dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi kronik yang mengenai daerah kepala dan badan di...

7
Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi kronik yang mengenai daerah kepala dan badan di mana terdapat glandula sebasea1. Prevalensi dermatitis seboroik sebanyak 1% - 5% populasi2. Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita1. Penyakit ini dapat mengenai bayi sampai dengan orang dewasa. Umumnya pada bayi terjadi pada usia 3 bulan sedangkan pada dewasa pada usia 30-60 tahun3. Dermatitis seboroik dan Pityriasis capitis (cradle cap) sering terjadi pada masa kanak- kanak. Berdasarkan hasil suatu survey terhadap 1116 anak-anak yang mencakup semua umur didapatkan prevalensi dermatitis seboroik adalah 10% pada anak laki-laki dan 9,5% pada anak perempuan. Prevalensi tertinggi pada anak usia tiga bulan, semakin bertambah umur anaknya prevalensinya semakin berkurang. Sebagian besar anak-anak ini menderita dermatitis seboroik ringan3. Secara internasional frekuensinya sebanyak 3- 5%. Ketombe yang merupakan bentuk ringan dari dermatitis ini lebih umum dan mengenai 15 - 20% populasi4. A. Definisi Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superfisial5, didasari oleh faktor konstitusi6. B. Etiologi Etiologi dermatitis seboroik masih belum jelas, meskipun demikian berbagai macam faktor seperti faktor hormonal1, infeksi jamur, kekurangan nutrisi, faktor neurogenik diduga berhubungan dengan kondisi ini3. Menurut Djuanda (1999) faktor predisposisinya adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik6. Keterlibatan faktor hormonal dapat menjelaskan kenapa kondisi ini dapat mengenai bayi, menghilang secara spontan dan kemudian muncul kembali setelah pubertas3. Pada bayi dijumpai kadar hormon transplansenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun5. Faktor lain yang berperan adalah terjadinya dermatitis seboroik berkaitan dengan proliferasi spesies Malassezia yang ditemukan di kulit sebagai flora normal3. Ragi genus ini dominan dan ditemukan pada daerah seboroik tubuh yang mengandung banyak lipid sebasea (misalnya kepala, tubuh, punggung). Selden (2005) menyatakan bahwa Malassezia tidak menyebabkan dermatitis seboroik tetapi merupakan suatu kofaktor yang berkaitan dengan depresi sel T, meningkatkan kadar sebum dan aktivasi komplemen4. Dermatitis seboroik juga dicurigai berhubungan dengan kekurangan nutrisi tetapi belum ada yang menyatakan alasan kenapa hal ini bias terjadi3. Pada penderita gangguan sistem syaraf pusat (Parkinson, cranial nerve palsies, major truncal paralyses) juga cenderung berkembang dermatitis seboroik luas dan sukar disembuhkan.

Upload: hafizah-fz

Post on 20-Jan-2016

14 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

asdfgh

TRANSCRIPT

Page 1: Dermatitis Seboroik Merupakan Penyakit Inflamasi Kronik Yang Mengenai Daerah Kepala Dan Badan Di Mana Terdapat Glandula Sebasea1

Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi kronik yang mengenai daerah kepala dan badan di mana terdapat glandula sebasea1. Prevalensi dermatitis seboroik sebanyak 1% - 5% populasi2. Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita1. Penyakit ini dapat mengenai bayi sampai dengan orang dewasa. Umumnya pada bayi terjadi pada usia 3 bulan sedangkan pada dewasa pada usia 30-60 tahun3. Dermatitis seboroik dan Pityriasis capitis (cradle cap) sering terjadi pada masa kanak-kanak. Berdasarkan hasil suatu survey terhadap 1116 anak-anak yang mencakup semua umur didapatkan prevalensi dermatitis seboroik adalah 10% pada anak laki-laki dan 9,5% pada anak perempuan. Prevalensi tertinggi pada anak usia tiga bulan, semakin bertambah umur anaknya prevalensinya semakin berkurang. Sebagian besar anak-anak ini menderita dermatitis seboroik ringan3.Secara internasional frekuensinya sebanyak 3-5%. Ketombe yang merupakan bentuk ringan dari dermatitis ini lebih umum dan mengenai 15 - 20% populasi4.A. DefinisiDermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superfisial5, didasari oleh faktor konstitusi6.

