case obgyn (sc)
DESCRIPTION
aaaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Seksio sesarea (caesarean delivery) adalah satu cara melahirkan janin melalui sayatan
dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi). Kaisar Numa Pompilius dari
kerajaan Romawi pada abad kedelapan SM mengesahkan undang-undang yang mengizinkan
tindakan seksio sesarea segera pada ibu-ibu hamil tua yang baru saja meninggal untuk
menyelamatkan janin. Diduga sejak terbitnya undang-undang tersebut, istilah “Caesarean
Delivery” atau “Caesarean Section” atau seksio sesarea mulai dipakai untuk persalinan operatif
melalui luka sayatan dinding abdomen (perut) dan dinding uterus (rahim).
Di negara-negara sedang membangun, seksio sesarea adalah merupakan pilihan terakhir
untuk menyelamatkan ibu dan janin pada saat kehamilan dan atau persalinan yang kritis. Seksio
sesarea yang diputuskan mendadak, tanpa perawatan pre-operatif yang memadai, dan tanpa
direncanakan sebelumnya disebut seksio sesarea emergensi. Akhir-akhir ini seksio sesarea juga
sudah dilakukan atas permintaan ibu/keluarga tanpa indikasi obstetrik, atau dengan indikasi
obstetric sebelum timbul tanda-tanda persalinan, atau dengan indikasi obstetric dengan
perawatan pre-operatif yang baik. Seksio sesarea yang direncanakan dan sudah mendapat
perawatan pre-operatif yang baik disebut seksio sesarea elektif.
Angka morbiditas (kesakitan), angka mortalitas (kematian) maternal (ibu) dan neonatal
pada seksio sesarea erat kaitannya dengan komplikasi kehamilan, komplikasi persalinan, dan
indikasi seksio sesarea ; juga erat kaitannya dengan ketersediaan sarana dan fasilitas, termasuk
keterampilan tim operator.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Seksio Sesarea
Istilah seksio sesarea berasal dari perkataan Latin Caedere yang artinya memotong.
Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus
melalui dinding depan perut atau vagina. Seksio sesarea atau kelahiran sesarea adalah
melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus
(histerektomi). Definisi ini tidak termasuk melahirkan janin dari rongga perut pada kasus ruptura
uteri atau kehamilan abdominal (Pritchard dkk, 1991). Tindakan ini dilakukan untuk mencegah
kematian janin maupun ibu sehubungan dengan adanya bahaya atau komplikasi yang akan terjadi
bila persalinan dilakukan pervaginam.
Istilah
- Seksio sesarea primer (efektif)
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesarea, tidak
diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit (CV kecil dari 8 cm)
- Seksio sesarea sekunder
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak
ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan seksio sesarea.
- Seksiosesarea ulang (repeat caesarean section)
Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio sesarea (previous caesarean section) dan
pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.
- Seksio sesarea histerektomi (caesarean section hysterectomy)
Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio sesarea, langsung
dilakukan histerektomi oleh karena sesuatu indikasi.
- Operasi Porro (Porro operation)
Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (janin sudah mati), dan
langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.
2
Indikasi Seksio Sesarea
Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu persalinan
yaitu jalan lahir, janin, kekuatan ibu, psikologi ibu dan penolong. Apabila terdapat salah satu
gangguan pada salah satu faktor tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan
lancar bahkan dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin.
Operasi seksio sesarea dilakukan jika kelahiran per vaginam mungkin akan menyebabkan
resiko pada ibu ataupun pada janin. Adapun indikasi dilakukannya seksio sesarea adalah
persalinan berkepanjangan, malpresentasi atau malposisi, disproporsi sefalo-pelvis, distress
janin, prolaps tali pusat, plasenta previa, abrupsio plasenta, penyakit pada calon ibu, bedah
sesarea ulangan.
Seksio sesarea yang disertai histerektomi yaitu pengangkatan uterus setelah seksio
sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, pada miomatousus yang
besar dan atau banyak atau pada ruptur uteri yang tidak dapat diatasi dengan jahitan. Seksio
sesarea vaginal yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke dalam rongga uterus.
