buku; jalan baru politik rakyat

Upload: muhlis-hatba

Post on 08-Jan-2016

45 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Jalan Baru Politik Rakyat

TRANSCRIPT

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    1/119

    iJalan Baru Pendidikan Politik Rakyat

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    2/119

    JALAN BARU

    PENDIDIKAN

    POLITIK RAKYAT

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    3/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat:Kumpulan Tulisan

    Para Penulis :

    Umar Alam Nusantara

    Eddy KurniadiMokhammad Ikhsan

    Deni Riswandani

    Wulandari

    Dadan Ramdan

    Heri Ferdian

    Donny Setiawan

    2010 ; viii+115 ; 23 x 15 cm

    ISBN : 978-979-25-2107-8

    Penyunting : Pius Widiyatmoko, Juandi

    Penata Letak : Zeni S. Nugroho, Bima Putra Ahdiat

    Sampul : Zeni S. Nugroho

    Cetakan pertama, Desember 2010

    Diterbitkan oleh :

    Forum Diskusi Anggaran

    Jl. Adipati Kertamanah No. 52 RT 04/ RW 15 Kel./Kec. Baleendah Kabupaten

    Bandung

    Perkumpulan INISIATIF

    Jl. Guntursari IV No.16, Bandung 40264 Telp./Fax. 022-7309987

    Email : [email protected] Website : http://www.inisiatif.org

    Didukung oleh :

    Yayasan Tifa

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    4/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat iii

    Daftar Isi

    Kata Pengantar iv

    Prolog vi

    1. Budaya Politik

    Eddy Kurniadi 12. Politik Anggaran

    Mokhammad Ikhsan 11

    3. Forum Diskusi Anggaran:

    Meretas Daulat Rakyat dalam Penganggaran Daerah

    Umar Alam Nusantara dan Wulandari 23

    4. Kursus Politik Anggaran sebagai Rintisan Pendidikan

    Politik Rakyat di Kabupaten Bandung

    Deni Riswandani 34

    5. Rapor Merah Bupati: Hasil Penilaian Rakyat terhadap Kinerja Penerima Mandat

    Dadan Ramdan dan Wulandari 59

    6. Memancing Anggaran dengan Keping Koin

    dan Gerakan Seribu Tangan

    Umar Alam Nusantara 737. Kursus Politik Anggaran, Membangkitkan Gairah

    Gerakan Sosial di Kabupaten Bandung

    Heri Ferdian 83

    8. Mengembangkan Kurpola sebagai UpayaMencerdaskan Bangsa

    Donny Setiawan 93

    9. Kesaksian Beberapa Alumnus 106

    Profil Para Penulis 113

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    5/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyativ

    Kata PengantarKurang lebih satu tahun yang lalu, gagasan melahirkan sekolah politik anggaran

    muncul secara tidak sengaja ketika saya bertemu dengan Bung Diding Sakri,

    Ketua Perkumpulan INISIATIF di Gedung Indonesia Menggugat, di Bandung.

    Kebetulan, kami samasama mengikuti kegiatan pertukaran pengalaman

    tentang prosesproses perencanaan dan anggaran yang baik dari lima daerah

    di Indonesia. Bung Diding ketika itu menjadi moderator diskusinya, sementara

    saya menjadi salah satu peserta dari Jakarta.

    Ide sekolah politik anggaran tidak dapat dilepaskan dari otokritik yang saat itu

    muncul dari sebagian besar peserta, termasuk penyelenggara : FPPM (Forum

    Pengembangan Partisipasi Masyarakat). Salah seorang pembicara merefleksikan

    dengan baik bagaimana aktivis Bandung sukses menjadi konsultan di Jakarta

    sampai malang-melintang ke daerahdaerah lain di penjuru Indonesia.

    Sementara, nasib proses perencanaan dan hasilhasil keputusan anggaran di

    Bandung masih saja jauh dari baik. Banyaknya aktivis ternyata tidak serta merta

    menjadikan lebih baiknya proses perencanaan dan penganggaran di daerah ini.

    Jadilah, gagasan Bandung butuh Sekolah Anggaran muncul dan semakin

    mengerucut. Awalnya, Kursus Politik Anggaran begitu seterusnya ia disebut,

    hanya hendak ditujukan untuk masyarakat umum, aktivis LSM dan wakilwakil

    rakyat di parlemen daerah. Namun, ketika itu saya mengusulkan bagaimana

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    6/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat v

    bila pemuda, pelajar hingga mahasiswa juga dapat dilibatkan sebagai

    pesertanya. Kelompok yang saya sebut terakhir memang agak sepi dari hingar-

    bingar aktivisme sosial, padahal kelompok ini memendam potensi besar untuk

    melakukan perubahan di masa depan. Gayung bersambut, jadilah Kursus

    Politik Anggaran lengkap dengan empat kelompok sasaran utamanya; dari

    warga biasa sampai aktivis; dari anggota DPRD sampai pemuda, pelajar dan

    mahasiswa. Kelompok yang terakhir menjadi kelompok khas yang memerlukan

    perhatian lebih serius ke depan.

    Saya berkesempatan untuk mengunjungi Forum Diskusi Anggaran satu waktu

    di pertengahan tahun ini. Ketika itu, saya bisa bertemu langsung dengan

    beberapa orang alumni Kursus Politik Anggaran dan bertukar cerita tentang

    bagaimana pengetahuan yang didapatkan mulai digunakan untuk mendorong

    tanggungjawab anggaran pemerintah daerah. Sebagian dari pengetahuan itu

    berhasil mendorong terbitnya alokasi anggaran untuk korban banjir atau skema

    kredit mikro untuk warga miskin di Kabupaten Bandung. Sungguh, ceritacerita

    ini merupakan cerita yang patut diapresiasi!

    Buku yang ada di hadapan saudarasaudara ini hanyalah sebagian kecil dari

    pengalaman Forum Diskusi Anggaran dan Perkumpulan INISIATIF dalam

    mendorong proses perencanaan dan penganggaran yang lebih baik di daerah.

    Proses dan hasilhasil yang menguntungkan bagi masyarakat kebanyakan,terutama kelompok miskin dan terpinggirkan lainnya ketimbang bagi sebagian

    orang atau kelompok yang dekat dengan sumbersumber kekuasaan. Yayasan

    Tifa menyambut baik dan mengucapkan selamat atas terbitnya buku ini. Semoga

    buku ini bisa menginspirasi upayaupaya senada, bahkan mungkin gelombang

    yang lebih besar atas perencanaan dan penganggaran yang lebih prorakyat.

    Mickael B. Hoelman

    Manajer Program Demokrasi dan Tata Pemerintahan

    Yayasan Tifa

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    7/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyatvi

    Prolog

    Dua orang itu sedang dudukduduk di teras sebuah gedung yang besar nan

    megah sambil menyandarkan kakinya ke tiang tembok yang nampaknya

    sangat kokoh, sembari mengisap rokok dalam-dalam. Tak lama kemudian

    menyemburkannya keluar, tanpa memperdulikan peringatan tertulis pada

    secarik kertas yang menempel di tembok dan tepat berada di atas kepalanya,

    bahwa di situ dilarang merokok seraya berkata, Bosenlah... terus wee... rame

    di ...rencanakeun pelaksanaanna..mah.... nu taun kamari oge teu puguh

    juntrungna...! 1

    Kemudian dibalas oleh temannya... yang ada di sebelahnya, Heuueh ....lah...

    da lamun seug ..aya anu sejen,..nu daek jadi delegasi sayah mah ...geus hoream

    kikieuanteh...komo deui di denge-denge teh.... lolobanamah program teh

    ..keur kapentingan politik maranehna keneh we... rakyatmah ngan ukur jadi

    alat wungkul...terus we...dibobodo..2

    1. Bosanlah ... terus saja rame direncanakan, sementara pelaksanaannya yang tahun lalupun

    tidak jelas ke mana arahnya.

    2. Iya..lah.. seandainya ada orang lain yang mau jadi delegasi, saya sudah bosan terlibat seperti

    ini,... apalagi didengar-dengar kebanyakan program itu untuk kepentingan politik mereka

    sendiri, sementara rakyat hanya jadi alat saja. Terus saja dibodohi

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    8/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat vii

    Itulah sekelumit komentar para delegasi musrenbang di Kabupaten Bandung,

    yang nampaknya sudah merasa jenuh dengan penyelenggaraan penyusunan

    perencanaan pembangunan selama ini, baik musrenbang di tingkat kabupaten

    maupun di tingkat kecamatan.

    Terjadinya kesenjangan antara perencanaan dengan pelaksanaan pembangunan

    di lapangan, serta buruknya monitoring dan evaluasi kegiatan, ditambah

    lagi makin rendahnya semangat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

    anggaran oleh penyelenggara negara dan juga kurangnya keterlibatan atau

    partisipasi masyarakat pada perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan

    penggunaan anggaran untuk pembangunan, mengakibatkan mayoritas

    masyarakat sudah hampir hilang kepercayaan bahkan apriori terhadap berbagai

    kebijakan politik terutama pada tata kelola anggaran.

    Rakyat sebagai pemegang saham terbesar, (dari trilyunan uang yang dikelola

    oleh penyelenggara negara) belum memperoleh penghasilan yang cukup

    menggembirakan, laiknya sebagai pemegang saham. Bahkan sebagian

    besar pemilik modal tersebut (rakyat) mengalami kehidupan yang sangat

    memprihatikan. Keadaan mereka jauh di bawah standar kemiskinan, akses

    untuk memperoleh layanan kesehatan, pendidikan dan layanan sosial yang

    layak, masih belum terjangkau secara maksimal.

    LKPJ sebagai bentuk pertanggungjawaban dari penyelenggara negara kepada

    rakyat sebagai pemegang saham, masih bersifat normatif dan penuh rekayasa

    politik yang substansinya hampir tidak menyentuh pada tujuan bagaimana

    mensejahterakan rakyat. Sebagian besar pemegang saham (rakyat) tersebut

    nampak tidak berdaya, karena mayoritas dari mereka tidak memiliki pengetahuan

    tentang bagaimana dan seperti apa uang mereka itu dibelanjakan.

    Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi

    dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten Bandung,yang merupakanrepresentasi dari semangat anti Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN), buah hasil

    jerih payah dan perjuangan reformasi, di tataran pelaksanaan masih dalam konteks

    wacana belaka. Hasil dari telaahan Tim Advokasi Forum Diskusi Anggaran (FDA)

    tahun 2008, menyebutkan pengetahuan masyarakat mengenai perencanaan,

    pelaksanaan dan evaluasi penganggaran pembangunan di Kabupaten Bandung

    di bawah 10%. Persoalan inilah salah satu hal yang menjadi alasan Forum Diskusi

    Anggaran (FDA), yang merupakan wadah aktivitas para pemerhati tata kelola

    anggaran di Kabupaten Bandung, merasa terpanggil untuk ikut serta mendorong

    meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memahami pentingnya keterlibatanmereka pada setiap kebijakan politik, terutama dalam bidang pengelolaan sumber

    daya anggaran yang selama ini masih jauh sekali dari apa yang diharapkan

    oleh rakyat. Yaitu, sesungguhnya sebesar apapun nilai uang yang dikelola oleh

    pemerintah, muaranya mesti pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    9/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyatviii

    Buku yang ada di hadapan Anda ini adalah merupakan catatancatatan

    buah pikiran, gagasan-gagasan serta pengalaman kawan-kawan para pegiat

    Forum Diskusi Anggaran dalam melakoni aktivitas dan perjalanannya, baik

    selama melaksanakan Kursus Politik Anggaran yang lebih familiar kawan-

    kawan menyebutnya dengan istilah Kurpola, maupun selama lembaga ini

    digagas dan dilahirkan untuk mendampingi perjalanan politik penganggaran di

    Kabupaten Bandung.

