cermin dunia kedokteran - obgyn

65
http://www.kalbefarma.com/cdk ISSN : 0125-913X 2005 146. Ginekologi (2)

Upload: fadla88

Post on 11-Aug-2015

227 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

CDK adalah suatu majalah yg diterbitkan oleh kalbe farma sebagai suatu referensi terhadap perkembangan dunia kedokteran di Indonesia, artikel - artikel di dalamnya ditulis oleh para dokter yang ahli dalam bidangnya

TRANSCRIPT

2005

http://www.kalbefarma.com/cdk

ISSN : 0125-913X

146. Ginekologi (2)

2005http. www.kalbefarma.com/cdkInternational Standard Serial Number: 0125 913X

146. Ginekologi (2)Daftar isi :2. Editorial 4. English Summary

Artikel5. Hubungan Serum Feritin Ibu Hamil Trimester ke Tiga dengan Bayi Berat Badan Lahir Rendah Najoan Nan Warouw, Sugiarto Wiriadinata 16. Status Imun Tetanus Wanita Usia Subur di Daerah Endemis Malaria Dewi Parwati, Dyah W. Isbagio, Sarwo Handayani, Farida Siburian 19. Malaria pada Kehamilan Eddy Suparman 29. Kadar Asam Urat sebagai Prediktor Luaran Pengelolaan Preeklampsia Berat Preterm Ferry Armanza, Made Kornia Karkata 39. Sindroma Nefrotik pada Kehamilan Zulkhairi, Salli R Nasution 44. USG Transvaginal Dibandingkan dengan D&C PA untuk Diagnostik Perdarahan Uterus Abnormal Sahadewa DP, Suwardewa TGA, Jaya MS 48. Pengaruh Senam Hamil Terhadap Persalinan Kala Satu dan Kala Dua Supriatmaja IPG, Suwardewa TGA 52. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Nyeri Pinggang Bawah Aspesifik akibat Joint Block Thoracal dan Lumbal Suharto 55. Pengaruh Ekstrak Etanol Akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) terhadap Perilaku Seksual Mencit Putih Olwin Nainggolan, Jenry Walles Simanjuntak 58. 59. 61. 62. 64. Informatika Kedokteran Kegiatan Ilmiah Kapsul Abstrak RPPIK

Keterangan: Janin berusia 8 minggu di dalam kantung amnion. Dikutip dari: Carola B, Harley JP, Noback CR. Human Anatomy and Physiology. McGraw Hill Publ. Co. 1990. p.869.

EDITORIALKehamilan merupakan peristiwa yang disertai perubahan fisiologik yang besar; perubahan ini dapat mempengaruhi respons atau risiko terhadap kemungkinan munculnya penyakit-penyakit lain. Artikel dalam Cermin Dunia Kedokteran kali ini lebih banyak membahas penyakit atau keadaan yang dapat mempengaruhi proses kehamilan, agar dapat menambah kewaspadaan dan sekaligus dapat menanganinya dengan lebih baik; sehingga kehamilan dan persalinan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan, baik oleh ibu maupun oleh penolongnya. Di awal tahun 2005 ini Redaksi mengucapkan Selamat Tahun Baru 2005; semoga tahun ini merupakan tahun yang lebih sejahtera dan membahagiakan kita semua.

Redaksi

2

Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005

2005

International Standard Serial Number: 0125 - 913X KETUA PENGARAHProf. Dr. Oen L.H. MSc

REDAKSI KEHORMATANProf. DR. Sumarmo Poorwo Soedarmo - Staf Ahli Menteri KesehatanDepartemen Kesehatan RI Jakarta

PEMIMPIN UMUMDr. Erik Tapan

Prof. Dr. R Budhi Darmojo - Guru Besar Ilmu Penyakit DalamFakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

KETUA PENYUNTINGDr. Budi Riyanto W.

PELAKSANASriwidodo WS.

- Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, - Prof. DR. Hendro Kusnoto, Drg, SpOrt. Laboratorium Ortodonti MScD, PhD.Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Jakarta

TATA USAHA- Dodi Sumarna - Djuni Pristiyanto

INFORMASI/DATABASERonald T. Gultom

ALAMAT REDAKSIMajalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510, P.O. Box 3117 JKT. Tlp. 021 - 4208171 E-mail : [email protected] http: //www.kalbefarma.com/cdk

- DR. Arini SetiawatiBagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta

NOMOR IJIN151/SK/DITJEN PPG/STT/1976, l 3 Juli 1976

DEWAN REDAKSI- Dr. Boenjamin Setiawan Ph.D - Prof. Dr. Sjahbanar Zahir MSc. Soebianto

PENERBITGrup PT. Kalbe Farma Tbk.

PENCETAKPT. Temprint

http://www.kalbefarma.com/cdk PETUNJUK UNTUK PENULIS

Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidangbidang tersebut. Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila pernah dibahas atau dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan kirinya, lebih disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto disertai/atau dalam bentuk disket program MS Word. Nama (para) pengarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/ grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan

pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/ atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh : 1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London: William and Wilkins, 1984; Hal 174-9. 2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974;457-72. 3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10. Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih, sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 P.O. Box 3117 JKT. Tlp. (021) 4208171. E-mail : [email protected] Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu secara tertulis. Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis.

English SummaryCORRELATION BETWEEN SERUM FERRITIN IN THIRD TRIMESTER PREGNANCY WITH BIRTH WEIGHT Najoan Nan Warouw, Sugiarto Wiriadinata*Dept of Obstetrics and Gynecology, *Dept of Pediatrics, Faculty of Medicine, Sam Ratulangi University, Manado, Indonesia

Background : Iron deposit can be measured by ferritin serum level. Until now, study on the correlation between iron deficiency anemia and iron status in third trimester pregnancy, is still very limited. Objective: To examine iron status in third trimester pregnant women who later delivered low birth weight babies; correlation between social economic status with ferritin serum level in third trimester pregnancy and the correlation between iron supplementation with ferritin serum level of pregnant women. Design: Cross Sectional Analytical Study Setting: Hemoglobin level was measured with cyanmethemoglobin method and ferritin serum was measured by immunochemiluminescence (ICMA) method using IMMULITE 2000 (at Prodia laboratory) Participants: 30 pregnant women who later delivered low birth weight babies below 2500 grams. Outcome measures: Hemoglobin and ferritin serum level. Results: Hemoglobin level of low birth weight babies in this study was 17,137 (SB 2,083) g/dl with ferritin serum level about 338,30 (SB 271,58) ng/ml. Correlation coefficient was 0,538 with significant value 0,002 (p < 0,01). Using cross sectional analysis, ferritin serum level of pregnant women was very significantly

correlated with ferritin serum level of low birth weight babies (p < 0,01); Social economic status significantly correlated with ferritin serum level of pregnant women (p < 0,05); Iron supplemention very significantly correlated with ferritin serum level of pregnant women (p < 0,01). Conclusion : There is a significant correlation between ferritin serum level in third trimester pregnancy and ferritin serum level in their low birth weight babies; between social economic status of pregnant women and their babies birth weight, and between iron supplemention and ferritin serum level among pregnant women.Cermin Dunia Kedokt.2004; 145; 5-15 nnw, swi

URIC ACID LEVEL AS A PREDICTOR FOR PRETERM SEVERE PREECLAMPSIA MANAGEMENT Ferry Armanza, Karkata Made Kornia

Dept. of Obstetrics and Gynecology ,Faculty of Medicine, Udayana University/Sanglah Hospital, Bali, Indonesia Introduction : Preeclampsia/ eclampsia is still the main cause of maternal and perinatal mortality; but the choice between conservative and active management for severe preeclampsia in preterm pregnancy is still unsettled. On the other hand, serum uric acid (SUA) level can be used as a predictor for preeclampsia in later pregnancy and for maternal and perinatal outcome in preeclampsia cases. High SUA may worsen maternal and perinatal outcome.

Objective : To determine the cutoff point of SUA for use in choosing either conservative or active treatment in the management of severe preeclampsia in preterm pregnancy. Method : Observational study on severe preeclampsia cases in preterm pregnancy (21-36 weeks) managed conservatively in Department of Obstetrics and Gynecology Sanglah Hospital Denpasar. SUA level was obtained from each sample. Conservative treatment was considered failed if pregnancy was terminated or in case of IUFD before 37 weeks of pregnancy. Results : Among 65 samples the mean level of SUA was 7,749 mg/dL (SD 1,31). On conservative treatment, 44 cases (67,7%) failed. Using sensitivity, specificity value and ROC curve, the cut-off point of SUA was determined at 7,60 mg/dL. Among 41 cases with SUA 7,60 mg/dL, 38 cases (92,7%) failed; and from 24 cases with SUA < 7,60 mg/dL, 6 cases (25,0%) failed - sensitivity 86,36% ; specificity 85,71% ; positive predictive value 92,68% and negative predictive value 75% (PR : 3,71 ; CI 95% : 1,844 7,453 ; : 31,710 ; p : 0,001). Among 41 cases with SUA 7,60 mg/dL) there were 7 cases (17,1%) with birth weight (BW) < 1500 g., 24 cases (58,5%) with BW 1500 2499 g.and 10 cases (24,4%) with BW 2500 g. And from 24 cases with SUA < 7,60 mg/dL there were 2 cases (8,3%) with BW < 1500 g., 7 cases (29,2%) with BW 1500 2499 g. and 15 cases (62,5%) with BW 2500 g. The difference was significant ( : 9,290 ; p : 0,010).Bersambung ke halaman 18

4

Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005

ArtikelHASIL PENELITIAN

Hubungan Serum Feritin Ibu Hamil Trimester ke Tiga dengan Bayi Berat Badan Lahir RendahNajoan Nan Warouw*, Sugiarto Wiriadinata***Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi **Bagian Pediatri Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

ABSTRAK Latar Belakang: Suatu cara untuk menilai persediaan besi adalah pengukuran kadar feritin serum. Sampai saat ini, angka anemia defisiensi besi pada kelompok ekonomi rendah yang berhubungan dengan status besi ibu hamil trimester ke tiga dan status besi bayi yang dilahirkan terutama BBLR belum banyak dilaporkan. Tujuan: Mengetahui gambaran status besi ibu hamil trimester ke tiga yang melahirkan BBLR dengan memeriksa kadar hemoglobin dan feritin serum; dan hubungan status sosial ekonomi dengan kadar feritin serum ibu hamil trimester ke tiga serta hubungan suplementasi besi dengan kadar feritin serum ibu hamil. Metode: Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Cara Kerja: Subyek adalah semua kasus ibu hamil yang melahirkan bayi BBLR (< 2500 gram). Kadar Hb diperiksa memakai metode sianmethemoglobin. Feritin serum diperiksa dengan metode immunochemiluminescence (ICMA), menggunakan alat IMMULITE 2000 (di laboratorium Prodia). Hasil: Rata-rata kadar hemoglobin BBLR dalam penelitian ini adalah 17,137 (SB 2,083) g/dL dengan kadar feritin serum rata-rata 338,30 (SB 271,58) ng/mL. Koefisien korelasi 0,538 dengan nilai kemaknaan 0,002 (p < 0,01). Menurut hasil analisis jalur didapatkan: hubungan status besi (feritin serum) ibu hamil dengan status besi (feritin serum) BBLR bermakna (p < 0,01); antara status sosial-ekonomi dengan status besi (feritin serum) ibu hamil bermakna (p < 0,05); antara suplementasi besi dengan status besi (feritin serum) ibu hamil bermakna (p < 0,01). Kesimpulan: Ada hubungan antara kadar feritin serum ibu hamil trimester ke tiga dengan kadar feritin serum BBLR yang dilahirkan; ada hubungan antara status sosialekonomi ibu hamil dengan kadar feritin serum BBLR yang dilahirkan serta ada hubungan antara suplementasi besi dengan status besi (feritin serum) ibu hamil. Kata kunci : feritin, ibu hamil, BBLR negara berkembang. Penelitian Villar dkk2 menunjukkan bahwa angka kejadian BBLR di negara berkembang 4 kali lebih besar dibandingkan di negara maju. Di Indonesia angka kejadian

PENDAHULUAN Sampai saat ini bayi berat lahir rendah (BBLR) masih merupakan salah satu masalah kesehatan penting di negara-

Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005

5

BBLR bervariasi; dari hasil studi multicenter di 7 daerah pada tahun 1990 diperoleh angka kejadian BBLR antara 2,117,2%,3 sedangkan dari Survai Kesehatan Nasional didapatkan angka 14,0%.4 Di RSUP Manado sendiri antara tahun 1995-1999 dilaporkan angka kejadian BBLR berkisar 8,5 - 9,5%.5,6 Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor risiko BBLR, yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi faktor ibu, janin dan plasenta. Di antara faktor-faktor risiko tersebut, masalah anemia defisiensi besi (ADB) selama kehamilan merupakan faktor risiko yang sangat menarik untuk dikaji, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia karena prevalensinya cukup tinggi.7 Beberapa penulis telah mengindikasikan bahwa ADB selama kehamilan berhubungan dengan kelahiran prematur, BBLR, dan peningkatan kematian perinatal.8,9 Hubungan antara status besi ibu hamil dengan status besi janin/bayi telah menarik perhatian dan masih diperdebatkan. Terdapat asumsi bahwa status besi janin maupun bayi baru lahir sangat tergantung pada status besi ibu selama hamil.13-15 Walaupun demikian sebagian besar peneliti berpendapat bahwa penurunan cadangan besi pada ibu hamil tidak berpengaruh terhadap cadangan besi tubuh janin atau bayi. Hal ini dilaporkan di negara-negara seperti India,16 Cina,17 Jepang,18 dan Irlandia.19 Janin dan plasenta diduga mampu mengambil besi dengan cara menguras simpanan besi ibu, bahkan pada ibu-ibu yang sudah mengalami deplesi besi.20 Sebaliknya Singla dkk14 pada penelitiannya mendapatkan hubungan langsung antara status besi ibu dengan status besi tali pusat bayi, makin berat derajat anemia ibu makin rendah kadar hemoglobin dan besi serum bayinya. Singla dkk berkesimpulan bahwa status besi ibu bertanggung jawab terhadap cadangan besi bayi yang dilahirkannya.14 Pada penelitian DeBenaze dkk21 di Perancis menemukan hubungan yang jelas antara status besi ibu hamil dengan status besi bayi sampai usia 2 bulan post partum. Demikian pula Tekinalp dkk22 di Turki mendapatkan kadar feritin ibu pada kelahiran berhubungan dengan kadar feritin serum bayi usia 2 bulan. Peneliti-peneliti lain menemukan hal yang berbeda. Rios dkk23 meneliti hubungan cadangan besi ibu hamil dan bayi dengan mengukur kadar feritin serum ibu pada akhir kehamilan dan tali pusat bayi saat melahirkan. Kadar feritin tali pusat ternyata lima kali lebih tinggi dari kadar feritin ibu. Selain itu tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kadar feritin pada bayi-bayi yang berasal dari ibu anemia dan non anemia. Disimpulkan bahwa janin dari ibu anemia maupun non anemia mendapat zat besi dalam jumlah sama selama kehamilan dan cadangan besi ibu hamil tidak berpengaruh terhadap jumlah besi yang diperoleh janin selama kehidupan intrauterin.23 Penemuan yang sama diperoleh oleh Lao dkk.17 Preziosi dkk28 mendapatkan prevalensi defisiensi besi turun secara bermakna dalam trimester ke tiga kehamilan pada kelompok ibu hamil yang diberi suplemen besi. Pengaruh ini juga tampak tiga bulan setelah persalinan pada status besi bayi yang lahir dari ibu yang mendapat suplementasi besi. Akan tetapi studi lain melaporkan suplementasi besi ibu tampaknya tidak menghasilkan efek yang bermakna terhadap status besi janin atau bayi baru lahir.30

Saat ini tes laboratorium untuk diagnosis anemia terutama dilakukan dengan menentukan kadar hemoglobin (Hb) darah, sementara telah diketahui bahwa anemia adalah hasil akhir dari suatu defisiensi lanjut. Penilaian persediaan besi tubuh merupakan tes yang paling sensitif untuk defisiensi besi.11,20 Cara yang akhir-akhir ini banyak dipakai adalah pengukuran kadar feritin serum yang merupakan indikator terbaik kadar besi dalam tubuh, kadar yang rendah dapat dipakai untuk mendiagnosis adanya defisiensi besi.32 Tingginya prevalensi ADB pada bayi terutama pada kelompok sosial-ekonomi rendah,33 menyebabkan dibutuhkan lebih banyak lagi penelitian hubungan status besi ibu hamil dengan status besi bayi yang dilahirkan, terutama pada BBLR. Hal ini mengingat kecenderungan bayi-bayi ini untuk menderita ADB dan konsekuensinya pada perkembangan mental maupun motorik bayi-bayi tersebut.15 Selain itu, walaupun penelitian mengenai defisiensi besi pada bayi normal dan anak cukup banyak dilakukan di Indonesia,34,35 tetapi belum banyak penelitian pada BBLR terutama menyangkut status besi pada saat lahir. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara status besi ibu hamil trimester ke tiga dengan status besi BBLR ditinjau dari kadar feritin serum. TUJUAN PENELITIAN Mengetahui gambaran status besi ibu hamil trimester ke tiga yang melahirkan BBLR dengan memeriksa kadar hemoglobin dan feritin serum; hubungan status sosial ekonomi dengan kadar feritin serum ibu hamil trimester ke tiga serta hubungan manfaat suplementasi besi dengan kadar feritin serum ibu hamil. BAHAN DAN CARA KERJA Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak dan Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/ RSUP Manado. Masa pengumpulan data dari bulan Agustus 2002 sampai Oktober 2002. Sampel penelitian ini adalah semua ibu hamil trimester ke tiga yang melahirkan BBLR (BBL < 2500 g.) di RSUP Manado dan semua bayi yang dilahirkannya yang memenuhi kriteria. RANCANGAN PENELITIAN Penelitian bersifat analitik dengan desain penelitian cross sectional. 92 Kriteria untuk ibu : Kriteria inklusi : melahirkan bayi baik pervaginam maupun perabdominam (sectio caesaria) yang sesuai kriteria, bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani formulir persetujuan mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi: ibu dengan perdarahan antepartum, hipertensi dalam kehamilan (preeklampsi, eklampsi, superimposed preeklampsi/eklampsi, hipertensi kronis), diabetes melitus, infeksi intrapartum dan sampel darah lisis atau ada bekuan Kriteria untuk bayi : Kriteria inklusi : Lahir hidup, BBL < 2500 gram, penjepitan tali pusat < 30 detik.

6

Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005

Kriteria eksklusi : Lahir ganda/kembar, memiliki kelainan kongenital, mengalami asfiksi berat, sampel darah lisis atau ada bekuan. JUMLAH SUBJEK PENELITIAN Besarnya sampel minimal dihitung dengan menggunakan rumus : Z + Z n 0 ,5 ln 1 + r 1 r 2

+3

Bila = 5% dan = 20% serta r = 0,50 maka : n 29 Berdasarkan rumus di atas, besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah : 29 ibu hamil trimester ketiga beserta 29 BBLR yang dilahirkannya. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling pada sampel yang memenuhi kriteria penelitian.93 PROSEDUR PENELITIAN Setiap ibu hamil yang akan melahirkan baik pervaginam maupun perabdominam (sectio caesaria) di RSUP Manado yang diduga akan melahirkan BBLR dan memenuhi kriteria penelitian dicatat identitasnya dan data yang diperlukan. Perkiraan berat badan bayi yang akan dilahirkan menggunakan rumus RW Johnson.94 Jika meragukan, perkiraan berat badan janin dikonfirmasi dengan pemeriksaan ultrasonografi oleh dokter supervisor dari Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUP Manado. Kepada ibu hamil tersebut dengan didampingi suami atau orang-tuanya, dijelaskan maksud dan tujuan penelitian serta semua risiko yang dapat terjadi bila mengikuti penelitian ini. Jika bersedia menjadi subyek penelitian, mereka diminta menandatangani formulir pernyataan persetujuan penelitian. Sesaat sebelum melahirkan yaitu kala I untuk persalinan pervaginam dan kurang dari 30 menit sebelum sectio cesarea, dilakukan pengambilan 3 ml darah dari vena kubiti ibu yang tidak puasa untuk pemeriksaan laboratorium. Segera setelah penjepitan tali pusat (paling lama 30 detik) tanpa milking (pengurutan tali pusat) dan sebelum plasenta dikeluarkan, dilakukan pemotongan tali pusat dan pengambilan 3 ml darah dari vena umbilikalis (waktu < 10 menit). Jika bayi mengalami asfiksi ringan-sedang pertolongan didahulukan secepatnya sesuai protokol, kemudian baru dikerjakan prosedur penelitian. Kedua sampel darah masing-masing dibagi dua, sebagian (0,6 ml) dimasukkan ke dalam botol yang berisi EDTA dan sisanya dibiarkan menggumpal pada suhu ruangan. Bayi ditimbang sesuai prosedur/cara pengukuran antropometri bayi. Usia kehamilan bayi ditentukan dengan metode New Ballard95 dan dikelompokkan sesuai kurva pertumbuhan intrauterin Battaglia-Lubchencho37 Sampel darah ibu dan bayi dikirim ke laboratorium untuk

menjalani pemeriksaan kadar Hb dan feritin serum. Darah ibu dan bayi yang ternyata tidak memenuhi syarat untuk menjadi subyek penelitian, disimpan untuk kepentingan medis lainnya bila diperlukan. Pemeriksaan Laboratorium : Hemoglobin (Hb): Kadar Hb diperiksa menggunakan darah EDTA memakai metode sianmethemoglobin. Intensitas warna yang terjadi diukur memakai fotometer 4020 pada panjang gelombang 546 nm. Satuan yang dipakai g/dl. Pengukuran Hb dilakukan di Laboratorium Prodia cabang Manado. Feritin serum : sebagian darah yang tidak dimasukkan dalam botol EDTA dibiarkan menggumpal selama-lamanya 2 jam pada suhu ruangan. Selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan serumnya; serum diambil lalu disimpan di Laboratorium Prodia Cabang Manado pada suhu 2-8oC. Kemudian sampel dikirim ke Laboratorium Prodia Jakarta untuk pemeriksaan kadar feritin dengan metode immunochemiluminescence (ICMA) dengan alat IMMULITE 2000. Hasil dinyatakan dalam ng/mL. Kriteria penolakan sampel mutlak jika terjadi hemolisis atau beku ulang, dan tidak mutlak jika lipemik (diultrasentrifugasi). Timbangan yang digunakan merk Yamato (Nakamura Medical Industry Co.,Ltd., Tokyo, Jepang) yang sebelumnya telah ditera, kapasitas timbang 10 kg dengan ketelitian 20 gram, berat lahir ditulis dalam satuan gram (g). Panjang lahir : Bayi ditidurkan telentang pada alas yang keras di atas alat pengukur panjang badan, kepala bayi menyentuh bagian atas alat dengan salah satu tungkai diekstensikan, diukur jarak antara puncak kepala dan tumit. Hasil pengukuran dicatat dalam satuan sentimeter (cm) dengan ketelitian 0,5 cm.

ANALISIS DATA Data yang terkumpul dianalisis secara statistik menggunakan : Analisis Korelasi dan Analisis Jalur (Path Analysis).96 Mulai Agustus sampai Oktober 2002 didapatkan 97 kelahiran BBLR di Bagian Perinatologi RSUP Manado, dengan 15 bayi lahir mati dan 12 bayi lahir ganda. Dari 70 BBLR yang lahir tunggal tersebut, 12 bayi tidak diikutsertakan dalam penelitian karena lahir dari ibu penderita preeklampsia ringan dan berat (2 di antaranya dengan superimposed preeklampsieklampsi), 4 bayi lahir dari ibu dengan perdarahan antepartum, 2 bayi menderita kelainan kongenital, 1 bayi mengalami asfiksi berat, 8 bayi orang tuanya menolak, dan 3 bayi tidak diikutsertakan karena sampel darah mengalami lisis. Terdapat 10 bayi lainnya yang tidak diikutsertakan dalam penelitian karena jumlah sampel sudah terpenuhi. Kemudian dari 30 BBLR dan ibunya yang diikut-sertakan tersebut, diperiksa kadar feritin serum dan hemoglobin darah. KARAKTERISTIK SAMPEL Dari 30 BBLR yang memenuhi kriteria inklusi didapatkan 17 bayi laki-laki dan 13 bayi perempuan. Berdasarkan usia kehamilan didapatkan 13 bayi lahir kurang bulan (BKB), terdiri dari 12 bayi lahir sesuai masa kehamilan (SMK) dan 1 bayi kecil masa kehamilan (KMK), serta 17 bayi lahir cukup bulan yang seluruhnya kecil masa kehamilan. Dari 18 bayi yang kecil

Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005

7

masa kehamilan (KMK) berdasarkan perhitungan indeks ponderal, 11 di antaranya bayi KMK asimetris sedangkan 7 lainnya bayi KMK simetris. Sebaran BBLR menurut kelompok jenis kelamin dan usia kehamilan tampak pada Tabel 2 .Tabel 2. Sebaran BBLR berdasarkan jenis kelamin dan umur kehamilan Jumlah (n = 30) 17 13 13 12 1 17 17 % 56,7 43,3 43,3 40,0 3,3 56,7 56,7

