bab vi - irbang ii

41
Irigasi dan Bangunan Air II. BAB VI . PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH. V.1 DASAR PERENCANAAN PINTU PEMBILAS................194 V.1.1 Fungsi pintu pembilas. 194 V.1.2 Prinsip Kerja Pembilas Bawah. 194 V.1.3 Angkutan sedimen. 195 V.1.4 Dasar perhitungan yang digunakan. 197 V.1.5 Grafik pembilas bawah. 201 V.2 PERENCANAAN PEMBILAS BAWAH......................211 V.2.1 Penentuan lebar ( b') dan panjang (L) pembilas bawah. 211 V.2.2 Penentuan tinggi pembilas bawah. 213 V.2.3 Masalah terbentuknya rongga udara dibawah plat pembilas bawah. 214 V.2.4 Contoh perhitungan. 215 Poiliteknik Negeri Pontianak

Upload: diana-petra

Post on 13-Dec-2015

245 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

irbang

TRANSCRIPT

Page 1: Bab VI - Irbang II

Irigasi dan Bangunan Air II.

BAB VI . PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS

BAWAH.

V.1 DASAR PERENCANAAN PINTU PEMBILAS.......................................194

V.1.1 Fungsi pintu pembilas. 194

V.1.2 Prinsip Kerja Pembilas Bawah. 194

V.1.3 Angkutan sedimen. 195

V.1.4 Dasar perhitungan yang digunakan. 197

V.1.5 Grafik pembilas bawah. 201

V.2 PERENCANAAN PEMBILAS BAWAH..................................................211

V.2.1 Penentuan lebar ( b') dan panjang (L) pembilas bawah. 211

V.2.2 Penentuan tinggi pembilas bawah. 213

V.2.3 Masalah terbentuknya rongga udara dibawah plat pembilas bawah. 214

V.2.4 Contoh perhitungan. 215

Poiliteknik Negeri Pontianak

Page 2: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 2

BAB VI

PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH.

1 DASAR PERENCANAAN PINTU PEMBILAS.

1.1 Fungsi pintu pembilas.

Pintu pembilas pada suatu bendung berfungsi untuk membilas sedimen yang

tertimbun didepan bendung. Dengan membuka pintu pembilas, maka sedimen yang ada

dapat digelontor. Namun seringkali penggelontoran ini harus dibantu dengan mengeruk

sedimen yang tertimbun tersebut.

Pada bendung sederhana pintu pembilas ini merupakan pintu sorong biasa yang

diletakkan berdampingan dengan mercu bendung. Namun pada bendung yang diletakkan

pada sungai yang banyak membawa sedimen, pintu pembilas tersebut perlu dilengkapi

pembilas bawah.

1.2 Prinsip Kerja Pembilas Bawah.

Konstruksi suatu pembilas bawah pada dasarnya adalah pintu pembilas yang

dilengkapi dengan plat beton yang mendatar yang membagi dua kedalam air didepan

pintu.

Gambar 6.1 Prinsip bentuk Pembilas Bawah.

Dengan demikian terbentuk

terowongan antara plat beton dengan dasar saluran atau lantai bendung. Pintu dihilir

terowongan ini harus selalu terbuka agar selalu terjadi aliran melalui terowongan ini.

Kecepatan aliran ini harus cukup kuat untuk mengangkut sedimen yang tidak

dikehendaki masuk kesaluran. Namun demikian debit yang mengalir terowongan ini

tidak boleh mengurangi debit yang harus dialirkan ke intake. Dengan demikian

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 3: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 3

pembilas bawah ini difungsikan dengan membuka pitu pembilas bawah, selama debit

sungai masih lebih besar dibanding dengan debit yang diperlukan untuk intake dan

pembilas bawah. Pada debit kecil, dimana debit hanya cukup untuk intake, maka

pintu pembilas bawah ditutup.

1.3 Angkutan sedimen.

1. Jenis-jenis sedimen.

Banyaknya sedimen yang masuk ke saluran harus dibatasi baik jumlah maupun

diameternya. Berdasarkan diamaternya, butir-butir atau partikel tanah menurut USDA

( United States Departement of Agriculture ) dibagi atas :

a. Gravel ( kerikil ) diameter lebih dari 1,00 mm.

b. Sand ( pasir ) diameter 0,05 mm - 1,00 mm.

c. Silt ( debu ) diameter 0,002 mm - 0,05 mm.

d. Clay ( lempung ) lebih kecil dari 0,002 mm.

