fiqih jual beli kelas vi smt ii

Upload: ilham-doankz

Post on 05-Oct-2015

131 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

ARSIP 2015

TRANSCRIPT

  • Al-QuranDalil hukum jual beli di dalam Al-Quran, dian aranya terdapat pada ayat-ayat berikutini: Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS Al-Baqarah:275)

  • As-SunahDi dalam As-sunah, disyariatkannya jual beli terdapat pada hadits-hadits berikut: Rasulullah SAW ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik. Beliau menjawab,Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual-beli yang mabrur (HR. Bajjar, Hakim menyahihkannya dari Rifaah Ibn Rafi). Maksud mabrur dalam hadits di atas adalah jual beli yang terhindar dari tipumenipu dan merugikan orang lain. Jual beli harus dipastikan saling ridha. (HR. Baihaqi dan Ibnu Majah)

  • IjmaDalil kebolehan jual beli menurut Ijma ulama adalah: Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mempu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.

  • Sama-sama ridha baik penjual maupun pembeli, kecuali orang yang dipaksa dengan kebenaran. Bahwa boleh melakukan transaksi, yaitu dengan syarat keduanya orang yang merdeka, mukallaf, lagi cerdas.Yang dijual adalah yang boleh diambil manfaatnya secara mutlak (absolut). Maka tidak boleh menjual yang tidak ada manfaatnya, seperti nyamuk dan jangkerik. Dan tidak boleh pula yang manfaatnya diharamkan seperti arak dan babi. Dan tidak boleh pula sesuatu yang mengandung manfaat yang tidak dibolehkan kecuali saat terpaksa, seperti anjing dan bangkai kecuali belalang dan ikan.

  • Yang dijual adalah yang boleh diambil manfaatnya secara mutlak (absolut). Maka tidak boleh menjual yang tidak ada manfaatnya, seperti nyamuk dan jangkerik. Dan tidak boleh pula yang manfaatnya diharamkan seperti arak dan babi. Dan tidak boleh pula sesuatu yang mengandung manfaat yang tidak dibolehkan kecuali saat terpaksa, seperti anjing dan bangkai kecuali belalang dan ikan.Bahwa yang dijual adalah milik sang penjual, atau diijinkan baginya menjualnya saat transaksi.Bahwa yang dijual sudah diketahui bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi dengan melihat atau dengan sifat.Bahwa harganya sudah diketahui.Bahwa yang dijual itu sesuatu yang bisa diserahkan, maka tidak boleh menjual ikan yang ada di laut, atau burung yang ada di udara, dan semisal keduanya, karena adanya unsur penipuan. Dan syarat-syarat ini untuk menampik kedzaliman, penipuan, dan riba dari kedua belah pihak.

  • Dalam menetapkan rukun jual beli, di antara ulama terjadi perbedaan pendapat. Menurut Ulama Hanafiyah, rukun jual beli adalah ijab dan qabul yang menunjukkan pertukaran barang secara ridla, baik dengan ucapan maupun perbuatan. Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama yaitu:bai (penjual)mustari (pembeli)shighat (ijab dan qabul)maqud alaih (benda atau barang)

    Al-Mushlih menguraikan tentang syarat jual beli yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku serta syarat yang berkaitan dengan obyek jual belinya.

  • Pihak-pihak pelaku harus memiliki kompetensi dalam melakukan aktivitas itu, yakni dalam kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih. Tidak sah transaksi yang dilakukan anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa.

  • Obyek jual beli tersebut harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan milik penuh salah satu pihak. Tidak sah memperjualbelikan barang najis atau barang haram seperti darah, bangkai dan daging babi. Karena benda-benda tersebut menurut syariat tidak dapat digunakan. Di antara bangkai, tidak ada yang dikecualikan selain ikan dan belalang. Dari jenis darah juga tidak ada yang dikecualikan selain hati dan limpa, karena ada dalil yang mengindikasikan demikian.

  • Juga tidak sah menjual barang yang belum menjadi hak milik, karena ada dalil yang menunjukkan larangan terhadap itu. Tidak ada pengecualian, melainkan dalam jual beli as-salm. Yakni sejenis jual beli dengan menjual barang yang digambarkan kriterianya secara jelas dalam kepemilikan, dibayar dimuka, yakni dibayar terlebih dahulu tetapi barang diserahterimakan belakangan. Karena ada dalil yang menjelaskan disyariatkannya jual beli ini.

