bab ii tinjaun pustaka a. remaja 1. pengertian remajarepository.ump.ac.id/3846/3/nanda prima rakhma...
TRANSCRIPT
12
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja atau adolescence adalah periode perkembangan selama di
mana individu mengalami perubahan dari masa kanak – kanak menuju
masa dewasa, biasanya antara usia 13 – 20 tahun. Menurut WHO (2012)
dan Pinem (2009) remaja adalah seseorang yang berusia 10 – 19 tahun,
sedangkan menurut Soetjiingsih (2004) remaja berusia 11 – 20 tahun yang
dibagi menjadi 3 tahap remaja awal (11 – 13 tahun), remaja tengah (14 –
16 tahun), dan remaja akhir (17 - 20 tahun). Istilah adolescence biasanya
menunjukkan maturasi psikologis individu, ketika pubertas menunjukkan
titik di mana reproduksi mungkin dapat terjadi. Perubahan hormonal
pubertas mengakibatkan perubahan penampilan pada orang muda, dan
perkembangan mental mengakibatkan kemampuan untuk menghipotesis
dan berhadapan dengan abstraksi (Potter & Perry, 2005).
2. Tahapan Remaja
Menurut Santrock (2003) masa remaja dibagi menjadi beberapa
tahap yaitu:
a. Remaja awal (early adolescent) pada usia 11-14 tahun. Remaja awal
biasanya berada pada tingkat SMP, perubahan yang terjadi pada masa
ini sangat cepat, baik pertumbuhan fisik dan kapasitas intelektual. Pada
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
13
masa ini tugas perkembangannya lebih dipengaruhi oleh perubahan
fisik dan mental yang cepat, yaitu adaptasi dan penerimaan keadaan
tubuh yang berubah.
b. Remaja pertengahan (middle adolescent) pada usia 15-18 tahun,
biasanya duduk di bangku SMU. Pada masa ini remaja secara fisik
menjadi percaya diri dan mendapatkan kebebasan secara psikologi dari
orang tua, memperluas pergaulan dengan teman sebaya dan mulai
mengembangkan persahabatan dan keterkaitan dengan lawan jenis.
c. Remaja akhir (late adolescent) pada usia 18-22 tahun. Umumnya
terjadi pada akhir SMU dan universitas sampai individu mencapai
kematangan fisik, emosi dan kesadaran akan keadaan sosialnya,
memiliki identitas personal dalam relasinya dengan orang lain,
mengetahui peran sosial, sistem nilai, dan tujuan dalam hidupnya.
3. Remaja Putri
Remaja merupakan periode yang penting pada pertumbuhan dan
kematangan manusia. Pada periode ini banyak terjadi perubahan unik,
serta banyak pula pemantapan pola-pola dewasa. Dekatnya masa remaja
dengan kematangan biologi dan orang dewasa memberikan peluang untuk
melaksanakan kegiatan tertentu yang dirancang untuk mencegah
munculnya rnasalah-masalah kesehatan pada masa dewasa nanti.
Remaja putri adalah individu yang memilki rentang usia 12 tahun
sampai dengan 21 tahun yang memiliki minat-minat pribadi dimana salah
satunya adalah minat pada penampilan dirinya sendiri khusuanya remaja
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
14
berusia 16 tahun samapi 19 tahun (Riyadi, 2001). Menurut (Hall, 1991)
masa remaja merupakan masa dimana dianggap sebagai masa topan badai
danstress (Storm andStress). Karena mereka mereka telah memiliki
keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri, kalau terarah dengan
baik maka ia akan menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggung
jawab, tetapi kalau tidak terbimbing maka bisa menjadi seorang yang tak
memiliki masa depan dengan baik.
Menurut (Gunarsa dan Gunarsa, 1991) istilah asing yang sering
digunakan untuk menunjukkan masa remaja antara lain :
a. Puberty (bahasa Inggris) berasal dari istilah latin pubertas yang
berartikelaki-lakian, kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda
kelaki-lakian. Pubescence dari kata pubis (pubic hair) yang berarti
rambut (bulu) pada daerah kemaluan (genetal) maka pubescence
berarti perubahan yang dibarengi dengan tumbuhnya rambut pada
daerah kemaluan.
b. Adolescentia berasal dari istilah latin adolescentia yang berarti masa
muda yang terjadi antara 17 – 30 tahun yang merupakan masa transisi
atau peralihan dari masa kanak-kanak menunju masa dewasa yang
ditandaidengan adanya perubahan aspek fisik, psikis dan psikososial.
Proses perkembangan psikis remaja dimulai antara 12 – 22 tahun.
Menurut Santrock (1998) mendefinisikan pubertas sebagai
masa pertumbuhan tulang-tulang dan kematangan seksual yang terjadi
pada masa awal remaja. Menurut Stanley Hall (1998) usia remaja
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
15
antara 12sampai usia 23 tahun. Masa remaja adalah masa yang akan
melalui krisis dimana remaja berusaha untuk mencari identitas diri
(Dariyo, 2004).
4. Ciri Perkembangan Remaja Putri
Ciri-ciri perkembangan remaja putri menurut Hurlock (2001),
antara lain :
a. Perubahan Tubuh Pada Masa Puber
1) Perubahan Ukuran Tubuh
Perubahan fisik utama pada masa puber adalah perubahan
ukuran tubuh dalam tinggi dan berat badan. Di antara anak-anak
perempuan, rata-rata peningkatan per tahun dalam tahun sebelum
haid adalah 3 inci, tetapi peningkatan itu bisa juga terjadi dari 5
sampai 6 inci. Dua tahun sebelum haid peningkatan rata-rata
adalah 2,5 inci. Jadi peningkatan keseluruhan selama dua tahun
sebelum haid adalah 5,5 inci. Setelah haid, tingkat pertumbuhan
menurun sampai kira-kira 1 inci setahun dan berhenti sekitar
delapan belas tahun. Tinggi badan rata – rata laki – laki dan
perempuan umur 12 tahun adalah sekitar 59 atau 60 inci,
sedangkan tinggi rata – rata remaja perempuan hanya 64 inci.
