daftar isi · daftar isi 02 salam pembuka 03 tajuk utama benar yang tidak baik 06 tajuk utama ii...

56

Upload: others

Post on 30-Jan-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Daftar Isi

    02SalamPembuka

    03Tajuk UtamaBenar yang tidak Baik

    06Tajuk Utama IIMewariskan Nilai Sejarahdi Era Globalisasi

    09KhazanahProspek Islam dalamdalam Menyikapi Modernitas

    12HiwarBias-Bias Nilai Islam;Runtuhnya Peradabandari Pintu Bahasa

    16FigurHujjatul Islam dan Perannya dalam Reformasi Umat

    18Oase HikmahKetika Hati Tak IkutShalat Berjamaah

    20Dunia KampusYaman dan UniversitasAl-Ahgaff yang Mendunia

    22Syi’arunaGontor & Pancajiwa(Menjawab DekandensiMoral Bermasyarakat)

    25FikrahDeislamisasi Bahasa

    28TakhasusPotret Toleransi

    di Era Globalisasi

    31OpiniMenciptakan Taman-Taman Belajar

    34ResensiMembangun Nilai-Nilai Keluarga

    36Kabar AzharMemalsukan SejarahQuds (Distorsi Sejarah al-Quds Oleh Amerika)

    40CerpenMungkin ini Cinta (2)

    43Warta NusantaraDistorsi Akidah KontemporerKekinian

    47PuisiOh Tuhan, Ku...

    48PuisiRindu

    49Catatan TerakhirKetahui Yang SalahAgar Kau tak Bersalah

  • Salam Pembuka

    02

    [La Tansa]

    DEWAN PENASIHAT Bpk Usman Syihab, Lc - Bpk. Mukhlason Jalaluddin, Lc - Bpk Isa Anshori, Lc - Bpk.

    Subhan Jaelani Ahmad - Bpk. Ghazali Rahman, Lc - Bpk. Hasbiyallah Alwi, Lc - Bpk. Nur Fuad Shofiyullah, Lc -

    Bpk. Hikmatullah Sujana, Lc REDAKTUR AHLI Arief Assofi, Lc - Umar Abdullah, Lc - Abdul Kholiq Muhsin,

    Lc - Jauharotun Naqiyyah, Lc PELINDUNG Ikpm Kairo PIMPINAN UMUM Luthfiah Muflihah

    PIMPINAN REDAKSI Bana Fatahillah PIMPINAN USAHA Nurman Haris - Atina Rahma - Maulina Dewi

    SEKRETARIS Mochammad Eka Faturrahman BENDAHARA Anisa Luthfi Hanifah EDITOR Vivi

    Noviantika - Irfan Khaerani LAY-OUTER Sayyidulqisthon - Farah Billah Fadholi PERCETAKAN &

    PEMASARAN Baleo Hilal - Nila Fariyyal Muna - Muflihah Ramadhia KRU Fathan Fadlurrahman - Abdul

    Karim- Salman Abdurruby - Albi Tisnadi - Kamal Ihsan - Alfa Rasyida - Sijjidiatun Nisa Eljahsyi

    Assalâmu'alaykum warahmatullâh wabarakâtuhu

    Puji dan syukur tak hentinya kami haturkan

    kepada Allah Swt. yang telah memberikan segala

    nikmat, terkhusus nikmat akal dan berfikir,

    sehingga kami dapat menerbitkan sebuah sarana

    intelektual serta wadah penyalur bakat, yakni

    Majalah Latansa yang dipayungi oleh Ikatan

    Keluarga Pondok Modern (IKPM) Cabang Kairo.

    � Shalawat serta salam kami curahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw. yang

    telah membimbing umatnya untuk selalu haus

    akan ilmu pengetahuan serta mengajarkan pada

    generasinya budaya tulis menulis, meski terlahir

    dalam keadaan tak bisa membaca dan menulis.

    � Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata distorsi dimaknai sebagai:

    “pemutarbalikan suatu fakta, aturan, dan

    sebagainya; penyimpangan.” Kata distorsi kerap

    disandarkan pada penyelewangan fakta ataupun

    ajaran yang ada; seperti distorsi sejarah, distorsi

    keagamaan, dsb. Dan yang kami akan bahas

    disini adalah bentuk distorsi dalam nilai sesuatu.

    � Sebagai sebuah contoh, KH Hasan

    Abdullah Sahal, salah satu Pimpinan Pondok

    Modern Darussalam Gontor, seringkal i

    mengingatkan pada santri-santrinya untuk selalu

    menjaga nilai-nilai pondok. Menurutnya,

    siapapun yang menjadi masinisnya, kereta harus

    terus berjalan para relnya. Siapapun yang

    menjadi pimpinan pondok, nilai-nilai dan sistem

    pondok haruslah tetap terjaga, dan tidak

    berganti.

    � Kali ini Latansa berusaha menyibak sebuah problematika bertajuk distorsi nilai. Akan

    dibentangkan berbagai penjelasan, dari definisi

    nilai itu sendiri, hingga berbagai pendistorsian

    yang berdampak pada nilai sesuatu. Semoga

    pembaca dapat menelaah dengan baik setiap

    tulisannya, serta mengambil faidah dari apa yang

    dibaca. Akhir kata, kami meminta maaf apabila

    ada kekurangan dalam penyajian majalah, baik

    berupa tulisan ataupun kepenulisan. Selamat

    membaca!

    Wa'alaykum al-Salâm warahmatullâhi

    wabarakâtuhu

  • Prof. Dr. H. Kaelan d a l a m k a t a pengantarnya yang d iber ikan untuk buku

    “ F i l s a f a t I l m u ”

    ( M u h a m m a d M u s l i h )

    menyebutkan urgensi value

    bound (output berupa

    pengamalan nilai-nilai)

    dalam dunia keilmuan. Ia

    m e n e g a s k a n b a h w a

    semangat atau etos ilmiah

    yang dibawa F Bacon,

    bahwa pengembangan ilmu

    pengetahuan tidak lain

    adalah untuk menguasai

    d u n i a t i d a k b i s a

    dibenarkan. Sebab konsep value

    f r e e s a n g a t b e r t e n t a n g a n

    dengan prinsip manusia sebagai

    p e n j a g a k e l e s t a r i a n d a n

    keseimbangan alam semesta.

    Secara materialis value

    bisa diartikan sebagai ciri khas

    yang membuat sesuatu menjadi

    lebih menarik dari yang lain (Al-

    Mu'jam Al-Falsafiy, Murad

    Wahbah). Akan tetapi sebagai

    sebuah istilah dalam dunia

    filsafat, value memiliki beberapa

    makna, dan makna paling

    sempitnya adalah aksiologi yang

    hanya meliputi diferensiasi baik

    dan buruk serta jenjangnya.

    Sedangkan makna yang paling

    luas dan masyhurnya adalah

    moral (laman digital, Stanford

    Encylopedy of Philosophy), atau

    dalam tradisi Islam disebut

    sebagai akhlaq yang meliputi

    p e n g e t a h u a n ( k e s a d a r a n

    t e n t a n g ) b a i k d a n b u ru k ,

    k e c e n d e r u n g a n j i w a ,

    kemampuan mnjadikannya

    s e b a g a i p e r b u a t a n , d a n

    realitasnya dalam perilaku

    manusia (Al-Akhlaq fi Iṭârin

    Naḍrah At-Ta ṭawwuriyah,

    T a h a H a b i s y i ) . T e n t u n y a

    p a n d a n g a n v a l u e s e b a g a i

    moral/akhlaq seperti ini

    bukan hanya ada pada

    dunia Filsafat Islam, namun

    juga Filsafat Barat.

    B e r a n g k a t d a r i

    m a k n a i n i , b i s a k i t a

    p a s t i k a n b a h w a v a l u e

    m e m i l i k i a n d i l y a n g

    t e r a m a t b e s a r d a l a m

    perkembangan peradaban

    m a n u s i a . D e n g a n

    menegakkan kembali nilai-

    nilai ini akan membawa

    pada peningkatan derajat

    umat manusia, terlepas dari

    perbedaan moral dalam

    p a n d a n g a n B a r a t d a n

    Islam. Bahkan Neitzsche yang

    t e r t u d u h s e o r a n g n i h i l i s ,

    menurut Alexander V Razin

    dalam artikelnya yang dimuat

    l a m a n d i g i t a l M a j a l a h

    Philosophy Now tidak begitu

    saja menolak adanya nilai-nilai

    secara mutlak, melainkan

    penolakannya dimaksudkan

    u n t u k r e - e v a l u a t i o n ,

    p e r o m b a k a n m a k n a n i l a i

    (moral) secara mendasar untuk

    membentuk pribadi noble man.

    Sayangnya noble man

    dalam pandangan Neitszche

    (tentunya) sama sekali tidak

    Benar yang Tidak Baik

    Oleh : M Sayidulqisthon

    (Mahasiswa Jurusan Aqidah Filsafat Universitas al-Azhar)

    Tajuk Utama

    03

  • sama dengan insan kamil dalm

    i s l a m . D r . H a m i d F a h m y

    menyatakan, “Neitzsche hanya

    membuang tenaga dan waktu

    sa ja , kata Iqbal . Gagasan

    Superman (noble man), tanpa

    mel ibatkan real i tas khudi

    (Tuhan) adalah omong kosong.

    P a n c a r a n m a t a n y a h a n y a

    mampu menembus dimensi

    fisik. Konsepnya hanya setingkat

    k e m a n u s i a a n ( n a s u t ) , ”

    (Misykat, Hamid Fahmy). Tentu

    pandangan Neitzsche ini tidak

    mewakili pemikiran barat secara

    menyeluruh, karena nyatanya

    K a n t b e r b e d a p e n d a p a t

    d e n g a n n y a . T a p i m e s k i

    demikian, j ika pun agama

    mendapatkan tempat di Barat,

    ruang yang disediakan untuknya

    amatlah sempit. Hanya sebatas

    membahas nilai (moral) seorang

    manusia pada tuhannya, tidak

    lebih. Sebagaimana Ritschel

    membangun jurang pemisah

    antara agama dan ilmu.

    Senada dengan apa

    yang disampaikan Dr. Kaelan,

    S y e k h H a m z a Y u s u f

    m e n y e b u t k a n d a l a m k a t a

    pengantarnya untuk terjemah

    inggris Ta'limul Muta'allim

    Imam Zarnuji, bahwa seorang

    muslim tidak sama dengan

    relativis. Muslim memiliki dasar

    pandangan (keyakinan) bahwa

    segala ilmu berasal dari Allah,

    yang kemudian ditransfer ke

    b u m i m e l a l u i w a h y u d a n

    diwariskan dari satu generasi ke

    genarasi lain yang saling terikat

    dalam wujud mata rantai risalah

    kenabian. Ia juga menyebutkan

    bahwa pada dasarnya ilmu ini

    mengarahkan manusia pada

    adab, dan untuk menempuh

    jalannya (jalan ilmu) seorang

    manusia juga harus berbekal

    beberapa adab. Tentu dengan

    sejenak mengesampingkan

    perbedaan makna dari istilah

    adab dan akhlaq dalam Bahasa

    Arab.

    Meminjam istilah yang

    sering disampaikan Emha,

    b e n a r , b a i k d a n i n d a h .

    Kebenaran belum tentu baik dan

    yang baik belum tentu indah.

    Ada unsur halalan dan ada

    u n s u r t h a y y i b a n . D a l a m

    konteks kesehatan bisa difahami

    seperti daging sapi, unsur dan

    substansinya halal akan tetapi

    tidak memenuhi nilai thayyib

    jika dihidangkan untuk bayi.

    Etos ilmiah Bacon -sebagaimana

    yang diungkapkan Dr Kaelan-

    tidak dapat dibenarkan, karena

    meskipun sebuah penelitian

    sudah memenuhi syaratnya

    s e c a r a i l m i a h , t i d a k b i s a

    dibenarkan jika menyelisihi

    nilai moral yang ada, semisal

    mengujikan zat beracun pada

    m a n u s i a . S e b u a h i l m u

    p e n g e t a h u a n h a n y a a k a n

    berakhir sia-sia j ika tidak

    di implementas ikan dalam

    tindak dan perilaku terhadap

    sesama, maupun alam semesta.

