan.

2. Analisis

Dari dinamika pendidikan pada masa Rasulullah sampai bani Abbas,

penulis memberikan analisis bahwa dalam melaksanakan pendidikan haruslah

didukung dengan adanya sarana dan prasarana, metode yang sesuai, serta

perhatian pendidik dalam melaksanakan pengajaran. Unruk kemajuan pendidikan

juga tidak hanya guru dan murid yang berperan, namun pemerintah juga sangat

berperan penting untuk memajukan kualitas pendidikan.

29

Page 30: Dinamika Pendidikan Islam

DAFTAR PUSTAKA

Charles Michael Stantion, Pendidikan Tinggi dalam Islam, (Jakarta:Logos

Publishing House, 1994)

Baqir Shareef al-Qurashi, The Life Muhammad, (Iran:Quds Press, 2000)

A.L Tibawi, Arabic and Islamic Themes, (London:Luzac & Company LTD, 1974)

Chaeruddin B. ,Pendidikan Islam Masa Rasulullah saw, Jurnal Diskursus Islam

423 Volume 1 Nomor 3, Desember 2013

Al-Qur’an Terjemah Indonesia, (Kudus:Menara Kudus, 2006)

‘Abd al-Wahab bin Ahmad ‘abd al-Wasi’ “Al-Ummatu al-Islamiyyah wa

Qadloyaha al-Mu’asyiroh”, (Riyadh:Maktabah al-‘Abikan, 2001)

Abdullah Hamid Husain Hamudah, “Tarikh Addaulatul ‘Arabiyah al-Islamiyah”,

(Mesir:Al-Khokhiroh, 2005)

Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam pada Periode Klasik dan Pertengahan,

(Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2010)

Tim Dosen IAIN Sunan Ampel-Malang, Dasar-Dasar Kependidikan Islam,

(Surabaya:Karya Aditama, 1996)

Muhammad Zaairul Haq, Muhammad saw sebagai Guru, (Bantul:Kreasi Wacana,

2010)

Baharuddin, Dikotomi Pendidikan Islam, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya,

2011)

Jurji Zaydan, History of Islamic Civilization, (New Delhi:Fine Press, 1981)

A. Nirwana, Sains di Masa Dinasti Umayyah, AL-FIKR Volume 16 Nomor 1

Tahun 2012

Marzuki, Panduan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1 SMA

30