belajar cepat dan efektif sesuai dengan metodologi al quran

30
TEKNIK BELAJAR CEPAT DAN EFEKTIF SESUAI DENGAN METODOLOGI AL QURAN Oleh Fery Darsana Pendahuluan Sejak masa hidup Rasul Allah Muhammad SAW hingga beberapa ratus tahun kemudian setelah beliau wafat, khazanah keilmuan dunia Islam berkembang sangat pesat hingga mencapai puncak kejayaan. Pada masa keemasannya, cendikiawan-cendikiawan muslim tiada henti melahirkan beragam karya ilmiah laksana jamur yang bermunculan di musim penghujan. Tulisan para cendikiawan muslim tersebut sangat beragam mulai dari masalah ‘ubudiyah (peribadahan), syariah, dan khazanah keagamaan lainnya hingga pengetahuan umum seperti filsafat, psikologi, sosiologi, arsitektur, kedokteran, bahkan matematika dan sains. Beberapa karya fenomenal yang dilahirkan para cendikiawan muslim tersebut bertahan hingga saat ini dan dipelajari oleh umat manusia di seluruh penjuru dunia. Sebagai contoh, sebut saja Aljabar (di barat disebut Algebra) yang kelahirannya dirintis oleh Muhammad ibn Musa Al Khawarizmi. Di dalam literatur barat, nama Al Khawarizmi sering ditulis Algorithmi atau Algaurizin. Dari nama inilah muncul istilah algoritma dan logaritma. Sumbangan Al Khawarizmi yang memberikan perubahan paling besar di dalam dunia keilmuan adalah penyelesaian persamaan matematika berderajat satu dan berderajat dua, serta ditemukannya angka nol yang menjadi cikal bakal lahirnya Aljabar. Aljabar adalah salah satu cabang matematika yang kegunaannya tidak tergantikan hingga saat ini. Istilah aljabar atau algebra diambil orang barat dari judul buku yang dikarangnya, yaitu Al Kitab Al Mukhtasar fii Hisab Al Jabar Wal Muqabbalah. Aljabar juga merupakan nama salah satu dari dua langkah yang digunakan untuk persamaan kuadrat, yaitu al jabar (melengkapkan) dan al muqabbalah (menyeimbangkan).

Upload: ferymatematika

Post on 05-Dec-2015

249 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

teknik belajar yang menggali apa yang sudah diajarkan dalam al quran. termasuk mengkaji metodologi bagaimana pola turunnya ayat-ayat quran sebagai contoh pola pembelajaran ideal

TRANSCRIPT

TEKNIK BELAJAR CEPAT DAN EFEKTIF SESUAI DENGAN METODOLOGI AL QURAN

Oleh Fery Darsana

Pendahuluan

Sejak masa hidup Rasul Allah Muhammad SAW hingga beberapa ratus tahun kemudian setelah beliau wafat, khazanah keilmuan dunia Islam berkembang sangat pesat hingga mencapai puncak kejayaan. Pada masa keemasannya, cendikiawan-cendikiawan muslim tiada henti melahirkan beragam karya ilmiah laksana jamur yang bermunculan di musim penghujan. Tulisan para cendikiawan muslim tersebut sangat beragam mulai dari masalah ‘ubudiyah (peribadahan), syariah, dan khazanah keagamaan lainnya hingga pengetahuan umum seperti filsafat, psikologi, sosiologi, arsitektur, kedokteran, bahkan matematika dan sains.

Beberapa karya fenomenal yang dilahirkan para cendikiawan muslim tersebut bertahan hingga saat ini dan dipelajari oleh umat manusia di seluruh penjuru dunia. Sebagai contoh, sebut saja Aljabar (di barat disebut Algebra) yang kelahirannya dirintis oleh Muhammad ibn Musa Al Khawarizmi. Di dalam literatur barat, nama Al Khawarizmi sering ditulis Algorithmi atau Algaurizin. Dari nama inilah muncul istilah algoritma dan logaritma.

Sumbangan Al Khawarizmi yang memberikan perubahan paling besar di dalam dunia keilmuan adalah penyelesaian persamaan matematika berderajat satu dan berderajat dua, serta ditemukannya angka nol yang menjadi cikal bakal lahirnya Aljabar. Aljabar adalah salah satu cabang matematika yang kegunaannya tidak tergantikan hingga saat ini. Istilah aljabar atau algebra diambil orang barat dari judul buku yang dikarangnya, yaitu Al Kitab Al Mukhtasar fii Hisab Al Jabar Wal Muqabbalah. Aljabar juga merupakan nama salah satu dari dua langkah yang digunakan untuk persamaan kuadrat, yaitu al jabar (melengkapkan) dan al muqabbalah (menyeimbangkan).

Al Khawarizmi juga merintis beberapa cabang keilmuan lainnya, seperti: trigonometri, geometri, geografi, dan astronomi. Sumbangan terbesar lainnya dari Al Khawarizmi adalah peta dunia berikut letak geografisnya, yaitu letak sebuah tempat menurut tata koordinat garis bujur dan garis lintang. Peta dunia itu beliau susun sebagai penyempurnaan dari peta dunia yang telah dirintis oleh Ptolameus. Apa yang beliau rintis ini dicatat dengan tinta emas di dalam khazanah ilmu pengetahuan.

Ilmuwan muslim lain yang dicatat namanya dengan tinta emas di dalam sejarah keilmuan dunia adalah Abu Raihan Mumammad ibn Ahmad Al-Biruni. Bapak Sejarah Sains Barat, George Sarton pun begitu mengagumi kiprah dan pencapaian Al-Biruni dalam beragam disiplin ilmu. ”Semua pasti sepakat bahwa Al-Biruni adalah salah seorang ilmuwan yang sangat hebat sepanjang zaman,” cetus Sarton. Al-Biruni didaulat sebagai ilmuwan pendiri tiga cabang ilmu, yaitu: geodesi, antropologi, dan psikologi eksperimental. Karya-karya lain dari Al Biruni membentang luas meliputi berbagai bidang, antara lain:

Astronomi”Dia telah menulis risalah tentang astrolabe serta memformulasi tabel astronomi untuk Sultan Ma’sud”, Papar Will Durant tentang kontribusi Al-Biruni dalam bidang astronomi. Selain itu, Al-Biruni juga telah berjasa menuliskan risalah tentang planisphere dan armillary sphere. Al-Biruni juga menegaskan bahwa bumi itu itu berbentuk bulat. Al-Biruni tercatat sebagai astronom yang melakukan percobaan yang berhubungan dengan fenomena astronomi. Dia menduga bahwa Galaksi Milky Way (Bima Sakti) sebagai kumpulan sejumlah bintang. Pada 1031 M, dia merampungkan ensiklopedia astronomi yang sangat panjang berjudul Kitab Al-Qanun Al Mas’udi.

AstrologiAl-Biruni merupakan ilmuwan yang pertama kali membedakan istilah astronomi dengan astrologi. Hal itu dilakukannya pada abad ke-11 M. Dia juga menghasilkan beberapa karya yang penting dalam bidang astrologi.

Ilmu BumiAl-Biruni menghasilkan sejumlah sumbangan bagi pengembangan Ilmu Bumi. Pada usia 17 tahun, Al-Biruni sudah mampu menghitung garis lintang Kath Khawarizmi dengan menggunakan ketinggian matahari. ”Kontribusi penting dalam geodesi dan geografi telah dibuat disumbangkan Al-Biruni. Dia telah memperkenalkan teknik mengukur bumi dan jaraknya menggunakan triangulasi,” papar John J O’Connor dan Edmund F Robertson dalam MacTutor History of Mathematics. Atas perannya itulah beliau dinobatkan sebagai ‘Bapak Geodesi’.

KartografiKartografi adalah ilmu tentang membuat peta atau globe. Pada usia 22 tahun, Al-Biruni telah menulis karya penting dalam kartografi, yakni sebuah studi tentang proyeksi pembuatan peta.

GeologiAl-Biruni juga telah menghasilkan karya dalam bidang geologi. Salah satunya, dia menulis tentang geologi India.

MineralogiDalam kitabnya berjudul Kitab al-Jawahir atau Book of Precious Stones, Al-Biruni menjelaskan beragam mineral. Dia mengklasifikasi setiap mineral berdasarkan warna, bau, kekerasan, kepadatan, serta beratnya.

