kpd + kala i fase aktif memanjang

31
BAB I PENDAHULUAN Membran-membran yang mengelilingi plasenta disusun oleh amnion dan korion, yang mana terdiri dari beberapa lapisan termasuk sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblast yang tertananam dalam matrik kolagen. Mereka menahan cairan amnion, mensekresi subtansi ke dalam cairan amnion dan kedalam uterus, dan menjaga janin dari infeksi asenden traktur genitalis. Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai robekan membran sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan. 1 Pecahnya ketuban terlalu dini dikaitkan dengan 30-40% dari kelahiran prematur dan diidentifikasi adalah penyebab utama kelahiran prematur. 2 Persalianan normal secara fisiologis terdiri dari kala I, II ketika pembukaan lengkap, kala III mengeluarkan plasenta dan kala IV. Kala I terbagi atas fase laten dan fase aktif. Fase laten dimulai ketika mulai terjadi kontraksi uterus, dimana pembukaan serviks masih 1-2 cm, belum terjadi penipisan serviks, tidak terdapat darah lendir dan his kurang adekuat. Fase aktif terjadi dimana telah terjadi pembukaan 4-5 cm, terjadi penipisan serviks dan his minimal 3 kali dalam 10 menit selama 30 detik. Proses fisiologi persalinan normal tersebut tidak pada semua pasien berjalan sesuai waktunya. Dapat tejadi hambatan baik itu pada

Upload: alrahman-joneri

Post on 01-Dec-2015

1.228 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

KPD + Kala I Fase Aktif Memanjang

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Membran-membran yang mengelilingi plasenta disusun oleh amnion dan korion, yang

mana terdiri dari beberapa lapisan termasuk sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblast yang

tertananam dalam matrik kolagen. Mereka menahan cairan amnion, mensekresi subtansi ke

dalam cairan amnion dan kedalam uterus, dan menjaga janin dari infeksi asenden traktur

genitalis. Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai robekan membran sebelum waktunya

melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang

memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.1

Pecahnya ketuban terlalu dini dikaitkan dengan 30-40% dari kelahiran prematur dan

diidentifikasi adalah penyebab utama kelahiran prematur.2

Persalianan normal secara fisiologis terdiri dari kala I, II ketika pembukaan lengkap, kala

III mengeluarkan plasenta dan kala IV. Kala I terbagi atas fase laten dan fase aktif. Fase laten

dimulai ketika mulai terjadi kontraksi uterus, dimana pembukaan serviks masih 1-2 cm, belum

terjadi penipisan serviks, tidak terdapat darah lendir dan his kurang adekuat. Fase aktif terjadi

dimana telah terjadi pembukaan 4-5 cm, terjadi penipisan serviks dan his minimal 3 kali dalam

10 menit selama 30 detik. Proses fisiologi persalinan normal tersebut tidak pada semua pasien

berjalan sesuai waktunya. Dapat tejadi hambatan baik itu pada kala I maupun kala II. Sesuai

dengan kasus ini hambatan pada kala I terutama fase aktif dapat disebabkan oleh faktor sedasi

yang berlebihan, malposisi janin, distosia bahu, lilitan tali pusat sefalopelvik disproporsion, bayi

besar. Semua faktor tersebut dapat menyebabkan persalinan menjadi lambat dan macet sehingga

untuk memasuki kala II atau persalinan pervaginam spontan tanpa induksi sulit terjadi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Plasenta

Untuk mempertahankan hidup janin yang sedang tumbuh di dalam uterus, terbentuk

plasenta, suatu organ khusus untuk pertukaran antara darah ibu dan janin. Plasenta berasal dari

jaringan trofoblastik dan desidua. 3

Plasenta disusun oleh 5 lapisan. Lapisan-lapisan tersebut tidak mengandung pembuluh

darah ataupun saraf, nutrisi yang dibutuhkan didapat dari cairan amnion. Lapisan yang paling

dalam, yang mendekati janin adalah lapisan epitel amniotik yang mensekresi kolagen III dan IV

dan glikoprotein nonkolagen yang membentuk membran basal, yaitu lapisan selanjutnya dari

