blog.ub.ac.idblog.ub.ac.id/bagusfia/files/2016/03/rth-1.docx · web viewruang terbuka hijau binaan...
TRANSCRIPT
Peran Hutan Kota Sebagai RTH di Kota Malang
Diajukan Dalam Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Seminar Isu Lingkungan yang dibina oleh :
DR.MUCHAMMAD ROZIKIN, MAP
Oleh
Pandu Arya Wirawan 135030100111056
Rinaldo J. Aritonang 135030100111072
Muhammad Jauhar N 135030100111081
Jurusan Ilmu Administrasi PublikFakultas Ilmu Administrasi
Universitas BrawijayaMalang
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Malang adalah salah satu Kota di Jawa Timur yang terletak didataran
tinggi dengan hawa sejuk dan dingin yang merupakan kota kedua terbesar di Jawa
Timur setelah Surabaya dan merupakan kota pendidikan kedua di Indonesia
setelah Yogyakarta. Selain dikenal sebagai kota pendidikan, Malang juga menjadi
salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia. Letak Kota Malang yang
dikelilingi oleh pegunungan dan banyaknya tempat wisata di Malang, menjadi
alasan bahwa Kota Malang juga disebut kota pariwisata.
Dengan hawa di Malang yang dingin dan sejuk, banyaknya tempat
pariwisata serta merupakan kota pendidikan yang didalamnya ada puluhan
sekolah-sekolah berkualitas dari SD hingga bangku perguruan tinggi
mengakibatkan banyak orang memutuskan untuk memilih menetap di Malang.
Melihat data dari Dinas Kependudukan Kota tercatat bahwa pertanggal 1 Februari
2014 penduduk di Malang mencapai 847.592 jiwa. Ditambah lagi dengan puluhan
ribu mahasiswa dari berbagai asal yang menetap di Malang.
Kebutuhan manusia akan tempat tinggal sebagai ruang untuk mereka
jadikan tempat tinggal merupakan kebutuhan primer setiap manusia. Semakin
banyaknya jumlah penduduk disuatu wilayah berbanding lurus dengan semakin
banyaknya kebutuhan terhadap lahan perumahan atau tempat tinggal. Manusia
yang serakah akhirnya mengambil alih fungsi lahan untuk kepentingannya tanpa
mempertimbangkan berbagai faktor lain yang ada.
Tata ruang Kota Malang diatur didalam Rencana Tata Ruang Wilayah atau
yang biasa disebut dengan RTRW yang telah disahkan pada tahun 2009 hingga
2029. Rencana tata ruang wilayah Kota Malang merupakan suatu hal yang
mengikat pemerintah untuk mengimplementasikannya dan yang harus didukung
oleh seluruh lapisan masyarakat. terbentuknya RTRW ini menjadi sebuah arahan
pembangunan dalam periode 20 tahun kedepan pemerintah dalam menata
kotanya.
Rencana tata ruang wilayah ini diatur dalam Undang-undang nomor 26
tahun 2007, undang-undang ini melindungi implementasi dari RTRW suatu
daerah. Dijelaskan di dalam pasal 28 sampai 30 syarat agar bisa terjalinnya
ekosisitem yang berkelanjutan dan seimbang diharuskan disetiap kota dan
kabupaten memiliki minimal 30% ruang terbuka hijau dari seluruh luas
wilayahnya, yang meliputi 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang
terbuka hijau. Namun berbeda dengan Kota Malang yang memiliki RTH yang
sangat jauh dari angka tersebut.
Di kota Malang sendiri keberadaan RTH menyusut dan diperkirakan
tinggal 1,8% dari luas Kota Malang 110,6 km². Padahal seharusnya sesuai
Undang-Undang (UU) No. 26/2007 tentang tata ruang menyebutkan luas areal
ruang terbuka setidaknya 30% dari total luas wilayah.yakni meliputi 20% ruang
publik dan 10% untuk ruang privat Selain permasalahan semakin berkurangnya
RTH di kota malang, juga tampak jelas ketidakoptimalan fungsi RTH di kota
Malang seperti RTH publik di bidang ekologi dan sosial ekonomi yaitu Alun-alun
Kota Malang, Alun-alun Tugu Kota Malang, Tarekot (Taman Rekreasi Kota)
Malang dan Hutan Kota seakan terabaikan dan tidak berfungsi dengan baik.
Bagaimana membuat RTH yang sudah tinggal sedikit kemudian dapat difungsikan
lebih optimal agar masyarakat semakin sadar akan pentingnya menjaga
lingkungan agar tetap bersih dan nyaman untuk disinggahi, bukan menjadi tempat
yang tidak sedap dipandang mata karena terlihat kotor oleh sampah-sampah yang
dibuang sembarangan oleh masyarakat.
Disini penulis mengambil studi kasus tentang Ruang Terbuka Hujau Hutan
Kota
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana rencana dan implementasi tata ruang wilayah terhadap ruang
terbuka hijau Kota Malang?
2. Bagaimana peran Hutan Kota Sebagai RTH di Kota Malang?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui rencana dan implementasi tata ruang wilayah Kota
Malang terhadap ruang terbuka hijau Kota Malang.
2. Mengetahui peran Hutan Kota Sebagai RTH
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Ruang Terbuka Hijau
Secara definitif, Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) adalah
kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina
untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan
atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Selain untuk
meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, Ruang
Terbuka Hijau (Green Openspaces) di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga
berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota.
