blog.ub.ac.idblog.ub.ac.id/.../files/2012/10/laporan-tekber-tapioka.docx · web viewbab i...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Industri tapioka merupakan salah satu industri yang berpotensi untuk dikembangkan
pada masa mendatang, karena mempunyai pangsa pasar yang sangat luas baik di pasar
nasional maupun internasional. Di dalam negeri permintaan tapioka mengalami
peningkatan sebesar 10% per tahun, sedangkan permintaan pasar luar negeri mencapai
221.403,857 kg (Deptan, 2005).
Industri tapioka di Indonesia terbagi dalam dua skala, yaitu besar dan kecil-menengah.
Di Jawa Timur daerah yang paling banyak terdapat sentra industri tapioka skala industri
kecil menengah (IKM) terletak di Kabupaten Kediri, dengan 7 sentra yang tersebar di 4
kecamatan.
Sentralisasi industri tapioka memberikan dampak baik positif maupun negatif pada
berbagai aspek termasuk lingkungan. Dampak negatif antara lain akumulasi dan illtensitas
polutan yang tinggi di kawasan tersebut. sedangkan sisi positifnya adalah kemudahan
dalam pembinaan lingkungan industri.
Pencemaran lingkungan disebabkan oleh volume limbah yang besar dan pembuangan
langsung ke lingkungan tanpa pengolahan yang memadai. Tingkat kesadaran pengusaha
dan kemampuan finansial menjadi kendala di dalam penanganan limbah industri tapioka.
Produksi bersih (cleaner production) menjadi strategi yang potensial diterapkan pada
industri tapioka karena ada peran aktif pelaku industri, nilai tambah langsung, dan
pengurangan resiko lingkungan (Fauzi, M. 2006).
Dalam rangka meningkatkan daya saing industri tapioka dan menciptakan green
industry maka perlu dikaji altematif-altematif strategi produksi bersih yang dapat
diterapkan di sentra industri kecil tapioka (Fauzi, M. 2006)..
Kajian ini meliputi identifikasi proses produksi, status produksi bersih pada industri
kecil tapioka dan peluang penerapan lebih lanjut, dan eara memperbaiki efisiensi produksi
melalui penerapan produksi bersih.
1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada laporan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pabrik mendapatkan bahan baku dan energi untuk pembuatan tapioka?
2. Bagaimana proses pengolahan tapioka?
3. Bagaimana cara mengatasi limbah dari pembuatan tapioka?
4. Bagaimana penerapan Teknologi Bersih pada pabrik pembuatan tapioka?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari laporan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pabrik mendapatkan bahan baku untuk pembuatan
tapioka
2. Untuk mengetahui proses pengolahan tapioka
3. Untuk mengetahui cara mengatasi limbah dari pembuatan tapioka
4. Untuk mengetahui penerapan Teknologi Bersih pada pabrik pembuatan tapioka
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari laporan ini adalah sebagai berikut:
1. Kita dapat mempelajari bahan baku dan energi untuk pembuatan tapioka
2. Kita dapat mempelajari proses pengolahan tapioka
3. Kita dapat mempelajari cara penanggulangan limbah dari sisa-sisa pembuatan tapioka
4. Kita dapat mempelajari penerapan teknologi bersih pada pabrik pembuatan tapioka
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teknologi Proses Industri Menengah Tapioka Kabupaten Kediri
2.1.1 Tinjauan Teknologi Proses
Pada industri menengah tapioka kabupaten Kediri ini menggunakan beberapa alat
berikut, yaitu:
1. Mesin Pemarut Ketela dan ayakan plus penggerak
Gambar 1. Alat Pemarut Ketela dan ayakan plus penggerak
(Anonim, 2012)
Alat ini berfungsi untuk memarut ketela dan juga bisa terdapat ayakan dengan
penggerak.
2. Oven Pengering
Oven pengering ini berfungsi untuk mengeringkan bahan pembuatan tapioca.
3. Mesin Penepung (Disk Mill)
Mesin penepung ini berfungsi untuk membuat tepung
Gambar 2. Mesin penepung
(Anonim, 2012)
4. Genset
Genset ini berfungsi untuk pemberi daya energi listrik, atau juga genset ini
sebagai alternatif energi untuk pabrik tersebut.
3
5. Bak Pengendapan dan Bak Penampung Limbah
Bak pengendapan dan bak penampung limbah ini berfungsi mengendap bahan
dan menampung limbah dari pembuatan tapioka tersebut.
