bab ii tinjauan teori a. kusta -...

10
BAB II TINJAUAN TEORI A. Kusta 1. Pengertian Penyakit kusta adalah suatu infeksi granulomatosa menahun pada manusia, yang menyerang jaringan superfisial, khususnya kulit, saraf tepi (Isselbacher, Ashadi, 1999). Kusta atau lepra adalah suatu penyakit kulit yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Kecacatan / cacat adalah kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutu terhadap sesuatu hal kurang baik. Tingkat kecacatan kusta adalah keadaan abnormal dari fisik dan fungsi tubuh serta hilangnya beberapa struktur dan fungsi tubuh yang diakibatkan oleh penyakit kusta (Depkes, 2000). Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, kulit mukosa, sistem pernapasan, tulang dan testis (Harahap, 1998). 2. Kecacatan pada Kusta a. Batasan istilah Menurut Djuanda, Menaldi, (1997), batasan istilah dalam cacat kusta adalah impairment, yaitu kehilangan atau abnormalitas struktur dan fungsi yang bersifat psikologik, fisiologik atau anatomik, misalnya leproma, madarosis, ulkus dan absorbsi jari. Disability yaitu segala keterbatasan atau ketidakmampuan (akibat impairment) untuk 6

Upload: vokien

Post on 18-Sep-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORI A. Kusta - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-andikachab... · melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Kusta

1. Pengertian

Penyakit kusta adalah suatu infeksi granulomatosa menahun pada

manusia, yang menyerang jaringan superfisial, khususnya kulit, saraf tepi

(Isselbacher, Ashadi, 1999). Kusta atau lepra adalah suatu penyakit kulit

yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae. Kecacatan / cacat

adalah kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutu terhadap sesuatu

hal kurang baik. Tingkat kecacatan kusta adalah keadaan abnormal dari

fisik dan fungsi tubuh serta hilangnya beberapa struktur dan fungsi tubuh

yang diakibatkan oleh penyakit kusta (Depkes, 2000). Penyakit kusta

adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium

leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, kulit mukosa,

sistem pernapasan, tulang dan testis (Harahap, 1998).

2. Kecacatan pada Kusta

a. Batasan istilah

Menurut Djuanda, Menaldi, (1997), batasan istilah dalam cacat

kusta adalah impairment, yaitu kehilangan atau abnormalitas struktur

dan fungsi yang bersifat psikologik, fisiologik atau anatomik, misalnya

leproma, madarosis, ulkus dan absorbsi jari. Disability yaitu segala

keterbatasan atau ketidakmampuan (akibat impairment) untuk

6

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORI A. Kusta - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-andikachab... · melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal

7

melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal bagi

manusia. Disability ini merupakan obyektifitas impairment, yaitu

gangguan pada tingkat individu termasuk ketidakmampuannya dalam

aktivitas sehari-hari. Handicap yaitu kemunduran seseorang individu

(akibat disability) yang membatasi atau menghalangi penyelesaian

tugas normal yang bergantung pada umur, seks dan faktor sosial

budaya. Handicap ini merupakan efek penyakit kusta yang berdampak

sosial, ekonomi dan budaya.

b. Jenis cacat kusta

Cacat yang timbul pada penyakit kusta dapat dikelompokkan

menjadi dua kelompok, yaitu kelompok cacat primer ialah kelompok

cacat yang disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit, terutama

kerusakan akibat respon jaringan terhadap kuman Leprae. Termasuk

cacat primer ialah cacat pada fungsi saraf motorik, misalnya

anestesia(mati rasa), claw hand (jari keriting), foot drop (kaki semper),

claw toes (jari kaki keriting) dan cacat pada fungsi otonom dapat

menyebabkan kulit menjadi kering, infiltrasi kuman pada kulit dan

jaringan subktan kulit berkerut dan berlipat-lipat. Kerusakan folikel

rambut menyebabkan alopesia atau madarosis, kerusakan glandula

sebacea dan sudorifera menyebabkan kulit keriput dan tidak elastis.

Cacat pada jaringan lain akibat infiltrasi kuman kusta dapat terjadi

pada tendo, ligamen, sendi, tulang rawan, testis dan bola mata

(Tjokronegoro, 1997).

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORI A. Kusta - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-andikachab... · melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal

8

Kelompok cacat sekunder ini terjadi akibat cacat primer

terutama akibat adanya kerusakan saraf (sensorik, motorik, otonom).

Anestesi akan memdahkan terjadinya luka akibat trama mekanis atau

termis yang dapat mengalami infeksi sekunder dengan segala

akibatnya. Kelumpuhan motorik dapat menyebabkan kontraktur

sehingga dapat menimbulkan gangguan menggenggam atau berjalan,

jga memdahkan terjadinya luka. Demikian pula akibat agoftalmus

dapat menyebabkan kornea kering sehingga mudah timbul keratitis.