    Imam Ghozali dalam “Ayyuhal

    W a l a d ” m e n g u n g k a p k a n ,

    “ k a l a u s a j a a d a s e o r a n g

    p e j u a n g p e m b e r a n i y a n g

    membawa sepuluh pedang

    tajam, dan ia menjadikan singa

    sebagai tunggangannya, apa

    menurutmu senjatanya mampu

    melindunginya dari serangan

    lawan tanpa digerakkan?

    T e n t u s a j a t i d a k ! ” D a n

    Rasulullah Saw bersabda: أشـــــــد

    الناس عذابا یوم القیامة عالم ال ینفعھ هللا بعلمھ

    Nilai yang dengan kata

    lain adalah akhlaq, yang juga

    dengan kata lain adalah adab

    bisa juga diartikan sebagai

    metode, metode hidup manusia,

    metode menyadari realitas alam

    s e m e s t a , d a n m e t o d e

    mendiferensiasi benar-salah.

    Dengan menyelisihi metode ini

    manusia tidak akan mampu

    mencapai tujuannya, wa mâ

    khalaqtul jinna wal insa illa

    liya'budûni dan dalam riwayat

    Ibnu Abbas illa liya'rifun, untuk

    mencapai ma'rifatullah. Akan

    t e t a p i d a l a m p r a k t i k n y a ,

    penerapan nilai dan metode ini

    sering tersandung berbagai hal.

    Seperti halnya beberapa muslim

    yang lebih mengagungkan nilai-

    nilai yang mereka usung dari

    “““

    Yang melihat Barat

    secara positif bahkan

    hampir mendekati

    pemujaan Barat itu

    karena tidak tahu

    hakekat Barat

    dengan nilai-nilai

    dan worldview

    mereka

    Tajuk Utama

    04

  • barat, padahal mereka sendiri

    tahu matahari terbit dari Timur.

    “Yang melihat Barat secara

    p o s i t i f b a h k a n h a m p i r

    mendekati pemujaan Barat itu

    karena tidak tahu hakekat

    Barat dengan nilai-nilai dan

    worldview mereka,” ungkap Dr.

    Hamid (Misykat, 116). Karena

    tidak seperti matahari, matahari

    y a n g t e r b i t d i t i m u r , y a ,

    matahari yang terbenam di

    barat. Nilai yang ada di Timur

    (islam) bukanlah nilai yang ada

    di Barat. Nilai yang dibawa

    bersamaan dengan sambungan

    mata rantai risalah kenabian

    tidaklah sama dengan nilai yang

    berasal dari nalar saja.

    N a m u n d e m i k i a n ,

    meskipun nilai-nilai Barat dan

    Timur bagaikan air dan minyak,

    bukan berarti kita harus anti-

    pati terhadap Barat. Karena

    memang metodologi, sistem dan

    sarana kegiatan ilmiah yang ada

    di Barat memang terkenal baik.

    Hanya saja, lanjut Dr. Hamid,

    “sebaiknya pelajar yang ingin

    kuliah studi Islam ke Barat

    dibekali dengan framework

    dan metodologi studi Islam

    yang kuat. Artinya ilmu-ilmu

    tradisionalnya harus masak

    t e r l e b i h d a h u l u s e b e l u m

    berangkat belajarke Barat”.

    Agar output sikap dan perilaku

    yang menjadi buah dari ilmunya

    bukan justru bertentangan

    dengan nilai-nilai Islam, seperti

    b a l i k m e n g k r i t i k h a d i s

    sebagaimana para orientalis.

    Hal ini sangat perlu ditekankan,

    karena jika tidak maka nilai-

    nilai ilahi yang menjadi warisan

    para Nabi lambat laun akan

    tergantikan dengan nilai-nilai

    humanis. Dengan demikian

    hubungan antara manusia

    sebagai hamba dengan Allah

    akan terputus, atau bahkan

    manusia kehilangan kesadaran

    dirinya sebagai hamba, seperti

    yang disuarakan Neitzsche.

    Bahwa untuk mencapai noble

    m a n , m a n u s i a h a r u s

    meninggalkan idiom 'slave

    value ' (ni lai-ni lai sebagai

    hamba) dan berhijrah menuju

    'master value'.

    Hilang dan terbiasnya

    (terdistorsi) nilai-nilai ilahi

    d a l a m t u b u h u m a t I s l a m

    m e n j a d i s e b a b u t a m a

    kemunduran peradabannya,

    t e n t u b u k a n s e b a t a s

    kemunduran materialistik.

    Madrasah kita seakan menjadi

    m u s e u m , g u r u - g u r u

    menganggur, dan para siswa

    tidak lebih adalah sekumpulan

    a n a k y a n g d i t u g a s k a n

    k e l u a r g a n y a m e n c a r i

    penghasilan dengan menjadi

    imam masjid dan sebagainya,

    ungkap Syekh Hamza Yusuf.

    Tampaknya terlalu naif

    jika hanya melalui tulisan yang

    tidak seberapa ini disuarakan

    gerakan perubahan secara total,

    untuk membentuk peradaban

    y a n g g e m i l a n g d a n

    semacamnya. Karena memang

    nilai-nilai tersebut adalah akar

    dari tindak dan perbuatan setiap

    individu, dan tindakan setiap

    individu menentukan nasib

    keluarga, dan baik-buruknya

    keluarga (masyarakat terkecil)

    menentukan nasib sebuah

    negara. Untuk itu, mari dari

    u n s u r t e r k e c i l , s e p e r t i

    menyingkirkan bebatuan dari

    jalanan dan sebagainya kita

    tanamkan ni lai-ni lai i lahi

    tersebut dalam benak dan

    kesadaran jiwa masing-masing.

    Tajuk Utama

    05

  • anusia diciptakan

    Mdengan fitrah bahwa dirinya ingin hidup kekal. Salah satu buktinya,

    sebagaimana yang dijelaskan

    oleh sebagian ulama, bahwa

    ketika Nabi Adam As., nenek

    moyang manusia memilih untuk

    memakan buah yang dilarang

    Allah dengan iming-iming

    b a h w a b u a h i t u m a m p u

    menjadikan hidupnya kekal.

    Namun kenyataanya

    setiap manusia akan menemui

    ajalnya. Akan tetapi selama

    manusia menghabiskan masa

    hidupnya, ia telah menghasilkan

    berbagai produk dari usahanya,

    b e r b a g a i a t u r a n d a n l a i n

    s e b a g a i n y a y a n g s e m u a

    bertujuan untuk mencapai

    k e b a h a g i a n n y a s e l a m a

    hidupnya. Karena ia tahu bahwa

    dirinya tidak akan menikmati

    atau menjalani produk-produk

    tersebut dalam waktu lama,

    pada akhirnya ia mewariskan

    hal-hal tersebut kepada generasi

    penerusnya dengan tujuan yang

    sama, yaitu keseimbangan nilai

    dalam komunitas dimana ia dan

    generasinya hidup.

    A k a n t e t a p i d a l a m

    proses pewarisan nilai tersebut,

    manusia dihadapkan antara

    dua kemungkinan; konsistensi

    d a n d i s t o r s i . K e d u a

    kemungkinan ini bisa saja

    berasal dari salah satu dari dua

    generasi yang saling mewarisi

    atau bahkan keduanya. Maka

    dari i tu, generasi pewaris

    senantiasa sebisa mungkin

    menjaga warisan nilai dengan

    memilihkan pendidikan dan

    lingkungan yang sesuai dengan

    pemahaman mereka. Sebagai

    contoh, kaum muslim imigran di

    London yang dahulunya mereka

    telah tumbuh berkembangan di

    lingkungan yang islami sebisa

    mungkin harus mendapatkan

    lingkungan yang mendudung

    untuk pendidikan generasi

    penerus mereka.

    Pada praktiknya, tiap-

    t iap masyarakat memil ik i

    interpretasi tersendiri terhadap

    penerapan nilai yang berlaku di

    dalamnya. Ada beberapa faktor

    yang memengaruhi hal tersebut,

    di antaranya adalah perbedaan

    pola tingkah laku serta timbal

    balik yang terjadi di berbagai

    m a s y a r a k a t . B a h k a n I b n

    Mewariskan Nilai Sejarah di Era Globalisasi

    Oleh : Salman Abdurroby Perwiragama

    Tajuk Utama 2

    06

  • Khaldun dalam muqadimah-nya

    menuliskan bahwa keadaan

    i k l i m d a n g e o g r a fi j u g a

    m e m e n g a r u h i a k h l a k

    masyarakat yang tinggal di

    dalamnya. Sebagai contoh,

    masyarakat yang tinggal di

    daerah sub tropis yang beriklim

    empat musim memiliki pola

    tingkah laku tersendiri untuk

    beradaptasi. Dimulai dari pola

    mengkonsumsi makanan, cara

    berpaikaian, hingga tata krama

    dan sopan santun sosial yang

    terpengaruh oleh lingkungan

    dimana mereka tinggal.

    D a h u l u s e b e l u m

    m a s y a r a k a t m a n u s i a

    d i h a d a p k a n d e n g a n e r a

    globalisasi, nilai-nilai yang

    berkembang di tiap masyarakat

    bisa dikatakan masih terjaga

    sesuai awal terbentuknya. Hal

    i t u t e r j a d i k a r e n a

    keterpengaruhan sosial tiap

    i n d i v i d u t e r b a t a s p a d a

    masyarakatnya. Belum ada

    pengaruh luar yang bisa saja

    mengintervensi dan mengubah

    nilai-nilai yang mereka sepakati.

    Hal tersebut sangat berbeda

    dengan apa yang terjadi di era

    globalisasi, dimana informasi

    yang berperan sebagai sub

    terkecil dalam pembentukan

    nilai sosial dapat diakses oleh

    setiap di individu di berbagai

    masyarakat dengan peradaban

    yang berbeda.

    D i s t o r s i N i l a i

    Sebuah Sejarah

    Salah satunya adalah

    nilai sebuah sejarah. Jika

    diperhatikan, sebenarnya inti

    dari nilai sebuah sejarah adalah

    sebagai pembelajaran bagi

    m a n u s i a y a n g d a t a n g

    setelahnya, sebagaimana firman

    Allah Swt, “Sesungguhnya pada

    kisah-kisah mereka (para Nabi

    dan Umat mereka) itu terdapat

    pelajaran bagi orang-orang

    yang mempunyai akal (sehat).

    Al-Quran itu bukanlah cerita

    yang dibuat-buat, akan tetapi

    membenarkan (kitab-kitab)

    y a n g s e b e l u m n y a d a n

    menjelaskan sesuatu, serta

    sebagai petunjuk dan rahmat

    b a g i o r a n g - o r a n g y a n g

    beriman” (QS : Yusuf [12] ; 111).

    Karena semua yang telah terjadi

    pada orang-orang terdahulu

    cepat atau lambat akan sampai

    kepada masa selanjutnya.

    Untuk dapat mewarisi

    nilai dari sebuah sejarah, hal

    pertama yang harus diketahui

    oleh manusia adalah kisah

    sejarah yang benar. Keotentikan

    s e b u a h s e j a r a h d a p a t

    dikumpulkan dari berbagai

    s u m b e r y a n g t e r p e r c a y a ,

    s e h i n g g a m a n u s i a d a p a t

    meneladani serta mengambil

    pelajaran yang ada sebagaimana

    harusnya, khususnya sebagai

    s e o r a n g m u s l i m . D a l a m

    pandangan orang Islam, sejarah

    menjadi suatu landasan ia dalam

    berideologi. Seorang muslim

    yang baik akan selalu ingat

    dengan Tuhannya, karena ia

    selalu merenungkan sejarahnya,

    yaitu saat ia berikrar bahwa

    Allah ialah Tuhan satu-satunya

    (QS : Al-A'raf : 119). Dengan itu

    ia akan senantiasa patuh dengan

    menaati segala perintah-Nya

    dan menjauhi larangan-Nya.