2.1.2 Tinjauan limbah cair
2.1.2.1 Sumber dan karakteristik limbah Cair serta pengaruhnya terhadap lingkungan
Limbah cair industri tapioka tradisional mencapai 14–18 m3 per ton ubi kayu.
Dengan teknologi yang lebih baik jumlah limbah cair dapat direproduksi menjadi 8
m3 /ton ubi kayu. Limbah cair industri tapioka mengandung padatan tersuspensi –
10.000 mg/L dan bahan organik 1.500 – 5.300 mg/L.22
Dalam prosesnya, industri tepung tapioka mengeluarkan tiga macam limbah yaitu
limbah padat, gas dan limbah cair. Proses pengolahan singkong menjadi tepung
tapioka akan menghasilkan limbah 2/3 sampai 3/4 dari bahan mentahnya. Limbah
padat berasal dari proses pengupasan kayu dan proses pemerasan serta penyaringan
(ampas dan onggok). Limbah cair berasal dari pencucian ubi terutama terdiri atas
polutan organik, kulit ubi, tanah atau pasir serta proses suspensi tepung. Limbah gas
dari persenyawaan organik dan anorganik yang mengandung nitrogen, sulfur dan
fosfor yang berasal dari pembusukan protein. Parameter penting yang menentukan
kualitas limbah cair industri tepung tapioka adalah (Arifin, M. 2012):
Kekeruhan terjadi karena adanya zat organik (sisa pati) yang terurai,
mikroorganisme dan koloid lainnya yang tidak dapat mengendap segera. Kekeruhan
ini merupakan sifat fisik yang mudah dilihat untuk menilai kualitas air limbah tepung
tapioka.
Warna air limbah industri tapioka yang masih baru berwarna putih kekuning-
kuningan dan berbau khas ubi, sedangkan air limbah yang lama berbau basi atau
busuk dan berwarna abu-abu gelap. Bau tersebut akan berubah menjadi asam setelah 1
sampai 2 hari, kemudian air tersebut akan menjadi busuk dan mengeluarkan bau khas
yang tidak sedap. Salah satu zat yang dihasilkan dari proses penguraian senyawa-
senyawa organik adalah asam sulfida, posfor dan amoniak yang menyebabkan air jadi
busuk dan berbau amat menusuk yang tercium pada jarak sampai 5 kilometer.
Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan warna air limbah. Apabila
terjadi pengendapan dan pembusukan zat-zat tersebut di badan air penerima air
buangan. Sehingga akan mengurangi nilai guna perairan tersebut. Padatan tersuspensi
di dalam air cukup tinggi, berkisar 1500-5000 mg/l. Padatan tersuspensi ini
4
merupakan suspensi pati yang terendapkan pada (pengendapan tingginya kandungan
padatan tersuspensi menandakan bahwa proses pengendapan belum sempurna. Nilai
padatan tersuspensi, BOD, COD saling berkaitan tinggi padatan tersuspensi semakin
tinggi nilai COD dan BOD nya.
2.1.2.2. Baku mutu limbah cair
Mutu Limbah Cair adalah keadaan limbah cair yang dinyatakan dengan debit, kadar
dan beban pencemaran. Debit maksimum adalah debit tertinggi yang masih diperbolehkan
dibuang kelingkungan hidup. Kadar maksimum adalah kadar tertinggi yang masih
diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup. Beban pencemaran maksimum adalah beban
pencemaran tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan hidup (Surat
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: 03/MENLH/1998).
Baku mutu limbah industri tapioka yang dipersyaratkan hanya limbah cairnya saja
(Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. KEP-1/MenLH/10/1995)
dengan karakteristik tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Tapioka (Vegantara, D. 2009).
5
2.2. Tinjauan Produksi Bersih dan Penerapannya
2.2.1. Pengertian produksi bersih
Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat
preventif, terpadu dan diterapkan secara kontinu pada proses produksi, produk dan
jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi sehingga mengurangi resiko terhadap kesehatan
manusia dan lingkungan (Nugraha, W. 2008).
2.2.2. Prinsip-prinsip pokok produksi bersih
Produksi bersih adalah strategi pengelolaan lingkungan yang sifatnya mengarah
pada pencegahan dan terpadu untuk diterapkan pada seluruh siklus produksi. Produksi
bersih merupakan sebuah strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif atau
pencegahan dan terpadu yang perlu diterapkan secara terus menerus pada proses
produksi dan daur hidup produk dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia
dan lingkungan Hal tersebut, memiliki tujuan untuk meningkatkan produktivitas
dengan memberikan tingkat efisiensi yang lebih baik pada penggunaan bahan
mentah, energi dan air, mendorong performansi lingkungan yang lebih baik, melalui
pengurangan sumber-sumber pembangkit limbah dan emisi serta mereduksi dampak
produk terhadap lingkungan.