Penambahan berat badan + dalam 1 tahun yakni rata-rata sekitar
13kg bagi anak laki – laki dan 10 kg bagi perempuan (Papalia &
Olds, 2001).
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
16
2) Perubahan Proporsi Tubuh
Perubahan fisik pokok yang kedua adalah perubahan
proporsi tubuh. Daerah-daerah tubuh tertentu yang tadinya
terlampau kecil, sekarang menjadi terlampau besar karena
kematangan tercapai lebih cepat dari daerah-daerah tubuh yang
lain. Badan yang kurus dan panjang mulai melebar di bagian
pinggul dan bahu, dan ukuran pinggang tampak tinggi karena kaki
menjadi lebih panjang dari badan.
b. Akibat Perubahan Remaja Putri Pada Masa Puber
1) Akibat terhadap keadaan fisik
Pertumbuhan yang pesat dan perubahan-perubahan tubuh
cenderung disertai kelelahan, kelesuan dan gejala-gejala buruk
lainnya. Sering terjadi gangguan pencernaan dan nafsu makan
kurang baik. Anak prapuber sering terganggu oleh perubahan-
perubahan kelenjar, besarnya, dan posisi organ-organ internal.
Perubahan-perubahan ini mengganggu fungsi pencernaan yang
normal. Anemia sering terjadi pada masa ini, bukan karena adanya
perubahan dalam kimiawi darah tetapi kebiasaan makan yang tidak
menentu yang semakin menambah kelelahan dan kelesuan.
2) Akibat pada sikap dan perilaku
Dapat dimengerti bahwa akibat yang luas dari masa puber
pada keadaan fisik anak juga mempengaruhi sikap dan perilaku.
Pada umumnya pengaruh masa puber lebih banyak pada anak
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
17
perempuan daripada anak laki-laki, sebagian disebabkan karena
anak perempuan biasanya lebih cepat matang daripada anak laki-
laki dan sebagian karena banyak hambatan-hambatan sosial mulai
ditekankan pada perilaku anak perempuan justru pada saat anak
perempuan mencoba untuk membebaskan diri dari berbagai
pembatasan. Karena mencapai masa puber lebih dulu, anak
perempuan lebih cepat menunjukkan tanda-tanda perilaku yang
menganggu daripada anak laki-laki. Tetapi perilaku anak
perempuan lebih cepat stabil daripada anak laki-laki, dan anak
perempuan mulai berperilaku seperti sebelum masa puber.
B. Berat badan
1. Pengertian Berat Badan
Berat Badan adalah parameter antropometri yang sangat labil.
Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan
antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang
mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal,
terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat
berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.
Berat badan harus selalu dimonitor agar memberikan informasi
yang memungkinkan intervensi gizi yang preventif sedini mungkin guna
mengatasi kecenderungan penurunan atau penambahan berat badan yang
tidak dikehendaki. Berat badan harus selalu dievaluasi dalam konteks
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
18
riwayat berat badan yang meliputi gaya hidup maupun status berat badan
yang terakhir. Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang
(Anggraeni, 2012).
2. Kenaikan berat badan
Kenaikan pada berat badan yaitu kenaikan yang terjadi pada berat
badan yang bisa menyebabkan berat badan berlebih (overweight) dan
gemuk (obesity) (Flier et al, 2007).
a. Berat badan berlebih (overweight)
Overweight adalah kelebihan berat badan dibandingkan dengan
berat badan ideal yang dapat disebabkan oleh penimbunan jaringan
lemak atau jaringan non-lemak (Rahmawati, 2006). Berat badan
berlebih merupakan suatu keadaan terjadi penimbunan lemak secara
berlebih, yang menyebabkan kenaikan berat badan. Seseorang yang
mengalami kelebihan berat badan apabila berat 10-20% diatas berat
badan ideal (wirakusumah, 2001). Metabolisme energi di dalam tubuh
manusia diatur oleh berbagai faktor, baik yang menyebabkan
meningkatnya penyimpanan energi, atau yang mendorong pemakaian
energi (Meutia, 2005).
Overweight didefinisikan sebagai peningkatan berlebihan
jaringan lemak pada otot dan jaringan skeletal Overweight dikatakan
jika IMT ≥ 23. Secara ilmiah kelebihan berat badan (overweight)
terjadi akibat mengonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan
oleh tubuh. Penyebab terjadinya ketidak keseimbangan antara asupan
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
19
dan pembakaran kalori ini belum dapat dijelaskan secara pasti.
(Dorlan, 2002).
b. Obesitas
Obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan ataupun
abnormal yang dapat mengganggu kesehatan (WHO, 2011). Menurut
Myers (2004), seseorang yang dikatakan obesitas apabila terjadi
pertambahan atau pembesaran sel lemak tubuh mereka. Obesitas
merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak
pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan
jumlah simpanan kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di
seluruh tubuh. Distribusi lemak dapat meningkatkan risiko yang
berhubungan dengan berbagai macam penyakit degeneratif (WHO,
2000). Obesitas dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat
meningkatkan prevalensi hipertensi, intoleransi glukosa, dan penyakit
jantung koroner aterosklerotik pada pasien-pasien yang obese (Alwi,
2009).
3. Faktor-faktor yang menyebabkan kenaikan berat badan
Menurut Kopelman (2002) kenaikan berat badan disebabkan oleh
faktor yang kompleks meliputi faktor genetik , faktor psikologis dan
lingkungan. Kenaikan berat badan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
bersifat kompleks. Menurut Wahlqvis (2002), konsumsi makanan dan
pengeluaran energi dapat memengaruhi kenaikan berat badan secara
langsung, sedangkan umur, jenis kelamin, keturunan, stres, keadaan sosial-
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
20
ekonomi, gaya hidup, iklim, obat-obatan merupakan faktor-faktor yang
memengaruhi kenaikan berat badan secara tidak langsung.
