daftar isi · daftar isi 02 salam pembuka 03 tajuk utama benar yang tidak baik 06 tajuk utama ii...
TRANSCRIPT
-
Daftar Isi
02SalamPembuka
03Tajuk UtamaBenar yang tidak Baik
06Tajuk Utama IIMewariskan Nilai Sejarahdi Era Globalisasi
09KhazanahProspek Islam dalamdalam Menyikapi Modernitas
12HiwarBias-Bias Nilai Islam;Runtuhnya Peradabandari Pintu Bahasa
16FigurHujjatul Islam dan Perannya dalam Reformasi Umat
18Oase HikmahKetika Hati Tak IkutShalat Berjamaah
20Dunia KampusYaman dan UniversitasAl-Ahgaff yang Mendunia
22Syi’arunaGontor & Pancajiwa(Menjawab DekandensiMoral Bermasyarakat)
25FikrahDeislamisasi Bahasa
28TakhasusPotret Toleransi
di Era Globalisasi
31OpiniMenciptakan Taman-Taman Belajar
34ResensiMembangun Nilai-Nilai Keluarga
36Kabar AzharMemalsukan SejarahQuds (Distorsi Sejarah al-Quds Oleh Amerika)
40CerpenMungkin ini Cinta (2)
43Warta NusantaraDistorsi Akidah KontemporerKekinian
47PuisiOh Tuhan, Ku...
48PuisiRindu
49Catatan TerakhirKetahui Yang SalahAgar Kau tak Bersalah
-
Salam Pembuka
02
[La Tansa]
DEWAN PENASIHAT Bpk Usman Syihab, Lc - Bpk. Mukhlason Jalaluddin, Lc - Bpk Isa Anshori, Lc - Bpk.
Subhan Jaelani Ahmad - Bpk. Ghazali Rahman, Lc - Bpk. Hasbiyallah Alwi, Lc - Bpk. Nur Fuad Shofiyullah, Lc -
Bpk. Hikmatullah Sujana, Lc REDAKTUR AHLI Arief Assofi, Lc - Umar Abdullah, Lc - Abdul Kholiq Muhsin,
Lc - Jauharotun Naqiyyah, Lc PELINDUNG Ikpm Kairo PIMPINAN UMUM Luthfiah Muflihah
PIMPINAN REDAKSI Bana Fatahillah PIMPINAN USAHA Nurman Haris - Atina Rahma - Maulina Dewi
SEKRETARIS Mochammad Eka Faturrahman BENDAHARA Anisa Luthfi Hanifah EDITOR Vivi
Noviantika - Irfan Khaerani LAY-OUTER Sayyidulqisthon - Farah Billah Fadholi PERCETAKAN &
PEMASARAN Baleo Hilal - Nila Fariyyal Muna - Muflihah Ramadhia KRU Fathan Fadlurrahman - Abdul
Karim- Salman Abdurruby - Albi Tisnadi - Kamal Ihsan - Alfa Rasyida - Sijjidiatun Nisa Eljahsyi
Assalâmu'alaykum warahmatullâh wabarakâtuhu
Puji dan syukur tak hentinya kami haturkan
kepada Allah Swt. yang telah memberikan segala
nikmat, terkhusus nikmat akal dan berfikir,
sehingga kami dapat menerbitkan sebuah sarana
intelektual serta wadah penyalur bakat, yakni
Majalah Latansa yang dipayungi oleh Ikatan
Keluarga Pondok Modern (IKPM) Cabang Kairo.
� Shalawat serta salam kami curahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw. yang
telah membimbing umatnya untuk selalu haus
akan ilmu pengetahuan serta mengajarkan pada
generasinya budaya tulis menulis, meski terlahir
dalam keadaan tak bisa membaca dan menulis.
� Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata distorsi dimaknai sebagai:
“pemutarbalikan suatu fakta, aturan, dan
sebagainya; penyimpangan.” Kata distorsi kerap
disandarkan pada penyelewangan fakta ataupun
ajaran yang ada; seperti distorsi sejarah, distorsi
keagamaan, dsb. Dan yang kami akan bahas
disini adalah bentuk distorsi dalam nilai sesuatu.
� Sebagai sebuah contoh, KH Hasan
Abdullah Sahal, salah satu Pimpinan Pondok
Modern Darussalam Gontor, seringkal i
mengingatkan pada santri-santrinya untuk selalu
menjaga nilai-nilai pondok. Menurutnya,
siapapun yang menjadi masinisnya, kereta harus
terus berjalan para relnya. Siapapun yang
menjadi pimpinan pondok, nilai-nilai dan sistem
pondok haruslah tetap terjaga, dan tidak
berganti.
� Kali ini Latansa berusaha menyibak sebuah problematika bertajuk distorsi nilai. Akan
dibentangkan berbagai penjelasan, dari definisi
nilai itu sendiri, hingga berbagai pendistorsian
yang berdampak pada nilai sesuatu. Semoga
pembaca dapat menelaah dengan baik setiap
tulisannya, serta mengambil faidah dari apa yang
dibaca. Akhir kata, kami meminta maaf apabila
ada kekurangan dalam penyajian majalah, baik
berupa tulisan ataupun kepenulisan. Selamat
membaca!
Wa'alaykum al-Salâm warahmatullâhi
wabarakâtuhu
-
Prof. Dr. H. Kaelan d a l a m k a t a pengantarnya yang d iber ikan untuk buku
“ F i l s a f a t I l m u ”
( M u h a m m a d M u s l i h )
menyebutkan urgensi value
bound (output berupa
pengamalan nilai-nilai)
dalam dunia keilmuan. Ia
m e n e g a s k a n b a h w a
semangat atau etos ilmiah
yang dibawa F Bacon,
bahwa pengembangan ilmu
pengetahuan tidak lain
adalah untuk menguasai
d u n i a t i d a k b i s a
dibenarkan. Sebab konsep value
f r e e s a n g a t b e r t e n t a n g a n
dengan prinsip manusia sebagai
p e n j a g a k e l e s t a r i a n d a n
keseimbangan alam semesta.
Secara materialis value
bisa diartikan sebagai ciri khas
yang membuat sesuatu menjadi
lebih menarik dari yang lain (Al-
Mu'jam Al-Falsafiy, Murad
Wahbah). Akan tetapi sebagai
sebuah istilah dalam dunia
filsafat, value memiliki beberapa
makna, dan makna paling
sempitnya adalah aksiologi yang
hanya meliputi diferensiasi baik
dan buruk serta jenjangnya.
Sedangkan makna yang paling
luas dan masyhurnya adalah
moral (laman digital, Stanford
Encylopedy of Philosophy), atau
dalam tradisi Islam disebut
sebagai akhlaq yang meliputi
p e n g e t a h u a n ( k e s a d a r a n
t e n t a n g ) b a i k d a n b u ru k ,
k e c e n d e r u n g a n j i w a ,
kemampuan mnjadikannya
s e b a g a i p e r b u a t a n , d a n
realitasnya dalam perilaku
manusia (Al-Akhlaq fi Iṭârin
Naḍrah At-Ta ṭawwuriyah,
T a h a H a b i s y i ) . T e n t u n y a
p a n d a n g a n v a l u e s e b a g a i
moral/akhlaq seperti ini
bukan hanya ada pada
dunia Filsafat Islam, namun
juga Filsafat Barat.
B e r a n g k a t d a r i
m a k n a i n i , b i s a k i t a
p a s t i k a n b a h w a v a l u e
m e m i l i k i a n d i l y a n g
t e r a m a t b e s a r d a l a m
perkembangan peradaban
m a n u s i a . D e n g a n
menegakkan kembali nilai-
nilai ini akan membawa
pada peningkatan derajat
umat manusia, terlepas dari
perbedaan moral dalam
p a n d a n g a n B a r a t d a n
Islam. Bahkan Neitzsche yang
t e r t u d u h s e o r a n g n i h i l i s ,
menurut Alexander V Razin
dalam artikelnya yang dimuat
l a m a n d i g i t a l M a j a l a h
Philosophy Now tidak begitu
saja menolak adanya nilai-nilai
secara mutlak, melainkan
penolakannya dimaksudkan
u n t u k r e - e v a l u a t i o n ,
p e r o m b a k a n m a k n a n i l a i
(moral) secara mendasar untuk
membentuk pribadi noble man.
Sayangnya noble man
dalam pandangan Neitszche
(tentunya) sama sekali tidak
Benar yang Tidak Baik
Oleh : M Sayidulqisthon
(Mahasiswa Jurusan Aqidah Filsafat Universitas al-Azhar)
Tajuk Utama
03
-
sama dengan insan kamil dalm
i s l a m . D r . H a m i d F a h m y
menyatakan, “Neitzsche hanya
membuang tenaga dan waktu
sa ja , kata Iqbal . Gagasan
Superman (noble man), tanpa
mel ibatkan real i tas khudi
(Tuhan) adalah omong kosong.
P a n c a r a n m a t a n y a h a n y a
mampu menembus dimensi
fisik. Konsepnya hanya setingkat
k e m a n u s i a a n ( n a s u t ) , ”
(Misykat, Hamid Fahmy). Tentu
pandangan Neitzsche ini tidak
mewakili pemikiran barat secara
menyeluruh, karena nyatanya
K a n t b e r b e d a p e n d a p a t
d e n g a n n y a . T a p i m e s k i
demikian, j ika pun agama
mendapatkan tempat di Barat,
ruang yang disediakan untuknya
amatlah sempit. Hanya sebatas
membahas nilai (moral) seorang
manusia pada tuhannya, tidak
lebih. Sebagaimana Ritschel
membangun jurang pemisah
antara agama dan ilmu.
Senada dengan apa
yang disampaikan Dr. Kaelan,
S y e k h H a m z a Y u s u f
m e n y e b u t k a n d a l a m k a t a
pengantarnya untuk terjemah
inggris Ta'limul Muta'allim
Imam Zarnuji, bahwa seorang
muslim tidak sama dengan
relativis. Muslim memiliki dasar
pandangan (keyakinan) bahwa
segala ilmu berasal dari Allah,
yang kemudian ditransfer ke
b u m i m e l a l u i w a h y u d a n
diwariskan dari satu generasi ke
genarasi lain yang saling terikat
dalam wujud mata rantai risalah
kenabian. Ia juga menyebutkan
bahwa pada dasarnya ilmu ini
mengarahkan manusia pada
adab, dan untuk menempuh
jalannya (jalan ilmu) seorang
manusia juga harus berbekal
beberapa adab. Tentu dengan
sejenak mengesampingkan
perbedaan makna dari istilah
adab dan akhlaq dalam Bahasa
Arab.
Meminjam istilah yang
sering disampaikan Emha,
b e n a r , b a i k d a n i n d a h .
Kebenaran belum tentu baik dan
yang baik belum tentu indah.
Ada unsur halalan dan ada
u n s u r t h a y y i b a n . D a l a m
konteks kesehatan bisa difahami
seperti daging sapi, unsur dan
substansinya halal akan tetapi
tidak memenuhi nilai thayyib
jika dihidangkan untuk bayi.
Etos ilmiah Bacon -sebagaimana
yang diungkapkan Dr Kaelan-
tidak dapat dibenarkan, karena
meskipun sebuah penelitian
sudah memenuhi syaratnya
s e c a r a i l m i a h , t i d a k b i s a
dibenarkan jika menyelisihi
nilai moral yang ada, semisal
mengujikan zat beracun pada
m a n u s i a . S e b u a h i l m u
p e n g e t a h u a n h a n y a a k a n
berakhir sia-sia j ika tidak
di implementas ikan dalam
tindak dan perilaku terhadap
sesama, maupun alam semesta.
