costantini 02

8
YAYASAN KOLESE SANTO YUSUP MALANG & YAYASAN PENDIDIKAN KALIMANTAN PONTIANAK MEDIA KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN PENCERAHAN BULETIN DWI BULANAN II November 2011 MENU SAJIAN Editorial GURU: Muara Kebenaran dan Kebaikan Pojok Costantinian Kepemimpinan Celso Costantini Estetika Inspirasi Costantini dan Learner Centered Pedagogy Memaknai Purnakarya: Memaknai Pilihan Memaknai Pesan Yang Terkandung Dalam Hari Guru Lintas Yayasan Kegiatan Bulan Kitab Suci Gembira dalam Bekerja Lustrum RR Costantini - Ambawang Liputan Acara Kekeluargaan Yayasan Opini Kacang! Sebuah Pengabdian Sepenuh Hati (Aweweh Tanpa Kelangan) Editorial... GURU: Muara Kebenaran dan Kebaikan Lindung Ratwiawan G uru, apa yang dapat dipahami dari kata itu? Jika sosok guru kita pahami dari sudut lain, misal dari sisi etimologis. Kata ’guru’ berasal dari bahasa Sanskerta, maknanya sangat mulia: orang yang dihormati, pengetahuannya luas, bijaksana, dan otoritas dalam bidang tertentu, dan digunakan untuk menuntun orang. Kata ’gu-ru’ kemudian bertemu dengan kata ’as’, kata dalam bahasa Sanskerta berarti mengajar. Maka, kata guru juga bermakna ’mengajar’, pengertian ini kemudian digunakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:377). Guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Pengertian ini perlu ditegaskan bahwa guru harus tetap memiliki sikap mulia seperti yang terkandung dalam makna akar kata ’gu-ru’. Dari kata guru ini lahirlah kata-kata turunan yang muaranya ingin menciptakan seuatu yang benar dan baik (etika maupun estetika). Misalnya, guru lagu: bunyi sanjak akhir tertentu di setiap baris kalimat tembang macapat; guru wilangan: jumlah suku kata tertentu dalam setiap tembang macapat. Pujangga (siapa pun), yang ingin menghasilkan tembang, seloka, atau sajak yang bernilai adiluhung harus mematuhi peraturan itu. Dengan begitu akan lahir karya, misal: ngelmu iku, kalakone kanthi laku/ lekase lawan kas/ tegese kas nyantosani/ setya budya pangekese dur angkara//. (Ilmu pengetahuan hanya diperoleh dengan belajar sungguh-sungguh/ Dengan tekun, ulet, dan pantang menyerah/ mampu mengatasi tantangan, serta menahan nafsu angkara). Ungkapan lain yang mengacu pada kata guru adalah ’guru bangsa’. Makna dari ungkapan ini adalah orang yang bisa dijadikan teladan dalam hidup berbangsa. Nah, makna kata ’guru’ dalam bukan? Tidak sekadar: baju safari, silabus, RPP, apalagi hanya mengejar sertifikasi. P ojok Costantinian... K epemimpinan Celso Costantini dapat dilihat dari tulisan-tulisannya, antara lain: Induite Vos Armaturan Dei (IVAD): “Kenakanlah Seluruh Perlengkapan Senjata Allah” dan Foglie Secche (FS): “Daun-Daun Berguguran” 1. Hormat dan Taat Kepada Superior (Pimpinan) Kita perlu taat kepada superior kita. Saya merindukan untuk dapat melayani Gereja dengan menjadi seorang guru di sekolah, namun sebaliknya, atas nama ketaatan seluruh hidup saya diabdikan pada pelayanan jiwa dan tugas-tugas kegerejaan. (FS, III) Niat untuk mengkritik superior itu sangat jelek, bisa melukai kasih dan keadilan, mengendurkan ikatan ketaatan kepada superior dan batu sandungan bagi yang lain. (FS, IV) 2. Semangat Nasionalisme Kita semua adalah saudara dan kita harus saling membantu. Politik janganlah dijadikan alasan untuk menjadi egois dan benci, melainkan sebagai jembatan antara bangsa yang satu dengan yang lain. (FS, IV) Kepemimpinan Celso Costantini Bapak Pendiri Kongregasi Murid-murid Tuhan (CDD) Bagian Pertama Bersambung ke halaman YAYASAN KOLESE SANTO YUSUP Jln. Simpang Borobudur 1 Malang - 0341-491776 YAYASAN PENDIDIKAN KALIMANTAN PONTIANAK Jln. K.S. Tubun 3 Pontianak - 0561 - 731425 DEWAN REDAKSI Penasihat: P. Willy Malim Batuah, CDD Widjaja Tandra Pelindung: P. Yuki Hartandi, CDD P. Kanisius Rudy Saleh, CDD Pemimpin Redaksi: JI. Eko Prasetyo Wakil Pemimpin Redaksi: Beatus Inno Merep Editorial: Lindung Ratwiawan Lay Out: Tri Agus Iriandono Redaksi: Lindung Ratwiawan Tri Agus Iriandono Patrice Rosa Sung Irma Susanti

Upload: adhiwijaya-axa-creative-design

Post on 30-Mar-2016

242 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Buletin Costantini

TRANSCRIPT

Page 1: Costantini 02

YAYASAN KOLESE SANTO YUSUP MALANG & YAYASAN PENDIDIKAN KALIMANTAN PONTIANAK

Media KoMuniKasi, inforMasi, dan PencerahanBuletinDWi BulAnAn

IINovember 2011

MENU SAJIANeditorialGURU: Muara Kebenaran dan Kebaikan

Pojok costantinianKepemimpinan Celso Costantini

estetika inspirasiCostantini dan Learner Centered Pedagogy Memaknai Purnakarya: Memaknai PilihanMemaknai Pesan Yang Terkandung Dalam Hari Guru

Lintas YayasanKegiatan Bulan Kitab SuciGembira dalam BekerjaLustrum RR Costantini - AmbawangLiputan Acara Kekeluargaan Yayasan

opiniKacang!Sebuah Pengabdian Sepenuh Hati (Aweweh Tanpa Kelangan)

Editorial...