Faktor-faktor risiko kegemukan antara lain faktor demografi,
sosial-ekonomi, gaya hidup, dan kondisi mental emosional
a. Faktor genetik
Obesitas cenderung berlaku dalam keluarga. Ini disebabkan
oleh faktor genetik, pola makan keluarga, dan kebiasaan gaya hidup.
Walaupun begitu, mempunyai anggota keluarga yang obesitas tidak
menjamin sesorang itu juga akan mengalami obesitas (Galletta, 2005).
Banyak gen yang berkaitan dengan terjadinya overweight atau
obesitas, namun sangat jarang yang berkaitan dengan gen tunggal.
Sebagian besar berkaitan dengan kelainan pada banyak gen. Setiap
peptida/neurotransmitter yang merupakan sinyal neural dan humoral
yang akan mempengaruhi otak memiliki gen tersendiri yang
mengkodenya. Setiap mutasi pada gen-gen tersebut akan menyebabkan
kelainan pada produksi neuropeptida/neurotransmitter yang
mempengaruhi otak, sehingga juga akan mempengaruhi respon otak
baik pada peningkatan asupan makanan ataupun menghambat asupan
makanan. Setiap neuropeptida tersebut memiliki reseptor di otak, dan
setiap reseptor memiliki gen tersendiri pula. Setiap mutasi pada gen
tersebut akan menyebabkan kelainan reseptor yang akan
mempengaruhi pula respon otak terhadap asupan makanan (Rankinen,
2006).
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
21
Kegemukan cenderung diturunkan sehingga diduga memiliki
penyebab genetic. Anggota keluarga tidak hanya berbagi gen tetapi
juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bias mendorong
terjadinya kegemukan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa rata-
rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat
badan seseorang (Mumpuni, 2010). Menurut penelitian Haines (2007)
dalam Sartika (2011) jika ayah dan/atau ibu menderita overweight
maka kemungkinan anaknya memiliki kelebihan berat badan sebesar
40-50 %.
Menurut D’Adamo (2009), seseorang yang mengalami
kelebihan berat badan, kadar leptin dalam tubuhnya akan meningkat,
tetapi fungsinya terhambat. Pada penderita obesitas kadar leptin
meningkat seiring dengan meningkatnya kadar insulin, hal inilah yang
membuat para peneliti percaya bahwa resistensi leptin merupakan
pemicu resistensi insulin. Leptin merupakan hormon yang
berhubungan denga gen obesitas. Leptin mempengaruhi kerja
hipotalamus dalam mengatur jumlah lemak tubuh, kemampuan
membakar lemak menjadi energi dan rasa kenyang (rasa setelah cukup
makan).
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan termasuk perilaku atau pola gaya hidup.
Seseorang tidak dapat mengubah pola genetiknya tetapi dia dapat
mengubah pola makan dan aktivitasnya. Faktor termasuk konsumsi
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
22
pangan, sosial-budaya, aktivitas fisik atau olahraga, dan metabolik.
Selanjutnya, perkembangan faktor lingkungan lain, seperti sosial-
ekonomi dan teknologi, berperan penting dalam menggeser gaya hidup
yang semula sehat menjadi tidak sehat, yang dapat memicu kejadian
kegemukan. Pada faktor lingkungan sebagai penyebab kegemukan,
konsumsi pangan (sayuran & buah, makanan berlemak) dan aktivitas
fisik memainkan peran yang sangat penting (Soegih, 2004).
1) Sosial, ekonomi dan budaya
Kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya suatu keluarga, suatu
kelompok masyarakat, atau suatu bangsa, mempunyai pengaruh
yang kuat dan kekal terhadap apa, kapan, dan bagaimana penduduk
makan. Kebudayaan masyarakat dan kebiasaan pangan yang
mengikutinya berkembang sekitar arti pangan dan penggunaan
yang cocok. Pola kebudayaan ini memengaruhi orang dalam
memilih pangan, jenis pangan yang harus diproduksi, pengolahan,
penyaluran, penyiapan, dan penyajian (Baliwati et al 2004).
Santrock (1999) mencatat bahwa remaja perempuan yang
berasal dari status sosial ekonomi yang rendah cenderung memilki
berat badan yang gemuk dibandingkan dengan remaja perempuan
yang berasal dari status ekonomi tinggi. Santrock tidak
menyebutkan alasan dasar yang menjadi penyebab kegemukan
tersebut. Kemungkinan timbulnya kegemukan tersebut disebabkan
seberapa intesitas perhatian individu terhadap perawatan fisiknya.
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
23
Mereka yang mapan secara ekonomis, lebih memiliki perhatian
yang tinggi. Mereka mungkin akan merasa cemas jika berat
badannya mengalami kenaikan secara cepat, oleh karena itu,
mereka segera melakukan perawatan intensif dengan bantuan
tenaga profesional (ahli gizi, dokter, fitness trainer) serta membeli
bahan-bahan untuk merampingkan tubuhnya.
2) Gaya hidup
Gaya hidup merupakan kebiasaan hidup seseorang yang
dipengaruhi oleh faktor lingkungan di kehidupan masyarakat
sehari-hari. Dari sudut pandang antropologi, gaya hidup
merupakan hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial,
budaya dan keadaan. Gaya hidup sedentary adalah gaya hidup di
mana unsur gerak fisik sangat minimal, sedangkan beban kerja
mental sangat maksimal (Kodyat, 1994).
Perilaku konsumsi , memegang peranan penting terhadap
gaya hidup di Indonesia, terutama di daerah perkotaan.
Pengetahuan gizi dan kesehatan yang minim akan berakibat pada
perilaku konsumsi yang tidak sehat. Hal ini juga yang dapat
membentuk gaya hidup sehat dan tidak sehat di masyarakat. Hal
ini perlu diwaspadai oleh masyarakat Indonesia yang makan dalam
jumlah banyak sehari-harinya, atau keluarga-keluarga yang
memenuhi kulkasnya dengan segala macam makanan, terutama
makanan yang dikenal dengan istilah junk food (Harahap, 2009).