Dari keempat jenis partikel tersebut, partikel debu dan lempung masih boleh masuk

kesaluran karena diperlukan untuk kesuburan tanah. Tapi jenis pasir dan kerikil tidak boleh

masuk ke saluran karena akan menyumbat atau memperkecil penampang saluran.

Berdasar gerakan sedimennya, angkutan sedimen pada saluran terbagi atas dua

jenis :

a. Sedimen dasar ( Bed Load ).

b. Sedimen Layang ( Suspended Load ).

Seringkali dibedakan juga adanya sedimen loncat ( Saltation Load ), yaitu

sedimen yang gerakannya meloncat-loncat, kadang-kadang berupa sedimen dasar dan

kadang-kadang berupa sedimen layang.

Pergerakan sedimen didalam air bergantung antara lain dari faktor - faktor :

a. Kecepatan dan arah aliran.

b. Turbulensi aliran.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 4: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 4

c. Butir/gradasi bahan sedimen.

d. Berat Jenis sedimen.

e. Bentuk butir sedimen.

f. Suhu.

g. Dsb.

Oleh karenanya maka dalam mempelajari angkutan sedimen ini kita harus

mengenal sedimen yang akan masuk kesaluran maupun kondisi aliran pada saluran itu

sendiri.

2. Grafik Hjulstrom.

Grafik Hjulstrom berikut ini memberikan hubungan antara angkutan sedimen pada

diamater tertentu dengan kecepatan aliran. Sebagai sumbu mendatar dari grafik tersebut

adalah diamater butir dalam mm. Sedangkan sebagai sumbu tegak adalah kecepatan aliran

dalam cm/detik. Pada grafik tersebut terdapat dua garis lengkung. Untuk nilai-nilai

dibawah garis bawah menunjukkan kondisi tidak ada angkutan.

Sedang untuk nilai-nilai diatas garis atas menunjukkan kondisi terjadinya

penggerusan. Nilai diantara kedua garis tersebut menujukkan peralihan, dimanauntuk

sedimen yang terangkut aliran baru akan mengendap kalau nilainya sampai pada garis

bawah sedang untuk sedimen yang mengendap baru akan terlepas dari dasarnya pada saat

kecepatan mencapai garis atas.

Sebagai contoh untuk dasar sungai yang terdiri dari butir tanah dengan diamater 1

mm, baru akan tergerus pada kecepatan 30 cm/detik. (perpotongan garis diamater 1mm

dengan garis lengkung yang diatas ). Namun setelah butir ini terangkut, sedimen tersebut

baru akan mengendap pada kecepatan yang lebih rendah yaitu 10 cm/detik ( perpotongan

garis diamater 1 mm dengan garis lengkung yang dibawah ). Jadi untuk mengendapkan

kembali butir yang sudah terangkut diperlukan kecepatan yang lebih rendah dibanding

dengan kecepatan pada saat butir tersebut mulai terangkut.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 5: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 5

Dari grafik tersebut juga kita lihat bahwa untuk diameter butir dibawah 0,2 mm,

semakin kecil diamater butirnya semakin tinggi kecepatan aliran yang diperlukan untuk

melepas butir tanah dari dasar sungai menjadi sedimen yang terangkut aliran. Ini bisa

dipahami karena tanah yang berbutir halus akan mempunyai kohesifitas yang lebih tinggi

dari tanah berbutir kasar. Sehingga untuk kecepatan100 cm/detik misalnya, diamater yang

mulai terangku adalah 0,003 dan 6 mm. Dari grafik tersebut juga kita lihat bahwa untuk

sedimen berbutir halus, tidak mungkin mengendap walau kecepatan sudah mencapai 0,1

cm/detik.

Selain grafik Hjulstrom tersebut, masih ada beberapa grafik yang serupa yang

memberikan gambaran hubungan antara kecepatan aliran dengan diamater butir yang dapat

diangkut. Namun dalam perencanaan Pembilas Bawah ini grafik Hjulstrom ini yang akan

digunakan sebagai dasar.

Gambar 6.2 Grafik Hjulstorm.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 6: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 6

1.4 Dasar perhitungan yang digunakan.

1) Debit aliran diatas mercu bendung.

Untuk aliran melalui mercu bendung, besarnya debit tergantung dari bentuk mercu

yang bersangkutan.