GURU: Muara Kebenaran dan KebaikanLindung Ratwiawan

Guru, apa yang dapat dipahami dari kata

itu? Jika sosok guru kita pahami dari sudut lain, misal dari sisi etimologis. Kata ’guru’ berasal dari bahasa Sanskerta, maknanya sangat mulia: orang yang dihormati, pengetahuannya luas, bijaksana, dan otoritas dalam bidang tertentu, dan digunakan untuk menuntun orang.

Kata ’gu-ru’ kemudian bertemu dengan kata ’as’, kata dalam bahasa Sanskerta berarti mengajar. Maka, kata guru juga bermakna ’mengajar’, pengertian ini kemudian digunakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:377). Guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. Pengertian ini perlu ditegaskan bahwa guru harus tetap memiliki sikap mulia seperti yang terkandung dalam makna akar kata ’gu-ru’.

Dari kata guru ini lahirlah kata-kata turunan yang muaranya ingin menciptakan seuatu yang benar dan baik (etika maupun estetika). Misalnya,

guru lagu: bunyi sanjak akhir tertentu di setiap baris kalimat tembang macapat; guru wilangan: jumlah suku kata tertentu dalam setiap tembang macapat.

Pujangga (siapa pun), yang ingin menghasilkan tembang, seloka, atau sajak yang bernilai adiluhung harus mematuhi peraturan itu. Dengan begitu akan lahir

karya, misal: ngelmu iku, kalakone kanthi laku/ lekase lawan kas/ tegese kas nyantosani/ setya budya pangekese dur angkara//. (Ilmu pengetahuan hanya diperoleh dengan belajar sungguh-sungguh/ Dengan tekun, ulet, dan pantang menyerah/ mampu mengatasi tantangan, serta menahan nafsu angkara).

Ungkapan lain yang mengacu pada kata guru adalah ’guru bangsa’. Makna dari ungkapan ini adalah orang yang bisa dijadikan teladan dalam hidup berbangsa. Nah, makna kata ’guru’ dalam bukan? Tidak sekadar: baju safari, silabus, RPP, apalagi hanya mengejar sertifikasi.

P ojok Costantinian...

Kepemimpinan Celso Costantini dapat dilihat

dari tulisan-tulisannya, antara lain: Induite Vos Armaturan Dei (IVAD): “Kenakanlah Seluruh Perlengkapan Senjata Allah” dan Foglie Secche (FS): “Daun-Daun Berguguran”

1. Hormat dan Taat Kepada Superior (Pimpinan)Kita perlu taat kepada superior kita. Saya

merindukan untuk dapat melayani Gereja dengan menjadi seorang guru di sekolah, namun sebaliknya,

atas nama ketaatan seluruh hidup saya diabdikan pada pelayanan jiwa dan tugas-tugas kegerejaan. (FS, III) Niat untuk mengkritik superior itu sangat jelek, bisa melukai kasih dan keadilan, mengendurkan ikatan ketaatan kepada superior dan batu sandungan bagi yang lain. (FS, IV)

2. Semangat NasionalismeKita semua adalah saudara dan kita harus saling

membantu. Politik janganlah dijadikan alasan untuk menjadi egois dan benci, melainkan sebagai jembatan antara bangsa yang satu dengan yang lain. (FS, IV)

Kepemimpinan Celso CostantiniBapak Pendiri Kongregasi Murid-murid Tuhan (CDD)Bagian Pertama

Bersambung ke halaman �

YAYASAN KOLESE SANTO YUSUPJln. Simpang Borobudur 1Malang - 0341-491776

YAYASAN PENDIDIKAN KALIMANTANPONTIANAKJln. K.S. Tubun 3 Pontianak - 0561 - 731425

DEWAN REDAKSIPenasihat: P. Willy Malim Batuah, CDDWidjaja TandraPelindung:P. Yuki Hartandi, CDDP. Kanisius Rudy Saleh, CDDPemimpin redaksi:JI. Eko PrasetyoWakil Pemimpin redaksi:Beatus Inno Merepeditorial:Lindung RatwiawanLay out:Tri Agus Iriandonoredaksi:Lindung RatwiawanTri Agus IriandonoPatriceRosa SungIrma Susanti

Page 2: Costantini 02

Estetika Inspirasi...

Bapak Pendiri CDD, Kardinal Celso Costantini, sangat

perhatian kepada pendidikan kaum muda. Menurut beliau, pendidikan kaum muda itu begitu berharga, jauh lebih berharga dari korban-korban sejati lain (IVAD 26). Beliau risau menyaksikan kaum muda tampak seperti bunga-bunga kering berjatuhan di tengah lumpur dan segera diinjak-injak, terbenam, yang menjadi duri dalam keluarga. Maka Bapak Pendiri segera mendirikan Panti Asuhan Filipus Neri guna menampung dan membina kaum muda itu (FS 3).

Ada 3 alasan pendidikan kaum muda itu begitu penting. Pertama: kaum muda berjiwa sederhana dan polos, yang memancarkan sinar rahmat illahi. Masih mudah dibentuk dalam kebaikan, sebab mereka masih lembut: masih seperti malam atau tanah liat yang dapat dicetak oleh seniman. Bila mereka sudah dewasa maka sangat sulit untuk mengubahnya. Kaum muda adalah musim semi kehidupan, tunas muda. Bila tunas muda itu diberkati dengan musim yang baik, ia akan berkembang dalam keindahan dan akan menghasilkan buah-buah di musim kemarau. JIka kita ingin memiliki masyarakat yang baik, maka perlu mempersiapkan suatu angkatan muda yang baik pula. Kedua: pendidikan kaum muda itu merupakan sarana proselitisme paling efektif (kuantitatif ataupun kualitatif ). Secara kualitatif: kaum muda yang menikmati rahmat penebusan, mereka juga menarik orangtua rahmat itu. Secara kualitatif pendidikan kaum muda (sekolah, universitas) akan menghasilkan umat yang berkualitas (CIMIC2 66). Ketiga: bagi seorang Murid Tuhan (CDD), pendidikan kaum muda itu sangat responsif dengan sinyal imperatif yang diberikan oleh Sang Guru Ilahi, “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah” (Mrk.10,14).