    Namun persoalan

    t e r b e s a r n y a a d a l a h ,

    bagaimana seorang muslim

    dapat mengambil pelajaran

    dari sejarah, jika sejarah-

    sejarah yang sampai kepada

    mereka adalah sejarah yang

    s u d a h d i d i s t o r s i k a n

    pengkisahannya dan terus

    diajarkan serta dikaji di

    bangku-bangku sekolah. Hal

    d e m i k i a n p u n t e g a s

    disampaikan oleh Ahmad

    Mansur Suryanegara, salah

    satu sejarawan terkenal di

    Indonesia. Menurutnya,

    k a r y a s e j a r a h s a a t i n i

    sangatlah banyak. Namun

    tidak sedikit pula yanng

    isinya bertentangan dengan

    apa yang diperjuangkan oleh

    Rasulullah Saw., sahabat,

    khalifah, wirausahawan,

    ulama, waliyullah dan santri,

    serta umat Islam. Apalagi

    dengan adanya deislamisasi,

    peran para ulama dan santri

    ditiadakan, atau tetap ada

    tetapi dimaknai dengan

    pengertian lain. (Ahmad

    Mansur Surya Negara, Api

    Sejarah I, hal. xxvii)

    Penulis buku Api

    sejarah tersebut memulainya

    d e n g a n k e s a l a h a n p a r a

    sejarawan dalam menulis

    waktu masuknya Islam ke

    Indonesia yaitu pada abad ke-

    13. Padahal Islam sudah

    Tajuk Utama 2

    07

  • masuk ke Nusantara sejak

    abad ke-7. Terlebih lagi

    m e r e k a m e n j a d i k a n

    penyebaran Islam pada saat

    itu besifat sambilan selain

    tujuan utamanya, yai tu

    berdagang. Padahal kita

    s e m u a t a u b a h w a s a n y a

    setelah haji wada, Rasulullah

    S a w . m e n y e r u p a d a

    s a h a b a t n y a u n t u k

    menyampaikan (ajarannya)

    pada mereka yang tidak

    hadir, “Falyuballig minkum

    a l - S y â h i d a l - G h â i b ” .

    Darisinilah para sahaabat

    memulai penyebaran Islam

    ke berbagai daerah dengan

    risalah yang dibawa oleh

    Rasulullah sebagai tujuan

    utamanya.

    Tidak berhenti disitu.

    Buku yang disari dari kitab

    milik Kyai Abdullah bin Nuh

    t e r s e b u t m e m b o n g k a r

    peristiwa-peristiwa yang

    seharusnya tidak demikian

    adanya. Terlebih proses

    deislamisasi yang digemakan

    o r i e nt a l i s d a l am u p ay a

    menggeser peran-peran

    I s l a m d a l a m s e j a r a h

    Nusantara, khususnya dalam

    merebut kemerdekaan. Dari

    perjuangan para ulama dan

    s a n t r i m a s a m e r e b u t

    kemerdekaan ataupun masa

    kerajaan-kerajaan Islam

    pasca runtuhnya kerajaan

    hindu-budha di Nusantara.

    Se la in i tu pembicaraan

    dikerucutkan pada usaha

    nativisasi sejarah, yaitu

    upaya pengembalian produk

    a s l i b u d a y a l e l u h u r

    indonesia , yai tu hindu,

    Budha, dan Animisme.

    C o n t o h l a i n n y a ,

    ketika berbicara mengenai

    p e r j u a n g a n p a h l a w a n ,

    mayoritas pelajar hanya

    mengetahui bagaimana para

    pahlawan-pahlawan tersebut

    berperang, menang-kalah,

    kapan wafat, dan diasingkan

    kemana. Karena memang

    inilah salah satu misi dari

    distorsi yang ada dalam

    pengkajian sejarah. Bisa

    dilihat bagaimana sejarah

    mengupas dengan je las

    bagaimana silsilah candi,

    macam-macamnya, hingga

    kerajaan hindu dan budha

    secara mendetail. Sebaliknya,

    d imana se jarah banyak

    mengungkap bagaimana

    peran Muhammadiyyah,

    Nahdahatul Ulama, para

    P e s a n t r e n - p e s a n t r e n ,

    Kerajaan-kerajaan islam, dan

    berabagai peninggalannya

    s e c a r a m e n y e l u r u h .

    Walaupun ada, itu mungkin

    tidak sebanyak yang diawal.

    Buya Hamka pernah berkata

    bahwa, “Orang Indonesia

    lebih mengenal siapa itu

    Gajah Mada, dari Raden

    Fatah. ”

    Lantas, apakah yang

    urgen dalam ini semua? Perlu

    k i t a k e t a h u i , k e t i k a

    masyarakat sudah dijauhkan

    dari sejarah-sejarah yang

    menghapuskan peran-peran

    Islam dari daftar sejarah,

    maka seorang muslim tidak

    bisa mengambil pelajaran

    dari para pendahulunya di

    Nusantara. Mereka kenal

    Gajah Mada tapi tidak tau

    Raden Fatah. Mereka lebih

    kenal Ki Hajar Dewantara

    dibandingkan K.H Ahmad

    Dahlan, Hasyim Asyari, Buya

    Hamka, M. Natsir dll, yang

    p e r j u a n g a n n y a d a l a m

    pendidikan melebihhi taman

    siswa milik KiHajar.

    Al-Qur`an dan Hadis

    adalah bukti otentik yang

    m e n y a m p a i k a n s e b u a h

    sejarah dengan pengkisahan

    yang benar. Dari keduaya kita

    dapat merenungkan kisah

    Nabi Nuh, pelajaran Nabi

    Luth, ataupun nabi-nabi

    lainnya. dan dari keduanya

    juga kita dapat mencontoh

    perjuangan para sahabat

    d a l a m m e m b e l a I s l a m ,

    semanagat para ulama dalam

    menuntut ilmu, sinergi para

    generasi-generasi Islam

    dalam kontribusi terhadap

    peradaban dunia dan lain

    sebagainya sebagai sebuah

    sejarah otentik yang dapat

    kita tangkap dan pelajari

    bersama. Jika saat ini para

    pelajar masih diajarkan asl-

    usul manusia dari sebangsa

    kera, lantas apa yang ingin

    kita pelajari? Wallahu a'lam

    bi al-Shawâb.

    Tajuk Utama 2

    08

  • ondisi dan keadaan

    K umat Islam saat ini s a n g a t l a h memprihatinkan. Dekadensi

    moral dan kemerosotan akhlak

    tentu menjadi penyebab utama

    munculnya spekulasi ini. Hal-

    h a l s e p e r t i i n i t e r k a d a n g

    m e m u n c u l k a n p a r a d i g m a

    pesimis yang bergelantungan

    dari hari ke hari hingga masa ke

    masa. Tapi percayalah, harapan

    untuk menyibak mala petaka

    y a n g s e k a r a n g t e n g a h

    bergelantungan di pelipis mata

    umat Islam itu masih ada.

    Hanya saja, tersibaknya mala

    p e t a k a i n i t i d a k s e p e r t i

    m e n u n g g u j a t u h n y a b u a h

    m a t a n g d a r i p o h o n n y a ,

    b e r p a n g k u t a n g a n t a n p a

    berbuat sesuatu apapun untuk

    mewujudkannya. Tapi harus

    diiringi dengan usaha yang

    serius dan tekad yang sungguh-

    sungguh dalam mencapainya.

    Hal ini bisa terwujud jika umat

    Islam telah berhasil memahami

    dan meresapi sepenuhnya

    ajaran Islam baik melalui

    ajarannya, pemikirannya, dan

    peradabannya.

    Salah satu penyebab

    terjadinya fenomena di atas

    adalah pengaruh Modernisasi

    Barat yang semakin menguat

    dalam mempengaruhi setiap

    ruang lingkup kehidupan umat

    Islam. Para pemikir modernisasi

    Barat seperti Donald E. Smith,

    Gabriel Almond, Lucien W.Pye

    dan lain-lain, mempunyai

    persepsi atau anggapan, bahwa

    sekularisasi merupakan salah

    satu ciri utama modernisasi.

    Mereka secara linier berfikir,

    bahwa proses sekularisasi itu

    bersifat universal , seperti

    bangsa-bangsa Barat yang

    sekarang mencapai kemajuan-

    kemajuan itu tidak lain kecuali

    melewati proses sekularisasi.

    Dan oleh karena itu, menurut

    mereka, bangsa-bangsa lain

    yang menginginkan kemajuan

    juga harus melalui cara dan jalan

    ini.

    Sejarah membuktikan,

    s e d a r i d u l u m e r e k a t e l a h

    menyetir opini ke arah yang

    mengindikasikan bahwa Islam

    merupakan agama yang rumit

    dan sulit. Mereka bilang khilafah

    adalah sebuah perampasan hak.

    Hudud merupakan tindakan tak

    manusiawi dan aturan-aturan

    yang ada di dalam al-Qur'an dan

    al-Hadis merupakan sebuah

    k e s e w e n a n g - w e n a n g a n

    terhadap kebebasan seorang

    individu atau sekelompok

    komunitas. Dan pada saat yang

    bersamaan, mereka hadir

    dengan corak kebudayaan dan

    administratif yang lebih mudah

    dan dekat pada fitrah manusia.

    Mereka hadir dengan segala

    kemudahan dan kebebasan yang

    dikemas wadah modernisasi

    yang dibumbui dengan bumbu

    syahwat dan nafsu yang sangat

    berlebihan. Kemudahan dan

    kebebasan yang mereka bawa

    m e n g i k i s k e b a n g g a a n

    kehidupan umat Islam yang

    sedari dulu telah ada.

    Pada umumnya, orang-

    orang barat memandang agama

    dengan segala tradisinya sebagai

    suatu rintangan untuk proses

    modernisasi, terutama dalam

    proses perubahan tatanan hidup

    yang menyangkut pol i t ik ,

    ekonomi, dan sosial budaya.

    Mereka menyimpulkan bahwa

    m o d e r n i s a s i d a n a g a m a

    m e r u p a k a n d u a k u t u b

    berlawanan yang tidak akan

    pernah mampu dipertemukan.

    prospek islam dalam menyikapi modernisasi

    Oleh : Muhammad Kamal Ihsan

    Khazanah

    09

  • Sehingga mereka memilih untuk

    sedikit demi sedikit menggusur

    nilai-nilai agama yang telah

    tertanam sejak dahulu sebagai

    sebuah upaya perwujudan

    modernisasi yang Kaffah.

    K e n y a t a a n n y a ,

    tantangan yang dihadapi oleh

    u m a t I s l a m a k i b a t d a r i

    berkembangnya modernisasi

    Barat kini telah jelas terasa.

    Pengaruhnya secara radikal

    telah mengintervensi seluruh

    t a t a n a n h i d u p m a n u s i a

    k h u s u s n y a u m a t I s l a m .

    Modernitas telah melahirkan

    masyarakat industri dengan

    perubahan-perubahan pola

    pikir, pola kerja, dan pola

    k o n s u m s i m a n u s i a . D a n

    parahnya lagi, kini telah muncul

    masyarakat pola infomasi yang

    m e r o b e k t a t a n a n p o l i t i k ,

    ekonomi, sosial budaya, yang

    mana setiap problematik yang

    d i h a d a p k a n p a d a a g a m a

    dituntut untuk diselesaikan

    secara dialektif bukan lagi

    normatif.�Juga dalam kebudayaan

    tekhnologi sekarang, telah

    terjadi semacam dikotomi

    penerapan tekhnologi, disatu

    s i s i m e m b e r i k a n d a n

    meningkatkan kesejahteraan

    umat manusia, namun di sisi

    lain tekhnologi juga digunakan

    u n t u k m e m u s n a h k a n

    peradaban manusia. Dengan

    sistem yang serba mudah dan

    ins tan , tekhnolog i secara

    perlahan mulai memanjakan

    umat manusia. Tujuannya

    adalah bagaimana caranya

    menjadikan segala sesuatu yang

    sulit menjadi mudah atau tidak

    ada menjadi ada. Bertolak dari

    pandangan semacam ini, maka

    m u l a i b e b e r a p a t a h u n

    belakangan ini atau dalam

    dekade akhir-akhir ini, orang-

    orang mulai mencari tekhnologi

    yang mampu memudahkan

    dirinya dalam lingkungannya.

    Maka dikenal dengan adanya

    semboyan “tekhnologi tepat

    guna” yang diawali dengan

    b e r d i r i n y a I n t e r m e d i a t e

    Technology Development Group

    di London tahun 1965.�Menyikapi hal ini, maka

    manusia harus menumbuhkan

    rasa perlunya pengendalian

    t e k h n o l o g i a g a r t i d a k

    m e n y i m p a n g d a r i t u j u a n

    utamanya, yakni memberikan

    kemudahan dan kesejahteraan

    bagi umat manusia bukan malah

    m e r u s a k d a n

    menyengsaraknnya. Manusia

    dituntu untuk menyadari bahwa

    tekhnologi adalah suatu konteks

    artifisial bagi pengaturan dan

    p e n i n g k a t a n k e h i d u p a n

    manusia.�Lalu bagaimana dengan

    k i t a u m a t I s l a m d a l a m

    menyikapi hal ini? terlebih kita

    sama-sama mengetahui bahwa

    modernisasi merupakan salah

    s a t u p a n g k a l p e n y e b a b

    d e k a d e n s i m o r a l d a n

    kemerosotan akhlak manusia.

