6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Ekstrak Jahe Merah (Zingiber offcinale varietas rubrum)
a. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan cair, kental atau kering yang merupakan hasil
dari proses ekstraksi atau penyarian suatu simplisia menurut cara yang
sesuai. Ekstrak cair diperoleh dari ekstraksi yang masih mengandung
sebagian besar cairan penyari (Hanani, 2014).
Sebelum suatu tanaman diproses menjadi ekstrak, maka dijadikan
simplisia terlebih dahulu untuk mengurangi kadar air yang terdapat
didalam tanaman.
Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan, biasanya
digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Proses
penyiapan simplisia yang akan dibuat ekstrak meliputi tahapan sortasi,
pencucian, pengirisan, perajangan, dan pengeringan (Kepmenkes, 2017).
Simplisia dikumpulkan dan dibersihkan dari pengotor dengan cara
pemilihan dan pencucian. Ekstraksi terhadap simplisia sebaiknya
menggunakan simplisia yang segar. Cara pengeringan yang dipilih adalah
pengeringan yang tidak mengakibatkan terjadinya perubahan metabolit
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Sebelum simplisia di ekstraksi,
simplisia kering dapat disimpan dalam wadah tertutup rapat dan tidak
terlalu lama, untuk mencegah timbulnya kutu/hama yang dapat merusak
kandungan kimia dari simplisia tersebut. Pengecilan ukuran diperlukan
agar proses ekstraksi berjalan dengan cepat (Hanani, 2014).
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman
yang bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam
bagian tanaman tersebut. Ekstraksi merupakan proses penarikan senyawa
dari tanaman, hewan, dan lain-lain dari campurannya dengan pelarut
tertentu. Cara ini digunakan supaya diperoleh sediaan yang mengandung
senyawa aktif dari suatu bahan alam menggunakan pelarut yang sesuai
(Marjoni, 2016).
7
Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses pemindahan masa dari
komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut
organik yang digunakan. Pelarut organik mengandung zat aktif. Zat aktif
akan terlarut dalam pelarut organik pada bagian luar sel untuk selanjutnya
berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses ini terus berulang hingga terjadi
keseimbangan konsentrasi zat aktif antara sel dengan zat aktif di luar sel
(Marjoni, 2016).
Pemilihan metode dilakukan dengan memerhatikan antara lain sifat
senyawa, pelarut yang digunakan, dan alat yang tersedia. Struktur untuk
setiap senyawa, suhu, dan tekanan merupakan faktor yang perlu
diperhatikan dalam melakukan ekstraksi. Salah satu metode ekstraksi
yang digunakan untuk pemisahan atau penarikan senyawa aktif dari
tanaman adalah maserasi (Hanani, 2014).
Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan
cara merendam simplisia dalam pelarut selama waktu tertentu pada suhu
kamar dan terlindung dari cahaya. Pada maserasi terjadi proses
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel sehingga
diperlukan penggantian pelarut secara berulang (Hanani, 2014)
b. Jahe Merah (Zingiber officinale varietas rubrum)
Sumber : Dokumen pribadi
Gambar 2.1 Jahe Merah
8
1) Klasifikasi
Menurut Wasito (2011) klasifikasi tanaman ini adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale varietas rubrum
2) Deskripsi
Jahe merah merupakan tanaman kuno yang diperkirakan berasal
dari India (Agoes, 2010). Tanaman ini tersebar di seluruh Indonesia,
biasanya ditanam di kebun atau pekarangan yang tanahnya mudah
diolah seperti tanah lempung berdebu, lempung berliat, atau liat
berpasir (Wasito, 2011). Persebaran jahe di Indonesia terbukti dari
banyaknya sebutan untuk tanaman ini di masing-masing daerah
seperti jae (Jateng), jhai (Madura), jahe (Sunda), cipakan (Bali),
halia (Aceh), bahing (Batak), lahia (Nias), sipadeh ( Padang), jahi
(Lampung), sipados (Kutai), marito (Gorontalo), lana (Makassar),
dan pese (Bugis).