Metode SainsAl-Biruni juga berperan dalam memperkenalkan metode sains dalam setiap bidang yang dipelajarinya. Salah satu contohnya, dalam Kitab al-Jamahir dia tergolong ilmuwan yang sangat eksperimental.

OptikDalam bidang optik, Al-Biruni termasuk ilmuwan yang pertama bersama Ibnu Al-Haitham yang mengkaji dan mempelajari ilmu optik. Dialah yang pertama menemukan bahwa kecepatan cahaya lebih cepat dari kecepatan suara.

AntropologiDalam ilmu sosial, Biruni didapuk sebagai antropolog pertama di dunia. Ia menulis secara detail studi komparatif terkait antropologi manusia, agama, dan budaya di Timur Tengah, Mediterania, serta Asia Selatan. Dia dipuji sejumlah ilmuwan karena telah mengembangkan antropologi Islam. Dia juga mengembangkan metodelogi yang canggih dalam studi antropologi.

Psikologi EksperimentalAl Biruni tercatat sebagai pelopor psikologi eksperimental lewat penemuan konsep reaksi waktu.

SejarahPada usia 27 tahun, dia menulis buku sejarah yang diberi judul Chronology. Sayangnya buku itu kini telah hilang. Dalam kitab yang ditulisnya Kitab fi Tahqiq ma li’l-Hind atau Penelitian tentang India, Al-Biruni telah membedakan antara menode sains dengan metode historis.

MatematikaDia memberikan sumbangan yang signifikan bagi pengembangan matematika, khususnya dalam bidang teori dan praktik aritmatika, bilangan irasional, teori rasio, geometri dan lainnya. *)

Al Khawarizmi dan Al Biruni merupakan contoh dari cendikiawan-cendikiawan fenomenal yang pernah dilahirkan dari rahim dunia Islam. Masih banyak cendikiawan besar lainnya yang karyanya melegenda dan masih dipakai hingga saat ini seperti: Ibnu Ruhsdi (Averous), Ibnu Sina (Avicena), dan masih banyak lagi.

Menurut Teori Apersepsi yang diperkenalkan oleh Johan Friedrich Herbart (1776-1841) –seorang psikolog dan filsuf berkebangsaan Jerman – manusia adalah makhluk pembelajar. Belajar pengetahuan, keterampilan, atau pun keahlian yang baru dapat menghadirkan kebahagiaan tak terperi. Mengapa? Sebagai makhluk pembelajar, fitrahnya adalah menikmati proses belajar karena pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang baru memberi pencerahan untuk menjalani hidup yang lebih baik dan lebih indah. Kita bahagia karena keberadaan kita menjadi lebih bermakna dan bermanfaat bagi setiap orang terutama bagi orang-orang yang kita kasihi.

Belajar adalah bagian penting dari kehidupan manusia karena setiap kali kita ingin meningkatkan kualitas hidup kita, entah apapun itu, kita butuh BELAJAR. Ada satu hal yang tidak disadari oleh sebagian besar orang, yaitu BELAJAR merupakan sebuah proses yang membutuhkan keahlian tertentu. Sebagai sebuah proses, BELAJAR dapat kita ubah caranya dan kita tingkatkan efektivitasnya dengan mempelajari TEKNIK BELAJAR CEPAT DAN EFEKTIF. Jika kita memiliki keahlian BELAJAR yang baik, kita akan mampu mempelajari apapun yang kita butuhkan dengan relatif mudah.

Mengingat betapa pentingnya BELAJAR, kita perlu memiliki keahlian yang membuat setiap proses belajar menjadi sebuah aktivitas yang menyenangkan, membangkitkan semangat, cepat dan efektif. Tantangan terbesarnya adalah bagaimana cara menemukan teknik belajar yang paling sesuai dengan fitrah manusia. Kita butuh menggali keahlian BELAJAR yang secara alamiah sebenarnya telah dimiliki setiap manusia pada saat kita bayi dulu -- saat kita begitu cepatnya mempelajari apapun laksana spons menyerap air.

*) catatan: kisah Al Biruni adalah kutipan yang diambil dari beberapa situs internet

Teknik belajar terbaik adalah teknik belajar yang mampu mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki manusia. Akal, pikiran dan tubuh manusia adalah sebuah kesatuan ciptaan Tuhan YME sehingga masuk akal jika kita melihat bagaimana metodologi pengajaran ALLAH SWT sebagaimana yang termaktub di dalam Al Quran. Tulisan ini tidak hanya mengkaji apa yang tertulis di dalam Al Quran, tetapi juga menganalisis metodologi pengajaran yang tersirat di dalam Al Quran. Tentunya dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, analisis yang dilakukan tetap dengan merujuk juga terhadap berbagai teori belajar yang telah ada saat ini.

Secara teknis, ada tiga hal mendasar yang harus dipenuhi oleh sebuah proses belajar yang cepat dan efektif, yakni harus bersifat SPIRITUAL, HOLISTIK, DAN AKTIF. Pembelajaran yang memenuhi ketiga sifat itu selanjutnya penulis sebut sebagai SHolAt Learning, kependekan dari Spritual, Holistic, Active Learning.

SPIRITUAL LEARNING

Cerita Satu

Arman pulang sekolah dengan tergesa-gesa. Di depan pintu, dia melepas sepatu dengan terburu-buru. Kemudian sambil berjalan masuk melepas kaos kaki dan melemparkannya ke atas karpet yang ada di ruang tengah. Segera Arman memburu ke arah televisi, menyalakannya, lalu menghidupkan pemutar cakram DVD tanpa mengganti baju terlebih dahulu. Dia mengeluarkan sebuah cakram DVD dari dalam tasnya, kemudian memasukkannya ke dalam pemutar cakram DVD yang sudah dia nyalakan.

Layar televisi menayangkan adegan seorang bule berkepala plontos memainkan gitar dengan sangat atraktif. Jelas sekali bahwa orang tersebut sangat piawai bermain gitar. Jemarinya dengan sangat lincah menari di atas dawai-dawai gitarnya menghasilkan alunan nada-nada indah. Segera Arman tenggelam menyimak tayangan itu. Matanya begitu fokus. Sikapnya pun menunjukkan seperti tidak ada apa pun yang dapat mengalihkan perhatian dia.

Pemain gitar di dalam tayangan tersebut adalah Joe Satriani, seorang gitaris dan guru bermain gitar yang legendaris. Begitu banyak gitaris terkenal kelas dunia yang pernah merasakan sentuhan emasnya. DVD yang Arman putar adalah pinjaman dari Reyhan sahabat karibnya. Kedua karib tersebut sama-sama sedang tergila-gila belajar bermain gitar.

Cerita Dua

Badri dengan perasaan sedikit panik mengusap peluh yang tiba-tiba berleleran di keningnya. Beruntung dia cepat tersadar untuk segera menenangkan diri. Otaknya segera berputar mencari solusi. Badri menarik nafas panjang secara berulang-ulang, kemudian mengaturnya sedemikian rupa sehingga nafasnya menjadi sangat lembut. Dia terus-menerus mengatur nafasnya sambil membayangkan tarikan dan hembusan nafasnya berubah menjadi selembut sutra hingga semakin lembut dan semakin lembut.

Perlahan dia pelajari kembali soal Fisika yang ada di hadapannya, kemudian berusaha mengingat kembali seluruh informasi yang pernah dia peroleh—apapun itu—yang sekiranya berhubungan dengan soal tersebut. Dia berusaha mengingat apa yang telah diterangkan gurunya ketika duduk di bangku SMA. Dia berusaha mengingat praktikum Fisika Dasar yang dilakoninya ketika menjadi mahasiswa tingkat satu di ITB. Dia berusaha menggali setiap hal yang pernah dia baca dan dia tonton di manapun. Kemudian otaknya berputar mencari keterkaitan dari semua kepingan informasi yang dia peroleh itu. Badri begitu fokus menyusun setiap kepingan informasi yang dia punya sehingga aha..! Dia memperoleh gambaran apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan soal Fisika tadi.

Badri adalah seorang mahasiswa ITB tingkat akhir yang mencari tambahan uang saku dengan mengajar privat Matematika, Fisika, dan Kimia. Saat itu, Badri sedang mengajar siswa salah satu SMA favorit di Kota Bandung dan sedang diminta untuk menjelaskan penyelesaian salah satu soal Fisika yang sangat sulit.