plasenta. 3

Gambar 1. Lapisan Plasenta

2.2 Definisi

Ketuban pecah dini didefinisikan sebagai pecahnya ketuban yang terjadi setelah usia

kehamilan 37 minggu dan terjadi sebelum timbulnya keadaan inpartu,yaitu pembukaan dan

penipisan serviks, kontraksi uterus yang terjadi minimal 3 kali dalam 10 menit, dan adanya

pengeluaran lendir darah. Sedangkan ketuban pecah sebelum waktunya adalah pecahnya selaput

ketuban berisi cairan ketuban yang terjadi 1 jam atau lebih sebelum terjadinya kontraksi tanpa

memandang usia kehamilan.4

2.3 Etiologi

Pada sebagian besar kasus, penyebabnya belum ditemukan. Faktor yang disebutkan

memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama

kehamilan. Beberapa faktor risiko dari KPD :

1. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)

2. Riwayat KPD sebelumya

3. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban

4. Kehamilan kembar

5. Trauma

6. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu

7. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis 5

2.4 Mekanisme Ketuban Pecah Dini dan Setelah Lahir

Robekan plasenta atau ketuban saat proses melahirkan telah dihubungkan dengan

kelemahan plasenta yang dihubungkan karena adanya kontraksi dan pengulangan regangan dari

uterus. Kekuatan peregangan dari membran plasenta berkurang setelah melahirkan dibandingkan

dengan plasenta setelah seksio sesarea tanpa melahirkan.6

Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan

struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktifitas kolagen berubah dan

menyebabkan selaput ketuban pecah.

Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah :

1. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen

2. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal

karena antara lain merokok.

Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oleh

inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.

Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada

degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan memran janin. Aktifitas degradasi proteolitik

ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan

MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini.7

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga, selaput ketuban

mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran

uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia

pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.

Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal,

misalnya infeksi yang menjalar dari vagina.8

Area robekan plasenta dideskripsikan sebagai zona restriksi dari area yang mengalami

perubahan morfology secara ekstrim yang dicirikan sebagai area yang mengalami pembengkakan

dan disrupsi dari jaringan kolagen fibrilar, fibroblast, dan lapisan spongy.7

Diagram 1. Mekanisme Yang Bervariasi Yang Menyebabkan Terjadinya Ketuban Pecah Dini

2.5Diagnosis

Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa yang positif

palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkakn bayi terlalu awal atau melakukan seksio

yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan

membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam kehidupan janin, ibu

atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat.

Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :

a.Anamnesa

Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-

tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluanya cairan

tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.

b.Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban

baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.

c.Pemeriksaan dengan spekulum.

Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri

eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta

batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan

tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.

d.Pemeriksaan dalam

Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai

pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang

bulan dan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada

waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan

flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen.

Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang

dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.

e.Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboraturium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya.

Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina.

Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.

Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan

adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan infeksi vagina dapat

menghasilkan tes yang positif palsu.

Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan

kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.

2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.

Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan

pada penderita oligohidromnion.5

2.6 Komplikasi

Infeksi intrauterin

Tali pusat menumbung

Prematuritas

Distosia (partus kering)

2.7 Penatalaksanaan

Penderita dengan ketuban pecah dini harus masuk Rumah Sakit untuk diperiksa lebih

lanjut. Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang untuk rawat jalan.

Bila terdapat persalinan dalam kala aktif, korioamnionitis, gawat janin, persalinan diterminasi.

Bila ketuban pecah dini pada kehamilan prematur, diperlukan penatalaksanaan yang

komprehensif. Secara umum penatalaksanaan pasien ketuban pecah dini yang tidak dalam

persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin, penatalaksanaannya bergantung pada usia

kehamilan.8

Bila terdapat tanda-tanda infeksi dan kehamilan < 37 minggu:

1. Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin

- Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250 mg per oral 3 kali per hari

selama 7 hari

2. Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru janin :

a. Betametasone 12 mg IM dalam 2 dosis setiap12 jam

b. Atau Deksametasone 6 mg IM dalam 4 dosis setiap 6 jam

3. Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu

4. Jika terdapat his dan darah lendir, kemungkinan terjadi persalinan preterm.

Bila tidak terdapat infeksi dan kehamilan > 37 minggu :

1. Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotika profilaksis untuk mengurangi

risiko infeksi sterptokokus grup B :

a. Ampisilin 2 gr IV setiap 6 jam

b. Atau Penisilin G 2 juta unit IV setiap 6 jam sampai persalinan

c. Jika tidak ada infeksi pascapersalinan, hentikan antibiotika.