Jahe merah memiliki nama latin Zingiber officinale var. rubrum
merupakan tanaman terna berbatang semu yang tumbuhnya tegak
dengan tinggi 30-100 cm dan berwarna hijau. Akarnya berbentuk
rimpang dengan daging akar berwarna kuning hingga kemerahan
dengan bau menyengat. Tanaman ini dapat tumbuh subur pada
ketinggian 0-1500 mdpl. Budidaya tanaman ini biasanya
menggunakan rimpangnya (Agoes, 2010).
Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubrum) disebut jahe sunti
memiliki ukuran rimpang yang paling kecil dan rimpangnya
berwarna merah sampai jingga, berserat kasar, beraroma tajam dan
paling pedas dengan kadar minyak atsiri yang tinggi yaitu 2,6-3,9%,
9
sehingga cocok sebagai bahan dasar farmasi dan jamu (Septiatin,
2008).
3) Morfologi
Jahe merah memiliki akar yang berbentuk rimpang dengan
aroma yang khas, memiliki tekstur yang tebal dan kuat berdiameter
1,2-2,5 cm. Bila dipotong rimpangnya berwarna kuning hingga
kemerahan, dan bagian luarnya berwarna merah.
Batang tanaman jahe merupakan batang semu yang tumbuh
tegak lurus. Batang tersebut terdiri dari pelepah-pelepah daun yang
menutupi batang. Bagian luar batang agak licin dan sedikit
mengkilap berwarna hijau tua. Biasanya batang dihiasi titik-titik
berwarna putih. Batang ini biasanya basah dan banyak mengandung
air, sehingga tergolong tanaman herba.
Daun jahe berbentuk lonjong dan lancip menyerupai daun
rumput-rumputan besar. Pada bagian atas, daun lebar dengan ujung
agak lancip, bertangkai pendek, berwarna hijau tua agak mengkilap.
Sementara bagian bawah berwarna hijau muda dan berbulu halus.
Panjang daun sekitar 5-25 cm dengan lebar 0,8-2,5 cm.
Tangkai jahe berbulu dengan panjang 5-25 cm dan lebar 1-3 cm.
Ujung daun agak tumpul dengan panjang lidah 0,3-0,6 cm. Bila daun
mati maka pangkal tangkai tetap hidup dalam tanah, lalu bertunas
dan menjadi akar rimpang baru.
Bunga jahe berupa bulir yang berbentuk kincir, tidak berbulu,
dengan panjang 5-7 cm dan bergaris tengah 2-2,5 cm. Bulir itu
menempel pada tangkai bulir yang keluar dari akar rimpang dengan
panjang 15-25 cm. Tangkai bulir dikelilingi daun pelindung yang
berbentuk bulat lonjong, berujung runcing, dengan tepi berwarna
merah, ungu, atau hijau kekuningan.
Mahkota bunga berbentuk tabung dengan helai agak sempit dan
berbentuk tajam berwarna kuning kehijauan (Paimin dan
Murhananto, 2007).
10
4) Kandungan
Jahe merah mengandung limonene dan caprylic-acid yang dapat
menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans. 1,8 cineole yang
dapat mengatasi ejakulasi dini, anestetik dan sebagai perangsang
aktivitas syaraf pusat. 10-dehydrogingerdione dapat menekan
prostaglandin. 6-gingerdione dapat merangsang keluarnya asi, dan
penghambat enzim siklo oksigenase. Alpha-linolenic acid sebagai
anti perdarahan diluar haid, merangsang kekebalan tubuh, dan
merangsang produksi getah bening. Arginine mencegah kemandulan.
Aspartic acid sebagai perangsang syaraf dan penyegar. Betha-
sitosterol merangsang hormon androgen, menghambat hormon
estrogen, mencegah hiperlipoprotein, dan sebagai bahan baku obat
steroid. Capsaicin dapat merangsang ereksi, penghambat keluarnya
enzim 5-lipoksigenase dan siklo-oksigenase. Farnesal dapat
mencegah proses penuaan dan dapat merangsang regenerasi sel kulit.