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
24
c. Faktor Demografi
1) Umur
Faktor umur penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah.
Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi
tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat
(Supariasa, 2001). Semakin bertambah usia seseorang, mereka cenderung
kehilangan massa otot dan mudah terjadi akumulasi lemak tubuh. Kadar
metabolisme juga akan menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang
diperlukan lebih rendah (Galletta, 2005).
2) Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan
kebutuhan gizi sehingga terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan
status gizi (Apriadji, 1986). Secara rata-rata, lelaki mempunyai massa
otot yang lebih banyak dari wanita. Lelaki menggunakan kalori lebih
banyak dari wanita bahkan saat istirahat karena otot membakar kalori
lebih banyak berbanding tipe-tipe jaringan yang lain. Dengan demikian,
perempuan lebih mudah bertambah berat badan berbanding lelaki dengan
asupan kalori yang sama (Galletta, 2005).
3) Perkawinan
Menurut Sobal (1992), perkawinan menyebabkan peningkatan
berat badan karena terjadinya perubahan gaya hidup ke arah yang
cenderung sedentary, pengalokasian kegiatan aktivitas fisik serta
kelahiran anak. Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat hubungan
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
25
antara kegemukan dan status perkawinan pada laki-laki dewasa di mana
laki-laki yang sudah menikah lebih gemuk dan mengalami obesitas.
d. Faktor Psikologis
Tekanan hidup dapat menyebabkan kondisi mental emosional
terganggu. Hal ini berdampak pada peningkatan kejadian kenaikan
berat badan. Orang yang mengalami depresi dapat menyebabkan
lingkar perutnya meningkat. Selain itu, seseorang yang depresi
cenderung memiliki pola hidup yang tidak baik, seperti mengonsumsi
minuman beralkohol secara berlebihan dan mengonsumsi makanan
berlemak tinggi yang dapat meningkatkan terjadinya kenaikan berat
badan (lee, 2005)
1) Stress
Semua peristiwa yang menimbulkan usaha-usaha perubahan pada
diri manusia yang bersangkutan, baik peristiwa yang menyusahkan
maupun menyenangkan, semua dianggap sebagai stres. Roemmich
(2007) menemukan bahwa reaktivitas stres mengawali penyakit
kardiovaskuler sebelum remaja oleh peningkatan total dan obesitas
sentral pada anak. Anak dengan peningkatan reaktivitas heart rate pada
waktu stres memilki peningkatan lemak tubuh, IMT, dan lemak pusat.
Ada dua pola makan abnormal yang bisa menjadi penyebab obesitas
yaitu makan dalam jumlah sangat banyak (binge) dan makan di malam
hari (sindroma makan pada malam hari).
Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan.
Binge mirip dengan bulimia nervosa, dimana seseorang makan dalam
jumlah sangat banyak, bedanya pada binge hal ini tidak diikuti dengan
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
26
memuntahkan kembali apa yang telah dimakan. Sebagai akibatnya kalori
yang dikonsumsi sangat banyak. Pada sindroma makan pada malam hari,
adalah berkurangnya nafsu makan di pagi hari dan diikuti dengan makan
yang berlebihan, agitasi dan insomnia pada malam hari (Anonim, 2009).
2) Depresi
Rice (1999) menyatakan bahwa depresi adalah gangguan mood,
kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental
(berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang. Gangguan mood dan
gangguan kondisi emosional secara kompleks disebut juga gangguan
mental emosional. Pada umumnya mood yang secara dominan muncul
adalah perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan. Depresi ditandai
dengan perasaan sedih yang psikopatologis, kehilangan minat dan
kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya
keadaan mudah lelah yang sangat nyata sesudah bekerja sedikit saja, dan
berkurangnya aktivitas.
Menurut Henry dan Stephens (1997), depresi merupakan reaksi
manusia secara fisik dan mental terhadap berbagai jenis stres. Depresi
berhubungan pada peningkatan jangka panjang BWV (Body Weight
Variability) dan tidak berhubungan dengan level IMT atau trend IMT.
Terdapat hubungan positif yang kuat antara jenis kelamin perempuan
dengan BWV. Hal ini menjelaskan hubungan nyata antara perempuan
dengan depresi (Hasler, 2005). Roberts (2003) menemukan bahwa
obesitas berhubungan dengan peningkatan depresi setelah 5 tahun.
Depresi dapat menyebabkan peningkatan IMT dan sekresi kortisol
(Roberts, 2007).
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
27
4. Hubungan kenaikan berat badan pada remaja putri
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respon seseorang
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Ketika memasuki masa
remaja, khususnya masa purbertas, remaja menjadi sangat concern atas
pertambahan berat badan mereka. Terjadi perubahan fisiologis tubuh
kadangkala mengganggu. Biasanya, hal ini lebih sering dialami remaja
putri daripada remaja pria. Bagi remaja putri, mereka mengalami
pertambahan jumlah jaringan lemak sehingga mereka akan mudah untuk
gemuk apabila mengalami makanan yang berkalori tinggi (Raymond,
2007).
Penelitian dari Muwakhidah dan Diah (2008) Fakultas Ilmu
kesehehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan metode
penelitian observasional rancangan case control. Hasil prnrlitian
menunujukan bahwa beberapa faktor risiko untuk kelebihan berat badan
adalah genetik, kebiasaan makan, aktivitas, psikososial, dll. Banyak jenis
makanan cepat saji mengandung kalori tinggi, lemak, gula, dan sodium
(Na) tetapi rendah vitamin A, asam ascobrat, kalsium, dan serat. Penelitian
ini bertujuan untuk memahami faktor-faktor risiko yang berhubungan
dengan kelebihan berat badan pada Adolescents.