Imam Ghozali dalam “Ayyuhal
W a l a d ” m e n g u n g k a p k a n ,
“ k a l a u s a j a a d a s e o r a n g
p e j u a n g p e m b e r a n i y a n g
membawa sepuluh pedang
tajam, dan ia menjadikan singa
sebagai tunggangannya, apa
menurutmu senjatanya mampu
melindunginya dari serangan
lawan tanpa digerakkan?
T e n t u s a j a t i d a k ! ” D a n
Rasulullah Saw bersabda: أشـــــــد
الناس عذابا یوم القیامة عالم ال ینفعھ هللا بعلمھ
Nilai yang dengan kata
lain adalah akhlaq, yang juga
dengan kata lain adalah adab
bisa juga diartikan sebagai
metode, metode hidup manusia,
metode menyadari realitas alam
s e m e s t a , d a n m e t o d e
mendiferensiasi benar-salah.
Dengan menyelisihi metode ini
manusia tidak akan mampu
mencapai tujuannya, wa mâ
khalaqtul jinna wal insa illa
liya'budûni dan dalam riwayat
Ibnu Abbas illa liya'rifun, untuk
mencapai ma'rifatullah. Akan
t e t a p i d a l a m p r a k t i k n y a ,
penerapan nilai dan metode ini
sering tersandung berbagai hal.
Seperti halnya beberapa muslim
yang lebih mengagungkan nilai-
nilai yang mereka usung dari
“““
Yang melihat Barat
secara positif bahkan
hampir mendekati
pemujaan Barat itu
karena tidak tahu
hakekat Barat
dengan nilai-nilai
dan worldview
mereka
Tajuk Utama
04
-
barat, padahal mereka sendiri
tahu matahari terbit dari Timur.
“Yang melihat Barat secara
p o s i t i f b a h k a n h a m p i r
mendekati pemujaan Barat itu
karena tidak tahu hakekat
Barat dengan nilai-nilai dan
worldview mereka,” ungkap Dr.
Hamid (Misykat, 116). Karena
tidak seperti matahari, matahari
y a n g t e r b i t d i t i m u r , y a ,
matahari yang terbenam di
barat. Nilai yang ada di Timur
(islam) bukanlah nilai yang ada
di Barat. Nilai yang dibawa
bersamaan dengan sambungan
mata rantai risalah kenabian
tidaklah sama dengan nilai yang
berasal dari nalar saja.
N a m u n d e m i k i a n ,
meskipun nilai-nilai Barat dan
Timur bagaikan air dan minyak,
bukan berarti kita harus anti-
pati terhadap Barat. Karena
memang metodologi, sistem dan
sarana kegiatan ilmiah yang ada
di Barat memang terkenal baik.
Hanya saja, lanjut Dr. Hamid,
“sebaiknya pelajar yang ingin
kuliah studi Islam ke Barat
dibekali dengan framework
dan metodologi studi Islam
yang kuat. Artinya ilmu-ilmu
tradisionalnya harus masak
t e r l e b i h d a h u l u s e b e l u m
berangkat belajarke Barat”.
Agar output sikap dan perilaku
yang menjadi buah dari ilmunya
bukan justru bertentangan
dengan nilai-nilai Islam, seperti
b a l i k m e n g k r i t i k h a d i s
sebagaimana para orientalis.
Hal ini sangat perlu ditekankan,
karena jika tidak maka nilai-
nilai ilahi yang menjadi warisan
para Nabi lambat laun akan
tergantikan dengan nilai-nilai
humanis. Dengan demikian
hubungan antara manusia
sebagai hamba dengan Allah
akan terputus, atau bahkan
manusia kehilangan kesadaran
dirinya sebagai hamba, seperti
yang disuarakan Neitzsche.
Bahwa untuk mencapai noble
m a n , m a n u s i a h a r u s
meninggalkan idiom 'slave
value ' (ni lai-ni lai sebagai
hamba) dan berhijrah menuju
'master value'.
Hilang dan terbiasnya
(terdistorsi) nilai-nilai ilahi
d a l a m t u b u h u m a t I s l a m
m e n j a d i s e b a b u t a m a
kemunduran peradabannya,
t e n t u b u k a n s e b a t a s
kemunduran materialistik.
Madrasah kita seakan menjadi
m u s e u m , g u r u - g u r u
menganggur, dan para siswa
tidak lebih adalah sekumpulan
a n a k y a n g d i t u g a s k a n
k e l u a r g a n y a m e n c a r i
penghasilan dengan menjadi
imam masjid dan sebagainya,
ungkap Syekh Hamza Yusuf.
Tampaknya terlalu naif
jika hanya melalui tulisan yang
tidak seberapa ini disuarakan
gerakan perubahan secara total,
untuk membentuk peradaban
y a n g g e m i l a n g d a n
semacamnya. Karena memang
nilai-nilai tersebut adalah akar
dari tindak dan perbuatan setiap
individu, dan tindakan setiap
individu menentukan nasib
keluarga, dan baik-buruknya
keluarga (masyarakat terkecil)
menentukan nasib sebuah
negara. Untuk itu, mari dari
u n s u r t e r k e c i l , s e p e r t i
menyingkirkan bebatuan dari
jalanan dan sebagainya kita
tanamkan ni lai-ni lai i lahi
tersebut dalam benak dan
kesadaran jiwa masing-masing.
Tajuk Utama
05
-
anusia diciptakan
Mdengan fitrah bahwa dirinya ingin hidup kekal. Salah satu buktinya,
sebagaimana yang dijelaskan
oleh sebagian ulama, bahwa
ketika Nabi Adam As., nenek
moyang manusia memilih untuk
memakan buah yang dilarang
Allah dengan iming-iming
b a h w a b u a h i t u m a m p u
menjadikan hidupnya kekal.
Namun kenyataanya
setiap manusia akan menemui
ajalnya. Akan tetapi selama
manusia menghabiskan masa
hidupnya, ia telah menghasilkan
berbagai produk dari usahanya,
b e r b a g a i a t u r a n d a n l a i n
s e b a g a i n y a y a n g s e m u a
bertujuan untuk mencapai
k e b a h a g i a n n y a s e l a m a
hidupnya. Karena ia tahu bahwa
dirinya tidak akan menikmati
atau menjalani produk-produk
tersebut dalam waktu lama,
pada akhirnya ia mewariskan
hal-hal tersebut kepada generasi
penerusnya dengan tujuan yang
sama, yaitu keseimbangan nilai
dalam komunitas dimana ia dan
generasinya hidup.
A k a n t e t a p i d a l a m
proses pewarisan nilai tersebut,
manusia dihadapkan antara
dua kemungkinan; konsistensi
d a n d i s t o r s i . K e d u a
kemungkinan ini bisa saja
berasal dari salah satu dari dua
generasi yang saling mewarisi
atau bahkan keduanya. Maka
dari i tu, generasi pewaris
senantiasa sebisa mungkin
menjaga warisan nilai dengan
memilihkan pendidikan dan
lingkungan yang sesuai dengan
pemahaman mereka. Sebagai
contoh, kaum muslim imigran di
London yang dahulunya mereka
telah tumbuh berkembangan di
lingkungan yang islami sebisa
mungkin harus mendapatkan
lingkungan yang mendudung
untuk pendidikan generasi
penerus mereka.
Pada praktiknya, tiap-
t iap masyarakat memil ik i
interpretasi tersendiri terhadap
penerapan nilai yang berlaku di
dalamnya. Ada beberapa faktor
yang memengaruhi hal tersebut,
di antaranya adalah perbedaan
pola tingkah laku serta timbal
balik yang terjadi di berbagai
m a s y a r a k a t . B a h k a n I b n
Mewariskan Nilai Sejarah di Era Globalisasi
Oleh : Salman Abdurroby Perwiragama
Tajuk Utama 2
06
-
Khaldun dalam muqadimah-nya
menuliskan bahwa keadaan
i k l i m d a n g e o g r a fi j u g a
m e m e n g a r u h i a k h l a k
masyarakat yang tinggal di
dalamnya. Sebagai contoh,
masyarakat yang tinggal di
daerah sub tropis yang beriklim
empat musim memiliki pola
tingkah laku tersendiri untuk
beradaptasi. Dimulai dari pola
mengkonsumsi makanan, cara
berpaikaian, hingga tata krama
dan sopan santun sosial yang
terpengaruh oleh lingkungan
dimana mereka tinggal.
D a h u l u s e b e l u m
m a s y a r a k a t m a n u s i a
d i h a d a p k a n d e n g a n e r a
globalisasi, nilai-nilai yang
berkembang di tiap masyarakat
bisa dikatakan masih terjaga
sesuai awal terbentuknya. Hal
i t u t e r j a d i k a r e n a
keterpengaruhan sosial tiap
i n d i v i d u t e r b a t a s p a d a
masyarakatnya. Belum ada
pengaruh luar yang bisa saja
mengintervensi dan mengubah
nilai-nilai yang mereka sepakati.
Hal tersebut sangat berbeda
dengan apa yang terjadi di era
globalisasi, dimana informasi
yang berperan sebagai sub
terkecil dalam pembentukan
nilai sosial dapat diakses oleh
setiap di individu di berbagai
masyarakat dengan peradaban
yang berbeda.
D i s t o r s i N i l a i
Sebuah Sejarah
Salah satunya adalah
nilai sebuah sejarah. Jika
diperhatikan, sebenarnya inti
dari nilai sebuah sejarah adalah
sebagai pembelajaran bagi
m a n u s i a y a n g d a t a n g
setelahnya, sebagaimana firman
Allah Swt, “Sesungguhnya pada
kisah-kisah mereka (para Nabi
dan Umat mereka) itu terdapat
pelajaran bagi orang-orang
yang mempunyai akal (sehat).
Al-Quran itu bukanlah cerita
yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab)
y a n g s e b e l u m n y a d a n
menjelaskan sesuatu, serta
sebagai petunjuk dan rahmat
b a g i o r a n g - o r a n g y a n g
beriman” (QS : Yusuf [12] ; 111).
Karena semua yang telah terjadi
pada orang-orang terdahulu
cepat atau lambat akan sampai
kepada masa selanjutnya.
Untuk dapat mewarisi
nilai dari sebuah sejarah, hal
pertama yang harus diketahui
oleh manusia adalah kisah
sejarah yang benar. Keotentikan
s e b u a h s e j a r a h d a p a t
dikumpulkan dari berbagai
s u m b e r y a n g t e r p e r c a y a ,
s e h i n g g a m a n u s i a d a p a t
meneladani serta mengambil
pelajaran yang ada sebagaimana
harusnya, khususnya sebagai
s e o r a n g m u s l i m . D a l a m
pandangan orang Islam, sejarah
menjadi suatu landasan ia dalam
berideologi. Seorang muslim
yang baik akan selalu ingat
dengan Tuhannya, karena ia
selalu merenungkan sejarahnya,
yaitu saat ia berikrar bahwa
Allah ialah Tuhan satu-satunya
(QS : Al-A'raf : 119). Dengan itu
ia akan senantiasa patuh dengan
menaati segala perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya.