2. Nilai serviks :

a. Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin.

b. Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan infus

oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea.9

Diagram 2. Alur Tatalaksana pada Ketuban Pecah Dini5

2.8 Kala I Fase Aktif Memanjang

Persalinan laten didefinisikan ialah saat ketika ibu mulai merasakan kontraksi yang teratur.

Selama fase ini orientasi kontraksi uterus berlansung bersama perlunakan dan pendataran

serviks. Mekanisme klasik persalinan dapat melibatkan gerakan-gerakan pokok janin pada

presentasi kepala, masuknya janin ke panggul, fleksi, penurunan, rotasi internal, ekstensi dan

rotasi eksternal yang berlangsung terutama selama tahap panggul. Namun, dalam praktek sehari-

hari tahap panggul jarang diketahui dengan jelas.8

Kriteria minimum menurut Friedman untuk fase laten ke dalam fase aktif adalah kecepatan

pembukaan serviks 1,2 cm/jam bagi nulipara dan 1,5 cm/jam untuk nulipara. Ambang ini secara

klinis dapat bermanfaat karena mendefinisikan batasa-batas pembukaan serviks bila telah

terlewati dapat diharapkan terjadi persalinan aktif, sehingga jika tidak terjadi pembukaan yang

progresif, dapat dipertimbangkan untuk melakukan intervensi.8

Kemajuan persalinan pada nulipara memiliki makna khusus karena kurva-kurva

memeperlihatkan perubahan cepat dalam kecuraman pembukaan serviks antara 3-4 cm. Dalam

hal ini, fase aktif persalinan dari segi kecepaan pembukaan serviks, secara konsistensi berawal

saat serviks mengalami pembukaan 3-4 cm. Kemiripana yang agak luar biasa ini digunakan

untuk menentukan fase aktif dan memberi petunjuk bagi penatalaksanaan. Dengan demikian

pembukaan serviks 3-4 cm atau lebih, dengan adanya kontraksi uterus, disebut sebgai batas awal

persalinan aktif, sehingga dapat diketahui berapa lama fase aktif berlangsung.8

Secara spesifik ibu nulipara yang masuk fase aktif dengan pembukaan 3-4 cm dapat

diharapkan mencapai pembukaan 8-10 cm dalam 3-4 jam, sehingga dapat diperkirakan bahwa

pembukaan lengkp dapat terjadi setelah 4 jam fase aktif.8

Pada fase aktif menurut Friedman, kecepatan penurunan janin diperhitungkan selain

kecepatan pembukaan serviks, dan keduanya berlangsung bersamaan. Penurunan dimulai pada

tahap akhir dilatasi aktif, dimulai pada 7-8 cm pada nulipara dan paling cepat setelah 8 cm.

Friedman membagi fase aktif menjadi :8

1. Protraksi : kecepatan pembukaan atau penurunan yang lambat.

Pada nulipara : pembukaan serviks < 1,2 cm/jam atau penuruanan < 1cm/jam.

Pada multipara : pembukaan serviks < 1,5 cm/jam atau penurunan < 2cm/jam.

2. Arrest (Partus macet) : tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam dan tidak adanya

penurunan janin dalam 1 jam.