Penelitian dari Rahmadian (2011) hasil penelitian menunjukan
bahwa pendapatan Keluarga tinggi bukan merupakan faktor risiko untuk
kelebihan berat badan, family history bukan faktor risiko untuk
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
28
overweigth, Jumlah Pocketmoney bukan faktor risiko kelebihan berat
badan lebih sering mengkonsumsi makanan cepat saji tidak faktor risiko
untuk kelebihan berat badan. Hal ini disebabkan oleh asupan harian dan
remaja aktivitas sebagai faktor risiko langsung untuk overweight. Family
Pendapatan, Riwayat Keluarga, Jumlah pocketmoney dan frekuensi
mengkonsumsi makanan cepat saji yang tidak signifikan kelebihan berat
badan.
C. Gaya Hidup
1. Pengertian gaya hidup
Gaya hidup merupakan kebiasaan hidup seseorang yang
dipengaruhi oleh faktor lingkungan di kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dari sudut pandang antropologi, gaya hidup merupakan hasil penyaringan
dari serentetan interaksi sosial, budaya dan keadaan. Gaya hidup sedentary
adalah gaya hidup di mana unsur gerak fisik sangat minimal, sedangkan
beban kerja mental sangat maksimal (Kodyat, 1994).
Gaya hidup seperti ini dapat berpengaruh terhadap kejadian
kegemukan karena minimnya aktivitas fisik. Setiap individu memiliki gaya
hidup yang bersifat unik dan khas, dimana ia akan mengatur seluruh aspek
hidupnya berhubungan dalam suatu pola tertentu sesuai dengan gaya
hidupnya tersebut (Agustina, 2005). Faktor gaya hidup meliputi pola
makan, kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol, konsumsi
sayuran dan buah, konsumsi makanan berlemak, konsumsi makanan
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
29
manis, konsumsi jeroan, kegiatan waktu luang, aktivitas fisik (Wahlqvis,
2002).
2. Faktor-faktor Gaya hidup
a. Pola atau kebiasaan makan
Santosa dan Ranti (2004) mengungkapkan bahwa pola makan
merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai
macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu
orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat
tertentu.
Terjadinya obesitas merupakan dampak dari terjadinya
kelebihan asupan energi (energy intake) dibandingkan dengan yang
diperlukan (energy expenditure) oleh tubuh sehingga kelebihan asupan
energi tersebut disimpan dalam bentuk lemak. Makanan merupakan
sumber dari asupan energi. Di dalam makanan yang akan diubah
menjadi energi adalah zat gizi penghasil energi yaitu karbohidrat,
protein dan lemak (Gee, 2008).
Faktor-faktor yang berpengaruh dari asupan makanan terhadap
terjadinya obesitas adalah: kuantitas, porsi perkali makan, kepadatan
energy dari makanan yang dimakan, kebiasaan makan (contoh
kebiasaan makan malam hari), frekuensi makan, dan jenis makanan
(Snetselaar, 2008). Menurut Khomsan (2003) bahwa frekuensi makan
yang baik adalah 3 kali dalam sehari untuk menghindarkan
kekosongan lambung. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
30
Priyanto (2007) terbukti bahwa kelebihan frekuensi makan makanan
utama dan kelebihan asupan energy merupakan faktor risiko kejadian
kegemukan.
Menurut Purwati (2007) ada beberapa perilaku terhadap pola
makan yang kurang tepat dapat menimbulkan kegemukan, seperti :
a. Makan Berlebihan
Mempunyai nafsu makan yang berlebihan merupakan
kebiasaan yang buruk, baik dilakukan di rumah, restoran,
pertemuan-pertemuan, maupun pesta. Apabila sudah kenyang,
jangan sekali-kali menambah porsi makanan meskipun makanan
yang tersedia sangat lezat dan merupakan makanan favorit.
b. Makan terburu-buru
Kebiasaan makan secara terburu-buru (tergesa-gesa) akan
menyebabkan efek kurang menguntungkan bagi pencernaan dan
dapat mengakibatkan cepat merasa lapar kembali. Padahal jika
makan dikunyah lebih lama selain kelezatan makanan dapat
dinikmati, juga dapat membuat lama waktu makan. Dengan
demikian tanpa disadari makanan yang masuk ke mulut relatif
lebih sedikit, tetapi rasa kenyang dapat terpenuhi.
c. Menghindari Makan Pagi
Banyak orang yang menggantikan makan pagi dengan
makan siang yang berlebih atau memakan makanan kecil yang
tinggi lemak dan kalori dalam jumlah yang relatif banyak.
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
31
Dengan kondisi ini, jika dihitung jumlah kalori yang masuk ke
dalam tubuh lebih banyak jika dibandingkan kalau makan pagi.
d. Waktu Makan Tidak Teratur
Jika jarak antara dua waktu makan terlalu panjang, ada
kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan secara ber lebihan.
Jika keadaan tersebut berlangsung relatif lama maka akan
mengakibatkan kegemukan.
e. Salah Memilih dan Mengolah Makanan
Ada berbagai sebab atau karena ketidaktahuan dimana
seseorang salah memilih makanan. Sementara itu banyak juga
orang memilih maka nan hanya karena prestise atau gengsi
semata. Makanan cepat saji yang banyak ditawarkan sekarang
banyak mengandung lemak, kalori, dan gula berlebih.
f. Kebiasaan Mengemil Makanan Ringan
Mengemil merupakan kegiatan makan diluar waktu makan.
Biasanya makanan yang dikonsumsi berupa makanan kecil
(makanan ringan) yang rasanya gurih, manis, dan digoreng. Bila
tidak dikontrol, hal ini akan mengakibatkan kegemukan karena
jenis makanan tersebut adalah makanan tinggi kalori. Makan
cemilan dan makanan manis, makanan manis biasanya identik
dengan kandungan gula tinggi. Gula merupakan karbohidrat
sederhana yang mengandung Indeks Glikemik tinggi. Makanan
dengan Indeks Glikemik tinggi mudah memacu peningkatan gula
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
32
darah sehingga menimbulkan rasa lapar dalam waktu cepat
(Rimbawan dan Siagian 2004). Mengomsumsi makanan yang
mengandung karbohidrat, seperti gula, fruktosa, soft drink, bir dan
wine akan menyebabkan berat badan naik karena karbohidrat.