    Merupakan sebuah harapan dengan terbitnya buku Jalan Baru Pendidikan

    Politik Rakyat, selain menambah khasanah kepustakaan kita mengenai ilmu-

    ilmu sosial kemasyarakatan, juga harapannya menjadi literatur bagi para pegiat

    dan aktivis dalam upaya mempercepat lahirnya pemerintahan yang harmonis,

    bersih, bebas dari perilaku perselingkuhan, kolusi, korupsi dan nepotisme.

    Terakhir, kami mengucapkan beribu terima kasih kepada semua pihak yang telah

    mengerahkan daya dan upayanya baik moril maupun materil hingga terbitnya

    buku Kurpola ini, terutama kami sampaikan terima kasih kepada Yayasan

    Tifa, dan Perkumpulan INISIATIF atas kepercayaan dan segala bantuannya

    kepada FDA khususnya. Semoga upaya ini dapat menjadi sebuah sumbangan

    bagi kehidupan rakyat yang lebih baik lagi.

    Bandung September 2010

    Ujang Sutisna

    Ketua Presidium FDA

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    10/119

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    11/119

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    12/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 1

    Pengantar

    Walaupun kajian masalah budaya politik di Indonesia akhirakhir ini kurang lagi

    mendapat minat di kalangan ilmuwan politik Indonesia, namun ia masih tetap

    merupakan sebuah topik kajian yang sangat menarik. Hal itu terjadi karena

    beberapa hal.

    Penjelasan yang bersifat kultural dalam memahami politik Indonesia kurang

    representatif bila dibandingkan dengan penjelasan bersifat lain. Penjelasan

    yang bersifat kultural dipersepsikan terlampau berorientasi kepada perilaku

    terhadap kelompok politik sebuah etnik dominan di Indonesia, sehingga tidak

    dapat dijadikan parameter dalam memahami politik Indonesia kontemporer

    yang sudah semakin kompleks.

    Ketika memasuki dekade 80-an, kalangan ilmuwan politik sudah mulai

    dihadapkan pada penjelasan bersifat alternatif, yang dianggap lebih representatif

    dengan tingkat generalisasi yang tinggi. Penjelasan alternatif yang muncul

    dikenal dengan pendekatan ekonomi politik, yang juga bersifat strukturalis,

    yang mencoba mengaitkan antara persoalan politik dengan masalah ekonomi.

    Budaya Politik

    Eddy Kurniady

    1

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    13/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat2

    Untuk menjelaskan politik Indonesia, apakah model penjelasan yang bersifat

    cultural ataustructural, sekarang kita dihadapkan pada kenyataan munculnya

    sebuah model analisis yang dapat dikatakan juga alternatif, yaitu analisis

    yang lebih memperhatikan peranancivil society1. Hal itu mulai nampak ketika

    memasuki dekade 1990-an, banyak sekali kalangan akademisi, politisi,

    pengamat sipil dan militer yang berbicara tentang civil society dengan

    pemahaman sendirisendiri.

    Pertanyaannya, apakah pendekatan yang bersifat culturalmasih relevan untuk

    memahami politik Indonesia kontemporer? Gejala politik tertentu hanya

    dapat dijelaskan dengan pendekatan cultural. Sementara ada gejala lain yang

    penjelasannya memakai pendekatan struktural. Pola dukungan dan mobilisasi

    politik pada masa pemilihan umum, misalnya, akan sangat tepat dengan

    menggunakan pendekatan kultural daripada struktural.

    Budaya Politik : Makna dan Perwujudannya

    Budaya Politik

    Konsep budaya politik baru muncul dan mewarnai wacana ilmu politik pada

    akhir Perang Dunia ke II, sebagai dampak perkembangan politik AmerikaSerikat. Setelah Perang Dunia II selesai, di Amerika Serikat terjadi apa yang

    disebut revolusi dalam ilmu politik, yang dikenal sebagai behavioral revolution,

    atau ada juga yang menamakannya dengan behaviorism. Terjadinya behavioral

    revolution dalam ilmu politik adalah sebagai dampak semakin menguatnya

    tradisi ataumazhab positivism. Mazhab ini adalah paham yang percaya bahwa

    ilmu sosial mampu memberikan penjelasan atas gejala-gejala sosial seperti halnya

    ilmuilmu alam memberikan penjelasan terhadap gejalagejala alam. Paham ini

    sangat kuat diyakini oleh tokoh-tokoh besar sosiologi, seperti Herbert Spencer,

    August Comte, Emile Durkheim. Pahampositivismmerupakan pendapat yangsangat kuat di Amerika serikat semenjak Charles E. Merriam mempeloporinya

    di Universitas Chicago, yang kemudian dikenal sebagai The Chicago School atau

    disebut Mazhab Chicago, yang memulai pendekatan baru dalam ilmu politik.

    Selain itu, salah satu faktor penompang lahirnya behavioral revolutionini adalah

    muncul dan berkembangnya kecenderungan baru dalam dunia penelitian,

    yaitu kecenderungan melakukan penelitian survei (survey research). Penelitian

    ini dapat menjangkau responden dalam jumlah yang sangat besar, guna

    memahami sikap, orientasi dan perilaku kalangan masyarakat disertai latarbelakang sosial, ekonomi, dan politiknya. Biasanya penelitian survei tersebut

    dilakukan oleh mereka yang terlibat dalam usaha menelusuri opini publik dalam

    rangka pemilihan Presiden, Gubernur maupun Senator di Amerika Serikat. Oleh

    1 Gaffar Afan (1999),Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    14/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 3

    karena itu, tidak heran di Amerika Serikat muncul sejumlah lembaga peneliti

    opini publik dengan mengadakan jajak pendapat atau yang dikenal dengan

    Public Opinion Poll, seperti Gallup Poll, Haris Poll, dan yang biasanya bekerja

    sama dengan media massa yang ada seperti ABC, CBS, NBC dan CNN. Pada

    saat itu di Amerika Serikat juga muncul sebuah revolusi baru dalam bidang

    rekayasa dan teknologi ketika diketemukan komputer dengan kemampuan

    analisis data secara cepat dan dalam jumlah yang besar.

    Salah satu dampak yang sangat menyolok daribehavioral revolution adalah

    munculnya sejumlah teori, baik yang bersifat grand maupun yang ada pada

    tingkat menengah (middle level theory). Akibatnya, ilmu politik diperkaya

    dengan sejumlah istilah, seperti misalnyasystem analysis,interest aggregation,

    interest articulation, political sozialization, politik culture, convertion, rule

    making, rule aflication, rule adjudicationdan lain sebagainya.

    Teori tentang budaya politik merupakan salah satu bentuk teori yang

    dikembangkan dalam memahami sistem politik. Di antara kalangan teoritisi ilmu

    politik, yang sangat berperan mengembangkan teori kebudayaan politik adalah

    Gabriel Almond dan Sidney Verba. Keduanya melakukan kajian di lima negara

    yang kemudian melahirkan buku yang sangat berpengaruh pada 1960-an dan

    1970-an, yaitu The Civic Culture2. Civic Culture inilah yang menurut Almond

    dan Verba merupakan basis bagi budaya politik yang membentukdemokrasi.

    Budaya politik merupakan sikap individu terhadap sistem politik dan komponen-

    komponennya, dan juga sikap individu terhadap peran-peran yang dapat

    dimainkannya dalam sebuah sistem politik tertentu (Almond and Verba, 1963,

    hal.13). Budaya politik tidak lain dari orientasi psikologis terhadap obyek sosial

    (dalam hal ini sistem politik) kemudian mengalami proses internalisasi ke dalam

    bentuk orientasi yang bersifat kognitif, afektif dan evaluatif.

    Orientasi kognitif menyangkut pemahaman dan keyakinan individu terhadapsistem politik dan atributnya. Bisa diartikan seperti tentang ibukota negara,

    lambang negara, kepala negara, batas-batas negara, mata uang yang dipakai

    dan lain sebagainya. Sementara orientasi afektif menyangkut ikatan emosional

    yang dimilki oleh individu terhadap sistem politik. Jadi menyangkut feelings

    terhadap sistem politik. Sedangkan orientasi evaluatif berhubungan dengan

    kapasitas individu dalam memberikan penilaian terhadap sistem politik dan

    bagaimana peran individu di dalamnya.

    Dalam sebuah masyarakat yang sikap orientasi politiknya didominasi olehkarakteristik yang bersifat kognitif akan terbentuk budaya politik yangparochial.

    Sedangkan yang bersifat afektif akan terbentuk budaya politik yang bersifat

    2 Gabriel Almond, Sidney Verba (1963), The Civic Culture : Political Attitude and Democracy in

    Five Nations, Princeton University Press, New York

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    15/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat4

    subjektif. Adapun, masyarakat yang memiliki kompetensi politik yang tinggi,

    yang warga masyarakatnya mampu memberikan evaluasi terhadap proses

    politik yang berjalan, akan terbentuk sebuah budaya politik yang partisipatif.

    Hal di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

    ORIENTASI

    POLITIK

    Budaya Polik

    Parokial Subjekf Parsipaf

    Kognif X

    Aekf X

    Evaluaf X

    Budaya politik yang demokratik, yaitu budaya politik yang partisipatif, akan

    mendukung terbentuknya sebuah sistem politik yang demokratik karena

    menyangkut suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan

    sejenisnya, yang menompang terwujudnya partisipasi (Almond dan Verba,

    h.178 ). Keyakinan akan kemampuan seseorang merupakan kunci bagi sebuah

    sikap politik, dan keyakinan akan kemampuan tersebut merupakan kunci bagi

    terbentuk dan terpeliharanya demokrasi.

    Jadi kompetensi merupakan kata kunci. Konsekuensi selanjutnya, pemerintah

    harus mengambil langkahlangkah yang memperhatikan kepentingan warga

    masyarakat. Kalau tidak, warga masyarakat akan mengalami deprivasi, kecewa

    dan meninggalkan pemerintahnya. Sebaliknya, apabila warga tidak merasa

    kompeten untuk terlibat dalam proses politik, implikasinya pemerintah akan

    menjadi dominan dalam penyelenggaraan negara.

    Almond dan Verba mengaitkan antara tinggirendahnya budaya politik, yaitu

    civil culturedengan stabilitas demokrasi dalam sebuah negara seperti terlihatpada gambar berikut ini :

    Matriks

    Civic Culture

    Tinggi-

    MenengahRendah

    Sangat

    Rendah

    Stabilitas

    Demokrasi

    Tinggi Inggris,

    AS

    Rendah Jerman,Italia

    Meksiko,Indonesia

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    16/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 5

    Sosialisasi Politik sebagai Wahana Pembentukan Budaya Politik

    Proses pembentukan budaya politik dilakukan melalui apa yang disebut sebagai

    sosialisasi politik, yaitu proses penerusan dan pewarisan nilai dari satu generasi ke

    generasi berikutnya. Sistem nilai, norma, dan keyakinan yang dimiliki oleh sebuah

    generasi dapat diturunkan kepada generasi berikutnya melalui berbagai media,

    seperti: keluarga, sanak-saudara, kelompok, sekolah, ditopang oleh media cetak,

    elektronik dan lain sebagainya yang bisa disebut sebagaiagentdari sosialisasi politik.

    Keluarga merupakan agentpertama yang sangat menentukan pola pembentukan

    nilai politik bagi seorang individu. Dalam lingkungan agama, ditanamkan nilainilai

    agama yang sangat tinggi dengan segala atribut yang melekat di dalamnya. Dari

    situlah sikap dan orientasi politik melekat dan terbentuk.

    Dalam sebuah sistem yang negara memainkan peranan yang sangat dominan,

    dalam pembentukan nilainilai dan norma politik, maka norma dan keyakinan

    penguasa negara, harus diikuti oleh warganya. Oleh karena itu segala sesuatu

    yang berbeda dengan kehendak negara disingkirkan.