Menurut Bapak Pendiri pendidikan kaum muda merupakan karya kerasulan cinta kasih.

Maka, kaum muda harus didekati dengan kasih, kasih adikodrati, bukan kasih natural, sebab kasih natural itu dapat merosot dan membawa konsekuensi yang sangat menyakitkan. Bersama kaum muda, seorang pendidik perlu memiliki kebesaran jiwa dan panjang sabar. Pendidik juga harus tampil kebapakan, tanpa perlu membiarkan diri dikuasai rasa takut gagal.

Bila ditanya, “Apa yang dapat dilakukan para Murid Tuhan (dan para pendidik yang berkarya di lingkungan sekolah milik CDD) kepada kaum muda? Bagaimana para Murid Tuhan dapat melaksanakan kerasulan cinta terhadap mereka?” Bapak Pendiri menjawab, “Ikutilah, para putraku terkasih, semangat Santo Yohanes Bosco yang tahu seribu satu cara mengatakan penuh cinta, mencuri hati kaum remaja dan menuntun mereka ke jalan yang benar”. Dan bila ditanya, “Apa yang dibuat oleh Don Bosco bagi kaum muda?” Bapak Pendiri menjawab, “Ia membaur dengan anak-anak muda. Semula

ia memang disambut dengan penuh curiga, namun kemudian ia mendapatkan hati anak-anak muda itu. Ia bermain bersama mereka itu, ia mencintai anak-anak muda itu satu per satu, dan ketika ia hendak pergi anak-anak muda itu berbaris dan bertepuk tangan…” (CIMIC2 50).

Menarik, mengapa Bapak Pendiri menasihatkan supaya mengikuti semangat Don Bosco, mengapa Bapak Pendiri mencatat apa yang dibuat Don Bosco. Jawabannya sederhana: Bapak Pendiri pernah dididik dalam iklim pendidikan Don Bosco oleh Don Antonio Cicuto, pamannya yang mengagumi Don Bosco itu (FS 1), dan Beliau yang rendah hati itu sangat mengagumi Don Bosco sehingga beliau merekam gambaran tentang Don Bosco yang ditulis oleh P.A. Aufray seperti berikut ini; “Don Bosco menyentuh secara khusus kepekaan manusiawi dan kristiani kita, karena begitu dekat dengan kita: dekat dengan waktu, terutama dekat dengan peristiwa-peristiwa kehidupan. Dapat dikatakan, tidak ada kekhawatiran

dan penderitaan kita yang tidak menjadi kekhawatiran dan penderitaannya. Kini dia ada di surga, namun kita merasakan bahwa dia berjalan bersama kita, dia menyemangati kita supaya kita memenangkan kesulitan-kesulitan yang dia sendiri pernah memenangkannya” (CIMIC2 50).

Pelajaran yang kita ambil, bahwa Bapak Pendiri memandang pendidikan kaum muda sebagai suatu

karya estetika dari seorang seniman; dan beliau menemukan figur estetikus pendidikan kaum muda itu dalam diri Santo Yohanes Bosco. Bapak Pendiri tidak sempat mengembangkan estetika pendidikannya, karena setelah ditahbiskan, atas nama ketaatan kepada pimpinan, beliau segera disibukkan oleh layanan-layanan gerejani. Maka pantaslah bila beliau menasihatkan kepada para Murid Tuhan untuk melaksanakan karya pendidikan berdasarkan semangat Don Bosco yang secara konsisten menerapkan metode pendekatan learner centered pedagogy. pendidikan berpusat pada pembelajar. (BIM).

Catatan:IVAD : Induite Vos Armaturam DeiFS : Foglie SeccheCIMIC2: Con I Missionari in Cina Vol 2

Costantini dan Learner Centered Pedagogy oleh B. Inno Merep

Kaum muda adalah jiwa-jiwa sederhana dan masih polos, yang

memancarkan sinar rahmat ilahi. Mereka masih mudah dibentuk dalam kebaikan, sebab mereka masih lembut: mereka masih seperti malam dan seperti tanah liat yang memdapatkan cetakan dari seorang seniman. Bila kelak mereka sudah dewasa maka sangat sulitlah untuk memodifikasi mereka.

Orang yang membencimu sesungguhnya hanya membenci dirinya sendiri. Ia membencimu karena menyadari bahwa kau lebih baik darinya.

Page 3: Costantini 02

Estetika Inspirasi...

Meskipun belasan tahun aku menjadi Wakasek namun aku tak dikader untuk mengemban tugas ini.

Aku menemukan banyak hal yang menguatkan. Pertama, aku didampingi seorang wakil yang cerdas dan banyak inovasinya. Kedua, di sekeliling saya (aku memiliki) teman-teman muda yang penuh semangat dan berkualitas. Ketiga, lembaga ini memiliki kepercayaan masyarakat yang kuat, terutama dukungan orang tua siswa. Maju mundurnya sekolah ini adalah tanggung jawab kolektif, bukan hanya tanggung jawab Kepala Sekolah.

Ketika aku mengajukan permohonan pensiun dini, banyak pertanyaan mengapa aku harus berhenti? Aku hanya katakan karena sudah saatnya bagiku untuk berhenti. Jawaban ini tidak memuaskan setiap orang, lalu timbul berbagai macam penafsiran, itu hak mereka.

Namun, inilah alasanku, Pertama, Aku ingin momong putu. Aku dan istri sering rindu pada cucu satu-satunya pada saat itu. Kedua, Aku ingin menjadi petani yang bekerja di alam bebas, di ladangku sendiri, tanpa diatur waktu. Mungkin ini konyol, tetapi soal batin tidak dapat diukur dengan rupiah atau materi apa pun. Ketiga, bahwa dalam hidup ini segala sesuatu harus ada kata “cukup”. 30 tahun menjadi guru, 14 tahun menjadi Wakil Kepala Sekolah, dan 10 tahun menjadi Kepala Sekolah. Lebih dari itu semua, segala sesuatu jika terjadi atas kehendak sendiri akan lebih memberi kepuasan batin, dari pada harus terjadi atas keputusan orang lain.