Jenis ini lebih muda diserap oleh tubuh. Menurut Wirakusumah
(1994), kebiasaan mengonsumsi camilan dapat berdampak baik
dan buruk. Camilan yang sehat adalah camilan yang jika
dikonsumsi dapat menyumbangkan sejumlah zat gizi yang
signifikan tanpa menurunkan selera makan seperti cracker
gandum, buah-buahan, dan lain-lain,. Namun apabila camilan yang
dikonsumsi tinggi lemak, tinggi gula namum rendah zat gizi, maka
akan berakibat buruk salah-satunya adalah risiko terjadinya
kegemukan.
g. Kurangnya makan sayuran dan buah
Menurut Muchtadi (2001), sayuran merupakan menu yang
hampir selalu tersedia dalam hidangan sehari-hari masyarakat
Indonesia, baik dalam keadaan mentah (sebagai lalapan segar) atau
setelah diolah menjadi berbagai macam bentuk masakan. Menurut
(Drapeau, 2004), konsumsi buah dan sayuran dapat mencegah
kejadian kegemukan karena dapat mengurangi rasa lapar dan tidak
menimbulkan kelebihan lemak dan sebagainya. Buah dan sayur
dapat menjadi makanan selingan yang sangat baik karena
mengenyangkan, rendah lemak, serta kaya akan vitamin yang
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
33
diperlukan oleh tubuh (Pratiwi, 2010). Menurut Hui (1985), sayur
dan buah dapat mencegah kejadian obesitas karena dapat
mengurangi rasa lapar namun tidak menimbulkan kelebihan lemak,
kolesterol, dan sebagainya. Sayur dan buah umumnya mengandung
serat kasar yang dapat membantu melancarkan pencernaan dan
mencegah konstipasi. Banyak orang yang kurang menyukai
sayuran dalam menu makanan dengan alasan karena rasanya yang
kurang enak. Pola makan keluarga tertentu yang tidak
mengutamakan sayuran dan buah dalam menu makanan utama
menambah parah kurangnya asupan sayuran. Menurut Nalle
(2005), Kekurangan serat dapat menyebabkan berbagai gangguan
penyakit, seperti penyakit jantung koroner (penyempitan arteri
akibat penumpukan lemak), diabetes, kegemukan, dan
aterosklerosis.
h. Makan makanan berlemak
Menurut Atkinson (2005), makanan berlemak mengandung
dua kali lebih banyak kalori dibandingkan dengan protein dan akan
memberikan sumbangan energi yang lebih besar. Makanan
berlemak memiliki energy density yang tinggi, namun tidak
mengenyangkan. Selain itu makanan berlemak memiliki rasa gurih
(umami flavor) sehingga dapat meningkatkan selera makan dan
akan terjadi konsumsi berlebihan (Hidayat, 2006). Apabila asupan
karbohidrat, protein dan lemak berlebih, maka karbohidrat akan
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
34
disimpan sebagai glikogen dalam jumlah terbatas dan sisanya
lemak, protein akan dibentuk sebagai protein tubuh dan sisanya
lemak, sedangkan lemak akan disimpan sebagai lemak. Tubuh
memiliki kemampuan menyimpan lemak yang tidak terbatas.
makan jeroan adalah organ-organ selain otot dan tulang hewan
ternak yang masih dapat dikonsumsi. Di berbagai daerah di
Indonesia, hampir semua bagian jeroan dimasak untuk makanan
manusia, sebut saja ayam. Jeroan ayam banyak yang bisa diambil
manfaatnya, seperti hati, ampela, usus. Jeroan (usus, hati, babat,
lidah, jantung, otak, dan paru) banyak mengandung asam lemak
jenuh (saturated fatty acid/SFA).
Jeroan mengandung kolesterol 4-15 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan daging. Makanan berkalori tinggi, seperti
jeroan dan sebagainya, dapat merangsang seseorang untuk
mengonsumsi kalori dalam jumlah lebih dan lebih banyak lagi
sehingga dapat memacu kegemukan (Wikipedia, 2009).
b. Status gizi
a. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status
gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan
dan kelebihan berat badan (WHO, 2011). Berat badan kurang dapat
meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
35
badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit
degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang
lebih panjang.
Penggunaan IMT sebagai baku pengukuran obesitas dapat
digunakan untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun
(Supariasa et al., 2002; Sugondo, 2006). Keuntungan IMT adalah
tinggi dan berat badan mudah diukur oleh tenaga yang cukup
dilatih sekadarnya dan handal pada berbagai keadaaan. Kelemahan
IMT adalah tidak menunjukkan persentase lemak tubuh seseorang
(Supariasa et al., 2002; Lisbet, 2004).
Untuk mengetahui nilai IMT, dapat dihitung dengan rumus
berikut:
IMT = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)𝑥 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)
b. Klasifikasi berat badan
Berdasarkan Pedoman Praktis IMT yang dikeluarkan oleh
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun
1994, ambang batas yang digunakan di Indonesia, sedikit berbeda
dengan ambang batas yang digunakan di seluruh dunia. Ambang
batas yang digunakan berdasarkan pengalaman klinis dan hasil
penelitian dibeberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil
kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai
berikut:
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
36
Tabel 2.1 Batas Ambang IMT Untuk Orang Dewasa Indonesia Kategori IMT Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat
Kekurangan berat badan tingkat ringan <17,0
17,0 - 18,4
Normal Normal 18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan Kelebihan berat badan tingkat berat
25,1-27,0 >27,0
(Depkes RI, 1994)
Jika seseorang termasuk kategori :
1. IMT < 17,0: keadaan orang tersebut disebut kurus dengan
kekurangan berat badan tingkat berat atau Kurang Energi
Kronis (KEK) berat.
2. IMT 17,0 – 18,4: keadaan orang tersebut disebut kurus
dengan kekurangan berat badan tingkat ringan atau KEK
ringan.