Seksio sesarea ekstraperitoneal yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan
mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke garis tengah
kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah.
Menurut Kasdu (2003) indikasi seksio sesarea di bagi menjadi dua faktor :
Faktor Janin
1. Bayi terlalu besar
Berat bayi sekitar 4000 gram atau lebih, menyebabkan bayi sulit keluar
dari jalan lahir
2. Kelainan letak bayi
Ada dua kelainan letak janin dalam rahim yaitu letak sungsang dan
lintang. Malpresentasi atau malposisi dimana letak bayi dalam rahim tidak
menguntungkan untuk dilahirkan lewat vagina. Contoh malpresentasi adalah
posisi transversal, presentasi sungsang. Malposisi mencakup posisi oksiput
posterior yang persisten atau asinklitisme.
3. Ancaman gawat janin (Fetal Distres)
3
Gangguan pada janin melalui tali pusat akibat ibu menderita hipertensi
atau kejang rahim (eklamsi). Gangguan pada bayi juga diketahui adanya
mekonium dalam air ketuban. Apabila proses persalinan sulit melalui vagina
maka dilakukan operasi seksio sesarea.
Fetal distress dimana perubahan tertentu pada kecepatan denyut jantung
janin dapat menunjukkan adanya masalah pada bayi. Perubahan kecepatan
jantung ini dapat terjadi jika tali pusat tertekan atau berkurangnya aliran darah
teroksigenasi ke plasenta. Memantau respon kecepatan jantung janin terhadap
rangsang kulit kepala atau menggunakan pemantauan kejenuhan oksigen janin
dapat membantu pemberi perawatan mengetahui apakah bayi mengompensasi
keadaan ini dengan baik atau mulai mengalami efek kekurangan oksigen. Jika
bayi tidak mampu lagi mengompensasinya, perlu dilakukan bedah sesar
4. Janin abnormal
Janin abnormal misalnya kerusakan genetik dan hidrosephalus
5. Faktor plasenta
Ada beberapa kelainan plasenta yang menyebabkan keadaan gawat darurat
pada ibu dan janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi bila itu
plasenta previa dan solutio plasenta.
Plasenta previa dimana plasenta menutupi sebagian leher rahim. Saat
leher rahim melebar, plasenta terlepas dari rahim menyebabkan perdarahan yang
tidak sakit pada calon ibu. Hal ini dapat mengurangi pasokan oksigen ke janin.
Melahirkan lewat vagina yang aman tidak dimungkinkan pada plasenta previa,
karena plasenta akan keluar sebelum si bayi.
Abrupsio plasenta dimana plasenta secara dini terlepas dari dinding rahim.
Keadaan ini dapat menyebabkan perdarahan vagina atau perdarahan tersembunyi
dengan sakit perut yang spontan. Pemisahan ini merupakan pasokan oksigen ke
janin dan bergantung pada seberapa banyak plasenta yang terlepas, perlu
dilakukan bedah sesar.
6. Kelainan tali pusat
Ada dua kelainan tali pusat yang bisa terjadi yaitu prolaps tali pusat dan
terlilit tali pusat. Prolaps tali pusat dimana jika tali pusat turun melalui leher rahim
4
sebelum si bayi, kepala atau tubuh bayi dapat menjepit tali pusat tersebut dan
secara drastis mengurangi pasokan oksigen sehingga mengharuskan dilakukannya
melahirkan secara bedah sesar segera.
7. Multiple pregnancy
Tidak selamanya bayi kembar dilaksanakan secara operasi. Persalinan
kembar memiliki resiko terjadinya komplikasi misalnya lahir premature sering
terjadi preeklamsi pada ibu. Bayi kembar dapat juga terjadi sungsang atau letak
lintang. Oleh karena itu pada persalinan kembar dianjurkan dirumah sakit,
kemungkinan dilakukan tindakan operasi.
