bab ii tinjauan pustaka 2.1. kajian teoritis 2.1.1
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teoritis
2.1.1. Tanaman Jagung
Tanaman Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang
termasuk ke dalam famili Graminae, divisi tumbuhan berbiji (Spermatophyta),
sedangkan bijinya tertutup oleh bakal buah (Angiospermae), kelas
Monocotyledoneae, ordo Graminaceae dan digolongkan ke dalam genus Zea
dengan nama ilmiah Zea mays. L (Tjitrosoepomo, 1991).
Tanaman Jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan aneka biji dari
keluarga aneka rumput. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman pangan yang
penting, selain Padi dan Gandum. Tanaman Jagung berasal dari Amerika yang
tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke
Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia
termasuk Indonesia (Prahasta, 2009).
Jagung merupakan komoditi strategis kedua setelah padi karena dibeberapa
daerah, Jagung masih merupakan bahan makanan pokok kedua setelah beras.
Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri di Indonesia
karena merupakan bahan baku untuk industri pangan maupun industri pakan
ternak khusus pakan ayam (Rukmana, 2009).
Tanaman jagung berakar serabut. Beberapa varietas tanaman jagung
memiliki purata jumlah daun 12 - 18 helai. Beberapa varietas mempunyai
kecenderungan untuk tumbuh dengan cepat. Kecenderungan ini tergantung pada
kondisi iklim dan jenis tanah. Varietas tanaman jagung yang pertumbuhan
dewasanya dengan cepat mempunyai jumlah daun yang lebih sedikit
dibandingkan varietas tanaman jagung yang lambat pertumbuhan dewasanya.
Panjang daun antara 30 - 150 cm dan lebar daun dapat mencapai 15 cm (Berger,
1962 dan Tjitrosoepomo, 1991).
Biji jagung memiliki bentuk tipis dan bulat melebar. Biji jagung terbesar
memiliki Purata berat 250-300 mg. Biji jagung diklasifikasikan sebagai kariopsis.
Hal ini disebabkan biji jagung memiliki struktur embrio yang sempurna serta
7
endosperma yang menjadi nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan menjadi
tanaman jagung (Johnson, 1991).
2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
Secara umum tanaman jagung dapat tumbuh pada daerah dengan ketinggian
0 - 1.300 m dari permukaan laut dan dapat hidup baik di daerah panas maupun
dingin. Selama pertumbuhannya, tanaman Jagung memerlukan sinar matahari
yang cukup (Sutoro, dkk. 1988). Jumlah radiasi surya yang diterima tanaman
selama stadia pertumbuhannya merupakan faktor yang penting untuk penentuan
jumlah biji. Bila kekurangan cahaya batangnya akan kurus, lemah, dan tongkol
kecil serta hasil yang didapatkan rendah (Muhadjir, 1988).
Jagung dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asalkan mendapatkan
pengolahan yang baik. Tanah dengan tekstur lempung berdebu adalah yang
terbaik untuk pertumbuhannya. Tanah-tanah dengan tekstur berat masih dapat
ditanami Jagung dengan hasil yang baik bila pengolahan tanah dikerjakan secara
optimal, sehingga aerase dan ketersediaan air di dalam tanah berada dalam kondisi
baik. Kemasaman tanah (pH) yang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung
antara 5,6 – 7,5 (Rochani, 2007).
2.1.3. Stadia Pertumbuhan
Pertumbuhan Jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu
(1) stadia perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan
pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama; (2) stadia
pertumbuhan vegetatif, yaitu stadia mulai munculnya daun pertama yang terbuka
sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnyabunga betina (silking), stadia
ini diidentifiksi dengan jumlah daun yang terbentuk; dan (3) stadia reproduktif,
yaitu stadia pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis. Perkecambahan
benih Jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji. Benih Jagung akan
berkecambah jika kadar air benih pada saat di dalam tanah meningkat >30%
(McWilliams dkk. 1999). Stadia – stadia pertumbuhan tanaman jagung menurut
McWilliams dkk. (1999) meliputi: VE (stadia perkecambahan), stadia V1 sampai
Vn dan R1 sampai Rn sebagai berikut:
8
Gambar 2.1. Stadia pertumbuhan tanaman jagung
Stadia pertumbuhan tanaman jagung sebagai berikut:
1. Stadia VE-V2 (perkecambahan sampai daun terbuka 1-2)
Stadia ini berlangsung pada saat tanaman mulai berkecambah, bakal daun
muncul ke permukaan tanah umumnya berumur antara 3-6 hari setelah tanam.
Pada stadia ini akar seminal sudah mulai tumbuh, akar nodul belum aktif, dan titik
tumbuh berada di bawah permukaan tanah (McWilliams dkk.. 1999).