Analisis

Motivasi = motif (alasan) untuk sebuah aksi

Proses belajar dapat berlangsung cepat dan efektif jika Subyek Pembelajar memiliki motivasi yang sangat kuat di dalam dirinya. Agar memiliki motivasi yang kuat, harus ada alasan sangat kuat mengapa subyek perlu mempelajari suatu hal. Semakin kuat dan dalam intensitas alasan yang subyek miliki, semakin mudah untuk terfokus pada apa yang sedang dia pelajari.

Di dalam berbagai teori belajar terkini, semuanya sepakat bahwa proses belajar berlangsung cepat dan efektif jika Subyek Pembelajar berada dalam kondisi mental yang tenang dan terfokus secara mendalam terhadap apa yang sedang dipelajarinya. Para ahli menyebut kondisi mental seperti ini terjadi saat gelombang otak sedang berada di dalam fase alfa. Fase alfa adalah suatu kondisi ketika gelombang otak sedang berada pada kisaran frekuensi 9 – 13 Hz. Di bagian lain tulisan ini akan dibahas secara lebih mendalam mengenai fase alfa dan berbagai keajaibannya, berikut fase-fase gelombang otak lainnya.

Kondisi termotivasi yang sangat kuat memudahkan seseorang untuk secara alamiah masuk ke dalam kondisi alfa. Alasan kuat yang mendasari motivasi Subyek tidak harus sesuatu yang bersifat spiritual ketuhanan atau alasan hebat dan agung lainnya, tetapi bisa saja spiritual sederhana yang sifatnya keseharian biasa. Pada cerita pertama alasannya adalah Arman percaya bahwa dirinya akan mendapatkan penghargaan yang lebih baik dari teman sebayanya jika ia memiliki skill bermain gitar di atas rata-rata. Pada cerita kedua alasannya adalah Badri ingin memuaskan permintaan

siswa privatnya karena takut diberhentikan sebagai guru privat siswa tersebut, sementara dirinya sangat membutuhkan uang tambahan untuk melengkapi koleksi buku teks kuliahnya.

Yang dibutuhkan untuk sebuah proses belajar cepat dan efektif adalah kuatnya intensitas kebutuhan psikologis dirasakan. Hal ini bergantung pada seberapa dekat konteks materi pembelajaran dengan kebutuhan Subyek Pembelajar saat itu. Semakin kuat intensitas kebutuhan Subyek terhadap obyek yang dipelajarinya, semakin mudah berada di dalam fase alfa. Di dalam konsep Quantum Learning, proses pembelajaran dimulai dengan menggali AMBAK Metode pembelajaran yang mendekatkan konteks materi pelajaran dengan kebutuhan hidup sehari-hari dikenal sebagai Metode Pembelajaran kontekstual.

Apa yang membedakan alasan yang benar-benar hebat dan agung, seperti: mencari ridlo ALLAH SWT, berbakti pada nusa dan bangsa, menjadi manusia yang berguna, menjadi ilmuwan hebat, menjadi arsitek ulung dan semacamnya; dengan alasan keseharian yang sederhana, seperti: menyenangkan hati orang tua, ingin disenangi teman, ingin populer, ingin eksis dan semacamnya? Jawabannya adalah alasan yang benar-benar hebat dan agung menyediakan motivasi yang bertahan lama (everlasting motive), sementara alasan yang bersifat keseharian sederhana tidak akan bertahan lama (temporary motive).

Keterkaitan kontekstual materi ajar dengan kebutuhan psikologis Subyek Pembelajar bisa diperoleh dari:

1. Secara internal timbul dari kebutuhan Subyek jauh sebelum dia menjalani proses belajar . Biasanya kebutuhan tersebut dibangkitkan oleh pengalaman Subyek jauh sebelumnya. Contohnya, Ramadhan sangat termotivasi untuk menjadi seorang dokter spesialis penyakit dalam karena gambaran kehidupan yang tertanam di dalam benaknya semenjak usia dini. Ketika ia kecil, ibunya kerap bercerita mengenai kehidupan salah seorang pamannya yang berprofesi sebagai dokter spesialis penyakit dalam terkemuka di kotanya. Ramadhan kecil menangkap kesan melalui cerita ibunya, bahwa kehidupan seorang dokter spesialis penyakit dalam itu sangat menyenangkan. Mengapa? Karena pamannya tersebut sangat dihargai oleh kerabat dan masyarakat sekitarnya. Selain itu, kehidupan pamannya itu bisa dibilang serba berkecukupan.

2. Harus dibangkitkan melalui gambaran yang terang, jelas dan jernih mengenai MASALAH apa yang akan dihadapi Subyek jika tidak belajar, dan MANFAAT apa saja yang akan diperoleh Subyek jika belajar. Menurut teori NLP (Neuro Linguistic Programming), motivasi ada yang bersifat MENGHINDARI sesuatu yang menyakitkan atau tidak menyenangkan, dan ada motivasi yang bersifat MENGEJAR sesuatu yang diimpikan atau menyenangkan. Motivasi yang diberikan akan lebih kuat apabila kedua hal tersebut digambarkan secara terang, jelas dan jernih. Menurut kajian NLP pula, urutan yang terbaik adalah diberikan terlebih dahulu motivasi yang bersifat MENGHINDAR, baru kemudian yang bersifat MENGEJAR. Contohnya, Fathir tiba-tiba saja menjadi sosok yang sangat rajin belajar. Rupanya dua orang teman sepermainan yang kebetulan usianya setahun di atas dia mengalami dua nasib yang bertolak belakang. Teman yang pertama gagal menembus perguruan tinggi favorit yang dicita-citakannya padahal selama ini Fathir mengenalnya sebagai sosok yang sangat cerdas. Sayangnya, dia cenderung agak pemalas karena berkat kecerdasannya selama ini selalu memperoleh nilai yang bagus tanpa melalui kerja keras. Sementara teman yang kedua berhasil menembus program studi STEI di ITB. Fathir mengenalnya sebagai sosok sederhana yang seringkali kesulitan memahami beberapa pokok bahasan tertentu. Namun, ternyata di balik kesederhanaannya tersebut hadir sosok tangguh yang selalu bersemangat menghadapi setiap tantangan serta pantang menyerah setiap menghadapi kesulitan. Gambaran MASALAH dan MANFAAT ini intensitasnya menjadi dalam dan kuat karena terjadi pada orang-orang yang Fathir kenal sangat dekat.

Ayat-ayat pertama Al Quran diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril di dalam sebuah tempat bernama Gua Hira. Gua itu terletak pada sebuah bukit bernama Jabal Nur yang berjarak sekitar 5 km di utara kota Mekkah. Saat itu Muhammad sedang berkhalwat, yaitu pergi ke sebuah tempat yang jauh dari keramaian untuk menyendiri. Tujuannya untuk menenangkan pikiran dan berdoa kepada Tuhan agar diberikan petunjuk untuk mengatasi persoalan dekadensi moral dan akhlak masyarakat pada saat itu. Kemudian Allah SWT berkenan memberikan jawaban dengan menurunkan wahyu pertama melalui perantaraan Malaikat Jibril.

Wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah surat Al ‘Alaq ayat 1 – 5, yang terjemahannya:

1. BACALAH, dengan nama TUHAN-mu Yang telah menciptakan!

2. Yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

3. BACALAH! dan TUHAN-mulah Yang Maha Pemurah.

4. Yang mengajarkan dengan perantaraan pena (tulisan).

5. Mengajari manusia apa yang tidak diketahuinya.

Wallahu a’lam bissawab

Perintah pertama Allah SWT adalah untuk membaca (belajar) dengan nama Tuhan yang telah menciptakan, yaitu Yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Perintah kedua pun senada, yaitu perintah untuk membaca (belajar) dan mempersaksikan bahwa Tuhannya manusia adalah Maha Pemurah. Salah sifat pemurah-Nya yang paling penting adalah mengajarkan dengan perantaraan pena (tulisan) kepada manusia apa-apa yang tidak diketahuinya. Kita dapat menyimpulkan bahwa bingkai keseluruhan wahyu pertama Allah SWT adalah BELAJAR merupakan hal pertama dan utama untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

Ayat lainnya menyatakan secara tegas keutamaan orang yang berilmu, yaitu akan ditinggikan derajatnya oleh ALLAH SWT beberapa derajat (QS. Al Mujadilah ayat 11). Sebuah hadits bahkan menyatakan bahwa orang berilmu memiliki kedudukan sangat mulia sebagai pewaris para Nabi. Semua hal tersebut secara implisit menyediakan motivasi luhur bagi kita agar menjadi orang yang berilmu tinggi.