Sejumlah areal di perkotaan, dalam beberapa dasawarsa terakhir ini,
ruang publik, telah tersingkir akibat pembangunan gedung-gedung yang
cenderung berpola “kontainer” (container development) yakni bangunan yang
secara sekaligus dapat menampung berbagai aktivitas sosial ekonomi, seperti
Mall, Perkantoran, Hotel, dlsbnya, yang berpeluang menciptakan kesenjangan
antar lapisan masyarakat. Hanya orang-orang kelas menengah ke atas saja yang
“percaya diri” untuk datang ke tempat-tempat semacam itu.
Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30 % dari luas wilayah. Hampir
disemua kota besar di Indonesia, Ruang terbuka hijau saat ini baru mencapai 10%
dari luas kota. Padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena
bermain, olah raga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus
mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada.
Ruang Terbuka Hijau (Green Openspaces) terdiri dari Ruang Terbuka Hijau
Lindung (RTHL) Dan Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTH Binaan).
Ruang Terbuka Hijau Lindung (RTHL) adalah ruang atau kawasan yang lebih
luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana
penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, di dominasi oleh tanaman yang
tumbuh secara alami atau tanaman budi daya. Kawasan hijau lindung terdiri dari
cagar alam di daratan dan kepulauan, hutan lindung, hutan wisata, daerah
pertanian, persawahan, hutan bakau, dsbnya.
Ruang Terbuka Hijau Binaan (RTHB) adalah ruang atau kawasan yang
lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, dimana
penggunaannya lebih bersifat terbuka/ umum, dengan permukaan tanah di
dominasi oleh perkerasan buatan dan sebagian kecil tanaman. Kawasan/ruang
hijau terbuka binaan sebagai upaya menciptakan keseimbangan antara ruang
terbangun dan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-paru kota,
peresapan air, pencegahan polusi udara dan perlindungan terhadap flora.
RTH menurut Undang-Undang
Disebutkan dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 26/ 2007
tentang penataan ruang pasal 1 no.31 bahwa Ruang terbuka hijau adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam. RTH diklasifikasikan menjadi dua macam yang telah disebutkan
dalam pasal 29 (1) yaitu RTH public dan RTH privat, Ruang terbuka hijau publik
merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah
kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Yang termasuk
ruang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman
umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Yang termasuk ruang
terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik
masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Dalam penyediaan RTH terdapat
proporsi yang dapat dipenuhi yaitu minimal tigah puluh (30) persen dari luas
wilayah kota, Pada pasal 29 Ayat (2) disebutkan bahwa Proporsi 30 (tiga puluh)
persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem
kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem
ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang
diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota,
pemerintah, masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas
bangunan gedung miliknya, sedangkan proporsi untuk RTH public minimal seluas
dua puluh (20) persen yang harus disediakan oleh pemerintah daerah kota
dimaksudkan agar proporsi ruang terbuka hijau minimal dapat lebih dijamin
pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh
masyarakat.
Yang termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota,
taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai.
Yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman
rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Untuk lebih
meningkatkan fungsi dan proporsi ruang terbuka hijau di kota, pemerintah,
masyarakat, dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan di atas bangunan
gedung miliknya.
Ruang terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud dalam Peraturan pemerintah
republik Indonesia Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana tata ruang wilayah
nasional Pasal 52 ayat (2) huruf d ditetapkan dengan kriteria:
a) Lahan dengan luas paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) meter persegi;
b) Berbentuk satu hamparan, berbentuk jalur, atau kombinasi dari bentuk satu
hamparan dan jalur; dan
c) Didominasi komunitas tumbuhan.
Mengutip didalam Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008 dijelaskan bahwa
penitngnya fungsi ruang terbuka hijau adalah sebagai berikut.