Untuk mercu bulat DPMA misalnya, besarnya debit adalah :

Qb = B' X q

dimana :

Qb = Debit aliran diatas mercu bendung.

B' = Lebar netto mercu.

q = Debit persatuan lebar, berdasar grafik DPMA.

Kalau menggunakan mercu USBR, maka besarnya debit aliran diatas mercu

bendung dihitung menurut rumus :

Qb = C. B' . H3/2

dimana :

Qb = Debit aliran diatas mercu bendung.

B' = Lebar Netto bendung.

C = Koeffisien pengaliran bendung.

H = Tinggi muka air diatas mercu.

2) Debit masuk ke intake.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 7: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 7

Debit aliran yang masuk ke intake, besarnya tetap sesuai dengan luas

pelayanannya. Besarnya debit dihitung berdasar rumus :

Qs = A. a

dimana :

Qs = Debit yang dialirkan ke saluran induk/intake.

A = Luas areal yang dilayani ( Ha ).

a = Kebutuhan air irigasi ( lt/dt/ha ).

3) Debit melalui atas pintu pembilas.

Besarnya debit melalui atas pintu pembilas, dapat dihitung menurut rumus :

Qp = C . B . H3/2

dimana :

Qp = Debit melalui atas pintu pembilas.

B = Lebar pintu bilas.

C = Koeffisien pengaliran yang dihitung menurut rumus :

C = ( 1,78 + 0,27 ( t/m ) )

m = tinggi pintu.

t = tinggi air diatas pintu ( = H )

4) Debit melalui bawah pintu bilas.

Perhitungan debit melalui bawah pintu bilas tergantung pada kondisi aliran yang

terjadi.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 8: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 8

Gambar 6.3 Berbagai kondisi aliran melalui pembilas bawah.

Pada kondisi (a), atau (b), besarnya debit dapat dihitung menurut rumus :

Namun untuk kondisi (c), pengaruh aliran yang melimpah dari atas pintu akan

mempengaruhi besarnya debit yang mengalir melalui bawah pintu. Karena itu penggunaan

rumus tersebut tidak dapat digunakan secra tepat. Untuk itu DPMA telah melakukan

serangkaian percobaan yang menghasilkan grafik aliran pada berbagai keadaan seperti

pada gambar berikut ini.

Dari grafik tersebut didapat besarnya debit yang melalui atas dan bawah pintu.

Debit tersebut setelah dikurangi dengan Qp ( besarnya debit yang melewati atas pintu ),

akan didapat Qu ( debit yang melewati bawah pintu ).

5) Debit menuju Pembilas bawah.

Besarnya debit menuju pembilas bawah merupakan jumlah dari debit melalui atas

dan bawah pintu bilas ditambah dengan debit menuju saluran induk atau intake, atau :

Q1 = Qp + Qu + Qs

6) Debit menuju bendung.

Debit aliran menuju bendung, merupakan jumlah dari debit menuju pembilas

bawah ditambah dengan debit melalui atas mercu, atau :

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 9: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 9

Qt = Q1 + Qb

7) Kecepatan aliran menuju bendung.

Kecepatan aliran menuju bendung dihitung berdasar rumus :

Va = Qt / ( b . h )

dimana :

Va = Kecepatan aliran menuju bendung.

Qt = Debit menuju bendung.

b = lebar sungai.

h = kedalaman aliran dihulu bendung.

Berdasar kecepatan ini dapat dihitung ukuran butir yang dapat diangkut oleh aliran

( garis atas grafik Hjulstrom ), yang dinyatakan sebagai d. Berdasar diamater d ini dapat

dihitung kecepatan yang dapat mengendapkan butir tersebut ( garis bawah grafik

Hjulstrom ), kecepatan ini disebut kecepatan kritis ( Vcr ).

8) Kecepatan aliran mendekati pembilas bawah.

Kecepatan aliran mendekati pembilas bawah ini dihitung menurut rumus :

V1 = Q1 / ( b' . h' )

dimana :

V1 = Kecepatan mendekati pembilas bawah.

Q1 = Debit menuju pembilas bawah.

b' = lebar pelat pembilas bawah..

h' = kedalaman aliran didepan plat pembilas bawah.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 10: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 10

Perlu diperhatikan bahwa ukuran b' itu biasanya diukur serong dan h' itu

kemungkinan lebih besar dari kedalaman sungai karena adanya penurunan lantai didepan

plat pembilas bawah. Berdasar kecepatan aliran ini perlu dicek apakah kecepatan yang

terjadi tidak lebih kecil dari Vcr.