Faktor yang berperan dalam persalianan yang berkepanjangan atau macet adalah sedasi

berlebihan, anastesi regional, malposisi janin, misalnya oksiput posterior persisten. Pda

persalinan berkepanjangan dan macet, Friedman menganjurkan pemeriksaan fetopelvik untuk

mendiagnosis disproporsi sefalopelvik. Terapi yang dianjurkan pada persalinan yang

berkepanjangan adalah menunggu, sedangkan pada persalinan macet ialah pemberian oksitosin

jika tidak ada sefalopelvik disproporsion. Sefalopelvik disproporsion mengharuskan dilakukan

sectio cesaria.8

Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists. Kegagalan kemajuan atau

disproporsi sefalopelvik adalah istilah yang kurang tepat, mereka menyimpulkan bahwa

klasifikasi yang lebih praktis dalam membagi kelainan persalinan adalah partus lama dan partus

macet. WHO mengajukan suatu partograf pentalaksanaan persalinan saat partus lama didefinikan

sebagai pembukaan serviks < 1 cm/jam selama minimal 4 jam. American College of Obtetricians

and Gynecologists untuk mendiagnosis partus lama dan partus macet ialah sebagai berikut : 8

Pola Persalinan Nulipara Multipara

Persalinan Lama :

- Pembukaan

- Penurunan

< 1,2 cm/jam

< 1 cm/jam

< 1,5 cm/jam

< 2cm/jam

Persalinan Macet ;

- Tidak ada Pembukaan

- Tidak ada Penurunan

>2 jam

> 1 jam

>2 jam

> 1 jam

American College of Obstetrician and Gynecologists menyerankan bahwa sebelum ditegakkan

diagnosis kemacetan pada persalianan kala 1 kedua kriteria berikut ini harus terpenuhi :8

1. Fase laten telah selesai, serviks membuka 4 cm atau lebih.

2. Sudah terjadi kontraksi uterus sebesar 200 satuan Montevideo atau lebih dalam

periode 10 menit selama 2 jam tanpa ada perubahan pada serviks.

BAB III

PENYAJIAN KASUS

1. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 7 Januari 2013 pukul 12.35

WIB.

a. Identitas

Nama : Ny. H

Umur : 31 tahun

Alamat : Dusun Hilir Kantor, Ngabang, landak

Pekerjaan : Guru (karyawan swasta)

Tanggal masuk RS : 6 Januari 2013 jam 12.30 WIB

b. Keluhan utama :

Datang ke RSUD dr. Soedarso karena mau melahirkan.

c. Riwayat perjalanan penyakit:

Pasien mulai merasakan keluar air sejak pukul 00.00 WIB (6 Januari 2013) atau 12 jam

sebelum masuk RS. Mulas mulai pukul 23.00 (5 Januari 2013). Keluar darah lendir sejak pukul

04.00 (6 Januari 2013). Rujukan dari RSUD Landak. Dirujuk karena ketuban pecah dini dan

partus macet.

HPHT : 29-3-12

Tanggal perkiraan persalinan : 5-1-13

d.Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat asma disangkal, riwayat DM disangkal.

e. Riwayat Perkawinan : Pernikahan pertama, tahun 2011

II. Pemeriksaan Fisik

a. Tanda vital

- Kesadaran : kompos mentis

- Tekanan darah : 110/ 80 mmHg

- Nadi : 85x/menit

- RR : 20x/menit

- Suhu : 37,50C

b. Status generalis

- Tinggi badan : 150 cm

- Berat badan : 61 kg

- Keadaan umum : baik

- Gizi : baik

- Kepala

- Mata : Konjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-)

- Hidung : Sekret (-)

- Telinga : Sekret (-)

- Leher : JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak membesar

- Thorax

Paru

Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris

Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri

Perkusi : Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler suara tambahan (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

Palpasi : Ictus cordis tak teraba

Perkusi : Tidak pembesaran jantung

Auskultasi : S1/S2 reguler, bising jantung (-)

- Abdomen :

Inspeksi : Tampak cembung

Palpasi : Nyeri tekan (-), hati dan lien tidak teraba

Auskultasi : Bising usus (+), 3x/menit

Perkusi : Timpani

- Ekstremits atas : Pitting oedem (-), tremor (-)