Namun persoalan
t e r b e s a r n y a a d a l a h ,
bagaimana seorang muslim
dapat mengambil pelajaran
dari sejarah, jika sejarah-
sejarah yang sampai kepada
mereka adalah sejarah yang
s u d a h d i d i s t o r s i k a n
pengkisahannya dan terus
diajarkan serta dikaji di
bangku-bangku sekolah. Hal
d e m i k i a n p u n t e g a s
disampaikan oleh Ahmad
Mansur Suryanegara, salah
satu sejarawan terkenal di
Indonesia. Menurutnya,
k a r y a s e j a r a h s a a t i n i
sangatlah banyak. Namun
tidak sedikit pula yanng
isinya bertentangan dengan
apa yang diperjuangkan oleh
Rasulullah Saw., sahabat,
khalifah, wirausahawan,
ulama, waliyullah dan santri,
serta umat Islam. Apalagi
dengan adanya deislamisasi,
peran para ulama dan santri
ditiadakan, atau tetap ada
tetapi dimaknai dengan
pengertian lain. (Ahmad
Mansur Surya Negara, Api
Sejarah I, hal. xxvii)
Penulis buku Api
sejarah tersebut memulainya
d e n g a n k e s a l a h a n p a r a
sejarawan dalam menulis
waktu masuknya Islam ke
Indonesia yaitu pada abad ke-
13. Padahal Islam sudah
Tajuk Utama 2
07
-
masuk ke Nusantara sejak
abad ke-7. Terlebih lagi
m e r e k a m e n j a d i k a n
penyebaran Islam pada saat
itu besifat sambilan selain
tujuan utamanya, yai tu
berdagang. Padahal kita
s e m u a t a u b a h w a s a n y a
setelah haji wada, Rasulullah
S a w . m e n y e r u p a d a
s a h a b a t n y a u n t u k
menyampaikan (ajarannya)
pada mereka yang tidak
hadir, “Falyuballig minkum
a l - S y â h i d a l - G h â i b ” .
Darisinilah para sahaabat
memulai penyebaran Islam
ke berbagai daerah dengan
risalah yang dibawa oleh
Rasulullah sebagai tujuan
utamanya.
Tidak berhenti disitu.
Buku yang disari dari kitab
milik Kyai Abdullah bin Nuh
t e r s e b u t m e m b o n g k a r
peristiwa-peristiwa yang
seharusnya tidak demikian
adanya. Terlebih proses
deislamisasi yang digemakan
o r i e nt a l i s d a l am u p ay a
menggeser peran-peran
I s l a m d a l a m s e j a r a h
Nusantara, khususnya dalam
merebut kemerdekaan. Dari
perjuangan para ulama dan
s a n t r i m a s a m e r e b u t
kemerdekaan ataupun masa
kerajaan-kerajaan Islam
pasca runtuhnya kerajaan
hindu-budha di Nusantara.
Se la in i tu pembicaraan
dikerucutkan pada usaha
nativisasi sejarah, yaitu
upaya pengembalian produk
a s l i b u d a y a l e l u h u r
indonesia , yai tu hindu,
Budha, dan Animisme.
C o n t o h l a i n n y a ,
ketika berbicara mengenai
p e r j u a n g a n p a h l a w a n ,
mayoritas pelajar hanya
mengetahui bagaimana para
pahlawan-pahlawan tersebut
berperang, menang-kalah,
kapan wafat, dan diasingkan
kemana. Karena memang
inilah salah satu misi dari
distorsi yang ada dalam
pengkajian sejarah. Bisa
dilihat bagaimana sejarah
mengupas dengan je las
bagaimana silsilah candi,
macam-macamnya, hingga
kerajaan hindu dan budha
secara mendetail. Sebaliknya,
d imana se jarah banyak
mengungkap bagaimana
peran Muhammadiyyah,
Nahdahatul Ulama, para
P e s a n t r e n - p e s a n t r e n ,
Kerajaan-kerajaan islam, dan
berabagai peninggalannya
s e c a r a m e n y e l u r u h .
Walaupun ada, itu mungkin
tidak sebanyak yang diawal.
Buya Hamka pernah berkata
bahwa, “Orang Indonesia
lebih mengenal siapa itu
Gajah Mada, dari Raden
Fatah. ”
Lantas, apakah yang
urgen dalam ini semua? Perlu
k i t a k e t a h u i , k e t i k a
masyarakat sudah dijauhkan
dari sejarah-sejarah yang
menghapuskan peran-peran
Islam dari daftar sejarah,
maka seorang muslim tidak
bisa mengambil pelajaran
dari para pendahulunya di
Nusantara. Mereka kenal
Gajah Mada tapi tidak tau
Raden Fatah. Mereka lebih
kenal Ki Hajar Dewantara
dibandingkan K.H Ahmad
Dahlan, Hasyim Asyari, Buya
Hamka, M. Natsir dll, yang
p e r j u a n g a n n y a d a l a m
pendidikan melebihhi taman
siswa milik KiHajar.
Al-Qur`an dan Hadis
adalah bukti otentik yang
m e n y a m p a i k a n s e b u a h
sejarah dengan pengkisahan
yang benar. Dari keduaya kita
dapat merenungkan kisah
Nabi Nuh, pelajaran Nabi
Luth, ataupun nabi-nabi
lainnya. dan dari keduanya
juga kita dapat mencontoh
perjuangan para sahabat
d a l a m m e m b e l a I s l a m ,
semanagat para ulama dalam
menuntut ilmu, sinergi para
generasi-generasi Islam
dalam kontribusi terhadap
peradaban dunia dan lain
sebagainya sebagai sebuah
sejarah otentik yang dapat
kita tangkap dan pelajari
bersama. Jika saat ini para
pelajar masih diajarkan asl-
usul manusia dari sebangsa
kera, lantas apa yang ingin
kita pelajari? Wallahu a'lam
bi al-Shawâb.
Tajuk Utama 2
08
-
ondisi dan keadaan
K umat Islam saat ini s a n g a t l a h memprihatinkan. Dekadensi
moral dan kemerosotan akhlak
tentu menjadi penyebab utama
munculnya spekulasi ini. Hal-
h a l s e p e r t i i n i t e r k a d a n g
m e m u n c u l k a n p a r a d i g m a
pesimis yang bergelantungan
dari hari ke hari hingga masa ke
masa. Tapi percayalah, harapan
untuk menyibak mala petaka
y a n g s e k a r a n g t e n g a h
bergelantungan di pelipis mata
umat Islam itu masih ada.
Hanya saja, tersibaknya mala
p e t a k a i n i t i d a k s e p e r t i
m e n u n g g u j a t u h n y a b u a h
m a t a n g d a r i p o h o n n y a ,
b e r p a n g k u t a n g a n t a n p a
berbuat sesuatu apapun untuk
mewujudkannya. Tapi harus
diiringi dengan usaha yang
serius dan tekad yang sungguh-
sungguh dalam mencapainya.
Hal ini bisa terwujud jika umat
Islam telah berhasil memahami
dan meresapi sepenuhnya
ajaran Islam baik melalui
ajarannya, pemikirannya, dan
peradabannya.
Salah satu penyebab
terjadinya fenomena di atas
adalah pengaruh Modernisasi
Barat yang semakin menguat
dalam mempengaruhi setiap
ruang lingkup kehidupan umat
Islam. Para pemikir modernisasi
Barat seperti Donald E. Smith,
Gabriel Almond, Lucien W.Pye
dan lain-lain, mempunyai
persepsi atau anggapan, bahwa
sekularisasi merupakan salah
satu ciri utama modernisasi.
Mereka secara linier berfikir,
bahwa proses sekularisasi itu
bersifat universal , seperti
bangsa-bangsa Barat yang
sekarang mencapai kemajuan-
kemajuan itu tidak lain kecuali
melewati proses sekularisasi.
Dan oleh karena itu, menurut
mereka, bangsa-bangsa lain
yang menginginkan kemajuan
juga harus melalui cara dan jalan
ini.
Sejarah membuktikan,
s e d a r i d u l u m e r e k a t e l a h
menyetir opini ke arah yang
mengindikasikan bahwa Islam
merupakan agama yang rumit
dan sulit. Mereka bilang khilafah
adalah sebuah perampasan hak.
Hudud merupakan tindakan tak
manusiawi dan aturan-aturan
yang ada di dalam al-Qur'an dan
al-Hadis merupakan sebuah
k e s e w e n a n g - w e n a n g a n
terhadap kebebasan seorang
individu atau sekelompok
komunitas. Dan pada saat yang
bersamaan, mereka hadir
dengan corak kebudayaan dan
administratif yang lebih mudah
dan dekat pada fitrah manusia.
Mereka hadir dengan segala
kemudahan dan kebebasan yang
dikemas wadah modernisasi
yang dibumbui dengan bumbu
syahwat dan nafsu yang sangat
berlebihan. Kemudahan dan
kebebasan yang mereka bawa
m e n g i k i s k e b a n g g a a n
kehidupan umat Islam yang
sedari dulu telah ada.
Pada umumnya, orang-
orang barat memandang agama
dengan segala tradisinya sebagai
suatu rintangan untuk proses
modernisasi, terutama dalam
proses perubahan tatanan hidup
yang menyangkut pol i t ik ,
ekonomi, dan sosial budaya.
Mereka menyimpulkan bahwa
m o d e r n i s a s i d a n a g a m a
m e r u p a k a n d u a k u t u b
berlawanan yang tidak akan
pernah mampu dipertemukan.
prospek islam dalam menyikapi modernisasi
Oleh : Muhammad Kamal Ihsan
Khazanah
09
-
Sehingga mereka memilih untuk
sedikit demi sedikit menggusur
nilai-nilai agama yang telah
tertanam sejak dahulu sebagai
sebuah upaya perwujudan
modernisasi yang Kaffah.
K e n y a t a a n n y a ,
tantangan yang dihadapi oleh
u m a t I s l a m a k i b a t d a r i
berkembangnya modernisasi
Barat kini telah jelas terasa.
Pengaruhnya secara radikal
telah mengintervensi seluruh
t a t a n a n h i d u p m a n u s i a
k h u s u s n y a u m a t I s l a m .
Modernitas telah melahirkan
masyarakat industri dengan
perubahan-perubahan pola
pikir, pola kerja, dan pola
k o n s u m s i m a n u s i a . D a n
parahnya lagi, kini telah muncul
masyarakat pola infomasi yang
m e r o b e k t a t a n a n p o l i t i k ,
ekonomi, sosial budaya, yang
mana setiap problematik yang
d i h a d a p k a n p a d a a g a m a
dituntut untuk diselesaikan
secara dialektif bukan lagi
normatif.�Juga dalam kebudayaan
tekhnologi sekarang, telah
terjadi semacam dikotomi
penerapan tekhnologi, disatu
s i s i m e m b e r i k a n d a n
meningkatkan kesejahteraan
umat manusia, namun di sisi
lain tekhnologi juga digunakan
u n t u k m e m u s n a h k a n
peradaban manusia. Dengan
sistem yang serba mudah dan
ins tan , tekhnolog i secara
perlahan mulai memanjakan
umat manusia. Tujuannya
adalah bagaimana caranya
menjadikan segala sesuatu yang
sulit menjadi mudah atau tidak
ada menjadi ada. Bertolak dari
pandangan semacam ini, maka
m u l a i b e b e r a p a t a h u n
belakangan ini atau dalam
dekade akhir-akhir ini, orang-
orang mulai mencari tekhnologi
yang mampu memudahkan
dirinya dalam lingkungannya.
Maka dikenal dengan adanya
semboyan “tekhnologi tepat
guna” yang diawali dengan
b e r d i r i n y a I n t e r m e d i a t e
Technology Development Group
di London tahun 1965.�Menyikapi hal ini, maka
manusia harus menumbuhkan
rasa perlunya pengendalian
t e k h n o l o g i a g a r t i d a k
m e n y i m p a n g d a r i t u j u a n
utamanya, yakni memberikan
kemudahan dan kesejahteraan
bagi umat manusia bukan malah
m e r u s a k d a n
menyengsaraknnya. Manusia
dituntu untuk menyadari bahwa
tekhnologi adalah suatu konteks
artifisial bagi pengaturan dan
p e n i n g k a t a n k e h i d u p a n
manusia.�Lalu bagaimana dengan
k i t a u m a t I s l a m d a l a m
menyikapi hal ini? terlebih kita
sama-sama mengetahui bahwa
modernisasi merupakan salah
s a t u p a n g k a l p e n y e b a b
d e k a d e n s i m o r a l d a n
kemerosotan akhlak manusia.