Sebuah hadits lain mengajarkan juga untuk tidak pernah berhenti belajar, yakni “Tuntutlah ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahat”. Hadits ini menerangkan bahwa proses belajar tidak dibatasi oleh usia, latar belakang pendidikan, gelar, harta, jabatan ataupun atribut kehidupan lainnya. Semua orang harus tiada henti terus BELAJAR untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Bila perlu, ilmu harus dikejar ke tempat-tempat terjauh sekalipun sebagaimana hadits menandaskan “Tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina”. Inilah yang semestinya menjadi motivasi agung setiap muslim untuk BELAJAR dan BELAJAR secara terfokus dan sungguh-sungguh (kondisi alfa).

Stimulan + Lingkungan Mendukung Fase Alfa

Kondisi alfa juga dapat dicapai dengan memberikan beberapa stimulan tertentu dan lingkungan yang mendukung. Stimulan yang sering digunakan adalah memperdengarkan bebeberapa jenis musik tertentu yang dapat mengantarkan seseorang memasuki fase alfa. Musik tersebut biasanya musik klasik Baroque atau musik jazz Swing yang tenang dan menstimulus turunnya frekuensi denyut jantung. Frekuensi denyut jantung yang rendah akan mengkondisikan tubuh kita untuk menurunkan frekuensi gelombang otak. Stimulan lainnya yang sering digunakan adalah memberikan beberapa jenis aroma wewangian tertentu (aroma therapy) untuk memberikan perasaan rileks dan nyaman secara instan yang merupakan prasyarat tercapainya kondisi alfa. Stimulan tersebut akan bekerja secara efektif apabila diberikan di lingkungan yang mendukung, yaitu tempat yang nyaman, yaitu tempat yang bebas dari berbagai ancaman dan gangguan.

Latihan Tertentu Fase Alfa

Selain stimulan dan lingkungan yang mendukung, latihan-latihan tertentu dapat membantu seseorang mencapai kondisi alfa. Orang yang sudah terlatih dapat memasuki kondisi alfa meskipun lingkungan dan suasana sekitarnya sebenarnya tidak mendukung. Latihan untuk mencapai fase alfa tersebut ada yang menggunakan meditasi, ada yang menggunakan relaksasi dengan mengatur pernafasan, ada yang menggunakan relaksasi dengan menemukan tempat kedamaian di dalam otak

(peaceful mind), dan ada pula yang menggunakan relaksasi dengan bantuan peregangan otot-otot tubuh (progessive muscular relaxation).

Bagi seorang muslim, mengingat segala kebesaran dan keagungan ALLAH SWT (dzikir) merupakan pilihan terbaik untuk mencapai kondisi alfa. Di dalam sebuah ayat Al Quran, ALLAH SWT menandaskan “Sesungguhnya dengan mengingat ALLAH akan menenangkan hati”. Barangkali itulah maksud wahyu pertama memerintahkan untuk membaca (belajar) dengan nama Tuhan Sang Maha Pencipta. Tujuannya agar manusia belajar sambil mengingat Tuhan Maha Pencipta sehingga belajar di dalam kondisi alfa.

HOLISTIC LEARNING

Bulan Februari tahun 1996, dunia olah raga digemparkan oleh sebuah pertarungan terbesar antara juara dunia catur saat itu, Gary Kasparov dari Rusia, dan super komputer Deep Blue dari raksasa dunia IBM Corp. Deep Blue adalah sebuah komputer super berukuran raksasa yang selama bertahun-tahun telah dipersiapkan oleh puluhan programmer IBM dan para jagoan catur kelas dunia. Deep Blue kala itu sudah dibekali pustaka pertarungan ratusan pecatur kelas dunia, dan diklaim dapat memperhitungkan MILYARAN POSISI yang mungkin untuk puluhan langkah ke depan.

Pertarungan yang berlangsung sebanyak enam partai tersebut memberikan hasil..... MENGEJUTKAN! Gary Kasparov memenangkan pertarungan dengan skor 4 – 2. Semua orang nyaris terperangah pada saat itu. Mereka penasaran bagaimana sebuah super komputer yang diklaim memiliki kemampuan nyaris tak tertandingi dapat dikalahkan oleh manusia. Sebuah komentar fenomenal terlontar ketika Gary menjawab pertanyaan dari seorang jurnalis olah raga mengenai rahasia keberhasilannya mengalahkan super komputer Deep Blue. “Deep Blue memang dapat memperhitungkan semua kemungkinan posisi jauh lebih baik daripada yang dapat saya lakukan. Akan tetapi, manusia mempunyai sesuatu yang tidak dimiliki oleh sebuah mesin, yaitu INTUISI”.

Analisis

Belajar Intuitif Memahami Apa yang Bahkan Belum Dipelajari

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, intuisi adalah daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari. Intuisi, jika ditelusuri dari Bahasa Latin berasal dari kata intueor atau intueri, yang berarti untuk merenungkan atau melihat (Zohar & Marshall 2000). Penjelasan yang paling umum adalah intuisi merupakan kemampuan individu untuk menyimpan serta mengakses pengalaman dan pengetahuan mereka dalam pikiran bawah sadar.

Menurut pandangan penulis, intuisi adalah kemampuan memahami gambaran menyeluruh suatu persoalan, padahal data dan fakta pendukungnya belum lengkap. Intuisi muncul ketika pikiran bawah sadar kita melengkapi data dan fakta pendukung yang belum lengkap dengan merekonstruksi apa yang pernah didengar, dilihat, dibaca, ditonton, diraba, dicium atau dirasakan dari berbagai kejadian masa lampau menjadi suatu bentuk pengalaman yang utuh. Bayangkan saja pikiran bawah sadar kita bekerja seperti seseorang yang melengkapi beberapa kepingan puzzle dengan potongan gambar dari koran, majalah, kalender, kain perca, poster film, kardus bekas kemasan susu, dan berbagai sumber lainnya, bahkan yang dari sumber tak terduga sekali pun.

Dengan intuisi, seseorang mampu memahami secara gambaran menyeluruh (holistic) sebelum ada detil data dan fakta yang dianalisis. Contohnya, seseorang merasakan bahwa sahabatnya sedang memiliki masalah yang berat hanya dengan mengamati adanya perbedaan kecil dari cara temannya tersebut tersenyum membalas sapaan dirinya. Dia langsung seolah dapat memahami bahwa sahabatnya sedang membutuhkan dirinya dan dia merasa harus membuat sahabatnya harus membicarakan masalahnya dengan dirinya.

Sebetulnya, ada data dan fakta yang membangun kesimpulan tersebut. Akan tetapi, sebagian besar data tersebut bukan berasal dari kondisi sahabatnya pada saat itu, melainkan dari apa yang telah terjadi dengan sahabatnya di masa lalu, atau apa yang telah terjadi sebelumnya pada diri orang lain, atau bahkan apa yang telah terjadi pada adegan sebuah film yang pernah dia tonton. Hal ini yang mengakibatkan intuisi sering dipahami banyak orang tidak berkaitan dengan intelektualitas dan kemampuan logika seseorang.

Proses pembelajaran sekarang didominasi oleh sistem pendidikan barat yang sejarahnya banyak dipengaruhi oleh kebutuhan masyarakatnya ketika revolusi industri. Tidak heran, sistem pendidikan kemudian berkembang menyerupai proses produksi sebuah barang, seperti:

Semua siswa diperlakukan sama tanpa melihat keistimewaan dan kelebihannya masing-masing menyerupai barang yang diproduksi di atas ban berjalan secara massal (mass production).