Fungsi Utama yaitu fungsi ekologis:
a) Memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi
udara(paru-paru kota)
b) Pengatur iklim mikroagar sistem sirkulasi udara dan air secara alami
dapat berlangsung lancar
Ruang terbuka hijau dapat dibangun untuk mengelola lingkungan
perkotaan untuk menurunkan suhu pada waktu siang hari dan sebaliknya pada
malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pohon dapat menahan radiasi balik
(reradiasi) dari bumi. Selain suhu, unsur iklim mikro lain yang diatur oleh ruang
terbuka hijau adalah pada daerah sekitar hutan kota. Hutan kota mampu
menurunkan rata-rata suhu pinggir sebesar 2.83% dan suhu jauh hutan sebesar
4.84% (studi kasus hutan kota malang). Perubahan suhu tersebut akan
berkorelasi linier negatif dengan tingkat kelembapan relatif (RH), dimana jika
terjadi penurunan suhu, maka kelembapan yang terjadi disekitar hutan kota akan
menaik, dan begitu pula sebaliknya. Sehingga Hutan kota mampu
mempengaruhi tingkat kelembapan rata-rata 9.7% dibanding daerah tidak
bervegetasi, dan
c) Produsen oksigen
Semua tumbuhan akan memanfaatkan cahaya matahari dalam proses
fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida dan air menjadi
karbohidrat (C6H12O6) dan oksigen (O2). Proses kimia pembentukan
karbohidrat (C6H12O6) dan oksigen (O2) adalah 6 CO2 + 6 H2O + Energi dan
klorofil menjadi C6H12O6 + 6 O2. Apabila setiap 1 m2 ruang terbuka hijau
mampu menghasilkan 50,625 gram O2/m2/hari menurut Gerakis (1974) yang
dimodifikasi dalam dalam Wisesa (1988), Maka dapat disimpulkan bahwa luas
RTH berbanding lurus dengan besar/kecilnya produksi O2, yaitu semakin tinggi
luas RTH akan semakin besar jumlah O2 yang dihasilkan dan semakin rendah
luas RTH akan semakin sedikit jumlah O2 yang dihasilkan. Pengalih fungsian
ruang terbuka hijau menjadi kawasan terbangun di Kota Malang pada akhirnya
menyebabkan penurunan produksi oksigen. Konsumsi oksigen penduduk adalah
sebesar 0,864 kg/jiwa/hari (Herliani, 2007). Dengan jumlah penduduk sebanyak
816.637 jiwa (Kota Malang Dalam Angka, 2008), maka konsumsi oksigen Kota
Malang adalah 705,57 ton O2/hari. Jika luas terbuka hijau (RTH) Kota Malang
adalah 1.303,8 ha (Masterplan RTH Kota Malang, 2005) maka produksi O2
yang mampu dihasilkan oleh RTH adalah sebesar 660,04 ton O2/hari sehingga
Kota Malang memerlukan adanya penambahan ruang terbuka hijau (RTH).
d) Penyerap air hujan dan penyediaan air hujan
Sistem perakaran tanaman dan serasah yang berubah menjadi humus akan
mengurangi tingkat erosi, menurunkan aliran permukaan dan mempertahankan
kondisi air tanah di lingkungan sekitarnya. Pada musim hujan laju aliran
permukaan dapat dikendalikan oleh penutupan vegetasi yang rapat, sedangkan
pada musim kemarau potensi air tanah yang tersedia bisa memberikan manfaat
bagi kehidupan di lingkungan perkotaan. Ruang terbuka hijau dengan luas
minimal setengah hektar mampu menahan aliran permukaan akibat hujan dan
meresapkan air ke dalam tanah sejumlah 10.219 m3 setiap tahun
e) Penyedia habitat satwa
Ruang terbuka hijau bisa berfungsi sebagai habitat berbagai jenis hidupan
liar dengan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Ruang terbuka hijau
merupakan tempat perlindungan dan penyedia nutrisi bagi beberapa jenis satwa
terutama burung, mamalia kecil dan serangga. Ruang terbuka hijau dapat
menciptakan lingkungan alami dan keanekaragaman tumbuhan dapat
menciptakan ekosistem lokal yang akan menyediakan tempat dan makanan
untuk burung dan binatang lainnya
f) Penyerapan polutan media udara, air, dan tanah
g) Penahan dan peneduh angin
Penanaman pohon yang selalu hijau sepanjang tahun berguna sebagai
penahan angin pada musim dingin, sehingga pada akhirnya dapat menghemat
energi sampai dengan 50 persen energi yang digunakan untuk penghangat ruangan
pada pemakaian sebuah rumah. Pada musim panas pohon-pohon akan menahan
sinar matahari dan memberikan kesejukan di dalam ruangan
Dari fungsi tersebut kita jelas tahu bahwa fungsi dari ruang terbuka sangat
vital bagi kehidupan manusia. Semodern apapun peradaban manusia dia tinggal di
bumi, dan mereka pasti membutuhkan sumberdaya dari alam baik yang bisa
diperbaharukan atau yang tidak bisa diperbaharukan jelas saja bila hal ini tidak
dijaga hal ini dapat mengakibatkan ketidak seimbangan alam, sumberdaya sudah
tercemar dan bencana mungkin akan menjadi hal yang lumrah nantinya.
RTH (Ruang Terbuka Hijau) di kota Malang
Ruang terbuka hijau di kota Malang adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam yang
berada di kota Malang.
2.2. Kota Malang
Kota Malang adalah salah satu Kota di Jawa Timur yang terletak didataran
tinggi dengan hawa sejuk dan dingin yang merupakan kota kedua terbesar di Jawa
Timur setelah Surabaya dan merupakan kota pendidikan kedua di Indonesia
setelah Yogyakarta. Selain dikenal sebagai kota pendidikan, Malang juga menjadi
salah satu destinasi wisata favorit di Indonesia. Letak Kota Malang yang
dikelilingi oleh pegunungan dan banyaknya tempat wisata di Malang, menjadi
alasan bahwa Kota Malang juga disebut kota pariwisata.
Dengan hawa di Malang yang dingin dan sejuk, banyaknya tempat
pariwisata serta merupakan kota pendidikan yang didalamnya ada puluhan
sekolah-sekolah berkualitas dari SD hingga bangku perguruan tinggi
mengakibatkan banyak orang memutuskan untuk memilih menetap di Malang.
Melihat data dari Dinas Kependudukan Kota tercatat bahwa pertanggal 1 Februari
2014 penduduk di Malang mencapai 847.592 jiwa. Ditambah lagi dengan puluhan
ribu mahasiswa dari berbagai asal yang menetap di Malang.