Orang bisa stress, kurus, bahkan stroke saat diberhentikan dari jabatannya. Mengapa itu terjadi? Karena orang punya ambisi dan menilai bahwa jabatan adalah segala-galanya. Hidup ini adalah pengabdian menjadi apa pun kita sama saja, yang membedakan hanyalah jabatan.

Awal menjalani pensiun, terasa aneh. Ada sesuatu yang hilang. Ada perasaan kosong. Gurauan teman-teman di ruang guru, tidak lagi terdengar. Celoteh anak didik di sekitar ruang guru tidak lagi menggema. Suasana ini tidak boleh dibiarkan. Rasa rindu pada teman-teman sangat kuat, selalu muncul setiap saat.

Untuk mengisi perasaan yang kosong, maka lahan kosong di samping rumah kontrakan kuolah menjadi kebun sayur. Semula para tetangga tidak percaya kalau akan berhasil, namun setelah melihat sayur sawi, kacang panjang yang begitu subur, orang menjadi heran, bagaimana mungkin tanah gersang pada bulan kemarau bisa menjadi kebun sayur yang sangat subur.

Aku juga memelihara hewan, babi, ayam dll. Semua kegiatan ini memberikan kepuasan. Meskipun segala khayalanku dahulu belum terwujud, namun aku selalu yakin dan Tetap Bersemangat untuk mencapai apa yang aku cari.

*) Semula Berjudul “Anak Ladang Kembali ke Ladang”, disusun oleh Bapak Sergius Nelius, yang dikirimkan lewat email kepada

Penyunting.

Memaknai Purnakarya: Memaknai Pilihan*)

Oleh: Sergius Nelius

Hidup ini sebuah perjalanan panjang. Setiap jengkal yang kita lewati meninggalkan

jejak yang bermakna. Pandang ke depan untuk mencapai tujuan, tapi jangan lupa tengok ke belakang untuk mensyukuri semua yang telah kita lewati.

Ketika masih di SD, aku menyaksikan drama yang disajikan oleh pemuda-pemuda kampungku dengan judul “Ladang Memanggil”. Aku menghayati benar. Teladan tokoh dalam drama itu yang sederhana, penuh syukur dan memenuhi segala kebutuhan hidup dari hasil ladangnya sendiri. Aku kagum.

Lulus SMA, aku ingin menjadi pelaut, namun ketika tiba di Jawa, langkahku harus berhenti di Malang karena “dimarahin” kakakku dan terpaksa masuk IKIP. Artinya aku “dipaksa” untuk jadi guru. Kuingat nasihat kakakku, perlahan mengubur cita-citaku menjadi pelaut dan mulai mengkhayal menjadi guru.

Perjuangan berat, bekerja sambil kuliah. Ketika memasuki semester VI, aku melamar menjadi guru di SMPK Kolese Santo Yusup 1. Diwawancarai oleh Pastor Joseph Wang,CDD dan Pak Basuki, dan diterima.

Pertama menjadi guru ada perasaan yang campur aduk dalam diriku. Ada bangga, ragu juga takut. Mengapa takut? Aku disuruh mengajar mata pelajaran yang sama sekali aku tidak belajar sebelumnya, yaitu Seni Suara. Semula aku menyatakan tidak sanggup, tetapi Pastor Wang hanya berkata, tidak ada orang Flores yang tidak bisa menyanyi.

Untuk meyakinkan diri aku berkonsultasi pada Pak Basuki, namun beliau mengatakan, Pak Sergius yang penting siapkan lagu-lagu untuk misa dan lagu untuk upaca bendera. Selanjutnya aku belajar not balok. Dalam karirku sebagai guru, aku sering harus mengajar mata ajar yang tidak sesuai dengan jurusanku. Misalnya, Seni Suara, Sejarah dan Ekonomi. Bahkan, akhirnya aku lebih dikenal sebagai guru Sejarah daripada guru Geografi.

Mengajar mata ajar yang tidak sesuai dengan disiplin ilmu yang kita tekuni, pada awalnya tidak gampang. Awalnya, aku terbawa oleh model pendidikan Flores yang keras. Namun, aku sadari bahwa kesabaran dan kasih sayang yang tulus akan lebih mampu membimbing dan mengarahkan anak didik.

1984, diangkat jadi guru tetap. Maka, aku harus melepaskan semua jam mengajarku di sekolah lain. Tahun 1985 aku diangkat sebagai Wakil Kepala Sekolah mendampingi Pak Basuki. Kenapa harus saya, padahal banyak guru yang lebih senior? Pak Basuki menjawab bahwa itu kehendak Yayasan.

Tahun 1999 aku diangkat sebagai Kepala Sekolah. Aku sungguh tidak punya ambisi macam-macam. Bagiku apa yang harus kukerjakan, kulaksanakan dengan baik Jabatan bukan segalanya. Terus terang, aku takut dan ragu menerima tugas sebagai Kepala Sekolah.

Di Desa Nebe, Kecamatan Talibura, ladang P. Sergius (baju biru lengan panjang) untuk berkarya di masa purna. Pohon kakao menanti sentuhannya.

Page 4: Costantini 02

3. Menjaga Hati & Mulut Agar Tetap BersihTidak seorang pun suka kepada orang yang

senang mengumpat atau mengeluarkan kata-kata busuk. Banyak omong yang terlontar dari umpatan, bahkan akibatnya sangat buruk. (FS, IV). Perlu wawas diri agar tidak memuntahkan kata-kata kasar, kata-kata ancaman yang pada akhirnya tidak bisa dipertanggungjawabkan. (FS, IV) Sarana paling berbahaya dan sangat melecehkan kasih adalah kata-kata. (IVAD, XV)

4. Mencintai Tugas yang DiberikanJika kita mempunyai kesulitan, pikullah

dengan besar hati sebagai konsekuensi tugas.