    H a r u s k a h k i t a m e n j a u h i

    modernisasi dan tekhnologi?

    M e r a s a b a n g g a

    terhadap sebuah ilmu adalah

    s e b u a h p e n y a k i t y a n g

    menakutkan. Darinya mampu

    m e n g g e r o g o t i t i a p s i s i

    kesakralan ilmu itu sendiri

    h i n g g a m e n y e b a b k a n

    kebengkokan peradaban. Islam

    bukanlah agama yang tidak

    mampu menerima perubahan

    Khazanah

    10

  • dan perkembngan. Islam sangat

    relevan terhadap hal-hal itu.

    Terbukti al-Quran yang menjadi

    rujukan tasyri utama mampu

    bertahan ribuan tahun lamanya

    tanpa adanya penyelewangan.

    M a n u s i a s e c a r a p e r l a h a n

    menyadari segala sesuatu telah

    tersedia secara utuh di dalam al-

    Quran sebagai sebuah pedoman

    hidup.

    Islam adalah agama

    y a n g p a l i n g m e n g h a r g a i

    berbagai aspek perkembangan

    peradaban dan tekhnologi.

    Islam secara halus memahami

    bahwa segala perkembangan

    yang ada merupakan buah hasil

    dan buah pemikiran yang

    semakin maju sebagai bakat

    t e r p e n d a m y a n g d i m i l i k i

    manusia. Kita juga harus

    mengakui bahwa peradaban

    m o d e r n t e l a h b e r h a s i l

    m e n e m u k a n k e k u a t a n -

    kekuatan yang dimilik alam

    semesta. Itu terbukti dengan

    semakin berkembangnya ilmu

    t e n t a n g a t o m , a n t a r i k s a ,

    komputer dan lain sebagainya.

    Akan tetapi tidak bisa dipungkiri

    b a h w a p e r k e m b a n g a n

    peradaban itu masih terkekang

    dalam “zaman batu” yang lebih

    mengedepankan nafsu dan

    syahwat yang dimilik manusia,

    t a n p a m e m i k i r k a n

    kemaslahatan umat manusia

    dan akibat buruk yang akan

    muncul daripadanya. Terkhusus

    untuk bibit-bibit masa depan

    bangsa, yakni pemuda.

    P a d a s i t u a s i y a n g

    dipenuhi oleh krisis moral dan

    spiritual ini, pendidikan Islam

    merupakan salah satu benteng

    p e n y a n g g a t e r k u a t d a l a m

    menghadapi tantangan zaman

    d a n m o d e r n i s a s i y a n g

    berlebihan dan tak berbatas.

    Terkhusus penanaman ajaran-

    ajaran Islam sejak usia dini, hal

    ini harus selalu digalakkan

    dalam setiap inchi kehidupan

    yang dilalui sang anak. Sehingga

    kelak ketika ia memasukki area

    perkembangan zaman dan

    p e r a d a b a n , p r i n s i p d a n

    ideologinya yang telah tertata

    secara baik oleh lingkungan

    yang baik mampu menjadi

    pemfilter dalam setiap tindakan,

    perbuatan, dan keputusan yang

    dijalani.

    Satu yang pasti dan

    harus bersama kita ketahui,

    bahwa paradigma pemikiran

    yang mengatakan kehidupan

    z a m a n s e k a r a n g s e m a k i n

    diarahkan pada pola hidup

    k e b a r a t a n a t a u ' m o d e r n '

    merupakan pendapat yang

    kurang tepat. Sikap pembaratan

    mengakibatkan perkembangan

    ilmu menjadi terbatas dan tidak

    kreatif karena tidak berakar dan

    tidak banyak melakukan analisis

    ataupun kritik berdasarkan

    prinsip dan asas keilmuan.

    Khususnya dalam bidang ilmu

    keagamaan, sikap pembaratan

    cenderung membawa suatu

    k e t e r b a t a s a n p a d a c a r a

    penalaran dan pada pokok

    pembahasan yang diterima.

    Akhirnya, dalam hal ini,

    alangkah baiknya jika kita

    berdiri pada suatu pijakan yang

    kokoh dan realistis. Di satu sisi

    k i ta bers ikap untuk t idak

    menolak secara apriori terhadap

    B a r a t , t e t a p i j u g a t i d a k

    menyerah bulat kepadanya.

    Dengan kata lain, kita harus

    m e n u m b u h k a n k e s a d a r a n

    bahwasanya ada hal-hal yang

    baik dan bermanfaat dari luar

    lingkungan dan tradisi kita

    sendiri juga dalam waktu yang

    sama menghargai cita-cita,

    ajaran, dan ideologi sendiri.

    Khazanah

    11

  • y e k h D r . Y u s u f

    SQaradhawi menegaskan dalam bukunya yang berjudul “Sunnah Maṣdaran li

    a l - H a y â h ” b a h w a s y a r a t

    terpenuhinya suatu peradaban

    terdapat pada 3 hal; agama,

    bahasa dan ilmu pengetahuan.

    Ketiga hal tersebut tentunya

    tidak akan lepas dari kandungan

    nilai-nilai. Nilai dianggap eksis

    dan dapat mempengaruhi

    berbagai wacana kehidupan.

    Pasalnya, nilai menjadi kadar

    dan skala tiap elemen dan

    d i n a m i k a k e h i d u p a n .

    Sayangnya, nilai-nilai tersebut

    kemudian mengalami bias dan

    distorsi seiring berkembangnya

    zaman.

    Sebenarnya apakah

    yang dimaksud dengan nilai itu

    sendiri dalam perspektif umum

    dan khususnya (segi bahasa)?

    Apa saja faktor-faktor penyebab

    distorsi Timur oleh Barat? Apa

    tolok ukur sebuah nilai menurut

    Timur dan Barat? Bagaimana

    Interelasi antara nilai dalam

    a g a m a , b a h a s a , d a n

    pengetahuan? Serta seperti

    apakah gaya distorsinya dan

    b a g a i m a n a c a r a m u s l i m

    mengatasinya?.

    Untuk mendapatkan

    jawaban harta karun dari

    p e r t a n y a a n - p e r t a n y a a n

    tersebut, kru majalah La Tansa

    ( K L ) m e n j u m p a i d u a

    masyayîkh kibâr Al-Azhar,

    Syekh Yusri Rusydi Jaber (N:1)

    pada Sabtu (10/2), tepatnya di

    masjid Al-Asyrof, Muqottom

    dan syekh Fathi Abdurrahman

    Hijazi (N:2) , pada Selasa

    (13/2), tepatnya di gedung

    Jurusan Basaha Arab putra,

    Darrasah. Keduanya adalah

    nara sumber yang namanya

    b e g i t u f a m i l i a r d i t e n g a h

    kalangan para pelajar di Mesir.

    Wawancara kali ini memikul

    harapan besar, di antaranya

    yaitu dapat memahamkan nilai-

    nilai Islam dan menjadikannya

    sebagai pijakan setiap langkah

    muslim.

    WAWANCARA EKSKLUSIF

    BIAS NILAI-NILAI ISLAM; PERUNTUHAN PERADABAN

    DARI PINTU BAHASAOleh : Maulina Dewi

    Hiwar

    12

  • ( KL ) Apakah pengertian

    nilai menurut perspektif

    Islam dan Barat secara

    umum, dan bagaimana

    p e n g e r t i a n n y a d a l a m

    lingkup bahasa?

    ( N:1 ) Kata nilai memiliki

    m a k n a s e g a l a h a l y a n g

    mengandung mutu di dalamnya.

    Nilai dalam perspektif Islam

    bersandar pada pengetahuan

    (ma'rifah) kita tentang Tuhan,

    Nabi, jiwa (diri sendiri) serta

    sesama (ciptaan-Nya). Ma'rifah

    tentang ke-Tuhanan ditempuh

    dengan bertauhid kepada-Nya

    dan mentaati segala peraturan-

    Nya. Ma'rifah tentang kenabian

    d i t e m p u h d e n g a n d e n g a n

    mengikuti perintah, sunah serta

    membangun cinta padanya.

    Ma'rifah tentang diri sendiri

    ditempuh dengan memahami

    penyakit yang bercengkrama

    didalamnya, sehingga kita bisa

    mengobatinya. Ma'rifah tentang

    sesama (ciptaan-Nya) ditempuh

    dengan memberikan hak-hak

    yang berupa kasih sayang,

    simpati, nasehat dsb. Nilai

    dalam Islam tidak bisa lepas dari

    syariat dan wahyu, sedangkan

    nilai di Barat hanya sebatas hasil

    penalaran manusia.

    ( N:2 ) Tertanamnya sebuah

    nilai bisa dilihat dari perilaku

    seseorang, begitupula dengan

    Bahasa. Nilai yang implisit

    d a l a m B a h a s a A r a b y a i t u

    kaidah-kaidah. Kaidah ini akan

    mengoreksi susunan sebuah

    kalimat sehingga menjadi baik

    dan benar.

    Setiap ulama sejatinya

    berperan dalam pengembangan

    Bahasa Arab dari berbagai

    ranah, seperti nahwu, ṣarf,

    dilâlah, naqd, sastra, dan

    'arûdh. Adanya semua ilmu ini

    tidak lain untuk pengembangan

    Bahasa Arab. Kaidah yang

    t e r d a p a t p a d a i l m u - i l m u

    tersebut apabila diterapkan dan

    di jadikan pedoman dalam

    b e r b i c a r a , m a k a a k a n

    menghasilkan perkataan yang

    baik dan benar. Hal ini membuat

    gentar orientalis terhadap umat

    Islam. Karena kuatnya sebuah

    ungkapan (bahasa) tidak lain

    adalah perwujudan dari kuatnya

    makna yang ada di baliknya. Dan

    (kemajuan) suatu bangsa bisa

    d i n i l a i d e n g a n k e m a j u a n

    perkembangan bahasanya.

    Allah Swt. menurunkan

    Al-Qur`an kepada bangsa Arab

    sebagai pola pendidikan bagi

    mereka. Kitab ini disampaikan

    dengan bahasa mulia, yaitu

    bahasa arab. Bahasa adalah

    pondasi sebuah pendidikan.

    Jika suatu bahasa berhasil

    d i b a n g u n , i t u a r t i n y a

    umat/bangsa juga berhasil

    dibangun. Sebaliknya, ketika

    (nilai) bahasa itu hilang, maka

    hilang pula identitas umat

    tersebut.

    ( KL ) Apakah faktor yang

    menyebabkan degradasi

    nilai dalam diri seorang

    muslim ?

    ( N:1 ) Faktor penyebab

    degradasi nilai dalam diri

    s e o r a n g m u s l i m a d a l a h

    k e b o d o h a n , k e l e n g a h a n ,

    p e n g u a s a a n s y a h w a t a t a s

    d i r inya dan t idak adanya

    panutan. Ini semua terlahir dari

    pengajaran dan hubungan yang

    kurang baik antara murid dan

    g u r u . S e l a i n i t u , k a r e n a

    lemahnya metode pengajaran

    dan penyebaran Bahasa Arab.

    Padahal dari Bahasa Arab kita

    dapat memahami wahyu dengan

    baik dan benar.

    ( KL ) Apakah faktor yang

    m e n y e b a b k a n d i s t o r s i

    nilai-nilai Bahasa Arab oleh

    para orientalis?

    ( N : 2 ) S y a i t a n t e l a h

    membisikan kepada orientalis.

    Jika mereka berhasil menjajah

    B a h a s a A r a b , m a k a a k a n

    m e n g a n t a r k a n k e p a d a

    penjajahan nilai-nilai Islam dan

    akhlaqnya. Target pelumpuhan

    bahasa yang mereka lakukan

    adalah untuk jangka panjang ke

    d e p a n . M e r e k a i n g i n

    menghancurkan umat ini secara

    perlahan-lahan. Mereka ingin

    menguasai negeri-negeri Timur

    in i mela lu i p intu bahasa ,

    s e h i n g g a m e r e k a b i s a

    menggrogoti tubuh umat ini

    sedikit demi sedikit. Di sinilah

    para pelajar dan pengajar

    b a h a s a a r a b s e y o g y a n y a

    mengambil peran yang besar

    untuk memerangi mereka.