Farnesol sebagai bahan pewangi, parfum, dan merangsang regenerasi
sel (Khaidir, 2010).
Jahe merah juga mengandung oleoresin yang menyebabkan rasa
pedas dan pahit pada jahe, komponen oleoresin adalah zingerol,
zingerone, shogoal, resin dan minyak atsiri. Minyak atsiri disebut
juga minyak eteris, minyak menguap, minyak terbang, atau essential
oil. Minyak atsiri merupakan pemberi aroma khas pada jahe.
Komponen utama minyak jahe adalah zingiberen dan zingiberol
(Paimin dan Murhananto, 2007). Minyak atsiri dimanfaatkan dalam
industri makanan dan minuman, farmasi, parfum, dan kosmetika.
Khasiat yang dimiliki oleh minyak atsiri, antara lain antibakteri,
antifungi, dan sering digunakan dalam aromaterapi (Hanani, 2014).
Kandungan minyak atsiri dalam rimpang jahe ditentukan dari
umurnya. Kandungan tersebut terus meningkat hingga mencapai
umur optimumnya yaitu 12 bulan. Lewat usia itu kandungan
minyaknya semakin sedikit, sedangkan bau khas pada jahe semakin
tua semakin meningkat (Paimin dan Murhananto, 2007)
11
5) Manfaat
Jahe segar dan jahe kering banyak digunakan sebagai bumbu
masak atau pemberi aroma pada makanan. Jahe muda bahkan dapat
dimakan dalam keadaan mentah sebagai lalap atau diolah menjadi
jahe awet yang berupa jahe asin, jahe dalam sirup, atau jahe kristal.
Jahe tua pun bisa diawetkan sebagai jahe kering dan jahe bubuk.
Jahe segar juga bisa digunakan sebagai minuman penghangat badan
yang biasa dikenal dengan “bandrek”.
Penggunaan jahe sebagai obat tradisional telah lama dilakukan
masyarakat. Jahe segar dapat digunakan langsung sebagai obat.
Irisan jahe yang dihisap dapat melapangkan tenggorokan. Bahkan
masyarakat Tiongkok yang terkenal memiliki banyak ramuan
tradisional berkhasiat pun telah lama menggunakan jahe sebagai
deretan obat tradisionalnya.
Jahe juga bisa mengobati luka lecet dan luka tikam karena duri
atau benda tajam. Luka digigit ular juga dapat disembuhkan.
Disamping itu, minyak jahe juga dapat digunakan sebagai obat
penambah nafsu makan, memperkuat lambung, dan memperbaiki
pencernaan (Paimin dan Murhananto, 2007).
6) Panen
Jahe dipanen muda umur 4-5 bulan untuk memenuhi permintaan
pasar ekspor, sedangkan untuk bahan obat jahe dipanen 9-10 bulan,
ketika tanaman sudah mulai mengering (Evizal, 2013). Panen bisa
dilakukan menggunakan cangkul ataupun garpu (Paimin dan
Murhananto, 2007).
2. Kandidiasis
Kandidiasis adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida,
terutama Candida albicans. Infeksi Kandidiasis merupakan mikosis sistemik
yang paling umum (Jawetz, 2014). Infeksi selaput lendir yang sering terjadi
pada mulut atau vagina, jarang terjadi pada seseorang yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang yang normal, tetapi infeksi ini lebih sering ditemukan
pada penderita diabetes atau AIDS, dan pada wanita hamil. Orang-orang yang
12
mengalami gangguan pada sistem kekebalan tubuhnya sering menderita
kandidiasis dan dapat menyebar ke seluruh tubuhnya (Irianto, 2013).
a. Temuan klinis
1) Kandidiasis Pada Kutan dan Mukosa
Faktor resiko yang terkait dengan kandidiasis superfisial antara
lain AIDS, kehamilan, diabetes, usia muda atau tua, pil KB, dan
trauma kulit. Thrush oral dapat terjadi di lidah, bibir, atau gusi. Trush
oral merupakan lesi pseudomembran berwarna keputihan berbentuk
bercak sampai konfluen yang terdiri dari sel epitel, ragi, dan
pseudohifa.
