bab ii tinjauan pustaka a. tinjauan teori 1. ekstrak jahe

16
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe Merah (Zingiber offcinale varietas rubrum) a. Ekstrak Ekstrak adalah sediaan cair, kental atau kering yang merupakan hasil dari proses ekstraksi atau penyarian suatu simplisia menurut cara yang sesuai. Ekstrak cair diperoleh dari ekstraksi yang masih mengandung sebagian besar cairan penyari (Hanani, 2014). Sebelum suatu tanaman diproses menjadi ekstrak, maka dijadikan simplisia terlebih dahulu untuk mengurangi kadar air yang terdapat didalam tanaman. Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan, biasanya digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Proses penyiapan simplisia yang akan dibuat ekstrak meliputi tahapan sortasi, pencucian, pengirisan, perajangan, dan pengeringan (Kepmenkes, 2017). Simplisia dikumpulkan dan dibersihkan dari pengotor dengan cara pemilihan dan pencucian. Ekstraksi terhadap simplisia sebaiknya menggunakan simplisia yang segar. Cara pengeringan yang dipilih adalah pengeringan yang tidak mengakibatkan terjadinya perubahan metabolit baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Sebelum simplisia di ekstraksi, simplisia kering dapat disimpan dalam wadah tertutup rapat dan tidak terlalu lama, untuk mencegah timbulnya kutu/hama yang dapat merusak kandungan kimia dari simplisia tersebut. Pengecilan ukuran diperlukan agar proses ekstraksi berjalan dengan cepat (Hanani, 2014). Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman yang bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bagian tanaman tersebut. Ekstraksi merupakan proses penarikan senyawa dari tanaman, hewan, dan lain-lain dari campurannya dengan pelarut tertentu. Cara ini digunakan supaya diperoleh sediaan yang mengandung senyawa aktif dari suatu bahan alam menggunakan pelarut yang sesuai (Marjoni, 2016).

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Ekstrak Jahe Merah (Zingiber offcinale varietas rubrum)

a. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan cair, kental atau kering yang merupakan hasil

dari proses ekstraksi atau penyarian suatu simplisia menurut cara yang

sesuai. Ekstrak cair diperoleh dari ekstraksi yang masih mengandung

sebagian besar cairan penyari (Hanani, 2014).

Sebelum suatu tanaman diproses menjadi ekstrak, maka dijadikan

simplisia terlebih dahulu untuk mengurangi kadar air yang terdapat

didalam tanaman.

Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan, biasanya

digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Proses

penyiapan simplisia yang akan dibuat ekstrak meliputi tahapan sortasi,

pencucian, pengirisan, perajangan, dan pengeringan (Kepmenkes, 2017).

Simplisia dikumpulkan dan dibersihkan dari pengotor dengan cara

pemilihan dan pencucian. Ekstraksi terhadap simplisia sebaiknya

menggunakan simplisia yang segar. Cara pengeringan yang dipilih adalah

pengeringan yang tidak mengakibatkan terjadinya perubahan metabolit

baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Sebelum simplisia di ekstraksi,

simplisia kering dapat disimpan dalam wadah tertutup rapat dan tidak

terlalu lama, untuk mencegah timbulnya kutu/hama yang dapat merusak

kandungan kimia dari simplisia tersebut. Pengecilan ukuran diperlukan

agar proses ekstraksi berjalan dengan cepat (Hanani, 2014).

Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman

yang bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam

bagian tanaman tersebut. Ekstraksi merupakan proses penarikan senyawa

dari tanaman, hewan, dan lain-lain dari campurannya dengan pelarut

tertentu. Cara ini digunakan supaya diperoleh sediaan yang mengandung

senyawa aktif dari suatu bahan alam menggunakan pelarut yang sesuai

(Marjoni, 2016).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

7

Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses pemindahan masa dari

komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut

organik yang digunakan. Pelarut organik mengandung zat aktif. Zat aktif

akan terlarut dalam pelarut organik pada bagian luar sel untuk selanjutnya

berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses ini terus berulang hingga terjadi

keseimbangan konsentrasi zat aktif antara sel dengan zat aktif di luar sel

(Marjoni, 2016).