Produksi bersih berfokus pada usaha pencegahan terbentuknya limbah, yang
merupakan salah satu indikator inefisiensi. Dengan demikian, usaha pencegahan
tersebut harus dilakukan sejak awal proses produksi dengan mengurangi terbentuknya
limbah serta pemanfaatan limbah yang terbentuk melalui daur ulang. Keberhasilan
upaya ini akan menghasilkan penghematan yang besar karena penurunan biaya
produksi yang signifikan sehingga pendekatan ini dapat menjadi sumber pendapatan.
Dalam strategi pengelolaan lingkungan melalui pendekatan produksi bersih, segela
upaya dilakukan untuk mencegah atau menghindari terbentuknya limbah. Keterpaduan
dalam konsep produksi bersih dicerminkan dari banyaknya aspek yang terlibat seperti
sumber daya manusia, teknik teknologi, financial manajeria dan lingkungan. Strategi
produksi bersih menekankan adanya upaya pengelolaan lingkungan secara terus-
menerus. Suatu keberhasilan atau pencapaian target pengelolaan lingkungan bukan
merupakan akhir suatu upaya melainkan menjadi input bagi siklus upaya pengelolaan
lingkungan berikutnya. Mengurangi risiko dalam produksi bersih dimaksudkan dalam
6
arti risiko keamanan, kesehatan, manusia dan lingkungan serta hilanganya sumber daya
alam dan biaya perbaikan atau pemulihan. Produksi bersih diperlukan sebagai suatu
strategi untuk mengharmonisasikan upaya perlindungan lingkungan dengan kegiatan
pembangunan atau pertumbuhan ekonomi, mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan, memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka
panjang, mencegah atau memperlambat terjadinya proses degradasi lingkungan dan
pemanfaatan sumberdaya alam melalui penerapan daur ulang limbah serta memperkuat
daya saing produk di pasar internasional. Prinsip-prinsip pokok dalam produksi bersih
adalah :
1. Mengurangi atau meminimumkan penggunaan bahan baku, air, dan energi serta
menghindari pemakaian bahan baku beracun dan berbahaya serta mereduksi
terbentuknya limbah pada sumbernya, sehingga mencegah dari atau mengurangi
timbulnya masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan serta risikonya terhadap
manusia.
2. Perubahan dalam pola produksi dan konsumsi berlaku baik terhadap proses maupun
produk yang dihasilkan, sehingga harus dipahami betul analisis daur hidup produk.
3. Upaya produksi bersih tidak dapat berhasil dilaksanakan tanpa adanya perubahan
dalam pola pikir, sikap dan tingkah laku dari semua pihak terkait baik dari pihak
pemerintah, masyarakat maupun kalangan dunia (industriawan). Selain itu juga, perlu
diterapkan pola manajemen di kalangan industri maupun pemerintah yang telah
mempertimbangkan aspek lingkungan.
4. Mengaplikasikan teknologi akrab lingkungan, manajemen dan prosedur standar
operasi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak
selalu membutuhkan biaya investasi yang tinggi, kalaupun terjadi seringkaliwaktu
yang diperlukan untuk pengembalian modal investasi relatif singkat.
5. Pelaksanaan program produksi bersih ini lebih mengarah pada pengaturan sendiri dan
peraturan yang sifatnya musyawarah mufakat dari pada pengaturan secara command
control. Jadi, pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan
peraturan pemerintah saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk mengubah
sikap dan tingkah laku.
Produksi Bersih dapat dijadikan sebuah model pengeloaan lingkungan dengan
mengedepankan efisiensi yang tinggi pada sebuah industry, sehingga timbulan/hasil
limbah dari sumbernya dapat dicegah dan dikurangi. Penerapan Produksi Bersih akan
menguntungkan industri karena dapat menekan biaya produksi, adanya penghematan, 7
dan kinerja lingkungan menjadi lebih baik. Penerapan Produksi Bersih di suatu
kawasan industri dapat digunakan sebagai pendekatan untuk mewujudkan Kawasan
Industri Berwawasan Lingkungan
2.2.3. Good Housekeeping
Good housekeeping adalah salah satu pengelolaan internal yang baik sebagai upaya
produksi bersih berupa tindakan sederhana untuk mengurangi pemakaian air, energi
dan bahan-bahan kimia. Upaya-upaya tersebut berkaitan dengan langkah praktis yang
dapat segera dilaksanakan oleh perusahaan. Upaya-upaya tersebut berkaitan dengan
langkah praktis yang dapat segera dilaksanakan oleh perusahaan. Ada Tiga manfaat
apabila perusahaan melaksanakan Good Housekeeping :
- Penghematan biaya
- Kinerja lingkungan hidup lebih baik.