    ( KL ) Bagaimana proses

    terjadinya distorsi Bahasa

    Arab?

    ( N:2 ) Bahasa Arab memiliki

    umur dan zaman. Dimulai sejak

    150 tahun sebelum turunnya al-

    Hiwar

    13

  • Q u r ' a n h i n g g a b e r l a n j u t

    mencapai titik puncaknya yaitu

    pada tahun 200 H. Setelah

    periode abad ke-2 hijriah ini,

    bangsa arab bercampur dengan

    bangsa asing, seperti Persia dan

    Romawi. Persia memasuki

    n e g a r a A r a b , b e g i t u p u n

    s e b a l i k n y a , b a n g s a A r a b

    m e m a s u k i n e g a r a P e r s i a .

    Berangkat dari sinilah terjadi

    bias atau distorsi bahasa.

    P a r a p a k a r b a h a s a

    menyebutkan bahwa Bahasa

    Arab stagnan pada tahun 200 H.

    Hal ini bisa dibuktikan dengan

    perkataan Ibnu Hisyam an-

    Nahwy dalam kitabnya Qaṭru

    al-Nadâ dan Syudzudzu al-

    Dzahab. Saat beliau menuliskan

    syi'r al-Mutanabby, beliau tidak

    mengatakan “wa istasyhidû

    biqauli al-Mutanabby.” Akan

    t e t a p i m e n g a t a k a n “ w a

    matsîlun lahu” (Artinya syi'r-

    syi'r milik al-Mutanabby dan

    penyair yang hidup semasanya

    tidak bisa dijadikan syawahid

    kaidah nahwu). Pada tahun

    t e r s e b u t t e l a h t e r j a d i

    percampuran Bahasa Arab

    dengan bahasa asing, sehingga

    terjadilah bias yang merusak

    beberapa kata dan maknanya.

    ( K L ) B a g a i m a n a

    perbedaan muslim dan

    Barat dalam menggunakan

    akalnya sebagai tolok ukur

    sebuah nilai?

    ( N:1 ) Muslim menggunakan

    akal untuk memahami dan

    menghafal wahyu. Sehingga

    mereka dapat menerapkan pada

    perbuatan yang menelurkan

    kemaslahatan agama dan dunia

    sesuai per iode kehidupan

    masing-masing. Sedangkan

    Barat tidak mengakui adanya

    wahyu, sekalipun mereka tidak

    dapat memahami hakikatnya.

    Mereka hanya bertumpu pada

    nalar yang tidak lain tujuannya

    untuk pencapaian materiil,

    mereka tidak mempedulikan

    k a n d u n g a n y a n g t e r s i r a t

    didalamnya. Kemudian yang

    mereka cari semata-mata untuk

    kemaslahatan dan kenikmatan

    dunia saja.

    ( KL ) Bagaimana Interelasi

    antara nilai, agama, bahasa

    dan pengetahuan?

    ( N:1 ) Islam sebagai agama

    memiliki peraturan dan undang-

    undang yang harus ditaati.

    Dalam undang-undangnya,

    muslim harus berilmu dahulu

    sebelum berbuat. Mereka harus

    bertafakkur dan bertadabbur

    saat menyerap ilmu, kemudian

    baru mewujudkannya dalam

    pengamalan (nilai-nilai) dan

    perbuatan. Muslim memahami

    ilmu dan adab (pengamalan

    nilai) dengan kaca mata wahyu,

    k a r e n a w a h y u t i d a k a k a n

    berubah dan sangat terjaga

    kemurniannya.

    Menurut Barat yang

    terpenting adalah tindakan yang

    nyata. Tidak penting bagi

    mereka mengetahui ilmu (nilai-

    nilai) apalagi mentadabburinya.

    Mereka memperhatikan hasil

    dan kuantitas, tetapi acuh

    terhadap kualitas serta akibat ke

    d e p a n n y a . M e r e k a

    m e n d a p a t k a n s e g a l a

    kesenangan tanpa bersangga

    pada ketentuan syariat. Mereka

    memuja-muja popularitas,

    reputasi, harta, percampuran

    laki-laki dan perempuan tanpa

    batas. Dalam memahami ilmu

    dan pengamalan nilai, Barat

    hanya mengandalkan nalar yang

    bisa berubah-ubah sewaktu-

    waktu.

    Untuk memahami nilai

    dan mengaplikasikannya harus

    disertai adanya pengetahuan.

    P e n g e t a h u a n m e r u p a k a n

    perantara menuju nilai. Tentu

    s a j a d i s i n i p e n g e t a h u a n

    b u k a n l a h t u j u a n , k a r e n a

    sesungguhnya pencapaian dari

    keduanya yaitu ridho Allah swt.

    ( N:2 ) Terdapat hubungan

    antara nilai dalam agama dan

    bahasa. Nilai dalam agama

    terkandung dalam akhlak.

    Agama memerintahkan kita

    u n t u k b e r b i c a r a d e n g a n

    perkataan yang baik. Apa

    “““

    Nilai dalam perspektif

    Islam bersandar pada

    pengetahuan

    (ma'rifah) kita

    tentang Tuhan, Nabi,

    jiwa (diri sendiri)

    serta sesama

    (ciptaan-Nya)

    -Syekh Yusri Rusydi Jaber-

    Hiwar

    14

  • maksud perkataan yang baik?

    Perkataan yang baik adalah

    wujud keserasian antara lisan

    dan keadaan (realita). Kita bisa

    mempelajarinya dalam ilmu

    balaghoh. Sehingga dapat kita

    s i m p u l k a n b a h w a a g a m a

    menyuruh kita untuk belajar

    bahasa. Kita tidak akan bisa

    m e m a h a m i n i l a i y a n g

    terkandung dalam agama, dari

    Al-Qur'an maupun sunnah

    kecual i dengan menekuni

    bahasa Arab.

    A l m a r h u m S y e k h

    Z u h a i r ( y a n g d a h u l u

    merekomendasikan saya untuk

    masuk ke fakultas Bahasa Arab)

    mengatakan, “Barang siapa

    ingin menjadi pakar di bidang

    ilmu tafsir, hadist, dan hukum-

    hukum syariat, hendaknya

    memasuki lewat pintu bahasa.

    Bahasa adalah kuncinya”.

    ( KL ) Bagaimana cara

    orientalis mengambil peran

    dalam pembiasan nilai-

    nilai Islam?

    ( N:1 ) Sebagian dari mereka ada

    yang mengangkat nilai dalam

    Islam ke meja pembahasan saja,

    tetapi sebagian lainnya ada yang

    m e n y e l u n d u p k a n v i r u s .

    Penyelundupan ini tentunya

    d a p a t m e n c e m a r k a n

    p e m a h a m a n m u s l i m y a n g

    awam. Ilmu adalah cahaya

    pemahaman yang benar agar

    mencapai sebuah pengetahuan.

    Kita harus bisa membedakan

    antara ilmu dan pengetahuan.

    Pengetahuan bisa didapatkan

    dari berbagai buku rujukan.

    T e t a p i k i t a t i d a k b i s a

    m e n g a t a k a n b a h w a b u k u

    rujukan tersebut (sama maqam-

    nya dengan) seorang al im

    ( p a k a r ) . M a k a d a r i i t u ,

    hendaknya kita menyerap ilmu

    dari seorang guru.

    T a r g e t d i s t o r s i n y a

    dimulai dengan melumpuhkan

    Bahasa Arab, menjauhkan umat

    dari hafalan Al-Qur'an, dan

    penyebaran metode pengajaran

    yang didirikan atas asumsi dan

    spekulasi. Seperti, format soal

    ujian yang disodorkan dengan

    p i l i h a n g a n d a . M e r e k a

    mengajarkan bahwa ilmu bisa

    diraih dengan asumsi, bukan

    didasarkan atas keyakinan.

    Sebal iknya, musl im harus

    memahami ilmu secara detail,

    bahkan jika memang ia tidak

    tahu, maka ia harus mengatakan

    “saya tidak tahu”.

    ( N:2 ) Or ienta l is ingin

    menguasai umat Islam ini

    dengan menjadikan bahasa

    Arab sebagai bulan bulanan.

    Bahasa adalah wujud dari umat

    itu sendiri. Maka tidak heran,

    j i k a p a r a u l a m a s a n g a t

    memperhatikan bahasa ini,

    karena Al-Qur'an diturunkan

    dengan bahasa Arab.

    Sebenarnya sasaran

    belajar bahasa bukan sekedar

    mengetahui aturan linguistik

    dari setiap kaidah. Fâ'il harus

    marfû', maf'ûlun bih harus

    mansûb , ism stelah huruf jar

    harus majrûr dsb. Tujuan

    belajar bahasa adalah supaya

    dapat mengoreksi makna yang

    terkandung dalam jiwa. Jika

    makna yang dikeluarkan dalam

    jiwa seseorang kuat, maka

    dipastikan orang tersebut juga

    kuat. Karena sesungguhnya

    manusia itu cerminan makna

    yang tertanam di dalam jiwanya.

    Orientalis meyakini

    b a h w a c a r a m e m p o r a k

    porandakan umat Islam, yaitu

    d e n g a n m e n g h a n c u r k a n

    bahasanya. Mereka membaca

    Al-Qur`an, menghafal, meneliti

    hanya untuk mencari ayat-ayat

    mutasyabih. Namun di sisi lain

    mereka mendapat i bahwa

    Bahasa Arab tetap melekat pada

    diri mereka yang selalu menjaga

    ke-shohîh-annya.

    ( KL ) Bagaimana langkah

    k i t a m e n g h a d a p i

    p e m b i a s a n n i l a i y a n g

    m e n y e r a n g g e n e r a s i

    muslim sekarang ini ?

    ( N:1 ) Cara menanggulanginya

    dengan menghadirkan teladan

    yang baik, pengajaran, serta

    faham sejarah dan kisah-kisah

    para nabi terdahulu. Merekalah

    yang mengetahui hakikat Allah

    swt . Dengan mempela jar i

    sejarah umat terdahulu kita

    dapat mengambil pelajaran baik

    dan mencegah kita terjerumus

    ke dalam jurang kesalahan yang

    s a m a . S e l a i n i t u , c a r a

    m e n g a t a s i n y a d e n g a n

    penguasaan bahasa Arab .

    B a h a s a A r a b a k a n

    mempermudah muslim dalam

    memahami manuskrip kuno

    (turats). Kemudian, kita juga

    Bersambung ke halaman 46

    Hiwar

    15

  • Hujjatul Islam dan Perannya dalam Pergerakan Reformasi Umat

    Oleh : Nila Fariyyal Muna

    b u H a m i d

    A M u h a m m a d b i n M u h a m m a d a l -Ghozali, lahir di Thus, Iran pada

    tahun 450 Hijriyah. Ia terlahir di

    lingkungan keluarga kurang

    m a m p u , a y a h n y a a d a l a h

    seorang yang tidak diragukan

    kesalehannya. Ia selalu berdoa

    agar Allah mengaruniai anak

    yang fakih dalam agama untuk

    m e n y e r u k e p a d a A l l a h ,

    kemudian Allah mengaruniai

    dua putra yang saleh, Abu

    Hamid Muhammad dan Ahmad.

    S e b a g a i i k h t i a r u n t u k

    menjadikan kedua anaknya

    s a l e h , s a n g a y a h

    mempercayakan pendidikan

    keduanya kepada seorang sufi

    dan menitipkan sejumlah uang

    untuk biaya hidup mereka. Saat

    sang ayah meninggal dan sang

    g u r u t i d a k m a m p u l a g i

    membiayai kehidupan mereka,

    ia memberikan saran kepada

    mereka agar pergi ke madrasah

    niẓậmiyah di Baghdad untuk

    mencari ilmu dan mendapat

    kehidupan yang layak. Setelah

    beberapa lama menimba ilmu di

    m a d r a s a h n i ẓ ậm i y a h i a

    b e r k a t a , “ K a m i d a h u l u

    menuntut ilmu bukan karena

    Allah (namun karena ingin

    m e n d a p a t k e h i d u p a n d a n

    Figur

    16

  • pendidikan layak), sekarang

    kami tidak akan menuntut ilmu

    kecuali karena Allah” (Salih al-

    Syami, 2002: 19).