    Budaya Politik di Indonesia

    Hierarki yang Tegar

    Sebenarnya, sangat sulit untuk melakukan identifikasi budaya politik Indonesia,

    karena atributnya tidak jelas. Akan tetapi, satu hal yang barangkali dapat

    dijadikan titik tolak untuk membicarakan masalah ini yaitu adanya sebuah pola

    budaya dominan dari kelompok etnis tertentu yang sangat mewarnai sikap,

    perilaku, dan orientasi kalangan elit politik di Indonesia sebagaimana ditulis

    oleh Claire Holt, Benedict Anderson, dan James T. Siegel3.

    Pembicaraan awal yang dikemukakan adalah menyangkut konsep kekuasaan

    dalam masyarakat tertentu khususnya di Jawa. Menurut Anderson, konsep

    kekuasaan dalam masyarakat Jawa berbeda sekali dengan apa yang dipahami

    oleh masyarakat Barat. Karena, bagi masyarakat Jawa, kekuasaan itu bersifat

    kongkrit, besarannya konstan, sumbernya homogen, dan tidak berkaitan

    dengan persoalan legitimasi. Hal itu berbeda dengan masyarakat Barat

    yang memandang kekuasaan itu bersifat abstrak dan dari berbagai macam

    sumber, seperti uang, harta kekayaan, fisik, kedudukan, asal usul, dan lain

    sebagainya. Dan selama sumber kekuasaan itu tetap memberikan kekuasaan,

    maka kekuasaan seorang penguasa akan tetap legitimate dan tidak perlu

    dipersoalkan.

    3 Claire Holt, Benedict Anderson, James T. Siegel (1972), Political Culture in Indonesia, Ithaca,

    New York: Cornell University Press

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    17/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat6

    Masyarakat tertentu di Indonesia dan sebagian besar masyarakat lainnya, padadasarnya bersifat hierarkis. Stratifikasi sosial bukan didasarkan atas atributsosial yang bersifat materialistik, tetapi lebih pada akses kekuasaan. Adapemilahan yang tegas antara mereka yang memegang kekuasaan yang juga

    disebut sebagai kalanganpriyayi, dan itu diperlihatkan dalam bahasa, melaluitingkatan bahasa kromo inggil, kromo madya, sampai ngoko atau halus,setengah halus dan kasar dan gestureatau gerak mimik/perilaku.Kalanganrakyat harus berbahasa secara halus kepada pemegang kekuasaan. Kekuasaan

    juga terungkap dengan istilah wong gededan wong cilik.

    Implikasi dari pola pemilahan seperti itu adalah kalangan birokrat seringkalimenampakkan diri dengan citra tertentu, seperti pamong praja yang melindungirakyat, pamong atau guru/pendidik bagi rakyatnya. Di lain pihak, penguasa

    memiliki persepsi merendahkan rakyatnya. Oleh karena itu, tidak ada tempatnyarakyat tidak patuh, tidak tunduk, dan tidak setia apalagi memprotes kegiatanpemerintah.Pemerintah adalah paling tahu dan rakyat tidak tahu apa-apa!

    Ada implikasi negatif dari citra diri seperti itu dalam kebijakan publik. Kebijakanpublik merupakan kompetensi sekelompok kecil elit yang ada di puncakkekuasaan pusat maupun daerah. Yang membentuk dan memformulasikankebijakan publik adalah kalangan pemerintah yang baru disesuaikan dandisahkan oleh DPR. Rakyat mengalami proses alienasi, bahkan tersingkirkan dari

    proses politik. Tidak ada diskusi publik mengapa kebijakan itu harus ditempuh?Apakah memang perlu? Kemudian dalam implementasi kebijakan, rakyatdiwajibkan ikut serta di dalamnya.

    Kecenderungan Patronase

    Salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia adalah kecenderunganpembentukan pola hubunganpatron-client, baik di kalangan penguasa maupunmasyarakat.

    Si patron dan client melakukan interaksi resiprokal atau imbal-balik denganmempertukarkan sumber daya (exchange of resources) yang dimiliki oleh masingmasing pihak sampai ke dukungan politis dan loyalitas. Pola hubungan ini tetapdipelihara selama masingmasing pihak tetap memiliki sumber daya tersebut.

    Yang menarik diperhatikan, bahwa tidak jarang di tengah pola hubunganclientilisticini tumbuh dan berkembang orang ketiga yang menjadi perantara,atau yang disebut sebagai broker atau middleman. Atau istilah populer sekarang

    makelar kasus. Jelasnya pola tersebut dapat dilihat pada skema di bawah ini:

    P_______________M/B__________________CL-----CL------CL---------CL------CL

    P = Patron M/B = Middleman/Broker CL = Client

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    18/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 7

    Kecenderungan patronase ini dapat ditemukan secara meluas, baik dalamlingkungan birokrasi maupun di kalangan masyarakat. Pada hubungan presidendengan para menterinya, beberapa menteri memfungsikan dirinya sebagaibrokeratau middlemanterhadap sejumlah menteri yang lain, yang berperan

    menjadi client. Lalu, para menteri itu juga menjadi middlemandan membentukclientclientlain ke bawahnya dan seterusnya.

    Di kalangan partai politik juga ditemukan hal yang sama. Seorang gubernur yangmenjadi Ketua Dewan Pertimbangan Partai, dapat menjadi patron bagi sejumlahpolitisi, yang kemudian menjadi pengurus partai atau menjadi anggota DPRD.

    Demikian juga antara penguasa dengan para pengusaha. Tak jarang merekamemainkan peran sebagai client untuk memperoleh imbalan kemudahan

    dalam proyek pembangunan Rumah Sakit misalnya. Pola hubungan seperti iniyang kemudian di Indonesia disebut secara luas sebagai KOLUSI. Dan ini bukanmerupakan sesuatu yang baru di Indonesia.

    Harapan terhadap Partai Politik

    Sebagaimana diketahui bahwa partai politik adalah organisasi politik yang dibuatoleh warga negara untuk ikut menentukan arah negara. Apa yang dilakukan olehnegara dengan sendirinya sangat berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari

    rakyat. Partai politik secara tidak langsung maupun langsung, sangat berpengaruhpada kehidupan sehari-hari rakyat. Dalam konteks itulah demokrasi meletakkanpartai politik sebagai sarana rakyat dalam menentukan arah dan masa depannegara.

    Rakyat memberikan dukungan terhadap partai politik tertentu biasanyamemperhatikan beberapa hal, seperti (1) garis-garis besar haluan perjuangan, (2)konsistensi, praktik dan sepak terjang partai, dan (3) kemampuan dan kapasitasSDM dalam memperjuangkan kepentingan rakyat dan integritas yang baik. Dalamhal ini jelas, partai memang berkepentingan atas dukungan yang diberikan rakyatdan legitimasi tergantung dukungan rakyat4.

    Dari gambaran di atas sudah tersirat beberapa fungsi penting partai politik.Adapun fungsifungsi pokok partai politik adalah sebagai berikut :1. Sebagai sarana atau media pendidikan, komunikasi dan sosialisasi politik

    bagi anggotanya atau masyarakat secara luas.2. Sebagai penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi rakyat.3. Sebagai media partisipasi politik warga negara.4. Sebagai sarana rekrutmen untuk pengisian jabatan politik dalam

    pemerintahan negara.5. Sebagai pihak yang turut menciptakan kondisi kondusif bagi upaya

    pemakmuran rakyat.

    4 Naning Mardiniah, E. Sobirin Nadj, Anwar, Widodo Dwi Putro, Baharuddin (2004), Mem-

    perkuat Posisi Politik Rakyat, LP3ES, Jakarta. Lihat hal. 65-66

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    19/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat8

    Telaahan sampai hari ini, sangat jarang partai politik yang secara sempurnadapat melakukan fungsifungsinya. Dari lima fungsi partai politik di atas,yang paling susah dilakukan dengan baik adalah fungsi penyerap, penyusundan penyalur aspirasi rakyat yang bisa disebut fungsi agregasi dan artikulasi

    kepentingan rakyat.

    Penutup

    Uraian yang dikemukakan di atas memberikan gambaran untuk menjaminkeberhasilan perubahan pelaksanaan pemerintahan daerah sesuai undangundang. Diperlukan pemimpin yang memiliki visi kuat (visioner leader) yangmampu menentukan arah dan mengendalikan jalannya perubahan, pada tiga

    dimensi, struktural, fungsional dan dimensi kultural (budaya).

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    20/119

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    21/119

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    22/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 11

    Bila dilihat dari konsep dan praktiknya yang ideal, proses penyusunan APBD

    terdiri dari dua (2) hal mendasar, yaitu perencanaan dan penganggaran.

    Serta dari sifatnya, perencanaan dan penganggaran di pemerintahan daerah

    dilaksanakan secara terintegrasi (unified budgeting) dengan berlandaskan pada

    konsep penggunaan sumber daya/dana yang ada untuk pemenuhan kebutuhan

    publik (money follows function).

    Apa Itu Politik Anggaran

    Politik anggaran dapat dimaknai sebagai proses pengalokasian anggaran

    berdasarkan kemauan dan proses politik, baik dilakukan oleh perorangan

    maupun kelompok. Tidak dapat dihindari bahwa penggunaan dana publik akan

    ditentukan kepentingan politik. Irene S. Rubin1 mengatakan, dalam penentuan

    besaran maupun alokasi dana untuk rakyat senantiasa ada kepentingan

    politik yang diakomodasi oleh pejabat. Yaitu alokasi anggaran acap kali jugamencerminkan kepentingan perumus kebijakan terkait dengan konstituennya.

    1. Lihat Rubin, Irene S., (2000), The Politics of Public Budgeting : Getting and Spending, Borrow-

    ing and Balancing, New York, NY: Chatham House Publishers

    Politik Anggaran

    Mokhamad Ikhsan

    2

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    23/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat12

    Secara teoritik, anggaran merupakan instrumen pemerintah dalam

    menyelenggarakan roda kekuasaannya. Dalam skema kebijakan, keputusan

    alokasi sumber daya untuk berbagai keperluan berupa pengeluaran setiap

    tahunnya, tercermin dalam APBN maupun APBD. Dalam praktiknya, anggaran

    tak terlepas dari sejumlah kepentingan yang harus diakomodasi, sekaligus

    menjadi mediasi berbagai kebutuhan masyarakat.

    Dalam konteks demikian, kebutuhan atau kepentingan itu seringkali memiliki

    bobot prioritas yang relatif sama. Dari sanalah diperlukan pilihan-pilihan

    memutuskan mana yang akan didanai terlebih dahulu. Tidak heran jika atas

    pertimbangan itu pada akhirnya berbagai pihak dan kelompok kepentingan

    akan berebut pengaruh di dalam memutuskan alokasi anggaran. Itulah yang

    disebut dengan anggaran sebagai medan tempur strategis dalam politik

    kebijakan pembangunan.

    Politik Perwakilan yang Buruk

    Fakta menunjukkan bahwa alokasi belanja pemerintah dalam APBD ternyata

    lebih banyak untuk menggerakkan mesin birokrasi daripada untuk kepentingan

    rakyat. Ini menunjukkan politik anggaran belum berada dalam arah yang benar.

    Sedangkan porsi belanja untuk kepentingan rakyat seringkali rawan dikorup,tidak efektif memecahkan masalah-masalah seperti kemiskinan, infrastruktur,

    peningkatan pendidikan dan kesehatan.