Penting untuk diingat bahwa meskipun IMT berkorelasi
dengan jumlah lemak tubuh, IMT tidak secara langsung mengukur
lemak tubuh. Pada beberapa orang, seperti atlet, mungkin memiliki
IMT yang tergolong sebagai kelebihan berat badan meskipun
mereka tidak memiliki tubuh yang kelebihan lemak. Klasikfikasi
berat badan berdasarkan World Health Organization (WHO)
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Kategori
<18,5 Berat badan kurang 18,5-24,9 Berat badan normal 25-29,9 Berat badan berlebih 30-34,9 Obesitas I 35-39,9 Obesitas II >39,9 Sangat obesitas
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
37
c. Hubungan Pola makan dengan kenaikan berat badan pada remaja
putri
Pengalaman dalam pemilihan makanan penting diperhatikan
karena remaja sudah menginjak tahap independensi. Mereka bisa
memilih makanan apa saja yang disukainya, bahkan tidak berselera
lagi makan bersama keluarga di rumah. Aktivitas yang banyak
dilakukan di luar rumah membuat seorang remaja sering dipengaruhi
rekan sebayanya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada
kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi, untuk kesenangan dan
supaya tidak kehilangan status. Hal ini bisa menyebabkan remaja
termasuk dalam nutritionally vulnerable group (Khomsan, 2003).
Penelitian Adityawarman observasional dengan pendekatan
cross sectional. Berdasarkan dari data yang diperoleh ternyata ada
hubungan antara pola makan dengan berat badan lebih pada remaja
SMAN 4 Semarang, dimana diketahui tingkat signifikansi p = 0.005,
artinya pola makan merupakan faktor resiko dari kejadian overweight,
dimana anak yang mempunyai pola makan berlebih dan sangat
berlebih mempunyai rasio prevalens 3.00 untuk mempunyai berat
badan lebih dan secara statistik terdapat hubungan bermakna antara
pola makan dan berat badan lebih.
Penelitian dari widianti (2012) hasil penelitian menunjukan
sebanyak 29 Subyek (40,3 %) merasa tidak puas terhadap bentuk
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
38
tubuhnya dan 43 subyek (59,7%) merasa puas terhadap bentuk
tubuhnya. Sebagian besar (56,9%) belum menjalankan perilaku makan
yang baik dan 31 subyek (43,1%) sudah menjalankan perilaku yang
baik. Terdapat hubungna yang bermakna antara body image dengan
stus gizi (r = 0,482 p = 0,001) dan perilaku makan dengan satus gizi (r = 0,507 p
= 0,001).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa perilaku makan siswa
obesitas adalah rata-rata tinggi kalori, tinggi lemak dan memiliki porsi
makan yang tidak berimbang dengan energy yang dikeluarkan.
Sehingga hal ini yang menjadi penyebab semakin meningkatnya berat
badan siswa-siswi dan menambah timbunan lemak tubuh.
d. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan kebutuhan energi (energy expenditure), sehingga
apabila aktivitas fisik rendah maka kemungkinan terjadinya obesitas
akan meningkat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa lamanya
kebiasaan menonton televisi (inaktivitas) berhubungan dengan
peningkatan prevalensi obesitas. Sedangkan aktivitas fisik yang sedang
hingga tinggi akan mengurangi kemungkinan terjadinya obesitas
(Gwartney, 2005).
Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi
dalam tubuh. Oleh karena itu, berkurangnya aktivitas fisik akibat dari
kehidupan yang makin modern dengan kemajuan teknologi mutakhir
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
39
akan menimbulkan kegemukan (Thomas, 2003). Kemudian Williamso
(2005) dan Rissanen (1991) menyatakan bahwa rendahnya aktivitas
fisik merupakan faktor yang paling bertanggung jawab terhadap
terjadinya obesitas. Sebagai contoh, obesitas tidak terjadi pada para
atlet yang aktif, sedangkan para atlet yang berhenti melakukan latihan
olah raga lebih sering mengalami kenaikan berat badan dan
kegemukan.
Kategori tingkat aktifitas Physical Activity Level (PAL)
dibedakan menjadi tiga, yaitu aktifitas ringan, sedang dan berat.
Aktifitas fisik ringan memiliki nilai PAL antara 1.40-1.69. Seseorang
yang mempunyai aktifitas fisik yang ringan menggunakan kendaraan
untuk transportasi, tidak berolahraga, dan cenderung meluangkan
waktu hanya untuk kegiatan yang dilakukan dengan duduk dan berdiri,
dengan sedikit gerakan tubuh.
Aktifitas fisik sedang memiliki nilai PAL 1.70-1.99. Seseorang
yang mempunyai tingkat aktifitas fisik sedang tidak memerlukan
energi yang besar, namun kebutuhan energi pada kegiatan ini lebih
tinggi daripada kegiatan aktifiats ringan. Aktifitas fisik berat memiliki
nilai PAL 2.00-2.39. Aktifitas berat dilakukan oleh seseorang yang
melakukan kerja berat dalam waktu yang lama (FAO/WHO/UNU,
2001). Aktifitas fisik yang termasuk didalamnya yaitu kegiatan waktu
luang dan kebiasaan tidur.
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
40
Menurut Catursari (1990) dalam Sukadji (2000), jika ditinjau
menurut kegiatan formal dan non-formal, waktu luang adalah waktu di
luar jam kerja atau sekolah, di luar kewajiban-kewajiban yang
diberikan oleh keluarga dan masyarakat, kegiatan makan, tidur atau
istirahat dan pemenuhan kebutuhan fisiologis lainnya. Kegiatan waktu
luang dapat berupa rekreasi, berkebun, berkumpul dengan keluarga,
dan sebagainya.
Menurut Sukadji (2000) kegiatan waktu luang dapat dibagi
menjadi 4 jenis yaitu :
1. Kegiatan relaksasi aktif, misalnya berkebun, membetulkan alat
rumah tangga, memperbaiki sepeda motor. Kegiatan tersebut
karena sifatnya produktif, cenderung meningkatkan keterampilan
dan harga diri.