    S e j a k k e c i l , I m a m

    Ghozali telah mempelajari ilmu

    fikih di Thus kepada seorang

    g u r u b e r n a m a A h m a d a l -

    Razkani, kemudian dilanjutkan

    kepada Abu Nasr al-Isma'il di

    Jurjan, lalu Imam Haramain di

    Naisabur. Minatnya yang besar

    terhadap beberapa bidang imu

    seperti ushuludin, mantiq, usul

    fikih, filsafat, dan fikih bersama

    k e e m p a t m a d z h a b n y a

    menjadikannya mahir dalam

    bidang-bidang tersebut. Karena

    kepandaiannya tersebut, ia

    dilantik menjadi mahaguru di

    Madrasah Niẓhamiyah saat

    usianya baru menginjak 34

    tahun.

    Saat Imam Ghozal i

    mencapai masa kejayaannya,

    n a m a n y a m e n j a d i s a n g a t

    m a s y h u r d i k a l a n g a n

    masyarakat, hidupnya juga

    dikelilingi harta melimpah, serta

    dihormati oleh semua orang.

    Namun begitu, keinginannya

    untuk menuntut ilmu tak pernah

    s u r u t s e d i k i t p u n . D a l a m

    perjalanan hidup yang diisi

    dengan membaca buku dan

    m e n c a r i k e b e n a r a n , i a

    menemukan bahwa tidak ada

    cara lain untuk menggapai

    kebahagiaan akhirat selain

    dengan takwa, dan menjauhkan

    diri dari hawa nafsu serta

    menjauhi segala hal yang

    bersifat duniawi. Dan semua itu

    tidak akan tercapai kecuali

    dengan meninggalkan harta,

    kemuliaan dan segala kesibukan

    yang mengarah kepada sifat

    serakah.

    Saat itu, sang Hujjatul

    Islam dilanda rasa takut dan

    bimbang. Ia takut bila niatnya

    selama ini dalam menuntut ilmu

    adalah bukan karena Allah, serta

    bimbang akan keputusannya

    untuk meninggalkan karir di

    Baghdad. Hingga pada suatu

    hari, ia pergi mengajar untuk

    memperbaiki keadaan hatinya.

    P a d a s a a t i t u p u l a l a h

    kejanggalan terjadi, lidahnya tak

    dapat digerakkan, mulutnya tak

    dapat berucap, dan ia hanya

    terdiam seribu kata. Dengan

    kejadian itu yakin bahwa tidak

    ada kekuatan melainkan dari

    Al lah. Se jak i tu , bulat lah

    tekadnya untuk meninggalkan

    Baghdad untuk berzuhud.

    S e t e l a h b u l a t

    k e p u t u s a n n y a u n t u k

    meninggalkan Baghdad, Imam

    Ghozali pergi ke Syam dan

    bermukim di sana selama 10

    tahun. Dalam masa uzlahnya

    tersebut, ia mengisi hari-harinya

    dengan bermunajat kepada

    Allah, dan membersihkan hati,

    serta memerangi hawa nafsu.

    Dalam kurun waktu ini pula, ia

    m e n c i p t a k a n k a r y a y a n g

    membuat takjub umat manusia

    yang diberi nama “Ihyâ 'Ulûm

    al-Dîn”. Fase ini dinyatakan

    s e b a g a i f a k t o r y a n g

    menyebabkan perubahan besar

    dalam hidup sang penulis buku

    ”Tahậfutu al-Falậsifah” ini. (Ali

    al-Salabi, 2017:14).

    S e t e l a h m e n j a l a n i

    rihlah yang panjang dalam

    menuntut ilmu, ia menemukan

    b e b e r a p a f a k t o r y a n g

    menimbulkan kebimbangan

    umat manusia pada zamannya

    dalam mencari kebenaran.

    Beberapa faktor tersebut di

    antaranya adalah penggunaan

    beberapa kosakata dalam al-

    Qur'an dan hadits yang tidak

    s e s u a i d e n g a n m a k n a

    a u t e n t i k n y a , s e h i n g g a

    menyebabkan pemahaman yang

    berbeda terhadap beberapa

    kosakata tersebut antara zaman

    dahulu dan sekarang. Ia bahkan

    menjelaskan permasalahan ini

    dalam karyanya “Ihyâ 'Ulûm al-

    Dîn” dalam satu bab khusus.

    B e b e r a p a k o s a k a t a y a n g

    mengalami penyimpangan

    makna antara lain: al-fiqh, al-

    'ilm dan al-tauhîd.

    Al-fiqh pada awalnya

    dimaknai sebagai ilmu yang

    mengingatkan manusia kepada

    akhirat, mempelajari penyebab

    rusaknya amal ibadah dan

    menjadikan kita takut akan

    murka Allah karenanya. Namun

    kalimat tersebut pada zaman

    sekarang sangat identik dengan

    cabang-cabang permasalahan

    fikih yang membingungkan dan

    perbedaan pendapat, serta

    hafalan beberapa kaidah yang

    b e r h u b u n g a n d e n g a n

    p e r m a s a l a h a n t e r s e b u t .

    S e d a n g k a n a l - ' i l m u y a n g

    Bersambung ke halaman 46

    Figur

    17

  • Di sebuah kantor, ketika

    jam telah menunjukkan waktu

    shalat dzuhur seorang karyawan

    masih sibuk di depan meja

    kerjanya. Setelah satu jam

    berlalu barulah ia pergi ke

    mushala untuk menunaikan

    shalat setelah itu ia bergegas

    pergi untuk menatap layar

    komputernya lagi. Di kemudian

    hari sang karyawan mendapat

    panggilan untuk menghadap

    pimpinan perusahaan. Ia

    mempersiapkan diri dengan

    sebaik mungkin. Mulai dari

    penampilan, kecakapan dan lain

    seterusnya. Bahkan ia rela

    d a t a n g l e b i h a w a l d a n

    menunggu datangnya sang

    pimpinan. Akan tetapi berbeda

    h a l n y a k e t i k a h e n d a k

    menunaikan shalat, ia hanya

    pergi ke mushala tanpa ada

    pers iapan. Shalat yang ia

    lakukan seakan-akan hanya

    u n t u k m e n g g u g u r k a n

    kewajibannya sebagai seorang

    muslim.

    Seringkali seseorang

    bisa bertahan berjam-jam di

    depan layar handphone akan

    tetapi ketika mengikuti shalat

    berjamaah selama setengah jam

    bahkan berjam-jam ia tak

    sanggup. Ketika sedang shalat

    jasad berdiri di atas sajadah,

    akan tetapi bisa jadi sang hati

    sedang berada di tempat lain

    hingga terkadang ia lupa berapa

    jumlah rakaat yang sudah

    dilakukan. Saat itu seakan-akan

    hanya anggota gerak saja yang

    i k u t s h a l a t b e r j a m a ' a h

    sedangkan hatinya tidak.

    J i k a k i t a m e r u n t u t

    kembali kepada zaman rasul dan

    para sahabat betapa mereka bisa

    bertahan lama dalam shalat

    mereka. Mereka menikmati tiap

    gerakan shalat dengan khusyuk

    seo lah tak pedul i dengan

    keadaan dunia di sekitarnya.

    Suatu hari di zaman

    Rasulullah Saw. tepatnya dalam

    pertempuran Dzat Ar-riqâ' dua

    orang dari pasukan muslim

    di tugaskan untuk ber jaga

    malam. Salah seorang dari

    mereka berasal dari kaum

    M u h a j i r i n y a n g b e r n a m a

    Ammar bin Yasir dan orang yang

    kedua berasal dari kaum Anshar

    yang bernama Abbad bin Bisyr.

    Keduanya bersepakat bahwa

    yang berjaga pertama adalah

    Abbad dan Ammar berjaga

    ketika hati tak ikut shalat berjama’ah

    Oleh : Alfa Rosida

    Oase Hikmah

    18

  • setelahnya. Ketika berjaga

    setelah merasa kondisi sudah

    aman, Abbad menunaikan

    shalat malam. Ternyata ada

    seorang musuh yang mengintai

    dan kemudian melesatkan anak

    panah tepat di tubuh Abbad

    yang sedang shalat. Seketika ia

    mencabut anak panah tersebut

    dan melanjutkan shalatnya

    k e m u d i a n s a n g m u s u h

    melepaskan anak panah kedua

    k a l i n y a d a n A b b a d t e t a p

    melakukan hal yang sama. Sang

    musuh merasa heran dan

    akhirnya memanah untuk ketiga

    ka l inya dan Abbad masih

    melanjutkan shalatnya. Hingga

    setelah selesai shalat Abbad

    membangunkan Ammar yang

    sedang tidur. Setelah bangun

    Ammar terkejut melihat Abbad

    yang telah bersimbah darah di

    tubuhnya. Lalu ia menanyakan

    m e n g a p a A b b a d t i d a k

    menghentikan shalatnya ketika

    ia tertusuk panah. Abbad

    m e n j a w a b i a t i d a k

    menghentikannya karena ia

    sedang membaca ayat-ayat

    Allah Swt. dan menikmatinya

    hingga ia enggan memutusnya.

    Dan jika bukan karena amanah

    u n t u k m e l i n d u n g i n a b i

    Muhammad Saw. dan kaum

    muslimin ia akan membiarkan

    musuh membunuhnya hingga ia

    s e l e s a i s h a l a t . B e g i t u l a h

    kehusyukan para sahabat ketika

    sudah hanyut dalam shalat

    mereka.

    Lalu mengapa para

    sahabat bisa menikmati shalat

    mereka? Bagaimana caranya

    agar kita bisa mengerjakan

    shalat seperti mereka?

    Bisa jadi kita belum bisa

    melakukannya karena kita

    belum memahami makna shalat

    yang sesungguhnya. Secara

    bahasa shalat diartikan sebagai

    doa, sedangkan menurut istilah

    shalat adalah ibadah yang

    diawali dengan Takbiratul

    ihram dan diakhiri dengan

    salam dengan syarat dan rukun

    yang telah di tetapkan dalam

    syari'at. Selain itu shalat adalah

    ibadah yang paling utama bagi

    seorang muslim, sebagaimana ia

    adalah satu-satunya ibadah

    yang diperintahkan dalam

    peristiwa Isra' dan Mi'raj

    d i m a n a s a a t i t u n a b i

    Muhammad Saw. naik ke langit

    ke tujuh untuk menerima

    perintah dari Allah Swt. secara

    langsung. Dan masih banyak lagi

    keutamaan -keutamaan yang

    terdapat pada ibadah yang satu

    ini.

    Namun di samping

    pengertian shalat yang telah

    disebutkan, ada hal lain yang

    tak kalah penting untuk

    dipahami. Shalat adalah

    pertemuan kita dengan tuhan

    kita. Karena itulah kita harus

    menyadari siapa kita dan

    siapa tuhan kita −Dialah yang

    menghidupkan , mematikan

    memberi rezeki, dan yang

    paling berkuasa atas diri

    kita− dengan begitu kita bisa

    tahu seberapa pentingnya

    pertemuan itu dan persiapan

    sepert i apa yang harus

    dilakukan sebelumnya. Dan

    jika kita ingin menikmati

    sebuah pertemuan, kita harus

    bisa mengambil hati orang

    yang kita temui dan berbicara

    santai untuk menumbuhkan

    keakraban dan kedekatan.

    Dengan begitu kita bisa

    b e r t a h a n l a m a d a l a m

    p e r t e m u a n i t u t a n p a

    menyadari berapa banyak

    w a k t u y a n g t e l a h

    terlewatkan.

    Jika suatu pertemuan

    adalah pertemuan yang

    i n d a h , m a k a a k a n j a d i

    pertemuan yang dirindukan

    d a n d i n a n t i - n a n t i k a n .

    L a y a k n y a p e r t e m u a n

    s e s e o r a n g d e n g a n

    kekasihnya. Mungkin seperti

    itulah gambaran shalatnya

    nabi dan para sahabat yang

    bisa sangat khusyuk dalam

    shalatnya.

    J i k a k i t a t e l a h

    memahami dan menyadari

    m a k n a s h a l a t y a n g

    sesungguhnya, semoga kita

    bisa mengamalkan shalat

    dengan baik, menikmati,

    meresapi, menjalaninya

    d e n g a n h a t i d a n t i d a k

    menganggapnya sebagai

    beban agar mendapatkan

    manfaat yang nyata dari

    s h a l a t y a n g t e l a h k i t a

    kerjakan. Wallahu a'lam bi

    al-Ṣawâb.