Metode pembelajaran menggunakan “banking concept” dengan memasukkan informasi sebanyak-banyaknya ke dalam

otak kita, kemudian saat dibutuhkan semua informasi dipanggil ulang (recall) untuk dipergunakan. Informasi tersebut dimasukkan sesudah dipilah dan dibungkus sangat rapi sesuai dengan kategorinya masing-masing seperti seorang sekretaris memilih dan menyimpan seluruh data ke dalam kotak arsip (box file). Masing-masing kotak diberi label, seperti fisika, matematika, kimia, biologi, bahasa, dan sejarah. Kemudian di dalam masing-masing kotak terdapat kotak-kotak lagi seperti di dalam kotak fisika terdapat kotak mekanika, magnet dan listrik, getaran dan gelombang, fisika modern, optik dan fisika nuklir. Selanjutnya, di dalam kotak mekanika terdapat lagi beberapa kotak seperti kinematika, dinamika, statika, momentum dan impuls, serta usaha dan energi. Demikian seterusnya.

Metode pembelajaran bersifat induktif, yaitu dimulai dengan mempelajari banyak rincian yang bersifat abstrak, kemudian dirangkai untuk menjadi sebuah pengetahuan. Hal ini sangat menyerupai proses produksi di dalam sebuah pabrik, contohnya di pabrik kursi. Terdapat beberapa ruang kerja yang tugasnya berbeda; ada yang membuat jok, ada yang membuat kerangka dari logam, dan ada yang membuat baut dan mur. Kemudian masing-masing bagian tersebut dikirim ke ruang perakitan untuk disatukan menjadi kursi yang utuh.

Metode pembelajaran holistik sangat berseberangan dengan pola pembelajaran ala pabrik tadi. Metode ini menekankan agar setiap kali kita mempelajari apapun selalu dilakukan secara intuitif dan alamiah. Tujuannya agar proses belajar dapat dilakukan dengan singkat dan efektif. Agar proses belajar berlangsung secara intuitif, harus dipenuhi kondisi:

Setiap siswa diberi kebebasan untuk memahami apa yang dia pelajari sesuai dengan cara termudah yang dapat dia lakukan. Otak manusia tidak bekerja dengan rangkaian data dan fakta, apalagi dengan tulisan dan berbagai rumus yang rumit. Pikiran manusia bekerja dengan membayangkan sebuah citra (image) menyerupai penggunaan peta untuk memahami sebuah daerah. Peta tersebut bisa tepat menggambarkan daerah yang diwakilinya, bisa juga kurang tepat mewakili. Akan tetapi, atas dasar peta itulah rute perjalanan akan ditempuh. Citra yang dibayangkan oleh benak manusia menjadi gambaran bagi dirinya untuk memahami apa yang sedang dipelajari. Seperti halnya sebuah peta, citra tersebut mungkin tepat menggambarkan apa yang sedang dipelajari, bisa juga kurang tepat. Semakin rinci sebuah peta dibuat, semakin mudah menentukan rute yang akan digunakan. Semakin jelas citra yang dapat dibayangkan, semakin mudah proses memahami apa yang sedang dipelajari. Untuk memperoleh citra yang jelas dan kuat, gambaran yang dibayangkan harus sehidup mungkin. Citra tersebut harus berbentuk sebuah pengalaman yang utuh, yakni sedapat mungkin melibatkan semua indra ditambah sensasi perasaan yang mengiringinya. Idealnya citra harus seperti sebuah film di mana kita berada di dalam setiap adegan film tersebut sehingga kita tidak hanya dapat melihat dan mendengar, tetapi juga mencium bau, merasakan halus kasarnya sebuah benda, merasakan ketakutan, merasakan kegembiraan, merasakan kesedihan atau apa pun sesuai dengan yang tergambar di dalam citra tersebut.

Belajar merupakan proses mencari berbagai keterkaitan, yaitu keterkaitan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang sudah dipelajari sebelumnya; keterkaitan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang sudah pernah dilihat sebelumnya; keterkaitan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang sudah pernah ditonton dalam tayangan televisi atau bioskop sebelumnya; keterkaitan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang sudah dialami sebelumnya; keterkaitan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang sudah didengar sebelumnya; dan keterkaitan apa yang sedang dipelajari dengan apa yang sudah pernah dirasakan sebelumnya. Semua keterkaitan tersebut tidak hanya dengan apa yang diingat atau disadari, tetapi juga dengan apa yang dirasakan tanpa harus kita ingat penyebabnya karena penyebabnya tersebut sudah disimpan di dalam alam bawah sadar oleh otak kita.

Metode pembelajaran dilakukan secara deduktif, yaitu kita menemukan terlebih dulu gambaran kasar secara keseluruhan, atau saya menyebutnya citra awal dari konsep yang

sedang dipelajari, kemudian memperjelas dan menguatkan citra awal itu dengan mempelajari setiap detil yang menguatkan citra tersebut. Prosesnya menyerupai seseorang memulai menggambar dengan membuat sebuah sketsa, kemudian baru memberi detil pada sketsa tersebut sehingga diperoleh gambar yang jelas dan indah.

PROSES

Yang akan kita bahas saat ini adalah proses pembelajaran, bukan pengajaran. Istilah pembelajaran (learning) merujuk pada suatu hal yang benar-benar berbeda dengan istilah pengajaran (teaching). Perbedaan antara pembelajaran (learning) dan pengajaran (teaching) terletak pada titik fokus prosesnya. Pada proses pembelajaran pusat aktivitas adalah siswa sebagai si pembelajar, sementara pada proses pengajaran pusat aktivitas adalah guru sebagai pengajar.

Teknik belajar holistik sangat berbeda dibandingkan teknik belajar yang selama ini diajarkan dan dilatihkan di bangku sekolah. Selama ini, orang diajarkan untuk berpikir dalam urutan, susunan, dan struktur yang tertata sangat rapi tetapi kaku, yaitu sebuah proses pembelajaran yang hanya mengedepankan penggunaan otak kiri (left hemisphere) saja. Pada teknik belajar holistik, manusia harus menggunakan seluruh potensi diri seutuhnya sehingga

proses belajar dilakukan dengan menggunakan kedua belahan otak, yakni otak kanan (right hemisphere) dan otak kiri (left hemisphere).

Menurut Dr. Glen Johnson, seorang dokter ahli saraf yang tulisannya dikutip Wikipedia, otak kanan lebih banyak berhubungan dengan aktivitas visual terutama proses menggabungkan dan mengorganisasi data secara keseluruhan untuk menyadari sebuah citra. Contohnya otak kita memperoleh beberapa informasi, kemudian himpunan informasi tersebut divisualisasikan belahan otak kanan menjadi gambar sebuah mobil, atau gambar sebuah kursi, atau gambar sebuah rumah. Sementara belahan otak kiri cenderung memainkan peran yang lebih bersifat analitis. Otak kiri bekerja menganalisis informasi yang dikumpulkan dan diorganisir oleh otak kanan. Contohnya, jika otak kanan “melihat” sebuah rumah, otak kiri kemudian akan menganalisisnya sehingga diperoleh kesimpulan seperti, “Oh, aku tahu. Itu adalah rumahnya Paman Joko.”

Proses belajar di hampir semua sekolah formal menggunakan banking concept dan metode pembelajaran induktif. Setiap siswa dibekali berbagai informasi terlebih dahulu, kemudian siswa diharapkan siswa dapat “merakit” sendiri pemahamannya dengan dihadapkan pada beberapa kasus penyelesaian masalah atau bahkan langsung melalui drilling soal. Sering kali pembekalan informasi tersebut dalam bentuk pengetahuan yang abstrak. Akibatnya, banyak siswa yang terampil menyelesaikan soal, tetapi tidak memahami apa yang dia kerjakan. Indikasinya adalah siswa tersebut hanya dapat mengerjakan soal yang menyerupai atau bahkan soal yang sama persis dengan contoh yang telah diberikan. Idealnya, urutan proses belajar adalah mengikuti cara kerja alamiah otak kita, yaitu memperoleh “gambaran menyeluruh” dengan menggunakan belahan otak kanan, kemudian sempurnakan pemahaman tersebut dengan menggunakan analisis belahan otak kiri.