    Dengan demikian agar APBD benar-benar dapat dimanfaatkan rakyat, diperlukan

    upaya ekstra untuk memastikan agar penggunaannya tidak menyeleweng ke

    kegiatan yang bertolak belakang dengan prinsip-prinsip penggunaan anggaran

    negara. Jika dibiarkan terjadi, bukan hanya kepercayaan masyarakat terhadap

    institusi politik dan para politisi yang akan tergerus, tetapi tujuan pembangunan

    dan kesejahteraan masyarakat juga semakin sulit dicapai karena prinsippenggunaan keuangan negara yang berkeadilan, tidak boros, tepat sasaran,

    proporsional, efektif dan efisien tidak tercapai. Sementara itu sumber daya

    anggaran terbagi habis di bidang-bidang yang tidak berkaitan langsung dengan

    kesejahteraan rakyat.

    Ketika politik anggaran tidak berjalan diametral dengan kesejahteraan rakyat,

    yang terjadi bukan hanya karena elit politik yang korup, tetapi juga perwakilan

    politik yang buruk (poor political representation).

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    24/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 13

    Lebih Dalam Soal Politik APBD

    Masalah proporsi atas APBD merupakan isu krusial dalam upaya membawa

    pengelolaan keuangan daerah ke ranah politik, khususnya dalam hal distribusi

    dan kelayakannya. Issue keadilan anggaran terkait keuangan negara dan

    daerah pasca-UU otonomi daerah berkembang pesat seiring dengan semakin

    besarnya kebutuhan daerah sendiri untuk menopang pembuatan kebijakan

    publiknya. Perkawinan senyatanya kemudian terjadi antara kebutuhan

    Pemda dan kewajiban melakukan akomodasi agen-agen politik daerah vis a

    viskonstituen politiknya.

    Dari persepektif keagenan (agency theory), APBD dapat dibagi ke dalam

    beberapa tahapan, yakni: perencanaan, penyusunan program/kegiatan,

    pelaksanaan APBD, pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan.

    Perencanaan APBD

    Dalam anggaran berbasis kinerja, APBD harus direncanakan dengan menetapkan

    terlebih dahulu target kinerja yang ingin dicapai. Money follows functions. Jika

    tidak ada target, maka tidak ada aktivitas. Jika tidak ada aktivitas, maka tidak

    ada alokasi dana dalam APBD.

    Salah satu pendekatan yang dipakai dalam perencanaan APBD saat ini adalah

    Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan), yang melibatkan

    masyarakat secara berjenjang mulai dari tingkat desa/kelurahan sampai

    tingkat Kabupaten. Dalam penyampaian aspirasi (kebutuhan, keinginan, dan

    kepentingan) dengan pendekatan ini, digunakan perwakilan. Dalam konsep

    keagenan, perwakilan akan memiliki kecenderungan terjadinya adverse

    selection dan moral hazard.

    Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab adalah:a Bagaimana keterkaitan antara kebutuhan masyarakat dengan nama

    program/kegiatan yang tercantum dalam RKPD? Artinya, apakah

    program/kegiatan dalam RKPD akan memecahkan masalah yang dihadapi

    masyarakat ? Atau dengan kata lain outcome tercapai?

    a Bagaimana pergeseran dan proses hilangnya usulan masyarakat dari

    hasil Musrenbang tingkat desa/kelurahan sampai kemudian menjadi seperti

    yang tercantum dalam RKPD? Apakah mewakili (secara proporsional)

    berdasarkan faktor luas wilayah, jumlah penduduk, pendapatan masyarakat,

    atau faktor lainnya?a Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi preferensi dalam menentukan

    nama program/kegiatan dalam RKPD?

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    25/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat14

    a Apakah nama program/kegiatan selalu mengikuti daftar yang tercantum

    dalam Lampiran A-VII Permendagri No.13 Tahun 20062?

    a Apakah nama program/kegiatan sesuai dengan RENJA, RENSTRA, TUPOKSI

    SKPD?

    a Apakah terdapat pengulangan atas program/kegiatan yang telah

    dilaksanakan pada tahun anggaran sebelumnya?

    a Apakah nama program/kegiatan sejalan dengan visi dan misi kepala daerah

    yang tercantum dalam RPJMD?

    Penyusunan Program/Kegiatan

    Bila dipandang secara normatif, nama program/kegiatan yang tercantum dalam

    RKPD mayoritas merupakan milik eksekutif dan, sangat minim harapan

    masyarakat yang menitipkan kebutuhannya melalui mekanisme Musrenbang.

    Namun, ketika penyusunan KUA (Kebijakan Umum Anggaran) dan PPAS

    (Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara) dilakukan, tidak ada aturan yang

    mewajibkan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah)mengakomodasi seluruh

    program/kegiatan yang ada di dalam RKPD. Jika nama program/kegiatan

    tidak tercantum di dalam PPAS, meskipun ada di dalam RKPD, maka program/

    kegiatan tersebut tidak akan didanai dalam APBD.

    Idealnya, draft RKPD yang di-Musrenbang-kan disusun berdasarkan rencanakerja (Renja) SKPD yang memuat program/kegiatan yang terukur.

    Maksudnya, program/kegiatan tersebut telah dihitung besaran kebutuhan

    anggaran belanjanya sesuai dengan beban kerja dan target kinerjanya. Dalam

    bahasa lain, sudah ada rancangan awal RKA-SKPD (atau disebut juga pra-RKA)

    sebelumnya, sehingga besaran jumlah input untuk masing-masing kegiatan

    bukanlah taksiran kasar belaka.

    Oleh karena itu, ada beberapa pertanyaan yang perlu ditemukan jawabannya

    melalui kajian empiris, di antaranya:

    a Apakah besaran angka pagu/plafon sementara telah wajar? Tolok ukur

    kewajaran alokasi ini adalah Analisis Standar Belanja (ASB), yang disusun

    berdasarkan target kinerja, beban kerja, dan standar harga barang/jasa.

    a Apakah nama program/kegiatan dalam PPAS tercantum dalam RKPD? Jika

    tidak, di mana atau dari mana munculnya nama program/kegiatan yang

    baru ini? Apakah di TAPD atau di DPRD?

    a Apakah besaran alokasi (input) untuk masing-masing program/kegiatan

    sudah mengalami perubahan dari RKPD ke PPAS? Jika iya, di manaterjadinya? Apakah di TAPD atau di DPRD?

    2. Ada 22 Lampiran A di permendagri ini. Lampiran A-VII merupakan Lampiran Kode dan Daftar

    Program dan Kegiatan menurut Urusan Pemerintahan Daerah.

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    26/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 15

    a Apakah makna kata prioritas dalam pernyataan di PPAS sejalan dengan

    besaran alokasi anggaran untuk masing-masing program/kegiatan?

    Pelaksanaan APBD

    Pelaksanaan APBD merupakan serangkaian langkah yang dimulai dengan

    aktivitas penatausahaan (administrasi) dan aktivitas pelaksanaan teknis kegiatan.

    Dalam penatausahaan, disiapkan dokumen-dokumen pelaksanaan berupa DPA-

    SKPD (Dokumen Pelaksanaan Anggaran-SKPD), anggaran kas SKPD, SPD3, SPP4,

    SPM5, dan SP2D6. Sedangkan aktivitas teknis berkaitan dengan pelaksanaan

    kegiatan, seperti pengadaan (procurement), perjalanan dinas, surat-menyurat,

    pertanggungjawaban bendahara (SPJ7) dan pelaksana kegiatan (PPTK8).

    Masalah keagenan dalam pelaksanaan APBD umumnya berkaitan dengan

    persoalan keagenan dalam perencanaan dan penyusunan program/kegiatan.

    serta penetapan alokasi atau plafon anggaran. Meskipun secara umum masalah

    keagenan pada tahapan ini ada di aparatur pemerintah daerah, tidak tertutup

    kemungkinan anggota legislatif juga terkait secara langsung.

    Beberapa fenomena atau fakta yang perlu dianalisis lebih jauh adalah:

    a

    Kelancaran arus dokumen.Dalam sistem dan prosedur penatausahaan, baik respon terhadap SPPoleh kepala SKPD (dengan menerbitkan SPM), SPM oleh BUD9 (denganmenerbitkan SP2D), dan SPJ oleh PPK-SKPD10 memiliki batas waktu(maksimal), terkecuali ada ketidaklengkapan dokumen atau masalahlainnya. Namun, ada kalanya muncul moral hazard: sengaja menunda-nunda meskipun melanggar sisdur (sistem dan prosedur), meminta uangpelicin, karena ada kepentingan lain, dll.

    Lalu, mengapa terjadi pelambatan proses oleh aparatur daerah? Berapakali/persen pelanggaran dilakukan terhadap sisdur yang ada?

    a Penggunaan uang/kas di luar yang telah ditetapkan dalam APBD.Pemberian uang kepada polisi, jaksa, wartawan, LSM, atau masyarakat

    biasa, baik sebagai hadiah, upeti, suap, ataupun uang pelicin (greasemoney) tidak diperkenankan karena tidak ada alokasi anggarannyadalam APBD, terutama DPA-SKPD terkait. Biaya ini sering disebut ghost

    expenditures (biaya hantu).

    3. Surat Penyediaan Dana.

    4. Surat Permintaan Pembayaran.

    5. Surat Perintah Membayar.

    6. Surat Perintah Pencairan Dana.

    7. Surat Pertanggungjawaban.

    8. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan

    9. Bendahara Umum Daerah.

    10. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah.

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    27/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat16

    Pertanyaannya adalah: berapa besaran (jumlah rupiah dan persentase)

    uang hantu ini? Apakah alokasi ini sudah diperhitungkan oleh penyusun

    RKA-SKPD pada saat merencanakan besaran pagu anggaran kegiatan?

    a Peng-SPJ-an belanja sering dimanipulasi.

    Misalnya, belanja untuk 5 kali perjalanan dinas, yang benar-benar

    direalisasikan hanya 3 kali. Sementara sisanya, 2 kali, di-SPJ-kan secara fiktif.

    Contoh lain: pembelian ATK berupa kertas HVS dalam DPA-SKPD sebanyak

    100 rim selama setahun. Yang betul-betul dibeli hanya 70 rim, sementara

    di-SPJ-kan sebesar 100 rim.

    Berapa besaran rupiah/persentase SPJ fiktif untuk belanja barang dan

    jasa ini? Apakah dalam perencanaan besaran plafon kegiatan terkait sudah

    dilakukan mark-up (terjadi intention to corrupt)? Hal yang sama terjadi

    untuk belanja makan dan minum.

    a Setoran ke atasan.

    Biasanya ada setoran yang harus diberikan oleh pelaksana kegiatan

    (PPTK) dan bendahara kepada atasannya, terutama kepala SKPD. Kadang

    kala sampai juga ke sekda dan kepala daerah.

    Mengapa harus ada setoran ini? Berapa jumlah/persentasenya? Apakah

    hal ini terkait dengan mark-uppada saat penghitungan inputdi RKA-SKPD?

    Bagaimanakah format tersebut? Apakah berupa uang, barang, atauservice tertentu (di luar kantro)?

    a Kasus kas daerah kosong.

    Pada saat kepala SKPD mengajukan SPM ke BUD, terkadang BUD tidak

    bisa menerbitkan SP2D dengan alasan kas daerah kosong. Oleh karena

    sebagian besar kas daerah diisi dari DAU, yang diturunkan/dicairkan setiap

    bulan oleh pemerintah pusat, maka alasan rekening kas daerah kosong

    (tidak ada uangnya) pastilah mengada-ada. Hal inilah yang menjadi alasan

    mengapa di banyak daerah tidak ada anggaran kas SKPD, karena BUD tidakingin ditagih oleh SKPD karena kontrak yang dibuat dalam anggaran

    kas tersebut.

    So, mengapa terjadi kas daerah kosong? Bagaimana persepsi bendahara

    pengeluaran SKPD terhadap praktik ini? Apakah praktik ini berpengaruh

    terhadap pencapaian realisasi anggaran belanja dan target kinerja? Apakah

    menurut aparatur di BUD, pemerintah pusat berperan dalam persoalan ini?

    a Stempel palsu.