- Penyempurnaan organisasional.
2.2.4. Penerapan produksi bersih
Penerapan produksi bersih bertujuan agar penggunaan sumberdaya berupa bahan
baku, energy dan air lebih efisien serta mengurangi adanya limbah dan emisi. Menurut
(Berkel, 2000) pencegahan dalam rangka pelaksanaan produksi bersih terbagi menjadi lima
jenis pencegahan diantaranya modifikasi produk, sbstitusi input, modifikasi teknologi, good
housekeeping, dan daur ulang limbah. Produksi bersih juga terbukti memberikan nilai tambah
secara langsung kepada industry misalnya penjualan onggok dan limbah tapioka kasar.
Penerapan teknologi bersih dapat dilakukan setiap hari setelah proses produksi,
misalnya saja pencucian bak, perbaikan produksi seperti penggunaan alat pencucian yang
menggunakan baling-baling, serta recovery limbah cair yang masih layak pakai untuk
digunakan proses produksi. Penerapan teknologi bersih pada industri tapioka dapat dilihat
pada tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2. Penerapan teknologi bersih pada industri tapioka
Strategi Aktivitas
Good Housekeeping - Pengenapan air untuk proses roduksi.- Pencucian bak- Perawatan silinder pemarut
8
- Penggunaan jam dinding di Pabrik (agar tercipta disiplin waktu)
- Penggunaan alas untuk menumpuk butiran pati yang tercecer.
- Penggunaan pengaman kepala untuk pekerja.
- Produk layout.- Lantai terbuat dari plester, keramik,
dan semen,
Modifikasi teknologi - Penggunaan mesin pemarut,
gobekan, mesin penghancur, dan
tapir
- Penggunaan mesin diesel yang sama
untuk pompa air dan mesin produksi.
- Penggunaan bak bilas untuk
pencucian.
On site recovery - pemanfaatan kulit untuk pupuk atau
pakan ternak.
- Penjualan onggok
- Penjualan tapioka kasar.
BAB 3
Metode penelitian
3.1 Rancangan penelitian
Dalam penelitian ini Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah gaplek asal
Kabupaten Malang, air dan Na-metabisulfit. Alat yang digunakan antara lain bak
perendam, pemarut kelapa, penyaring dari kain sifon dan widig (perangkat pen-jemur). 9
Pembuatan tapioka terdiri dari tiga prosedur yaitu: (1) pembuatan tapioka tanpa
penggantian air rendaman, (2) pembuatan tapioka dengan mengganti air rendaman, dan
(3) sama seperti prosedur (1) tetapi pada saat pengeringan widig yang digunakan diberi
alas plastik. Dia gram alir pembuatan tapioka perlakuan seperti pada Gambar 1, prosedur
(1) perendaman pati dilakukan selama 24 jam; sedangkan prosedur (2) air perendam pati
diganti sebanyak dua kali dalam sehari, proses pembuatan tapioka berbahan baku gaplek
dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Diagram Alir Pembuatan Tapioka Berbahan Baku Gaplek
Tepung tapioka yang dihasilkan dianilisis sifat fisik-kimia (ren-demen, kadar air,
kadar pati, kadar abu, derajat putih,dan residu sulfit). Analisis data dilakukan secara
statistik dengan uji t berpasangan.Uji kualitassecara sensoris (warna, aroma, dan
kenampakan) menggunakan panelis ahli untuk menge-tahui produk terbaik yang paling
disukai Tepung tapioka yang dihasilkan dianilisis sifat fisik-kimia (ren-demen, kadar air,
kadar pati, kadar abu, derajat putih,dan residu sulfit). Analisis data dilakukan secara
10
statistik dengan uji t berpasangan.Uji kualitassecara sensoris (warna, aroma, dan
kenampakan) menggunakan panelis ahli untuk mengetahui produk terbaik yang paling
disukai.