H a r u s k a h k i t a m e n j a u h i
modernisasi dan tekhnologi?
M e r a s a b a n g g a
terhadap sebuah ilmu adalah
s e b u a h p e n y a k i t y a n g
menakutkan. Darinya mampu
m e n g g e r o g o t i t i a p s i s i
kesakralan ilmu itu sendiri
h i n g g a m e n y e b a b k a n
kebengkokan peradaban. Islam
bukanlah agama yang tidak
mampu menerima perubahan
Khazanah
10
-
dan perkembngan. Islam sangat
relevan terhadap hal-hal itu.
Terbukti al-Quran yang menjadi
rujukan tasyri utama mampu
bertahan ribuan tahun lamanya
tanpa adanya penyelewangan.
M a n u s i a s e c a r a p e r l a h a n
menyadari segala sesuatu telah
tersedia secara utuh di dalam al-
Quran sebagai sebuah pedoman
hidup.
Islam adalah agama
y a n g p a l i n g m e n g h a r g a i
berbagai aspek perkembangan
peradaban dan tekhnologi.
Islam secara halus memahami
bahwa segala perkembangan
yang ada merupakan buah hasil
dan buah pemikiran yang
semakin maju sebagai bakat
t e r p e n d a m y a n g d i m i l i k i
manusia. Kita juga harus
mengakui bahwa peradaban
m o d e r n t e l a h b e r h a s i l
m e n e m u k a n k e k u a t a n -
kekuatan yang dimilik alam
semesta. Itu terbukti dengan
semakin berkembangnya ilmu
t e n t a n g a t o m , a n t a r i k s a ,
komputer dan lain sebagainya.
Akan tetapi tidak bisa dipungkiri
b a h w a p e r k e m b a n g a n
peradaban itu masih terkekang
dalam “zaman batu” yang lebih
mengedepankan nafsu dan
syahwat yang dimilik manusia,
t a n p a m e m i k i r k a n
kemaslahatan umat manusia
dan akibat buruk yang akan
muncul daripadanya. Terkhusus
untuk bibit-bibit masa depan
bangsa, yakni pemuda.
P a d a s i t u a s i y a n g
dipenuhi oleh krisis moral dan
spiritual ini, pendidikan Islam
merupakan salah satu benteng
p e n y a n g g a t e r k u a t d a l a m
menghadapi tantangan zaman
d a n m o d e r n i s a s i y a n g
berlebihan dan tak berbatas.
Terkhusus penanaman ajaran-
ajaran Islam sejak usia dini, hal
ini harus selalu digalakkan
dalam setiap inchi kehidupan
yang dilalui sang anak. Sehingga
kelak ketika ia memasukki area
perkembangan zaman dan
p e r a d a b a n , p r i n s i p d a n
ideologinya yang telah tertata
secara baik oleh lingkungan
yang baik mampu menjadi
pemfilter dalam setiap tindakan,
perbuatan, dan keputusan yang
dijalani.
Satu yang pasti dan
harus bersama kita ketahui,
bahwa paradigma pemikiran
yang mengatakan kehidupan
z a m a n s e k a r a n g s e m a k i n
diarahkan pada pola hidup
k e b a r a t a n a t a u ' m o d e r n '
merupakan pendapat yang
kurang tepat. Sikap pembaratan
mengakibatkan perkembangan
ilmu menjadi terbatas dan tidak
kreatif karena tidak berakar dan
tidak banyak melakukan analisis
ataupun kritik berdasarkan
prinsip dan asas keilmuan.
Khususnya dalam bidang ilmu
keagamaan, sikap pembaratan
cenderung membawa suatu
k e t e r b a t a s a n p a d a c a r a
penalaran dan pada pokok
pembahasan yang diterima.
Akhirnya, dalam hal ini,
alangkah baiknya jika kita
berdiri pada suatu pijakan yang
kokoh dan realistis. Di satu sisi
k i ta bers ikap untuk t idak
menolak secara apriori terhadap
B a r a t , t e t a p i j u g a t i d a k
menyerah bulat kepadanya.
Dengan kata lain, kita harus
m e n u m b u h k a n k e s a d a r a n
bahwasanya ada hal-hal yang
baik dan bermanfaat dari luar
lingkungan dan tradisi kita
sendiri juga dalam waktu yang
sama menghargai cita-cita,
ajaran, dan ideologi sendiri.
Khazanah
11
-
y e k h D r . Y u s u f
SQaradhawi menegaskan dalam bukunya yang berjudul “Sunnah Maṣdaran li
a l - H a y â h ” b a h w a s y a r a t
terpenuhinya suatu peradaban
terdapat pada 3 hal; agama,
bahasa dan ilmu pengetahuan.
Ketiga hal tersebut tentunya
tidak akan lepas dari kandungan
nilai-nilai. Nilai dianggap eksis
dan dapat mempengaruhi
berbagai wacana kehidupan.
Pasalnya, nilai menjadi kadar
dan skala tiap elemen dan
d i n a m i k a k e h i d u p a n .
Sayangnya, nilai-nilai tersebut
kemudian mengalami bias dan
distorsi seiring berkembangnya
zaman.
Sebenarnya apakah
yang dimaksud dengan nilai itu
sendiri dalam perspektif umum
dan khususnya (segi bahasa)?
Apa saja faktor-faktor penyebab
distorsi Timur oleh Barat? Apa
tolok ukur sebuah nilai menurut
Timur dan Barat? Bagaimana
Interelasi antara nilai dalam
a g a m a , b a h a s a , d a n
pengetahuan? Serta seperti
apakah gaya distorsinya dan
b a g a i m a n a c a r a m u s l i m
mengatasinya?.
Untuk mendapatkan
jawaban harta karun dari
p e r t a n y a a n - p e r t a n y a a n
tersebut, kru majalah La Tansa
( K L ) m e n j u m p a i d u a
masyayîkh kibâr Al-Azhar,
Syekh Yusri Rusydi Jaber (N:1)
pada Sabtu (10/2), tepatnya di
masjid Al-Asyrof, Muqottom
dan syekh Fathi Abdurrahman
Hijazi (N:2) , pada Selasa
(13/2), tepatnya di gedung
Jurusan Basaha Arab putra,
Darrasah. Keduanya adalah
nara sumber yang namanya
b e g i t u f a m i l i a r d i t e n g a h
kalangan para pelajar di Mesir.
Wawancara kali ini memikul
harapan besar, di antaranya
yaitu dapat memahamkan nilai-
nilai Islam dan menjadikannya
sebagai pijakan setiap langkah
muslim.
WAWANCARA EKSKLUSIF
BIAS NILAI-NILAI ISLAM; PERUNTUHAN PERADABAN
DARI PINTU BAHASAOleh : Maulina Dewi
Hiwar
12
-
( KL ) Apakah pengertian
nilai menurut perspektif
Islam dan Barat secara
umum, dan bagaimana
p e n g e r t i a n n y a d a l a m
lingkup bahasa?
( N:1 ) Kata nilai memiliki
m a k n a s e g a l a h a l y a n g
mengandung mutu di dalamnya.
Nilai dalam perspektif Islam
bersandar pada pengetahuan
(ma'rifah) kita tentang Tuhan,
Nabi, jiwa (diri sendiri) serta
sesama (ciptaan-Nya). Ma'rifah
tentang ke-Tuhanan ditempuh
dengan bertauhid kepada-Nya
dan mentaati segala peraturan-
Nya. Ma'rifah tentang kenabian
d i t e m p u h d e n g a n d e n g a n
mengikuti perintah, sunah serta
membangun cinta padanya.
Ma'rifah tentang diri sendiri
ditempuh dengan memahami
penyakit yang bercengkrama
didalamnya, sehingga kita bisa
mengobatinya. Ma'rifah tentang
sesama (ciptaan-Nya) ditempuh
dengan memberikan hak-hak
yang berupa kasih sayang,
simpati, nasehat dsb. Nilai
dalam Islam tidak bisa lepas dari
syariat dan wahyu, sedangkan
nilai di Barat hanya sebatas hasil
penalaran manusia.
( N:2 ) Tertanamnya sebuah
nilai bisa dilihat dari perilaku
seseorang, begitupula dengan
Bahasa. Nilai yang implisit
d a l a m B a h a s a A r a b y a i t u
kaidah-kaidah. Kaidah ini akan
mengoreksi susunan sebuah
kalimat sehingga menjadi baik
dan benar.
Setiap ulama sejatinya
berperan dalam pengembangan
Bahasa Arab dari berbagai
ranah, seperti nahwu, ṣarf,
dilâlah, naqd, sastra, dan
'arûdh. Adanya semua ilmu ini
tidak lain untuk pengembangan
Bahasa Arab. Kaidah yang
t e r d a p a t p a d a i l m u - i l m u
tersebut apabila diterapkan dan
di jadikan pedoman dalam
b e r b i c a r a , m a k a a k a n
menghasilkan perkataan yang
baik dan benar. Hal ini membuat
gentar orientalis terhadap umat
Islam. Karena kuatnya sebuah
ungkapan (bahasa) tidak lain
adalah perwujudan dari kuatnya
makna yang ada di baliknya. Dan
(kemajuan) suatu bangsa bisa
d i n i l a i d e n g a n k e m a j u a n
perkembangan bahasanya.
Allah Swt. menurunkan
Al-Qur`an kepada bangsa Arab
sebagai pola pendidikan bagi
mereka. Kitab ini disampaikan
dengan bahasa mulia, yaitu
bahasa arab. Bahasa adalah
pondasi sebuah pendidikan.
Jika suatu bahasa berhasil
d i b a n g u n , i t u a r t i n y a
umat/bangsa juga berhasil
dibangun. Sebaliknya, ketika
(nilai) bahasa itu hilang, maka
hilang pula identitas umat
tersebut.
( KL ) Apakah faktor yang
menyebabkan degradasi
nilai dalam diri seorang
muslim ?
( N:1 ) Faktor penyebab
degradasi nilai dalam diri
s e o r a n g m u s l i m a d a l a h
k e b o d o h a n , k e l e n g a h a n ,
p e n g u a s a a n s y a h w a t a t a s
d i r inya dan t idak adanya
panutan. Ini semua terlahir dari
pengajaran dan hubungan yang
kurang baik antara murid dan
g u r u . S e l a i n i t u , k a r e n a
lemahnya metode pengajaran
dan penyebaran Bahasa Arab.
Padahal dari Bahasa Arab kita
dapat memahami wahyu dengan
baik dan benar.
( KL ) Apakah faktor yang
m e n y e b a b k a n d i s t o r s i
nilai-nilai Bahasa Arab oleh
para orientalis?
( N : 2 ) S y a i t a n t e l a h
membisikan kepada orientalis.
Jika mereka berhasil menjajah
B a h a s a A r a b , m a k a a k a n
m e n g a n t a r k a n k e p a d a
penjajahan nilai-nilai Islam dan
akhlaqnya. Target pelumpuhan
bahasa yang mereka lakukan
adalah untuk jangka panjang ke
d e p a n . M e r e k a i n g i n
menghancurkan umat ini secara
perlahan-lahan. Mereka ingin
menguasai negeri-negeri Timur
in i mela lu i p intu bahasa ,
s e h i n g g a m e r e k a b i s a
menggrogoti tubuh umat ini
sedikit demi sedikit. Di sinilah
para pelajar dan pengajar
b a h a s a a r a b s e y o g y a n y a
mengambil peran yang besar
untuk memerangi mereka.