Faktor Ibu
1. Usia
Ibu yang melahirkan pertama kali diatas usia 35 tahun atau wanita usia 40
tahun ke atas. Pada usia ini seseorang memiliki penyakit yang beresiko misalnya
hipertensi jantung, kencing manis dan eklamsia.
2. Ibu dengan penyakit kronik
Penyakit pada calon ibu misalnya ibu mempunyai sakit jantung atau
kondisi medis lain yang serius, ibu mungkin tidak akan mampu menahan stress
persalinan dan melahirkan lewat vagina.
3. Tulang Panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin, dimanaukuran kepala bayi terlalu
besar. Atau dapat juga karena panggul sempit absolut.
4. Persalinan sebelumnya dengan operasi sehingga bisa berisiko untuk rupture uteri
iminens.
5. Partus lama (prolonged labour) partus tak maju (obstructed labour)
Persalinan berkepanjangan dimana kontraksi dengan kualitas rendah,
pembukaan yang tidak berkembang, bayi yang tidak turun meskipun sudah
dilakukan usaha untuk mengistirahatkan rahim atau merangsang kontraksi lebih
kuat.
6. Faktor hambatan jalan lahir
5
Gangguan jalan lahir terjadi adanya tumor atau myoma. Keadaan ini
menyebabkan persalinan terhambat atau tidak maju adalah distosia.
Adanya luka herpes pada atau di dekat vagina pada saat persalinan juga
merupakan indikasi untuk melahirkan sesar karena bayi akan tertular infeksi jika
dilahirkan melewati jalan lahir. Seorang ibu yang positif HIV akan dapat
mengurangi risiko penularan virus ke bayinya jika ia menjalani melahirkan sesar
yang sudah direncanakan
7. Ketuban pecah dini
Berdasarkan penelitian yang dilakukan sekitar 60-70% bayi yang
mengalami ketuban pecah dini akan lahir sendiri 2×24 jam. Apabila bayi tidak
lahir lewat waktu, barulah dokter akan melakukan tindakan operasi seksio sesarea
Klasifikasi Seksio Sesarea
Ada beberapa jenis seksio sesarea yaitu seksio sesarea klasik atau corporal yaitu insisi
pada segmen atas uterus atau korpus uteri. Pembedahan ini dilakukan bila segmen bawah rahim
tidak dapat dicapai dengan aman, bayi besar dengan kelainan letak terutama jika selaput ketuban
sudah pecah (Manuaba, 1999). Seksio sesarea ismika atau profundal (low servical dengan insisi
pada segmen bawah rahim) merupakan suatu pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen
bawah uterus (Prawiroharjo, 2008). Hampir 99 % dari seluruh kasus seksio sesarea memilih
teknik ini karena memiliki beberapa keunggulan seperti kesembuhan lebih baik dan tidak banyak
menimbulkan perlekatan.
Seksio sesarea yang disertai histerektomi yaitu pengangkatan uterus setelah seksio
sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, pada miomatousus yang
besar dan atau banyak atau pada ruptur uteri yang tidak dapat diatasi dengan jahitan (Manuaba,
1999). Seksio sesarea vaginal yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke dalam
rongga uterus (Manuaba, 1999). Seksio sesarea ekstraperitoneal yaitu seksio yang dilakukan
tanpa insisi peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke
bawah atau ke garis tengah kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah (Manuaba,
1999).
6
Macam-macam seksio sesarea adalah:
1. Klasik / Corporal : insisi memanjang pada dinding anterior rahim
2. Transperitoneal Profunda : insisi pada SBR (yang paling sering)
3. Extraperitoneal : cavum peritonei tidak dibuka
4. Caesarian histerektomi : SC diikuti dengan histerektomi supravaginal
Indikasi : - Perdarahan hebat karena atonia uteri
- Placenta increta, percreta
- Infeksi intrauterine yang berat
Menurut Mochtar (1998), arah sayatan operasi seksio sesarea dibagi :
Seksio sesarea klasik (Corporal)
Seksio sesarea dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira –
kira 10 centimeter.