Pemilihan metode dilakukan dengan memerhatikan antara lain sifat

senyawa, pelarut yang digunakan, dan alat yang tersedia. Struktur untuk

setiap senyawa, suhu, dan tekanan merupakan faktor yang perlu

diperhatikan dalam melakukan ekstraksi. Salah satu metode ekstraksi

yang digunakan untuk pemisahan atau penarikan senyawa aktif dari

tanaman adalah maserasi (Hanani, 2014).

Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan

cara merendam simplisia dalam pelarut selama waktu tertentu pada suhu

kamar dan terlindung dari cahaya. Pada maserasi terjadi proses

keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel sehingga

diperlukan penggantian pelarut secara berulang (Hanani, 2014)

b. Jahe Merah (Zingiber officinale varietas rubrum)

Sumber : Dokumen pribadi

Gambar 2.1 Jahe Merah

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

8

1) Klasifikasi

Menurut Wasito (2011) klasifikasi tanaman ini adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale varietas rubrum

2) Deskripsi

Jahe merah merupakan tanaman kuno yang diperkirakan berasal

dari India (Agoes, 2010). Tanaman ini tersebar di seluruh Indonesia,

biasanya ditanam di kebun atau pekarangan yang tanahnya mudah

diolah seperti tanah lempung berdebu, lempung berliat, atau liat

berpasir (Wasito, 2011). Persebaran jahe di Indonesia terbukti dari

banyaknya sebutan untuk tanaman ini di masing-masing daerah

seperti jae (Jateng), jhai (Madura), jahe (Sunda), cipakan (Bali),

halia (Aceh), bahing (Batak), lahia (Nias), sipadeh ( Padang), jahi

(Lampung), sipados (Kutai), marito (Gorontalo), lana (Makassar),

dan pese (Bugis).

Jahe merah memiliki nama latin Zingiber officinale var. rubrum

merupakan tanaman terna berbatang semu yang tumbuhnya tegak

dengan tinggi 30-100 cm dan berwarna hijau. Akarnya berbentuk

rimpang dengan daging akar berwarna kuning hingga kemerahan

dengan bau menyengat. Tanaman ini dapat tumbuh subur pada

ketinggian 0-1500 mdpl. Budidaya tanaman ini biasanya

menggunakan rimpangnya (Agoes, 2010).

Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubrum) disebut jahe sunti

memiliki ukuran rimpang yang paling kecil dan rimpangnya

berwarna merah sampai jingga, berserat kasar, beraroma tajam dan

paling pedas dengan kadar minyak atsiri yang tinggi yaitu 2,6-3,9%,

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

9

sehingga cocok sebagai bahan dasar farmasi dan jamu (Septiatin,

2008).

3) Morfologi

Jahe merah memiliki akar yang berbentuk rimpang dengan

aroma yang khas, memiliki tekstur yang tebal dan kuat berdiameter

1,2-2,5 cm. Bila dipotong rimpangnya berwarna kuning hingga

kemerahan, dan bagian luarnya berwarna merah.

Batang tanaman jahe merupakan batang semu yang tumbuh

tegak lurus. Batang tersebut terdiri dari pelepah-pelepah daun yang

menutupi batang. Bagian luar batang agak licin dan sedikit

mengkilap berwarna hijau tua. Biasanya batang dihiasi titik-titik

berwarna putih. Batang ini biasanya basah dan banyak mengandung

air, sehingga tergolong tanaman herba.

Daun jahe berbentuk lonjong dan lancip menyerupai daun

rumput-rumputan besar. Pada bagian atas, daun lebar dengan ujung

agak lancip, bertangkai pendek, berwarna hijau tua agak mengkilap.

Sementara bagian bawah berwarna hijau muda dan berbulu halus.

Panjang daun sekitar 5-25 cm dengan lebar 0,8-2,5 cm.

Tangkai jahe berbulu dengan panjang 5-25 cm dan lebar 1-3 cm.

Ujung daun agak tumpul dengan panjang lidah 0,3-0,6 cm. Bila daun

mati maka pangkal tangkai tetap hidup dalam tanah, lalu bertunas

dan menjadi akar rimpang baru.