Kalau lebih kecil berarti akan terjadi pengendapan sedimen dimulut pembilas

bawah. Kalau ini terjadi maka aliran melalui bawah pintu harus diperbesar dengan

membuka bukaan pintu bilas bagian bawah.

9) Grafik hubungan antara Vcr dengan V1.

Dengan membuat grafik hubungan antara Vcr dengan V1 akan didapat batas pada

bukaan yang diperlukan pada setiap ketinggian muka air udik.

1.5 Grafik pembilas bawah.

Pada halaman-halaman berikut ini akan disampaikan grafik hubungan antara tinggi

muka air udik pada suatu pembilas bawah dengan debit yang dialirkan oleh pembilas

bawah, baik yang melalui atas pintu bilas maupun yang melalui atas dan bawah pintu bilas.

Grafik tersebut digambar kembali berdasar hasil penyelidikan yang dilakukan oleh

Ir. Moch. Memed Dipl. HE dengan ir. Syarief Sadikin DJ. dari DPMA ( Direktorat

Penyelidikan Masalah Air ) Bandung, yang dikutip dari buku “ PENGELAK

ANGKUTAN SEDIMENT TYPE UNDERSLUICE DENGAN PERENCANAAN

HIDROLISNYA “

Dalam buku tersebut di sampaikan hasil percobaan di laboratorium untuk pembilas

bawqah dengan panjang plat ( L ) dengan ukuran 6,00 meter, 9 meter, 12,00 meter, 15

meter dan 18,00 meter. Namun yang dikutip disini, karena ditujukan untuk perencanaan

bendung sederhana, hanya untuk panjang plat ( P ) sebesar 6,00 meter. Sedangkan tinggi

lubang pembilas bawah ( D ) yang disampaikan dalam laporan tersebut, besarnya 1,00

meter, 1,50 meter dan 2,00 meter. Dan yang dikutip disini hanya untuk besarnya lubang

( P ) sebesar 1,00 meter dan 1,50 meter. Ketinggian pintu atas pembilas bawah ( P ) diukur

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 11: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 11

dari atas plat pembilas bawah yang dilaporkan dalam buku tersebut besarnya 1,00 meter,

1,50 meter, 2,00 meter, 2,50 meter dan tak terhingga. Dan pada halaman berikut ini untuk

ketinggian pintu tak terhingga tidak dikutip.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 12: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 12

Gambar 6.4 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas dan

bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 1,00 meter dan D = 1,00 meter.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 13: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 13

Gambar 6.5 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas dan

bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 1,50 meter dan D = 1,00 meter.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 14: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 14

Gambar 6.6 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas dan

bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 2,00 meter dan D = 1,00 meter.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 15: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 15

Gambar 6.7 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas dan

bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 2,50 meter dan D = 1,00 meter.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 16: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 16

Gambar 6.8 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas dan

bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 1,00 meter dan D = 1,50 meter.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 17: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 17

Gambar 6.9 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas dan

bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 1,50 meter dan D = 1,50 meter.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 18: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 18

Gambar 6.10 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas

dan bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 2,00 meter dan D = 1,50

meter.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 19: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 19

Gambar 6.11 Grafik hubungan ketinggian muka air udik dengan debit melalui atas dan

bawah pintu bilas untuk L = 6,00 meter; P = 2,50 meter dan D = 1,50 meter.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 20: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 20

2 PERENCANAAN PEMBILAS BAWAH.

2.1 Penentuan lebar ( b') dan panjang (L) pembilas bawah.

Yang dimaksud dengan lebar dan panjang pembilas bawah adalah sesuai dengan

gambar VI.11. berikut ini.

Gambar 6.12 Denah pembilas bawah.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 21: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 21

Pada dasarnya lebar pembilas bawah ( b' ) tergantung dari lebar pintu pembilas

( B ), namun lebih lebar karena posisinya yang miring. Sedangkan panjang pembilas

bawah ( L ), pada dasarnya tergantung dari panjang pilar serta kedudukan intake.

Pertimbangan lain dalam penentuan lebar dan panjang pembilas bawah adalah

sebagai berikut :

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 22: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 22

a. Kecepatan menuju pembilas bawah.