Invasi ragi ke mukosa vagina menyebabkan vulvovaginitis yang
ditandai dengan iritasi, pruritus, dan duh vagina.
Kandidiasis balanitis terjadi karena penderita kontak seksual
dengan wanita yang menderita vulvovaginitis Keluhan berupa gatal
disertai timbulnya bercak putih pada glans penis.
Bentuk kandidiasis kutan yang lain mencakup infeksi kulit, dan
keadaan ini terjadi bila kulit menjadi lemah akibat trauma. Infeksi
intertriginosa terjadi di bagian tubuh yang lembab dan hangat seperti
lipatan paha, sering terjadi pada orang yang obesitas dan diabetes.
Daerah yang terinfeksi menjadi merah, lembab dan dapat timbul
vesikel. Daerah interdigital pada jari dapat terkena akibat perendaman
dalam air secara terus-menerus dalam waktu yang lama.
Invasi kandidiasis pada kuku dan sekitar lempeng kuku dapat
menyebabkan onikomikosis, yaitu suatu pembengkakan eritematosa
pada lipatan kuku dan terasa sangat nyeri, yang pada akhirnya akan
menghancurkan kuku.
2) Kandidiasis Sistemik
Kandidiasis ini dapat disebabkan oleh kateter yang terpasang
secara terus-menerus, penyalahgunaan obat intravena, atau kerusakan
pada kulit maupun saluran cerna. Pada sebagian besar pasien dengan
pertahanan tubuh yang normal, ragi dapat dieliminasi. Namun pada
pasien dengan gangguan pertahanan fagosit dapat mengalami lesi
13
samar dimana-mana terutama di ginjal, mata, jantung, dan meninges.
Kandidiasis sistemik paling sering disebabkan karena pemberian
kortikosteroid dalam jangka panjang atau agen imunosupresif lainnya.
Endokarditis kandida sering disebabkan oleh pengendapan dan
pertumbuhan ragi serta pseudohifa pada katup jantung.
3) Kandidiasis Mukokutan Kronik
Biasanya banyak ditemukan pada anak-anak dan penderita yang
mengalami imunodefisiensi selular dan endokrinopati, dan
menyebabkan infeksi superfisial kronik yang merusak satu atau semua
daerah kulit maupun mukosa (Jawetz, 2014).
b. Jamur Candida albicans
Sumber: Teknologilaboratoriummedik.
blogspot.com
Gambar 2.2. Makroskopis Candida albicans pada
media SDA
Koloni
Permukaan
media
14
Sumber : Jawetz, 2014
Gambar 2.3. Mikroskopis Candida albicans
1) Klasifikasi
Menurut Lodder (1997), taksonomi Candida sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Filum : Eumycota
Ordo : Deuteromycota
Famili : Cryptococcaceae
Sub Famili : Candidoidea
Genus : Candida
Spesies pada manusia : Candida albicans (Sumber: Siregar, 2002)
2) Deskripsi
Jamur merupakan eukariot mirip tumbuhan yang tidak memiliki
klorofil sehingga tidak mampu berfotosintesis. Tumbuh dalam koloni sel
tunggal (ragi, yeast), atau dalam agregat multi sel berupa filamen (kapang,
mold) (Jawetz, 2014). Jamur berbentuk sel atau benang bercabang dan
mempunyai dinding sel yang sebagian besarnya terdiri dari kitin dan
glukan, serta sebagian kecilnya dari selulosa atau kitosan (Sutanto, 2008).