Jumlah penduduk Kota Malang 820.243 (2010), dengan tingkat
pertumbuhan 3,9% per tahun. Sebagian besar adalah suku Jawa, serta sejumlah
suku-suku minoritas seperti Madura, Arab, dan Tionghoa. Agama mayoritas
adalah Islam, diikuti dengan Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong
Hu Chu. Bangunan tempat ibadah banyak yang telah berdiri semenjak zaman
kolonial antara lain Masjid Jami (Masjid Agung), Gereja Hati Kudus Yesus,
Gereja Kathedral Ijen (Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel), Klenteng di
Kota Lama serta Candi Badut di Kecamatan Sukun dan Pura di puncak Buring.
Malang juga menjadi pusat pendidikan keagamaan dengan banyaknya Pesantren,
yang terkenal ialah Ponpes Al Hikam pimpinan KH. Hasyim Muzadi, dan juga
adanya pusat pendidikan Kristen berupa Seminari Alkitab yang sudah terkenal di
seluruh Nusantara, salah satunya adalah Seminari Alkitab Asia Tenggara. Bahasa
Jawa dengan dialek Jawa Timuran adalah bahasa sehari-hari masyarakat Malang.
Kalangan minoritas Suku Madura menuturkan Bahasa Madura.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Rencana dan Implementasi Tata Ruang Wilayah Kota Malang terhadap
Ruang Terbuka Hijau Kota Malang
Alam merupakan lingkungan tempat kita tinggal merupakan sumberdaya
yang sangat melimpah sebagai bekal dan kebutuhan dari berlangsungnya hidup
kita. Mulai dari setiap hembusan nafas yang kita hirup hingga tanah tempat kita
tinggal merupakan sumberdaya alam yang merupakan anugrah Allah yang tiada
ternilai harganya. Bisa kita bayangkan bagaimana bila kita dalam 5 menit saja
oksigen hilang dari muka bumi, 6 milyar jumlah manusia dibumi akan mati
seketika.
Seiring dengan pertumbuhan manusia secara kuantitas, berbanding lurus
pula dengan meningkatnya kebutuhan manusia. Pembangunan dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai kebutuhan primer tempat tinggal
hingga kebutuhan tersier atau kebutuhan kan barang mewah. Dampak dari
pembangunan beragam, positif maupun negatif. Pembangunan yang dilakukan
oleh manusia jelas menguntungkan didalam satu sisi untuk memenuhi dan
menjawab kebutuhan, namun disisi lain ada yang dikorbankan. Secara tidak
langsung pembangunan yang kita lakukan sedikit banyak berdampak langsung
terhadap lingkungan jangka panjang maupun jangka pendek. Logikanya disaat ada
pembangunan fisik perkebunan kelapa sawit demi untuk menambah lapangan
kerja dan meningkatkan perekonomian suatu daerah, hal tersebut jelas
membutuhkan lahan yang nantinya mungkin akan menghabiskan dan
mengalihfungsikan lahan hutan. Bila seperti itu siapa yang dikorbankan kalau
bukan alam.
Manusia berpura-pura acuh dengan apa yang dia lakukan, dampak jangka
panjang atau jangka pendek merupakan konsekuensi dari apa yang dilakukan oleh
manusia. Dampak dari kerusakan lingkungan dikarenakan kerusakan oleh manusia
sudah bisa kita rasakan sekarang. Gerakan peduli lingkungan mulai dari tingkat
masyarakat yang sadar akan lingkungan perlahan mulai muncul, hingga yang
besar adalah berjalannya konferensi-konferesi para pemimpin negara diseluruh
dunia.
Bruntland Commnission pada tahun 1987 mengeluarkan konsep
pembangunan baru yang disebut Sustainable Development atau pembangunan
berkelanjutan. Dijelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah proses
pembangunan yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa
mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.
Laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan pembangunan
berkelanjutan terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Penting bagi manusia untuk sadar pembangunan yang dilakukannya sekarang
tidak hanya untuk generasinya saja, melainkan juga generasi yang akan datang
generasi anak cucu mereka sendiri. Maka dari itu perlu adanya kontrol agar
pembangunan yang kita lakukan sekarang bukan hanya merupakan pembangunan
fisik yang sifatnya kan menguntungkan saat ini saja, namun keseimbangan alam
yang merupakan kebutuhan primer kita dalam jangka panjang harus seimbang dan
tetap dijaga.
Sesuai kondisi geografisnya, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang
direncanakan dengan memperhatikan ruang terbuka hijau yang menyatu dengan
alam pegunungan disekitar kota, perencanaan ruang terbuka hijau ini didukung
oleh aneka ragam tumbuhan yang tumbuh subur serta udara yang sejuk sepanjang
tahun. Salah satu ciri khas penataan ruang Kota Malang adalah keberadaan ruang
terbuka/taman kota, dimulai dari perencanaan Thomas Karsten (1933); tata
taman/ruang terbuka yang representatif di Jln. Trunojoyo; Kertanegara; Tugu;
Gajahmada, Merbabu, Ijen, dan Jl. Suropati. Disamping sebagai ruang terbuka
untuk mendukung keberadaan bangunan pemerintahan, taman-taman tersebut
diperuntukkan bagi kepentingan orang-orang Belanda yang tinggal di daerah
perumahan elit Jalan Ijen dan sekitarnya. Kawasan pusat pemerintahan dan
kawasan perumahan tersebut, sampai sekarang tetap dipertahankan sebagai
kawasan yang dilestarikan karena dapat menjadi salah satu monumen sejarah awal
berdirinya Kota Malang. Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota
Malang dilakukan dengan pendekatan sesuai ketentuan dalam pedoman teknis
pembangunan perumahan dan sarana lingkungan, dimana perhitungan dilakukan
berdasarkan jumlah penduduk yang dilayani dan diperhitungkan dengan prakiraan
proyeksi jumlah penduduk 20 (duapuluh) tahun kedepan, sampai dengan tahun
2029.