3.2 Ruang lingkup penelitian
Dalam penelitian ada beberapa aspek yang menjadi perhatian , salah satunya adalah
proses pembuatan tapioka dari mulai persiapan bahan, yaitu singkong yang telah dijemur
hingga sampai menjadi tapioka. Penelitian ini juga membahas penerapan teknologi bersih
apa yang telah dilakukan perusahaan. Limbah yang dihasilkan oleh pabrik tapioka juga
masuk dalam pembahana penelitian ini.
3.3 Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan, Kabupaten Kediri.
3.4. Jenis dan sumber data
Jenis dan sumber data yang kami peroleh dari jurnal dan website-website yang
berkaitan dengan pembahasan dalam penelitian ini.
3.5. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian yang dilakukan pada industri tapioka menggunakan alat-alat
sebagai berikut :
1. Mesin Pemarut Ketela dan ayakan plus penggerak2
2. Oven Pengering
3. Mesin Penepung (Disk Mill)
4. Genset
5. Bak Pengendapan dan Bak Penampung Limbah
3.6. Teknik pengumpulan data
Dalam penelitian ini digunakan studi literatur untuk mengumpulkan data yang
diperlukan guna proses analisi selanjutnya. Literatur yang digunakan diantarnya jurnal,
buku, serta website.
3.7. Analisa data
11
Analisa data produksi bersih pada industri tapioka dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Analisa data penerapan produksi bersih dan pengelolan lingkungan industri
Aktivitas perbaikan Biaya Prioritas
Penyuluhan pekerja Rp. 12.000 ***
Pemanfaatan pemakaian air 0 ***
Penggunaan alat pencuci
mekanis
Rp. 3.000.000,00 *
Penggunaan alat gobegan Rp. 10.000.000,00 ***
Pencucian hak pengendapan
pati setiap hari
Rp. 40.000,00 ***
Pemanfaatan pekerja selama
proses produksi berlangsung
0 ***
Penggunaan bak
penampungan dan
pengolahan limbah cair
terpusat
Rp. 10.000,00 **
Keterangan : * = Kurang, ** = Cukup, *** = Penting
3.8. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2012 sampa 5 oktober 2012.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Data umum perusahaan
12
Profil industri penghasil tapioka di Desa Bulusari, Kecamatan Tarokan, Kabupaten
Kediri adalah sebagai berikut : jumlah tenaga kerja 4-5 tergantung kapasitas produksi
tiap harinya. Jumlah produksi per hari tergantung dari persediaan ubi kayu, pada musim
panen raya ubi kayu kapasitas produksi mencapai 6 ton/hari. Peralatan produksi yang
dimiliki antara lain bak pencucian, pemarut (tipe roll), alat penyaring susu pati (tipe
eksentrik), bak pengendapan (beton berlapis porselin), perangkat pengeringan (anyaman
bambu), bak pembuangan ampas, motor diesel 12 PK.
4.2. Proses produksi dan limbah
4.2.1. Proses produksi
Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Tapioka Berbahan Baku Gaplek
4.2.2. Tinjauan limbah
Pada proses produksi pembuatan tapioka berbahan gaplek ini menghasilkan limbah
padat yang biasa disebut onggok dan limbah cair. Limbah padat berupa kulit dan ampas.
Kulit diperoleh dari proses pengupasan, sedangkan ampas yang berupa serat dan pati 13
diperoleh dari proses penyaringan. Limbah cair industri tapioka dihasilkan selama proses
pembuatan, mulai dari pencucian sampai proses pengendapan. Apabila limbah industri
tapioka tidak diolah dengan baik dan benar dapat menimbulkan berbagai masalah,
diantaranya penyakit gatal-gatal, batuk dan sesak nafas; timbul bau yang tidak sedap;
mencemari perairan tambak sehingga ikan mati; perubahan kondisi sungai (pencemaran)
(Shofyan, 2010).
4.3. Produksi bersih
4.3.1. Upaya produksi bersih yang sudah Dilakukan perusahaan
Produksi bersih merupakan suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat
preventif, terpadu dan diterapkan secara kontinyu pada proses produksi, produk dan jasa
untuk meningkatkan eko-efisiensi sehingga mengurangi resiko terhadap kesehatan
manusia dan lingkungan.
Kualitas limbah cair pati secara garis besar meliputi BOD (Biological Oxygen
Demand) : 3000 – 7500 mg/l; COD (Chemical Oxygen Demand) : 7000 – 30000 mg/l;
pH 4.0 – 6.5; padatan tersuspensi : 1500 -5000 mg/l.
Pada pabrik tapioka ini melakukan usaha produksi bersih dengan menanggulangi
limbah ampas dan cair dengan cara sebagai berikut :
1. Memanfaatkan limbah yang bersangkutan misalnya limbah padat dari industri tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan karbon aktif, kompos, atau makanan ternak.