B. EtiologiEtiologi dermatitis seboroik masih belum jelas, meskipun demikian berbagai macam faktor seperti faktor hormonal1, infeksi jamur, kekurangan nutrisi, faktor neurogenik diduga berhubungan dengan kondisi ini3. Menurut Djuanda (1999) faktor predisposisinya adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik6.Keterlibatan faktor hormonal dapat menjelaskan kenapa kondisi ini dapat mengenai bayi, menghilang secara spontan dan kemudian muncul kembali setelah pubertas3. Pada bayi dijumpai kadar hormon transplansenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun5.Faktor lain yang berperan adalah terjadinya dermatitis seboroik berkaitan dengan proliferasi spesies Malassezia yang ditemukan di kulit sebagai flora normal3. Ragi genus ini dominan dan ditemukan pada daerah seboroik tubuh yang mengandung banyak lipid sebasea (misalnya kepala, tubuh, punggung). Selden (2005) menyatakan bahwa Malassezia tidak menyebabkan dermatitis seboroik tetapi merupakan

suatu kofaktor yang berkaitan dengan depresi sel T, meningkatkan kadar sebum dan aktivasi komplemen4.Dermatitis seboroik juga dicurigai berhubungan dengan kekurangan nutrisi tetapi belum ada yang menyatakan alasan kenapa hal ini bias terjadi3. Pada penderita gangguan sistem syaraf pusat (Parkinson, cranial nerve palsies, major truncal paralyses) juga cenderung berkembang dermatitis seboroik luas dan sukar disembuhkan. Menurut Johnson (2000) terjadinya dermatitis seboroik pada penderita tersebut sebagai akibat peningkatan timbunan sebum yang disebabkan kurang pergerakan. Peningkatan sebum dapat menjadi tempat berkembangnya P. ovale sehingga menginduksi dermatitis seboroik1. Faktor genetik dan lingkungan dapat merupakan predisposisi pada populasi tertentu, seperti penyakit komorbid, untuk berkembangnya dermatitis seboroik. Meskipun dermatitis seboroik hanya terdapat pada 3% populasi, tetapi insidensi pada penderita AIDS dapat mencapai 85%. Mekanisme pasti infeksi virus AIDS memacu onset dermatitis seboroik (ataupun penyakit inflamasi kronik pada kulit lainnya) belum diketahui1.Berbagai macam pengobatan dapat menginduksi dermatitis seborok. Obat-obat tersebut adalah auranofin, aurothioglucose, buspirone, chlorpromazine, cimetidin, ethionamide, griseofulvin, haloperidol, interferon alfa, lithium, methoxsalen, methyldopa, phenothiazines, psoralens, stanozolol, thiothixene, and trioxsalen4.

C. Klasifikasi dan Manifestasi KlinikDermatitis seboroik umumnya berpengaruh pada daerah kulit yang mengandung kelenjar sebasea dalam frekuensi tinggi dan aktif. Distribusinya simetris dan biasanya melibatkan daerah berambut pada kepala meliputi kulit kepala, alis mata, kumis dan jenggot. Adapun lokasi lainnya bisa terdapat pada dahi, lipatan nasolabial, kanalis auditoris external dan daerah belakang telinga. Sedangkan pada tubuh dermatitis seboroik dapat mengenai daerah presternal dan lipatan-lipatan kulit seperti aksila, pusar, inguinal, infra mamae, dan anogenital1.

Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi tiga:1.Seboroik kepalaPada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna

Page 2: Dermatitis Seboroik Merupakan Penyakit Inflamasi Kronik Yang Mengenai Daerah Kepala Dan Badan Di Mana Terdapat Glandula Sebasea1

kekuning-kuningan sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai krusta yang disebut Pitriasis Oleosa (Pityriasis steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering dan berlapis-lapis dan sering lepas sendiri disebut Pitiriasis sika (ketombe)5. Pasien mengeluhkan gatal di kulit kepala disertai dengan ketombe. Pasien berpikir bahwa gejala-gejala itu timbul dari kulit kepala yang kering kemudian pasien menurunkan frekuensi pemakaian shampo, sehingga menyebabkan akumulasi lebih lanjut. Inflamasi akhirnya terjadi dan kemudian gejala makin memburuk1.Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi alopesia dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga. Bila meluas, lesinya dapat sampai ke dahi, disebut Korona seboroik. Dermatitis seboroik yang terjadi pada kepala bayi disebut Cradle cap 5.Selain kulit kepala terasa gatal, pasien dapat mengeluhkan juga sensasi terbakar pada wajah yang terkena. Dermatitis seboroik bisa menjadi nyata pada orang dengan kumis atau jenggot, dan menghilang ketika kumis dan jenggotnya dihilangkan. Jika dibiarkan tidak diterapi akan menjadi tebal, kuning dan berminyak, kadang-kadang dapat terjadi infeksi bakterial1.

2.Seboroik mukaPada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabialis, dagu, dan lain-lain terdapat makula eritem, yang diatasnya dijumpai skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Bila sampai palpebra, bisa terjadi blefaritis. Sering dijumpai pada wanita. Bisa didapati di daerah berambut, seperti dagu dan di atas bibir, dapat terjadi folikulitis. Hal ini sering dijumpai pada laki-laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya. Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis barbe5.3.Seboroik badan dan sela-selaJenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, inframama, umbilicus, krural (lipatan paha, perineum). Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang pada permukaannya ada skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Pada daerah badan, lesinya bisa berbentuk seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral. Di daerah intertrigo, kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga menyebabkan infeksi sekunder5.

Kalbe.co.id – Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit inflamasi di mana telah terbukti adanya peran kolonisasi jamur Malassezia pada kulit yang terkena. Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit yang berlangsung kronik dan kambuhan. Dermatitis seboroik ditandai dengan kemerahan, gatal, dan kulit bersisik, paling sering mengenai

kulit kepala (ketombe), tetapi juga dapat mengenai kulit pada bagian tubuh lainnya seperti wajah, dada, lipatan lutut, lengan dan lipat paha.

Suatu studi telah dilakukan untuk menilai efikasi dan keamanan itraconazole kapsul 200 mg/hari selama 7 hari dan penggunaan berturut-turut 200 mg/hari selama 2 hari pertama dari setiap bulan selama 2 bulan berikutnya pada 29 pasien dengan dermatitis seboroik.

Dalam studi tersebut pasien dinilai berdasarkan skor gatal, rasa terbakar, eritema, deskuamasi dan seboroik (setiap skor pada skala 0-4) pada  hari ke-15 (T15), 30 (T30), 60 (T60) dan 90 (T90). Itraconazole kapsul 100 mg diberikan 2 kali sehari selama 1 minggu dan setelah interval 3 minggu, pasien diberi itraconazole kapsul 200 mg/hari selama 2 hari dan dilanjutkan pada 2 hari pertama pada bulan berikutnya. Respon klinis diklasifikasikan menjadi sangat efektif, efektif, sedang atau tidak efektif.

PROGNOSIS

Pemaparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan, beberapa orang yang terpapar HIV selama bertahun-tahun bisa tidak terinfeksi. Di sisi lain seseorang yang terinfeksi bisa tidak menampakkan gejala selama lebih dari 10 tahun. Tanpa pengobatan, infeksi HIV mempunyai resiko 1-2 % untuk menjdi AIDS pada beberapa tahun pertama. Resiko ini meningkat 5% pada setiap tahun berikutnya.

Resiko terkena AIDS dalam 10-11 tahun setelah terinfeksi HIV mencapai 50%. Sebelum diketemukan obat-obat terbaru, pada akhirnya semua kasus akan menjadi AIDS.