Kelumpuhan saraf otonom menyebabkan kulit kering dan elastisitas

kulit berkurang, sebagai akibatnya kulit mudah retak-retak dan dapat

terjadi infeksi sekunder (Tjokronegoro, 1997).

c. Tingkat kecacatan kusta

Tingkat kecacatan kusta dapat digolongkan menjadi tiga

bagian. Pada bagian tangan dan kaki, untuk tingkat 0 mempunyai ciri –

ciri yaitu tidak ada anestesi dan kelainan anatomis, tingkat 1

mempunyai ciri – ciri yaitu, ada anestesi, dan tidak ada kelainan

anatomis. Sedangkan untuk tingkat 2 mempunyai ciri-ciri terjadi

kelainan anatomis. Pada bagian mata, tingkat 0 mempunyai ciri-ciri

tidak ada kelainan pada mata, tingkat 1 mempunyai ciri – ciri yaitu,

terdapat kelainan mata, tetapi tidak terlihat, visus sedikit berkurang,

sedangkan pada tingkat 2 ada lagoftalmus dan visus sangat terganggu

(Depkes, 1997).

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORI A. Kusta - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-andikachab... · melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal

9

B. Konsep Diri

1. Pengertian

Konsep diri adalah ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang

diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam

berhubungan dengan orang lain. Temasuk persepsi individu akan sifat dan

kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai

yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya

(Stuart & Sundeen, 1991). Konsep diri adalah pengetahuan individu

tentang diri, citra subjektif dari diri dan percampuran yang komplek dari

perasaan, sikap dan persepsi (Perry & Potter, 2005).

2. Komponen Konsep Diri

a. Gambaran diri

Gambaran diri adalah persepsi seseorang tentang tubuh, baik

secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan

sikap yang ditujukan pada tubuh. Gambaran diri dipengaruhi oleh

pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik serta

persepsi dari pandangan orang lain (Perry & Potter, 2005).

Gambaran diri dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan

perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti

pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebi h

besar pada tubuh dibandingkan aspek lainnya dari konsep diri. Konsep

diri seseorang yang cacat berbeda dengan konsep diri orang yang tidak

mengalami cacat (Perry & Potter, 2005).

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORI A. Kusta - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-andikachab... · melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal

10

b. Harga diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang

dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal

diri. Frekuensi mencapai tujuan akan menghasilkan harga diri yang

rendah atau tinggi. Jika individu selalu sukses maka cenderung

mempunyai harga diri yang tinggi. Sebaliknya jika individu sering

gagal maka cenderung mempunyai harga diri yang rendah (Stuart &

Sundeen, 1991).

Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Manusia

cenderung bersikap negatif, walaupun ia cinta dan mengenali

kemampuan orang lain namun ia jarang mengekspresikannya. Harga

diri akan rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan dari

orang lain serta mengalami ketidakmampuan pada dirinya dan juga

sebaliknya (Perry & Potter, 2005).

c. Peran diri

Peran diri adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang

diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat.

Contoh, perawat adalah posisi (status), asuhan yang diberikan adalah

peran (Beck, William & Rawlin, 1986, dalam Keliat, 1994)

Setiap orang disibukan oleh beberapa peran yang berhubungan

dengan posisi pada tiap waktu, sepanjang dar kehidupan. Misalnya

sebagai isteri, anak, ibu, mahasiswa, perawat dan teman. Posisi

dibutuhkan individusebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORI A. Kusta - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-andikachab... · melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal

11

merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok

dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merpakan stressor

terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran/

tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan. Stresss peran terdiri

dari konflik peran, peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai dan

peran yang terlalu banyak (Keliat, 1994).

Konflik peran, dialami jika peran yang diminta konflik dengan

sisitem individu/ dua peran yang konflik satu sama lain. Peran yang

tidak jelas, terjadi jika individu diberi peran yang tidak jelas dalam hal

perilaku dan penampilan yang diharapkan. Peran yang tidak sesuai,

terjadi jika individu dalam proses transisi merbah nilai dan sikap.

Misalnya seseorang yang masuk dalam satu profesi, dimana terdapat

konflik antara nilai individu dan profesi. Peran berlebih, terjadi jika

individumenerima banyak peran, misalnya sebagai isteri, mahasiswa,

perawat, dan ibu. Individu dituntut melakukan banyak hal tetapi tidak

tersedia waktu untuk menyelesaikannya (Keliat, 1994).

Banyak faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri

dengan peran yang harus dilakukan (Stuart & Sundeen, 1991, dalam

Keliat, 1994) : yaitu kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai

dengan peran dan konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran

yang dilakukan.

Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi transisi

peran. Terdapat tiga kategori transisi peran yaitu perkembangan. Setiap

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORI A. Kusta - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-andikachab... · melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal

12

perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap

tahap perkembangan harus dilalui individu dengan menyelesaikan

tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan

stressor bagi peran diri. Kedua adalah transisi situasi, yaitu transisi

situasi terjadi sepanjang daur kehidupan bertambah / berkurang orang

yang berarti melalui kematian / kelahiran. Misalnya status sendiri

menjadi berdua / menjadi orang tua. Perubahan status menyebabkan

perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran. Ketiga

adalah transisi sehat sakit, yaitu stressor pada tubuh dapat

menyebabkan gangguan konsep diri, termasuk didalamnya gambaran

diri, identitas diri, harga diri dan peran diri.

d. Identitias diri

Identitas mencakup rasa internal tentang individualitas,

keutuhan dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam

berbagai situasi. Karenanya konsep tentang identitas mencakup

kosistensi dan kontinuitas. Identitas menunjukan menjadi lain dan

terpisah dari orang lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik (Perry

& Potter, 2005).