Al Quran – yang menjadi pedoman hidup dan sumber hukum pertama bagi setiap muslim – memiliki karakteristik yang sangat unik dibandingkan dengan buku pedoman hidup dan sumber hukum lainnya. Biasanya, kitab sejenis disajikan dalam bentuk rincian yang menggunakan bahasa yang kaku dan kering seperti yang kita temui di dalam UUD 45 dan KUHP. Akan tetapi Al Quran banyak menyajikan kisah dari umat terdahulu yang merupakan ANALOGI dari kejadian yang dialami umat Nabi Muhammad SAW, serta perumpamaan-perumpamaan yang merupakan METAFORA dari kondisi yang dihadapi umat muslim. Karakteristik ayat-ayat yang turun terlebih dahulu, yakni ayat-ayat Makkiyah, banyak berbicara mengenai konsep Tauhid yang merupakan inti dan gambaran keseluruhan dari keberislaman seseorang. Sementara ayat-ayat yang turun belakangan, yaitu ayat-ayat Madaniyyah, banyak yang merupakan rincian aturan dan hukum (muhkamat). Pola pembelajaran yang dicontohkan Al Quran boleh dibilang merupakan pola pembelajaran yang bersifat holistik, artinya dimulai dari pemahaman secara utuh yang dilanjutkan dengan melengkapi rincian yang dibutuhkan.

Saya membagi proses belajar holistik menjadi tiga tahapan, yaitu:

1. Menemukan kalimat kunci yang membantu kita menemukan gambaran masalah2. Kemudian memberikan kesempatan bagian sadar dan bagian bawah sadar otak kita untuk

menemukan gambaran masalah (citra awal) secara intuitif, dan

Menemukan kalimat kunci

Membentuk Citra Awal secara Intuitif

Eksplorasi untuk Melengkapi Detil

3. Terakhir, Eksplorasi untuk Melengkapi Detil agar diperoleh gambaran atau citra yang lengkap, utuh, dan kuat, sebagai bentuk pemahaman kita.

Tahapan pertama merupakan hasil kerja otak kanan karena menentukan sesuatu yang mewakili seluruh apa yang sedang dipelajari. Tahapan kedua lebih dominan menggunakan belahan otak kanan, tetapi bukan berarti tidak menggunakan belahan otak kiri. Belahan otak kiri digunakan terutama untuk menggali keterkaitan hulu-hilir, tetapi proses memahami dengan membentuk citra awal merupakan kerja belahan otak kanan. Sementara tahapan yang ketiga lebih merupakan proses analisis yang merupakan kerja dari belahan otak kiri. Urutan ini sesuai dengan proses alamiah yang dilakukan otak untuk “memahami sesuatu” seperti dijelaskan oleh dr.Glen Johnson.

Menemukan Kalimat Kunci

Kalimat kunci merupakan fondasi dari proses belajar secara holistik yang kita lakukan. Semua proses dimulai dari kalimat kunci ini yang kemudian dikembangkan menjadi cara kita memahami sebuah materi yang kita pelajari. Kita harus benar-benar tepat di dalam memilih kalimat kunci agar proses belajar holistik dapat memberikan hasil yang maksimum. Oleh karena itu, saya menyarankan bimbingan seorang tentor yang handal dan berpengalaman untuk membimbing kita menemukan kalimat kunci. Contoh kalimat kunci misalnya antara lain:

“Integral merupakan proses yang saling berlawanan arah dengan turunan” “Sifat koligatif larutan adalah sifat-sifat fisika larutan yang dipelajari dalam pelajaran Kimia” “Gaya menyebabkan sebuah benda diam menjadi bergerak, dan sebuah benda bergerak

berubah kecepatannya”.

Membentuk Citra Awal secara Intuitif

Tahap selanjutnya, kita mengembangkan kalimat kunci dengan menggunakan multi interkoneksi, yaitu menemukan segala hal yang terkait dengan kalimat kunci, baik yang terkesan logis maupun tidak logis; menggunakan nalar maupun perasaan; yang berhubungan langsung maupun yang sama sekali tidak berhubungan. Semuanya, asal masih terkait dengan kalimat kunci, kita gunakan untuk memperoleh jejaring informasi yang rapat agar dapat diperoleh pemahaman yang baik. Semakin banyak keterkaitan yang bisa kita bayangkan dan kita rasakan, semakin baik pemahaman yang akan kita peroleh.

Multi interkoneksi tersebut dapat digali dengan mencari: Keterkaitan hulu-hilir, yaitu menemukan penyebab dari apa yang terjadi pada kalimat kunci

dan kemudian menggali akibat yang mungkin terjadi oleh situasi tersebut. Untuk menggali keterkaitan hulu-hilir ini, kita membutuhkan literatur sebagai sumber informasi, atau kita dapat menggunakan bantuan seorang tentor handal dan berpengalaman sebagai nara sumber.

1

(x – 2)2 + y2 = 1

2 3

Keterkaitan kiri-kanan, yaitu menemukan analogi dan metafora. Menemukan analogi dapat dilakukan dengan melengkapi kalimat “Seperti ..., tetapi ....”. Contohnya, Daud AS adalah seorang nabi dan rasul Allah seperti Nabi Muhammad SAW, tetapi diutus hanya untuk kaum Yahudi saja. Metafora adalah sebuah kiasan seperti ungkapan kekhawatiran Johan Cruyff saat Barcelona membeli Neymar da Silva dari Santos untuk disandingkan dengan Lionel Messi. “Tidak mungkin ada dua matahari di dalam sebuah tata surya,” Ujar Johan Cruyff. Atau seperti firman Allah SWT di dalam Surat Al Baqarah ayat 17: “Perumpamaan mereka (orang-orang munafik) adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya mereka dan membiarkan mereka di dalan kegelapan tidak dapat melihat.”

Teknik rekonstruksi, yaitu menemukan citra awal dengan bantuan kalimat kunci, keterkaitan hulu-hilir dan keterkaitan kiri-kanan sebagai kerangka. Prosesnya menyerupai kerja polisi di dalam merekonstruksi beberapa fakta menjadi sebuah rangkaian peristiwa yang utuh. Atau, seperti seorang sutradara film dokumenter membuat sebuah film “story behind...” hasil sebuah investigasi. Keterampilan inilah yang paling penting di dalam teknik belajar holistik yang intuitif.

Lebih Jauh tentang Teknik Rekonstruksi

Teknik rekonstruksi membutuhkan pembahasan yang lebih mendalam karena keterampilan inilah yang menjadi “jiwa” dalam teknik belajar holistik yang intuitif. Kemampuan rekonstruksi yang canggih membuat kita belajar sesuatu dengan sangat sederhana. Begitu sederhananya sehingga terkadang terkaget-kaget sendiri dengan hasil yang diperoleh dengan begitu mudahnya. Dalam banyak kasus yang saya rasakan, kemampuan rekonstruksi membuat saya sering kali “merasa memahami” yang sedang saya pelajari dengan sendirinya seperti diilhamkan begitu saja.

Saya menandai kata “merasa memahami” karena bisa saja pemahaman yang kita peroleh bukan pemahaman yang tepat. Jadi, tetap kita harus mempelajari pemahaman yang sebenarnya. Akan tetapi, mayoritas pemahaman yang saya peroleh terbukti kemudian benar adanya. Kalaupun belum tepat, tidak masalah karena kita telah melangkah maju di dalam usaha memahami apa yang sedang kita pelajari. Berikut ini adalah beberapa pengalaman pribadi saat saya menggunakan teknik rekonstruksi.

Kasus 1 Saya pernah dihadapkan dengan soal matematika yang menanyakan volume sebuah benda yang diperoleh dengan cara memutar 360 °sebuah lingkaran mengelilingi sumbu Y.

Volume benda putar yang diperoleh ketika daerah yang diarsir berikut ini diputar 360 ° mengelilingi sumbu Y adalah … satuan.

Lazimnya, soal ini dipandang sebagai kasus integral volume benda putar sehingga harus diselesaikan dengan menggunakan teknik integrasi. Ternyata saya menemukan kesulitan untuk mengintegralkan soal di atas, dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menemukan jawabannya. Kemudian, saya mencoba cara lain dengan membayangkan benda hasil pemutaran tadi sehingga saya peroleh gambar menyerupai sebuah gelang.

Kemudian, saya membayangkan memotong gelang tersebut sehingga diperoleh bentuk menyerupai tabung yang dipotong miring. Mengapa? Karena keliling bagian dalam gelang lebih pendek dari keliling bagian luarnya.