( KL ) Bagaimana proses
terjadinya distorsi Bahasa
Arab?
( N:2 ) Bahasa Arab memiliki
umur dan zaman. Dimulai sejak
150 tahun sebelum turunnya al-
Hiwar
13
-
Q u r ' a n h i n g g a b e r l a n j u t
mencapai titik puncaknya yaitu
pada tahun 200 H. Setelah
periode abad ke-2 hijriah ini,
bangsa arab bercampur dengan
bangsa asing, seperti Persia dan
Romawi. Persia memasuki
n e g a r a A r a b , b e g i t u p u n
s e b a l i k n y a , b a n g s a A r a b
m e m a s u k i n e g a r a P e r s i a .
Berangkat dari sinilah terjadi
bias atau distorsi bahasa.
P a r a p a k a r b a h a s a
menyebutkan bahwa Bahasa
Arab stagnan pada tahun 200 H.
Hal ini bisa dibuktikan dengan
perkataan Ibnu Hisyam an-
Nahwy dalam kitabnya Qaṭru
al-Nadâ dan Syudzudzu al-
Dzahab. Saat beliau menuliskan
syi'r al-Mutanabby, beliau tidak
mengatakan “wa istasyhidû
biqauli al-Mutanabby.” Akan
t e t a p i m e n g a t a k a n “ w a
matsîlun lahu” (Artinya syi'r-
syi'r milik al-Mutanabby dan
penyair yang hidup semasanya
tidak bisa dijadikan syawahid
kaidah nahwu). Pada tahun
t e r s e b u t t e l a h t e r j a d i
percampuran Bahasa Arab
dengan bahasa asing, sehingga
terjadilah bias yang merusak
beberapa kata dan maknanya.
( K L ) B a g a i m a n a
perbedaan muslim dan
Barat dalam menggunakan
akalnya sebagai tolok ukur
sebuah nilai?
( N:1 ) Muslim menggunakan
akal untuk memahami dan
menghafal wahyu. Sehingga
mereka dapat menerapkan pada
perbuatan yang menelurkan
kemaslahatan agama dan dunia
sesuai per iode kehidupan
masing-masing. Sedangkan
Barat tidak mengakui adanya
wahyu, sekalipun mereka tidak
dapat memahami hakikatnya.
Mereka hanya bertumpu pada
nalar yang tidak lain tujuannya
untuk pencapaian materiil,
mereka tidak mempedulikan
k a n d u n g a n y a n g t e r s i r a t
didalamnya. Kemudian yang
mereka cari semata-mata untuk
kemaslahatan dan kenikmatan
dunia saja.
( KL ) Bagaimana Interelasi
antara nilai, agama, bahasa
dan pengetahuan?
( N:1 ) Islam sebagai agama
memiliki peraturan dan undang-
undang yang harus ditaati.
Dalam undang-undangnya,
muslim harus berilmu dahulu
sebelum berbuat. Mereka harus
bertafakkur dan bertadabbur
saat menyerap ilmu, kemudian
baru mewujudkannya dalam
pengamalan (nilai-nilai) dan
perbuatan. Muslim memahami
ilmu dan adab (pengamalan
nilai) dengan kaca mata wahyu,
k a r e n a w a h y u t i d a k a k a n
berubah dan sangat terjaga
kemurniannya.
Menurut Barat yang
terpenting adalah tindakan yang
nyata. Tidak penting bagi
mereka mengetahui ilmu (nilai-
nilai) apalagi mentadabburinya.
Mereka memperhatikan hasil
dan kuantitas, tetapi acuh
terhadap kualitas serta akibat ke
d e p a n n y a . M e r e k a
m e n d a p a t k a n s e g a l a
kesenangan tanpa bersangga
pada ketentuan syariat. Mereka
memuja-muja popularitas,
reputasi, harta, percampuran
laki-laki dan perempuan tanpa
batas. Dalam memahami ilmu
dan pengamalan nilai, Barat
hanya mengandalkan nalar yang
bisa berubah-ubah sewaktu-
waktu.
Untuk memahami nilai
dan mengaplikasikannya harus
disertai adanya pengetahuan.
P e n g e t a h u a n m e r u p a k a n
perantara menuju nilai. Tentu
s a j a d i s i n i p e n g e t a h u a n
b u k a n l a h t u j u a n , k a r e n a
sesungguhnya pencapaian dari
keduanya yaitu ridho Allah swt.
( N:2 ) Terdapat hubungan
antara nilai dalam agama dan
bahasa. Nilai dalam agama
terkandung dalam akhlak.
Agama memerintahkan kita
u n t u k b e r b i c a r a d e n g a n
perkataan yang baik. Apa
“““
Nilai dalam perspektif
Islam bersandar pada
pengetahuan
(ma'rifah) kita
tentang Tuhan, Nabi,
jiwa (diri sendiri)
serta sesama
(ciptaan-Nya)
-Syekh Yusri Rusydi Jaber-
Hiwar
14
-
maksud perkataan yang baik?
Perkataan yang baik adalah
wujud keserasian antara lisan
dan keadaan (realita). Kita bisa
mempelajarinya dalam ilmu
balaghoh. Sehingga dapat kita
s i m p u l k a n b a h w a a g a m a
menyuruh kita untuk belajar
bahasa. Kita tidak akan bisa
m e m a h a m i n i l a i y a n g
terkandung dalam agama, dari
Al-Qur'an maupun sunnah
kecual i dengan menekuni
bahasa Arab.
A l m a r h u m S y e k h
Z u h a i r ( y a n g d a h u l u
merekomendasikan saya untuk
masuk ke fakultas Bahasa Arab)
mengatakan, “Barang siapa
ingin menjadi pakar di bidang
ilmu tafsir, hadist, dan hukum-
hukum syariat, hendaknya
memasuki lewat pintu bahasa.
Bahasa adalah kuncinya”.
( KL ) Bagaimana cara
orientalis mengambil peran
dalam pembiasan nilai-
nilai Islam?
( N:1 ) Sebagian dari mereka ada
yang mengangkat nilai dalam
Islam ke meja pembahasan saja,
tetapi sebagian lainnya ada yang
m e n y e l u n d u p k a n v i r u s .
Penyelundupan ini tentunya
d a p a t m e n c e m a r k a n
p e m a h a m a n m u s l i m y a n g
awam. Ilmu adalah cahaya
pemahaman yang benar agar
mencapai sebuah pengetahuan.
Kita harus bisa membedakan
antara ilmu dan pengetahuan.
Pengetahuan bisa didapatkan
dari berbagai buku rujukan.
T e t a p i k i t a t i d a k b i s a
m e n g a t a k a n b a h w a b u k u
rujukan tersebut (sama maqam-
nya dengan) seorang al im
( p a k a r ) . M a k a d a r i i t u ,
hendaknya kita menyerap ilmu
dari seorang guru.
T a r g e t d i s t o r s i n y a
dimulai dengan melumpuhkan
Bahasa Arab, menjauhkan umat
dari hafalan Al-Qur'an, dan
penyebaran metode pengajaran
yang didirikan atas asumsi dan
spekulasi. Seperti, format soal
ujian yang disodorkan dengan
p i l i h a n g a n d a . M e r e k a
mengajarkan bahwa ilmu bisa
diraih dengan asumsi, bukan
didasarkan atas keyakinan.
Sebal iknya, musl im harus
memahami ilmu secara detail,
bahkan jika memang ia tidak
tahu, maka ia harus mengatakan
“saya tidak tahu”.
( N:2 ) Or ienta l is ingin
menguasai umat Islam ini
dengan menjadikan bahasa
Arab sebagai bulan bulanan.
Bahasa adalah wujud dari umat
itu sendiri. Maka tidak heran,
j i k a p a r a u l a m a s a n g a t
memperhatikan bahasa ini,
karena Al-Qur'an diturunkan
dengan bahasa Arab.
Sebenarnya sasaran
belajar bahasa bukan sekedar
mengetahui aturan linguistik
dari setiap kaidah. Fâ'il harus
marfû', maf'ûlun bih harus
mansûb , ism stelah huruf jar
harus majrûr dsb. Tujuan
belajar bahasa adalah supaya
dapat mengoreksi makna yang
terkandung dalam jiwa. Jika
makna yang dikeluarkan dalam
jiwa seseorang kuat, maka
dipastikan orang tersebut juga
kuat. Karena sesungguhnya
manusia itu cerminan makna
yang tertanam di dalam jiwanya.
Orientalis meyakini
b a h w a c a r a m e m p o r a k
porandakan umat Islam, yaitu
d e n g a n m e n g h a n c u r k a n
bahasanya. Mereka membaca
Al-Qur`an, menghafal, meneliti
hanya untuk mencari ayat-ayat
mutasyabih. Namun di sisi lain
mereka mendapat i bahwa
Bahasa Arab tetap melekat pada
diri mereka yang selalu menjaga
ke-shohîh-annya.
( KL ) Bagaimana langkah
k i t a m e n g h a d a p i
p e m b i a s a n n i l a i y a n g
m e n y e r a n g g e n e r a s i
muslim sekarang ini ?
( N:1 ) Cara menanggulanginya
dengan menghadirkan teladan
yang baik, pengajaran, serta
faham sejarah dan kisah-kisah
para nabi terdahulu. Merekalah
yang mengetahui hakikat Allah
swt . Dengan mempela jar i
sejarah umat terdahulu kita
dapat mengambil pelajaran baik
dan mencegah kita terjerumus
ke dalam jurang kesalahan yang
s a m a . S e l a i n i t u , c a r a
m e n g a t a s i n y a d e n g a n
penguasaan bahasa Arab .
B a h a s a A r a b a k a n
mempermudah muslim dalam
memahami manuskrip kuno
(turats). Kemudian, kita juga
Bersambung ke halaman 46
Hiwar
15
-
Hujjatul Islam dan Perannya dalam Pergerakan Reformasi Umat
Oleh : Nila Fariyyal Muna
b u H a m i d
A M u h a m m a d b i n M u h a m m a d a l -Ghozali, lahir di Thus, Iran pada
tahun 450 Hijriyah. Ia terlahir di
lingkungan keluarga kurang
m a m p u , a y a h n y a a d a l a h
seorang yang tidak diragukan
kesalehannya. Ia selalu berdoa
agar Allah mengaruniai anak
yang fakih dalam agama untuk
m e n y e r u k e p a d a A l l a h ,
kemudian Allah mengaruniai
dua putra yang saleh, Abu
Hamid Muhammad dan Ahmad.
S e b a g a i i k h t i a r u n t u k
menjadikan kedua anaknya
s a l e h , s a n g a y a h
mempercayakan pendidikan
keduanya kepada seorang sufi
dan menitipkan sejumlah uang
untuk biaya hidup mereka. Saat
sang ayah meninggal dan sang
g u r u t i d a k m a m p u l a g i
membiayai kehidupan mereka,
ia memberikan saran kepada
mereka agar pergi ke madrasah
niẓậmiyah di Baghdad untuk
mencari ilmu dan mendapat
kehidupan yang layak. Setelah
beberapa lama menimba ilmu di
m a d r a s a h n i ẓ ậm i y a h i a
b e r k a t a , “ K a m i d a h u l u
menuntut ilmu bukan karena
Allah (namun karena ingin
m e n d a p a t k e h i d u p a n d a n
Figur
16
-
pendidikan layak), sekarang
kami tidak akan menuntut ilmu
kecuali karena Allah” (Salih al-
Syami, 2002: 19).