    Oase Hikmah

    19

  • aman bukan lagi negara

    Yyang asing didengar bagi para penuntut i lmu islami, ia adalah sebuah negara

    di jazirah Arab, tepatnya di Asia

    Barat Daya. Sebagian besar

    k e t u r u n a n o r a n g A r a b d i

    Indonesia berasal dari negara

    ini. Negara yang berpenduduk

    s e k i t a r 2 3 j u t a j i w a i n i

    merupakan satu-satunya negara

    d i j a z i r a h A r a b y a n g

    menggunakan sistem Republik.

    (Wikipedia)

    � Pada Februari 2004, Yaman dibagi menjadi dua

    p u l u h k e g u b e r n u r a n

    ( m u h â f a d z â t ) , d a n s a t u

    kotamadya yang disebut dengan

    “Amanat al-Ashimat” yang

    berisi ibu kota Sana'a. Di salah

    satu provinsi Hadhramaut

    tepatnya di kota al-Mukalla,

    terdapat sebuah kantor pusat

    universitas yang mempunyai

    c i t a - c i t a t i n g g i y a i t u

    menyatukan paham agama yang

    berhaluan Ahlu as-Sunnah wa

    al-Jama'ah, itulah Universitas

    al-Ahgaff.

    � U n i v e r s i t a s i n i didirikan oleh al-'Allamah al-

    Habib Mahfudz bin Abdullah al-

    Haddad. Beliau adalah salah

    satu murid dari Sayyid 'Allamah

    Abdullah bin Umar as-Syathiri.

    Kepada syekh inilah beliau

    menimba ilmu syariat di Rubat

    Tarim, dan saking sayangnya

    sang syekh kepada muridnya

    hingga diberi nama panggilan

    ayahnya, Mahfudz, dengan

    harapan agar Allah seantiasa

    menjaga dari penderitaan.

    � Prosesi akademisnya r e s m i d i m u l a i s e t e l a h

    mendapatkan surat keputusan

    dari menteri pendidikan Yaman

    nomor: 05/1994. Di usianya

    y a n g m a s i h c u k u p m u d a ,

    universitas ini tidak dipandang

    sebelah mata, terbukti dengan

    diakuinya keberadaan sebagian

    dari keanggotaannya oleh

    Persatuan Universitas Arab

    ( I i i t h a d a l - J a m i ' a t a l -

    'Arabiyah).

    � Tidak berbeda dengan lembaga atau universitas-

    universitas lainnya, Al-Ahgaff

    j u g a m e m p u n y a i t u j u a n

    tersendiri dalam memajukan

    pendidikan Islam. Didirikannya

    universitas ini sebagai langkah

    Yaman dan

    Universitas Al-Ahgaff

    yang MenduniaOleh : Nurman Haris

    Dunia Kampus

    20

  • awal langkah nyata dari ide-ide

    cemerlang yang mengkristal

    dalam satu tujuan utama yaitu

    membangun sarana pendidikan

    Islam yang bermanfaat dan

    berkualitas bagi ummat muslim

    dunia. Dengan pola pendidikan

    yang mampu mencetak kader

    insan yang prospektif dan

    mumupuni dalam segala aspek

    kehidupan yang berasaskan ruh

    Islami. Serta menyebarluaskan

    f a h a m k e a g a m a a n y a n g

    berhaluan ahlussuunnah wa al-

    Jama'ah.

    K a n t o r p u s a t

    Universitas al-Ahgaff bertempat

    di Kota al-Mukalla, Ibu Kota

    Provinsi Hadhramaut, Republik

    Yaman. Sejumlah komponen

    yang dimilikinya seperti gedung

    fakultas, language center atau

    gedung persiapan mahasiswa

    baru dan gedung rektorat,

    semuanya berada di kota yang

    terletak di ujung semenanjung

    Arab tersebut. Namun, gedung

    Fakultas Syariah dan Hukum

    saja yang berada di Kota Tarim.

    Hal ini dikarenakan demi

    t e r w u j u d n y a p e n d i d i k a n

    Syariah yang tidak terpusat di

    bangku kuliah saja, akan tetapi

    bersentuhan langsung dengan

    lingkungan dan kultur yang

    m e n d u k u n g k e a r a h

    k e s e m p u r n a a n h a s i l

    pendidikannya, mengingat

    k e m a s y h u r a n K o t a T a r i m

    sebagai kota ilmu dan ulama.

    Adapun ulama yang berasal dari

    Tarim di antaranya: Habib

    Sal im asy-Syathir i , Habib

    Abdullah bin Syihab, Habib

    Umar bin Hafidz, dan Habib Ali

    al-Jufri.

    Di samping itu, faktor

    h i s t o r i s j u g a m e m o t i v a s i

    ditempatkannya fakultas ini di

    Kota Tarim. Sebagaimana yang

    telah kita ketahui bersama,

    bahwa dari Kota Tarim inilah

    Islam di berbagai belahan dunia

    seperti Asia dan Afrika dapat

    menyebar dan berkembang

    pesat.

    � D a n a t a s b e b e r a p a pertimbangan, sejak tahun

    akademik 2010-2011 aktivitas

    perkuliahan semester 1 dan 2

    a t a u m u s t a w â a w w a l d i

    tempatkan di gedung pusat Kota

    al-Mukalla.

    � M a s a k u l i a h d i Universitas al-Ahgaff secara

    umum dapat ditempuh normal

    selama sepuluh semester atau

    lima tahun dan maksimal tujuh

    tahun. Hal ini berlaku untuk

    Fakultas Syariah dan Hukum,

    Fakultas Sastra dan Fakultas

    Dirasah Islamiyah. Adapun

    fakultas lainnya seperti Fakultas

    Teknik, Fakultas Ekonomi, serta

    Fakultas Ilmu dan Teknologi

    maksimal delapan tahun.

    Kegiatan perkuliahan

    dilaksanakan setiap hari, kecuali

    hari Jumat dan hari l ibur

    n a s i o n a l . W a k t u k u l i a h

    normalnya dimulai pukul 08.00

    sampai pukul 13.00. akantetapi

    penetapan waktu kuliah pun

    bisa berubah sesuai dengan

    jadwal mata kuliah yang bersifat

    kondisional sesuai ketentuan

    pihak fakultas masing-masing.

    Terkadang fakultas tertentu

    menetapkan jadwal pada sore

    atau malam hari.

    Secara umum, bahasa

    Arab adalah bahasa pengantar

    dalam perkuliahan, tetapi bukan

    satu-satunya bahasa yang

    digunakan di universitas ini.

    S e s u a i k e t e t a p a n m a j e l i s

    universitas, sebagai dewan

    tertinggi, universitas al-Ahgaff

    memperkenankan penggunaan

    bahasa non-Arab pada sebagian

    mata kuliah selain ilmu agama,

    seperti sebagian mata kuliah

    f a k u l t a s t e r t e n t u y a n g

    m e n g g u n a k a n p e n g a n t a r

    Bahasa Inggris.

    Para mahasiswa dan

    alumnus asal Indonesia juga

    memiliki media online yaitu

    R a d i o H i m m a h F M y a n g

    didedikasikan sebagai wahana

    dakwah dan komunikasi kepada

    umat . Untuk memper luas

    jangkauannya, Radio Himmah

    te lah menja l in ker jasama

    dengan beberapa studio radio

    swasta di tanah air dan telah

    berhasil menjaring pendengar

    setia dari berbagai belahan

    dunia.

    Selain i tu, Asosiasi

    Mahasiswa Indonesia (AMI) Al-

    Ahgaff yang berpusat di Kota

    T a r i m j u g a b e r u s a h a

    memberikan informasi aktual

    seputar universitas, aktivitas

    mahasiswa, dan hal–hal lain

    yang bersifat akademis melalui

    blogsite resminya.

    Dunia Kampus

    21

  • e t i a p y a n g p e r n a h

    S menginjakan kaki di P o n d o k M o d e r n Darussalam Gontor (PMDG)

    tentunya tidak asing dengan

    slogan ini. Dan akan sangat naif

    jika kita mengartikan bendera

    Gontor dengan selembar kain

    r a j u t a n y a n g t e r d i r i d a r i

    beberapa pola dan warna. Maka

    arti yang dimaksud pastinya

    lebh memiliki makna esensial

    yang menjadi cerminan jati diri

    suatu kelompok, bahkan tidak

    jarang bendera diartikan juga

    s e b a g a i i d e n t i t a s s u a t u

    kelompok.

    Maka identitas seperti

    apa yang menjadi ciri khas

    PMDG? Apakah dengan usia

    yang kini telah menginjak lebih

    dari 90 tahun? Atau dengan

    jumlah santri yang kini telah

    melebihi angka 20.000? atau

    dengan puluhan bangunan

    menjulang yang kini telah

    menghiasi pelataran pondok?

    Bagi sebagian kalangan yang

    hanya melihat PMDG dari luar

    tanpa pernah menghirup dan

    merasakan miliu kehidupan di

    Gontor rasanya kesimpulan

    seperti diatas bisa diterima.

    Akan tetapi lain hal

    dengan santri PMDG, yang telah

    m e r a s a k a n p a h i t m a n i s

    GONTOR DAN PANCAJIWA (Menjawab Dekadensi Moral Masyarakat)

    Oleh : Albi Tisnadi

    “Walaupun dunia terbakar bendera Gontor harus tetap berkibar”

    Syi’aruna

    22

  • p e n d i d i k a n d i d a l a m n y a .

    Mereka akan menyimpulkan

    bahwa bendera Gontor adalah:

    Nilai, filsafat dan cita-cita. Jadi

    sejatinya yang tetap berkibar

    lebih dari 90 tahun dan telah

    melewati berbagai cobaan dan

    ujian itu adalah nilai, filsafat dan

    cita-cita yang terus dijunjung

    oleh setiap oleh kyai, guru dan

    santri serta setiap orang yang

    turut serta membangun dan

    memajukan Pondok.

    D i s a a t i n s t i t u s i

    pendidikan yang seumuran

    mulai berguguran -jika tidak

    berguguran maka bisa dikatakan

    tetap hidup tapi segan untuk

    bergerak dan berkembang,

    P M D G m a s i h t e t a p e k s i s

    tumbuh mengarungi zaman.

    Sampai di sini tentu timbul

    pertanyaan di benak kita semua,

    a p a f o r m u l a n i l a i y a n g

    d i g a u n g k a n o l e h P M D G

    sehingga dapat terus mengawal

    institusinya tetap dinamis di

    s e g a l a z a m a n . S e b e l u m

    menjawab itu semua, mari kita

    mengenal sosok di balik nilai,

    filsafat dan cita-cita PMDG,

    m e r e k a d i k e n a l d e n g a n

    Trimurti.

    Tiga bersaudara pendiri

    PMDG tersebut adalah, K.H

    Ahmad Sahal (w:1977), K.H

    Imam Zarkasyi (w:1985) dan

    K.H Zainuddin Fanani (w:1967).

    Dari pengalaman dan keilmuan

    mereka lahirlah nilai-nilai abadi

    yang tertuang dalam Panca Jiwa

    PMDG. Panca jiwa adalah nilai

    yang mendasari jiwa kehidupan

    pondok:

    1. Jiwa Keikhlasan

    Dalam kitab Ayyuhal

    Walad Imam Ghazali memberikan

    definisi yang indah tentang

    keikhlasan; melakukan sesuatu

    hanya karena Allah ta'ala, tidak

    berbunga hati dengan pujian dan

    tidak ambil hati dengan makian.

    Jiwa seperti ini tercipta di PMDG,

    sikap kiai yang tidak pilih kasih

    dan rela mengajarkan ilmu tanpa

    harap imbalan dari santri. Sikap

    serupa juga ditunjukan oleh para

    santri yang ikhlas dididik dengan

    segala konsekuensi, taat dan patuh

    dengan segala instrukri kyai dan

    guru-gurunya. Kedua elemen kiai

    (guru) dan santri (murid) saling

    mengikhlaskan diri lillâhi ta'âlâ

    untuk mendidik dan dididik.

    Tanpa ada tendensi dan tekanan

    dari siapapun.

    2. Jiwa kesederhanaan

    Jiwa kesederhanaan di

    PMDG bukan berarti melarat dan

    miskin. Ia lebih bermakna cukup

    (qana'ah) t idak berlebihan.

    Sederhana disini tidak berarti

    pasif dan menerima keadaan

    tanpa usaha untuk lebih. Justru

    dalam jiwa kesederhanan itu

    terdapat nilai-nilai kekuatan,

    kesanggupan, ketabahan dan

    p e n g u a s a a n d i r i d a l a m

    menghadapi perjuangan hidup.