- Ekstremitas bawah : Pitting oedem (-)

c. Status obstetrik

- Pemeriksaan luar (6 Januari 2013, pukul 12.30 WIB)

o TFU : 35 cm

o DJJ : 140 x/ menit

o His : 1 kali dalam 10 menit selama 30 detik

o TBBJ : 3565 gram

- Pemeriksaan dalam (6 Januari 2013, pukul 12.30 WIB)

o Portio : lunak

o Pembukaan : 5 cm

o Penurunan : H I-II

o Ketuban : (-)

o Terbawah : kepala

d. Pemeriksaan penunjang

- Darah Rutin (Tanggal 6-1-13)

o Hb : 12,7

o Leukosit :19,3

o Trombosit :297

o Hematokrit : 31,8

- Darah Rutin (Tanggal 7-1-13)

o Hb : 11,1

o Leuko : 19,7

o Trombo : 442

o Ht : 28,0

e. Diagnosis

KPD pada G1P0A0 H 38-39 minggu inpartu kala I fase aktif memanjang janin

tunggal hidup intrauterin

f. Penatalaksanaan

a. Non-medikamentosa

- Tirah baring

- Infus RL 20 tts/menit

- Pemasangan kateter

b. Medikamentosa

- Cefotaksim 2x1 gr IV

- Metronidazole 3x500 mg infusan

c. Operatif

Pro Sectio Cesaria

g. Prognosis

Ibu : dubia ad bonam

Anak : dubia ad bonam

Follow up tanggal 7 Januari 2013 Jam 07.00

Subjektif :

Nyeri luka op (+), Lemah (+), mulas (+), flatus (-)

Objektif :

KU baik, CM

TD110/70 mmHg, N80x/menit, RR18x/menit, T36,8oC

TFU : setinggi umbilikus

Kontraksi uterus : baik

Assesment

Post SCK + IUD hari ke I pada P1A0M0 H-38-39 minggu inpartu janin tunggal hidup

intrauterin atas indikasi KPD + Kala I fase aktif memanjang.

Planning :

Amoxicillin 3x500mg, 3 hari

Asam Mefenamat 3x500mg, 3 hari

B Komplex 3x1 tab, 3 hari

Follow up tanggal 8 Januari 2013 Jam 07.00

Subjektif :

Nyeri luka op (+), Lemah (+), mules (-), flatus (+), makan-minum (+) sedikit-sedikit

Objektif :

KU baik, CM

TD110/80 mmHg, N80x/menit, RR20x/menit, T36,5oC

TFU : setinggi umbilikus

Kontraksi uterus : baik

Assesment

Post SCK + IUD hari ke II pada P1A0M0 H-38-39 minggu inpartu janin tunggal hidup

intrauterin atas indikasi KPD + Kala I fase aktif memanjang.

Planning :

Amoxicillin 3x500mg, 3 hari

Asam Mefenamat 3x500mg, 3 hari

B Komplex 3x1 tab, 3 hari

Follow up tanggal 9 Januari 2013 Jam 11.00

Subjektif :

Nyeri luka op (+), Lemah (-), mules (-), makan-minum (+) biasa, BAK (+) biasa

Objektif :

KU baik, CM

TD110/80 mmHg, N85x/menit, RR20x/menit, T37oC

TFU : setinggi umbilikus

Kontraksi uterus : baik

Assesment

Post SCK + IUD hari ke I pada P1A0M0 H-38-39 minggu inpartu janin tunggal hidup

intrauterin atas indikasi KPD + Kala I fase aktif memanjang.

Planning :

Amoxicillin 3x500mg, 3 hari

Asam Mefenamat 3x500mg, 3 hari

B Komplex 3x1 tab, 3 hari

BAB IV

PEMBAHASAN

Ny. H, 31tahun. G1P0A0. Datang ke RSUD dr. Soedarso dengan alasan mau melahirkan.