S e j a k k e c i l , I m a m
Ghozali telah mempelajari ilmu
fikih di Thus kepada seorang
g u r u b e r n a m a A h m a d a l -
Razkani, kemudian dilanjutkan
kepada Abu Nasr al-Isma'il di
Jurjan, lalu Imam Haramain di
Naisabur. Minatnya yang besar
terhadap beberapa bidang imu
seperti ushuludin, mantiq, usul
fikih, filsafat, dan fikih bersama
k e e m p a t m a d z h a b n y a
menjadikannya mahir dalam
bidang-bidang tersebut. Karena
kepandaiannya tersebut, ia
dilantik menjadi mahaguru di
Madrasah Niẓhamiyah saat
usianya baru menginjak 34
tahun.
Saat Imam Ghozal i
mencapai masa kejayaannya,
n a m a n y a m e n j a d i s a n g a t
m a s y h u r d i k a l a n g a n
masyarakat, hidupnya juga
dikelilingi harta melimpah, serta
dihormati oleh semua orang.
Namun begitu, keinginannya
untuk menuntut ilmu tak pernah
s u r u t s e d i k i t p u n . D a l a m
perjalanan hidup yang diisi
dengan membaca buku dan
m e n c a r i k e b e n a r a n , i a
menemukan bahwa tidak ada
cara lain untuk menggapai
kebahagiaan akhirat selain
dengan takwa, dan menjauhkan
diri dari hawa nafsu serta
menjauhi segala hal yang
bersifat duniawi. Dan semua itu
tidak akan tercapai kecuali
dengan meninggalkan harta,
kemuliaan dan segala kesibukan
yang mengarah kepada sifat
serakah.
Saat itu, sang Hujjatul
Islam dilanda rasa takut dan
bimbang. Ia takut bila niatnya
selama ini dalam menuntut ilmu
adalah bukan karena Allah, serta
bimbang akan keputusannya
untuk meninggalkan karir di
Baghdad. Hingga pada suatu
hari, ia pergi mengajar untuk
memperbaiki keadaan hatinya.
P a d a s a a t i t u p u l a l a h
kejanggalan terjadi, lidahnya tak
dapat digerakkan, mulutnya tak
dapat berucap, dan ia hanya
terdiam seribu kata. Dengan
kejadian itu yakin bahwa tidak
ada kekuatan melainkan dari
Al lah. Se jak i tu , bulat lah
tekadnya untuk meninggalkan
Baghdad untuk berzuhud.
S e t e l a h b u l a t
k e p u t u s a n n y a u n t u k
meninggalkan Baghdad, Imam
Ghozali pergi ke Syam dan
bermukim di sana selama 10
tahun. Dalam masa uzlahnya
tersebut, ia mengisi hari-harinya
dengan bermunajat kepada
Allah, dan membersihkan hati,
serta memerangi hawa nafsu.
Dalam kurun waktu ini pula, ia
m e n c i p t a k a n k a r y a y a n g
membuat takjub umat manusia
yang diberi nama “Ihyâ 'Ulûm
al-Dîn”. Fase ini dinyatakan
s e b a g a i f a k t o r y a n g
menyebabkan perubahan besar
dalam hidup sang penulis buku
”Tahậfutu al-Falậsifah” ini. (Ali
al-Salabi, 2017:14).
S e t e l a h m e n j a l a n i
rihlah yang panjang dalam
menuntut ilmu, ia menemukan
b e b e r a p a f a k t o r y a n g
menimbulkan kebimbangan
umat manusia pada zamannya
dalam mencari kebenaran.
Beberapa faktor tersebut di
antaranya adalah penggunaan
beberapa kosakata dalam al-
Qur'an dan hadits yang tidak
s e s u a i d e n g a n m a k n a
a u t e n t i k n y a , s e h i n g g a
menyebabkan pemahaman yang
berbeda terhadap beberapa
kosakata tersebut antara zaman
dahulu dan sekarang. Ia bahkan
menjelaskan permasalahan ini
dalam karyanya “Ihyâ 'Ulûm al-
Dîn” dalam satu bab khusus.
B e b e r a p a k o s a k a t a y a n g
mengalami penyimpangan
makna antara lain: al-fiqh, al-
'ilm dan al-tauhîd.
Al-fiqh pada awalnya
dimaknai sebagai ilmu yang
mengingatkan manusia kepada
akhirat, mempelajari penyebab
rusaknya amal ibadah dan
menjadikan kita takut akan
murka Allah karenanya. Namun
kalimat tersebut pada zaman
sekarang sangat identik dengan
cabang-cabang permasalahan
fikih yang membingungkan dan
perbedaan pendapat, serta
hafalan beberapa kaidah yang
b e r h u b u n g a n d e n g a n
p e r m a s a l a h a n t e r s e b u t .
S e d a n g k a n a l - ' i l m u y a n g
Bersambung ke halaman 46
Figur
17
-
Di sebuah kantor, ketika
jam telah menunjukkan waktu
shalat dzuhur seorang karyawan
masih sibuk di depan meja
kerjanya. Setelah satu jam
berlalu barulah ia pergi ke
mushala untuk menunaikan
shalat setelah itu ia bergegas
pergi untuk menatap layar
komputernya lagi. Di kemudian
hari sang karyawan mendapat
panggilan untuk menghadap
pimpinan perusahaan. Ia
mempersiapkan diri dengan
sebaik mungkin. Mulai dari
penampilan, kecakapan dan lain
seterusnya. Bahkan ia rela
d a t a n g l e b i h a w a l d a n
menunggu datangnya sang
pimpinan. Akan tetapi berbeda
h a l n y a k e t i k a h e n d a k
menunaikan shalat, ia hanya
pergi ke mushala tanpa ada
pers iapan. Shalat yang ia
lakukan seakan-akan hanya
u n t u k m e n g g u g u r k a n
kewajibannya sebagai seorang
muslim.
Seringkali seseorang
bisa bertahan berjam-jam di
depan layar handphone akan
tetapi ketika mengikuti shalat
berjamaah selama setengah jam
bahkan berjam-jam ia tak
sanggup. Ketika sedang shalat
jasad berdiri di atas sajadah,
akan tetapi bisa jadi sang hati
sedang berada di tempat lain
hingga terkadang ia lupa berapa
jumlah rakaat yang sudah
dilakukan. Saat itu seakan-akan
hanya anggota gerak saja yang
i k u t s h a l a t b e r j a m a ' a h
sedangkan hatinya tidak.
J i k a k i t a m e r u n t u t
kembali kepada zaman rasul dan
para sahabat betapa mereka bisa
bertahan lama dalam shalat
mereka. Mereka menikmati tiap
gerakan shalat dengan khusyuk
seo lah tak pedul i dengan
keadaan dunia di sekitarnya.
Suatu hari di zaman
Rasulullah Saw. tepatnya dalam
pertempuran Dzat Ar-riqâ' dua
orang dari pasukan muslim
di tugaskan untuk ber jaga
malam. Salah seorang dari
mereka berasal dari kaum
M u h a j i r i n y a n g b e r n a m a
Ammar bin Yasir dan orang yang
kedua berasal dari kaum Anshar
yang bernama Abbad bin Bisyr.
Keduanya bersepakat bahwa
yang berjaga pertama adalah
Abbad dan Ammar berjaga
ketika hati tak ikut shalat berjama’ah
Oleh : Alfa Rosida
Oase Hikmah
18
-
setelahnya. Ketika berjaga
setelah merasa kondisi sudah
aman, Abbad menunaikan
shalat malam. Ternyata ada
seorang musuh yang mengintai
dan kemudian melesatkan anak
panah tepat di tubuh Abbad
yang sedang shalat. Seketika ia
mencabut anak panah tersebut
dan melanjutkan shalatnya
k e m u d i a n s a n g m u s u h
melepaskan anak panah kedua
k a l i n y a d a n A b b a d t e t a p
melakukan hal yang sama. Sang
musuh merasa heran dan
akhirnya memanah untuk ketiga
ka l inya dan Abbad masih
melanjutkan shalatnya. Hingga
setelah selesai shalat Abbad
membangunkan Ammar yang
sedang tidur. Setelah bangun
Ammar terkejut melihat Abbad
yang telah bersimbah darah di
tubuhnya. Lalu ia menanyakan
m e n g a p a A b b a d t i d a k
menghentikan shalatnya ketika
ia tertusuk panah. Abbad
m e n j a w a b i a t i d a k
menghentikannya karena ia
sedang membaca ayat-ayat
Allah Swt. dan menikmatinya
hingga ia enggan memutusnya.
Dan jika bukan karena amanah
u n t u k m e l i n d u n g i n a b i
Muhammad Saw. dan kaum
muslimin ia akan membiarkan
musuh membunuhnya hingga ia
s e l e s a i s h a l a t . B e g i t u l a h
kehusyukan para sahabat ketika
sudah hanyut dalam shalat
mereka.
Lalu mengapa para
sahabat bisa menikmati shalat
mereka? Bagaimana caranya
agar kita bisa mengerjakan
shalat seperti mereka?
Bisa jadi kita belum bisa
melakukannya karena kita
belum memahami makna shalat
yang sesungguhnya. Secara
bahasa shalat diartikan sebagai
doa, sedangkan menurut istilah
shalat adalah ibadah yang
diawali dengan Takbiratul
ihram dan diakhiri dengan
salam dengan syarat dan rukun
yang telah di tetapkan dalam
syari'at. Selain itu shalat adalah
ibadah yang paling utama bagi
seorang muslim, sebagaimana ia
adalah satu-satunya ibadah
yang diperintahkan dalam
peristiwa Isra' dan Mi'raj
d i m a n a s a a t i t u n a b i
Muhammad Saw. naik ke langit
ke tujuh untuk menerima
perintah dari Allah Swt. secara
langsung. Dan masih banyak lagi
keutamaan -keutamaan yang
terdapat pada ibadah yang satu
ini.
Namun di samping
pengertian shalat yang telah
disebutkan, ada hal lain yang
tak kalah penting untuk
dipahami. Shalat adalah
pertemuan kita dengan tuhan
kita. Karena itulah kita harus
menyadari siapa kita dan
siapa tuhan kita −Dialah yang
menghidupkan , mematikan
memberi rezeki, dan yang
paling berkuasa atas diri
kita− dengan begitu kita bisa
tahu seberapa pentingnya
pertemuan itu dan persiapan
sepert i apa yang harus
dilakukan sebelumnya. Dan
jika kita ingin menikmati
sebuah pertemuan, kita harus
bisa mengambil hati orang
yang kita temui dan berbicara
santai untuk menumbuhkan
keakraban dan kedekatan.
Dengan begitu kita bisa
b e r t a h a n l a m a d a l a m
p e r t e m u a n i t u t a n p a
menyadari berapa banyak
w a k t u y a n g t e l a h
terlewatkan.
Jika suatu pertemuan
adalah pertemuan yang
i n d a h , m a k a a k a n j a d i
pertemuan yang dirindukan
d a n d i n a n t i - n a n t i k a n .
L a y a k n y a p e r t e m u a n
s e s e o r a n g d e n g a n
kekasihnya. Mungkin seperti
itulah gambaran shalatnya
nabi dan para sahabat yang
bisa sangat khusyuk dalam
shalatnya.
J i k a k i t a t e l a h
memahami dan menyadari
m a k n a s h a l a t y a n g
sesungguhnya, semoga kita
bisa mengamalkan shalat
dengan baik, menikmati,
meresapi, menjalaninya
d e n g a n h a t i d a n t i d a k
menganggapnya sebagai
beban agar mendapatkan
manfaat yang nyata dari
s h a l a t y a n g t e l a h k i t a
kerjakan. Wallahu a'lam bi
al-Ṣawâb.