Tabel 5. Sebaran ibu hamil menurut jumlah gravida, status sosialekonomi dan suplementasi besi. Karakteristik Gravida - 1 - 2 - 3 - 4 - 5 Status sosial ekonomi - Rendah - Sedang - Tinggi Suplementasi besi - < 30 - 30 < 60 - 60 < 90 - 90 Jumlah (n = 30) 16 7 4 1 2 13 17 0 12 7 9 2 % 53,3 23,3 13,3 3,3 6,7 43,3 56,7 0 40,0 23,3 30 6,7

Karakteristik Jenis kelamin - Laki-laki - Perempuan Kurang Bulan - Sesuai masa kehamilan - Kecil masa kehamilan Cukup bulan - Kecil masa kehamilan

Sebaran BBLR berdasarkan kurva pertumbuhan intrauterin tampak pada Tabel 3.Tabel 3. Sebaran BBLR berdasarkan kurva pertumbuhan intrauterin. Karakteristik Sesuai masa kehamilan Kecil masa kehamilan : - Simetris - Asimetris Jumlah (n = 30) 12 18 7 11 % 40 60 23,3 36,7

GAMBARAN STATUS BESI IBU HAMIL DAN BAYI Gambaran Status Besi Status besi seseorang dapat diperiksa melalui beberapa macam uji laboratorium; pemeriksaan tersebut dapat meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, besi serum, saturasi transferin, FEP, dan kadar feritin serum. Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dan feritin serum pada ibu hamil trimester ke tiga dan BBLR yang dilahirkan; hasilnya tertera pada Tabel 6.Tabel 6. Kadar hemoglobin dan feritin serum ibu hamil trimester ketiga dan BBLR yang dilahirkanKarakteristik Ibu hamil trimester ke tiga - Hemoglobin (g/dL) - Feritin serum (ng/mL) BBLR - Hemoglobin (g/dL) - Feritin serum (ng/mL) Minimum 6,9 3 12,8 72 Maksimum 15,6 173 21,0 1250 Ratarata 12,2 61,63 17,14 338,30 SB 1,93 44,90 2,08 271,58

Pada penelitian ini berat badan lahir BBLR yang diteliti berkisar antara 12602480 gram dengan berat badan lahir ratarata 2232 (SB 288,87) gram, sedangkan panjang badan lahir bayi berkisar antara 39-48 cm dengan panjang badan rata-rata 45,07 (SB 1,93) cm. Usia ibu rata-rata yang ikut serta dalam penelitian ini adalah 26,30 (SB 6,16) tahun dengan usia termuda 17 tahun dan tertua 43 tahun, dan jumlah gravida rata-rata 1,87 (SB 1,20) kali. Karakteristik ibu hamil trimester ke tiga dan BBLR yang dilahirkan tampak pada Tabel 4.Tabel 4. Karakteristik ibu hamil trimester ke tiga dan BBLR yang dilahirkan.Minimum BBLR - Berat badan lahir - Panjang badan lahir Ibu hamil trimester ke tiga - Umur - Gravida - Skor status sosial ekonomi - Skor suplementasi besi 1260 39 17 1 4 1 Maksimum 2480 48 43 5 18 4 Ratarata 2232,00 45,07 26,30 1,87 10,47 2,03 SB 288,87 1,93 6,16 1,20 4,26 1,00

Dari Tabel 6 tampak bahwa rata-rata kadar hemoglobin ibu hamil trimester ke tiga yang melahirkan BBLR adalah 12,2 (SB 1,93) g/dL dengan kadar rata-rata feritin serum 61,63 (SB 44,90) ng/mL. Sedangkan rata-rata kadar hemoglobin BBLR dalam penelitian ini adalah 17,137 (SB 2,083) g/dL dengan kadar feritin serum rata-rata 338,30 (SB 271,58) ng/mL. Penilaian Status Besi Beberapa sampel memiliki hasil pemeriksaan kurang dari nilai normal pada pengukuran kadar hemoglobin dan feritin serum (tabel 7).. Tabel 7 menunjukkan anemia pada ibu hamil trimester ke tiga sebesar 16,7%. Berdasarkan kadar hemoglobin dan feritin serum, ditemukan 4 (13,3%) ibu hamil mengalami defisiensi besi (kadar feritin serum 4).

8

Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005

SSE Tabel 7. Distribusi sampel berdasarkan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin dan feritin serum Jumlah (n = 30) % r23 (X2) p12 py1

Karakteristik Ibu hamil trimester ketiga - Hemoglobin (Hb) < 11 g/dL 11 g/dL - Feritin serum (FS) < 12 ng/mL 12 ng/mL - Kadar Hb dan FS Normal (Hb 11 ; FS 12) Laten (Hb 11 ; FS < 12) ADB (Hb < 11 ; FS < 12) ANDB (Hb < 11 ; FS 12) BBLR - Hemoglobin (Hb) < 14,5 g/dL 14,5 g/dL - Feritin serum (FS) < 12 ng/mL 12 ng/mL - Kadar Hb dan FS Normal (Hb 14,5 ; FS 12) Laten (Hb 14,5 ; FS < 12) ADB (Hb < 14,5 ; FS < 12) ANDB (Hb < 14,5 ; FS 12)

SBIH (X1)

SBB (Y)

5 25 4 26 23 2 2 3

16,7 83,3 13,3 86,7 76,7 6,7 6,7 10 SB X3) p13

Gambar 3. Diagram jalur hubungan antar variabel. Keterangan: SBB SBIH SSE SB : : : : Status besi bayi (Y) Status besi ibu hamil (X1) Status sosial-ekonomi (X2) Suplementasi besi (X3)

4 26 0 30 26 0 0 4

13,3 86,7 0 100 86,7 0 0 13,3

HUBUNGAN ANTARA STATUS BESI IBU HAMIL DAN BAYI Ditinjau dari kadar feritin serum, ditemukan hubungan yang bermakna antara status besi ibu hamil trimester ke tiga dengan status besi BBLR yang dilahirkan (gambar 2). Besar koefisien korelasi yang didapat adalah 0,538 dengan nilai kemaknaan 0,002 (p 1) berarti bahwa variabel kadar asam urat merupakan faktor risiko terhadap luaran pengelolaan (gagal atau berhasil). Dengan RP : 3,71 dan IK 95% : 1,844 s/d 7,453 menunjukkan bahwa dalam populasi yang diwakili oleh sampel yang diteliti, kita mempunyai kepercayaan sebesar 95% bahwa rasio prevalensinya terletak antara 1,844 sampai 7,453 (selalu lebih dari 1). Dengan demikian maka rasio prevalens tersebut disebut bermakna. Untuk menentukan apakah kadar asam urat 7,60 mg/dL tersebut dapat dipakai sebagai prediktor terhadap luaran pengelolaan kasus, maka dilakukan penghitungan nilai sensiti-

Dari 24 kasus dengan kadar asam urat < 7,60 mg/dl terdapat 2 kasus (8,3%) melahirkan bayi dengan berat badan lahir < 1500 gram, 7 kasus (29,2%) dengan berat badan lahir 15002499 gram dan 15 kasus (62,5%) dengan berat badan lahir 2500 gram. Dari 41 kasus dengan kadar asam urat 7,60 mg/dl terdapat 7 kasus (17,1%) melahirkan bayi dengan berat badan lahir < 1500 gram, 24 kasus (58,5%) dengan berat badan lahir 15002499 gram dan 10 kasus (24,4%) dengan berat badan lahir 2500 gram. Uji chi square pada variabel di atas didapatkan hasil = 9,290 dengan p = 0,010 yang berarti bahwa bayi yang dilahirkan pada kelompok dengan kadar asam urat < 7,60 mg/dL dan kadar asam urat 7,60 mg/dL secara statistik berbeda bermakna. Sedangkan dari 24 kasus dengan kadar asam urat < 7,60 mg/dl terdapat 2 kasus (8,3%) melahirkan bayi dengan nilai Apgar 03 (asfiksia berat), 1 kasus (4,2%) dengan nilai Apgar 46 (asfiksia sedang) dan 21 kasus (87,5%) dengan nilai APGAR 7 (asfiksia ringan atau vigorous baby). Dari 41 kasus dengan kadar asam urat 7,60 mg/dl terdapat 6 kasus (14,6%) melahirkan bayi dengan nilai Apgar 03 (asfiksia berat), 4 kasus (9,8%) dengan nilai Apgar 46 (asfiksia sedang) dan 31 kasus (75,6%) dengan nilai Apgar 7 (asfiksia ringan atau vigorous baby). Uji chi square pada variabel di atas didapatkan hasil Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005 33

=1,371 dengan p = 0,504 yang berarti nilai Apgar (5) pada bayi baru lahir dari kedua kelompok secara statistik tidak berbeda bermakna. Hubungan antara kadar asam urat dan luaran bayi Pada variabel kadar asam urat yang dihubungkan dengan luaran bayi berupa berat badan lahir dan nilai APGAR pada menit kelima, ternyata hanya berat badan lahir yang berbeda bermakna (p = 0,010) terhadap kadar asam urat ( 7,60 dan < 7,60 mg/dL). Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel tersebut maka dilakukan analisis berupa uji korelasi. Karena hanya membandingkan dua variabel yang bersifat numerik maka uji yang dipakai adalah Uji Regresi Linier, dengan kadar asam urat sebagai variabel bebas (independen) dan berat badan lahir sebagai variabel tergantung (dependen). Setelah dilakukan perhitungan statistik maka didapatkan persamaan regresi linier sebagai berikut : Y = 3227,83 138,89 X (r : 0,315 ; p : 0,011). Y = berat badan lahir (variabel tergantung). X = kadar asam urat (variabel bebas). Konstanta 3227,83 : merupakan berat badan lahir (3227,83 gram) apabila tidak dipengaruhi oleh kadar asam urat. Koefisien regresi sebesar 138,89 menyatakan bahwa setiap kenaikan asam urat sebesar 1 mg/dL akan menyebabkan penurunan (karena tanda ) berat badan lahir sebesar 138,89 gram. Besarnya hubungan antara kedua variabel di atas berdasarkan koefisien korelasi adalah: r 0,315. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang sangat lemah (r < 0,4) antara kedua variabel, dengan arah hubungan yang negatif (ada tanda negatif pada angka 0,315) yang berarti makin meningkat kadar asam urat akan membuat berat badan lahir cenderung turun

atau sebaliknya. Walaupun demikian persamaan regresi ini tetap dapat dipakai untuk memprediksi berat badan lahir berdasarkan kadar asam urat, dengan hasil uji kemaknaan p = 0,011 (p < 0,05). Apabila digambarkan dalam sebuah kurva maka grafik persamaan regresi tersebut akan tampak seperti Gambar 3. Grafik persamaan regresi BBL dengan kadar asam urat. Dari grafik tersebut terlihat bahwa kurva linier yang terbentuk dari persamaan regresi : Y = 3227,83 138,89 X berupa garis lurus yang landai, memanjang dari kiri atas ke arah kanan bawah. Hal ini membuktikan bahwa terdapat korelasi negatif pada kedua variabel (BBL dan KAU) yang ditunjukkan oleh arah garis ke kanan bawah, dan hubungan yang lemah yang ditunjukkan oleh garis yang landai. DISKUSI Bila ditinjau karakteristik kasus preeklampsia berat (PEB) preterm dari 65 subyek penelitian, maka kasus terbanyak berada di kelompok umur 2034 tahun yaitu 54 kasus (83,1%). Data ini sesuai dengan hasil penelitian Saman dkk (1996) yang juga mendapatkan kasus terbanyak di kelompok umur 2534 tahun (52%) dari 100 kasus preeklampsia preterm.26 Peneliti lainnya mendapatkan 66 kasus (68%) dari 97 kasus PEB berada di kelompok umur 2035 tahun.27 Pada penelitian retrospektif di RS Sanglah tahun 2001, dari 55 kasus PEB preterm yang dikelola konservatif terdapat 48 kasus (87,27%) termasuk dalam kelompok umur 2034 tahun.6 Agak berbeda dengan hasil penelitian Tribawono dkk (2002) yang mendapatkan kasus PEB terbanyak pada usia 35 tahun (12% dari 658 kasus).28 Handayani dkk (2003) mendapatkan kasus PEB terbanyak pada usia ibu 35 tahun yaitu 16,2% dari 739 kasus.29