2. Stadia V3-V5 (jumlah daun yang terbuka sempurna 3-5).
Stadia ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 10-18 hari
setelah berkecambah. Pada stadia ini akar seminal sudah mulai berhenti tumbuh,
akar nodul sudah mulai aktif, dan titik tumbuh berada di bawah permukaan tanah.
Suhu tanah sangat mempengaruhi titik tumbuh. Suhu rendah akan memperlambat
keluar daun, menurunkan jumlah daun, dan menunda terbentuknya bunga jantan
(McWilliams dkk.. 1999).
3. Stadia V6-V10 (jumlah daun terbuka sempurna 6-10)
Stadia ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 18 -35 hari setelah
berkecambah. Titik tumbuh sudah di atas permukaan tanah, perkembangan akar
dan penyebarannya di tanah sangat cepat, dan pemanjangan batang meningkat
dengan cepat. Pada stadia ini bakal bunga jantan (tassel) dan perkembangan
tongkol dimulai (Lee, 2007). Tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang
lebih banyak, karena itu pemupukan pada stadia ini diperlukan untuk mencukupi
kebutuhan hara bagi tanaman (McWilliams dkk. 1999).
9
4. Stadia V11- Vn (jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun 15-18)
Stadia ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 33-50 hari setelah
berkecambah. Tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan kering
meningkat dengan cepat pula. Pada stadia ini, kekeringan dan kekurangan hara
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tongkol, dan
bahkan akan menurunkan jumlah biji dalam satu tongkol karena mengecilnya
tongkol, yang akibatnya menurunkan hasil (McWilliams dkk.. 1999, Lee 2007).
5. Stadia VT (Tasseling)
Stadia tasseling biasanya antara 45-52 hari, ditandai oleh adanya cabang
terakhir dari bunga jantan sebelum kemunculan bunga betina (silk/rambut
tongkol). Tahap VT dimulai 2-3 hari sebelum rambut tongkol muncul, di mana
pada periode ini tinggi tanaman hampir mencapai maksimum dan mulai
menyebarkan serbuk sari (pollen).
6. Stadia R1 (silking)
Tahap silking diawali oleh munculnya rambut dari dalam tongkol yang
terbungkus kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah tasseling. Rambut tongkol
muncul dan siap diserbuki selama 2-3 hari. Rambut tongkol tumbuh memanjang
2,5-3,8 cm per hari dan akan terus memanjang hingga diserbuki.
Penyerbukan (polinasi) terjadi ketika serbuk sari yang dilepas oleh bunga jantan
jatuh menyentuh permukaan rambut tongkol yang masih segar. Bakal biji hasil
pembuahan tumbuh dalam suatu struktur tongkol dengan dilindungi oleh tiga
bagian penting biji, yaitu glume, lemma, dan palea, serta memiliki warna putih
pada bagian luar biji (Lee 2007).
7. Stadia R2 (blister)
Stadia R2 muncul sekitar 10-14 hari seletelah silking, rambut tongkol sudah
kering dan berwarna gelap. Ukuran tongkol, kelobot, dan janggel hampir
sempurna. Biji sudah mulai nampak dan berwarna putih melepuh, pati mulai
diakumulasi ke endosperma, kadar air biji sekitar 85%, dan akan menurun terus
sampai panen.
8. Stadia R3 (masak susu)
Stadia ini terbentuk 18 -22 hari setelah silking. Pengisian biji semula dalam
bentuk cairan bening, berubah seperti susu. Akumulasi pati pada setiap biji sangat
10
cepat. Warna biji sudah mulai terlihat (bergantung pada warna biji setiap varietas),
dan bagian sel pada endosperma sudah terbentuk lengkap.
9. Stadia R4 (dough)
Stadia R4 mulai terjadi 24-28 hari setelah silking. Bagian dalam biji seperti
pasta (belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering biji sudah
terbentuk, dan kadar air biji menurun menjadi sekitar 70%. Cekaman kekeringan
pada stadia ini berpengaruh terhadap bobot biji.
10. Stadia R5 (pengerasan biji)
Stadia R5 akan terbentuk 35-42 hari setelah silking. Seluruh biji sudah
terbentuk sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi bahan kering biji akan
segera terhenti. Kadar air biji 55%.
11. Stadia R6 (masak fisiologis)
Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari setelah
silking. Pada tahap ini, biji-biji pada tongkol telah mencapai bobot kering
maksimum. Lapisan pati yang keras pada biji telah berkembang dengan sempurna
dan telah terbentuk pula lapisan absisi berwarna coklat atau kehitaman.
Pembentukan lapisan hitam (black layer) berlangsung secara bertahap, dimulai
dari biji pada bagian pangkal tongkol menuju ke bagian ujung tongkol.
Pada varietas lain, ada tanaman yang mempunyai sifat tetap hijau (stay-green)
yang tinggi.