Kecepatan aliran menuju pembilas bawah ( V1 ), harus bernilai sekitar 1,00 sampai

1,50 meter per detik, agar diameter butir yang dapat terangkut dan masuk ke terowongan

pembilas bawah berkisar 20 sampai 50 mm. Dan dengan kecepatan itu pula diameter butir

yang menjadi sedimen layang berkisar antara 0,5 mm sampai 0,7 mm.

b. Posisi intake dan pembilas bawah.

Lebar dan panjang pembilas bawah harus memberikan posisi yang baik terhadap

intake dan pembilas bawah itu sendiri, sehingga aliran yang masuk ke intake merupakan

tikungan dan pembilas bawah tersebut terletak pada tikungan luar. Dengan demikian maka

sedimen dasar yang terangkut akan terlempar ke tikungan luar dan jatuh diluar pembilas

bawah.

c. Pengoperasian pintu pada berbagai debit.

Lebar dan panjang pembilas bawah bersama dengan ukuran bukaan pintu dan

ukuran bendung secara keseluruhan, harus dapat menjamin dapat dioperasikannya

pembilas bawah dengan baik pada berbagai debit sungai. Pada debit kecil, pembilas bawah

masih dapat dioperasikan karena dengan bukaan yang kecil kecepatan aliran menuju

pembilas bawah masih mampu mengangkut endapan yang mungkin bertumpuk didepan

pembilas bawah. Begitu juga pada debit besar, pembilas bawah juga masih dapat

dioperasikan karena diameter butir sedimen yang terbawa masuk ke terowongan pembilas

bawah masih belum cukup besar sehingga tidak merusak pembilas bawah.

2.2 Penentuan tinggi pembilas bawah.

Penentuan tinggi pemblias bawah, terutama didasarkan atas pertimbangan bentuk

diagram konsentrasi sedimen pasir ( Cp ), konsentrasi sedimen lempung/clay ( Cc ) dan

konsentrasi sedimen lumpur / silt ( Cs ), sebagai pada gambar VI.12. berikut ini.

Dari grafik tersebut konsentrasi pasir semakin dekat kepermukaan semakin kecil

dan melonjak besar pada kedalaman 1/3 sampai 1/4 dari kedalaman. Sedangkan untk

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 23: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 23

sedimen lempung dan sedimen lumpur hampir sama konsentrasinya baik didekat

permukaan air maupun didasar saluran.

Dengan mengambil tinggi plat pembilas sekitar 1/3 sampai 1/4 dari kedalaman,

diharapkan sebagian besar sedimen pasir dapat masuk ke terowongan pembilas bawah.

Perlu pula diperhatikan bahwa akibat turbulensi, kemungkinan terjadi loncatan-loncatan

sedimen dari sedimen dasar menjadi sedimen layang. Untuk itu karena bergeraknya lapisan

angkutan dasar itu berkisar 0,5 sampai 0,7 meter, maka sebaiknya juga tinggi plat pembilas

bawah ini lebih besar dari 0,7 meter.

Gambar 6.13 Diagram konsentrasi pada pembilas bawah.

Selain itu agar lobang terowongan pembilas bawah ini tidak tersumbat oleh butiran

batu yang terangkut, maka tinggi plat pembilas ini harus jauh lebih besar dari diameter

batu yang mungkin masuk. Dan sebaiknya pula didepan pembilas bawah ini dilengkapi

kisis-kisi penahan sampah untuk membatasi besarnya batu maupun sampah yang masuk.

Kalau kedudukan plat pembilas ini terlalu tinggi, maka kecepatan aliran dibawah plat

pembilas bawah ini akan sangat kecil sehingga tidak mampu mendorong batu yang masuk.

Sebaliknya kalau kecepatan terlalu tinggi, kemungkinan terjadi kerusakan akibat gerusan

batu cukup besar. Dilihat dari segi pelaksanaan, maka tinggi plat pembilas bawah ini tidak

kurang dari 1,00 meter, sehingga kalau terjadi kerusakan atau penyumbatan masih bisa

dilakukan pembersihan atau perbaikan.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 24: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 24

Penentuan panjang serta bentuk plat pembilas bawah ini juga akan mempengaruhi

terbentuknya turbulensi dimulut pembilas bawah. Turbulensi yang tinggi perlu dicegah

agar konsentrasi sedimen layang tidak membesar dan sedimen dasar tidak terkocok

meloncat keatas. Untuk mencegah turbulensi ini selain membatasi kecepatan aliran menuju

pembilas bawah, juga dapat diatasi dengan membuat mulut pembilas bawah mengikuti

garis arus ( streamline ), misalnya dengan membuat lantai pembilas bawah diperpanjang

atau dengan membuat peralihan antara pembilas bawah dengan lantai udik bendung

maupun dasar sungai sebaik mungkin.