Ruang terbuka hijau merupakan area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) memiliki fungsi penting yaitu ekologis
dan sosial-ekonomi. Fungsi ekologis RTH yaitu dapat meningkatkan kualitas air
tanah, mencegah banjir, mengurangi polusi udara dan pengatur iklim mikro.
Fungsi lainnya yaitu sosial-ekonomi untuk memberikan fungsi sebagai ruang
interaksi sosial, sarana rekreasi dan fungsi arsitektural sebagai landmark kota.
Adapun rencana fungsi dan manfaat RTH di Kota Malang adalah sebagai berikut:
- Terjaminnya ketersediaan oksigen dalam jumlah yang cukup dan menerus;
- Terciptanya iklim yang sehat, udara bersih bebas polusi;
- Terciptanya suasana teduh, nyaman, bersih dan indah;
- Terkendalinya sistem tata air (hidrologi) secara optimal dan memungkinkan
adanya hasil sampingan berasal dari tanaman produktif yang sengaja ditanam
di lokasi yang aman dari polusi pada media tanah, air dan udara;
- Tersedianya sarana rekreasi dan wisata kota;
- Sebagai lokasi cadangan untuk keperluan sanitasi kota dan pemekaran kota;
- Sebagai sarana penunjang pendidikan dan penelitian, serta jalur pengaman
dalam penataan ruang kota.
Adapun rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH di Kota Malang adalah
sebagai berikut:
- Pemeliharaan dan pelestarian kawasan RTH yang masih tersisa, seperti yang
telah ditetapkan dalam rencana tata ruang kota.
- Pengembangan Taman Anggrek di Kedungkandang yang dilengkapi dengan
sarana dan prasarana.
- Pengembangan Taman Teknologi diarahkan di alun-alun kota, alun-alun tugu,
velodrom yang dilengkapi dengan fasilitas gazebo dan shelter. Selain itu di
setiap perumahan diarahkan untuk menyediakan taman teknologi.
- Pengembangan lapangan Rampal sebagai taman teknologi, lapangan
pertunjukan, dan pameran.
- Peningkatan GOR Ken Arok sebagai taman olahraga di Kota Malang.
- Mengisi dan memelihara taman-taman kota yang sudah ada, sebaik-baiknya
dan berdasar pada prinsip fungsi pokok RTH (identifikasi dan keindahan)
masing-masing lokasi.
- Pengembangan RTH halaman rumah dan bangunan umum, serta di puncak
gedung (rooftop garden), dengan tanaman aerofonik atau hidrofonik, dan
semacamnya oleh pemilik bangunan
- Pengembangan RTH sebagai zone pengaman pada jalur KA; sempadan
sungai; sempadan SUTT, kawasan industri.
- Refungsionalisasi dan pengamanan jalur-jalur hijau alami, seperti di sepanjang
tepian jalan raya, jalan tol, bawah jalan layang (flyover), tempat pemakaman
umum (TPU), dan lapangan olahraga, dari okupasi permukiman liar.
- Penyediaan jalur hijau dan taman kota diarahkan di Kecamatan Buring dan
Kecamatan Kedungkandang, selain itu di setiap jalan lingkar.
- Memberikan ciri-ciri khusus pada tempat-tempat strategis, seperti batas-batas
kota dan alun-alun kota.
- Peremajaan dan peningkatan kualitas tanaman pada jalur jalan utama kota,
sesuai klasifikasinya.
- Pengembangan hutan kota dan kebun bibit pada kawasan Malang Timur
(Kecamatan Kedungkandang) yang relatif masih banyak lahan belum
terbangun.
Bila kita melihat Kota Malang beberapa tahun terakhir memang sangat
menyedihkan. Kota Malang yang terletak didataran tinggi yang mungkin bisa
dibilang mustahil bila terjadi banjir namun kenyataanya hal itu yang menjadi
masalah kita sekarang. Meskipun tidak separah Jakarta, namun bila dibandingkan
dengan kota-kota yang berada didataran tinggi yang lain, Malang termasuk kota
yang sangat parah. Bisa kita lihat ada beberapa titik banjir di Malang di Jalan
Veteran, Galunggung, Soekarno Hatta dan bahkan Jalan Ijen yang terkenal dengan
perumahan elit juga tidak luput dari banjir.
Kondisi RTH di kota Malang sudah sangat memprihatinkan, bayangkan
saja proporsi RTH yang seharusnya 30 % dari luas wilayah kota, ternyata di kota
malang diperkirakan hanya tersisa 1,8 % saja dari luas Kota Malang 110,6 km2.
Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya terjadi alih fungsi lahan di kota
Malang. Malang yang dulu di juluki dengan semboyan Malang ijo Royo-Royo
(Malang yang Hijau) kini semboyan itu tidak berlaku lagi, karena dilihat pada
kenyataannya Malang yang dulu dipenuhi dengan pohon dan tanaman di setiap
sudut kota kini telah berganti menjadi bangunan-bangunan yang membuat
malang semakin panas dan tidak terlihat hijau lagi. Terjadinya alih fungsi lahan
ini dipengaruhi oleh arus urbanisasi yang semakin meningkat dari waktu ke
waktu. Tentunya hal ini akan memberikan dampak pada tingginya tekanan
terhadap pemanfaatan ruang kota, karena tumbuh kembangnya jumlah penduduk
tersebut juga di ikuti dengan pertumbuhan kawasan hunian, fasilitas umum dan
sosial. Untuk pemenuhan pembangunan kawasan-kawasan tersebut, alih fungsi
lahan besar-besaran pada RTH publik kota Malang tidak dapat dihindari, berikut
daftar beberapa kasus alih fungsi lahan yang terjadi di Kota Malang :
a) Alih fungsi tanah seluas 28 hektar berupa taman APP yang merupakan
bekas kampus Akademi Penyuluh Pertanian (APP) menjadi kawasan
perumahan mewah melalui RDTRK Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7
Tahun 2001 tentang RTRW Kota Malang.
b) Pembangunan Malang Town Square di kawasan resapan air pada bekas
SNAKMA – APP di Jalan Veteran jalan Bandung.
c) Pembangunan Mall dan Hotel Malang Olimpic Garden yang memakan + 8
hektar open space warga kota Malang di kawasan stadion Gajayana.
d) Pengalihfungsian Taman Kunir di kawasan Oro-oro Dowo menjadi kantor
kelurahan Oro-oro Dowo Kecamatan Klojen di Jalan Taman Kunir yang
sudah di resmikan pembangunannya pada hari Rabu 30/4/2008 oleh
Mantan Walikota Malang Drs. Peni Suparto, M.AP.
e) Yang terbaru adalah pembangunan apartmen Soekarno Hatta yang berada
di atas daerah aliran sungai.
Selain permasalahan alih fungsi lahan, RTH publik di malang terlihat tidak
berfungsi dengan optimal. Di Malang sendiri RTH publik dibidang sosial
ekonomi dan ekologi yang berupa taman kota, hutan kota, dan taman rekreasi
terdapat 4 lokasi yang menjadi bahasan kelompok kami yaitu Alun-Alun Kota
(depan Masjid Jami’ Kota Malang & Gedung Pemkab Malang), Tarekot (Taman
Rekreasi Kota), terletak di belakang kantor Walikota/ Balai kota, Alun-Alun Tugu
(depan Balai Kota Malang) Hutan Kota Malabar. Mari kita telaah satu persatu
mengenai kondisi RTH publik yang berada di kota Malang.
Yang pertama adalah Alun-alun Kota Malang yang terletak di depan
Masjid Jami’ dan Kantor Walikota Malang. Fasilitas yang disediakan di alun-alun
ini sudah mulai kusam dan tidak terawatt, seperti air mancur yang tidak berfungsi,
tempat duduk yang kotor, tempat sampah dan madding yang terabaikan, dan toilet
umum yang kotor, bahkan tidak jarang ditemukan sampah yang berserakan akibat
perilaku masyarakat yang kurang menyadari pentingnya menjaga lingkungan,
sebagaian besar sampah berasal dari bungkus makanan, karena di sekitar alun-
alun kota banyak ditemui pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan alun-
alun. Memang di alun-alun ini masih terlihat banyak pohon besar dan kuat yang
tumbuh di setiap sudut alun-alun seperti pohon beringin, cemara dan tanaman
bunga lainnya. Tetapi pada dasarnya Alun-alun kota merupakan tempat bagi
masyarakat untuk bersantai, seharusnya di alun-alun tersebut disediakan fasilitas
yang memadai bagi pengunjung agar merasa nyaman sehingga dapat
menumbuhkan rasa mencintai lingkungan.
Yang kedua adalah alun-alun Tugu Kota Malang yang terletak di Jalan
Tugu ,di alun-alun ini tampak bersih. Bahkan ketika sore hari terlihat banyak
masyarakat yang bersantai di sekitar alun-alun untuk menikmati keindahan kota
malang. Daya tarik alun-alun ini juga terlihat ketika malam hari karena dipenuhi
lampu-lampu yang menghiasi setiap sudut alun-alun. Tetapi sayangnya di tempat
ini tidak disediakan fasilitas yang memadai karena hanya terlihat beberapa tempat
duduk saja di sekitar air mancur, dan apabila siang hari ketika berjalan-jalan terasa
sangat panas karena tidak diatanami pohon yang besar dan rindang, yang terlihat
hanya taman bunga.
RTH publik yang ketiga adalah Tarekot (Taman Rekreasi Kota) Malang
yang terletak di Jalan Simpang Mojopahit, di belakang Bali Kota Malang. Tarekot
menyediakan berbagai macam fasilitas yang dapat dinikmati masyarakat, seperti
jogging track untuk berolahraga, kolam renang, taman bermain anak-anak, hingga
stan-stan yang menjual berbagai produk khas Malang, dan kebun binatang mini.
Tetapi stan-stan yang tersedia tidak difungsikan dengan baik karena terlihat sepi
penjual, sedangkan kebun binatangnya juga tidak terawat dan kandang-kandang
dibiarkan kosong.