(FS, IV). Berusahalah adaptasi dengan tugas berat, jangan malah mengumpat. (FS, IV)

“Saya berusaha sekuat tenaga untuk setia dan tekun memenuhi tugas yang dipercayakan kepada saya dengan melaksanakan tugas pastoral dalam iklim ketulusan hati, ketenangan dan cinta kasih.” (FS, XIII)

Kualitas yang pertama-tama harus dimiliki oleh seorang misionaris ialah mencintai karya misionernya dan umatnya. (FS, IV)

5. Mengendalikan EmosiJangan pernah bertindak dalam perasaan

yang meledakan-ledak. (FS, IV)

6. Menghindari KecongkakanMusuh kejam selalu tersembunyi dari

persaudaraan dalam Kongregasi adalah kecongkakan yang membangkitkan persaingan. Waspadalah terhadap musuh ini. (IVAD, XV)

7. Memaafkan Kesalahan Orang LainTidak benar jika dengan memaafkan kita

kehilangan harga diri. (FS, IV) Memaafkan bukan suatu kelemahan, sebaliknya itu merupakan kekuatan. (FS, IV)

Romo Yuki Hartandi CDD

sambungan dari halaman �

Ternyata tidak sederhana. Sebelum pemerintah menetapkan Hari Guru Nasional sebagai salah satu Hari Nasional, ternyata harus

melalui perjuangan yang panjang. Harus menelusuri dasar-dasar yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Marilah kita menelusuri makna dengan ditetapkannya Hari Guru Nasional. Marilah kita menelusuri sejarah mulanya.

Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan guru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua.

Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya.

Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kesadaran.

Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka.”

Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia. Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.

Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Melalaui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan.

Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di tengah bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan :1. Mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia; 2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan

dasar-dasar kerakyatan;3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.

Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik, independen, dan tidak berpolitik praktis.

Untuk itulah, sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun.

Memaknai Pesan Yang Terkandung Dalam Hari GuruLindung Ratwiawan

Suatu kehidupan yang penuh kesalahan tak hanya lebih berharga namun juga lebih berguna dibandingkan hidup tanpa melakukan apapun..

George Bernard Shaw

Estetika Inspirasi...

Page 5: Costantini 02

L intas Yayasan....

2011-2012 ini baru dilaksanakan dua minggu setelah proses KBM dimulai.

Para guru dari unit SD Karya Yosef-Santa Maria masih merasa belum cukup menyelenggarakan pelatihan metode PAKEM itu. Pada 19 Agustus 2011 lalu mereka kembali menyelenggarakan IHT khusus untuk memanfaatkan teknologi Power Point dalam proses KBM. IHT dipandu oleh Bapak Rudy Yanuarto, SPd, dan rekan-rekan guru TIK lainnya dari unit SD Karya Yosef-Santa Maria.

Dalam pesan singkatnya Bapak Inno, mewakili Kakan YPK, memastikan bahwa semua guru bisa menguasai metode pembelajaran dengan teknologi power point. Syaratnya sederhana saja: kualitas pelatihan dan kedisiplinan.

Acara Pembukaan Tahun Ajaran 2011-2012 dimulai dengan Misa Kudus yang dipimpin oleh Romo Marianus, CDD bersama dengan

Romo Rudy Saleh, CDD. Dalam khotbahnya Rm. Marianus mengajak umatnya untuk Tetap Bersemangat dengan tidak membiarkan ilalang tumbuh subur dalam hati masing-masing. Sedangkan Ketua YPK Bapak Polycarpus Widjaya Tandra, SH, MH, dalam sambutan singkatnya, mengajak kita semua untuk setia dan bergembira dalam pekerjaan. Sebab, melalui pekerjaan itulah Tuhan memberi kita kesempatan untuk mempercepat datangnya kesejahteraan umat manusia, tentunya juga kesejahteraan keluarga kita masing-masing.

Pada giliranya Br. Yoseph Tondang, CDD, selaku Sekretaris YPK, setelah menyampaikan ucapan terima kasihnya atas nama YPK untuk semua dedikasi yang telah dan akan terus ditunjukkan oleh para guru/karyawan, mengumumkan kenaikan golongan untuk 23 orang guru di lingkungan sekolah-sekolah yang diasuh oleh YPK. (Beato Inno Merep).

Gembira dalam Bekerja

KegiatanBulan Kitab SuciBulan September ditetapkan Gereja sebagai

bulan Kitab Suci Nasional. Tema BKSN 2011 adalah “Mendengarkan Yesus yang Bercerita”. St. Hieronimus pernah berkata, “Barang siapa tidak mengenal Kitab Suci berarti tak mengenal Kristus”. Yang menjadi pertanyaan : Apakah orang Kristiani sudah akrab dengan Kitab Suci? Atau sebaliknya Kitab Suci justru menjadi barang “antik” yang disimpan dirak buku dan tak pernah disentuh.

Dalam rangka mengisi BKSN 2011, Komisi Kerohanian YPK yang baru terbentuk dan diketuai Ibu Dra. Lidwina menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk mengakrabkan siswa dengan Kitab Suci. Kegiatan bulan Kitab Suci dibuka dengan Misa pembukaan yang dipimpin oleh P. Rudy Saleh, CDD pada 10 September 2011. Dalam khotbahnya Pastor Rudy menegaskan, “Kalau Kitab Suci dibaca dan direnungkan kita akan semakin mengenal Kristus yang menjadi pedoman hidup kita.”

Puncak kegiatan bulan Kitab Suci Nasional 2011 di lingkup Yayasan Pendidikan Kalimantan dilaksanakan pada18 September 2011. Pada hari itu dilaksanakan berbagai perlombaan yang dimulai pukul 08.00-12.00 WIB. Berbagai perlombaan telah dilaksanakan, antara lain:1. Untuk anak-anak TK: lomba mewarnai2. Untuk anak-anak SD melukis dan baca Kitab

Suci3. Untuk anak-anak SMP baca Kitab Suci dan

menyanyikan Mazmur4. Untuk anak-anak SMA dan SMK lomba

kotbah. (Neriz)

Lustrum Rumah Retret Costantini - AmbawangLustrum kedua. Pada Hari Raya Santa

Maria diangkat ke Surga, 15 Agustus 2011 lalu, Rumah Retret Costantini, atau yang terkenal dengan RRC-A, yang terletak di Jalan Transkalimantan Km 22 Desak Korek Kecamatan Ambawang Kabupaten Kubu Raya

Dalam khotbah Misa Pembukaan, Rm. Rudy Saleh, CDD, mengingatkan bagaimana sulitnya perjuangan para perintis RRC-A: Br. Yoseph Tondang, CDD dan Rm. Marianus, CDD, pada tahun-tahun pertama perjalanan sejarah RRC-A. Berkat kerja keras, kesabaran dan keikhlasan mereka, dan atas bantuan Roh Kudus, segala kesulitan dapat teratasi. Puji Tuhan, semuanya sudah jauh lebih baik, lebih nyaman dan lokasi dapat dicapai dengan mudah. Pada akhir kotbahnya Romo Rudy Saleh, CDD mengajak para karyawan RRC-A, dengan Manager Barunya, untuk mengupayakan sekuat tenaga agar RRC-A menjadi tempat persinggahan dan tempat pengolahan hidup batin yang nyaman bagi para tamu.