Berat badan lahir4000

3000

r : -0,315 p : 0,011

2000

1000Kadar Asam Urat

0 4 5 6 7 8 9 10

Garis Regresi Linier

Asam uratGambar 3. Grafik persamaan regresi BBL dengan kadar asam

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005

Usia ibu 35 tahun merupakan salah satu faktor risiko terjadinya preeklampsia.1 Pada penelitian ini kasus yang diteliti hanya sedikit (65 kasus) sedangkan peneliti lainnya mendapatkan 658 kasus28 dan 739 kasus.29 Perbedaan inilah yang mungkin merupakan penyebab terjadinya kesenjangan dengan teori yang ada. Berdasarkan usia kehamilan (UK), kasus terbanyak berada pada kelompok dengan UK 2936 minggu yaitu 58 kasus (89,2%), berbanding 7 kasus (10,8%) pada UK 2128 minggu. Peneliti lain mendapatkan 95 kasus (65,06%) dengan UK 3336 minggu dan 51 kasus (34,93%) pada UK 2832 minggu dari 146 kasus PEB preterm.30 Di sini terlihat bahwa makin tinggi UK maka angka kejadian PEB akan makin tinggi. Pada kehamilan dengan preeklampsia akan terjadi penurunan volume darah yang bermakna dibandingkan dengan kehamilan normal. Di samping itu terjadi pula peningkatan hematokrit dan viskositas darah serta pergeseran cairan intravaskuler ke ruang interstitiel. Akibat perubahan sistem hemodinamik maka aliran darah ginjal akan turun sebesar 20% dari kehamilan normal. Demikian pula kecepatan filtrasi glomerulus berkurang sampai 50%.26, 8 Rerata kadar asam urat didapatkan sebesar 7,49 mg/dL (SD 1,31) dengan rentang 4,99,9 mg/dL. Kadar tersebut berada di atas harga normal kadar asam urat yaitu : 2,45,7 mg/dL. Tingginya kadar asam urat pada preeklampsia ini juga didapatkan oleh beberapa peneliti lainnya; mendapatkan kadar asam urat pada PEB 240,68 mmol/L.31 Saman dkk (1996) mendapatkan rerata kadar asam urat pada PEB 7,896 mg/dL (SD 2,960).26 Raharja dkk (2002) mendapatkan rerata kadar asam urat 8,2 mg/dL pada PEB dan 9,4 mg/dL pada eklampsia.27 Peneliti lainnya seperti DAnna et al (2000) mendapatkan adanya peningkatan asam urat serum pada penderita preeklampsia dengan nilai median asam urat 375 mmol/L (rentang 262536) dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu 259 mmol/L (rentang 143339). 15 Pada kehamilan multifetus, Fischer et al (1995) mendapatkan bahwa kadar asam urat 6,5 mg/dL dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya preeklampsia pada kehamilan kembar.32 Luaran pengelolaan Pada penelitian ini, dari 65 kasus PEB preterm yang dikelola konservatif didapatkan 21 kasus (32,3%) berhasil dan 44 kasus (67,7%) tidak berhasil dikelola (gagal). Hasil serupa didapatkan oleh Wilutomo dkk (1998) dari 146 kasus PEB preterm terdapat 53 kasus (36,30%) berhasil dan 93 kasus (63,70%) gagal dikelola.30 Rowawi dkk (2000) mendapatkan hanya 31,5% saja kasus PEB berhasil dikelola secara konservatif, yang berarti 68,5% kasus gagal dikelola.33 Hasil ini agak berbeda dengan yang didapatkan oleh Mose dkk (2001) dari 19 kasus PEB preterm yang dikelola konservatif terdapat 13 kasus (68,4%) berhasil dikelola dan 6 kasus (31,6%) dinyatakan gagal.34 Penelitian retrospektif Wirawan dkk (2001) di RS Sanglah Denpasar pada periode Juli 1997 s/d Juni 2000, mendapatkan 23 kasus (41,82%) yang berhasil dikelola dan 32 kasus (58,18%) gagal, dari 55 kasus

PEB preterm yang dikelola konservatif.6 Perbedaan pada hasil penelitian ini mungkin karena adanya perbedaan dalam menentukan kriteria keberhasilan perawatan konservatif. Pada penelitian ini kriteria berhasil ditentukan apabila kehamilan mencapai UK 37 minggu dan disebut gagal (tidak berhasil) apabila kehamilan diakhiri / berakhir atau terjadi kematian janin dalam rahim pada UK < 37 minggu. Peneliti lainnya ada yang menentukan kriteria berhasil apabila preeklampsia berat membaik setelah dirawat konservatif selama 5 hari.34, 6 Tujuan dasar perawatan kehamilan dengan preeklampsia adalah : (a) mengakhiri kehamilan dengan kemungkinan trauma yang sekecil-kecilnya baik pada ibu maupun pada bayi ; (b) melahirkan bayi dalam keadaan masih hidup ; dan (c) pemeliharaan kesehatan ibu yang sempurna.1 Dengan memperhatikan tujuan di atas, peneliti memilih kriteria berhasil apabila kehamilan mencapai usia kehamilan 37 minggu. Pada kehamilan 37 minggu diharapkan kondisi ibu sudah jauh lebih membaik dan bayi dapat mencapai berat badan minimal 2500 gram, sehingga akan memperkecil trauma persalinan yang mungkin akan dialami. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa kejadian preeklampsia / eklampsia dapat dipengaruhi oleh faktor usia ibu, paritas serta usia kehamilan.29 Pada penelitian ini ketiga variabel tersebut bila dibandingkan antara kelompok yang berhasil (21 kasus / 32,3%) dan yang gagal (44 kasus / 67,7%) dari 65 kasus PEB preterm yang dikelola konservatif, ternyata ketiganya secara statistik tidak berbeda bermakna (p > 0,05). Dengan hasil tersebut maka pengaruh ketiga variabel (usia ibu, paritas dan usia kehamilan) terhadap luaran pengelolaan dapat diabaikan sehingga akan mengurangi bias hasil penelitian. Titik potong (cut-off point) kadar asam urat Adanya hubungan antara peningkatan kadar asam urat serum dan preeklampsia sudah dikemukakan oleh Slemmons dan Bogert sejak tahun 1917 dalam tulisannya yang berjudul The uric acid content of maternal and fetal blood, kemudian diikuti oleh banyak penulis lainnya meneliti tentang kegunaan asam urat serum untuk membedakan berbagai jenis hipertensi dalam kehamilan dan sebagai prediktor terhadap luaran kehamilan.35 Dengan menghitung nilai sensitivitas, spesifisitas dan membuat Kurva Receiver Operator Characteristic (ROC) dari setiap nilai kadar asam urat sampel, peneliti mendapatkan kadar 7,60 mg/dL merupakan titik temu antara nilai sensitivitas dan spesifisitas, sehingga nilai tersebut ditentukan sebagai titik potong, dengan nilai sensitivitas 86,36% dan spesifisitas 85,71% (gambar 1). Pada kurva ROC ternyata titik 7,60 ini terletak jauh di kiri atas garis diagonal pada grafik (gambar 2). Menurut Pusponegoro dkk (2002) apabila hasil yang didapat semakin menjauh dari garis diagonal maka hasil akan makin bermakna.36 Saman dkk (1996) dengan menggunakan kurva ROC mendapatkan kadar 8,0 mg/dL sebagai titik potong kadar asam urat yang paling baik untuk digunakan dalam menilai kemungkinan asfiksia bayi pada preeklampsia berat, dengan nilai sensitivitas 92%, spesifisitas 93%, nilai prediksi positif Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005 35

66% dan nilai prediksi negatif 98%.26 Wilutomo dkk (1998) yang meneliti 46 kasus preeklampsia berat preterm yang dikelola konservatif, dengan menentukan batas atas kadar normal asam urat 5,7 mg/dL sebagai titik potong, mendapatkan nilai sensitivitas 80,64% dan spesifisitas 54,71%.30 Mustaphi et al (1996) mendapatkan kadar asam urat 5,5 mg/dL merupakan indikator terjadinya preeklampsia dan mempunyai korelasi positif yang erat dengan beratnya preeklampsia dilihat dari derajat hipertensi dan proteinuria.17 San MartinHerrasti (1997) yang meneliti 137 pasien mendapatkan bahwa kadar asam urat akan tinggi pada preeklampsia dan super imposed preeclampsia, dinyatakan juga bahwa tingginya kadar asam urat berhubungan dengan beratnya preeklampsia dan merupakan indikator yang baik untuk mendeteksi preeklampsia.18 Pramono dkk (2003) yang meneliti 88 wanita hamil dengan normotensi pada usia kehamilan (UK) 2028 minggu, setelah diikuti perkembangan kehamilannya 10 minggu kemudian ternyata didapatkan 17 subyek menjadi preeklampsia dan 71 lainnya tetap normotensi. Didapatkan peningkatan kadar asam urat yang bermakna pada kelompok preeklampsia sebanyak 1,51 1,19 mg % (p < 0,05), dan dari analisis regresi logistik didapatkan peningkatan kadar asam urat dapat digunakan untuk memprediksi kejadian preeklampsia (p < 0,05).37 Kadar asam urat dan luaran pengelolaan Banyak peneliti menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara hiperurisemia dengan preeklampsia. Kadar asam urat dalam tubuh yang merupakan hasil akhir dari metabolisme purine, dalam keadaan normal sebagian besar akan diekskresikan melalui ginjal. Pada PEB akan terjadi perubahan fungsi ginjal dan terjadi penurunan aliran darah ginjal, penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan klirens asam urat akan menurun pula. Akibatnya akan menyebabkan peningkatan kadar asam urat serum, dan peningkatan kadar asam urat serum ini dapat terjadi sebelum gejala klinik timbul. Peningkatan kadar asam urat serum pada PEB akan meningkatkan risiko kehamilan baik ibu dan janinnya serta dapat juga menggambarkan beratnya penyakit. 11, 15, 35, 37 Dengan menggunakan kadar asam urat 7,60 mg/dL sebagai titik potong pada penelitian ini didapatkan hasil sebagai berikut : dari 24 kasus dengan kadar asam urat < 7,60 mg/dL didapatkan 18 kasus (75,0%) berhasil dikelola dan 6 kasus (25,0%) gagal; dan dari 41 kasus dengan kadar asam urat 7,60 mg/dL didapatkan hanya 3 kasus (7,3%) yang berhasil dikelola dan 38 kasus (92,7%) gagal. Dengan uji kai kuadrat (chi square) pada kedua kelompok didapat perbedaan yang sangat bermakna ( : 31,710 dan p : 0,001). Dari uji diagnostik tabel 2 x 2 pada kedua kelompok (tabel 5) didapatkan nilai sensitivitas 86,36%, nilai spesifisitas 85,71%, nilai prediksi positif 92,68% dan nilai prediksi negatif 75%. Hal ini berarti bahwa pada kelompok yang gagal terdapat kemungkinan 86,36% akan ditemukan kadar asam urat 7,60 mg/dL, sedangkan pada kelompok yang berhasil terdapat kemungkinan 85,71% akan ditemukan KAU < 7,60 mg/dL. Kemudian bila ditemukan hasil pemeriksaan KAU 7,60 mg/dL maka probabilitas untuk gagal sebesar 92,68%, begitu pula sebaliknya bila 36 Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005

