colltotrichum spp mhpt

5
Colltotrichum spp a) Karakteristik biologi Agrios (1997) menyatakan penyakit antraknosa ini disebabkan oleh sejenis kapang yang disebut cendawan Colletotrichum, termasuk famili Melanconiaceae, sub kelas cendawan imperfecti. Kapang ini memiliki tubuh oval sampai memanjang, agak melengkung dan dalam jumlah banyak berwarna kemerahan. Kapang ini sesungguhnya tidak hanya menyerang buah saja tetapi juga menyerang daun bunga, ranting dan tanaman semai. Penyakit antraknosa pada tanaman tomat disebabkan oleh tiga species cendawan Colletotrichum yaitu Colletotrichum acutatum, Colletotrichum gloeosporioides, dan Colletotrichum capsici (Hong & Hwang 1998). Penyakit antraknosa tidak hanya menyerang buah tomat tetapi juga menyerang bagian tanaman yang lain yaitu daun dan batang. Serangan penyakit antraknosa ini dapat terjadi kapan saja, namun serangan yang paling hebat terjadi saat curah hujan tinggi, saat memasuki musim kemarau penyakit ini hampir tidak ditemukan. Penyakit ini menyerang hampir diseluruh tahap pertumbuhan tanaman, termasuk saat pasca panen. Serangan pada persemaian dapat juga terjadi akibatnya bibit tanaman akan mengalami rebah kecambah atau dumping off. Pada tanaman dewasa dapat menyebabkan mati pucuk (dieback), kemudian diikuti infeksi lebih lanjut pada buah. Serangan Colletorichum menyerang daun, buah hijau, batang dan buah matang . Gejala utama timbul terutama pada buah, baik buah muda atau buah tua (matang) akan tampak bercak-bercak yang semakin lama semakin melebar. Serangan pada buah, awalnya hanya timbul bercak kecil yang lama-kelamaan akan melebar ke

Upload: soniahdian

Post on 15-Feb-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

manajemen hama penyakit terpadu

TRANSCRIPT

Page 1: Colltotrichum Spp MHPT

Colltotrichum spp

a) Karakteristik biologi

Agrios (1997) menyatakan penyakit antraknosa ini disebabkan oleh sejenis kapang yang

disebut cendawan Colletotrichum, termasuk famili Melanconiaceae, sub kelas cendawan

imperfecti. Kapang ini memiliki tubuh oval sampai memanjang, agak melengkung dan dalam

jumlah banyak berwarna kemerahan. Kapang ini sesungguhnya tidak hanya menyerang buah

saja tetapi juga menyerang daun bunga, ranting dan tanaman semai. Penyakit antraknosa pada

tanaman tomat disebabkan oleh tiga species cendawan Colletotrichum yaitu Colletotrichum

acutatum, Colletotrichum gloeosporioides, dan Colletotrichum capsici (Hong & Hwang

1998). Penyakit antraknosa tidak hanya menyerang buah tomat tetapi juga menyerang bagian

tanaman yang lain yaitu daun dan batang. Serangan penyakit antraknosa ini dapat terjadi

kapan saja, namun serangan yang paling hebat terjadi saat curah hujan tinggi, saat memasuki

musim kemarau penyakit ini hampir tidak ditemukan. Penyakit ini menyerang hampir

diseluruh tahap pertumbuhan tanaman, termasuk saat pasca panen. Serangan pada persemaian

dapat juga terjadi akibatnya bibit tanaman akan mengalami rebah kecambah atau dumping

off. Pada tanaman dewasa dapat menyebabkan mati pucuk (dieback), kemudian diikuti

infeksi lebih lanjut pada buah. Serangan Colletorichum menyerang daun, buah hijau, batang

dan buah matang . Gejala utama timbul terutama pada buah, baik buah muda atau buah tua

(matang) akan tampak bercak-bercak yang semakin lama semakin melebar. Serangan pada

buah, awalnya hanya timbul bercak kecil yang lama-kelamaan akan melebar ke bawah dan

memenuhi seluruh bagian tanaman. Pada bercak tersebut jika diperhatikan dengan seksama

pada bagian tanaman yang terserang akan tampak bintik-bintik yang merupakan cendawan

penyakit tersebut. Selanjutnya buah akan mengerut dan akhirnya akan mengering dengan

warna kehitaman (Rusli,dkk,1997). Tanda selanjutnya ialah buah akan membusuk dan

rontok. Serangan yang berat dapat menyebabkan seluruh buah mengering dan mengerut

(keriput). Buah yang seharusnya merah menjadi berwarna seperti jerami (Semangun, 2000).