    Mungkin sedikit agak konyol dan bodoh, tapi faktanya sering terjadi:bendahara memiliki stempel palsu atau duplikat stempel pihak ketiga yang

    melakukan transaksi dengan SKPD. Stempel-stempel ini digunakan untuk

    mempertanggungjawabkan (membuat SPJ) pengeluaran-pengeluaran

    dengan membuat kuitansi palsu, yang seakan-akan distempeli oleh pihak

    ketiga.

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    28/119

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    29/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat18

    secara independen dan bertanggung jawab, sesuai dengan eka profesinya?

    Apakah ada hubungan di luar keprofesionalan antara aparatur daerah dengan

    auditor BPK?

    Perspektif politik pada prinsipnya beranggapan bahwa seseorang akancenderung mengutamakan kepentingan politiknya ketika bertindak sebagai

    agen. Praktiknya,self-interestini bisa berupa keuntungan finansial maupun non

    finansial, yang sering dikenal dengan istilah KKN.

    Titik-Titik Rawan

    Skema perencanaan dan penganggaran semestinya mensyaratkan perpaduan

    antara pendekatan teknokrasi, politik dan partisipasi. Kaitan antar pendekatan

    tersebut merupakan konstruksi demokratisasi kebijakan. Namun faktanya,

    kecenderungan modus perencanaan dan penganggaran daerah masih bersifat

    terlalu teknokratis-politis, tidak diimbangi dengan aspek partisipasi yang nyata.

    Sebagai ukuran, seperti disinggung di depan, bahwa di setiap hasil Musrenbang

    yang diolah pada tingkat SKPD, selalu mengalami pemangkasan di lintasan

    eksekutif. Apalagi, pada fase penganggaran, senantiasa absen dari pantauan

    dan keterlibatan warga. Tahap krusial yang perlu diperhatikan, karena sekaligus

    menjadi titik strategis penentu perencanaan, tidak lain ada pada tahapperumusan program/kegiatan SKPD yang dikoordinasikan Bappeda.

    Proses dan rute dari bawah, sesungguhnya sangat bergantung bagaimana

    pembahasan masuk dalam sistematisasi dan rasionalisasi dalam kacamata

    SKPD yang di dalamnya terjadi interaksi sekaligus pertarungan antar sektor.

    Arena ini, memang sebagian besar memiliki modus yang sama mengenai

    kecenderungan para kepala dinas memperjuangkan segala usulan masing-

    masing instansi berbasis keinginannya.

    Silang kepentingan dengan nalar teknokratik, berproses dengan (cenderung)

    mengabaikan segala dokumen usulan dari hasil Musrenbang. Bahkan tragisnya,

    produk perencanaan teknokratik tersebut meninggalkan koherensinya

    dengan RPJMD, Renstra, maupun Renja SKPD. Hal itu bisa terjadi karena

    mekanisme perencanaan pembangunan telah terbakukan dalam sangkar

    birokratik.

    Perangkat kelembagaan dan mekanisme perencanaan jika sudah memasuki area

    kabupaten, daftar usulan dari hasil Musrenbang mengalami penyusutan secarasistematik, dengan tergantikan oleh bermacam skema yang berasal dari dinas-

    dinas (SKPD). Hal semacam ini memperlihatkan terjadinya gap (kesenjangan),

    antara model perencanaan dari bawah berbasis spasial (desa), yang menunjukkan

    pendekatan partisipasi, berhadapan dengan model perencanaan berbasis sektoral

    (daerah/kabupaten), yang mencerminkan teknokratisasi.

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    30/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 19

    Salah satu akar penyebab kesenjangan, sebagaimana disinyalemen banyak

    kalangan, bahwa jika perencanaan desa (dari bawah) itu masih melekat

    dalam perencanaan daerah, sebagaimana diatur dalam tata kelembagaan

    Musrenbang, kemungkinan berlanjutnya dominasi kabupaten akan terus

    berlangsung. Secara hipotetis dapat dikatakan, set up tata kelembagaan

    perencanaan pembangunan daerah, senantiasa menjadi perangkap formalisasi

    partisipasi dan hanya memperkuat dominasi SKPD.

    Pilihan-Pilihan Strategis Kontrol Rakyat

    Politik anggaran harus dikendalikan oleh tujuan yang akan dicapai (policy

    driven). Dengan kata lain, harus ada keterkaitan antara bujet dengan arahkebijakan sebagaimana tertuang dalam RPJMD dan RKPD. Politik anggaran

    harus menjadi alat mencapai tujuan pembangunan daerah. Konsekuensi dari

    politik anggaran ini adalah pemerintah didorong melakukan perubahan secara

    mendasar di level birokrasi. Seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

    perlu didorong untuk meningkatkan penerimaan dan melakukan efisiensi dan

    keefektifan pengeluaran. Dalam konteks ini, reformasi birokrasi secara total

    perlu segera diimplementasikan.

    Ketika pemerintah berisi birokrat yang tidak tersentuh reformasi, dan parlemenyang tidak cukup menawarkan aspirasi perubahan dalam pola dan substansi

    politik anggaran yang tidak menguntungkan rakyat, maka diperlukan sebuah

    refleksi serius di kalangan kelompok masyarakat, akademisi dan aktivis pro

    transparansi dan akuntabilitas anggaran di daerah.

    Bila siklus penganggaran dan mekanisme penyusunan APBD selama ini telah

    terbukti gagal menciptakan perubahan sosial yang lebih berkeadilan sebagai

    tujuan politik warga, maka harus dipilih alternatif politik anggaran yang

    bertumpu pada gerakan sosial yang masih berada di luar sistem politik daerahyang sudah mapan.

    Kekalahan-kekalahan gerakan rakyat yang dilibatkan di dalam sistem politik

    anggaran ini harus menjadi faktor utama dalam merancang pola dan model

    keterlibatan aktif warga, yang harus dimulai dengan membangun fondasi yang

    kuat di aras akar rumput sekaligus cakap dalam membangun ruang politik yang

    memadai antara kerja-kerja di tingkat lokal dan sistem politik yang lebih luas

    melalui para kader, aktivis partai/ormas/OKP.

    Gerakan sosial sejatinya adalah ruang antara (intermediary space) yang

    menjembatani antara negara dan masyarakat sipil. Tapi juga harus menghindari

    terjebak ke dalam pekerjaan-pekerjaan administratif daripada melakukan

    pengorganisasian masyarakat.

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    31/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat20

    Yang masih perlu dicermati secara serius dalam praktiknya adalah sebagai berikut,

    pertama, masalah pokoknya adalah keterputusan antara kelompok-kelompok yang

    memahami aspek serta akibat politik anggaran daerah, dan massa di akar rumput

    yang awam terhadap anggaran daerah, tetapi menerima dampak langsung dari

    kinerja politik anggaran, serta mempunyai kebutuhan langsung yang signifikan.

    Kedua, lemahnya advokasi dalam mobilisasi sumber daya (resource mobilization),

    tempat ruang-ruang negosiasi politik dan transaksi anggaran dalam memobilisasi

    sumber daya nyaris tertutup bagi kelompok-kelompok masyarakat.

    Ketiga, kelemahan dalam melakukan mobilisasi politik, karena yang terjadi di

    daerah adalah kuatnya kelompok demokrat mengambang -kini mengisi ruang-

    ruang pemerintahan- yang akan tetap mempertahankan sistem yang sudah mapan.

    Oleh karena itu, perlu melakukan upaya serius secara terus-menerus.

    Berkaca

    pada kelemahan gerakan kelompok masyarakat yang terjadi sekarang, dibutuhkan

    setidaknya, pertama, karena keterputusan antara kelompok masyarakat yang

    melek politik anggaran dan massa yang awam, maka dibutuhkan aksi kolektif

    dari organisasi yang melakukan pendidikan dan pemahaman terhadap politik

    anggaran dengan mengoptimalkan potential issue di masing-masing wilayah,

    seperti menghimpun dan memobilisasi potensi wilayah versus alokasi anggaran

    yang tersedia tiap tahun. Sehingga tercipta identitas kolektif dan ruang politik,

    yang kemudian diharapkan menjadi energi politik yang semakin besar untukmenegosiasikan kepentingan dalam proses politik anggaran.

    Kedua, mengingat wilayah kerja yang luas. Upaya menanamkan agen-agen di tiap

    kecamatan harus dilakukan, fokus di issuelokal, serta menggarap secara optimal

    setiap masalah dalam ruang lingkup terbatas. Logikanya, akan lebih optimal dalam

    merebut ruang politik kecamatan, dibandingkan dalam skala kabupaten.

    Alasannya jelas, karena pengorganisasian politik akan lebih mudah dilakukan di

    level lokal; wilayah kerja yang lebih kecil memudahkan untuk menemukan identitaskolektif; menemukan masalah lokal yang lebih riil; jarak dengan konstituen massa

    lebih dekat; karena keragaman jenis kebutuhan sosial di masing-masing wilayah

    membutuhkan pendekatan yang berbeda; dan faktor kekayaan dan keragaman

    nilai kultural di level lokal bisa lebih memperkaya potensi gerakan sosial.

    Dua hal penting di atas, akan menjadi anti tesis dari politik anggaran yang sedang

    berlangsung. Model ini diarahkan untuk melakukan mobilisasi politik untuk

    melawan kaum demokrat mengambangyang menguasai ranah politik anggaran.

    Dalam praktiknya, gerakan ini pun harus diisi oleh figur yang sudah terlebih dahulumelewati proses rekrutmen politik di gerakan sosial yang mampu melakukan

    koreksi dan reformasi dalam setiap siklus perencanaan dan penganggaran.

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    32/119

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    33/119

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    34/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 23

    Setiap lima tahun, rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk di legislatif (DPR/

    DPRD) maupun di eksekutif (pemerintah). Mereka dipilih secara prosedural

    melalui pemilihan umum. Menurut konstitusi, legislatif dan eksekutif memegang

    mandat dan otoritas untuk menyelenggarakan kekuasaan. Baik kekuasaan

    atas pemerintahan, politik, ekonomi, dan sumber daya alam. Kekuasaan itu

    sepenuhnya harus ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.

    Tatkala hajat demokrasi digelar, suasana berlangsung cukup meriah. Berbagai

    aksesoris partai bertaburan janjijanji politik tersebar di setiap sudut. Kandidat

    berlomba-lomba merebut simpati pemilih dengan bunga-bunga kampanye dan

    janji manis politik. Inilah saat bulan madu antara pemilih dan para kandidat.

    Transaksipun terjadilah. Pada umumnya, transaksi dibangun bukan atas dasar

    nilai dari program yang ditawarkan. Uang menjadi alat tukar utama dalam

    proses ini. Sangat pragmatis dan saling menipu.

    Tragedi demokrasi ini berlangsung terus setiap lima tahun di berbagai level.Mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi sampai nasional. Suara rakyat

    dihargai sebatas nilai rupiah yang dibayarkan. Korbannya tentu saja saja nasib

    rakyat selama kurun waktu 5 tahun.

    3Forum Diskusi Anggaran:Meretas Daulat Rakyat dalam Penganggaran Daerah

    Umar Alam Nusantara dan Wulandari

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    35/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat24

    Sistem dan budaya politiklah yang menghasilkan malapetaka bagi kehidupan

    berbangsa dan bernegara. Para angota legislatif yang dihasilkan tidak memiliki

    motivasi kuat untuk menyerap aspirasi rakyat. Mereka kerap menyusun kebijakan

    yang tidak peka pada kebutuhan rakyat. Pemerintahpun setali tiga uang. Mereka

    terjebak dalam lingkar kekuasaan yang abai terhadap amanat penderitaan

    rakyat. Birokasi menjadi kaku, lambat dan terkesan amatiran dalam memberikan

    pelayanan kepada rakyat. Aroma ini tercium tajam dalam pelaksanaan tata kelola

    pemerintahan di daerah.