Candida termasuk golongan ragi (yeast) dan menyerupai ragi (yeast-
likes). Candida albicans adalah jamur bersel tunggal, berbentuk bulat
sampai oval, dan bersifat dimorfik karena mampu membentuk sel ragi dan
hifa semu. Candida albicans dapat tumbuh pada suhu 37oC. Habitat
Blastospora Pseudohifa
15
normalnya adalah di membran mukosa manusia dan hewan berdarah
panas. Pada 50% manusia, jamur ini dapat ditemukan pada mukosa mulut,
usus, vagina, dan kadang-kadang dapat diisolasi dari permukaan kulit.
Dinding sel Candida albicans bersifat dinamis dengan struktur
berlapis, terdiri dari beberapa jenis karbohidrat yang berbeda (80- 90%),
seperti: Mannan (polymers of mannose) berpasangan dengan protein
membentuk glikoprotein (mannoprotein), α-glucans yang bercabang
menjadi polimer glukosa yang mengandung α-1,3 dan α-1,6 yang saling
berkaitan, dan chitin, yaitu homopolimer N-acetyl-D-glucosamine (Glc-
NAc) yang mengandung ikatan α-1,4. Unsur pokok yang lain adalah
adalah protein (6-25%) dan lemak (1-7%) (Mutiawati, 2016).
Di alam bebas, Candida albicans ditemukan di tanah meskipun jarang
dan biasanya terjadi karena adanya kontaminasi tinja. Candida albicans
merupakan jamur yang paling sering menjadi penyebab kandidiasis
(Sutanto, 2008).
3) Morfologi
Sel jamur Candida berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong,
dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5-28,5 µ. Berkembang biak
dengan memperbanyak diri dengan spora yang tumbuh dari tunas, yang
disebut blastopora. Candida mudah tumbuh di dalam media Sabauroud
dengan membentuk koloni ragi dengan sifat-sifat khas seperti: menonjol
dari permukaan media, permukaan koloni yang halus, licin, berwarna putih
kekuningan dan berbau ragi (Siregar, 2002).
4) Reproduksi
Candida albicans memperbanyak diri dengan membentuk blastospora
(budding cell). Pada biakan atau jaringan, spesies Candida albicans
tumbuh sebagai sel ragi tunas berbentuk oval dan membentuk pseudohifa
ketika tunas terus tumbuh tetapi gagal lepas menghasilkan rantai sel
memanjang yang menyempit dan mengerut pada septa diantara sel
(Jawetz, 2014). Bentuk pseudohifa lebih virulen dan invasif daripada spora
(Irianto, 2013).
16
c. Patogenitas
Pada keadaan tertentu jika terdapat faktor predisposisi, Candida albicans
yang mula-mula hidup komensal di dalam tubuh dan tidak berbahaya
dapat berubah menjadi patogenik, menginvasi mukosa dan menimbulkan
kerusakan. Sel ragi kemudian dengan cepat membentuk hifa yang
menembus membran mukosa, menyebabkan iritasi dan kerusakan pada
jaringan (Soedarto, 2015). Dari semua jenis spesies yang ditemukan pada
manusia, Candida albicans merupakan jamur yang paling patogen
(Irianto, 2013).
d. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor yang dapat mempermudah
timbulnya suatu keadaan, dalam hal ini yaitu kandidiasis. Peran faktor
tersebut ialah menyuburkan pertumbuhan jamur Candida dan
memudahkan terjadinya invasi jaringan, karena daya tahan tubuh yang
lemah.
Pada dasarnya faktor predisposisi ini digolongkan ke dalam dua
kelompok, yaitu:
1) Faktor Endogen
a) Perubahan fisiologi tubuh, yang terjadi pada:
(1) Kehamilan, terjadi perubahan di dalam vagina.
(2) Obesitas, kegemukan menyebabkan banyak keringat, mudah
terjadi maserasi kulit, dan memudahkan infestasi kandida.