Cendawan tersebut bereproduksi dengan membentuk massa dalam aservulus. Bila menyerang

bagian tanaman yang lain gejala-gejalanya akan tampak mulai dari bagian ujung atau pucuk

tanaman. Cara terbaik untuk mengurangi sumber inokulum penyakit ini melalui penggunaan

benih yang bebas penyakit antraknosa hujan (Bailey.1992)

Page 2: Colltotrichum Spp MHPT

b) Karkteristik Morfologi

Colletotrichum acutatum mempunyai miselium berwarna putih hingga abu-abu.

Warna koloni jika dibalik adalah oranye hingga merah muda. Konidia berbentik silindris

dengan ujung runcing, berukuran 15.1 (12.8 -16.9) x 4.8 (4.0 - 5.7) μm (Hong & Hwang

1998). Colletotrichum mempunyai miselium yang jumlahnya agak banyak, hifa bersepta

tipis (Gambar 2), mula-mula terang kemudian gelap (Mehrotra, 1983). Konidiofor pendek,

tidak bercabang, tidak bersepta, dengan ukuran 7-8 x 3-4 μm (Weber, 1973). Pada daun

muda yang agak dewasa menghasilkan konidium jamur yang berwarna merah jambu

Universitas Sumatera Utara (Semangun, 2000). Massa konidia yang berwarna merah

jambu ini akhirnya menjadi coklat gelap (Weber, 1973). Gambar 2. Morfologi hifa

(perbesaran 10x100). Colletotrichum umumnya mempunyai konidium hialin, bersel satu,

berukuran 9-24 x 3-6 μm tidak bersekat, jorong memanjang, terbentuk pada ujung

konidiofor yang sederhana. Pada saat berkecambah konidium yang bersel satu tadi

membentuk sekat. Pembuluh kecambah membentuk apresorium sebelum mengadakan

infeksi. Diantara konidiofor biasanya terdapat rambut-rambut (seta) yang kaku dan

berwarna coklat tua (Semangun, 2000). Spora Colletotrichum (Gambar 3) tumbuh baik

pada suhu 25-28°C, sedang suhu di bawah 5°C dan diatas 40°C tidak dapat berkecambah.

Pada kondisi yang lembab, bercakbercak pada daun akan menghasilkan kumpulan konidia

yang berwarna putih. Faktor lingkungan yang kurang menguntungkan seperti peneduh

yang kurang, kesuburan tanah yang rendah, atau cabang yang menjadi lemah karena

adanya kanker batang. Jamur juga dapat menginfeksi melalui bekas tusukan atau gigitan

serangga (Semangun, 2000). Universitas Sumatera Utara Gambar 3. Spora Colletotrichum

sp. (perbesaran 10 x 100). Jamur Colletotrichum menghasilkan konidia dalam jumlah

banyak. Konidia terbentuk pada permukaan bercak pada daun terinfeksi, dan konidia

tersebut mudah lepas bila ditiup angin atau bila kena percikan air hujan. Konidia sangat

ringan dan dapat menyebar terbawa angin sampai ratusan kilometer sehingga penyakit

tersebar luas dalam waktu yang singkat (Soepana, 1995). Konidia mungkin juga

disebarkan oleh serangga (Semangun, 2000).

c) Cara pengendalian

SanitasiDalam pertanian sayuran, selalu baik untuk membuang semua tanaman yang sakit

atau rusak karena serangga dan juga sisa-sisa tanaman setelah panen. Ini harus dibakar

ditempat lain atau harus dibenamkan dengan baik. Pada pertanaman semusim,

pembuangan tanaman pada stadia awal penyakit, disertai dengan penyemprotan bahan

Page 3: Colltotrichum Spp MHPT

kimia secara bijaksana, akan dapat mengendalikan   penyakit. Jika pemangkasan

diperlukan, penyemprotan fungisida diperlukan sekali dalam mencegah masuknya patogen

sebelum luka tertutup kalus dengan baik.

Suatu faktor  sanitasi yang sangat penting, akan tetapi sering diabaikan adalah

penggunaan bahan tanaman yang bersih. Dengan banyaknya penyakit tanaman yang

terbawa benih, penggunaan benih yang bersih merupaka keharusan dalam pengendalian

yang baik. Petani harus memperoleh benih dari sumber (pemasok) yang dapat diandalkan,

lebih baik lagi jika telah diberikan perlakuan fungisida yang cocok. Jika petani

menggunakan benih sendiri, perlakuan benih merupakan keharusan sebagai tindakan

pengendalian penyakit tanaman yang murah dan efektif. Petani tidak akan dapat

mengharapkan hasil pertanaman yang baik dari benih yang 50 persennya terjangkit

tanaman. Benih buncis lokal dan Brassica sering kali memiliki tingkat infeksi yang sangat

tinggi seperti antraknose (Colletotrichum lindemuthianum) danAlternaria brassicicola.

Penyakit bengkak akar pekuk (clubroot) juga ditularkan pada permukaan benih dan

perlakuan benih dengan 'tecnazene' atau 'calomel' sangat dianjurkan.