ditemukan hasil pemeriksaan KAU < 7,60 mg/dL maka probabilitas untuk berhasil adalah sebesar 75%. Hasil ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Wilutomo dkk (1998). Dengan menggunakan kadar 5,7 mg/dL sebagai titik potong, didapatkan hasil sebagai berikut : dari 47 kasus dengan asam urat 5,7 mg/dL didapatkan 29 kasus (61,70%) berhasil dan 18 kasus (38,29%) gagal, sedangkan dari 99 kasus dengan asam urat > 5,7 mg/dL didapatkan 24 kasus (24,24%) berhasil dan 75 kasus (75,75%) gagal, secara statistik kedua kelompok ini berbeda bermakna ( : 19,340 dan p < 0,001). 30 Penelitian pada kehamilan dengan multifetus didapatkan hasil sebagai berikut : Fischer et al (1995) dengan menggunakan kurva ROC mendapatkan kadar asam urat 6,5 mg/dL merupakan cut-off untuk mengidentifikasi preeklampsia pada kehamilan kembar dengan sensitivitas 94% dan spesifisitas 78%. 32 Koike et al (1997) yang memeriksa kadar asam urat pada kehamilan kembar dengan usia kehamilan 3031 minggu mendapatkan cut-off 5,5 mg/dL untuk deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya preeklampsia dengan nilai sensitivitas 73% dan spesifisitas 74%.19 Dari beberapa penelitian tersebut ternyata kadar asam urat dapat digunakan sebagai prediktor terhadap terjadinya preeklampsia maupun sebagai faktor prognosis luaran prengelolaan preeklampsia. Kadar asam urat dan luaran bayi Dari dua variabel luaran bayi yang diteliti yaitu berat badan lahir (BBL) dan nilai Apgar menit ke-5 terhadap luaran pengelolaan (berhasil dan gagal) dan kadar asam urat (< 7,60 dan 7,60 mg/dL) ternyata didapatkan hanya variabel BBL saja yang secara statistik berbeda bermakna (p < 0,05). Antara kelompok KAU < 7,60 dan KAU 7,60 dengan variabel BBL didapatkan hasil : 9,290 dan p : 0,010 (Tabel 6). Sagen et al (1984) yang melakukan penelitian pada 54 kehamilan normal dan 72 kasus preeklampsia berat mendapatkan peningkatan kadar asam urat yang bermakna pada kasus preeklampsia berat, yang berhubungan dengan terjadinya hambatan pertumbuhan dan perinatal distress.24 Kadar asam urat yang tinggi akan ditemukan pada awal trimester III pada kasus dengan kematian perinatal. Schuster et al (1981) mendapatkan dari 71 wanita hamil dengan preeklampsia, kejadian berat badan lahir rendah cenderung akan meningkat pada kasus preeklampsia dengan peningkatan kadar asam urat serum di atas batas normal.20 Pada penelitian ini setelah dilakukan analisis korelasi regresi antara berat badan lahir (BBL) dengan kadar asam urat (KAU), maka didapatkan persamaan regresi linier sbb : Y = 3227,83 138,89 X (r : 0,315 ; p : 0,011). Didapatkan hubungan bermakna (p < 0,05) antara BBL dengan KAU walaupun sangat lemah (r < 0,4). Tumbelaka dkk (2002) mengatakan bahwa nilai r yang didapat menunjukkan kuatnya suatu korelasi. Korelasi dikatakan baik bila didapatkan nilai r > 0,8 ; sedang bila r 0,60,79 ; lemah bila r 0,40,59 dan sangat lemah bila r < 0,4.38 Pada penelitian lainnya oleh Rachimhadhi dkk (1986), didapatkan adanya hubungan bermakna antara KAU serum penderita preeklampsia berat dengan BBL (r 0,54 ; p < 0,01)31

Acien et al (1990) mendapatkan dari 101 kasus preeklampsia dengan asam urat > 6,0 mg/dL, pertumbuhan janin terhambat terjadi pada 45 kasus (44,5%) dan kematian perinatal terjadi pada 12 kasus (11,9%).39 Dikatakan bahwa peningkatan KAU berhubungan dengan berkurangnya volume darah ibu dan KAU yang tinggi berhubungan dengan terjadinya perkembangan janin terhambat. KESIMPULAN 1. Dari 65 kasus preeklampsia berat preterm yang dikelola konservatif didapatkan rerata kadar asam urat (KAU) 7,749 mg/dL (SD 1,31) ; dengan luaran pengelolaan : 44 kasus (67,7%) gagal dan 21 kasus (32,3%) berhasil dikelola. 2. Dengan menghitung nilai sensitivitas, spesifisitas dan Kurva Receiver Operator Characteristic (ROC) pada seluruh sampel asam urat, didapatkan titik potong (cut-off point) kadar asam urat 7,60 mg/dL. Didapatkan luaran pengelolaan sebagai berikut : Dari 41 kasus dengan KAU 7,60 mg/dL didapatkan 38 kasus (92,7%) gagal dan 3 kasus (7,3%) berhasil dikelola. Dari 24 kasus dengan KAU < 7,60 mg/dL didapatkan 6 kasus (25,0%) gagal dan 18 kasus (75,0%) berhasil dikelola. Didapatkan perbedaan bermakna pada kedua kelompok ini ( : 31,710 dan p : 0,001). 3. Kadar asam urat 7,60 mg/dL dapat dipakai sebagai prediktor kegagalan pengelolaan kasus preeklampsia berat preterm dengan hasil berikut : Nilai sensitivitas 86,36%, nilai spesifisitas 85,71%, nilai prediksi positif 92,68% dan nilai prediksi negatif 75%. 4. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok berat badan lahir bayi dan kadar asam urat ( : 9,290 dan p : 0,010). Persamaan regresi linier antara keduanya adalah : Y = 3227,83 138,89 X. Terdapat hubungan negatif dan korelasi yang lemah antara kedua variabel, walaupun hubungan tersebut secara statistik bermakna (R : 0,315 ; p : 0,011). 5. Dalam mengelola kasus preeklampsia berat preterm secara konservatif, dengan tetap memperhatikan faktor ibu dan janin, perlu dipertimbangkan terminasi kehamilan apabila didapatkan kadar asam urat serum 7,60 mg/dL.

6.

7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.

20. 21. 22. 23.

KEPUSTAKAAN 24. 1. 2. 3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Haath JC, Wenstrom KD (eds). Hypertensive disorders in pregnancy. In : Williams Obstetrics. 21st ed. Mc Graw-Hill, New York. 2001. 56879 Meizia D, Mose JC. Tinjauan faktor risiko pada kematian ibu dan anak akibat preeklampsia berat dan eklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin. Maj Obstet Ginekol Indones. 1999; 23 : 194200 Dwijayasa PM. Aspirin dosis rendah efektif untuk mencegah terjadinya preeklampsia pada kehamilan yang diprediksi. Dalam : Naskah lengkap POGI Denpasar di KOGI XI Denpasar. Lab/SMF Obgin FK Unud / RS Sanglah Denpasar. 2000. 24 Kartha IBM. Hubungan kadar trigliserida serum dengan risiko terjadinya preeklampsia pada primigravida. Dalam : Naskah lengkap POGI Denpasar di KOGI XI Denpasar. Lab/SMF Obgin FK Unud / RS Sanglah Denpasar. 1999. Darmaja IGN, Suwardewa TGA. Profil penderita eklampsia di RS Sanglah Denpasar tahun 19982000. Dalam : Naskah lengkap POGI Denpasar di PIT XIII Malang. Lab/SMF Obstetri Ginekologi FK Unud / RS Sanglah Denpasar. 2002. 35 25. 26.

27.

4.

28.

5.

29.

Wirawan AANMAP, Jayakusuma AAN. Evaluasi keberhasilan penanganan konservatif preeklampsia berat di RSUP Denpasar selama 3 tahun (periode Juli 1997 s/d Juni 2000). Dalam : Naskah lengkap POGI Denpasar di PIT XII Palembang. Lab/SMF Obgin FK Unud / RS Sanglah Denpasar. 2001. Churchill D, Beevers DG. Clinical assessment and investigation of the hypertensive disorders of pregnancy. In : Hypertension in pregnancy. 1st ed. BMJ Books, London. 1999. 456 Farid, Mose JC, Sabarudin U, Purwara BH. Perbandingan kadar nitrik oksida serum penderita preeklampsia dengan hamil normal. Maj Obstet Ginekol Indones. 2001;25(2) : 6979 Rambulangi J. Beberapa cara prediksi hipertensi dalam kehamilan. Cermin Dunia Kedokt. 2003; 139 : 58 Kurdas C. New guidelines for detecting and managing hypertension in pregnancy. J Paed Obstet Gynaecol. 2001; 27 (3) : 325 Kim HS, Jeong EH, Ahn CS. Clinical significance of serum uric acid level in pregnant women complicated by preeclampsia. Korean J Obstet Gynecol. 1994. 38(5) : 774780 Wakwe VC. Estimation of plasma uric acid in pregnancy induced hypertension (PIH). Is the test still relevant? Afr J Med Sci. 1999. 28(3-4) : 1558 Suzuki S, Yoneyama Y, Sawa R, Otsubo Y, Takeuchi T, Araki T. Relation between serum uric acid and plasma adenosine levels in women with preeclampsia. Gynecol Obstet Invest. 2001. 51(3) : 16972 Hsu CD, Chung YK, Lee IS, Chou K, Copel JA. Maternal serum uric acid levels in pre-eclamptic women with multiple gestations. Am J Perinatol. 1997. 14(10) : 613 7 DAnna R, Baviera G, Scilipoti A, Leonardi I, Leo R. The clinical utility of serum uric acid measurements in pre-eclampsia and transient hypertension in pregnancy. Panminerva Med. 2000. 42(2) : 1013 Voto LS, Illia R, Darbon-Grosso HA, Imaz FU, Margulies M. Uric acid levels: a useful index of the severity of preeclampsia and perinatal prognosis. J Perinat Med. 1988. 16(2):1236 Mustaphi R, Gopalan S, Dhaliwal L, Sarkar AK. Hyperuricemia and pregnancy induced hypertension-reappraisal. Indian J Med Sci. 1996. 50(3) : 6871 San Martin-Herrasti JM. Variations in the uric acid levels in pregnancy hypertension. Ginecol Obstet Mex. 1997. 65 : 5963 Koike T, Minakami H, Takayama T, Ogawa S, Kuwata T, Sato I. Elevation of the serum uric acid level preceding the clinical manifestation of preeclampsia in twin pregnancies. Gynecol Obstet Invest. 1997. 44(2) : 97101 Schuster E, Weppelmann B. Plasma urate measurements and fetal outcome in pre-eclampsia. Gynecol Obstet Invest. 1981. 12(3) : 1627 Varma TR. Serum uric acid levels as an index of fetal prognosis in pregnancies complicated by pre-existing hypertension and pre-eclampsia of pregnancy. Int J Gynecol Obstet. 1982. 20(5) : 4018 Acien P, Lloret G, Lloret M. Perinatal morbidity and mortality in pregnancy hypertensive disorders : Prognostic value of the clinical and laboratory findings. Int J Gynaecol Obstet. 1990. 32 (3) : 22935 Olah KS, Redman CW, Gee H. Management of severe, early preeclampsia : is conservative management justified? Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 1993. 51(3) : 17580 Sagen N, Haram K, Nilsen ST. Serum urate as a predictor of fetal outcome in severe pre-eclampsia. Acta Obstet Gynecol Scand. 1984. 63 (1) : 715 Churchill D, Beevers DG. Prediction and prevention of preeclampsia. In : Hypertension in pregnancy. 1st ed. BMJ Books, London. 1999. 1023 Saman M, Zulfakar, Pangemanan WT, Rusydi SD, Zulqarnain I. Hubungan kadar asam urat dengan keadaan bayi saat lahir pada preeklampsia berat. Dalam : Naskah lengkap POGI Palembang di KOGI X Padang. Bagian / SMF Obstetri Ginekologi FK Unsri / RSUP Palembang. 1996. 11332 Raharja CA, Sulistyowati S, Tjiptosisworo D. Profil asam urat pada preeklamsia berat / eklamsia di RSUD Dr. Moewardi Surakarta (penelitian pendahuluan). Dalam : Naskah lengkap POGI Surakarta di PIT XIII Malang. SMF Obgin FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 2002. 14 Tribawono A, Mose JC. Pengelolaan preeklamsi-eklamsi periode tahun 1998-2001 di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Dalam : Naskah lengkap POGI Bandung di PIT XIII Malang. Bagian/SMF Obgin FK Unpad / RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. 2002. 112 Handayani PT, Mose JC. Pengaruh faktor umur, paritas dan umur kehamilan terhadap kejadian preeklamsia berat dan eklamsia serta

Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005 37

30. 31. 32. 33.

34.

hubungannya terhadap outcome ibu dan bayi. Dalam : Naskah lengkap POGI Bandung di KOGI XII Yogyakarta. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. 2003. Wilutomo P, Hadisaputro H. Hubungan peningkatan kadar asam urat serum terhadap hasil pengelolaan konservatif pada preeklampsia berat. Maj Obstet Ginekol Indones. 1998. 22(3) : 1114 Rachimhadhi T, Wahjuono A. Kadar asam urat pada preeklampsia / eklampsia dalam partus kala I. Maj Obstet Ginekol Indones. 1986. 12(3) : 17888 Fischer RL, Bianculli KW, Hediger ML, Scholl TO. Maternal serum uric acid levels in twin gestations. Obstet Gynecol. 1995. 85(1) : 604 Rowawi R, Mose JC. Evaluasi keberhasilan pengelolaan konservatif pada preeklamsia berat di RSHS tahun 19971999. Dalam : Naskah lengkap POGI Bandung di KOGI XI Denpasar. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad / RS Hasan Sadikin Bandung. 2000. Mose JC, Mandang SV. Evaluasi keberhasilan perawatan konservatif penderita preeklamsi ringan dengan menggunakan allium sativum dan

35. 36. 37.