2.3 Masalah terbentuknya rongga udara dibawah plat pembilas bawah.

Rongga udara dibawah plat pembilas bawah akan terjadi kalau :

- Pintu dibuka penuh a = D.

- Muka air hilir terlalu rendah.

- Muka air udik terlalu rendah sehingga tidak melimpah di mercu.

- Keadaan muka air udik lainnya.

Terjadinya rongga udara dibawah plat pembilas bawah ini juga akan membentuk

pusaran air ( vortex ) dipermukaan air dihulu pembilas bawah. Akibat terjadinya rongga

udara ini menyebabkan tekanan keatas pada plat pembilas oleh air menjadi hilang sehingga

plat menerima tambahan beban berat sendiri air yang berada diatas plat. Selain itu

terjadinya rongga udara ini dapat menimbulkan terjadinya gejala kavitasi yaitu terjadinya

tekanan negatif pada plat pembilas. Tekanan negatif ini dapat merusak plat pembilas

bawah itu sendiri.

Untuk menghindari terjadinya rongga ini, maka dalam perencanaan pembilas

bawah perlu diusahakan :

a. Membuat ambang dihilir plat sehingga terjadi effek back water.

b. Membulatkan ujung plat pembilas bawah.

Sedangkan dalam pengoperasian pintu perlu di perhatikan :

a. Apabila terjadi pusaran air, pintu bilas bagian bawah diturunkan.

b. Selalu dijaga agar selalu terjadi limpahan air di atas pintu bilas bagian atas.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 25: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 25

-

Gambar 6.14 Ambang hilir pembilas bawah.

2.4 Contoh perhitungan.

Sebagai contoh perhitungan diambil bendung Cikaso seperti gambar V.11 berikut

ini. Data dari bendung tersebut adalah sebagai berikut :

1. Lebar bendung : 52,00 meter.

2. Jumlah dan Lebar pilar : 3 buah pilar jembatan @ 1,00 meter .

1 buah pilar bendung @ 2,00 meter.

1 buah pilar pembilas @ 1,50 meter.

3. Lebar pintu bilas : 2 buah @ 2,50 meter.

4. Lebar plat pembilas: 8,50 meter.

5. Kedalaman air banjir : 6,85 meter.

6. Tinggi pembendungan : 3,35 meter.

Lebar netto bendung tersebut adalah sebagai berikut :

B' = B - b - p - 2 ( n Kp + Ka ) H

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 26: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 26

dimana :

B' = lebar netto bendung.

B = lebar brutto bendung = 52,0 meter.

b = lebar pintu bilas = 5 meter.

p = lebar pilar = 3 x 1,00 + 2,00 + 1,50 = 6,5 meter.

n = jumlah pilar = 5 buah.

Kp = Koeffisien kontraksi pilar = 0,01

Ka = Koeffisien kontraksi abutment = 0,1

H = Tinggi muka air hulu = 6,85 - 3,35 = 3,50 meter.

B' = 52 - 5 - 6,5 - 2 ( 5 . 0,01 +0,1 ) 3,50 = 39,45 meter.

Gambar 6.15 Denah bendung Cikaso.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 27: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 27

1. Menentukan tinggi pembilas bawah.

Karena kedalaman air normal atau tinggi pembendungan = 3,35 meter, maka 1/3 X

3,35 = 1,12 meter. Sesuai dengan grafik yang tersedia digunakan pembilas bawah dengan

D = 1,50 meter dan P = 2,00 meter. Sehingga tinggi pintu dari dasar pembilas bawah

adalah :

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 28: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 28

H = D + P + tebal plat = 1,50 + 2,00 +0,25 = 3,75 meter.

Padahal tinggi pembendungan adalah 3,35 m. Dengan demikian dasar pembilas

bawah harus diturunkan setinggi :

3,75 - 3,35 = 0,40 meter.

Gambar 6.16 Penurunan Dasar Pembilas Bawah.

Tinggi ambang diukur dari muka air normal atau dari mercu adalah 1,30 meter,

sehingga ambang masih lebih tinggi dari plat pembilas bawah dengan jarak : 2,00 - 1,30 =

0,70 meter.