Jenis ini mempunyai kelebihan:
1. Mengeluarkan janin lebih cepat
2. Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan bisa di perpanjang proksimal atau distal
4. Teknik relatif lebih mudah
Sedang kekurangannya adalah :
1. Penyembuhan jaringan parut kurang baik (karena luka di daerah yang kontraktil dan
mobil waktu involusi)
2. Resiko infeksi lebih besar karena bekas insisi tak tertutup baikoleh peritoneum
3. Resiko perdarahn lebih banyak.
4. Banyak perlekatan jaringan sehingga:
SC berikutnya (bila diperlukan) lebih sulit
Gangguan kontraksi uterus pada partus berikutnya
5. Untuk persalinan selanjutnya kemungkinan terjadi rupture uteri lebih besar
Prosedur:
7
1. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit
dengan duk steril.
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang ± 12 cm
sampai dibawah umbilicus lapis demi lapis sehingga cavum peritoneal terbuka.
3. Dalam rongga perut disekitar rahim dilingkari dengan kassa laparotomi
4. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segme atas rahim (SAR), kemudian
diperlebar secara sagital dengan gunting
5. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dilahirkan dengan
meluksir kepala dan mendorong fundus uteri. Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat
dijepit dan dipotong diantara kedua penjepit.
6. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan oksitosin 10 unit ke dalam rahim secara
intra mural.
7. Luka insisi SAR dijahit kembali.
8. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.
9. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit.
Indikasi Seksio sesarea klasik:
1. Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan kandung kencing untuk mencapai segmen
bawah rahim, misalnya karena adanya perlekatan-perlekatan akibat pembedahan seksio
sesarea yang lalu, atau adanya tumor-tumor di daerah segmen bawah rahim.
2. Janin besar dalam letak lintang
3. Plasenta previa dengan insersi plasenta di depan dinding depan segmen rahim.
Seksio sesarea Transperitoneal Profunda
Seksio sesarea dilakukan dengan membuat syatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim (Low Servic Transversal) kira – kira 10 centimeter.
Dengan kelebihan :
1. Penyembuhan jaringan parut lebih baik (karena tidak dipengaruhi daerah kontraktil dan
tidak dipengaruhi involusi)
2. Perdarahan sedikit
3. Resiko infeksi lebih sedikit
8
4. Perlengketan lebih sedikit
5. Kemungkinan rupture ¼ klasik (terutama saat persalinan)
Sedangkan kekurangannya :
1. Teknik lebih sulit
2. Kemungkinan trauma vesica urinaria – post op kencing warna merah.
Teknik pelaksanaan:
1. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit
dengan duk steril.
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sampai dibawah
umbilicus lapis demi lapis sehingga cavum peritoneal terbuka.
3. Dalam rongga perut disekitar rahim dilingkari dengan kassa laparotomi
4. Dibuat bladder-flap, yaitu dengan menggunting peritoneum kandung kencing (plika
vesikouterina) di depan segmen bawah rahim (SBR) secara melintang. Plika
vesikouterina ini disisihkan secara tumpul kea rah samping dan bawah, dan kandung
kening yang telah disisihkan kea rah bawah dan samping dilindungi dengan speculum
kandung kencing.
5. Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm di bawah irisan plika vesikouterina tadi
secara tajam dengan pisau bedah ± 2 cm, kemudian diperlebar melintang secara tumpul
dengan kedua jari operator. Arah insisi pada segmen bawah rahim dapat melintang
(transversal) sesuai cara Kerr; atau meembujur (sagital) sesuai cara Kronig.
6. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan, janin dilahirkan dengan
meluksir kepalanya. Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya. Tali pusat
dijepit dan dipotoong, plasenta dilahirkan secara manual. Ke dalam otot rahim intra mural
disuntikkan 10 unit oksitosin. Luka dinding rahim dijahit.
7. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.
8. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit.