RTH publik yang keempat yaitu Hutan Kota Malabar yang terletak di
Jalan Malabar. Vegetasi yang banyak ditanam di hutan ini antara lain pohon
cemara, pohon beringin, tanaman perdu, rerumputan, serta tanaman lainnya.
Mayoritas tanaman yang ditanam di tempat ini adalah tanaman berkayu yang
tinggi dan besar. Di sekitar hutan ini juga banyak ditemui warung-warung kecil
yang berjajar di sepanjang hutan. Dan terlihat di sudut hutan beberapa sampah
yang kebanyakan berasal dari warung-warung tersebut, padahal di dekat hutan
tersebut terdapat tempat pengolahan sampah dan air limbah produksi kompos,
seharusnya mereka yang bekerja disana lebih tegas dalam menegakkan peraturan
kepada masyarakat agar tidak membuang sampah di dalam hutan. Di dalam hutan
tersebut juga terdapat kolam kecil yang digunakan untuk mandi padahal kondisi
airnya sangat kotor. Sungguh merupakan pemandangan yang memprihatinkan.
Hutan kota yang seharusnya dijaga dan dilindungi tetapi malah dijadikan tempat
pembuangan sampah oleh masyarakat.
Hal ini bukan terjadi tanpa alasan, kalau bukan karena kita siapa lagi.
Eksploitasi alam besar-besaran dalam bentuk alih fungsi lahan akibatnya, bisa kita
lihat dari data berikut ini yang menunjukkannya semakin menyusutnya dengan
sangat drastis RTH di Kota Malang semenjak tahun 1994-2007.
Tahun Luas RTH
1994 7.160 ha
1996 6.957 ha
1998 6.615 ha
2000 6.415 ha
2002 6.367 ha
2004 3.188 ha
2007 1.908 ha
Sumber: http://ajauharul.blogspot.com/2011/12/analisis-berkurangnya-rth-
ruang-terbuka.html
3.2. Peran Hutan Kota Sebagai RTH Kota Malang
Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang
tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar, atau
bergerombol, dengan struktur menyerupai/meniru hutan alam, membentuk habitat
yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat,
nyaman dan estetis. Pengertian ini sejalan dengan PP No 63 Tahun 2002 tentang
Hutan Kota yang menggariskan hutan kota sebagai pusat ekosistim yang dibentuk
menyerupai habitat asli dan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh
pepohonan dan menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Penempatan areal hutan
kota dapat dilakukan di tanah negara atau tanah private yang ditetapkan sebagai
hutan kota oleh pejabat berwenang. Sebagai unsur RTH, hutan kota merupakan
suatu ekosistim dengan sistim terbuka. Hutan kota diharapkan dapat menyerap
hasil negatif akibat aktifitas di perkotaan yang tinggi. Tingginya aktifitas kota
disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan industri yang sangat pesat di wilayah
perkotaan. Dampak negatif dari aktifitas kota antara lain meningkatnya suhu
udara, kebisingan, debu, polutan, kelembaban menurun, dan hilangnya habitat
berbagai jenis burung dan satwa lainnya karena hilangnya vegetasi dan RTH
(Zoer’aini, 2004; Sumarni, 2006).
Ruang terbuka hijau di kota Malang yang berfungsi sebagai kawasan
resapan air hujan perlu dipertahankan luasannya karena akan berperan terhadap
pengurangan banjir atau genangan tidak wajar pada musim penghujan dan
mempunyai potensi untuk imbuhan air tanah pada musim kemarau.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan ruang terbuka hijau
di kota Malang dari tahun 1995 sampai 2005, mengetahui kapasitas infiltrasi dan
agihan kapasita infiltrasi serta kontribusi ruang terbuka hijau tersebut untuk
imbuhan air tanah di kota Malang.
Jenis penelitian ini adalah survey dengan pengukuran langsung dalam hal
ini kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) ruang terbuka hijau di kota Malang.
Metode pengambilan sampel pengukuran kapasitas resapan air hujan (infiltrasi)
menggunakan metode purposive sampling yaitu perubahan ruang terbuka hijau di
kota Malang. Untuk mengetahui alih fungsi atau perubahan ruang terbuka hijau
dan eksisting ruang terbuka hijau digunakan metode overlay peta (tumpang susun)
kemudian analisis data untuk mengetahui nilai kapasitas resapan air hujan
(infiltrasi) dihitung dengan menggunakan metode Horton yang kemudian
dipresentasikan agihannya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan penyusutan ruang
terbuka hijau kota Malang tahun 1995 sampai 2005 sebesar 4,6% dari total luas
ruang terbuka hijau kota Malang tahun 1995. Kapasitas infiltrasi kota Malang
bervariasi, kapasitas infiltrasi tertinggi di Hutan Arjosari Blimbing sebesar
1797,81 cm/hari, sedangkan kapasitas infiltrasi terendah pada Taman Serayu yaitu
sebesar 30,64 cm/hari. Tingkat infiltrasi kota Malang termasuk kelas sangat tinggi
atau >53 mm/jam, hal ini menunjukkan bahwa kota Malang merupakan daerah
resapan air yang sangat baik. Total kontribusi ruang terbuka hijau dengan luas
keseluruhan 49277,5 m2 memberikan supplay air tanah sebesar 13594,536
m3/jam
Studi Kasus
Revitalisasi Hutan Kota Malabar
Pemerintah Kota Malang terus menggenjot pembangunan dan penambahan Ruang
Terbuka Hijau di Kota Malang. Setelah beberapa taman interaktif seperti Taman
Cerdas Trunojoyo, Taman Kunang-kunang, Merbabu Family Park, dan juga
Taman Singha Merjosari diresmikan, kini Pemkot Malang dengan menggandeng
pihak ketiga akan merevitalisasi Hutan Kota Malabar, Selasa (16/6).