Acara dilanjutkan dengan Raker yang diikuti oleh pimpinan Yayasan, pimpinan RRC-A dan para karyawan RRC-A. Pada kesempatan itu dilaksanakan acara serah terima managerial RRC-A dari Manager Lama Nerius Tadeus, SS. kepada Manager baru Dra. C. Sutina, SE, MM.

Br. Yoseph Tondang, CDD, yang sejak awal berdirinya sampai hari ini tetap setia merawat RRC-A, dan sedikit mengeluhkan etos kerja para karyawan RRC-A yang mulai mengendor, namun beliau tetap punya harapan dan keyakinan bahwa Roh Kudus senantiasa bekerja.

Hari Raya yang sama itu juga merupakan hari Pesta Pelindung bagi PG/TKK-SD-SMK Santa Maria. Meski diliburkan, namun, kompleks persekolahan tetap saja ramai, karena Hari Libur itu dimanfaatkan oleh SMP Santu Petrus untuk mengadakan Acara Tatap Muka dengan para Orang Tua Siswa/i SMP Santo Petrus. Sementara itu, PG-TKK-SD-SMK Santa Maria Pontianak yang merayakan Pesta Pelindung sekolahnya menyelenggarakan berbagai macam perlombaan, yang diikuti oleh siswa-siswi dan para guru di persekolahan yang diasuh oleh Yayasan Pendidikan Kalimantan itu. (Beatus Inno Merep).

Tiga Satu artinya setiap berjalan tiga langkah lakukanlah satu kali kebaikan, demikian

Mr. Spirit Saut SP. Sitompul, Msi. dalam ceramahnya tentang Etos Kerja pada kesempatan Pembukaan Tahun Ajaran 2011-2012 di Hall Basket Yayasan Pendidikan Kalimahtan (YPK) pada 23 Juli 2011 lalu. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Pembukaan Tahun Ajaran

Page 6: Costantini 02

L intas Yayasan

Sadar akan pentingnya relasi kekeluargaan selama berkarya, mendorong semua unsur di

Yayasan Kolese Santo Yusup untuk mengambil bagian dalam acara kekeluargaan yang dihelat setiap 2 tahun sekali. Acara kekeluargaan yang terakhir diselenggarakan pada 5 - 7 september 2011 di Rumah Retret Emaus, Sawiran - Nongkojajar.

Sejumlah 306 orang guru, karyawan, purna bakti, dan rekan-rekan dari Yayasan cabang Denpasar berkumpul, bergembira, dan memeriahkan acara yang dikemas dalam tema “60 Tahun Yayasan Berkarya, Tetap Bersemangat”.

Acara dibuka pada pukul 17.00 dengan Misa Kudus yang dipersembahkan oleh Romo Joanes Buntoro Gunawan, CDD, Romo Kasianus Rudy Saleh, CDD, Romo Yosef Yuki Hartandi, CDD, dan Romo Willy Malim Batuah, CDD.

Materi acara kekeluargaan dikemas dengan menarik dan funny, antara lain:

Pentas seni berupa rangkaian tampilan yang menghadirkan kembali nuansa perjalanan almarhum Romo Joseph Wang CDD dalam kronologi waktu, mulai dari Tiongkok, berkarya di Indonesia sampai karya yayasan di pulau Dewata.

Bollywood Dance alias senam pagi ala India oleh seluruh peserta, Yang Penting Hepi.

Games ringan: perang balon air, estafet fun games.

Romantic Nite yang dihadiri bintang tamu, yaitu Nugie yang membawakan 7 lagu yang bertemakan alam dan inspirasi spiritual.

Tumpeng Gembul, yaitu 1 buah Tumpeng dimakan rame-rame oleh 10 orang. Terdapat lebih dari 30 buah tumpeng.

Fashion Show Jadul, yang menampilkan Peragawan/wati ternama (baca: lokal..ssttt…hehehe) yang mengenakan baju-baju tempo doeloe, lucu dan mengundang tawa penonton.

Door prize sebanyak 180 yang terdiri dari aneka hadiah; botol minum, jas hujan, T-Shirt, payung, senter, speaker, tas, tas laptop, flasdisk, dan HP.

Tim dekor menyulap aula besar Rumah Retret Emaus menjadi ruangan yang menarik. Tema Dayak yang diusung mampu menghadirkan keunikan yang menarik dalam kesederhanaan. Demikian pula dekorasi seputar panggung di parkir bawah, indah, bersahaja dalam kearifan memanfaatkan bahan-bahan lokal Rumah Retret Emaus.(LIEN)

Liputan Acara Kekeluargaan YayasanSeptember 2011

Page 7: Costantini 02

Opini

Seorang anak bertanya kepada ibunya, “Ibu, masak sayur apa?” Ibunya menjawab, “Kacang!” Lalu, si anak menyambung, “Kacang apa?”

Ibunya yang sedang asyik mengaduk masakan, “Kacang Panjang!” Si anak belum cukup puas, bertanya lagi, “Mengapa disebut kacang panjang?” Kata sang Ibu, “Sana, tanya dengan papamu!” Si anak pun berbalik dari ibunya dan menuju ayahnya yang sedang serius menikmati tulisan tentang “Bagaimana Mendidik Anak-anak yang Berada dalam Masa Usia Dini”.

Tanpa ragu, si anak bertanya kepada sang ayah, “Pa!. Papa!. Mengapa ini dinamakan Kacang Panjang?” sambil memain-mainkan potongan kacang. Sang ayah merasa terusik, langsung membentak, “Sana! Papa sedang baca, jangan ganggu Papa, ya!”