Saya selanjutnya membayangkan memotong salah satu sisi yang miring untuk dilekatkan pada bagian miring lainnya sehingga diperoleh sebuah tabung sempurna dengan luas alas sama dengan luas lingkaran dan tinggi sama dengan panjang lintasan melingkar yang ditempuh titik pusat lingkaran. Jadi, saya tinggal menentukan volume benda putar tersebut dengan menggunakan rumus volume tabung, yaitu luas alas × tinggi. Aha... itulah volume benda putar yang dicari. Alhamdulillah.

Sekian tahun kemudian, saya baru membaca di dalam sebuah literatur bahwa cara saya untuk

menghitung volume benda putar tersebut adalah menggunakan Teorema Pappus... Subhanallah. Ternyata yang saya sebelumnya perkirakan memperoleh pembenaran secara keilmuan.

Kasus 2 Sekitar tahun 2002, saya membayangkan apa sebenarnya hikmah dari perintah Tuhan untuk berlaku adil. Saya berpikir, pasti keadilan itu membawa keberkahan. Keberkahan seperti apa bentuknya? Yang terpikirkan oleh saya pada saat itu adalah akumulasi hasil keseluruhan terbanyak yang dapat diperoleh oleh semua pihak. Maksudnya, begini. Misalnya saya berjualan makanan di sebuah Pujasera (Pusat Jajanan Serba Ada). Keadilan terjadi jika orang yang berusaha paling baik mendapat hasil paling banyak. Artinya, tempat yang makanannya paling enak dan pelayanannya paling ramah memperoleh pemasukan paling besar. Terjadi persaingan sehat untuk memberikan yang terbaik bagi setiap pelanggan yang datang ke Pujasera itu. Apa yang kemudian diperoleh? Pujasera tersebut akan memperoleh akumulasi pendapatan maksimum.

Akan tetapi jika saya berlaku curang, mungkin saya mendapatkan bagian yang lebih banyak dari semestinya. Asas keadilan bahwa orang yang berusaha paling baik mendapat hasil paling banyak tidak terwujudkan. Ada beberapa pedagang kecewa, dan tidak bersemangat lagi untuk memberikan

yang terbaik bagi pengunjung Pujasera. Mereka berpikir untuk sama-sama melakukan kecurangan seperti yang saya lakukan. Pada akhirnya, Pujasera tempat saya berjualan akan menanggung akibatnya. Pengunjung semakin berkurang dan penjualan semakin menurun.

Kemudian saya mencoba menerapkan pola yang sama untuk menyelesaikan kasus maksimum fungsi dua variabel. Saya membayangkan sebuah persegi panjang yang kelilingnya diketahui. Ternyata, dengan menggunakan differensial diperoleh hasil bahwa luas persegi panjang maksimal jika semua sisi-sisinya sama panjang, atau berbentuk sebuah persegi. Kemudian saya mempertanyakan hubungan kesimetrian dengan nilai optimum sebuah fungsi; Apakah simetri itu akan selalu menghasilkan nilai maksimum?

Dalam kesempatan berikutnya, saya mendapati bahwa nilai maksimum tidak selamanya berhubungan dengan simetri. Ada penentu yang lain. Saya membayangkan apa inti keadilan itu? Adil bukan berarti harus memberikan jatah yang sama kepada setiap orang. Adil berarti memberikan bagian sesuai dengan proporsi kerja setiap orang. Kemudian, saya mendapati “kerja” dari sebuah variabel diwakili oleh pangkat dari variabel tersebut sehingga terciptalah sebuah rumus cepat:

Jika terdapat hubungan ax+by=c, maka nilai maksimum dari f ( x , y )=k xm yn diperoleh

ketika terdapat hubungan proporsional terhadap pangkat ax=( mm+n )c dan

by=( nm+n )c.

Jika terdapat hubungan a x p+b yq=c, maka nilai maksimum dari f ( x , y )=k xm yn

diperoleh ketika terdapat hubungan proporsional terhadap pangkat a x p=( m / pm / p+n/q )c

dan b yn=( n/qm / p+n/q )c.

Hubungan di atas diperoleh secara empiris dan intuitif. Saya saat itu dapat menunjukkan puluhan contoh yang memenuhi hubungan tersebut, tetapi belum dapat menunjukkan pembuktian formal yang bersifat analitis. Beberapa tahun kemudian, barulah saya menemukan cara pembuktian secara analitis yang paling tepat dan sederhana, yaitu dengan menggunakan differensial dari persamaan dengan pengali Lagrange. Bahkan, dengan menggunakan metode tersebut saya dapat membuktikan bahwa sifat di atas dapat diperluas untuk jumlah variabel 3 buah, atau 4 buah, atau bahkan lebih banyak lagi.

Teknik rekonstruksi dilakukan dengan cara membayangkan kalimat kunci, keterkaitan hulu-hilir dan keterkaitan kiri-kanan menjadi sebuah gambar yang hidup seperti memutar sebuah film. Kemudian jadikanlah bayangan tersebut semakin jelas dengan menambahkan unsur pencahayaan, suara, bau, sensasi halus kasar, rasa takut, sedih, gembira atau apa pun yang dapat memperkuat bayangan tersebut. Idealnya seperti kita memutar sebuah film ultra canggih yang membuat kita berada di dalam setiap adegan film tersebut sehingga kita tidak hanya dapat melihat dan mendengar, tetapi juga mencium bau, merasakan halus kasarnya sebuah benda, merasakan ketakutan, merasakan kegembiraan, merasakan kesedihan atau apa pun sesuai dengan yang tergambar di dalam citra tersebut.

Rangkaian hasil penggalian multi interkoneksi yang kita peroleh, bukanlah citra awal yang kita inginkan. Penggalian multi interkoneksi berfungsi untuk memberikan kerangka bagi munculnya citra yang kita harapkan. Citra awal seperti diperoleh begitu saja. Prosesnya menyerupai sebuah ide yang datang secara tiba-tiba. Terkadang kita sudah memperoleh citra awal tanpa penggalian multi interkoneksi secara lengkap, tetapi seperti dihadirkan begitu saja dalam bentuk ilham. Inilah proses yang penulis pahami sebagai peristiwa (ALLAH) mengajari manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. Al ‘Alaq 5).

Proses berpikir seperti ini menyerupai teknik visualisasi yang diperkenalkan oleh Albert Einstein. Konsep teori relativitas diperoleh ketika Einstein membayangkan dirinya sedang menaiki sebuah pesawat yang kecepatannya mendekati kecepatan cahaya. Idenya sederhana! Menurut perhitungan konsep relativitas klasik yang diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton, jika seseorang bercermin di dalam sebuah pesawat yang sedang bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, orang tersebut tidak akan dapat melihat bayangannya sendiri. Einstein menganggap lucu dan janggal apabila seseorang sedang bercermin, tetapi tidak dapat melihat bayangannya sendiri. Dari situlah kemudian Einstein merumuskan sebuah postulat bahwa kecepatan cahaya adalah tetap, tidak bergantung ruang dan waktu, serta merupakan batas kecepatan tertinggi di alam semesta. Postulat ini menjadi dasar bagi perumusan teori relativitas.

Latihan Kecil untuk Meningkatkan Kemampuan Rekonstruksi

Ada mind game sederhana yang biasa saya lakukan untuk meningkatkan kemampuan teknik rekonstruksi, yaitu mengarang asal-usul sebuah kata. Misalnya, saat saya merekonstruksi kata “rumah tangga”. Saya membayangkan Indonesia dahulu merupakan sebuah kawasan hutan belantara yang dipenuhi oleh berbagai satwa buas berbahaya. Rumah-rumah penduduknya saat itu berupa rumah panggung yang menggunakan tangga untuk naik dan turun. Dari sinilah muncul istilah rumah tangga.

Setiap beberapa rumah yang berdekatan terdapat sebuah tangga untuk dipakai bersama. Dari sinilah muncul istilah tetangga untuk orang yang rumahnya berdekatan dengan kita. Kemudian, terkadang timbul perselisihan di antara orang-orang yang rumahnya berdekatan. Dibutuhkan seorang pemimpin untuk meredakan semua perselisihan tersebut. Dari sinilah muncul istilah ketua rukun tetangga.