9
Komplikasi Seksio Sesarea
Kelahiran sesarea bukan tanpa komplikasi, baik bagi ibu maupun janinnya. Morbiditas
pada seksio sesarea lebih besar jika dibandingakan dengan persalinan pervaginam. Ancaman
utama bagi wanita yang menjalani seksio sesarea berasal dari tindakan anastesi, keadaan sepsis
yang berat, serangan tromboemboli dan perlukaan pada traktus urinarius, infeksi pada luka
Demam puerperalis didefenisikan sebagai peningkatan suhu mencapai 38,5oC. Demam pasca
bedah hanya merupakan sebuah gejala bukan sebuah diagnosis yang menandakan adanya suatu
komplikasi serius. Morbiditas febris merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pasca
pembedahan seksio seksarea.
Perdarahan masa nifas post seksio sesarea didefenisikan sebagai kehilangan darah lebih
dari 1000 ml. Dalam hal ini perdarahan terjadi akibat kegagalan mencapai homeostatis di tempat
10
insisi uterus maupun pada placental bed akibat atoni uteri. Komplikasi pada bayi dapat
menyebabkan hipoksia, depresi pernapasan, sindrom gawat pernapasan dan trauma persalinan.
Menurut Mochtar (1998), komplikasi seksio sesarea sebagai berikut :
1. Infeksi peurperal (nifas). Kenaikan suhu beberapa hari merupakan infeksi ringan,
kenaikan suhu yang disertai dehidrasi serta perut kembung termasuk infeksi sedang.
Sedangkan peritonitis, sepsis serta ileus paralitik merupakan infeksi berat
2. Perdarahan dapat disebabkan karena pembuluh darah banyak yang terputus atau dapat
juga karena atonia uteri
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan terluka kandung kemih bila repertonial terlalu
tinggi
4. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang
Prognosis
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang,
oleh karena kemajuan yang pesat dalam teknik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan darah,
indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun.
Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh
tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000.
Nasib janin yang ditolong secara seksio sesarea sangat tergantung dari keadaan janin
sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari negara-negara dengan pengawasan antenatal yang
baik dan fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4-7%.
11
BAB III
KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny.R
Umur : 31 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Alamat : Mranggen, Demak
II. ANAMNESA
Autoanamnesa tanggal 7 Maret 2012 pukul 20.00 WIB.
A. Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan kenceng-kenceng jarang sejak pukul 10.00 WIB.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Sekitar 9 bulan yang lalu, pasien mengeluh terlambat haid dan payudaranya
terasa kencang. Lalu pasien memeriksakan dirinya ke bidan. Oleh bidan, pasien
disarankan untuk melakukan tes kehamilan dengan test pack dan hasilnya positif.
Pada bulan awal kehamilan, pasien mengaku mual-mual dan muntah tetapi tidak
sampai mengganggu aktivitas sehari-hari. Selanjutnya keluhan mual-mual dan
muntah dirasakan makin berkurang seiring bertambahnya usia kehamilan. Pada usia
kehamilan kira-kira 4 bulan, pasien merasakan gerak janin dalam perutnya, Pasien
mengaku rajin kontrol kehamilannya ke bidan setiap bulan.
Sejak tadi pagi sekitar jam 10.00 WIB, pasien mengeluhkan perutnya terasa
kenceng-kenceng jarang. Pasien juga mengatakan keluar darah dan lendir tadi pagi,
tetapi pasien menyangkal adanya cairan ngepyok. Gerakan janin juga masih dirasakan
aktif oleh pasien. Pasien kemudian memeriksakan diri ke bidan dan oleh bidan pasien
12
dirujuk ke RSUD Kota Semarang dengan adanya riwayat operasi SC 7 tahun yang
lalu pada anak pertama atas indikasi partus tak maju.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Asma : disangkal
Kencing manis : disangkal
Tekanan Darah Tinggi : disangkal
Alergi obat : disangkal
Penyakit Jantung : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Asma : disangkal
Kencing manis : disangkal
Tekanan Darah Tinggi : disangkal
Alergi obat : disangkal
Penyakit Jantung : disangkal
E. Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 tahun
Siklus : 28 hari, teratur, lama perdarahan 7 hari, banyak 3
pembalut, dismenorrhea ±
HPHT : 7 Juni 2011
HPL : 14 Maret 2012
F. Riwayat Perkawinan
Menikah 1x saat umur 23 tahun, dengan suami sekarang, usia perkawinan 6 tahun.