Si Anak kembali menanyakan ibunya, mengapa benda tersebut dinamakan kacang. Saat mereka makan, ibunya hanya menjelaskan bahwa kacang merupakan makanan bergizi dan baik untuk kesehatan terutama untuk anak usia dini.

Ketika anak masuk ke TK, gurunya memperlihatkan banyak alat peraga berupa gambar-gambar yang menarik. Gambar kacang panjang pun diperlihatkan. Anak-anak sangat tertarik dan senang melihat warna-warni yang mencolok. Tiba-tiba si anak bertanya kepada ibu guru yang ramah itu, “Bu, mengapa ini disebut kacang panjang ?” tanya si anak. Ibu guru itu mendekati si anak dan mengatakan, ”Sabar dulu ya, nanti Ibu jelaskan!” Tanpa disadari oleh gurunya dan karena kesibukannya, pertanyaan anak itu pun terlupakan.

Saat masuk SD, pada waktu duduk di kelas IV dia memberanikan diri untuk bertanya dengan guru IPA-nya. Kebetulan Bapak gurunya sedang menjelaskan tentang biji-bijian,“Pak, mengapa jenis tanaman biji-bijian ini dinamakan “kacang panjang” dan bukan “kacang sayur?” Teman-teman sekelasnya serentak tertawa dan geger mendengar pertanyaan si anak itu. Bapak gurunya pun ikut tertawa. Ketika anak-anak sudah mulai agak tenang, bapak guru pun mulai bereaksi dengan deretan kata-kata ini, “Nak, pertanyaanmu itu ada-ada saja ! Pertanyaan sesederhana ini sebaiknya kau tanyakan kepada Ibu-Bapamu di rumah. Lihat, kawan-kawanmu mulai menertawakan pertanyaanmu yang begitu mudah dan seyogianya ditanyakan oleh anak kecil, anak TK , bukan oleh anak kelas IV.”

Selanjutnya, anak itu masuk SMP. Di kelas I ada materi pembelajaran “taksonomi”, salah satu di antaranya tentang “botani” dan lebih terperinci

lagi mengenai tanaman dicotil dan monocotil. Salah satu contoh tanaman yang termasuk dicotil adalah kacang. Pada saat bapak guru membicarakan kacang itulah, si anak teringat kembali pertanyaannya yang dulu, dia pun memberanikan diri bertanya lagi, “Mengapa disebut kacang panjang?” Sang Guru yang merasa ditantang, coba untuk segera menjawab pertanyaan anak dengan rumusan dan istilah ilmiahnya.

Anak tersebut tercengang-cengang mendengar penjelasan pak guru dan tidak ada kesempatan si anak menyela pembicaraan pak guru yang menyampaikan materinya. Namun, si anak tidak merasa puas.

Saat memasuki jenjang SMA, dia ditempatkan pada kelas yang akan diarahkankan dan dipersiapkan untuk jurusan IPA. Anak itu pun mulai memperlihatkan potensi dan sifat kritisnya di kelas sehingga disenangi oleh teman-teman dan guru-gurunya.

Ketika dia berada di kelas X inilah dia kembali mempertanyakan istilah “kacang panjang” tersebut. Namun, untuk pertanyaan ini, bapak gurunya menanggapinya dengan

dingin. “Nantilah kau tanyakan dengan dosenmu di Perguruan Tinggi (PT)! Kamu kan natinya kuliah. Di tingkat SMA ini hanya diberikan dasar-dasar umum, nantinya harus kamu kembangkan secara ilmiah di perguruan tinggi!”

Refleksi:Anak dapat berkembang terus bila dalam dirinya selalu ada rasa

ingin tahu. Rasa ingin tahu akan mendorongnya untuk giat dan aktif untuk mencari tahu jawabannya. Dengan demikian anak itu akan terus tumbuh dan berkembang serta dinamis dalam mencari kebenaran (ilmu pengetahuan).

Orang tua merupakan idola pertama seorang anak. Pada masa kecil si anak menganggap orang tua itulah satu-satunya tempat dia bertanya dan bila si anak tidak puas, dia akan berusaha untuk mencari jawaban-jawaban lain di luar orang tua itu. Oleh karena itu, orang tua hendaknya berusaha untuk memberikan jawaban-jawaban yang benar atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh anak-anak mereka.

Demikian halnya dalam memberikan pendidikan karakter. Karakter anak mulai terbangun sejak dini dalam keluarga. Jika anak terbiasa dengan hal-hal yang benar, baik, sopan serta santun di dalam keluarganya, maka semuanya ini akan menjadi modal dasar baginya dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya di masyarakat. Pepatah yang mengatakan, ”Tidak mungkin air yang bening mengalir dari telaga yang keruh”. Hal ini berarti bahwa anak-anak yang baik-baik (pasti) berasal dari keluarga yang baik-baik pula. Oleh karena itu, sekecil dan sesederhana apa pun yang di tanyakan oleh anak,terutama karena rasa keingintahuannya, orang tua hendaknya memberi respon positif.

Pada hakikatnya pendidikan merupakan proses membuat hidup manusia menjadi lebih baik, lebih maju, dan lebih manusiawi. Jadi, sangatlah tepat ungkapan ”Non scholae sed vitae discimus!”, yang berarti, ”Kita belajar tidak terutama mendapatkan nilai/angka-angka, tetapi untuk kehidupan. Seluruh proses pembelajaran harus diarahkan ke tujuan untuk hidup dan kehidupan.

Penulis : Guru SMA Santo Petrus Pontianak

Kacang!Oleh : S. Buaton*

Page 8: Costantini 02

Redaksi Costantini menerima sumbangan karya tulis Anda dalam bentuk Opini, Lintas Yayasan atau Berita dari Unit-unit, Inspirasi, Foto Peristiwa, dan lain-lain. Kirimkan ke alamat Redaksi Costantini Jln. Simpang Borobudur 1 Malang—Jawa Timur, atau melalui email: [email protected]. Telepon: 0341– 491995, 491776. fax. 0341-491911.