Bunga jahe berupa bulir yang berbentuk kincir, tidak berbulu,

dengan panjang 5-7 cm dan bergaris tengah 2-2,5 cm. Bulir itu

menempel pada tangkai bulir yang keluar dari akar rimpang dengan

panjang 15-25 cm. Tangkai bulir dikelilingi daun pelindung yang

berbentuk bulat lonjong, berujung runcing, dengan tepi berwarna

merah, ungu, atau hijau kekuningan.

Mahkota bunga berbentuk tabung dengan helai agak sempit dan

berbentuk tajam berwarna kuning kehijauan (Paimin dan

Murhananto, 2007).

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

10

4) Kandungan

Jahe merah mengandung limonene dan caprylic-acid yang dapat

menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. 1,8 cineole yang

dapat mengatasi ejakulasi dini, anestetik dan sebagai perangsang

aktivitas syaraf pusat. 10-dehydrogingerdione dapat menekan

prostaglandin. 6-gingerdione dapat merangsang keluarnya asi, dan

penghambat enzim siklo oksigenase. Alpha-linolenic acid sebagai

anti perdarahan diluar haid, merangsang kekebalan tubuh, dan

merangsang produksi getah bening. Arginine mencegah kemandulan.

Aspartic acid sebagai perangsang syaraf dan penyegar. Betha-

sitosterol merangsang hormon androgen, menghambat hormon

estrogen, mencegah hiperlipoprotein, dan sebagai bahan baku obat

steroid. Capsaicin dapat merangsang ereksi, penghambat keluarnya

enzim 5-lipoksigenase dan siklo-oksigenase. Farnesal dapat

mencegah proses penuaan dan dapat merangsang regenerasi sel kulit.

Farnesol sebagai bahan pewangi, parfum, dan merangsang regenerasi

sel (Khaidir, 2010).

Jahe merah juga mengandung oleoresin yang menyebabkan rasa

pedas dan pahit pada jahe, komponen oleoresin adalah zingerol,

zingerone, shogoal, resin dan minyak atsiri. Minyak atsiri disebut

juga minyak eteris, minyak menguap, minyak terbang, atau essential

oil. Minyak atsiri merupakan pemberi aroma khas pada jahe.

Komponen utama minyak jahe adalah zingiberen dan zingiberol

(Paimin dan Murhananto, 2007). Minyak atsiri dimanfaatkan dalam

industri makanan dan minuman, farmasi, parfum, dan kosmetika.

Khasiat yang dimiliki oleh minyak atsiri, antara lain antibakteri,

antifungi, dan sering digunakan dalam aromaterapi (Hanani, 2014).

Kandungan minyak atsiri dalam rimpang jahe ditentukan dari

umurnya. Kandungan tersebut terus meningkat hingga mencapai

umur optimumnya yaitu 12 bulan. Lewat usia itu kandungan

minyaknya semakin sedikit, sedangkan bau khas pada jahe semakin

tua semakin meningkat (Paimin dan Murhananto, 2007)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

11

5) Manfaat

Jahe segar dan jahe kering banyak digunakan sebagai bumbu

masak atau pemberi aroma pada makanan. Jahe muda bahkan dapat

dimakan dalam keadaan mentah sebagai lalap atau diolah menjadi

jahe awet yang berupa jahe asin, jahe dalam sirup, atau jahe kristal.

Jahe tua pun bisa diawetkan sebagai jahe kering dan jahe bubuk.

Jahe segar juga bisa digunakan sebagai minuman penghangat badan

yang biasa dikenal dengan “bandrek”.

Penggunaan jahe sebagai obat tradisional telah lama dilakukan

masyarakat. Jahe segar dapat digunakan langsung sebagai obat.

Irisan jahe yang dihisap dapat melapangkan tenggorokan. Bahkan

masyarakat Tiongkok yang terkenal memiliki banyak ramuan

tradisional berkhasiat pun telah lama menggunakan jahe sebagai

deretan obat tradisionalnya.

Jahe juga bisa mengobati luka lecet dan luka tikam karena duri

atau benda tajam. Luka digigit ular juga dapat disembuhkan.

Disamping itu, minyak jahe juga dapat digunakan sebagai obat

penambah nafsu makan, memperkuat lambung, dan memperbaiki

pencernaan (Paimin dan Murhananto, 2007).