Dari anamnesis yang dilakukan, diketahui pasien mulai merasakan keluar cairan jernih sejak

pukul 00.00 WIB (6 Januari 2013) atau 12 jam sebelum masuk RS. Keluar lendir sejak pukul

04.00 WIB (6 Januari 2013). Rasa mules sejak pukul 23.00 (5 Januari 2013). HPHT : 29 Maret

2012. Taksiran perkiraan persalinan : 5 Januari 2013. Pada saat datang ke Rumah Sakit,

dilakukan pemeriksaan dalam dan didapatkan hasil, yaitu portio lunak, pembukaan 5 cm,

penurunan H I-II, ketuban (-), dan terbawah adalah bagian kepala. Berdasarkan pada trias

inpartu, yaitu: pengeluaran darah dan lendir, pembukaan >1 cm dan his yang teratur 3/10’ 30”,

maka pasien dikatakan sudah dalam persalinan (inpartu) tetapi his tidak adekuat , sehingga dapat

dikatan pasien mengalami ketuban pecah dini 12 jam dan kala I fase aktif memanjang, karena

sudah terjadi perlunakan serviks dan pembukaan 5 cm disertai pengeluaran darah lendir selama 8

jam sebelum masuk RS.

Pada pasien ini,ketuban telah pecah selama 12 jam sebelum masuk Rumah Sakit dan

warna ketuban yang keluar adalah putih keruh. Akibat dari ketuban yang pecah tersebut, maka

aliran oksigen ke janin akan berkurang akibat berkurangnya jumlah cairan amnion sehingga

terjadi kompresi tali pusat yang akan menyebabkan janin mengalami hipoksia. Janin yang

mengalami hipoksia tersebut akan bereaksi dengan mengeluarkan mekonium sehingga air

ketuban tercampur dengan mekonium yang mengakibatkan warna air ketuban menjadi kehijauan.

Faktor risiko dari ketuban pecah dini,meliputi polihidramnion, riwayat KPD sebelumnya,

kerusakan selaput ketuban,misalnya akibat infeksi, trauma, kekurangan tembaga dan asam

askorbat, kehamilan kembar, serviks yang pendek pada usia kehamilan 23 minggu, dan infeksi

pada traktus genitalia.

Pada pasien ini, faktor risiko seperti riwayat KPD sebelumnya, kehamilan kembar, dan

serviks yang pendek pada usia kehamilan 23 minggu dapat disangkal sehingga kemungkinan

faktor risiko yang mungkin adalah, kerusakan selaput ketuban misalnya karena infeksi, trauma,

atau kekurangan tembaga dan asam askorbat.

Faktor resiko persalinan lama dan macet adalah akibat sedasi berlebihan, anstesia

regional yang berlebihan, malposisi janin seperti distosia bahu, oksiput posterior persisten,

disproporsi sefalopelvik atau dapat disebabkan oleh belitan tali pusat atau kelainan his.

Pada pasien ini faktor yang menyebabkan terjadinya kala I fase aktif memanjang dapat

disebabkan oleh distosia bahu, belitan tali pusat, sefalopelvik disproporsi atau bayi besar.

Dari hasil pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan, suhu tubuh pasien juga tidak

menunjukkan adanya demam. Dari hasil pemeriksaan obstetric pada palpasi TFU 35 cm dengan

taksiran berat janin 3565, dimana berat badan ibu 61 kg dan tinggi badan 150 cm merupakan

salah satu faktor resiko untuk persalinan macet yaitu bayi ukuran besar dan mungkin juga

terdapat disproporsi sefalopelvik, hal ini tidak dilakukan pemeriksaan pelvimetri untuk

menentukannya. Dari hasil pemeriksaan DJJ 140 x/menit menandakan denyut jantung janin

normal, bayi tidak dalam keadaan distress akibat komplikasi hipoksia dan infeksi dari ketuban

pecah dini serta akibat persalinan macet. Pada pasien ini his hanya terjadi 1 kali dalam 1o menit

selama 30 detik. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi inpartu dimana his minimal terjadi sebanyak

3 kali dalam 10 menit selama 30 detik. Hal ini yang menyebabkan kala I fase aktif memanjang.

Untuk menentukan apakah pada pasien ini terjadi kelainan his atau tidak perlu dilakukan

pemeriksaan dengan Cardiotokografi (CTG). Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan

hasil leukosit yang meningkat 19,7 /uL. Hal ini menendakan bahwa pada ibu telah terjadi

leukositosis yang merupakan pertanda telah terjadi infeksi.