Wawancara Imajiner dengan Pastor Josef Wang, CDD

Sebuah Pengabdian Sepenuh Hati(Aweweh Tanpa Kelangan)

(Bagian kedua)Oleh; Tri Agus Iriandono

Opini

Senja yang berwarna. Pastor Wang sedang duduk di kursi kayu di belakang meja bundar

kesayangannya. Di tangannya terbentang koran harian. Sepertinya tertarik pada salah satu artikel. Saya memberanikan diri menghampirinya…

Redaksi Costantini (RC): “Selamat Sore, Pastor”. Pastor wang terhenyak kaget mendengar sapaan saya. Sambil terus melanjutkan membaca koran.Pastor Wang (PW): “Sore” Jawabnya singkat, sambil terus membaca berita koran. Saya mencoba melirik artikel apa yang sedang dibacanya. Ternyata headline news,: “seorang guru dihukum oleh kepala sekolah dijemur di bawah tiang bendera”. Saya menunggu sampai pastor wang selesai membacanya.

RC : “Sebuah kisah guru yang tragis.”Saya mencoba membuka percakapan pastor wang. PW : “Ya. Pola kekerasan dalam pendidikan sekarang sudah tidak tepat dijalankan di sekolah ataupun dalam keluarga. Terlebih kekerasan kepada guru, sangat bertentangan dengan nilai-nilai moral dan nilai-nilai pendidikan yang mengedepankan kasih dan humanisme. Memang, banyak guru yang belum memenuhi syarat professional kependidikan. Juga banyak guru yang tidak taat aturan, tetapi tidak perlu dibina dengan kekerasan. Kalau guru dikondisikan dengan kekerasan, pasti ia juga akan mendidik muridnya dengan keras juga. Lihat saja hasilnya, dimana-mana ada demonstrasi yang anarkis, brutal.Bentrok antara aparat dengan pendemo. Tawuran antarpelajar, antarmahasiswa. Bentrok antardesa, antarsuku. Bahkan banyak guru yang bangga kalau ditakuti murid-muridnya. Iki guru gendheng.

RC : “Guru kurang professional, Pastor?”Pastor wang menghela nafas agak dalam. Lalu katanya…PW : “Seminar pencerahan sudah seringkali kita adakan, tujuannya agar para guru mau berbenah diri dengan membuka diri terhadap kemajuan. Namun, ironis, hanya segelintir guru

yang mau berubah. Sementara mayoritas guru masih dengan paradigma lama, merasa sudah senior dan berpengalaman, bahkan merasa sangat profesional. Saya ingatkan ya, siapa pun yang merasa diri sudah pandai, seketika itu juga dia akan berhenti belajar, berhenti meng-update pengetahuan dan ilmunya.”

RC : “Sebaiknya bagaimana, Pastor?”PW : Kita, yang sudah kecemplung menjadi guru, harus terus menerus belajar. Tidak harus melanjutkan S2 atau S3, tetapi yang terutama adalah semangat mengubah diri. Saya hanya melihat sedikit saja guru yang benar-benar dipanggil menjadi guru. Yang lain terpaksa menjadi guru, daripada menganggur. Seseorang yang memang terpanggil menjadi guru pasti memiliki integritas, profesionalisme, dan prinsip hidup yang teguh. Juga bukan Asal Bapak Senang (ABS). Kesetian, loyalitas, dan dedikasinya pada profesi, bukan takut pada pimpinan. Saya ingat dan sangat terkesan, sekaligus menghormati Pastor Willy. Saya sering bertengkar keras karena berbeda pendapat dengan Pastor Willy. Saya dan Pastor Willy sama-sama keras keras dalam memegang prinsip. Hakikat guru sebenarnya adalah sebuah

agen perubahan, bukan pelestari kemapanan. Agen perubahan ini tidak boleh stagnan alias mandheg, jika negeri ini mau maju.

RC : “Seperti pabrik produksi ilmu ya, Pastor?”PW : “Bukan seperti pabrik, tepatnya seperti petani yang selalu bereksperimen untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas tanaman. Agar tanamannya bisa menghasilkan buah yang banyak dan bermutu. Guru itu seperti petani.

RC : “Mungkinkah hal ini dipengaruhi kesejahteraan yang dipandang masih rendah?”PW : “Antara profesional dan kesejahteraan tidak ada hubungan. Lihat saja faktanya, dengan mendapat Tunjangan Profesi, apakah lantas meningkatkan kualitas profesionalitasnya? Tidak. Etos kerja kependidikan yang dimiliki guru adalah karena sebuah panggilan Illahi.Guru yang demikian ini memilik tanggung jawab langsung kepada Sang Pemberi mandat, yaitu Sang Maha Guru, Jesus Christ.”

RC : “Ciri-ciri kalau seseorang memang terpanggil menjadi guru kira-kira apa saja, Pastor?”PW : “Tidak pernah mengeluh dengan besar-kecilnya upah yang diterimanya. Tidak pernah menggerutu dengan beban tugas yang diterimanya. Sebaliknya, dia selalu tampak optimis dan tidak pernah berhenti belajar untuk menjadi guru yang baik dan profesional. Tidak banyak bicara atau berwacana, seperti kaleng kosong, tetapi lebih suka bekerja. Dia bekerja dengan hati.

RC : “Apakah Pastor merasa bahwa sekolah kita sudah tertinggal dengan sekolah lain?”PW : “Iya. Dalam banyak hal kita sudah tertinggal dari sekolah lain. Kalau kita tidak secepatnya berbenah diri, kita akan mengalami kesulitan yang sangat besar ke depannya. Yaitu ditinggalkan oleh masyarakat, dan tinggal kenangan saja. Kita selama ini merasa dininabobokkan dengan prestasi akademik semata. Ternyata kita sudah banyak ketinggalan dari kemajuan yang diperoleh sekolah-sekolah lain. Banyak dari kita yang berpikiran konservatif dan sangat menghambat perkembangan dan kemajuan pendidikan di sekolah kita. Seperti katak dalam tempurung.”

Pastor wang sambil bergegas mengambil sepeda pancalnya, untuk mengunjungi umat atau orangtua murid yang selalu dia lakukan…