6) Panen

Jahe dipanen muda umur 4-5 bulan untuk memenuhi permintaan

pasar ekspor, sedangkan untuk bahan obat jahe dipanen 9-10 bulan,

ketika tanaman sudah mulai mengering (Evizal, 2013). Panen bisa

dilakukan menggunakan cangkul ataupun garpu (Paimin dan

Murhananto, 2007).

2. Kandidiasis

Kandidiasis adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida,

terutama Candida albicans. Infeksi Kandidiasis merupakan mikosis sistemik

yang paling umum (Jawetz, 2014). Infeksi selaput lendir yang sering terjadi

pada mulut atau vagina, jarang terjadi pada seseorang yang memiliki sistem

kekebalan tubuh yang yang normal, tetapi infeksi ini lebih sering ditemukan

pada penderita diabetes atau AIDS, dan pada wanita hamil. Orang-orang yang

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

12

mengalami gangguan pada sistem kekebalan tubuhnya sering menderita

kandidiasis dan dapat menyebar ke seluruh tubuhnya (Irianto, 2013).

a. Temuan klinis

1) Kandidiasis Pada Kutan dan Mukosa

Faktor resiko yang terkait dengan kandidiasis superfisial antara

lain AIDS, kehamilan, diabetes, usia muda atau tua, pil KB, dan

trauma kulit. Thrush oral dapat terjadi di lidah, bibir, atau gusi. Trush

oral merupakan lesi pseudomembran berwarna keputihan berbentuk

bercak sampai konfluen yang terdiri dari sel epitel, ragi, dan

pseudohifa.

Invasi ragi ke mukosa vagina menyebabkan vulvovaginitis yang

ditandai dengan iritasi, pruritus, dan duh vagina.

Kandidiasis balanitis terjadi karena penderita kontak seksual

dengan wanita yang menderita vulvovaginitis Keluhan berupa gatal

disertai timbulnya bercak putih pada glans penis.

Bentuk kandidiasis kutan yang lain mencakup infeksi kulit, dan

keadaan ini terjadi bila kulit menjadi lemah akibat trauma. Infeksi

intertriginosa terjadi di bagian tubuh yang lembab dan hangat seperti

lipatan paha, sering terjadi pada orang yang obesitas dan diabetes.

Daerah yang terinfeksi menjadi merah, lembab dan dapat timbul

vesikel. Daerah interdigital pada jari dapat terkena akibat perendaman

dalam air secara terus-menerus dalam waktu yang lama.

Invasi kandidiasis pada kuku dan sekitar lempeng kuku dapat

menyebabkan onikomikosis, yaitu suatu pembengkakan eritematosa

pada lipatan kuku dan terasa sangat nyeri, yang pada akhirnya akan

menghancurkan kuku.

2) Kandidiasis Sistemik

Kandidiasis ini dapat disebabkan oleh kateter yang terpasang

secara terus-menerus, penyalahgunaan obat intravena, atau kerusakan

pada kulit maupun saluran cerna. Pada sebagian besar pasien dengan

pertahanan tubuh yang normal, ragi dapat dieliminasi. Namun pada

pasien dengan gangguan pertahanan fagosit dapat mengalami lesi

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

13

samar dimana-mana terutama di ginjal, mata, jantung, dan meninges.

Kandidiasis sistemik paling sering disebabkan karena pemberian

kortikosteroid dalam jangka panjang atau agen imunosupresif lainnya.

Endokarditis kandida sering disebabkan oleh pengendapan dan

pertumbuhan ragi serta pseudohifa pada katup jantung.

3) Kandidiasis Mukokutan Kronik

Biasanya banyak ditemukan pada anak-anak dan penderita yang

mengalami imunodefisiensi selular dan endokrinopati, dan

menyebabkan infeksi superfisial kronik yang merusak satu atau semua

daerah kulit maupun mukosa (Jawetz, 2014).

b. Jamur Candida albicans

Sumber: Teknologilaboratoriummedik.

blogspot.com

Gambar 2.2. Makroskopis Candida albicans pada

media SDA

Koloni

Permukaan

media

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

14

Sumber : Jawetz, 2014

Gambar 2.3. Mikroskopis Candida albicans

1) Klasifikasi

Menurut Lodder (1997), taksonomi Candida sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Filum : Eumycota