2. Perhitungan pembilas bawah.

Perhitungan pembilas bawah menggunakan daftar berikut ini, dengan penjelasan

sebagai berikut :

Kolom 1 : a.

menunjukkan bukaan pintu mulai dari nilai

a = D = 1,50 meter

a = 3/4 D = 1,125 meter

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 29: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 29

a = 1/2 D = 0,75 meter

a = 1/4 D = 0,375 meter.

Kolom 2 : hu.

Menunjukkan tinggi muka air diukur dari lantai pembilas bawah.

Kolom 3 : hb.

Menunjukkan tinggi muka air diatas mercu = hu - 3,65 meter.

Kolom 4 : t.

Menunjukkan tinggi muka air diatas pintu bilas. Karena kedudukan pintu bilas

lebih rendah 10 cm dari mercu, maka t = hb - 0,10 meter.

Kolom 5 : Qb.

Menunjukkan debit yang melalui atas mercu. (lihat halaman 5 ).

Kolom 6. : Qs.

Menunjukkan debit yang masuk kesaluran induk. Sesuai luas Daerah irigasi yang

akan diairi besarnya debit ke saluran induk = 6,40 m3/detik.

Kolom 7. : Qtu.

Menunjukkan debit yang melewati atas pintu mapun bawah pintu. dihitung

berdasar grafik DPMA.

Kolom 8. : Qp.

Menunjukkan besarnya debit yang melewati atas pintu bilas. ( lihat halaman 6 ).

Kolom 9. : Qu.

Menunjukkan besarnya aliran melalui bawah pintu bilas. Besarnya = Qtu - Qp

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 30: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 30

Kolom 10. : Q1.

Menunjukkan debit yang menuju pembilas bawah = Qtu + Qs.

Kolom 11. : Qt.

Menunjukkan debit total yang menuju bendung = Q1 + Qb.

Kolom 12. : Va.

Menujukkan kecepatan menuju bendung = Qt / ( B . H ). Disini besarnya B adalah

52 meter dan H disini adalah hu - 0,40 meter, yaitu perbedaan lantai pembilas bawah

terhadap dasar sungai.

Kolom 13 : d.

Menunjukkan diameter sedimen yang dapat diangkut oleh aliran dengan kecepatan

Va. ( Garis lengkung atas Grafik Hjulstrom ).

Kolom 14 : Vcr.

Menunjukkan kecepatan yang menyebabkan sedimen dengan diamater d tersebut

akan mengendap ( garis lengkung bawah dari Grafik Hjulstrom ).

Kolom 15 : V1.

Menunjukkan kecepatan menuju pembilas bawah. Besarnya = Q1 /( b' . hu )

dimana b' disini adalah lebar pembilas bawah = 8,50 meter. Besarnya V1 ini kita

bandingkan dengan Vcr. Yang harus dihindari adalah kalau nilai V1 lebih kecil dari

Vcryang berarti pada kondisi ini akan terjadi pengendapan dimulut pembilas bawah. Dan

ini terjadi pada :

a = 1,50 meter pada hu 5,8 meter.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 31: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 31

a = 1,125 meter pada hu 5,8 meter.

a = 0,75 meter pada hu 5,3 meter.

a = 0,375 meter pada hu 5,3 meter.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 32: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 32

Daftar 6.1 : Daftar perhitungan pembilas bawah.

a hu hb t Qb Qs Qtu Qp Qu Q1 Qt Va d Vcr V1

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)

1.500 3.8 0.10 0.00 12.00 6.40 40.25 0.00 40.25 46.65 58.65 0.34 3.5 0.60 1.46

1.500 4.3 0.60 0.50 23.67 6.40 45.50 3.25 42.25 51.90 75.57 0.38 4.0 0.70 1.44

1.500 4.8 1.10 1.00 59.18 6.40 53.50 9.00 44.50 59.90 119.08 0.53 6.0 0.90 1.48

1.500 5.3 1.60 1.50 112.30 6.40 63.35 16.25 47.10 69.75 182.05 0.72 10.0 1.30 1.56

1.500 5.8 2.10 2.00 217.76 6.40 78.00 25.50 52.50 84.40 302.16 1.09 20.0 1.90 1.73