2. Kegiatan relaksasi pasif, contohnya menonton televisi,
mendengarkan musik, dan membaca tulisan ringan. Namun, terlalu
banyak kegiatan relaksasi pasif, bisa membuat kehilangan waktu
untuk kegiatan yang lebih produktif.
3. Kegiatan rekreasi yang bisa Anda pilih antara lain: beristirahat,
berolah raga, menggeluti hobi, membaca buku, hingga menjadi
pendukung dari suatu tim sepakbola.
4. Kegiatan pengembangan diri antara lain: mengikuti kursus musik,
kelompok teater, kursus bahasa asing, melukis, mengarang,
membuat sajak, memasak, menata musik, membuat patung.
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
41
Kegiatan ini selain meningkatkan keterampilan, juga menimbulkan
rasa sukses telah membuat sesuatu.
e. Hubungan aktivitas fisik dengan kenaikan berat badan pada
remaja putri
Aktifitas fisik menentukan kondisi kesehatan seseorang.
Aktifitas fisik adalah gerakan yang dilakukan otot-otot tubuh dan
sistem penunjangnya. Selama melakukan aktifitas fisik, otot
membutuhkan energi untuk menghantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke
seluruh tubuh dan mengeluarkan sisa-sisa tubuh. Banyaknya energi
yang dibutuhkan tergantung pada berapa banyak otot yang bergerak,
berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan (Almatsier,
2002).
Penelitian Adityaarman (2011) hasil menunjukan berdasarkan
dari data yang diperoleh ternyata ada hubungan antara aktivitas fisik
dengan berat badan lebih pada remaja SMAN 4 Semarang, dimana
diketahui tingkat signifikansi p = 0,000 artinya, aktivitas fisik
merupakan faktor resiko dari kejadian overweight, dimana anak yang
beraktivitas fisik ringan mempunyai rasio prevalens 4.125 untuk
mempunyai berat badan lebih dan menurut statistik terdapat hubungan
bermakna antara aktivitas fisik dan berat badan lebih.
Penelitian dari Mappaompo (2012) hasil penelitian
Mappaompo menunjukan bahwa Pengaruh yang ditimbulkan sebagai
akibat dari obesitas adalah sebagai berikut: kegemukan memberikan
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
42
beban psikologis, menambah tekanan darah, menambah
hiperkolesterolemia, menambah kemungkinan diabetes, menambah
resiko kanker, menambah resiko kematian, menambah resiko penyakit
pembuluh jantung koroner. Aktivitas fisik (olahraga) sangat
berpengaruh terhadap terpeliharanya kapasitas organ-organ faal tubuh.
Terpeliharanya kapasitas organ-organ faal tubuh akan dapat
memperlancar semua system yang terdapat didalam tubuh. Khusus
berfungsinya secara baik organ-organ system pencernaan akan dapat
memperlancar proses metabolisme sehingga penimbunan lemak
maupun asam laktat yang berlebihan dapat dikurangi. Dengan
penimbunan lemak dan asam laktat yang sedikit maka akan dapat
mengurangi terjadinya obisitas.
3. Hubungan gaya hidup (pola makan dan aktivitas fisik) dengan
kenaikan berat badan pada remaja putri
Pola hidup sedentarian dan maraknya ketersediaan akses
teknologi dan transportasi memiliki kaitan yang sangat erat terhadap
kejadian obesitas sentral.
Penelitian dari istiqamah (2010) mengenai pengaruh aktivitas
fisik yang rendah (sedentary activity) terhadap obesitas sentral telah
dilakukan. Hasil penelitian hubungan pola hidup sedentari dengan
kejadian obesitas sentral diperoleh nilai p=0,000, untuk ketersediaan akses
dengan kejadian obesitas sentral terutama pada ketersediaan transportasi
umum (mobil) diperoleh nilai p=0,013; ketersediaan teknologi
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
43
(komputer/laptop dan AC) diperoleh nilai p masing-masing 0,015 dan
0,000 serta adanya pembantu yang mengurus pekerjaan rumah tangga
diperoleh nilai p=0,045.
Disimpulkan bahwa aktifitas sedentari dan ketersediaan akses
merupakan faktor resiko terhadap kejadian obesitas sentral. Untuk
menekan dampak obesitas sentral ini, perlu adanya peningkatkan aktifitas
fisik seperti olahraga yang rutin, sehingga dapat memin imalkan resiko
obesitas sentral
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
44
D. Kerangka Teori Penelitian
Sumber : modifikasi kopelman, (2002) dan Wahlqvis, (2002)
Faktor Genetik
• Umur • Jenis Kelamin • perkawinan
Faktor demografi
Kenaikan berat badan
• stres • depresi
Faktor psikologis
• Faktor sosial, budaya & Ekonomi
• Gaya hidup 1. Pola atau kebiasaan
makan (Konsumsi sayur dan buah, Konsumsi makanan berlemak, Konsumsi cemilan, Konsumsi makanan manis, Konsumsi jeroan)
2. Kebiasaan merokok 3. Kebiasaan minum
alcohol 4. Aktivitas fisik
(Kegiatan waktu luang dan kebiasaan tidur)
Faktor lingkungan
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
45
E. Kerangka konsep penelitian
Variabel independen Variabel dependen
F. Hipotesis Hubungan
H1 : Ada hubungan pola makan dengan kenaikan berat badan
H2 : Ada hubungan aktivitas fisik dengan kenaikan berat badan
H3 :Ada hubungan gaya hidup (pola makan dan aktivitas fisik) dengan
kenaikan berat badan
• Gaya hidup 1. Pola atau kebiasaan
makan (Konsumsi sayur dan buah, Konsumsi makanan berlemak, Konsumsi cemilan, Konsumsi makanan manis, Konsumsi jeroan)
2. Aktivitas fisik (Kegiatan waktu luang dan kebiasaan tidur)
Kenaikan berat badan
Hubungan Gaya Hidup..., Nanda Prima Rakhma Febryta, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017