Ordo : Deuteromycota

Famili : Cryptococcaceae

Sub Famili : Candidoidea

Genus : Candida

Spesies pada manusia : Candida albicans (Sumber: Siregar, 2002)

2) Deskripsi

Jamur merupakan eukariot mirip tumbuhan yang tidak memiliki

klorofil sehingga tidak mampu berfotosintesis. Tumbuh dalam koloni sel

tunggal (ragi, yeast), atau dalam agregat multi sel berupa filamen (kapang,

mold) (Jawetz, 2014). Jamur berbentuk sel atau benang bercabang dan

mempunyai dinding sel yang sebagian besarnya terdiri dari kitin dan

glukan, serta sebagian kecilnya dari selulosa atau kitosan (Sutanto, 2008).

Candida termasuk golongan ragi (yeast) dan menyerupai ragi (yeast-

likes). Candida albicans adalah jamur bersel tunggal, berbentuk bulat

sampai oval, dan bersifat dimorfik karena mampu membentuk sel ragi dan

hifa semu. Candida albicans dapat tumbuh pada suhu 37oC. Habitat

Blastospora Pseudohifa

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

15

normalnya adalah di membran mukosa manusia dan hewan berdarah

panas. Pada 50% manusia, jamur ini dapat ditemukan pada mukosa mulut,

usus, vagina, dan kadang-kadang dapat diisolasi dari permukaan kulit.

Dinding sel Candida albicans bersifat dinamis dengan struktur

berlapis, terdiri dari beberapa jenis karbohidrat yang berbeda (80- 90%),

seperti: Mannan (polymers of mannose) berpasangan dengan protein

membentuk glikoprotein (mannoprotein), α-glucans yang bercabang

menjadi polimer glukosa yang mengandung α-1,3 dan α-1,6 yang saling

berkaitan, dan chitin, yaitu homopolimer N-acetyl-D-glucosamine (Glc-

NAc) yang mengandung ikatan α-1,4. Unsur pokok yang lain adalah

adalah protein (6-25%) dan lemak (1-7%) (Mutiawati, 2016).

Di alam bebas, Candida albicans ditemukan di tanah meskipun jarang

dan biasanya terjadi karena adanya kontaminasi tinja. Candida albicans

merupakan jamur yang paling sering menjadi penyebab kandidiasis

(Sutanto, 2008).

3) Morfologi

Sel jamur Candida berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong,

dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5-28,5 µ. Berkembang biak

dengan memperbanyak diri dengan spora yang tumbuh dari tunas, yang

disebut blastopora. Candida mudah tumbuh di dalam media Sabauroud

dengan membentuk koloni ragi dengan sifat-sifat khas seperti: menonjol

dari permukaan media, permukaan koloni yang halus, licin, berwarna putih

kekuningan dan berbau ragi (Siregar, 2002).

4) Reproduksi

Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk blastospora

(budding cell). Pada biakan atau jaringan, spesies Candida albicans

tumbuh sebagai sel ragi tunas berbentuk oval dan membentuk pseudohifa

ketika tunas terus tumbuh tetapi gagal lepas menghasilkan rantai sel

memanjang yang menyempit dan mengerut pada septa diantara sel

(Jawetz, 2014). Bentuk pseudohifa lebih virulen dan invasif daripada spora

(Irianto, 2013).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

16

c. Patogenitas

Pada keadaan tertentu jika terdapat faktor predisposisi, Candida albicans

yang mula-mula hidup komensal di dalam tubuh dan tidak berbahaya

dapat berubah menjadi patogenik, menginvasi mukosa dan menimbulkan

kerusakan. Sel ragi kemudian dengan cepat membentuk hifa yang

menembus membran mukosa, menyebabkan iritasi dan kerusakan pada

jaringan (Soedarto, 2015). Dari semua jenis spesies yang ditemukan pada

manusia, Candida albicans merupakan jamur yang paling patogen

(Irianto, 2013).

d. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi merupakan faktor yang dapat mempermudah

timbulnya suatu keadaan, dalam hal ini yaitu kandidiasis. Peran faktor

tersebut ialah menyuburkan pertumbuhan jamur Candida dan

memudahkan terjadinya invasi jaringan, karena daya tahan tubuh yang

lemah.