(3) Endokrinopati, gangguan konsentrasi gula dalam darah, yang
pada kulit akan menyuburkan pertumbuhan kandida.
(4) Penyakit menahun, misalnya tuberkulosis, lupus,
eritematosus, karsinoma, dan leukemia.
(5) Pengaruh pemberian obat-obatan, misalnya pemberian
antibiotik, kortikosteroid, atau sitostatik.
(6) Pemakaian alat-alat di dalam tubuh, misalnya gigi palsu,
infus dan kateter
17
b) Umur
Orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi ini karena status
imunologisnya yang tidak sempurna
c) Gangguan imunologis
Misalnya atopik dermatitis.
2) Faktor Eksogen
a) Iklim panas dan kelembaban yang mempermudah invasi kandida
b) Kebiasaan dan pekerjaan yang banyak berhubungan dengan air
mempermudah invasi kandida
c) Kebersihan dan kontak dengan penderita kandidiasis (Siregar,
2002).
e. Cara Infeksi
Infeksi Candida dapat berlangsung secara endogen dan eksogen atau
berkontak langsung. Infeksi endogen lebih sering terjadi karena Candida
bersifat saprofit di dalam tractus digevitus. Bila ada faktor predisposisi,
Candida akan lebih mudah mengadakan invasi.
Infeksi secara eksogen atau berkontak langsung dapat terjadi bila sel-
sel ragi menempel pada kulit atau selaput lendir sehingga dapat
menimbulkan kelainan-kelainan pada kulit tersebut, seperti: vaginitis,
balanitis, atau kandidiasis interdigitalis (Siregar, 2002).
f. Uji Laboratorium Diagnostik
1) Spesimen
Spesimen berupa apusan dan kerokan dari lesi superfisial, darah,
cairan spinal, biopsi jaringan, urine, eksudat, dan bahan dari kateter
intravena yang telah dicabut.
2) Pemeriksaan Mikroskopis
Kerokan kulit atau kuku diperiksa dengan larutan KOH 10%. Biopsi
jaringan, cairan spinal, dan spesimen lain dapat diperiksa dengan
pewarnaan Gram untuk mencari sel ragi, blastospora, atau pseudohifa
(Jawetz, 2014).
18
3) Pemeriksaan Biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam Sabouraud Dextrose Agar
(SDA), dapat pula dibubuhi dengan dengan antibiotik kloramfenikol
untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan pada
suhu kamar atau pada suhu 37oC, koloni tumbuh setelah 24-48 jam
berupa yeast like colony (Djuanda, 2005).
3. Antijamur
a. Amfoterisin B
Dihasilkan oleh Streptomyces nodosus. Zat ini termasuk kelompok
antibiotika polyen. Mekanisme kerja polyena melibatkan pembentukan
kompleks dengan ergosterol pada membran sel fungi, menyebabkan
kerusakan dan kebocoran membran. Amfoterisin B adalah obat yang
paling efektif untuk mikosis sistemik maupun lokal terhadap Candida.
Efek sampingnya adalah gangguan fungsi ginjal
b. Flusitosin
Merupakan derivat sitosin yang berfluor. Flusitosin merupakan
senyawa antifungi oral yang terutama digunakan bersama dengan
amfoterisin B untuk mengobati kriptokosis atau kandidiasis. Efek samping
dari pemberian flusitosin jangka panjang adalah dapat menyebabkan
supresi sumsum tulang, rambut rontok, dan abnormalitas fungsi hati
(Jawetz, 2014)
c. Azol
Antifungi imidazol (mikonazol dan ketokonazol) dan triazol (misal
flukonazol) adalah obat-obat oral yang digunakan untuk mengobati
berbagai infeksi fungi lokal dan sistemik.