38.

preeklamsi berat dengan menggunakan magnesium sulfat di RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. Maj Obstet Ginekol Indones. 2001. 25 (1) : 4753 Lim KH, Friedman SA, Ecker JL, Lu Kao RN, Kilpatrick SJ. The clinical utility of serum uric acid measurements in hypertensive diseases of pregnancy. Am J Obstet Gynecol. 1998. 178(5) : 106771 Pusponegoro HD, Wirya IGNW, Pudjiadi AH, Bisanto J, Zulkarnain SZ. Uji diagnostik. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S (Eds). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Ed. Ke-2. Sagung Seto, Jakarta. 2002. 1746 Pramono A, Moetmainnah SP, Hadijono RS. Kadar asam urat serum pada kehamilan trimester II dan III sebagai prediktor kejadian preeklamsia. Dalam : Naskah lengkap POGI Semarang di KOGI XII Yogyakarta. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Undip / RS Dr. Kariadi Semarang. 2003. 812 Tumbelaka AR, Riono P, Sastroasmoro S, Wirjodiardjo M, Pudjiastuti P, Firman K. Pemilihan uji hipotesis. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S (Eds). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Ed. Ke-2. Sagung Seto, Jakarta. 2002. 25.

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Sindroma Nefrotik pada KehamilanZulkhairi, Salli R NasutionBagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan

PENDAHULUAN Kehamilan berpengaruh secara mekanis dan hormonal dengan fungsi traktus urinarius yang secara embriologis berasal dari traktus genitalis. Deregulasi kerja fisiologi ginjal dapat menginduksi perubahan yang bisa membahayakan kehamilan serta meninggalkan penyakit yang menetap dan progresif bagi ibu hamil. Kehamilan bersamaan dengan perubahan anatomi, fungsi ginjal dan regulasi volume cairan tubuh(1). Perubahan fisiologis pada ginjal wanita hamil dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Perubahan fisiologis ginjal wanita hamil(2) Hemodinamik sistemik Ekspansi volume Penurunan resistensi pembuluh darah Penurunan tekanan darah Peningkatan tekanan darah Fungsi ginjal Peningkatan aliran darah ginjal Peningkatan LFG Hipoproteiemia Alkalosis respiratori kronik dan asidosis metabolik yang seimbang

tidak diketahui. Sedang bentuk sekunder disebabkan oleh penyakit tertentu seperti keganasan, toksin, gangguan sirkulasi mekanik, purpura anafilaktoid, lupus eritomatosus sistemik, diabetes melitus, sickle cell disease dan sifilis.(4,5) Berbagai penyebab SN dapat dilihat pada Tabel 2. SN pada kehamilan secara umum jarang terjadi.(7'8) Hal ini sebenarnya timbul karena adanya penyebab SN, kehamilan hanya koinsiden.(7) Sulit mencari kepustakaan yang melaporkan prevalensi atau insidensi SN pada kehamilan. Yao dkk mendapatkan 50 kasus SN pada kehamilan pada pengamatan 13 tahun (1979-1992) di bagian kebidanan rumah sakit umum Tianjin, Cina.(9) Apabila kehamilan disertai SN, maka pengobatan serta prognosis ibu dan anak tergantung pada faktor penyebab dan pada beratnya insufisiensi ginjal.(10) PATOFISIOLOGI Pada individu sehat, dinding kapiler glomerulus berfungsi sebagai sawar untuk menyingkirkan protein agar tidak memasuki ruangan urinarius melalui diskriminasi ukuran dan muatan listrik. Dengan adanya gangguan glomerulus, ukuran dan muatan sawar selektif rusak. Umumnya molekul dengan radius < 17 Amstrong dapat melalui filter glomerulus, sedangkan yang radius molekulnya > 44 Amstrong tidak dapat melaluinya. Albumin dengan radius molekular 36 Amstrong mempunyai bersihan fraksional sekitar 10% laju filtrasi glomerulus (LFG). Dinding kapiler glomerulus mempunyai muatan negatif atau anionik pada permukaan endotelnya sampai seluruh membrana basalis glomerulus dan pada lapisan sel epitelnya, sehingga dinding kapiler dapat menolak muatan positif dari protein plasma. Jika gomerulus intak hanya albumin yang dapat lolos melalui filtrasi glomerulus. Protein diekskresikan < 150 mg protein tiap hari dalam urin.(11) Proteinuria pada SN terutama terdiri dari proteinuria glomerular. Sedangkan proteinuria tubulus tidak memegang peranan penting, hanya turut memperberat derajat proteinuria.(12) Pada kehamilan terjadi peningkatan hemodinamik ginjal dan /atau peningkatan tekanan vena ginjal yang dapat menambah ekskresi protein melalui urin.(8) Telah diteliti bahwa 95% wanita hamil normal mengekskresikan protein > 200 mg / hari.(13) Nilai

Profil klinis penyakit parenkim ginjal selama kehamilan masih belum banyak dipahami. Belum banyak studi prospektif yang menyelidiki hubungan klinis dan histologisnya. Analisis retrospektif pada pasien dengan penyakit ginjal progresif menunjukkan kesempatan untuk menyokong kehamilan yang viabel berkurang. Pada keadaan kreatinin serum > 3 mg% dan Urea Nitrogen Darah > 30 mg% kehamilan jarang bisa normal. Ibu hamil dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan sampai sedang dilaporkan dapat melahirkan bayi yang viabel, tetapi ada juga yang melaporkan pasien sampai menjalani hemodialisis intermitten pada keadaan fungsi ginjal yang memburuk. Jika penyakit parenkim ginjal tidak berhubungan dengan hipertensi, kehamilan dapat berlanjut tanpa banyak komplikasi.(1) Sindroma nefrotik (SN) adalah kelainan kompleks yang ditandai oleh sejumlah gambaran kelainan ginjal dan non ginjal, dengan gambaran yang paling menonjol adalah adanya proteinuria > 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan badan dalam 24 jam ( pada praktek di klinis > 3,0-3,5 g/24 jam), hipoalbuminemia, edema, hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas.(3) SN dikategorikan dalam bentuk primer dan sekunder. Bentuk primer sekarang dikenal dengan istilah SN idiopatik yang berhubungan dengan kelainan primer parenkim ginjal dan sebabnya

Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005 39

lebih dari 300-500 mg disepakati abnormal pada kehamilan.(14) Proteinuria persisten pada kehamilan umumnya disebabkan preeklamsia, makin meningkat pada paruh ke dua usia kehamilan dan umumnya terjadi setelah timbulnya hipertensi.(13)Tabel 2. Penyebab Sindroma Nefrotik(6) Penyakit Glomerulus Lesi minimal Membranous idiopatik Proliferatif Lobular Difus dan nodular glomerulosklerosis diabetik Amiloidosis Mieloma multipel Miksedema Lupus eritematosus sistemik Periarteritis Sindroma Goodpasture Dermatomiositis Central pontine myelinosis Penyakit Takayasu Erythema multiforme Anemia sickle cell Sferositosis Stenosis arteri renalis Trombosis vena renalis Trombosis arteri pulmonal Perikarditis konstriktiva Insufisiensi katup trikuspidal Feokromositoma Diuretik organik merkuri, Salep amoniak merkuri Merkuri non organik Bismut Emas Serbuk sari (pollen) Gigitan lebah Racun kayu, racun pohon menjalar, toksin rhus yang sudah dipurifikasi Trimetadion dan parametadion Anti serangga Gigitan ular Probenecid, Penisilamin Terapi alergen dan serum campuran contoh kayu, cold pills, globulin dan vaksin polio Penyakit Sitomegalovirus Sifilis Malaria Tifus Jejunoileitis kronis Tuberkulosis Endokarditis bakterial subakut Herpes zoster Shunt nephritis (stafilokokus) Bakteremia campuran Kehamilan Transplantasi Cyclic recurrent Intestinal lymphangiectasis

Metabolik

Penyakit sistemik dan imunologis

terutama terhadap morbiditas dan mortalitas janin. Penyakit ginjal berhubungan dengan gagal plasenta, retardasi pertumbuhan dalam rahim, partus prematurus, bayi kecil. Tetapi risiko ini tidak sama pada semua wanita hamil dengan penyakit ginjal. 2) Apa efek penyakit ginjal yang diderita sebelumnya terhadap kehamilan Tidak hanya pengaruh yang segera timbul selama kehamilan, tetapi juga efeknya juga terhadap progresifitas penyakit ginjal tersebut.(15) Hal tersebut juga tidak terkecuali untuk penderita SN yang ingin hamil. SN adalah satu faktor risiko mayor untuk hasil yang jelek pada janin dan harus dilakukan upaya menurunkan proteinuria dan perbaikan hipoalbuminemia sebelum hamil.(15) SINDROMA NEFROTIK AKIBAT KEHAMILAN Penyebab tersering proteinuria (> 3,5 mg/hari) pada kehamilan lanjut adalah preeklamsia.(8,16) Pre-eklamsia banyak menimbulkan komplikasi ginjal serius pada kehamilan, secara histologis abnormalitasnya ditemukan di glomerulus,(1,7) terdiri dari pembengkakan dan proliferasi sel-sel endotel kapiler glomerulus dengan penyempitan lumen kapiler, jarang terdapat kehilangan struktur pedikel yang bermakna.(1) Sangat sering proteinuria akibat preeklamsi nefrotik cukup kuat untuk menginduksi gambaran klinis SN.(1,7) Penyakit menjadi progresif dan cenderung mereda sebagian atau seluruhnya setelah partus.(7) Weisman dkk mengikuti sekelompok kehamilan nefrotik berat selama 4 tahun setelah partus dan mengamati bahwa beberapa wanita memiliki penyakit ginjal yang perubahan morfologinya ditutupi oleh perubahan preeklamsi pada spesimen biopsi pasca partus. Lindheimer dan Katz memeriksa 10 kehamilan nefrotik dengan endoteliosis glomerular 12-14 bulan paska partus, 9 dari wanita ini memiliki fungsi ginjal normal, yang ke-10 menderita penyakit ginjal polikistik walaupun pada pielogram paska partusnya 3 tahun lalu dalam batas normal. Oleh karena itu, preeklamsi masih merupakan penyebab terbanyak proteinuria pada kehamilan lanjut. Penyebab lain SN pada kehamilan termasuk glomerulonefritis membranous, proliferatif atau membranoproliferatif, nefrosis lipoid, nefropati lupus, sifilis sekunder, nefritis herediter, trombosis vena ginjal, nefropati diabetik dan amiloidosis.(1,8) Penekanan vena cava inferior oleh uterus gravida mungkin berperan sebagai penyebab Transient Nephrotic Syndrome yang dapat menimbulkan trombosis vena ginjal. Pada keadaan ini tidak dijumpai penyebab primer maupun sekunder.(7)' Recurrent Nephrotic Syndrome of Pregnancy Nama lain untuk istilah ini adalah Cyclic nephrosis of pregnancy, yang menggambarkan kondisi bahwa gejala SN lebih jelas selama kehamilan, dan dapat menghilang setelah partus.(1,8,16) Kasus ini jarang ditemukan di klinik, mempunyai prognosis baik.(4,12) Umumnya kasus ini terjadi pada pasien preeklamsia dengan latar belakang penyakit parenkim ginjal sebelumnya.(8) Kasus ini pertama kali dilaporkan Schreiner (1963) pada 1 kasus SN yang dihubungkan dengan pengulangan kehamilan.(1,7) Walaupun fungsi ginjal adekuat dan hipertensi pada awalnya tidak

Penyakit sirkulasi

Nefrotoksin

Obat-obat dan alergi

Penyakit infeksi

Sindroma nefrotik kongenital Nefritis hereditofamilial

KEHAMILAN PADA PENDERITA SINDROM NEFROTIK Bagi wanita dengan penyakit ginjal yang mempertimbangkan hamil ada dua pertanyaan untuk menolong pasien membuat keputusan yang tepat: 1) Apa pengaruh penyakit ginjal pada kehamilan dan hasilnya