Pengobatan AIDS telah berhasil menurunkan angka infeksi oportunistik dan meningkatkan angka harapan hidup penderita. Kombinasi beberapa jenis obat berhasil menurunkan jumlah virus dalam

Page 3: Dermatitis Seboroik Merupakan Penyakit Inflamasi Kronik Yang Mengenai Daerah Kepala Dan Badan Di Mana Terdapat Glandula Sebasea1

darah sampai tidak dapat terdeteksi. Tapi belum ada penderita yang terbukti sembuh.

Teknik penghitungan jumlah virus HIV (plasma RNA) dalam darah seperti polymerase chain reaction (PCR) dan branched deoxyribonucleid acid (bDNA) test membantu dokter untuk memonitor efek pengobatan dan membantu penilaian prognosis penderita. Kadar virus ini akan bervariasi mulai kurang dari beberapa ratus sampai lebih dari sejuta virus RNA/mL plasma.

Pada awal penemuan virus HIV, penderita segera mengalami penurunan kualitas hidupnya setelah dirawat di rumah sakit. Hampir semua penderita akan meninggal dalam 2 tahun setelah terjangkit AIDS. Dengan perkembangan obat-obat anti virus terbaru dan metode-metode pengobatan dan pencegahan infeksi oportunistik yang terus diperbarui, penderita bisa mempertahankan kemampuan fisik dan mentalnya sampai bertahun-tahun setelah terkena AIDS. Sehingga pada saat ini bisa dikatakan bahwa AIDS sudah bisa ditangani walaupun belum bisa disembuhkan.

Perokok dan peminum alkohol. Perokok berat dapat mengalami iritasi pada saluran pernafasan yang akhirnya menimbulkan sekresi mukus (dahak), Apabila dahak mengandung bakteri maka dapat menyebabkan Pneumonia. Alkohol dapat berdampak buruk terhadap sel-sel darah putih, hal ini menyebabkan lemahnya daya tahan tubuh dalam melawan suatu infeksi.

Angka masalah kesehatan yang disebabkan oleh bedah sesar adalah 60 persen lebih tinggi di antara perempuan yang terinfeksi HIV dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi. Hal ini berdasarkan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Obstetrics and Gynecology edisi Agustus 2007.

Setelah menjalani kehaliran bedah sesar, Judette Louis, MD, dari Universitas Case Western Reserve di Cleveland, Ohio, AS dan rekannya melaporkan, perempuan HIV-positif cenderung lebih mengalami pembengkakan dinding rahim (endometritis), memerlukan transfusi darah, mengembangkan sepsis, dan diobati untuk pneumonia, serta juga risiko kematian yang sedikit lebih tinggi. Penelitian ini yang dilakukan sejak 1999 hingga 2002,

melibatkan 378 perempuan HIV-positif dan 54.281 perempuan yang tidak terinfeksi.

Para peneliti berpendapat bahwa terapi antiretroviral (ART) saja mengurangi risiko penularan dari ibu-ke-bayi secara bermakna, berarti bahwa pada kebanyakan kasus bedah sesar tidak diperlukan. Pendoman pengobatan perinatal, yang diatur oleh Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat AS menyetujuinya.

GAGAL JANTUNG SEBAGAI MANIFESTASI KARDIOMIOPATI DILATASI

Gagal jantung adalah suatu sindrom klinis kompleks terjadi sekunder karena abnormaliti struktur dan atau fungsi jantung secara diturunkan atau didapat. 11,12 Manifestasi kardinal gagal jantung adalah fatigue (lelah) dan sesak napas. Namun penelitian epidemiologis juga menemukan bahwa orang yang mempunyai abnormaliti kontraktiliti dan relaksasi signifikan bisa saja tidak menunjukkan gejala. Keadaan ini disebut sebagai gagal jantung asimtomatik.11,12Ada beberapa terminologi deskriptif yang digunakan di kepustakaan untuk gagal jantung, diantaranya gagal jantung kongestif, sistolik atau diastolik, backward atau forward, ventrikel kiri atau kanan. Terminologi ini secara klinis tidak praktis sehingga yang paling sering dipakai adalah gagal jantung kronik atau akut. 11,13 Definisi gagal jantung kronik yang paling sering dipakai adalah keadaan abnormaliti fungsi jantung yang menyebabkan kegagalan jantung memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik jaringan tubuh.13 Istilah gagal jantung akut didefinisikan sebagai munculnya gejala dan tanda gagal jantung yang cepat karena abnormaliti jantung. Gagal jantung akut ini dapat saja baru dideteksi (de novo) pada seseorang tanpa diketahui adanya penyakit jantung sebelumnya. Penderita yang sudah terdiagnosis gagal jantung kronik kejadian akut ini dinamakan acute on chronic atau acute decompensated heart failure. 14,15Gagal jantung bukanlah diagnosis akhir namun etiologi dan faktor pencetus harus dicari untuk tatalaksana yang tepat. Penyebab gagal jantung paling sering adalah kardiomiopati dilatasi sekunder atau primer.16