Pada dasarnya faktor predisposisi ini digolongkan ke dalam dua

kelompok, yaitu:

1) Faktor Endogen

a) Perubahan fisiologi tubuh, yang terjadi pada:

(1) Kehamilan, terjadi perubahan di dalam vagina.

(2) Obesitas, kegemukan menyebabkan banyak keringat, mudah

terjadi maserasi kulit, dan memudahkan infestasi kandida.

(3) Endokrinopati, gangguan konsentrasi gula dalam darah, yang

pada kulit akan menyuburkan pertumbuhan kandida.

(4) Penyakit menahun, misalnya tuberkulosis, lupus,

eritematosus, karsinoma, dan leukemia.

(5) Pengaruh pemberian obat-obatan, misalnya pemberian

antibiotik, kortikosteroid, atau sitostatik.

(6) Pemakaian alat-alat di dalam tubuh, misalnya gigi palsu,

infus dan kateter

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

17

b) Umur

Orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi ini karena status

imunologisnya yang tidak sempurna

c) Gangguan imunologis

Misalnya atopik dermatitis.

2) Faktor Eksogen

a) Iklim panas dan kelembaban yang mempermudah invasi kandida

b) Kebiasaan dan pekerjaan yang banyak berhubungan dengan air

mempermudah invasi kandida

c) Kebersihan dan kontak dengan penderita kandidiasis (Siregar,

2002).

e. Cara Infeksi

Infeksi Candida dapat berlangsung secara endogen dan eksogen atau

berkontak langsung. Infeksi endogen lebih sering terjadi karena Candida

bersifat saprofit di dalam tractus digevitus. Bila ada faktor predisposisi,

Candida akan lebih mudah mengadakan invasi.

Infeksi secara eksogen atau berkontak langsung dapat terjadi bila sel-

sel ragi menempel pada kulit atau selaput lendir sehingga dapat

menimbulkan kelainan-kelainan pada kulit tersebut, seperti: vaginitis,

balanitis, atau kandidiasis interdigitalis (Siregar, 2002).

f. Uji Laboratorium Diagnostik

1) Spesimen

Spesimen berupa apusan dan kerokan dari lesi superfisial, darah,

cairan spinal, biopsi jaringan, urine, eksudat, dan bahan dari kateter

intravena yang telah dicabut.

2) Pemeriksaan Mikroskopis

Kerokan kulit atau kuku diperiksa dengan larutan KOH 10%. Biopsi

jaringan, cairan spinal, dan spesimen lain dapat diperiksa dengan

pewarnaan Gram untuk mencari sel ragi, blastospora, atau pseudohifa

(Jawetz, 2014).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

18

3) Pemeriksaan Biakan

Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam Sabouraud Dextrose Agar

(SDA), dapat pula dibubuhi dengan dengan antibiotik kloramfenikol

untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan pada

suhu kamar atau pada suhu 37oC, koloni tumbuh setelah 24-48 jam

berupa yeast like colony (Djuanda, 2005).

3. Antijamur

a. Amfoterisin B

Dihasilkan oleh Streptomyces nodosus. Zat ini termasuk kelompok

antibiotika polyen. Mekanisme kerja polyena melibatkan pembentukan

kompleks dengan ergosterol pada membran sel fungi, menyebabkan

kerusakan dan kebocoran membran. Amfoterisin B adalah obat yang

paling efektif untuk mikosis sistemik maupun lokal terhadap Candida.

Efek sampingnya adalah gangguan fungsi ginjal

b. Flusitosin

Merupakan derivat sitosin yang berfluor. Flusitosin merupakan

senyawa antifungi oral yang terutama digunakan bersama dengan

amfoterisin B untuk mengobati kriptokosis atau kandidiasis. Efek samping

dari pemberian flusitosin jangka panjang adalah dapat menyebabkan

supresi sumsum tulang, rambut rontok, dan abnormalitas fungsi hati

(Jawetz, 2014)

c. Azol

Antifungi imidazol (mikonazol dan ketokonazol) dan triazol (misal

flukonazol) adalah obat-obat oral yang digunakan untuk mengobati

berbagai infeksi fungi lokal dan sistemik.