Pencapaian identitas diperlukan untuk hubungan yang intim

karena identitas seseorang diekspresikan dalam berhubungan dengan

orang lain. Seksualits adalah bagian dari identitas seseorang. Identitas

seksual adalah gambaran seseorang tentang diri sebagai pria atau

wanita dan makna dari gambaran diri (Perry & Potter, 2005).

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORI A. Kusta - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-andikachab... · melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal

13

C. Tingkat Kecacatan dan Permasalahan yang Ditimbulkannya

Selye (1956) dalam Perry & Potter (2005) menyatakan bahwa

perubahan yang terjadi pada kesehatan fisik, spiritual, emosional, seksual,

kekeluargaan dan sosiokultural dapat menyebabkan stres. Stressor pada

konsep diri adalh segala perubahan nyata / yang mengancam identitas, citra

tubuh, harga diri dan peran.

Peran diri dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia,

pekerjaan, sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan lain-lain. Stressor yang ada

setiap perubahan ukuran tubuh maupun fungsi tubuh pada penderita kusta

adalah bentuk tubuh berubah akibat penyakit atau tindakan invansif (misalnya

infus). Perbahan struktur yaitu perubahan bentuk tubuh yang disertai dengan

pemasangan alat dalam tubuh. Perbahan fungsi terjadi sebagai akibat berbagai

penyakit yang dapat merubah sistem tubuh (visus berkurang). Keterbatasan

gerak , penampilan berubah dan lain-lain.

Sebagaimana telah diketahui sebelumnya, penderita kusta yang

mengalami kecacatan sampai dengan tingkat 2, maka akan bermanifestasi

klinis diantaranya lagoftalmus visus yang sangat menganggu, ulkus, jari

keriting (claw hand), kaki semper (drop foot), jari kaki keriting (claw toes),

raksi ENL (Eritoma Nodul Lepromatosa) dan reaksi muka singa (facies

leonima). Selain itu juga dilakukan tindakan pembersihan (debridement) pada

ulkus yang memburuk, amputasi yang nantinya memakai alat bantu protesia

seperti kaki palsu atau kruk penyangga.

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORI A. Kusta - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-andikachab... · melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal

14

Perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh penyakit kusta tersebut

dapat menjadi stressor yang dapat merubah peran seseorang dalam

lingkungannya / masyarakatnya. Perubahan tersebut haruslah diberikan

perlakuan oleh klinis (misalnya perawat), keluarga dan masyarakat dengan

tujuan individu yang mengalami kecacatan akibat penyakit kusta tersebut

mempunyai konsep diri yang positif, termasuk juga didalmnya peran diri.

Beberapa prinsip tindakan yang dapat diberikan pada individu yang

mempunyai peran diri yang negatif diantaranya (Keliat, 1992) adalah

memperluas keadaan diri (expanded self-awarenes) yaitu meningkatkan

keterbukaan hubungan saling percaya, bekerja dengan klien pada tingkat

kemampuan yang dimiliki, maksimalkan peran sertanya dalam hubungan

masyarakat. Menyelidiki atau eksplorasi diri yaitu membantu individu untuk

menerima perasaan dan pikiran nyata, memberikan respon empati dan

tekankan kalimat untuk berbubah ada pada dirinya. Mengevaluasi diri (self-

evaluation) yaitu membantu klien untuk menetapkan masalahnya secara jelas

dan teliti koping individu yang adaptif maupun maladaptif. Perencanaan yang

realistis (realistic planning) yaitu membantu mengevaluasi alternatif

pemecahan masalahnya dan membuat konsep tujuan yang jelas. Tanggung

jawab bertindak (commitment to action) yaitu membantu melakukan tindakan

yang perlu untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan yang

adaptif (Stuart &Sundeen, 1991, dalam Keliat, 1994).

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORI A. Kusta - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/105/jtptunimus-gdl-andikachab... · melakukan kegiatan dalam batas-batas kehidupan yang normal

15

D. Kerangka Teori

Konsep diri

Pekerjaan

Kecacatan kusta Ekonomi

Bagan 2.1 : Kerangka teori

Sumber : Depkes, 1997, Stuart & Sundeen, 1991).

E. Krangka Konsep

Variabel independent Variabel dependent

Konsep diri

penderita kusta

Pendidikan

Tingkat kecacatan penderita kusta

Bagan 2.2 : Kerangka konsep

F. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat kecacatan kusta yaitu

sebagai variabel bebas (independent variable) dan konsep diri sebagai variabel

terikat (dependent variable).

G. Hipotesis

Ada hubungan antara tingkat kecacatan dengan konsep diri pada penderita

kusta di wilayah kerja Puskesmas Keling Kabupaten Jepara.