Untuk menyulap Hutan Kota Malabar menjadi lebih menarik, Pemkot Malang
didukung penuh oleh PT Amerta Indah Otsuka yang menggelontorkan
dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar Rp 2,5 miliar. Beberapa
fasilitas yang akan ditambahkan antara lain panggung pertunjukan, taman
bercengkerama, rumah pohon, jalur sepeda, sungai buatan, area bermain anak-
anak, dan berbagai fasilitas lainnya.
Wali Kota Malang H. Moch. Anton mengungkapkan, pihaknya sudah sejak
setahun yang lalu melakukan pembicaraan terkait pembangunan Hutan Kota
Malabar dengan PT Amerta Indah Otsuka. Dari berbagai pertemuan itu akhirnya
disepakati untuk merevitalisasi Hutan Kota Malabar.
“Revitalisasi Hutan Malabar sudah dikonsep dengan baik. Intinya revitalisasi itu
harus tetap mengindahkan dan memenuhi estetika sebagai sebuah taman kota,”
jelas pria yang kerap disapa Abah Anton itu, Selasa (16/6).
Dengan revitalisasi di Hutan Kota Malabar yang berada tidak jauh dari Merbabu
Family Park tersebut, Abah Anton berharap habitat segala jenis tanaman di Hutan
Kota Malabar tetap terjaga kelestariannya, burung-burung bisa berkembang biak
dengan baik karena kelestarian hutan yang tetap terjaga.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kondisi RTH di kota Malang sudah sangat memprihatinkan, bayangkan
saja proporsi RTH yang seharusnya 30 % dari luas wilayah kota, ternyata
di kota malang diperkirakan hanya tersisa 1,8 % saja dari luas Kota
Malang 110,6 km2. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya terjadi alih
fungsi lahan di kota Malang. Malang yang dulu di juluki dengan semboyan
Malang ijo Royo-Royo (Malang yang Hijau) kini semboyan itu tidak
berlaku lagi, karena dilihat pada kenyataannya Malang yang dulu dipenuhi
dengan pohon dan tanaman di setiap sudut kota kini telah berganti
menjadi bangunan-bangunan yang membuat malang semakin panas dan
tidak terlihat hijau lagi.
Sebagai unsur RTH, hutan kota merupakan suatu ekosistim dengan sistim
terbuka. Hutan kota diharapkan dapat menyerap hasil negatif akibat
aktifitas di perkotaan yang tinggi. Tingginya aktifitas kota disebabkan oleh
pertumbuhan penduduk dan industri yang sangat pesat di wilayah
perkotaan. Dampak negatif dari aktifitas kota antara lain meningkatnya
suhu udara, kebisingan, debu, polutan, kelembaban menurun, dan
hilangnya habitat berbagai jenis burung dan satwa lainnya karena
hilangnya vegetasi dan RTH
4.2 Saran
Kampanye peduli lingkungan sangat perlu di sosialisasikan kepada
masyarakat.
Rencana tata ruang wilayah sudah merupakan sebuah Perda yang mengikat
yang harus ditaati oleh pemerintah maupun juga masyarakat, pertama jelas
kita melakukan evaluasi terhadap implementasi RTRW Kota Malang yang
dicanangkan jangka panjang yaitu periode tahun 2009-2029 yang tentu
harus mempertimbangkan keseimbangan ekosistem alam. Dari situ
pemerintah dalam melakukan pembangunan tidak boleh keluar dari
koridornya
Izin mendirikan bangunan harus diperketat
Pemerintah harus menetapkan cagar-cagar alam mana yang sama sekali
tidak boleh dialih fungsikan untuk menjaga kestabilan ekosistem
Sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat tentang
sadar lingkungan, melalui media cetak atau apapun itu.
DAFTAR PUSTAKA
Bapeko Malang. 2008. “Pemanfaatan RTH Kota Malang”.
Bappeko. 2006. “Masterplan RTHK Malang”.
Bappeko Kota Malang. 2007
Dinas Pertamanan Dan Pemakaman Kota Malang. 2007
Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana
tata ruang wilayah nasional
Undang-undang Republik Indonesia nomor 26/ 2007 tentang Penataan Ruang
Pemerintah Kota Malang. 2014. Rekapitulas Penduduk Kota Malang 2013. (21
Maret 2016)
RTRW Kota Malang tahun 2009-2029
Ardhaneswimbardhi. 2009. Ruang Terbuka Hijau di Kota Malang. (online) 21
Maret 2016.
Bai Fang Li. Konsep Sekolah Alam. “(online)
http://unnes.info/catatan-perjalanan/konsep-.sekolah-alam . 21 Maret 2016
http://ruangterbukahijaukotamalang.weebly.com/rth-kota-malang.html 21 Maret
2016