2.1.4. Organisme Penggangu Tanaman
Dalam pertanian, organisme pengganggu tanaman (yang selanjutnya akan
disebut OPT) adalah semua organisme yang dapat menyebabkan penurunan
potensi hasil yang secara langsung maupun tidak langsung karena menimbulkan
kerusakan fisik, gangguan fisiologi dan biokimia, atau kompetisi hara terhadap
tanaman budidaya. OPT meliputi hama tanaman, patogen penyakit tanaman dan
tumbuhan pengganggu (gulma) (Djojosumarto, 2008).
2.1.5. Hama Tanaman Jagung
Hama utama tanaman Jagung yang sering minimbulkan kerugian secara
kualitas dan kuantitatif adalah penggerek tongkol Jagung Helicoverpa armigera.
Penggerek tongkol Helicoverpa armigera mulai muncul di pertanaman
pada stadia generatif 43-70 hari setelah tanam. Ngengat H. armigera aktif pada
11
malam hari. Ngengat betina meletakkan telurnya secara tunggal pada tanaman
berumur 45 - 56 hari setelah tanam bersamaan dengan munculnya rambut
tongkol. Imago betina mampu menghasilkan telur 600 - 1000 butir. Telur baru
menetas setelah 4-7 hari. Larva hama ini selain menyerang tongkol juga
menyerang pucuk dan menyerang malai sehingga bunga jantan tidak terbentuk ,
yang mengakibatkan hasil biji berkurang. Stadia pupa ada di dalam tongkol.
Siklus hidupnya antara 36-45 hari (Kalshoven,1981).
Hama tanaman jagung yang umum di temukan menurut (Susmawati, 2014)
sebagai berikut:
1. Penggerek Batang (Ostrinia furnacalis Guen ) (Lepidoptera: Noctuidae)
Ngengat aktif pada malam hari, dan menghasilkan beberapa generasi per
tahun. Umur imago/ngengat dewasa 7-11 hari. Telur berwarna putih diletakkan
berkelompok. Satu kelompok telur beragam antara 30 - 50 butir. Seekor ngengat
betina mampu meletakkan 602-817 butir telur. Telur menetas 3-4 hari.
Ngengat betina lebih menyukai meletakkan telur pada tanaman jagung yang tinggi
dan telur di letakkan pada permukaan bagian bawah daun, terutama pada daun ke
5-6. Larva yang baru menetas berwarna putih kekuning-kuningan. Dalam
mencari makan, larva berpindah pindah tempat. Larva muda makan pada bagian
alur bunga jantan. Setelah instar lanjut larva menggerek batang. Larva akan
menjadi pupa setelah 17-30 hari (Susmawati, 2014).
Karakteristik kerusakan tanaman jagung akibat dari serangan larva hama
ini yaitu: (1) adanya lubang kecil pada daun, (2) lubang gerekan pada batang,
bunga jantan, atau pangkal tongkol, (3) batang dan tassel yang mudah patah, dan
(4) tumpukan tassel yang rusak.
2. Ulat bulu (Spodoptera litura F.) (Lepidoptera: Noctuidae).
Ngengat memiliki bagian depan sayap berwarna coklat atau keperak-
perakan dan sayap belakang berwarna keputihan. Ngengat aktif pada malam hari.
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun.
Telur diletakkan secara berkelompok pada permukaan daun (kadang tersusun dua
lapis). Telur berwarna coklat kekuning-kuningan. Masing-masing kelompok telur
berisi 25 – 500 butir, tertutup bulu seperti beludru. Siklus hidup hama ini antara
12
30 – 60 hari (lama stadium telur 2 – 4 hari, larva terdiri dari lima instar, dengan
lama stadium larva 20 – 46 hari, lama stadium pupa 8 – 10 hari).
Larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak
berkelompok, dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas.
Daun tanaman yang diserang oleh larva hama ini akan terlihat transparan dan
tinggal tulang-tulang daunnya saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah
daun. Serangan hama ini umumnya terjadi pada musim kemarau. Hama ini
bersifat polifag. Selain tanaman jagung, hama ini juga menyerang tanaman tomat,
kubis, cabai, buncis, bawang merah, kentang, kangkung, bayam, padi, tebu, jeruk,
pisang, tembakau, aneka kacang, dan tanaman hias (Susmawati, 2014).
3. Penggerek tongkol (Helicoverpa armigera) (Lepidoptera: Noctuidae)
Imago betina H. armigera meletakkan telur pada rambut jagung. Purata
produksi telur imago betina adalah 730 butir. Telur menetas dalam tiga hari
setelah diletakkan . Larva spesies ini terdiri dari lima sampai tujuh instar.