  • Tidak sah juga menjual barang yang tidak ada atau yang berada di luar kemampuan penjual untuk menyerahkannya seperti menjual malaqih, madhamin atau menjual ikan yang masih dalam air, burung yang masih terbang di udara dan sejenisnya. Malaqih adalah anak yang masih dalam tulang sulbi pejantan. Sedangkan madhamin adalah anak yang masih dalam tulang dada hewan betina.

  • Adapun jual beli fudhuliy yakni orang yang bukan pemilik barang juga bukan orang yang diberi kuasa, menjual barang milik orang lain, padahal tidak ada pemberian surat kuasa dari pemilik barang. Ada perbedaan pendapat tentang jual beli jenis ini. Namun, yang benar adalah tergantung dari izin pemilik barang.

  • Mengetahui obyek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak terkena faktor ketidaktahuan yang bisa termasuk menjual kucing dalam karung, karena hal itu dilarang.Tidak memberikan batasan waktu. Tidak sah menjual barang untuk jangka waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui. Seperti orang yang menjual rumahnya kepada orang lain dengan syarat apabila sudah dibayar, maka jual beli itu dibatalkan. Ini disebut dengan jual beli pelunasan (bai wafa).

  • Dalam masalah sighat (ijab dan qabul), para ulama fiqh berbeda pendapat, diantaranyaberikut ini:Menurut ulama Syafiiyah, tidak sah akad jual beli kecuali dengan sighat (ijab Qabul) yang diucapkan.Imam Malik; berpendapat bahwa jual beli itu telah sah dan dapat dilakukan secara dipahami saja.Pendapat ketiga; ialah penyampaian akad dengan perbuatan atau disebut juga dengan aqad bi al-muathah yaitu: mengambil atau memberikan dengan tanpa perkataan (ijab qabul),

    Contoh Aqad bi Al-Muathah : seseorang membeli sesuatu yang telah diketahui harganya, kemudian ia mengambilnya dari penjual dan memberikan uangnya sebagai pembayaran.

  • Akad yang sempurna harus terhindar dari khiyar, yang memungkinkan aqid (orang yang berakad) membatalkannya. Pengertian khiyar menurut ulama fiqh adalah: Suatu keadaan yang menyebabkan akid memiliki hak untuk memutuskan akadnya, yakni menjadikan atau membatalkannya jika khiyar tersebut berupa khiyar syarat, aib atau ruyah, atau hendaklah memilih di antara dua barang jika khiyar tayin.

  • Antara penjual dan pembeli boleh memilih akan melanjutkan jual beli atau membatalkannya. Selama keduanya masih ada dalam satu tempat (majelis), khiyar majelis boleh dilakukan dalam berbagai jual beli. Rasulullah saw bersabda: penjual dan pembeli boleh khiyar selama belum berpisah (HR Bukhari dan Muslim).Bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut, maka khiyar majelis tidak berlaku lagi.

  • Khiyar Syarat, yaitu penjualan yang di dalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh penjual maupun pembeli. Rasulullah bersabda: Kamu boleh khiyar pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam (HR. Baihaqi).

  • Dalam jual beli ini disyaratkan kesempurnaan benda-benda yangdibeli. Seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Aisyah ra. Bahwa seseorang membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri di dekatnya, didapatinya pada diri budak itu kecacatan, lalu diadukannya kepada Rasulullah saw.,maka budak itu dikembalikan kepada sang penjual.

  • Hak pilih yang dimiliki oleh pembeli untuk menentukan sejumlahbenda sejenis dan sama harganya. Keabsahan khiyar ini menurut Hanafiyah harus memenuhi 3 syarat yaitu: Maksimal berlaku pada tiga pilihan obyek Barang yang dibeli setara dan seharga Tenggang waktu khiyar ini tidak lebih dari 3 hari

  • hak pilih pembeli untuk membatalkan atau melangsungkan akadketika ia melihat barang yang akan dujual; dengan catatan ia belum melihatnya ketika berlangsung akad. Jadi, akad jual-beli tersebut telah terjadi ketika barang tersebut belum dilihat oleh pembeli. Konsep khiyar ini dikemukakan oleh Fuqaha Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah dan Zhahiriyah dalam kasus jual beli benda yang ghaib atau belum pernah diperiksa oleh pembeli. Sedangkan Imam Syafii membantah keberadaan khiyar ruyah ini, karena menurutnya jual beli terhadap barang yang ghaib sejak semula sudah tidak shah.

    *

  • *