Penatalaksaaan pada pasien ini didasarkan pada usia kehamilan pasien,yaitu 38-39

minggu. Pada pasien ini diberikan antibiotika untuk mengurangi risiko infeksi streptokokus grup

B karena pecahnya ketuban telah terjadi selama 12 jam.. Antibiotik yang diberikan dapat berupa

ampisilin 2 gr IV tiap 6 jam atau golongan sefalosforin,misalnya cefotaksim. Selain itu, pasien

juga metronidazole 3x500 mg untuk mencegah kontaminasi bakteri gram negative. Pada pasien

ini tidak diberikan kortikosteroid untuk pematangan paru janin karena usia kehamilan ibu sudah

38 minggu sehingga kurang bermanfaat bila diberikan kortikosteroid. Pentalaksanaan terminasi

kehamilan dengan section cesaria pada pasien dengan mempertimbangkan bahwa telah terjadi

ketuban pecah dini yang berlangsung lebih dari 12 jam sehingga resiko infeksi terhadap janin

dan ibu besar dengan mempertimbangkan usia kehamilan ibu yang sudah 38 minggu sudah

cukup waktu untuk dilakukan terminasi.

Pada pasien ini telah terjadi infeksi sistemik yang ditandai dengan leukositosis walaupun

secara kilnis pada ibu tidak menunjukan tanda-tanda infeksi. Pilihan Sectio Cesaria sebagai

langkah terminasi ialah selain ketuban pecah dini yang dapat membahayakan janin dan ibu, juga

telah terjadi pemanjangan kala I fase aktif sehingga hal ini menambah terjadinya peningkatan

resiko distress pada janin, oleh karena itu cara paling efektif dan aman untuk terminasi ialah

dengan Sectio Cesaria. Pada pasien ini tidak dilakukan persalinan pervaginam dengan bantuan

induksi karena di khawatirkan kala I fase aktif memanjang disebabkan oleh distosia bahu, belitan

tali pusat atau disproporsi sefalopelvik sehingga Sectio Cesaria lebih dipilih sebagai langkah

terminasi kehamilan.

BAB V

KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh pada kasus ini adalah :

1. Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban yang terjadi sebelum inpartu.

Ketuban pecah ini dapat menyebabkan komplikasi infeksi baik pada ibu maupun janin,

hipoksia pada janin dan komplikasi berat lainnya.

2. Persalinan lama dan macet atau kala I fase aktif memanjang adalah suatu keadaan dimana

tidak terjadi kemajuan pembukaan dan perlunakan serviks, terhambatnya penurunan kepala

janin ke dalam rongga panggul yang dapat disebabkan oleh afek sedasi yang berlebihan,

disproporsi sefalopelvik, distosia bahu, malposisi janin, belitan tali pusat, atau bayi besar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Premature rupture of membranes. ACOG Technical Bulletin. No. 115. April 1988.

(Washington, D.C.: American College of Obstetricians and Gynecologists.) 

2. Jazayeri Alahyar. Premature Rupture of Membranes. Bellin Hospital. www. Emedicne.com.

Didownload tgl 1 Maret 2010.

3. Sherwood,Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC: Jakarta. 2001.

4. http: //www. Arikbiz.multiply.content.com- Ketuban Pecah Sebelum Waktunya. Di download

tanggal 8 Januari 2013

5. http: // www. Adulgopar.files.wordpress. com- Ketuban Pecah Dini. Didownload tanggal 8

Januari 2013

6. Al-Zaid NS, Bou-Resli MN, Goldspink G. Bursting pressure and collagen content of fetal

membranes and their relation to premature rupture of the membranes. Br J Obstet Gynaecol

1980;87:227-229.

7. Vadillo-Ortega F, Gonzalez-Avila G, Furth EE, et al. 92-kd Type IV collagenase (matrix

metalloproteinase-9) activity in human amniochorion increases with labor. Am J Pathol

1995;146:148-156.

8. 4. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBP-SP. p.314-36. 2002

9. Prawirohardjo, S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka. 2002