2. Mendaur ulang limbah yang bersangkutan misalnya air limbah industri setelah melalui suatu proses tententu dapat dimanfaatkan menjadi air proses.
3. Mengolah limbah yang bersangkutan dengan teknologi tertentu, kemudian dibuang ke media pembuangan limbah.
4.3.2. Hambatan dalam penerapan produksi
Hambatan dalam penerapan produksi ini adalah financial biaya pabrik sangat
kurang untuk bisa melakukan produksi bersih.
14
4.3.3. Peluang-peluang Produksi Bersih
Peluang-peluang produksi bersih pada pabrik tapioka ini ialah sebagai berikut :
1. Dapat terciptanya lingkungan bersih pada industri tapioka
2. Dapat menjadikan produk tapioka lebih berkualitas
3. Sanitasi yang efisien dapat menjadi prinsip dari perusahaan tapioka
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada sentra tapioka Kabupaten Kediri mengalami keterbatasan ubi kayu segar sebagai
bahan baku industri tepung tapioka, sehingga produksi tidak bisa berjalan kontinyu
15
sepanjang tahun, hanya mampu berproduksi selama kurang lebih 3 bulan. Kemudian
permasalahan tersebut bisa diatasi dengan cara melakukan substitusi bahan baku dengan
gaplek (ubi kayu kering). Penelitian Wijana dkk. (2006) membuktikan bahwa tapioka
berbahan baku gaplek asal Kabupaten Malang yang dibleaching dengan Na-metabisulfit
(Na2S2O5) mempunyai mutu yang bagus dengan rendemen dan kadar pati yang lebih
tinggi, kadar air lebih rendah dan derajat putih yang sama dengan tapioka berbahan baku
ubi kayu segar.
Proses membuat tapioka itu mengguanakan bahan baku gaplek setelah 3 bulan hasil
produksi ubi kayu itu habis, pada proses pembuatan tapioka berbahan dasar gaplek itu
menghasilkan dua limbah, yaitu limbah cair bekas pemisahan air dan limbah padat yaitu
ampasnya sisa dari penyaringan.
Pada pabrik tapioka ini melakukan usaha produksi bersih dengan menanggulangi
limbah ampas dan cair dengan cara sebagai berikut :
1. Memanfaatkan limbah yang bersangkutan misalnya limbah padat dari industri tapioka
dapat dimanfaatkan sebagai bahan karbon aktif, kompos, atau makanan ternak.
2. Mendaur ulang limbah yang bersangkutan misalnya air limbah industri setelah
melalui suatu proses tententu dapat dimanfaatkan menjadi air proses.
3. Mengolah limbah yang bersangkutan dengan teknologi tertentu, kemudian dibuang
ke media pembuangan limbah.
5.2 Saran
Bagi para pembaca yang telah membaca hasil penelitian ini, kami harapkan dapat
memaklumi jika ada kesalahan dalam penulisan kata. Bagi penulis, semoga hasil yang
didapat dari pembuatan hasil penelitian ini menjadi motivasi yan lebih bermakna bagi
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Bantuan Alat Pembuatan Tepung Tapioka. Diakses tanggal 03-Oktober-2012.
http://translate.google.co.id/?hl=id&tab=wT#en/id/Bantuan%20Alat%20Pembuatan
%20Tepung%20Tapioka.
Arifin, M. 2012. Limbah Cair Tapioka. Diakses tanggal 03-Oktober-2012. http://helpingpeo
pleideas.com/publichealth/index.php/2012/05/limbah-cair-tapioka/3/. 16
Fauzi, M. 2006. Kajian Strategis Produksi Bersih Di Industri Kecil Tapioka. Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor .Bogor. J. Tek. lnd. Pert. Vol. 18(2), 60-65
Nugraha, W. 2008. Studi penerapan produksi bersih (studi kasus pada Perusahaan pulp and
paper serang). Program Studi Teknik Lingkungan FT Undip Jl. Prof. H. Sudarto, SH
Tembalang Semarang. Semarang
Shofyan, 2010. Limbah Industri Tapioka. Diakses tanggal 04-Oktober-2012. http://forum.
upi.edu/index.php?topic=15662.0.
Vegantara, D. 2009. Pengolahan limbah cair tapioka menggunakan Kotoran sapi perah
dengan sistem anaerobik. Departemen Ilmu Produksi Dan Teknologi Peternakan
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor
17