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005

dijumpai, pasien akhirnya meninggal karena gagal ginjal dengan gambaran histologi proliferatif campuran dan perubahan membranous di glomerulus. Schreiner menyebutkan bahwa kasus ini disebabkan respon hiper imun yang berhubungan dengan adanya produk kehamilan yang tidak diketahui.(1,7,8) DIAGNOSIS 1. Gambaran klinis

meninggi. Proteinuria non selektif dan gamma globulin dapat lolos melalui urin jika telah terdapat kerusakan glomerulus berat. Gamma globulin seringkali meninggi, beta globulin dan fibrinogen cenderung meninggi juga. Jika pengobatan adekuat telah diberikan semua fraksi tersebut akan kembali normal.(12) 3. Biopsi ginjal Untuk mencari penyebab SN pada kehamilan dilakukan biopsi ginjal. Tindakan ini sering dilakukan pada SN yang tidak disebabkah oleh preeklamsia dan SN yang terjadi pada awal kehamilan. Biopsi dilakukan pada posisi telungkup pada usia kehamilan di atas 20 minggu, di atas usia itu lebih baik dalam posisi duduk. Kontraindikasi absolut dan relatif tidak berbeda seperti pada wanita yang tidak hamil.(13) Biopsi ginjal juga dibutuhkan untuk menentukan jenis terapi yang akan diberikan terutama peranan steroid.(8) PENATALAKSANAAN Prinsip penatalaksanaan SN dengan kehamilan terdiri dari terapi simtomatik dan spesifik terhadap penyakit glomerulus primer serta pemilihan obat yang aman bagi ibu dan janinnya.(1) Tabel 3 menunjukkan manifestasi dan penatalaksanaan SN pada kehamilan. Berikut akan dibahas peranan dan kontra indikasi obatobat SN pada kehamilan. 1. Tindakan Umum Penderita dengan edema anasarka berat harus rawat inap dan istirahat di tempat tidur untuk mengurangi proteinuria. Mobilisasi otot-otot penting untuk mencegah atrofi otot ekstremitas. Penderita edema ringan tidak perlu rawat inap, cukup rawat jalan dan mengurangi mobilisasi aktif untuk mencegah proteinuria ortostatik.(4) 2. Diet kaya protein Penanganan pasien kehamilan nefrotik termasuk diet untuk mengganti kehilangan protein melalui urin. Kehilangan protein berlebih dapat menimbulkan retardasi pertumbuhan janin dalam rahim. Jika terjadi hipoproteinemia, ibu harus mendapat diet tinggi protein (3gr/kgBB) dari jenis protein hewani yang mempunyai nilai biologis tinggi.(1,4,10) 3. Infus salt-poor human albumin Pada pasien yang tidak hamil indikasi pemberian infus saltpoor human albumin adalah pada pasien-pasien SN yang resisten terhadap diuretik (500 mg furosemid dan 200 mg spirinolakton).(4) Pada SN dengan kehamilan infus salt-poor human albumin diberikan jika oligemia bertanggung jawab terhadap perburukan fungsi ginjal yang progresif.(1,13) Namun peranannya sedikit pada penatalaksanaan SN pada kehamilan.(13) 4. Pembatasan garam dapur Bila sembab tidak berat pembatasan konsumsi garam dapur tidak perlu ketat. Penderita dilarang makan ikan asin, telur asin, kecap asin atau makanan kaleng. Untuk penderita edema anasarka dilakukan restriksi garam ketat 10 mEq/hari.(4)

Tidak ada perbedaan khusus gambaran klinis SN pada wanita hamil. Secara umum pada SN terjadi edema akibat hipoalbuminemia, asites, efusi pleura, sesak nafas, kaki merasa berat dan dingin, tidak jarang diare, atrofi otot, serta hipertensi ringan dan sedang.(12) 2. Evaluasi laboratorium

2.1. Proteinuria Proteinuria biasanya dideteksi pada urinalisis rutin. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kuantitatif. Bila asal proteinuria tidak jelas dapat dilakukan evaluasi dengan elektroforesis protein urin. Bila albumin >70% maka sumbernya adalah glomerular. Pemeriksaan yang paling sering dan mudah adalah dengan cara dipstick yang bermanfaat untuk melihat ada tidaknya proteinuria terlebih lagi pada nilai yang > +3( 3 g/dl) atau >+4 ( >20 g/dl), tetapi pada nilai intermediate angka positif palsunya mencapai 50%. Protein urin 24 jam adalah baku emas untuk pengukuran nilai proteinuria, tetapi cara ini tidak praktis terutama pada keadaan preeklamsia yang memerlukan hasil segera. Yang paling baik adalah dengan menggunakan alat urinalisis otomatis.(13) 2. 2. Sedimen urin Urin mengandung benda-benda lemak dan kolesterol ester, terlihat sebagai maltese cross dengan sinar polarisasi. Hematuria mikroskopik disertai silinder eritrosit sering ditemukan pada semua bentuk glomerulunefritis yang menyebabkan SN.(12) 2.3. Faal ginjal Pada stadium awal faal ginjal masih normal, masih sanggup mengeksresikan urea, kreatinin dan hasil-hasil metabolisme protein lainnya. Bila SN telah berjalan lama dan menetap, baru terdapat gangguan faal ginjal, biasanya telah terdapat kerusakan progresif glomerulus.(12) 2.4. Hiperlipidemia Kenaikan lemak darah sudah lama diketahui pada pasien SN. Kenaikan kolesterol total serum dapat mencapai 400-600 mg% dan lemak total 2-3 g%. Pada umumnya terdapat hubungan terbalik antara konsentrasi albumin serum dengan konsentrasi kolesterol total serum yaitu penurunan konsentrasi albumin serum disertai kenaikan konsentrasi kolesterol total serum.(12) 2.5. Elektroforesis serum protein Penurunan konsentrasi albumin terutama menyebabkan hipoproteinemia. Globulin serum cenderung normal atau sedikit

Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005 41

Tabel 3. Manifestasi dan penatalaksanaan SN pada kehamilan. Manifestasi Protein Akibat pada kehamilan Peningkatan hemodinamik ginjal begitu juga peningkatan tekanan vena ginjal dapat meningkatkan ekskresi, protein dan memperparah penyakit Penatalaksanaan Diet tinggi protein (3 g/kg/kgBB) Infus saltpoor albumin direkomendasikan untuk pasien dengan penurunan fungsi ginjal akibat oligemia yang jelas dan adanya hipotensi postural

jumpai bakteriuria asimtomatik yang jika tidak diobati 25% akan berkembang menjadi infeksi akut simtomatis.(14) Studd dan Blainey telah mengamati 18% kehamilan nefrotik dengan komplikasi infeksi dan sebagian besar merupakan infeksi saluran kemih.(8) Kedua keadaan tersebut akan menambah risiko infeksi sekunder. Oleh karena itu untuk pasien harus sering diperiksa ke arah kemungkinan bakteriuria asimtomatik dan antibiotik harus diberikan dengan hati-hati jika ada bukti infeksi.(I,10) 8. Antikoagulan Antikoagulan dipertimbangkan untuk mencegah penyulit dengan fenomena tromboemboli yang mungkin terdapat pada SN.(4) Wanita hamil dengan SN berisiko tinggi terhadap tromboemboli vena dan perlu mendapat antikoagulan.(13) Untuk trombosis yang terjadi, heparin lebih baik dibanding warfarin.(1) Siberman dan Adam menganjurkan pemberian heparin dalam masa nifas pada wanita dengan SN.(10) Heparin yang tidak terfraksinasi dan heparin berat molekul rendah tidak melewati plasenta aman digunakan karena tidak berpengaruh pada janin.(18) Pemberian antikoagulan tidak diperlukan jika diuretik dihindari dan diet restriksi garam benar-benar diterapkan.(8) 9. Anti Agregasi trombosit Aspirin atau dipiridamol sudah lama dikenal untuk mencegah penyulit hiperkoagulasi dengan fenomena tromboemboli pada pasien SN. Efek farmakologiknya terutama untuk mencegah agregasi trombosit dan deposit-deposit fibrin atau trombus. Begitu juga halnya dengan indometasin yang selain memiliki efek anti agregasi trombosit juga sebagai anti proteinuria.(4) Penggunaan aspirin pada wanita hamil walaupun terbukti secara epidemiologis dan klinis aman namun disebutkan dapat menimbulkan partus lama dan berpengaruh terhadap risiko perdarahan pada neonatus dan ibunya. Indometasin tidak dianjurkan pada wanita hamil(17,19) karena melewati barier plasenta serta toksik walaupun tidak terbukti teratogenik.(19) 10. Kortikosteroid Steroid dengan kerja (efek) cepat dan waktu paruh biologik pendek ( 200 mg/kgBB. Obat ini dikontraindikasikan pada kehamilan karena bersifat teratogenik. Bahkan wanita yang mendapat terapi siklofosfamid dianjurkan untuk tidak hamil sampai dengan 1 tahun setelah terapi.(15) 12. Siklosporin Siklosporin adalah imunosupresif yang paling aman digunakan pada kehamilan. Tidak dibutuhkan penyesuaian dosis pada keadaan hamil.(15) PROGNOSIS Prognosis dan keberhasilan kehamilan bergantung pada fungsi ginjal, proteinuria dan hipertensi.(8) Kebanyakan kehamilan berhasil dipertahankan sampai matur. Ada pernyataan bahwa hipoalbuminemia oligemia yang berat berhubungan dengan bayi kecil.(1,7,16) Janin dari ibu normotensi yang menderita proteinuria selama kehamilan dapat menderita gangguan neurologis dan perkembangan mental.(1,8) Prognosis biasanya kurang baik jika SN disebabkan post streptococcal proliferative glomerulonephritis atau renal lupus erythematosus.(7) Prognosis janin pada preeklamsia dengan proteinuria berat lebih jelek daripada keadaan preeklamsia lain, tetapi prognosisnya pada ibu sama saja. Prognosis baik pada kebanyakan kehamilan nefrotik dengan fungsi ginjal yang masih dalam batas normal, tetapi beberapa ahli berpendapat bahwa prognosis pada janin lebih buruk jika SN sudah mulai timbul pada awal kehamilan.(16) KESIMPULAN Sindroma nefrotik dapat terjadi bersamaan dengan kehamilan atau kehamilan dapat terjadi pada penderita sindroma nefrotik. Prinsip penatalaksanaan secara umum tidak berbeda dengan keadaan tidak hamil, kecuali penggunaan beberapa obat-obatan

yang perlu menjadi perhatian pada wanita hamil. Prognosis dan keberhasilan kehamilan bergantung pada fungsi ginjal, proteinuria dan hipertensi yang terjadi.KEPUSTAKAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Tripathi K, Prakash J. Kidney diseases in pregnancy. In : Text book of Nephrology, 1st ed, Jaypee 1993. p.347-82. Gallery EDM. Renal physiology in normal pregnancy. In: Johnson RJ, Feehaely J (eds). Comprehensive clinical nephrology, 1st ed, London : Mosby, 2000. p.46.1 Brady HR, Brenner BM. Pathogenetic mechanism of glomerular injury. In: Fauci, Braunwald, Isselbacher et al (eds). Harrison's Principles of Internal Medicine, 14th ed, New York : McGraw Hill, 1998.p. 1540-44. Sukandar E, Sulaeman R. Sindrom nefrotik. Dalam: Soeparman, Sukaton U, Waspadji S, dkk (eds). Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Jakarta: BP FKUI, 1990. hal. 282-305 Travis L. Nephrotic syndrome. eMedicine. June 11, 2002. Interrelationship between the different types of the nephrotic syndrome. Available from: http://nephrotic-syndrome.org/disease/zdic2.php Black D. The Nephrotic Syndrome. In: Renal Disease, 3rd ed, Oxford: Blackwell Scientific Publ. 1972. p.331-66. Lindheimer MD, Katz AI. Kidney function and disease in pregnancy. Philadelphia : Lea & Febiger, 1977. p.160-4. Yao T, Yao H, Wang H. Diagnosis and treatment of nephrotic syndrome during pregnancy. Chin Med J (Eng) 1996 (Jun); 109 (6): 471-3.(Abstrak) Hudono ST,Yunizaf. Penyakit ginjal dan saluran kemih (traktus urinarius). Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T (eds). Ilmu Kebidanan, Edisi ke-3. Jakarta: Gramedia, 1991, hal. 514 Tisher CC, Wilcox CS. Buku saku nefrologi, Edisi ke-3 (terjemahan), Jakarta: EGC, 1995. hal.37-43. Sukandar E. Nefrologi Klinik, Edisi II, Bandung: Penerbit ITB, 1997. hal. l6497. Brown MA, Bowyer L. Renal complication in the normal pregnancy. In : Johnson RJ, Feehaely J (eds). Comprehensive Clinical Nephrology, 1st ed, London : Mosby, 2000. p.47. 1-14. Cunningham FG, Grant NF, Leveno KJ et al (eds). Renal and urinary tract disorders. In: Williams Obstetrics, 21st ed, New York : Mc Graw Hill, 2001. p. 1253-62. Packham DK, Fairly KF, Smith PK. Pregnancy with preexisting renal disease. In : Johnson RJ, Feehaely J (eds). Comprehensive Clinical Nephrology, 1st ed, London : Mosby, 2000. p.48.1-12. August P, Katz AI, Lindheimer MD. The patient with kidney disease and hypertension in pregnancy. In: Schrier RW (ed). Manual of Nephrology, 5th ed, Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins, 2000. p.219-20. Wilmana F. Analgesik-Antipiretik, Analgesik anti inflamasi nonsteroid dan obat pirai. Dalam : Ganiswara S, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti. Farmakologi dan Terapi, ed. 4, Jakarta: Gaya Baru, 1995. hal.219. Turpie AGG, Hin BSP, Lip GYH. ABC of Anti thrombotic therapy. Venous thromboembolism : treatment strategies. BMJ 2002; 325: 948-50. Cocobo SC, Evangelista LF, Kin PT. IIMS 92/93, 3rd ed, Singapore: MIMS Publ. 1992. p.206, 649.