Oase Hikmah
19
-
aman bukan lagi negara
Yyang asing didengar bagi para penuntut i lmu islami, ia adalah sebuah negara
di jazirah Arab, tepatnya di Asia
Barat Daya. Sebagian besar
k e t u r u n a n o r a n g A r a b d i
Indonesia berasal dari negara
ini. Negara yang berpenduduk
s e k i t a r 2 3 j u t a j i w a i n i
merupakan satu-satunya negara
d i j a z i r a h A r a b y a n g
menggunakan sistem Republik.
(Wikipedia)
� Pada Februari 2004, Yaman dibagi menjadi dua
p u l u h k e g u b e r n u r a n
( m u h â f a d z â t ) , d a n s a t u
kotamadya yang disebut dengan
“Amanat al-Ashimat” yang
berisi ibu kota Sana'a. Di salah
satu provinsi Hadhramaut
tepatnya di kota al-Mukalla,
terdapat sebuah kantor pusat
universitas yang mempunyai
c i t a - c i t a t i n g g i y a i t u
menyatukan paham agama yang
berhaluan Ahlu as-Sunnah wa
al-Jama'ah, itulah Universitas
al-Ahgaff.
� U n i v e r s i t a s i n i didirikan oleh al-'Allamah al-
Habib Mahfudz bin Abdullah al-
Haddad. Beliau adalah salah
satu murid dari Sayyid 'Allamah
Abdullah bin Umar as-Syathiri.
Kepada syekh inilah beliau
menimba ilmu syariat di Rubat
Tarim, dan saking sayangnya
sang syekh kepada muridnya
hingga diberi nama panggilan
ayahnya, Mahfudz, dengan
harapan agar Allah seantiasa
menjaga dari penderitaan.
� Prosesi akademisnya r e s m i d i m u l a i s e t e l a h
mendapatkan surat keputusan
dari menteri pendidikan Yaman
nomor: 05/1994. Di usianya
y a n g m a s i h c u k u p m u d a ,
universitas ini tidak dipandang
sebelah mata, terbukti dengan
diakuinya keberadaan sebagian
dari keanggotaannya oleh
Persatuan Universitas Arab
( I i i t h a d a l - J a m i ' a t a l -
'Arabiyah).
� Tidak berbeda dengan lembaga atau universitas-
universitas lainnya, Al-Ahgaff
j u g a m e m p u n y a i t u j u a n
tersendiri dalam memajukan
pendidikan Islam. Didirikannya
universitas ini sebagai langkah
Yaman dan
Universitas Al-Ahgaff
yang MenduniaOleh : Nurman Haris
Dunia Kampus
20
-
awal langkah nyata dari ide-ide
cemerlang yang mengkristal
dalam satu tujuan utama yaitu
membangun sarana pendidikan
Islam yang bermanfaat dan
berkualitas bagi ummat muslim
dunia. Dengan pola pendidikan
yang mampu mencetak kader
insan yang prospektif dan
mumupuni dalam segala aspek
kehidupan yang berasaskan ruh
Islami. Serta menyebarluaskan
f a h a m k e a g a m a a n y a n g
berhaluan ahlussuunnah wa al-
Jama'ah.
K a n t o r p u s a t
Universitas al-Ahgaff bertempat
di Kota al-Mukalla, Ibu Kota
Provinsi Hadhramaut, Republik
Yaman. Sejumlah komponen
yang dimilikinya seperti gedung
fakultas, language center atau
gedung persiapan mahasiswa
baru dan gedung rektorat,
semuanya berada di kota yang
terletak di ujung semenanjung
Arab tersebut. Namun, gedung
Fakultas Syariah dan Hukum
saja yang berada di Kota Tarim.
Hal ini dikarenakan demi
t e r w u j u d n y a p e n d i d i k a n
Syariah yang tidak terpusat di
bangku kuliah saja, akan tetapi
bersentuhan langsung dengan
lingkungan dan kultur yang
m e n d u k u n g k e a r a h
k e s e m p u r n a a n h a s i l
pendidikannya, mengingat
k e m a s y h u r a n K o t a T a r i m
sebagai kota ilmu dan ulama.
Adapun ulama yang berasal dari
Tarim di antaranya: Habib
Sal im asy-Syathir i , Habib
Abdullah bin Syihab, Habib
Umar bin Hafidz, dan Habib Ali
al-Jufri.
Di samping itu, faktor
h i s t o r i s j u g a m e m o t i v a s i
ditempatkannya fakultas ini di
Kota Tarim. Sebagaimana yang
telah kita ketahui bersama,
bahwa dari Kota Tarim inilah
Islam di berbagai belahan dunia
seperti Asia dan Afrika dapat
menyebar dan berkembang
pesat.
� D a n a t a s b e b e r a p a pertimbangan, sejak tahun
akademik 2010-2011 aktivitas
perkuliahan semester 1 dan 2
a t a u m u s t a w â a w w a l d i
tempatkan di gedung pusat Kota
al-Mukalla.
� M a s a k u l i a h d i Universitas al-Ahgaff secara
umum dapat ditempuh normal
selama sepuluh semester atau
lima tahun dan maksimal tujuh
tahun. Hal ini berlaku untuk
Fakultas Syariah dan Hukum,
Fakultas Sastra dan Fakultas
Dirasah Islamiyah. Adapun
fakultas lainnya seperti Fakultas
Teknik, Fakultas Ekonomi, serta
Fakultas Ilmu dan Teknologi
maksimal delapan tahun.
Kegiatan perkuliahan
dilaksanakan setiap hari, kecuali
hari Jumat dan hari l ibur
n a s i o n a l . W a k t u k u l i a h
normalnya dimulai pukul 08.00
sampai pukul 13.00. akantetapi
penetapan waktu kuliah pun
bisa berubah sesuai dengan
jadwal mata kuliah yang bersifat
kondisional sesuai ketentuan
pihak fakultas masing-masing.
Terkadang fakultas tertentu
menetapkan jadwal pada sore
atau malam hari.
Secara umum, bahasa
Arab adalah bahasa pengantar
dalam perkuliahan, tetapi bukan
satu-satunya bahasa yang
digunakan di universitas ini.
S e s u a i k e t e t a p a n m a j e l i s
universitas, sebagai dewan
tertinggi, universitas al-Ahgaff
memperkenankan penggunaan
bahasa non-Arab pada sebagian
mata kuliah selain ilmu agama,
seperti sebagian mata kuliah
f a k u l t a s t e r t e n t u y a n g
m e n g g u n a k a n p e n g a n t a r
Bahasa Inggris.
Para mahasiswa dan
alumnus asal Indonesia juga
memiliki media online yaitu
R a d i o H i m m a h F M y a n g
didedikasikan sebagai wahana
dakwah dan komunikasi kepada
umat . Untuk memper luas
jangkauannya, Radio Himmah
te lah menja l in ker jasama
dengan beberapa studio radio
swasta di tanah air dan telah
berhasil menjaring pendengar
setia dari berbagai belahan
dunia.
Selain i tu, Asosiasi
Mahasiswa Indonesia (AMI) Al-
Ahgaff yang berpusat di Kota
T a r i m j u g a b e r u s a h a
memberikan informasi aktual
seputar universitas, aktivitas
mahasiswa, dan hal–hal lain
yang bersifat akademis melalui
blogsite resminya.
Dunia Kampus
21
-
e t i a p y a n g p e r n a h
S menginjakan kaki di P o n d o k M o d e r n Darussalam Gontor (PMDG)
tentunya tidak asing dengan
slogan ini. Dan akan sangat naif
jika kita mengartikan bendera
Gontor dengan selembar kain
r a j u t a n y a n g t e r d i r i d a r i
beberapa pola dan warna. Maka
arti yang dimaksud pastinya
lebh memiliki makna esensial
yang menjadi cerminan jati diri
suatu kelompok, bahkan tidak
jarang bendera diartikan juga
s e b a g a i i d e n t i t a s s u a t u
kelompok.
Maka identitas seperti
apa yang menjadi ciri khas
PMDG? Apakah dengan usia
yang kini telah menginjak lebih
dari 90 tahun? Atau dengan
jumlah santri yang kini telah
melebihi angka 20.000? atau
dengan puluhan bangunan
menjulang yang kini telah
menghiasi pelataran pondok?
Bagi sebagian kalangan yang
hanya melihat PMDG dari luar
tanpa pernah menghirup dan
merasakan miliu kehidupan di
Gontor rasanya kesimpulan
seperti diatas bisa diterima.
Akan tetapi lain hal
dengan santri PMDG, yang telah
m e r a s a k a n p a h i t m a n i s
GONTOR DAN PANCAJIWA (Menjawab Dekadensi Moral Masyarakat)
Oleh : Albi Tisnadi
“Walaupun dunia terbakar bendera Gontor harus tetap berkibar”
Syi’aruna
22
-
p e n d i d i k a n d i d a l a m n y a .
Mereka akan menyimpulkan
bahwa bendera Gontor adalah:
Nilai, filsafat dan cita-cita. Jadi
sejatinya yang tetap berkibar
lebih dari 90 tahun dan telah
melewati berbagai cobaan dan
ujian itu adalah nilai, filsafat dan
cita-cita yang terus dijunjung
oleh setiap oleh kyai, guru dan
santri serta setiap orang yang
turut serta membangun dan
memajukan Pondok.
D i s a a t i n s t i t u s i
pendidikan yang seumuran
mulai berguguran -jika tidak
berguguran maka bisa dikatakan
tetap hidup tapi segan untuk
bergerak dan berkembang,
P M D G m a s i h t e t a p e k s i s
tumbuh mengarungi zaman.
Sampai di sini tentu timbul
pertanyaan di benak kita semua,
a p a f o r m u l a n i l a i y a n g
d i g a u n g k a n o l e h P M D G
sehingga dapat terus mengawal
institusinya tetap dinamis di
s e g a l a z a m a n . S e b e l u m
menjawab itu semua, mari kita
mengenal sosok di balik nilai,
filsafat dan cita-cita PMDG,
m e r e k a d i k e n a l d e n g a n
Trimurti.
Tiga bersaudara pendiri
PMDG tersebut adalah, K.H
Ahmad Sahal (w:1977), K.H
Imam Zarkasyi (w:1985) dan
K.H Zainuddin Fanani (w:1967).
Dari pengalaman dan keilmuan
mereka lahirlah nilai-nilai abadi
yang tertuang dalam Panca Jiwa
PMDG. Panca jiwa adalah nilai
yang mendasari jiwa kehidupan
pondok:
1. Jiwa Keikhlasan
Dalam kitab Ayyuhal
Walad Imam Ghazali memberikan
definisi yang indah tentang
keikhlasan; melakukan sesuatu
hanya karena Allah ta'ala, tidak
berbunga hati dengan pujian dan
tidak ambil hati dengan makian.
Jiwa seperti ini tercipta di PMDG,
sikap kiai yang tidak pilih kasih
dan rela mengajarkan ilmu tanpa
harap imbalan dari santri. Sikap
serupa juga ditunjukan oleh para
santri yang ikhlas dididik dengan
segala konsekuensi, taat dan patuh
dengan segala instrukri kyai dan
guru-gurunya. Kedua elemen kiai
(guru) dan santri (murid) saling
mengikhlaskan diri lillâhi ta'âlâ
untuk mendidik dan dididik.
Tanpa ada tendensi dan tekanan
dari siapapun.
2. Jiwa kesederhanaan
Jiwa kesederhanaan di
PMDG bukan berarti melarat dan
miskin. Ia lebih bermakna cukup
(qana'ah) t idak berlebihan.
Sederhana disini tidak berarti
pasif dan menerima keadaan
tanpa usaha untuk lebih. Justru
dalam jiwa kesederhanan itu
terdapat nilai-nilai kekuatan,
kesanggupan, ketabahan dan
p e n g u a s a a n d i r i d a l a m
menghadapi perjuangan hidup.