1.125 3.8 0.10 0.00 12.00 6.40 28.50 0.00 28.50 34.90 46.90 0.27 2.5 0.40 1.09

1.125 4.3 0.60 0.50 23.67 6.40 32.00 3.25 28.75 38.40 62.07 0.31 3.0 0.55 1.06

1.125 4.8 1.10 1.00 59.18 6.40 38.75 9.00 29.75 45.15 104.33 0.46 5.0 0.80 1.12

1.125 5.3 1.60 1.50 112.30 6.40 49.50 16.25 33.25 55.90 168.20 0.67 9.0 1.17 1.25

1.125 5.8 2.10 2.00 217.76 6.40 64.50 25.50 39.00 70.90 288.66 1.04 19.0 1.70 1.45

0.750 3.8 0.10 0.00 12.00 6.40 18.75 0.00 18.75 25.15 37.15 0.21 2.0 0.40 0.79

0.750 4.3 0.60 0.50 23.67 6.40 21.25 3.25 18.00 27.65 51.32 0.26 2.5 0.47 0.77

0.750 4.8 1.10 1.00 59.18 6.40 28.75 9.00 19.75 35.15 94.33 0.42 4.5 0.70 0.87

0.750 5.3 1.60 1.50 112.30 6.40 38.25 16.25 22.00 44.65 156.95 0.62 8.0 1.05 1.00

0.750 5.8 2.10 2.00 217.76 6.40 48.75 25.50 23.25 55.15 272.91 0.98 17.0 1.55 1.13

0.375 3.8 0.10 0.00 12.00 6.40 100.25 0.00 100.25 106.65 118.65 0.68 1.5 0.30 3.35

0.375 4.3 0.60 0.50 23.67 6.40 13.25 3.25 10.00 19.65 43.32 0.22 2.0 0.40 0.54

0.375 4.8 1.10 1.00 59.18 6.40 19.50 9.00 10.50 25.90 85.08 0.38 4.0 0.60 0.64

0.375 5.3 1.60 1.50 112.30 6.40 27.75 16.25 11.50 34.15 146.45 0.58 6.5 0.95 0.77

5.8 2.10 2.00 217.76 6.40 37.50 25.50 12.00 43.90 261.66 0.94 15.0 1.40 0.90

Namun untuk mendapat nilai tepatnya kita gunakan grafik berikut ini.

3. Grafik hubungan antara kecepatan dengan tinggi muka air.

Pada grafik berikut ini diga,mbarkan hubungan tinggi muka air diatas pintu bilas

dengan besarnya kecepatan menuju pembilas bawah ( V1 ) dan kecepatan kritis ( Vcr ).

Karena tinggi pintu adalah 3,80 meter, maka kedalaman aliran meunju bendung untuk

setiap kondisi dapat dihitung berdasar rumus ; hu = t + 3,80 meter.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II

Page 33: Bab VI - Irbang II

BAB VI PERENCANAAN PEMBILAS DAN PEMBILAS BAWAH 33

Dari grafik tersebut dapat kita lihat bahwa pada bukaan a = D = 1,50 meter,

besarnya V1 akan lebih kecil dari Vcr pada t = 1,80 meter. Sedangkan pada bukaan a =3/4

D = 1,125 meter, besarnya V1 akan lebih kecil dari Vcr pada t = 1,60 meter. Dan untuk

bukaan a = 1/2 D = 0,75 meter, besarnya V1 akan lebih kecil dari Vcr pada t = 1,40 meter.

Dan pada bukaan a = 1/4 D = 0,375 meter, besarnya V1 akan lebih kecil dari Vcr pada t =

1,06 meter.

Ini berarti bahwa bukaan 1/4 D = 0,375 hanya dapat digunakan sampai t = 1,06

atau hu = 3,80 + 1,06 = 4,96. Untuk bukaan 1/2 D atau 0,75 meter hanya dapat digunakan

sampai t = 1,40 meter atau hu = 3,80 + 1,40 = 5,20 meter. Untuk bukaan 3/4 D = 1,125

meter hanya dapat digunakan sampai t = 1,60 meter atau hu = 3,80 + 1,60 = 5,40 meter.

Dan untuk t diatas 1,80 meter atau hu diatas 1,80 + 3,80 = 5,60 meter pembilas bawah

sudah tidak mampu menyedot sedimen walaupun pintu dibuka penuh. Untuk itu untuk hu

yang lebih besar dari 5,60 pintu bilas bagian bawah harus ditutup.

Bahan ajar Irigasi dan Bangunan Air II