17.

18. 19.

Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005 43

HASIL PENELITIAN

USG Transvaginal Dibandingkan dengan D&C PA untuk Diagnostik Perdarahan Uterus AbnormalSahadewa DP, Suwardewa TGA, Jaya MSBagian /SMF Obstetri dan GinekologiFakultas Kedokteran Universitas Udayana/ Rumah Sakit Sanglah Denpasar, Bali

PENDAHULUAN Perdarahan Uterus Abnormal (PUA) menjadi perhatian klinisi karena dampak yang ditimbulkannya jika tidak ditangani dengan tepat. Angka kejadian PUA diprediksi terjadi pada 20% wanita; khususnya pada pasca menopause PUA merupakan 15%- 20% dari seluruh kasus ginekologi, serta 25% indikasi operasi ginekologi. Beberapa penelitian mendapatkan hanya 10-20% dari keseluruhan kasus PUA tersebut yang menderita kanker(1-4). PUA dapat terjadi pada semua usia dan sebagian besar kasus yang dirujuk ke bagian Ginekologi adalah dengan diagnosis klinis (sebenarnya gejala klinis) metrorhagia (37,1%) dan menorhagia (33,7%) (1). Agar kasus-kasus PUA dapat ditangani dengan tepat, harus diketahui etiologi/penyebab pasti yang dapat berupa kelainan organik dan perdarahan uterus disfungsional(4,5). Kelainan organik yang paling sering adalah mioma uterus terutama mioma submukosum, endometriosis, polip, kanker endometrium, hiperplasia endometrium dan adneksitis. Selain itu juga pemakaian alat kontrasepsi, trombositopenia dan gangguan pembekuan darah serta penggunaan terapi sulih hormon(5). Modalitas yang sering digunakan untuk diagnosis etiologi perdarahan uterus adalah histeroskopi, kuretase yang dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologis (PA), biopsi, serta USG transvaginal dan MRI(3,4). Histeroskopi merupakan baku emas untuk mengetahui keadaan di dalam kavum uteri namun memerlukan prosedur anestesi, invasif dan mahal . Di beberapa pusat termasuk di RS Sanglah, pemeriksaan histopatologis merupakan baku emas untuk diagnosis patologis kavitas uteri. Sampel untuk pemeriksaan PA dapat diambil melalui kuretasi atau biopsi. Di samping untuk diagnostik, 44 Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005

kuretasi berfungsi juga sebagai terapi perdarahan uterus. Jika dibandingkan dengan hasil PA setelah histerektomi, akurasi D&C PA mencapai 90%, sehingga D&C PA baik dipakai sebagai baku emas pemeriksaan lesi intrauteri(6). Tetapi pemeriksaan D&C PA termasuk tindakan ginekologi yang invasif, mempunyai risiko komplikasi seperti perdarahan, perforasi dan infeksi serta kurang memiliki nilai terapi(7) USG transvaginal adalah pemeriksaan yang kurang invasif, dapat dikerjakan di kamar praktek, lebih nyaman, serta membutuhkan waktu yang relatif singkat dengan hasil setara dengan hasil diagnostik modalitas lainnya(3,4,7,8). Dengan USG transvaginal dapat diketahui ketebalan endometrium, keadaankeadaan patologis pada endometrium, myometrium serta adneksa. Williams mendapatkan kemampuan USG transvaginal dalam mendeteksi lesi intrauteri dengan sensitifitas 67% dan spesifisitas 93% dengan nilai duga positif 80% serta nilai duga negatif 86% dibandingkan baku emas histeroskopi. Penelitian lain menghasilkan nilai sensitifitas dan spesifisitas sangat beragam, berkisar antara 80% - 100%(9-12). Namun di bagian Obstetri & Ginekologi RS Sanglah USG transvaginal belum banyak digunakan khususnya dalam evaluasi PUA. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi dan rasio kemungkinan USG transvaginal untuk diagnosis PUA dibandingkan dengan baku emas Histopatologis (dalam hal ini dilakukan Dilatasi Kuretase dan PA). METODE PENELITIAN Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Diagnostik tersamar ganda (double blind). Pemeriksaan USG transvaginal dikerjakan pada semua penderita

Perdarahan Uterus Abnormal yang datang ke poliklinik Obstetri & Ginekologi atau IRD RSUP Sanglah yang akan menjalani dilatasi, kuretase dan PA (D&C PA). Sampel yang memenuhi kriteria inklusi seperti perdarahan uterus abnormal dengan kausa yang belum jelas dan bersedia ikut sebagai sampel penelitian;serta tidak termasuk dalam kriteria eksklusi yaitu PUA dengan perdarahan banyak dan aktif, akibat mioma uteri (klinis), dengan alat KB ( IUD, hormonal ), kelainan hematologis, dengan penyakit sistemik kronik, sedang terapi tamoxifen atau estrogen, dan himen intak. Besar sampel dihitung dengan rumus Uji Diagnostik, berdasarkan asumsi sensitifitas dan spesifisitas USG transvaginal masing-masing sebesar 90%, dengan penyimpangan (absolut) masing-masing 15%, dengan interval kepercayaan sebesar 95%:

d2 1,96 2 (0,90 x0,10) n1 = 0,15 2n1 = 15,4 (dibulatkan = 16) Dengan demikian diperlukan sejumlah ( n1 + n2) sampel =16 + 16 = 32 sampel. Pemeriksaan USG transvaginal adalah pemeriksaan menggunakan alat Ultrasonografi dengan probe vaginal. Penelitian ini menggunakan USG Combison 530 produksi Kretz technik Austria. Ketebalan uterus dihitung pada sumbu A-P dan merupakan ketebalan kedua lapis endometrium; jika 8 mm dianggap positif, juga jika ditemukan lesi anatomis seperti polip endometrium akan dideskripsikan. Dilatasi, Kuretase dan PA adalah prosedur diagnostik dan terapi dengan melakukan pembukaan ostium uteri dengan busi dari Hegar, kemudian dilakukan kuretase dan sampelnya diperiksa secara histopatologis di laboratorium Patologi Anatomi. Sampel dianggap positif jika didapatkan hasil : hiperplasia, estrogen/progesteron related bleeding, lesi anatomis seperti polip endometrium. Dilakukan perhitungan sesuai dengan uji diagnostik untuk mencari nilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi negatif, rasio kemungkinan, serta dianalisis dengan uji McNemar dengan = 0,05. HASIL Jumlah sampel sebanyak 34 orang. terdiri dari kasus-kasus perdarahan uterus abnormal dengan penyebab tidak jelas yang akan menjalani D&C PA . Dilihat dari karakteristik demografi, sampel penelitian ini memiliki rentang usia minimal adalah 23 tahun dan maksimal adalah 53 tahun dengan rerata usia 38 tahun. Bila usia sampel penelitian ini dikelompokkan dalam rentang usia 5 tahunan, maka sebagian besar sampel penelitian berusia antara 30 tahun sampai 34 tahun (31,2%). Sebagian besar (41,2%) memiliki paritas 3.

n1 =

Z ( pq )

2

Dari seluruh sampel 47,1% datang ke poliklinik ginekologi karena keluhan perdarahan yang memanjang atau bertambah banyak (menorrhagia) dan 44,1% menometrorhagia. Rerata lama perdarahan 17,2 hari dengan rentang kadar Hb antara 7,6 sampai dengan 15,0. Tidak terdapat sampel dengan trombositopenia. Dari pemeriksaan PA diagnosis terbanyak adalah hiperplasia glandulare simpleks non atipik (33,3%). Karakteristik sampel penelitian ini secara terperinci dapat dilihat pada lampiran. Modalitas diagnostik yang diuji pada penelitian ini adalah pemeriksaan USG transvaginal dibandingkan dengan hasil pemeriksaan D&C PA sebagai baku emas. Pemeriksa USG transvaginal akan memeriksa ketebalan endometrium dua sisi dengan penampang AP dan mencatat juga kelainan patologis yang didapat selama pemeriksaan USG transvaginal. Hasil pemeriksaan di laboratorium PA kemudian dilihat dan sesuai dengan definisi variabel : ketebalan endometrium lebih besar /sama dengan 8 mm dikategorikan positif sedangkan yang kurang dari 8 mm dikategorikan negatif. Kemudian dibuat tabel silang dengan hasil pemeriksaan PA yang dikategorikan positif yaitu: hiperplasia, polip endometrium, estrogen/progesteron related bleeding, dan dikategorikan negatif selain gambaran tersebut. Perbandingan hasil pemeriksaan kedua modalitas tersebut dapat dilihat pada tabel 1.Tabel 1. Hubungan Pemeriksaan USG transvaginal dengan Histopatologis Baku Emas Positif Hasil Uji Positif Negatif Jumlah Keterangan: Sensitivitas Spesifisitas Pred Pos Pred neg RK positif RK negatif RK P 17 4 21 Negatif 2 11 13 19 15 34 Jumlah

= a/(a+c) x 100% = 0,81 x 100% = 81% = d/(b+d) x 100% = 0,85 x 100%= 85% = a/(a+b) x 100% = 0,89 x 100% = 89% = d/(c+d) x 100% = 0,73 x 100% = 73% = 5,261905 = 0,225108 = rasio kemungkinan = 0,69 (Uji McNemar)

Dari 34 sampel penelitian yang menjalani pemeriksaan USG transvaginal dan D&C PA dilakukan perhitungan uji diagnostik dengan hasil nilai sensitivitas USG transvaginal dibandingkan dengan baku emas sebesar 81%, nilai spesifisitas sebesar 85%, Nilai prediksi positif 89% , dan nilai prediksi negatif 73%. Rasio kemungkinan positif didapatkan 5,26, RK negatif sebesar 0,23, dan hasil uji McNemar P=0,69 yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara sensitivitas dengan nilai prediksi positif dan spesifisitas dengan nilai prediksi negatif . Hasil uji diagnostik ini menggunakan titik potong (cut-off point) ketebalan endometrium 8 mm. Jika menginginkan nilai sensitivitas atau spesifisitas lebih tinggi dapat menggunakan kurva ROC (Gambar 1).

Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005 45

ROC Curve1,0

,8

,5

,3

0,0 0,0 ,3 ,5 ,8 1,0

1 - SpecificityGambar 1. ROC Pemeriksaan USG Transvaginal

PEMBAHASAN Rentang umur sampel penelitian ini antara 23 tahun sampai dengan 53 tahun dengan rerata 38 tahun hampir sama dengan penelitian Williams(11) yang rerata umurnya 38,5 tahun. Demikian juga penelitian Chittacharoen(13) dengan rentang usia 29 - 58 tahun dan rerata 41,5. Williams membedakan sampel menjadi premenopause sebesar 92% dan pasca menopause 8 %. Rentang umur pada penelitian ini kurang spesifik jika dibandingkan dengan penelitian OConnell yang menggunakan sampel penderita perdarahan uterus abnormal pasca menopause. Rentang umur yang lebar memungkinkan makin banyak penyebab PUA yang didapat(10,11,13) Diagnosis klinis atas gejala PUA pada penelitian ini yang terbanyak adalah menorrhagia sebesar 47% dan menometrorrhagia sebesar 44,1%; berbeda dengan hasil penelitian Puspita dkk di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang memperoleh hasil terutama metrorrhagia (37,1%) dan menorrhagia (33,7%). Perbedaan ini mungkin karena variasi pemeriksa pada kedua penelitian ini. Penegakan diagnosis tidak dilakukan oleh satu orang yang khusus untuk penelitian tapi oleh residen yang bertugas di poliklinik saat itu. Bisa terdapat misinterpretasi terhadap keluhan yang disampaikan oleh penderita yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda.(1) Lama keluhan hingga saat pemeriksaan USG transvaginal dan D&C PA pada penelitian ini rata-rata 17,2 hari dengan median dan modus 14 hari. Penentuan sampel penelitian ini berbeda dari penelitian lain; Williams melakukan pemeriksaan setelah terapi medikamentosa gagal menghentikan perdarahan. Dari penelitian ini didapat hasil sensitifitas USG transvaginal sebesar 81%;lebih rendah dari hasil penelitian Mihm sebesar 97%, Widrich sebesar 96% dan Williams sebesar 100%. Tetapi Mihm menggunakan USG transvaginal dengan instilasi cairan salin untuk memperkuat gambaran USG dan dilanjutkan dengan biopsi. Hasil sebesar 97% tersebut merupakan gabung46 Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005

an dua pemeriksaan dibandingkan dengan baku emas histeroskopi dan PA. Widrich dan Williams juga menggunakan instilasi cairan salin saa