3. Jiwa Berdikari
B e r d i r i d i a t a s k a k i
sendiri atau jiwa mandiri di
zaman globalisasi seperti saat ini
menjadi syarat sebuah lembaga
dapat terus bertahan. Dari sisi
finansial PMDG berusaha untuk
mencukupi kebutuhannya
dengan berbagai badan usaha
yang dikelola oleh santri dan
guru. Selain sebagai sarana
k e m a n d i r i a n l e m b a g a ,
penugasan untuk mengurusi
badan usaha dapat mendidik
para santri dan guru untuk bisa
m e n g e l o l a k e u a n g a n ,
pemasaran dan pelayanan
terhadap masyarakat.
D a l a m m e n g e l o l a
pondok, santri diwajibkan untuk
membayar sejumlah iuran demi
k e l a n c a r a n a k t i v i t a s d a n
pembangunan. Inilah yang
d i s e b u t z e l p b e r d r u i p i n g
s y s t e e m ( s a m a - s a m a
memberikan iuran dan sama-
sama memakai). Oleh karena
itu, pondok tidak bersikap kaku
untuk menolak bantuan dari
berbagai pihak. Telapak tangan
pondok akan tetap terbuka bagi
s i a p a s a j a y a n g h e n d a k
m e m b a n t u p o n d o k d e m i
kemajuan pendidikan Islam.
4 . J i w a U k h u w w a h
Islamiah
Slogan perekat umat
yang tersemat pada PMDG
memang sudah ditanamkan oleh
pondok dan telah dimasukkan
ke dalam metode pendidikan
yang digunakan. Sistem asrama
yang digunakan memberikan
n u a n s a k e b e r s a m a a n
(ukhuwwah) yang erat di antara
santri. Selain itu berbagai
organisasi dan kepanitiaan yang
dipercayakan kepada santri juga
membiasakan diri mereka untuk
melebur bersama memberikan
Syi’aruna
23
-
gagasan dan masukan demi
lancarnya sebuah acara.
S e j a k a w a l p o n d o k
didirikan, Trimurti PMDG telah
melarang para santri untuk aktif
di organisasi di luar PMDG, hal
ini dimaksudkan agar santri
tidak terkotak-kotakan sehingga
misi untuk merekatkan umat
tidak dapat digapai. Meskipun
setelah keluar dari pondok, para
guru dan kiai tidak lagi melarang
para santrinya untuk aktif di
berbagi lini masyarakat.
5. Jiwa Bebas
Sejak awal periodenya,
Islam telah menganjurkan
untuk terbebas dari segala
bentuk perbudakan. Seringkali
pimpinan PMDG sekarang, K.H
H a s a n A b d u l l a h S a h a l
mengumbar dalam berbagai
pidatonya bahwa keselarasaan
p e m i k i r a n s e m u a p o n d o k
pesantren adalah terbebas dari
penjajahan baca:perbudakan.
Hal ini mengindikasikan bahwa
hanya dengan jiwa bebas dan
merdeka seseorang bahkan
s e b u a h l e m b a g a d a p a t
berkembang. Jika masih di
bawah kepentingan golongan,
kelompok dan ideologi tertentu
maka pondok dipastikan akan
stagnan dan lama kelamaan
akan mati.
J i w a b e b a s a k a n
menjadikan santri berjiwa besar
dan optimis dalam menghadapi
segala kesulitan. Hanya saja
dalam kebebasan ini seringkali
ditemukan unsur-unsur negatif,
yaitu apabila kebebasan itu
d isa lahgunakan, sehingga
terlalu bebas (liberal) dan
berakibat hilangnya arah dan
tujuan atau prinsip. Karena
sejatinya setiap kebebasan
s e s e o r a n g t e r b a t a s i o l e h
k e b e b a s a n o r a n g l a i n .
Hurriyyatul mar'i mahdûdatun
bihurriyyati ghoirihi. Maka
k e b e b a s a n i n i h a r u s
dikembalikan ke aslinya, yaitu
bebas di dalam garis-garis yang
p o s i t i f , d e n g a n p e n u h
tanggungjawab; baik di dalam
kehidupan pondok pesantren itu
s e n d i r i , m a u p u n d a l a m
kehidupan masyarakat.
Akhir kata, dekadensi moral
masyarakat saat ini sejatinya
bermula dari distorsi nilai
pendidikan yang tercemari niat
dan kepentingan yang tidak
sejalan dengan nilai pendidikan
itu sendiri. Maka perlu sedari
dini untuk disadari bahwa untuk
membangun masyarakat perlu
lembaga pendidikan yang sadar
akan nilai-nilai kehidupan
Islam. Dalam hal ini PMDG
t e l a h b e r u s a h a u n t u k
mengkultuskan ni la i-ni la i
tersebut dan mewariskannya
dalam bentuk Panca Jiwa. Dari
nilai keislaman yang murni ini
akan lahir generasi muslim yang
unggul dan mampu bersaing di
kancah global. Wallahu a'lam.
Syi’aruna
24
-
anusia tidak akan
M pernah terlepas dari berkata-kata. Karena kata 'nâtiq' dalam
definisi insan (hayawân nâtiq),
juga mengindikasikan makna
' n u t q ' y a n g b e r m a k n a
'berbicara'. Berkata ataupun
berbicara selalu mengharuskan
dua hal; lafadz dan makna,
karena dengannyalah perkataan
akan terbentuk. Adapun bahasa,
ia merupakan perantara dalam
berinteraksi antar-manusia,
sebagaimana definisi Ibnu Jinni
(w. 392 H) yang mengatakan
bahwa bahasa adalah: “lafadz-
lafadz yang diperuntukan setiap
k a u m a k a n m a k s u d d a n
tujuannya.”
Dalam pandangan al-
Khattabi, sebuah perkataan
akan tercipta karena adanya tiga
hal; tegaknya lafadz, adanya
k a n d u n g a n m a k n a d a n
keterkaitan antara keduanya.
Maka hubungan erat antara
lafadz dan makna tak bisa
d i p i s a h k a n d a r i s e b u a h
perkataan. Walaupun secara
k a s a t m a t a , p e m b a h a s a n
keduanya adalah hal yang
bersifat apriori (dorûriy), atau
dapat diketahui oleh seseorang
t a n p a h a r u s b e r i f k i r d a n
bernalar (nazhar). Orang yang
m e l o n t a r k a n k a t a “ z a i d ” ,
misalnya, secara tidak langsung
ia telah mengetahui bahwa Zaid
a d a l a h l a f a d z y a n g
menunjukkan pada 'laki-laki
balig dari bani Adam yang diberi
nama Zaid', sebagai maknanya.
N a m u n t i m b u l
pertanyaan, antara lafadz dan
makna manakah yang lebih
bersifat penting dan prinsipil?
Karena tidak sedikit mereka
yang berselisih hanya karena
perbedaan lafadz ataupun
makna. Dalam hal ini Abu Hilal
A l - A s k a r i ( w . 3 9 5 H )
mengatakan bahwa keduanya
sangatlah penting. Karena
dalam setiap makna, ada lafadz
y a n g m e w a k i l k a n d a l a m
pengucapan. Maka barang siapa
yang tidak tau lafadz, kelak ia
a k a n t e r j e r u m u s d a l a m
kebisuan tentang makna yang
ingin disampaikan. Namun Ibnu
J inni menje laskan, meski
kedudukan lafadz dan makna
adalah simpul yang saling
bertemu, namun kedudukan
maknalah yang lebih penting
dari lafadz, karena lafadz adalah
pelayan (khâdim) bagi makna,
d a n k i t a k e t a h u i b a h w a
k e d u d u k a n y a n g d i l a y a n i
(makhdûm) lebih mulia dari
yang melayani (khaadim).
(Muhammad Hasan, al-Ma'na
allughawiyyah, hal.10-11)
U n t u k m e n g u a t k a n
asumsi bahwa posisi makna
amatlah penting, kita bisa
mlihat makna sebagai objek
diberbagai disiplin ilmu. Dalam
pembentukan kaidah nahwu,
misalnya, yang menjadi sorotan
DEISLAMISASI BAHASAOleh : Bana Fatahillah
Fikrah
25
-
dalam i'râb adalah mengetahui
sebuah makna yang terkandung
pada kalimat. Karena setiap
pergantian harakat pada akhir
kata, akan mempengaruhi
makna yang ada. Ilmu sharaf
pun demikian. Kaidah yang
berbunyi, “ziyâdat al-Mabnâ
tadullu 'alâ ziyadât al-Ma'nâ”
( p e n a m b a h a n h u r u f
m e n g i n d i k a s i k a n a d a n y a
penambahan makna), turut
bersorak bahwa pembahasan
makna amatlah penting dalam
pembelajaran ilmu sharaf.
Begitupun dalam disiplin ilmu
l a i n n y a s e p e r t i b a l a g h o h
ma'ani, naqd al-Adab, fiqh al-
lughah, dll, yang tertuju pada
pebahasan makna.
Perbincangan makna
pun menjadi sorotan para ulama
aqidah. Mereka mengatakan
bahwa makna mengambil porsi
y a n g s a n g a t g e n t i n g d a n
dibutuhkan pada keutamaan
akal dan kekuatan berfikir.
Imam Khattabi berpendapat
bahwa makna, yang diwakilkan
oleh lafadz, merupakan perkara
yang sangat krusial. Karena ia
m e r u p a k a n p r o d u k a k a l ,
pengantar pemahaman serta
buah akan pemikiran. Ini karena
posisi makna yang memasuki
ruang lingkup hakikat, maka ia
l e b i h m e n j a d i s o r o t a n
pembahasan dibanding lafadz.
Maka yang ditegaskan
dalam tulisan ini bukanlah
perubahan pada kata atau lafadz
layaknya perbedaan bahasa.
Namun ia menuju pada makna
yang terkandung pada suatu
lafadz. Prof. Syed Muhammad
Naquib al-Attas menegaskan
bahwa yang dimaksud dengan
'perubahan dalam bahasa' itu
s e s u n g g u h n y a a d a l a h :
perubahan dalam makna serta
bentuk faham-faham yang
t e r k a n d u n g d a l a m
peristilahannya. Dan bukan
s a h a j a p e r u b a h a n b e n t u k
luaran, yakni perubahan bentuk
kata serta ejaan dan sebagainya.
T e r l e b i h k a t a - k a t a y a n g
berangkat dari perbendaharaan
kosakata umat Islam. (al-Attas,
Risalah untuk Kaum Muslimin,
hal. 99)
A l - A t t a s
mendefinisikan 'makna' sebagai
pengenalan atas segala sesuatu
d i d a l a m s e b u a h s i s t e m
hubungan sehingga jelas pada
pemahaman. Maka jelas adanya
b a h w a m a k n a m e n j a d i
pembahasan penting dalam
sebuah bahasa. Dan setelah
m e n g e t a h u i p e n t i n g n y a
pembahasan makna, perlu
kiranya mengetahui adanya
pendistorsian sebuah makna
dari lafadz yang nantinya
b e r u j u n g p a d a p r o b l e m a
bertajuk 'deislamisasi bahasa',
dimana sebuah bahasa yang
datang dari Islam (islamic basic
vocabularies) terdistorsikan
maknanya akibat berbagai hal,
salah satunya adalah bentuk
sekularisasi barat.
Deislamisasi Bahasa
Perlu diketahui sejak
awal, sebuah bahasa menjadi
b e r s i f a t I s l a m s e t e l a h
mengalami proses pengislaman
(islamization). Dalam hal ini,
proses islamisasi bahasa sudah
ada saat pertama kali al-Qur`an
diturunkan melalui bahasa arab.
Kata 'mulia' (karîm), misalnya,
—yang