Page 4: Dermatitis Seboroik Merupakan Penyakit Inflamasi Kronik Yang Mengenai Daerah Kepala Dan Badan Di Mana Terdapat Glandula Sebasea1

DEFINISI DAN KLASIFIKASI KARDIOMIOPATI

Kardiomiopati adalah penyakit otot jantung karena kelainan genetik, lesi miosit, atau infiltrasi jaringan miokardium. Kardiomiopati secara tradisional diklasifikasikan berdasarkan kelainan struktur dan fenotip yaitu kardiomiopati dilatasi, hipertrofik, restriktif, dan displasia ventrikel kanan aritmogenik.16,17 Menurut WHO kardiomiopati dilatasi dapat dibagi dua yaitu kardiomiopati dilatasi primer atau sekunder. Kardiomiopati dilatasi primer digunakan untuk kelainan primer pada miokardium, tidak melibatkan kelainan struktur katup, pembuluh darah koroner, atau perikardium, bersifat familial atau genetik dan tidak diketahui dengan pasti etiologinya (idiopatik). Kardiomiopati dilatasi sekunder berarti penyebab kardiomiopati sudah diketahui seperti iskemia, kelainan katup, atau inflamasi. Kardiomiopati sekunder ini disebut juga kardiomiopati spesifik contohnya kardiomiopati iskemik, kardiomiopati valvular, atau peripartum. 16,17

Petanda kardiomiopati dilatasi adalah pembesaran salah satu atau kedua ventrikel dan terdapat penurunan fungsi sistolik. Kardiomiopati ini dapat disebabkan oleh genetik-familial, virus, imuniti, alkohol. Pada 50% orang dengan kardimiopati dilatasi penyebab pastinya tidak dapat ditentukan dan dapat disebut idiopatik.16,17

PATOGENESIS

Penyebab kardiomiopati dilatasi pada penderita HIV masih belum pasti. Beberapa hipotesis patogenesis telah dipostulasikan, diantaranya miokarditis (akibat infeksi langsung HIV, infeksi oportunistik, atau infeksi virus), respons autoimun terhadap infeksi virus, kerusakan mitokondria akibat obat, dan defisiensi nutrisi. 9,18Miokarditis adalah penyebab kardiomiopati dilatasi HIV yang paling banyak diteliti. Miokarditis secara umum adalah inflamasi dari otot jantung. Menurut kriteria Dallas 1987 miokarditis adalah infiltrat inflamasi miokardium dengan nekrosis atau degenerasi miosit. Penyebab paling sering adalah virus, parasit atau kondisi autoimun. Insidens viral saat ini meningkat kemungkinan disebabkan pemeriksaan molekuler yang berkembang.19 Patogenesis miokarditis adalah kerusakan miokardium diikuti oleh respons

inflamasi oleh pejamu. Bila respons imun pejamu berlebihan atau tidak semestinya inflamasi akan merusak jaringan jantung secara akut, menetap, menyebabkan remodelling dan akhirnya kardiomiopati dilatasi, gagal jantung, atau kematian.17,19 Gambar 1 menunjukkan perkembangan miokarditis menjadi kardiomiopati dilatasi.

Gambar 1. Perkembangan miokarditis menjadi kardiomiopati dilatasiDikutip dari (20)

Apa Narkoba Itu?