    Bandit Politik di Ruang Gelap Penganggaran Daerah

    Bisa dibayangkan manakala kedua pihak ini (eksekutif dan legislatif) bertemudi ruang-ruang pengambilan kebijakan yang menyangkut pengalokasian

    anggaran publik. Bisa dipastikan yang terjadi adalah persekongkolan untuk

    menelikung kepentingan rakyat dan mengalihkannya untuk sebesarbesarnya

    keuntungan mereka semata. Skenario besar yang dirancang adalah bagaimana

    keputusan politik bisa memfasilitasi kepentingan mereka. Proses penyusunan

    dan penetapan kebijakan pun dilakukan di ruang-ruang gelap yang sulit

    dilihat oleh masyarakat. Transparansi dan partisipasi sebagai hakikat demokrasi

    sejati menjadi nihil. Ruang partisipasi hanya bagi rakyat yang diberikan pada

    saat memberikan suaranya di tempattempat pemungutan suara.

    Selanjutnya proses perencanaan-penyusunan-pengambilan keputusan-

    pelaksanaan-pengawasan anggaran hanya merupakan sebuah proses politik,

    menjadi arena perebutan sumber daya publik antara pemerintah, legislatif

    serta kroni-kroninya. Posisi masyarakat sipil dalam menentukan kebijakan dan

    keputusan anggaran terpinggirkan sama sekali. Proses pengambilan keputusan

    anggaran hingga kini masih didominasi oleh kekuatan oligarkis dari unsur-unsur

    pemerintahan dan swasta, gabungan kekuatan birokrasi dan politisi yang sibuk

    dengan kepentingannya masing-masing.

    Kalaupun ruang partisipasi itu masih dibuka, masyarakat hanya bisa memberikan

    masukan saja. Sementara keputusan ditetapkan oleh kekuatan oligarkis. Hingga

    saat ini, pemerintahan (eksekutif dan legislatif) merupakan kelompok yang

    paling dominan dalam sistem perencanaan dan penganggaran yang berlaku.

    Tak heran jika konstruksi APBD yang dihasilkanpun hanya untuk menopang

    kepentingan mereka. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) lebih banyak

    dialokasikan untuk membiayai kepentingan pemerintah ketimbang untuk

    membiayai programprogram yang terkait dengan kepentingan masyarakat.Situasi ini mencerminkan bagaimana para Bandit Politik menguasai ruang

    ruang gelap perencanaan dan penganggaran daerah.

    Istilah bandit politik saya pinjam dari Mancur Olson melalui bukunya Power and

    Prosperity (2000) yang dikutip oleh Didik J. Rachbini dalam bukunya, Teori

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    36/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 25

    Bandit. Rachbini mencoba mendeskripsikan tersumbatnya saluran aspirasi

    publik (rakyat) yang dipercayakan kepada legislatif baik pusat maupun daerah,

    dan mandulnya kinerja eksekutif melakukan maksimalisasi pelayanan publik.

    Politik anggaran tersumbat dan mandulnya aspirasi maupun kepentingan publik

    disebabkan oleh politik anggaran yang cenderungself and group orientedatau

    narrow self interestpara bandit politik.1

    Jadi, bandit politik yang dimaksud di sini adalah eksekutif dan legislatif, yang

    kerap berselingkuh dalam penyusunan anggaran. Para bandit politik ini tidak

    memiliki komitmen yang kuat untuk perubahan, dan cenderung rakus. Sehingga

    praktik pemburu rente ekonomi (economic rent seeking)masih menjadi tabiat

    para politisi dan birokrasi yang masuk pada kategori bandit politik.

    Peluang Partisipasi Rakyat dalam Penganggaran Daerahdi Kabupaten Bandung

    Politik anggaran seharusnya melahirkan kebijakan alokasi anggaran yang

    menjamin pemenuhan hak-hak dasar masyarakat yaitu hak ekonomi, sosial

    dan budaya (hak ekosob) dan hak sipil politik (hak sipol). Situasi ini hanya

    akan terwujud manakala daulat rakyat atas anggaran dapat ditegakkan. Agarkedaulatan itu dapat direbut kembali, maka rakyat harus terlibat langsung dalam

    semua proses pengambilan kebijakan publik. Pembuatan kebijakan publik bukan

    lagi monopoli negara. Penentu kebijakan itu adalah pemerintahan (governance).

    Sebuah konsep pengelolaan sumber daya publik yang mensyaratkan keterlibatan

    pemerintah, DPRD, masyarakat (civil society) dan masyarakat ekonomi (private

    sector). Kebijakan yang disusun merupakan hasil resultan dari berbagai jaringan

    relasi berbagai pihak. Model ini memungkinkan rancangan sebuah kebijakan

    diuji terlebih dahulu melalui apa yang diistilahkan sebagai diskursus publik. Rakyat

    diajak bicara melalui forum, musyawarah, dialog dan diskusi yang fokus. Dalamprosesnya terjadi saling interaksi, mempengaruhi, negosiasi dan konsensus

    bersama antara rakyat, DPRD dan pemerintah. Idealnya, pihak-pihak ini dalam

    posisi elegan, duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Sehingga legitimasi

    hukum tercapai karena terbangun dari proses partisipasi politik rakyat.

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah instrumen pemerintah

    daerah dalam menjalankan kekuasaannya. APBD disusun melalui proses-proses

    politik. Sistem dan mekanisme penyusunan APBD diatur oleh peraturan

    perundang-undangan. Mulai dari proses perencanaan dan penganggaran. APBDditetapkan menjadi Peraturan Daerah yang memiliki kekuatan hukum tertinggi

    di daerah. Dokumen ini memuat kebijakan ekonomi, prioritas pembangunan

    1. Dikutip dari tulisannya Dahnil Anzar S yang berjudul Bandit Politik dan Politik Anggaran, Radar

    Banten, 5 Juli 2008.

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    37/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat26

    dan potret keberpihakan penguasa. APBD sebagai anggaran publik mempunyai

    sifat terbuka, penyusunannya melibatkan banyak pihak dan harus mampu

    mengagregasi kepentingan yang berbeda dan dapat dipertanggungjawabkan.

    Sebagai dokumen politik, anggaran juga harus mampu menjadi resolusi. Resolusi

    konflik berbagai pihak yang mempunyai kepentingan dan kebutuhan berbeda.

    Anggaran tidak akan mampu mengakomodasi semua karena kapasitasnya

    yang terbatas.

    Fungsi anggaran yaitu fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Fungsi alokasi

    artinya anggaran diarahkan untuk menyediakan barang dan jasa untuk

    memberikan pelayanan dan memenuhi hak dasar rakyat. Digunakan secara

    efisien dan efektif supaya rakyat mempunyai otak encer, berbadan sehat dan

    perut kenyang.

    Fungsi distribusi untuk menanggulangi kesenjangan sosial dan ekonomi.

    Kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin, antara daerah maju dan

    tertinggal serta antara desa dan kota. Anggaran harus bisa memenuhi rasa

    keadilan dan kepatutan. Sedangkan fungsi stabilisasi yaitu anggaran menjadi

    alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental

    perekonomian dan menjadi indikator ekonomi makro.

    Dasar Hukum Partisipasi Masyarakat dalam PenyusunanAnggaran Daerah

    Dari sisi kerangka regulasi, khususnya di Kabupaten Bandung telah diatur

    mengenai hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses penyusunan

    anggaran tapi pada praktiknya hal ini tidak diimplementasikan secara maksimal.

    Adapun Peraturan Daerah di Kabupaten Bandung yang menjamin hak atas

    informasi, partisipasi, transparansi, akuntabilitas bagi masyarakat untuk ikut

    dalam merumuskan dan mengambil keputusan anggaran di antaranya:

    1. Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan

    Perencanaan Pembangunan Daerah

    Kesempatan untuk terlibat dalam proses musyawarah dan pengambilan

    keputusan setidaknya ditentukan oleh dua hal yaitu: pertama, adanya

    ruang partisipasi. Kedua,adanya affirmative actionmengenai kelompok

    masyarakat yang akan memanfaatkan ruang partisipasi tersebut. Analisis

    terhadap klausul dalam perda ini menunjukkan bahwa kedua hal tersebutharus dipenuhi.

    Pengertian partisipasi masyarakat menurut Perda No. 8 Tahun 2005

    adalah keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    38/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 27

    dalam mengontrol terhadap proses penyusunan rencana, penetapan

    rencana, pelaksanaan rencana dan evaluasi rencana (Pasal 1 poin 38).

    Ada tiga modus partisipasi yang dijamin oleh perda ini, yaitu musyawarah

    perencanaan pembangunan, konsultasi publik dan sosialisasi publik.

    Masing-masing modus partisipasi ini disertai pula dengan kejelasan input,

    proses, dan output-nya.

    Untuk perencanaan tahunan, Musyawarah Perencanaan Pembangunan

    (Musrenbang) diselenggarakan dari mulai tingkat desa sampai kabupaten.

    Masyarakat memiliki kesempatan untuk terlibat dari mulai pengusulan di

    tingkat desa sampai dengan pengawalan penyusunan APBD.

    Ada beberapa pasal yang secara affirmativemenyebutkan mengenai unsur-

    unsur masyarakat yang terlibat dalam musrenbang. Misalnya dalam pasal

    20 ayat 3 disebutkan unsur-unsur berikut tanpa membatasi:

    1. Lembaga Pengembangan Masyarakat Desa (LPMD);

    2. Organisasi masyarakat;

    3. PKK atau organisasi perempuan;

    4. Ketua RW;

    5. Tokoh masyarakat desa;

    6. Majelis Ulama Indonesia (MUI) desa;

    7. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) desa.

    Sementara itu dalam pasal 10 ayat 2, disebutkan pula unsur berikut tanpa

    membatasi:

    1. Organisasi masyarakat;

    2. Forum warga;

    3. Organisasi kepemudaan;

    4. Organisasi perempuan;

    5. Perguruan nggi;

    6. Asosiasi profesi;7. Media massa; dan

    8. Delegasi dari ap musrenbang pada jenjang sebelumnya.

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    39/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat28

    Sedangkan kesempatan warga terlibat dalam penganggaran tercantum

    pada pasal 29, khususnya ayat 2c, yaitu :

    Pasal 29

    (1) RKPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 menjadi pedoman

    penyusunan RAPBD;

    (2) Pembahasan RAPBD melibatkan tiga pihak yaitu:

    a. DPRD yang memiliki hak budget;

    b. Pemerintah Kabupaten yang akan menjalankan APBD;

    c. Delegasi masyarakat yang dipilih dari peserta

    Musrenbang Kabupaten.

    2. Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2004 tentang Transparansi Partisipasi

    dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Kabupaten

    Bandung

    Materi pokok dari perda ini pada dasarnya membuka akses luas bagi warga

    untuk memperoleh informasi, prosedur, dan mekanisme kebijakan publik

    sebagaimana terlihat pada pasal 4 ayat 2b berikut ini :

    Bagian Ketiga

    Jenis Informasi

    Paragraf 1

    Informasi yang wajib diumumkan secara aktif

    Pasal 4

    (1) Hasil-hasil kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Publik.

    (2) Aspek-aspek perumusan, perencanaan, pengambilan kebijakan/

    keputusan meliputi:

    a. Informasi berkaitan dengan seluruh proses perencanaankegiatan Badan Publik baik visi/strategi, perencanaan

    tahunan mulai tingkat Kelurahan/Desa, Kecamatan maupun

    Kabupaten;

    b. Informasi penganggaran, mulai dari mekanisme

    dan proses perencanaan, penetapan, pelaksanaan

    penggunaan anggaran pada Badan Publik;

    c. Informasi tentang pelayanan publik;

    d. Informasi proses perjanjian/kontrak atau kesepakatan dan

    yang diterbitkan dalam kerangka kewenangan daerah.