    3. Jiwa Berdikari

    B e r d i r i d i a t a s k a k i

    sendiri atau jiwa mandiri di

    zaman globalisasi seperti saat ini

    menjadi syarat sebuah lembaga

    dapat terus bertahan. Dari sisi

    finansial PMDG berusaha untuk

    mencukupi kebutuhannya

    dengan berbagai badan usaha

    yang dikelola oleh santri dan

    guru. Selain sebagai sarana

    k e m a n d i r i a n l e m b a g a ,

    penugasan untuk mengurusi

    badan usaha dapat mendidik

    para santri dan guru untuk bisa

    m e n g e l o l a k e u a n g a n ,

    pemasaran dan pelayanan

    terhadap masyarakat.

    D a l a m m e n g e l o l a

    pondok, santri diwajibkan untuk

    membayar sejumlah iuran demi

    k e l a n c a r a n a k t i v i t a s d a n

    pembangunan. Inilah yang

    d i s e b u t z e l p b e r d r u i p i n g

    s y s t e e m ( s a m a - s a m a

    memberikan iuran dan sama-

    sama memakai). Oleh karena

    itu, pondok tidak bersikap kaku

    untuk menolak bantuan dari

    berbagai pihak. Telapak tangan

    pondok akan tetap terbuka bagi

    s i a p a s a j a y a n g h e n d a k

    m e m b a n t u p o n d o k d e m i

    kemajuan pendidikan Islam.

    4 . J i w a U k h u w w a h

    Islamiah

    Slogan perekat umat

    yang tersemat pada PMDG

    memang sudah ditanamkan oleh

    pondok dan telah dimasukkan

    ke dalam metode pendidikan

    yang digunakan. Sistem asrama

    yang digunakan memberikan

    n u a n s a k e b e r s a m a a n

    (ukhuwwah) yang erat di antara

    santri. Selain itu berbagai

    organisasi dan kepanitiaan yang

    dipercayakan kepada santri juga

    membiasakan diri mereka untuk

    melebur bersama memberikan

    Syi’aruna

    23

  • gagasan dan masukan demi

    lancarnya sebuah acara.

    S e j a k a w a l p o n d o k

    didirikan, Trimurti PMDG telah

    melarang para santri untuk aktif

    di organisasi di luar PMDG, hal

    ini dimaksudkan agar santri

    tidak terkotak-kotakan sehingga

    misi untuk merekatkan umat

    tidak dapat digapai. Meskipun

    setelah keluar dari pondok, para

    guru dan kiai tidak lagi melarang

    para santrinya untuk aktif di

    berbagi lini masyarakat.

    5. Jiwa Bebas

    Sejak awal periodenya,

    Islam telah menganjurkan

    untuk terbebas dari segala

    bentuk perbudakan. Seringkali

    pimpinan PMDG sekarang, K.H

    H a s a n A b d u l l a h S a h a l

    mengumbar dalam berbagai

    pidatonya bahwa keselarasaan

    p e m i k i r a n s e m u a p o n d o k

    pesantren adalah terbebas dari

    penjajahan baca:perbudakan.

    Hal ini mengindikasikan bahwa

    hanya dengan jiwa bebas dan

    merdeka seseorang bahkan

    s e b u a h l e m b a g a d a p a t

    berkembang. Jika masih di

    bawah kepentingan golongan,

    kelompok dan ideologi tertentu

    maka pondok dipastikan akan

    stagnan dan lama kelamaan

    akan mati.

    J i w a b e b a s a k a n

    menjadikan santri berjiwa besar

    dan optimis dalam menghadapi

    segala kesulitan. Hanya saja

    dalam kebebasan ini seringkali

    ditemukan unsur-unsur negatif,

    yaitu apabila kebebasan itu

    d isa lahgunakan, sehingga

    terlalu bebas (liberal) dan

    berakibat hilangnya arah dan

    tujuan atau prinsip. Karena

    sejatinya setiap kebebasan

    s e s e o r a n g t e r b a t a s i o l e h

    k e b e b a s a n o r a n g l a i n .

    Hurriyyatul mar'i mahdûdatun

    bihurriyyati ghoirihi. Maka

    k e b e b a s a n i n i h a r u s

    dikembalikan ke aslinya, yaitu

    bebas di dalam garis-garis yang

    p o s i t i f , d e n g a n p e n u h

    tanggungjawab; baik di dalam

    kehidupan pondok pesantren itu

    s e n d i r i , m a u p u n d a l a m

    kehidupan masyarakat.

    Akhir kata, dekadensi moral

    masyarakat saat ini sejatinya

    bermula dari distorsi nilai

    pendidikan yang tercemari niat

    dan kepentingan yang tidak

    sejalan dengan nilai pendidikan

    itu sendiri. Maka perlu sedari

    dini untuk disadari bahwa untuk

    membangun masyarakat perlu

    lembaga pendidikan yang sadar

    akan nilai-nilai kehidupan

    Islam. Dalam hal ini PMDG

    t e l a h b e r u s a h a u n t u k

    mengkultuskan ni la i-ni la i

    tersebut dan mewariskannya

    dalam bentuk Panca Jiwa. Dari

    nilai keislaman yang murni ini

    akan lahir generasi muslim yang

    unggul dan mampu bersaing di

    kancah global. Wallahu a'lam.

    Syi’aruna

    24

  • anusia tidak akan

    M pernah terlepas dari berkata-kata. Karena kata 'nâtiq' dalam

    definisi insan (hayawân nâtiq),

    juga mengindikasikan makna

    ' n u t q ' y a n g b e r m a k n a

    'berbicara'. Berkata ataupun

    berbicara selalu mengharuskan

    dua hal; lafadz dan makna,

    karena dengannyalah perkataan

    akan terbentuk. Adapun bahasa,

    ia merupakan perantara dalam

    berinteraksi antar-manusia,

    sebagaimana definisi Ibnu Jinni

    (w. 392 H) yang mengatakan

    bahwa bahasa adalah: “lafadz-

    lafadz yang diperuntukan setiap

    k a u m a k a n m a k s u d d a n

    tujuannya.”

    Dalam pandangan al-

    Khattabi, sebuah perkataan

    akan tercipta karena adanya tiga

    hal; tegaknya lafadz, adanya

    k a n d u n g a n m a k n a d a n

    keterkaitan antara keduanya.

    Maka hubungan erat antara

    lafadz dan makna tak bisa

    d i p i s a h k a n d a r i s e b u a h

    perkataan. Walaupun secara

    k a s a t m a t a , p e m b a h a s a n

    keduanya adalah hal yang

    bersifat apriori (dorûriy), atau

    dapat diketahui oleh seseorang

    t a n p a h a r u s b e r i f k i r d a n

    bernalar (nazhar). Orang yang

    m e l o n t a r k a n k a t a “ z a i d ” ,

    misalnya, secara tidak langsung

    ia telah mengetahui bahwa Zaid

    a d a l a h l a f a d z y a n g

    menunjukkan pada 'laki-laki

    balig dari bani Adam yang diberi

    nama Zaid', sebagai maknanya.

    N a m u n t i m b u l

    pertanyaan, antara lafadz dan

    makna manakah yang lebih

    bersifat penting dan prinsipil?

    Karena tidak sedikit mereka

    yang berselisih hanya karena

    perbedaan lafadz ataupun

    makna. Dalam hal ini Abu Hilal

    A l - A s k a r i ( w . 3 9 5 H )

    mengatakan bahwa keduanya

    sangatlah penting. Karena

    dalam setiap makna, ada lafadz

    y a n g m e w a k i l k a n d a l a m

    pengucapan. Maka barang siapa

    yang tidak tau lafadz, kelak ia

    a k a n t e r j e r u m u s d a l a m

    kebisuan tentang makna yang

    ingin disampaikan. Namun Ibnu

    J inni menje laskan, meski

    kedudukan lafadz dan makna

    adalah simpul yang saling

    bertemu, namun kedudukan

    maknalah yang lebih penting

    dari lafadz, karena lafadz adalah

    pelayan (khâdim) bagi makna,

    d a n k i t a k e t a h u i b a h w a

    k e d u d u k a n y a n g d i l a y a n i

    (makhdûm) lebih mulia dari

    yang melayani (khaadim).

    (Muhammad Hasan, al-Ma'na

    allughawiyyah, hal.10-11)

    U n t u k m e n g u a t k a n

    asumsi bahwa posisi makna

    amatlah penting, kita bisa

    mlihat makna sebagai objek

    diberbagai disiplin ilmu. Dalam

    pembentukan kaidah nahwu,

    misalnya, yang menjadi sorotan

    DEISLAMISASI BAHASAOleh : Bana Fatahillah

    Fikrah

    25

  • dalam i'râb adalah mengetahui

    sebuah makna yang terkandung

    pada kalimat. Karena setiap

    pergantian harakat pada akhir

    kata, akan mempengaruhi

    makna yang ada. Ilmu sharaf

    pun demikian. Kaidah yang

    berbunyi, “ziyâdat al-Mabnâ

    tadullu 'alâ ziyadât al-Ma'nâ”

    ( p e n a m b a h a n h u r u f

    m e n g i n d i k a s i k a n a d a n y a

    penambahan makna), turut

    bersorak bahwa pembahasan

    makna amatlah penting dalam

    pembelajaran ilmu sharaf.

    Begitupun dalam disiplin ilmu

    l a i n n y a s e p e r t i b a l a g h o h

    ma'ani, naqd al-Adab, fiqh al-

    lughah, dll, yang tertuju pada

    pebahasan makna.

    Perbincangan makna

    pun menjadi sorotan para ulama

    aqidah. Mereka mengatakan

    bahwa makna mengambil porsi

    y a n g s a n g a t g e n t i n g d a n

    dibutuhkan pada keutamaan

    akal dan kekuatan berfikir.

    Imam Khattabi berpendapat

    bahwa makna, yang diwakilkan

    oleh lafadz, merupakan perkara

    yang sangat krusial. Karena ia

    m e r u p a k a n p r o d u k a k a l ,

    pengantar pemahaman serta

    buah akan pemikiran. Ini karena

    posisi makna yang memasuki

    ruang lingkup hakikat, maka ia

    l e b i h m e n j a d i s o r o t a n

    pembahasan dibanding lafadz.

    Maka yang ditegaskan

    dalam tulisan ini bukanlah

    perubahan pada kata atau lafadz

    layaknya perbedaan bahasa.

    Namun ia menuju pada makna

    yang terkandung pada suatu

    lafadz. Prof. Syed Muhammad

    Naquib al-Attas menegaskan

    bahwa yang dimaksud dengan

    'perubahan dalam bahasa' itu

    s e s u n g g u h n y a a d a l a h :

    perubahan dalam makna serta

    bentuk faham-faham yang

    t e r k a n d u n g d a l a m

    peristilahannya. Dan bukan

    s a h a j a p e r u b a h a n b e n t u k

    luaran, yakni perubahan bentuk

    kata serta ejaan dan sebagainya.

    T e r l e b i h k a t a - k a t a y a n g

    berangkat dari perbendaharaan

    kosakata umat Islam. (al-Attas,

    Risalah untuk Kaum Muslimin,

    hal. 99)

    A l - A t t a s

    mendefinisikan 'makna' sebagai

    pengenalan atas segala sesuatu

    d i d a l a m s e b u a h s i s t e m

    hubungan sehingga jelas pada

    pemahaman. Maka jelas adanya

    b a h w a m a k n a m e n j a d i

    pembahasan penting dalam

    sebuah bahasa. Dan setelah

    m e n g e t a h u i p e n t i n g n y a

    pembahasan makna, perlu

    kiranya mengetahui adanya

    pendistorsian sebuah makna

    dari lafadz yang nantinya

    b e r u j u n g p a d a p r o b l e m a

    bertajuk 'deislamisasi bahasa',

    dimana sebuah bahasa yang

    datang dari Islam (islamic basic

    vocabularies) terdistorsikan

    maknanya akibat berbagai hal,

    salah satunya adalah bentuk

    sekularisasi barat.

    Deislamisasi Bahasa

    Perlu diketahui sejak

    awal, sebuah bahasa menjadi

    b e r s i f a t I s l a m s e t e l a h

    mengalami proses pengislaman

    (islamization). Dalam hal ini,

    proses islamisasi bahasa sudah

    ada saat pertama kali al-Qur`an

    diturunkan melalui bahasa arab.

    Kata 'mulia' (karîm), misalnya,

    —yang