Mikonazol berkhasiat sebagai fungisid kuat, lebih aktif dan efektif

terhadap dermatofit biasa dan Candida. Namun kurang berkhasiat terhadap

Aspergillus. Mikonazol terutama digunakan untuk mengobati infeksi kulit

dan kuku. Penggunaannya juga sebagai krim/tablet vaginal, yang dapat

digunakan untuk wanita hamil. Efek sampingnya dapat berupa iritasi,

reaksi alergi, dan rasa terbakar di kulit.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

19

Ketokonazol berguna dalam mengobati kandidiasis mukokutan kronik,

dermatofitosis, blastomikosis nonmeningeal, dan histoplasmosis. Efek

sampingnya adalah gangguan alat cerna (mual, muntah, diare), nyeri

kepala, pusing, gatal-gatal dan yang lebih serius adalah sifat

hepatotoksisitasnya, karena mengakibatkan hepatitis terutama bila

digunakan lebih dari 14 hari. (Tjay dan Rahardja, 2002).

Flukonazol berguna dalam mengobati kandidiasis orofaring pada

penderita AIDS dan kandidemia pada pasien imunokompeten juga dapat

diobati dengan flukonazol (Jawetz, 2014).

d. Nistatin

Berasal dari Streptomyces noursei. Seringkali digunakan pada

kandidiasis usus, kandidiasis mulut (sariawan), kandidiasis vagina, secara

lokal digunakan sebagai salep atau krim. Efek sampingnya pada dosis oral

yang tinggi biasanya berupa mual dan muntah selewat (Tjay dan Rahardja,

2002).

4. Uji Aktivitas Antijamur

Aktivitas antijamur diukur untuk menentukan potensi antijamur dalam

suatu larutan, konsentrasinya dalam cairan tubuh atau jaringan, dan

kerentanan mikroorganisme tertentu terhadap obat dengan konsentrasi

tertentu.

a. Metode Difusi Agar

Metode difusi yang paling luas digunakan adalah difusi cakram.

Cakram kertas filter yang mengandung sejumlah tertentu obat

ditempatkan diatas permukaan medium padat yang telah diinokulasi pada

permukaan dengan organisme uji. Setelah diinkubasi, diameter zona

jernih inhibisi di sekitar cakram diukur sebagai ukuran kekuatan inhibisi

obat melawan organisme uji tertentu. Metode tersebut dipengaruhi oleh

banyak faktor fisik maupun kimia selain interaksi sederhana dengan obat

dan organisme uji (Jawetz, 2008).

b. Metode Dilusi

Sejumlah zat antimikroba dimasukkan ke dalam medium bakteriologi

padat atau cair. Biasanya digunakan pengenceran dua kali lipat zat

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

20

antimikroba. Medium diinokulasi dengan mikroba yang diuji dan

diinkubasi. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa banyak jumlah

zat antimikroba yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan atau

membunuh mikroorganisme yang diuji. Uji kerentanan metode dilusi agar

membutuhkan waktu yang banyak, dan kegunaannya terbatas pada

keadaan-keadaan tertentu. Keuntungan uji dilusi adalah bahwa uji tersebut

memungkinkan adanya hasil kuantitatif, yang menunjukkan jumlah obat

tertentu yang diperlukan untuk menghambat atau membunuh

mikroorganisme uji (Jawetz, 2008).

B. Kerangka Teori

Sumber : (Jawetz, 2014) (Khaidir, 2010)

C. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Ekstrak rimpang jahe merah (Zingiber

officinale varietas rubrum) konsentrasi 20%,

40%, 60%, 80%, 100%

Pertumbuhan jamur

Candida albicans

Penyebab

kandidiasis yang

merupakan

mikosis paling

umum

Pengobatan kimia Candida

albicans

Pengobatan

tradisional

Obat antijamur

Rimpang jahe

merah

Ekstrak rimpang

jahe merah

Kemampuan

sebagai antijamur

Dapat

menghambat

pertumbuhan

jamur Candida

albicans

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Ekstrak Jahe

21

D. Hipotesis

HA : ekstrak rimpang jahe merah (Zingiber officinale varietas rubrum) efektif

dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.