Mikonazol berkhasiat sebagai fungisid kuat, lebih aktif dan efektif
terhadap dermatofit biasa dan Candida. Namun kurang berkhasiat terhadap
Aspergillus. Mikonazol terutama digunakan untuk mengobati infeksi kulit
dan kuku. Penggunaannya juga sebagai krim/tablet vaginal, yang dapat
digunakan untuk wanita hamil. Efek sampingnya dapat berupa iritasi,
reaksi alergi, dan rasa terbakar di kulit.
19
Ketokonazol berguna dalam mengobati kandidiasis mukokutan kronik,
dermatofitosis, blastomikosis nonmeningeal, dan histoplasmosis. Efek
sampingnya adalah gangguan alat cerna (mual, muntah, diare), nyeri
kepala, pusing, gatal-gatal dan yang lebih serius adalah sifat
hepatotoksisitasnya, karena mengakibatkan hepatitis terutama bila
digunakan lebih dari 14 hari. (Tjay dan Rahardja, 2002).
Flukonazol berguna dalam mengobati kandidiasis orofaring pada
penderita AIDS dan kandidemia pada pasien imunokompeten juga dapat
diobati dengan flukonazol (Jawetz, 2014).
d. Nistatin
Berasal dari Streptomyces noursei. Seringkali digunakan pada
kandidiasis usus, kandidiasis mulut (sariawan), kandidiasis vagina, secara
lokal digunakan sebagai salep atau krim. Efek sampingnya pada dosis oral
yang tinggi biasanya berupa mual dan muntah selewat (Tjay dan Rahardja,
2002).
4. Uji Aktivitas Antijamur
Aktivitas antijamur diukur untuk menentukan potensi antijamur dalam
suatu larutan, konsentrasinya dalam cairan tubuh atau jaringan, dan
kerentanan mikroorganisme tertentu terhadap obat dengan konsentrasi
tertentu.
a. Metode Difusi Agar
Metode difusi yang paling luas digunakan adalah difusi cakram.
Cakram kertas filter yang mengandung sejumlah tertentu obat
ditempatkan diatas permukaan medium padat yang telah diinokulasi pada
permukaan dengan organisme uji. Setelah diinkubasi, diameter zona
jernih inhibisi di sekitar cakram diukur sebagai ukuran kekuatan inhibisi
obat melawan organisme uji tertentu. Metode tersebut dipengaruhi oleh
banyak faktor fisik maupun kimia selain interaksi sederhana dengan obat
dan organisme uji (Jawetz, 2008).
b. Metode Dilusi
Sejumlah zat antimikroba dimasukkan ke dalam medium bakteriologi
padat atau cair. Biasanya digunakan pengenceran dua kali lipat zat
20
antimikroba. Medium diinokulasi dengan mikroba yang diuji dan
diinkubasi. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa banyak jumlah
zat antimikroba yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan atau
membunuh mikroorganisme yang diuji. Uji kerentanan metode dilusi agar
membutuhkan waktu yang banyak, dan kegunaannya terbatas pada
keadaan-keadaan tertentu. Keuntungan uji dilusi adalah bahwa uji tersebut
memungkinkan adanya hasil kuantitatif, yang menunjukkan jumlah obat
tertentu yang diperlukan untuk menghambat atau membunuh
mikroorganisme uji (Jawetz, 2008).
B. Kerangka Teori
Sumber : (Jawetz, 2014) (Khaidir, 2010)
C. Kerangka Konsep
Variabel Independent Variabel Dependent
Ekstrak rimpang jahe merah (Zingiber
officinale varietas rubrum) konsentrasi 20%,
40%, 60%, 80%, 100%
Pertumbuhan jamur
Candida albicans
Penyebab
kandidiasis yang
merupakan
mikosis paling
umum
Pengobatan kimia Candida
albicans
Pengobatan
tradisional
Obat antijamur
Rimpang jahe
merah
Ekstrak rimpang
jahe merah
Kemampuan
sebagai antijamur
Dapat
menghambat
pertumbuhan
jamur Candida
albicans
21
D. Hipotesis
HA : ekstrak rimpang jahe merah (Zingiber officinale varietas rubrum) efektif
dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.