    (3) Informasi penyusunan tata ruang mulai dari perencanaan,pembahasan, penetapan, sampai dengan peruntukkannya.

    (4) Informasi tentang pengadaan barang dan jasa.

    (5) Informasi hasil pengawasan.

    (6) Informasi kelembagaan dan ketatalaksanaan Badan Publik.

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    40/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 29

    (7) Aspek penyebarluasan informasi sebagaimana dimaksud

    pada ayat (2), (3), (4), (5) dan (6) pasal ini, dilakukan dengan

    menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dapat

    dijangkau dengan mudah oleh masyarakat luas.(8) Cara-cara sebagaimana dimaksud ayat (7) pasal ini, harus

    dirumuskan dalam mekanisme yang menjamin pemerataan

    informasi yang akan ditentukan lebih lanjut dalam Keputusan

    Bupati.

    3. Peraturan Daerah No. 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan

    Keuangan Daerah

    Dalam perda ini, ada klausul yang dapat menjadi landasan partisipasi

    masyarakat dalam memastikan Kebijakan Umum APBD berpihak pada

    rakyat miskin, seperti terlihat pada pasal 36 ayat 3 di bawah ini :

    Bagian Kedua

    Kebijakan Umum APBD

    Pasal 36

    Bupati berdasarkan RKPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 34

    ayat (1), menyusun rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA).(1) Penyusunan rancangan Kebijakan Umum APBD berpedoman

    pada pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan oleh Menteri

    Dalam Negeri setiap tahun.

    (2) Bupati menyampaikan rancangan Kebijakan Umum APBD tahun

    anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-

    lambatnya pertengahan Juni tahun anggaran berjalan.

    (3) DPRD dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan

    konsultasi publik dalam rangka menerima masukantentang Kebijakan Umum APBD.

    (4) Rancangan Kebijakan Umum APBD yang telah dibahas Bupati

    bersama DPRD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD

    sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selanjutnya disepakati

    menjadi Kebijakan Umum APBD.

    Forum Diskusi Anggaran

    Ruang bagi partipasi rakyat dalam proses perencanaan dan penganggaran

    daerah adalah ruang yang dijamin oleh hukum. Sayangnya ruang ini masih

    merupakan ruang kosong yang belum banyak dimanfaatkan oleh publik. Padahal

    anggaran daerah adalah milik rakyat yang bisa dimanfaatkan sebagai salah satu

    sumber daya untuk mencapai kesejahteraan. Sarana untuk pemenuhan hak-

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    41/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat30

    hak dasar, pendidikan yang layak, jaminan pelayanan kesehatan, ketahanan

    pangan, penciptaan lapangan kerja dan jaminan sosial.

    Dengan semangat inilah, Forum Diskusi Anggaran (FDA) lahir sebagai bagian

    dari gerakan sosial di Kabupaten Bandung dalam rangka mendorong terjadinya

    percepatan perbaikan taraf hidup masyarakat miskin. Dalam keyakinan FDA,

    situasi tersebut bisa dicapai antara lain dengan terjadi reformasi dalam proses

    perencanaan dan penganggaran di Kabupaten Bandung. Prasyarat reformasi

    tersebut adalah terlibatnya masyarakat sipil dalam dinamika politik perencanaan

    dan penganggaran daerah.

    Pembentukan FDA diinisiasi melalui prosesproses pelatihan perencanaan

    daerah serta diskusidiskusi keliling di berbagai komunitas. Diskusi ini

    sebagian besar dilakukan dalam rangka melakukan penelaahan terhadap

    dokumen perencanaan penganggaran Kabupaten Bandung saat itu. Proses ini

    berlangsung pada pertengahan tahun 2006.

    Interaksi intensif antara berbagai komunitas yang memiliki konsen terhadap

    reformasi perencanaan dan penganggaran daerah inilah yang akhirnya

    bermuara pada melembaganya hubungan antar komunitas dalam alat

    perjuangan bersama yang diberi nama Forum Diskusi Anggaran. Organisasi

    atau komunitas yang tercatat sebagai inisiator FDA adalah Pusat Sumber DayaKomunitas (PSDK), Forum Muzakarah, Wanaputri, Forum Komunikasi Guru

    Honorer Sekolah (FKGHS), Kelompok Partisipasi Masyarakat (POKSIMAS)-

    Cicalengka, Pemuda Persis, Perkumpulan INISIATIF, Sapa Institut, Foksui, PMII

    Kab.Bandung, Paguyuban Becak Majalaya, Generasi Muda Majalaya, Forum

    Manglayang, LP3U, FAGI, Kelompok Peduli Lingkungan (KPL), Masyarakat

    Peduli Sumber Air (MPSA), Rakom Citra, Rakom Kombas dan Rakom Pass.

    Konsolidasikonsolidasi ini semakin diperkuat dengan munculnya gagasan

    untuk melakukan advokasi terhadap pelayanan kesehatan. Dasar pemikirannyaadalah bahwa berdasarkan analisis terhadap dokumen anggaran yang ada,

    maka sangat dimungkinkan bagi pemerintah daerah untuk menyelenggarakan

    fasilitas jaminan pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat Kabupaten

    Bandung. Hasil penelaahan ini disampaikan kepada Komisi D DPRD Kabupaten

    Bandung. Situasi ini terjadi pada awal bulan Oktober tahun 2007.

    Mengingat pentingnya dukungan publik yang lebih luas maka pada pada

    bulan November 2007, FDA menyelenggarakan seminar bertajuk MendukungPenyediaan Pelayanan Kesehatan Gratis Bagi Seluruh Penduduk Kabupaten

    Bandung di Hotel Antik, Soreang. Kesimpulan seminar ini adalah bahwa faktor

    utama keberhasilan penerapan kebijakan jaminan pelayanan kesehatan di

    beberapa daerah terletak pada political willyang kuat dari pimpinan daerah.

    Sedangkan rekomendasi seminar ini adalah Petisi Antik yang memuat tuntutan

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    42/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 31

    warga Kabupaten Bandung kepada Pemerintah dan DPRD Kabupaten Bandung

    untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan pelayanan kesehatan gratis

    bagi seluruh penduduk Kabupaten Bandung. Petisi ini ditandatangani oleh 54

    lembaga yang hadir.

    Kegiatan selanjutnya adalah penyampaian petisi melalui surat kepada Bupati

    Bandung, Ketua DPRD, para Ketua Fraksi, Ketua Panitia Anggaran, Ketua

    Komisi D, dan para pimpinan SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten

    Bandung. Pada 6 November 2007, FDA diterima Komisi D dan menyampaikan

    langsung petisi tersebut. Saat dengar pendapat itu, FDA meminta DPRD untuk

    mengambil langkah-langkah konkrit guna merealisasikan petisi tersebut dan

    memasukkan isi petisi dalam Kebijakan Umum APBD (KUA) 2008 yang akan

    dibahas oleh DPRD dan Pemda.

    Pengawalan terus dilakukan dengan berbagai aktivitas serta dalam tempo yang

    sangat panjang. Sehingga pada tahun 2009 keluarlah Peraturan Daerah No 10

    Tahun 2009 tentangJaminan Kesehatan di Kabupaten Bandung yang menjadi

    dasar bagi layanan kesehatan gratis di Puskesmas untuk semua warga Kab.

    Bandung. Sedangkan bagi warga miskin akan mendapatkan jaminan pelayanan

    kesehatan dasar sampai pelayanan rumah sakit secara gratis.

    Proses advokasi ini merupakan momentum yang sangat penting bagi konsolidasijejaring FDA. Pada masa ini pula yakni pada bulan Desember tahun 2007 untuk

    pertama kalinya FDA menggelar Musyawarah Umum Anggota (MUA) yang

    memberi dasar lebih kuat bagi pengembangan peran sosial politiknya. Dalam

    MUA inilah AD ART organisasi dan rencana strategis FDA ditetapkan.

    Dalam rangka mencapai tujuannya, FDA merumuskan beberapa fungsi yang

    akan menjadi ruang geraknya. Fungsifungsi tersebut adalah :

    1. Wahana informasi kebijakan publik. Wahana untuk mewujudkan

    proses penganggaran yang transparan dan partisipatif.2. Wahana untuk mewujudkan substansi anggaran yang berpihak

    kepada masyarakat miskin dan kelompok marginal.

    3. Wahana penyaluran aspirasi dan pemberdayaan masyarakat.

    4. Wahana advokasi anggaran.

    5. Wahana peningkatan kapasitas anggota dan masyarakat dalam

    perencanaan dan penganggaran.

    Agar fungsifungsi tersebut dapat berjalan maka ditetapkanlah struktur

    organisasi yang terdiri dari :

    1. Presidium yang merepresentasikan kepemimpinan kolektif.2. Sekretaris Eksekutifsebagai pelaksana harian.

    3. Kelompok Kerjaatau Pokjayang bertugas membantu Sekretaris

    Eksekutif. Pokja ini terdiri dari Pokja Advokasi dan Kampanye, Pokja

    Riset dan Data serta Pokja Pengorganisasian.

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    43/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat32

    Advokasi anggaran adalah ibarat sebuah arena pertarungan. Banyak pihak yang

    terlibat dengan kepentingan yang beragam, memperebutkan kue anggaran yang

    terbatas ini. Di situ ada masyarakat politik, masyarakat sipil, masyarakat ekonomi

    dan masyarakat birokrasi. Masing-masing membawa program dan agenda yang

    diperjuangkan. Hal ini memang tidak bisa dihindari, karena nalar dan kepentingan

    masing-masing pihak jelas berbeda bahkan seringkali berlawanan. Kekuatan

    seringkali tidak berimbang dan masyarakat sipil selalu dalam posisi lemah.

    Masyarakat politik, ekonomi dan birokrasi masih terlalu dominan. Dibutuhkan

    kekuatan, kejelian strategi dan kepekaan politik untuk menyainginya.

    Beberapa strategi yang bisa dilakukan oleh masyarakat sipil dalam melakukan

    advokasi anggaran, yakni membangun kekuatan akar rumput, konsolidasi jaringan,

    pendidikan politik anggaran, diseminasi informasi serta kerja-kerja politik.

    Strategi advokasi ini harus berjalan utuh dalam sebuah kerangka advokasi.

    Masyarakat sipil sering tampil tidak percaya diri. Lemah dalam konsolidasi,

    kurang terampil dan gagap ketika masuk ruang-ruang politik. Kadangkala

    kuat dalam kerja-kerja pengorganisasian dan jaringan tapi sering lemah dalam

    penyusunan konsep dan kerja politik. Begitupun sebaliknya, ada yang kuat dalam

    konsep tapi miskin dengan pengorganisasian jaringan. Kondisi ini menjadi faktor

    penghambat partisipasi masyarakat sipil dalam advokasi anggaran. Salah satu

    yang menonjol adalah lemahnya kapasitas dalam memahami sistem perencanaandan penganggaran. Anggaran sarat dengan peraturan perundang-undangan,

    administrasi pemerintahan, dan angka-angka yang rumit sulit dipahami.

    Di sisi lain, akses terhadap dokumen-dokumen anggaran sangat sulit. Seakan-

    akan dokumen anggaran adalah dokumen rahasia yang tidak boleh diketahui oleh

    publik. Hal ini berakibat kepada terbentuknya satu kondisi asimetris. Satu kelompok

    kecil (DPRD dan birokrat) menguasai banyak informasi dan kelompok besar

    (masyarakat) memiliki sedikit informasi. Kesenjangan ini menjadi potensi terjadi

    penyelewengan dan manipulasi anggaran. Dalam konteks ini, apartur birokratpaling mempunyai kapasitas mumpuni dibandingkan dengan masyarakat bahkan

    dengan DPRD sekalipun. Sehingga anggaran sengaja dirancang untuk pro birokrat.