G. Riwayat Obstetri
I. 2004/Rumah Sakit/aterm/SC a.i PTM/dokter/♀ 3200 gram/sehat
II. 2012 / hamil ini
13
H. Riwayat Antenatal Care
Selama hamil, pasien selalu memeriksakan kehamilannya secara rutin ke bidan dan
disuntik TT sudah 2x.
I. Riwayat KB
Pasien mengaku sempat memakai kontrasepsi yaitu pil KB selama 8 bulan.
J. Riwayat Operasi
Pasien mengatakan pernah menjalani operasi Seksio Caesaria pada tahun 2004 di RS
atas indikasi partus tak maju.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis :
KU/Kesadaran : baik/compos mentis
Tanda Vital :
TD : 120/80mmHg
Nadi : 80 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Suhu : 36,6oC
Berat Badan : 53 kg
Tinggi Badan : 154 cm
Kulit : Warna sawo matang, teraba hangat, tidak ikterik, turgor baik
Kepala : Normocephali, simetris
Mata : Conjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/- , pupil bulat isokor
Telinga : Normotia, simetris, tidak ada sekret, tidak nyeri tekan tragus
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-)
Mulut : bentuk simetris, tidak sianosis, uvula letak di tengah, faring tidak
hiperemis
Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks :
Mammae : Simetris, kenyal, tidak ada benjolan, tidak ada retraksi puting
14
Jantung : S1-S2 murni, reguler, murmur (-), gallop(-)
Paru : sonor, vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : membuncit, nyeri tekan(-), bising usus (+) normal
Ekstremitas : oedem -/-, akral hangat +/+
B. Status Obstetrik :
Pemeriksaan Luar
Inspeksi : perut membuncit, striae gravidarum (+)
Palpasi :
Leopold I : teraba TFU 2 jari di bawah processus xiphoideus, teraba 1 bagian
besar, bulat, dan lunak. Kesan : bokong.
Leopold II : teraba tahanan memanjang di sebelah kiri, bagian-bagian kecil di
sebelah kanan. Kesan : punggung kiri.
Leopold III : teraba 1 bagian besar, bulat, keras dan melenting. Kesan : kepala
Leopold IV : divergen, bagian terendah janin sudah masuk pintu atas
panggul
Kesan : Janin intrauterine, presentasi kepala, punggung kiri, kepala sudah masuk
pintu atas panggul.
TFU : 29 cm ≈ TBJ : 2790 gram
His : 2x/10’/20’’
DJJ : 11-11-11 (132x/menit)
Pemeriksaan Dalam
Vaginal toucher : Ø 1 jari sempit, eff 10%, KK (+)
Bag bwh kep. ↓ H1
UUK belum dapat dinilai
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (tangga7 Maret 2012)
Darah :
Hb = 12,9g/dl
15
Ht = 36,9 %
Leukosit = 9800ul
Trombosit = 228.000ul
V. RESUME
Pasien G2P1A0 umur 31 tahun hamil 39 minggu, datang ke RSUD Kota
Semarang dengan keluhan perut terasa kenceng-kenceng jarang sejak pukul 10.00 WIB.
Pasien masih merasakan gerak janin aktif. Pasien juga mengatakan adanya lender dan
darah, tetapi tidak ada cairan ngepyok sebelumnya. Pasien merupakan rujukan dari bidan.
Pasien dirujuk oleh bidan dengan riwayat operasi S 7 tahun sebelumnyaatas indikasi
partus tak maju.