Saat senggang, para istri saling bercengkerama di atas tangga sambil menunggu suami pulang berladang. Apa yang mereka lakukan? Mereka saling mengambil kutu di kepala temannya. Hanya orang-orang terdekat yang saling mengambil kutu. Terkadang mereka melakukannya sambil bergosip membicarakan temannya yang lain, yang tidak saling mengambil kutu. Kelompok-kelompok saling mengambil kutu itu kadang bertikai satu sama lain. Dari sinilah muncul istilah bersekutu bagi orang-orang yang saling menyatukan kekuatan... Ha..ha..ha.

Eksplorasi untuk Melengkapi Detil

Tahap terakhir, kita melengkapi citra awal tadi dengan beberapa detil teori dan teknis pengerjaan soal. Cara kerjanya menyerupai pemberian sentuhan akhir pada sketsa yang sudah

mendekati bentuk yang diinginkan. Pada tahap ini, pekerjaan kita cenderung lebih kepada proses menganalisis sehingga belahan otak kirilah yang lebih banyak bekerja. Yang kita gali adalah:

Keterkaitan “Batang – cabang – ranting”, yaitu untuk melihat proporsi dan peran dari pokok bahasan yang sedang dipelajari. Tahapan ini lebih banyak menggunakan belahan otak kiri karena diperoleh dari hasil analisis materi. Keterkaitan ini lebih cepat diperoleh jika dibantu seorang tentor yang handal. Contohnya, ketika saya menerangkan tentang integral. Saya mengatakan integral adalah salah satu dari dua proses yang dipelajari di dalam kalkulus, yaitu differensial dan Integral. Dengan menjelaskan ini berarti saya memberi batang untuk cabang yang bernama integral. Kemudian, saya menjelaskan tentang jenis integral, yaitu integral tentu dan integral tak tentu. Berarti saya sedang memberikan ranting.

Selain belajar untuk MEMAHAMI, untuk beberapa kasus tertentu kita belajar untuk mempelajari bagaimana CARA-nya dan bagaimana PENGGUNAAN-nya. Contohnya, ketika kita belajar Integral Matematika, kita mempelajari bagaimana cara mengintegralkan dan bagaimana menggunakan integral untuk beberapa keperluan seperti menghitung luas di antara dua buah kurva atau volume sebuah benda putar.

Setelah tahapan ketiga ini, kita memperoleh citra lengkap yang mewakili PEMAHAMAN kita terhadap apa yang kita pelajari. Namun, tahapan eksplorasi untuk melengkapi detil ini berhenti sampai pada tahap mengetahui saja. Pemahaman yang lebih terhadap CARA dan PENGGUNAAN diperoleh dengan mengulang proses nomor 1 dan proses nomor 2, yaitu menemukan kalimat kunci dan membentuk citra awal secara intuitif.

Contoh Kasus

Saya mencoba menggunakan teknik belajar holistik ini untuk memahami penyakit diabetes yang saya derita. Dari tulisan populer yang pernah penulis baca entah di majalah atau di internet, (saya sudah lupa) diabetes adalah penyakit yang diakibatkan oleh kelebihan kandungan gula (glukosa) di dalam darah. Saya menjadikannya sebagai kalimat kunci.

Saya kemudian mencari keterkaitan hulu dengan mempertanyakan apa penyebab terjadinya kelebihan kandungan glukosa di dalam darah. Ternyata penyebabnya adalah kurangnya pasokan hormon insulin yang berfungsi mengubah gula darah (glukosa) menjadi gula otot (glikogen). Saya kemudian mempertanyakan lebih ke hulu lagi, mengapa insulin tidak mencukupi? Jawabnya karena pankreas tidak bekerja dengan baik; tugas pankreaslah yang memproduksi insulin.

Kemudian saya mulai mencari keterkaitan hilir dengan mempertanyakan akibatnya. Akibat secara langsung adalah otot kurang mendapatkan suplai glikogen sehingga tubuh akan merasa lemas karena kekurangan energi.

Setelah itu saya menganalogikan bahwa gula larut pada darah seperti gula larut pada air. Sama-sama yang larut adalah gula, tetapi pelarutnya berbeda. Jika gula yang dilarutkan semakin banyak, larutan gula semakin kental seperti sirup. Lantas saya berpikir, orang yang memiliki penyakit diabetes darahnya lebih kental dibandingkan darah orang yang normal.

Kemudian saya mengambil metafora aliran darah sebagai aliran air pada sebuah pipa dengan jantung bertindak sebagai pompa dan ginjal bertindak sebagai instalasi penyaring. Saya membayangkan darah mengalir seperti air. Saya melihat air yang mengalir tersebut perlahan-lahan berubah semakin kental dan semakin kental hingga menjadi sirup. Saya melihat pompa bekerja

semakin keras sehingga suhunya semakin panas hingga akhirnya mengalami kerusakan. Saya pun melihat instalasi penyaring air pun bekerja terlalu keras sehingga mengalami kerusakan pula. Lantas saya melihat bagian terjauh dari sistem pipa air mulai mengalami kesulitan untuk memperoleh pasokan air.

Dari bayangan yang saya peroleh, saya menyimpulkan bahwa penyakit diabetes jika dibiarkan berlarut-larut dapat merusak fungsi jantung dan ginjal. Kemudian saya mendapatkan jawaban mengapa ujung-ujung jari tangan dan kaki sering merasa baal dan kesemutan. Penyebabnya adalah titik-titik tersebut yang merupakan bagian terjauh dari jantung kurang mendapatkan pasokan darah secara sempurna. Saya pun mendapatkan jawaban mengapa ketika kandungan gula darah sedang tinggi, saya sering terserang kantuk yang tak tertahankan. Jawabannya karena aliran darah yang membawa oksigen kurang lancar sehingga otak kekurangan oksigen dan tubuh meresponnya dengan menurunkan kebutuhan terhadap oksigen, yaitu saat tubuh kita sedang tidur.

ACTIVE LEARNING

Ada sebuah cerita menarik yang pernah diungkapkan oleh seorang dosen ITB. Menurut beliau, manusia adalah satu-satunya spesies yang dapat memegang pena seperti yang biasa kita lakukan saat sedang menulis. Mahluk hidup lainnya hanya dapat memegang pena dengan menggenggam seperti yang biasa dilakukan bayi berusia setahun saat bermain-main dengan alat tulis. Sekilas ini merupakan sebuah fakta lucu-lucuan saja. Jika kita mengkaji lebih dalam, akan terkait dengan Al Quran surat Al ‘Alaq ayat 4 yang menyatakan bahwa Allah SWT mengajari manusia dengan perantaraan kalam (pena). Kemampuan menulislah yang membuat peradaban manusia berkembang jauh lebih hebat dibandingkan spesies-spesies lain di muka bumi. Melalui tulisan ilmu pengetahuan dapat diwariskan dan dikembangkan.

Membaca dan menulis menjadi fondasi dibangunnya kesadaran untuk memperbaiki kehidupan. Ayat-ayat pertama Al Quran, yaitu surat Al ‘Alaq ayat 1 – 5 memerintahkan secara tegas untuk membaca dan secara tersirat juga untuk menulis. Membaca yang efektif adalah membaca secara aktif, yaitu membaca sambil menghubungkan dengan apa yang telah diketahui sebelumnya, kemudian menempatkannya pada pengetahuan yang sudah dimiliki. Menulis, berarti memasuki level yang lebih tinggi lagi. Menulis berarti belajar mengorganisasikan pemahaman yang dipunyai ke dalam bentuk tulisan.

Menurut keyakinan saya, semestinya kita mampu mempelajari apa pun dengan relatif mudah syaratnya MENEMUKAN CARA YANG TEPAT bagi kondisi kita. Seperti halnya orang yang akan memetik buah pada ranting sebuah pohon: ada yang lebih mudah dengan cara memanjat pohon tersebut; ada yang lebih mudah dengan meloncat dari pagar untuk meraih ranting yang berkaitan, kemudian sesampainya di tanah menarik seluruh cabang terkait ranting tersebut dan barulah memetik buahnya; ada yang lebih mudah meminjam tangga dari tetangga, kemudian menggunakannya untuk meraih buah tersebut; ada yang lebih mudah dengan meluangkan waktu mengambil sebilah bambu panjang, kemudian membelah bagian ujung atasnya untuk digunakan membelit dan menarik tangkai buahnya; atau, ada yang lebih mudah dengan menggunakan ketapel untuk membidik buah tersebut.