    Hasil analisis FDA menunjukkan birokrasi adalah pemangsa terbesar anggaran,

    lebih banyak menghabiskan daripada menghasilkan.

    Ada skenario politik bagaimana isu anggaran ini dijauhkan dari rakyat.

    Rakyat tidak perlu repot-repot untuk ikut terlibat dalam perencanaan dan

    penganggaran. Sehingga, dukungan peraturan perundang-undangan yang

    mendorong dan menjamin partisipasi belum berjalan dengan baik. Teks hukumberbenturan dengan budaya hukum. DPRD dan pemerintah belum sepenuhnya

    siap harus duduk bersama masyarakat. Bagi mereka aneh rasanya ketika

    melakukan rapat-rapat anggaran di situ hadir masyarakat sipil. Kondisi sosial

    politik memang belum kondusif dengan partisipasi langsung. Proses rekayasa

    sosial dan perubahan budaya politik menjadi bagian dari kerangka advokasi.

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    44/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 33

    Literasi adalah Kunci Pembuka

    Literasi anggaran merupakan hal penting yang harus dilakukan kepada

    masyarakat agar dapat mengambil peran dalam dinamika politik perencanaan

    dan penganggaran. Kursus Politik Anggaran bagi masyarakat sipil merupakan

    salah satu strategi untuk menembus blokade informasi. FDA berpandangan

    bahwa masyarakat harus cerdas dan kritis terhadap anggaran, karena anggaran

    merupakan instrumen untuk mewujudkan pelayanan publik dan peningkatan

    kesejahteraan masyarakat. Anggaran pada dasarnya merupakan perwujudan

    amanah masyarakat kepada pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan

    masyarakat. Oleh karena itu, anggaran harus mampu mencerminkan kebutuhan

    riil masyarakat dan menjawab berbagai permasalahan pembangunan yang

    terjadi di masyarakat. Anggaran harus mampu memenuhi, menjamin dan

    melindungi hak-hak dasar masyarakat. Dengan anggaran, kita bisa menilai arah,

    strategi dan implementasi kebijakan suatu pemerintahan. Pun kita bisa menilai

    dan membuktikan apakah pemerintah memiliki komitmen yang kuat dalam

    mensejahterakan masyarakatnya, menghormati, melindungi dan memenuhi

    hak-hak dasar masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya?

    Upaya untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas dan kritis terhadap

    anggaran inilah yang dinamakan literasi anggaran. Secara sederhana, literasi

    berarti kemampuan membaca dan menulis atau melek aksara. Dalam kontekssekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi bisa berarti melek

    teknologi, politik, anggaran, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan

    sekitar. Kirsch dan Jungeblut dalam bukuLiteracy: Profile of Americas Young

    Adult mendefinisikan literasi kontemporer sebagai kemampuan seseorang

    dalam menggunakan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan

    pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Pada

    tahun 2003, UNESCO mendefinisikan literasi sebagai kemampuan untuk

    mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, menciptakan, mengomunikasikan,

    dan kemampuan berhitung melalui materi-materi tertulis dan tercetak termasukjuga variasi bahan yang sesuai dengan konteks definisi literasi itu sendiri.

    Di tengah gairah masyarakat yang mulai sadar akan haknya dalam perencanaan

    dan penganggaran maka FDA dituntut untuk melakukan literasi anggaran secara

    lebih sistematis. Dalam rangka merespon dinamika ini, maka diselenggarakanlah

    Kursus Politik Anggaran. Sebuah kegiatan yang terkait dengan fungsi FDA

    sebagai wahana peningkatan kapasitas anggota dan masyarakat. Proses

    penyebaran informasi dan pengetahuan yang dilakukan secara sistematis

    diyakini akan memberi dampak besar terhadap pengembangan gerakanadvokasi perencanaan dan penganggaran yang dilakukan oleh FDA, organisasi

    masyarakat sipil lainnya serta unsur partai politik yang memiliki mimpi yang

    sama akan perubahan di Kabupaten Bandung.

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    45/119

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    46/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 35

    Pendahuluan

    Kabupaten Bandung dengan luas wilayah 176.239 ha, memiliki jumlah

    penduduk sebanyak 3.127.008 jiwa (Suseda 2008), yang tersebar di 31

    kecamatan (266 desa dan 9 kelurahan). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di

    Kabupaten Bandung adalah 72,50.

    Potensi anggaran di Kabupaten Bandung berdasarkan skenario RAPBD 2010

    dapat diketahui bahwa Pendapatan berjumlah Rp. 1.570.939.835.012,- yang

    terbagi atas Pendapatan Asli Daerah Rp. 183.311.889.409,- (11,67%), Dana

    Perimbangan Rp. 1.274.083.648.080,- (81,10%), Lain-lain Pendapatan Yang

    Sah sebanyak Rp. 113.544.297.523,- (7,23%).

    Pendapatan tersebut digunakan untuk kebutuhan Belanja sebesar Rp.

    1.794.562.613.186,-, yakni Belanja Langsung Rp 581.553.351.436 (32,41%)

    dan Belanja Tidak Langsung Rp. 1.213.009.261.750,- (67,59%). BelanjaLangsung terdiri atas Belanja Langsung SKPD Rp. 90.485.862.133,- (15,56%)

    dan Belanja Langsung Program/Kegiatan Rp. 491.067.489.303,- (84,44%).

    4Kursus Politik Anggaransebagai Rintisan Pendidikan PolitikRakyat di Kabupaten Bandung

    Deni Riswandani

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    47/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat36

    Sedangkan Belanja Tidak Langsung meliputi :

    1. Belanja Pegawai Pemerintah Kabupaten dan Dewan Perwakilan

    Rakyat Daerah Rp. 1.020.442.002.750,- (56,86%)

    2. Belanja Bagi Hasil kepada Desa Rp. 62.770.679.000,- (3,50%)

    3. Belanja Hibah Rp. 9.762.500.000,- (0,54%)

    4. Belanja Bantuan Sosial Rp. 39.500.000.000,- (2,20%)

    5. Belanja Bantuan Keuangan kepada Kelurahan/Desa Rp.

    77.534.080.000,- (4,32%)

    6. Belanja Tidak Terduga Rp. 3.000.000.000,- (0,17%)

    Dengan demikian proporsi anggaran belanja dari RAPBD 2010 ternyata sebagian

    besar anggaran masih dinikmati oleh APARATUR yaitu Rp. 1.303.495.123.883,-

    (72,64%) dan sisanya untuk PUBLIK yaitu Rp. 491.067.489.303,- (27,36%).

    Dari sisi regulasi, kebijakan terkait pengelolaan anggaran sebenarnya sudah

    maksimal, walaupun belum dapat dikatakan sempurna. Beberapa regulasi itu,

    antara lain ditandai dengan kehadiran TAP MPR No.XV/MPR/1998 tentang

    Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan

    Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat

    dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, UU No.32

    Tahun 2004tentangPemerintahan Daerah, UU No. 33 Tahun 2004tentang

    Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, sertaUU No. 25 Tahun 2004tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

    Kebijakan-kebijakan tersebut tidak saja mengatur teknis pengelolaan anggaran

    saja, melainkan transparansi dan akuntabilitas anggaran serta dibukanya ruang

    partisipasi publik dalam pengelolaan anggaran.

    Secara khusus kebijakan pengelolaan anggaran harus menyentuh Hak

    Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2005

    tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural

    Rights (Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial Budaya). Negara -yang diwakili olehpemerintah-, bila melakukan penyimpangan terhadap pengelolaan anggaran,

    maka UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

    dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme serta UU No. 15 Tahun 2004

    tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,

    telah siap untuk memberikan sanksi yang tegas.

    Kursus Politik Anggaran

    Indonesia selama 32 tahun di masa kepemimpinan rezim Suharto, demokrasi

    telah dikebiri, begitu juga hak azasi manusia (HAM) telah dibungkam. Yang berani

    mengkritik dianggap subversif, dan yang berani melawan tentunya akan dicekal.

    Kedua-duanya akan berujung pada penjara karena telah dianggap dissident

    (pembangkang) atau rioter(perusuh). Itulah potret Indonesia di masa Orde Baru.

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    48/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat 37

    Kini Indonesia terus melakukan pembenahan dan perubahan di segala bidang,

    terutama dalam penegakan demokrasi, HAM dan pengelolaan anggaran. Di era

    reformasi sekarang ini, masyarakat sudah bebas berpendapat dan tidak dibatasi

    lagi dalam berorganisasi karena telah dijamin konstitusi UUD 1945. Demikian

    juga dalam UU No. 9 Tahun 19981sebagai turunan UUD 1945 menjelaskan

    bahwa Indonesia telah menyepakati kemerdekaan menyampaikan pendapat

    di muka umum bagi masyarakatnya. Dengan demikian era reformasi adalah

    era kesempatan membangun bangsa yang demokrasi, berkeadilan sosial dan

    menjamin HAM.

    Dalam rangka membangun kedewasaan politik masyarakat di Kabupaten

    Bandung Forum Diskusi Anggaran (FDA) yang bekerja sama dengan Perkumpulan

    INISIATIF dan Yayasan Tifa menggelar Kursus Politik Anggaran (Kurpola) bagi

    perwakilan masyarakat (LSM/CSO, Mahasiswa, Pemuda Desa, Kader Partai dan

    Pelajar). Maksud dilaksanakannya Kurpola adalah menumbuhkan kesadaran

    masyarakat berperan serta dalam mengkonstruksi anggaran di Kabupaten

    Bandung, sehingga anggaran tersebut dapat bermanfaat bagi kesejahteraan

    masyarakatnya. Sedangkan yang menjadi tujuan dari Kurpola adalah

    meningkatnya kapasitas literasi dan advokasi jejaring Forum Diskusi Anggaran

    untuk mendorong perubahan kebijakan anggaran ke arah pemenuhan hak

    dasar warga negara di Kabupaten Bandung

    Mekanisme Pelaksanaan Kurpola

    Memang tidak gampang mendesain manajemen untuk pengelolaan Kurpola,

    namun mengacu pada pendapat George R. Terry yang dikombinasikan dengan

    pendapat Alan Hancock seperti yang dikutip oleh Drs. Onong Uchjana Effendy,

    M.A dalam bukunya Psikologi Manajemen dan Administrasi2, maka desain

    Kurpola mengacu kepada prinsip-prinsip manajemen, yaitu POACE(Planning,

    Organizing, Actuating, Controlling, and Evaluating).

    a) Planningatau perencanaan, yaitu para inisiator Kurpola menyusun silabus

    pedoman pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat

    berdasarkan lokal spesifik Kabupaten Bandung. Materi tidak saja bersifat

    edukatif atau sekedar memberi pemahaman pengetahuan belaka,

    melainkan juga disusun strategi psikomotoriknya agar masyarakat peserta

    Kurpola tumbuh dan mampu melakukan tindakan advokasi. Demikian

    juga dengan staf pengajarnya, diambil dan disesuaikan dengan spesifikasi

    keilmuan, kemampuan dan pengalaman advokasi.

    1 UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

    2 Effendy, Onong Uchjana (1989), Psikologi Manajemen dan Administrasi, Mandar Maju, Band-

    ung

  • 7/17/2019 BUKU; Jalan Baru Politik Rakyat

    49/119

    Jalan Baru Pendidikan Politik Rakyat38

    Adapun materisertastaf pengajarKurpola adalah sebagai berikut:

    Tabel 1

    Materi Kelas LSM/CSO

    Pokok

    BahasanMateri Pembelajaran Staf Pengajar

    1 Analisis Pengelolaan Kebijakan Anggaran

    untuk Penanggulangan Kemiskinan

    dan Tindak Lanjut Penanggulangan