Usia menarche 12 tahun, siklus 28 hari, lama 7 hari, HPHT 7 Juni 2012, HPL 14
Maret 2012.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, suhu 36,6oC, frekuensi pernapasan
20x/menit, berat badan 53 kg, tinggi badan 154 cm. Pada pemeriksaan obstetrik
didapatkan TFU 29 cm, presentasi kepala, punggung kiri, bagian terendah janin (kepala)
sudah masuk pintu atas panggul. Taksiran berat janin 2790 gram, his 2x/10’/20’’, DJJ 11-
11-11 (132 x/menit).
Pada pemeriksaan dalam, vaginal toucher didapatkan Ø 1 jari sempit, eff 10%,
KK (+), Bagian bawah kepala ↓ H1. UUK belum dapat dinilai.
VI. DIAGNOSIS
G2P1A0 Usia 31 tahun Hamil 39 minggu
Janin I hidup intra uterine
Letkep sudah masuk PAP, puki
Observasi inpartu
Bekas SC 7 tahun yang lalu
16
VII. PENATALAKSANAAN
Rencana diagnosis
Akhiri persalinan dengan Sectio Caesaria jika dari hasil VT syarat forceps
ekstraksi tidak terpenuhi. (harus diperingan kala II)
Rencana terapi
Infus RL 500 cc 20 tpm
Rencana Monitoring
Observasi inpartu (Nadi, His, DJJ tiap 30 menit)
Pengawasan 10
Rencana edukasi
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai keadaan ibu dan janinnya,
tindakan yang akan dilakukan dan komplikasi yang mungkin dapat terjadi.
- Memotivasi ibu dan suaminya untuk melakukan KB mantap.
VIII. PROGNOSIS
Ibu :dubia ad bonam
Anak :dubia ad bonam
17
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dewasa ini, seksio sesaria bukan lagi sesuatu yang menakutkan. Apalagi operasi
Caesar tidak diidentikan dengan danya kelainan dan gangguan pada saat persalinan,misalnya
plasenta previa,bayi letak lintang, terlilit tali pusat,walupun dalam sejarahnya dilakukan
karena pertimbangan medis untuk menyelamatkan ibu dan bayinya. Beberapa ibu hamil
menginginkan kelahiran dengan cara operasi untuk menghindari rasa sakit yang harus
dilaluinya apabilapersalinannya berlangsung alami. Walaupun risiko persalinan dengan
operasi lebih besar dibandingkan dengan persalinan secara alami, tetapi dengan teknologi
kedokteran yang sudah maju dapat mengurangi risiko yang terjadi. Salah satu hal yang perlu
diketahui adalah operasi Caesar selalu dilakukan dengan pembiusan,baik regional maupun
umum. Pilihan pembiusan ini sangat tergantung pada penyebab atau hambatan persalinannya,
kondisi ibu, dan Dokter.
B. Saran dan Kritik
Jika memutuskan opersi tanpa pertimbangan medis, kemungkinan akan kehilangan
beberapa momen penting dalam kehidupan yang biasa dilalui jika persalinan dilakukan
secara alami. Pertama, ibu hamil akan merasakan”nikmatnya” tahapan-tahapan kelahiran
bayi sejak kontraksi sampai bayi lahir yang pada beberapa orang akan menyakitkan,tetapi
akan menguap begitu melihat bayinya lahir sempurna. Kedua,karena proses pembiusan,
terutama apabila bius total, ibu akan kehilangan saat-saat pertama melihat bayinya kedunia.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Williams Obstetrics. Cunningham F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L.; Hauth, J.C.;. Gilstrap
III LC, Wenstrom KD, editors, 22nd ed. McGraw Hill; pp 587–606.
2. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Ed. 1, Cet. 7.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007.
3. Seksi Diktat Senat Mahasiswa. Dasar-Dasar Phantoom. Semarang: Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.
4. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
1997.
5. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Peningkatan Angka Kejadian Seksio Sesarea : Suatu Fenomena Dalam Bidang Obstetri.
2010. Available at: http://med.unhas.ac.id/obgin/index.php?
option=com_content&task=view&id=89&Itemid=62. Accessed March 15, 2012.
6. Kasdu ,dini. Operasi Caesar masalah dan solusinya. 200. Jakarta : Puspa Swara.
19