Istilah ‘narkoba’ adalah kependekan dari ‘narkotik dan obat-obatan berbahaya’. Namun sekarang narkoba umumnya diartikan untuk meliputi narkotik, psikotropik dan alkohol. Pihak pemerintah cenderung lebih senang istilah ‘NAPZA (narkotik, psikotropik dan zat adiktif)’. Bahan ini termasuk zat ilegal (drugs): heroin (mis. putaw); metamfetamin (mis. sabu); mariyuana (ganja); dan halusinogen (mis. LSD); serta obat resep yang dapat disalahgunakan, misalnya benzodiazepin, sering disebut sebagai ‘pil BK’.

Ada berbagai dampak dari penggunaan narkoba, termasuk overdosis dan perilaku yang meningkatkan risiko tertular HIV dan infeksi lain. Lembaran Informasi (LI) ini hanya membahas dampak narkoba pada kesehatan orang yang sudah terinfeksi HIV (Odha), serta interaksi antara narkoba dengan obat antiretroviral (ARV) dan obat lain yang dipakai oleh Odha. Untuk informasi lebih lanjut mengenai pencegahan infeksi terkait dengan penggunaan narkoba, lihat LI   156 .

Karena penggunaan narkoba cenderung ilegal, membuat penelitian terhadapnya secara teliti atau resmi sangat sulit. Jadi jarang ada informasi yang jelas mengenai dampak narkoba. Tentu juga, karena narkoba umumnya dianggap ‘haram’, informasi yang ada sering mencerminkan prasangka orang yang menyediakannya daripada pendekatan yang objektif.

Ada masalah lagi. Informasi yang ada berlaku untuk bentuk narkoba yang ‘murni’. Namun narkoba yang dijual di jalan jarang murni; sering

Page 5: Dermatitis Seboroik Merupakan Penyakit Inflamasi Kronik Yang Mengenai Daerah Kepala Dan Badan Di Mana Terdapat Glandula Sebasea1

kali narkoba tersebut dicampur dengan senyawa lain yang tidak ‘baku’. Senyawa ini juga dapat mempengaruhi HIV atau berinteraksi dengan obat lain.

Dampak Narkoba pada HIV

Umumnya, narkoba tidak langsung mempengaruhi infeksi HIV. Namun beberapa pakar menganggap bahwa jumlah sel CD4 orang di Indonesia yang terinfeksi HIV melalui penggunaan narkoba suntikan lebih cepat menurun sehingga mereka sampai ke masa AIDS rata-rata lima tahun setelah terinfeksi (biasanya masa ini dianggap rata-rata 7-10 tahun). Hal ini sulit dibuktikan, karena Odha jarang mampu menentukan secara tepat kapan dirinya tertular HIV, dan diagnosis HIV-nya mungkin dilakukan beberapa tahun setelah terinfeksi. Lagi pula, mungkin dampak ini diakibatkan oleh kehidupan yang semrawut dan kurang sehat (yang sering dialami oleh pengguna narkoba).

Satu penelitian menunjukkan bahwa perempuan dengan HIV yang memakai kokain, heroin atau metadon, atau menyuntikkan narkoba apa pun, mengalami 65% lebih banyak penyakit terkait AIDS selama lima tahun dibandingkan dengan Odha perempuan lain. Namun tidak ditemukan kaitan yang bermakna antara penggunaan narkoba ini dengan jumlah CD4, viral load HIV, atau angka kematian. Kemungkinan pengguna narkoba secara umum lebih rentan terhadap infeksi apa pun, dan pengguna narkoba terinfeksi HIV lebih rentan lagi.

Ada anggapan bahwa penggunaan kokain meningkatkan viral load HIV. Hal ini dibuktikan oleh penelitian terhadap tikus. Diperkirakan penggunaan kokain mempengaruhi sel CD4, yang memungkinkan HIV lebih mudah masuk sel tersebut.

Demensia (kerusakan pada otak; lihat LI   504 ) terkait AIDS juga dapat didorong oleh penggunaan kokain atau metamfetamin