Imago betina akan meletakkan telur pada rambut tongkol jagung. Sesaat setelah
menetas larva akan menginvasi masuk ke dalam tongkol dan akan memakan biji
yang sedang mengalami perkembangan. Infestasi serangga ini akan menurunkan
kualitas dan kuantitas tongkol jagung (Susmawati, 2014).
4. Lalat bibit (Diptera) (Diptera: Antomyiidae)
Lama hidup imago bervariasi antara lima sampai 23 hari dimana umur
imago betina dua kali lebih lama daripada imago jantan. Imago sangat aktif
terbang dan sangat tertarik pada kecambah atau tanaman yang baru muncul di atas
permukaan tanah. Imago berukuran panjang 2,5 mm sampai 4,5 mm, Larva
terdiri dari tiga instar yang berwarna putih krem pada awalnya dan selanjutnya
menjadi kuning hingga kuning gelap. Larva yang menetas melubangi batang yang
kemudian membuat terowongan hingga pangkal batang dan berdampak muncul
warna kuning pada tanaman yang akhirnya tanaman mati (Susmawati, 2014).
5. Sitophilus zeamais (Motsch) (Coleoptera: Curculionidae)
Sitophilus zeamais Motsch dikenal dengan maize weevil atau kumbang
bubuk. Serangga ini bersifat polifag, selain menyerang biji jagung, juga
menyerang biji beras, gandum, kacang tanah, kacang kapri, kacang kedelai,
kelapa dan jambu mente. S. zeamais lebih dominan terdapat pada biji jagung dan
13
beras. S. zeamais merusak biji jagung dalam penyimpanan dan juga dapat
menyerang tongkol jagung yang masih berada di pertanaman. Siklus hidup antara
30-45 hari jika kondisi suhu optimum 290C, kadar air biji 14% dan kelembaban
nisbi 70%. Perkembangan populasinya sangat cepat pada bahan simpanan yang
berkadar air di atas 15% (Susmawati, 2014).
6. Hama Kutu Daun (Rhopalosiphum maydis Fitc)
Serangan hama ini, terutama bila populasinya mengakibatkan helaian daun
menguning dan mengering. Gejala klorosis yang sejajar dengan tulang daun, yang
terlihat akibat serangan hama ini dikarenakan hama ini sebagai vektor virus.
Kutu daun ini berwarna hijau. Imagonya ada yang bersayap dan ada yang tidak
bersayap. Pada bagian belakang dari ruas abdomen kelima terdapat sepasang
tabung sifunkulus (Susmawati, 2014).
2.1.6. Penyakit Tanaman Jagung
Patogen penyebab penyakit tanaman jagung terdiri dari golongan jamur,
bakteri, mikoplasma, dan virus. Di indonesia terdapat tujuh jenis penyakit penting
pada tanaman jagung. Menurut Semangun (1991) tujuh penyakit pentung pada
tanaman jagung di Indonesia sebagai berikut:
1. Penyakit bulai (yang disebabkan oleh Peronosclerospora maydis)
Gejala penyakit ini terlihat pada permukaan atas daun jagung yang berwarna
putih sampai kekuningan diikuti dengan garis-garis klorotik. Ciri lainnya adalah
pada pagi hari di sisi bawah daun jagung terdapat lapisan beledu putih yang terdiri
dari konidiofor dan konidium jamur. Penyakit bulai pada tanaman jagung
menyebabkan gejala sistemik yang meluas ke seluruh bagian tanaman dan
menimbulkan gejala lokal (setempat). Gejala terjadi bila infeksi jamur mencapai
titik tumbuh sehingga semua daun yang dibentuk terinfeksi. Jika tanaman yang
terinfeksi penyakit bulai pada umur masih muda maka tidak membentuk buah.
Bila tanaman terinfeksi pada umur yang lebih tua, tanaman masih membentuk
buah tetapi umumnya pertumbuhannya kerdil (Semangun, 1991).
2. Bercak daun (yang disebabkan oleh Curvularia spp.)
Penyakit bercak daun pada tanaman jagung dikenal dua tipe gejala yaitu:
(1) bercak berwarna coklat kemerahan dan berukuran lebih besar berbentuk
14
kumparan, dan (2) bercak berwarna hijau kuning atau klorotik kemudian menjadi
coklat kemerahan. Pada bibit jagung yang terserang menjadi layu atau mati dalam
waktu 3-4 minggu setelah tanam. Tongkol yang terinfeksi dini menyebabkan biji
akan rusak dan busuk, bahkan tongkol dapat gugur. Bercak pada jagung terdapat
pada seluruh bagian tanaman (daun, pelepah, batang, tangkai kelobot, biji dan
tongkol). Permukaan biji yang terinfeksi ditutupi miselium berwarna abu-abu
sampai hitam sehingga dapat menurunkan hasil yang cukup besar bahkan sampai
gagal panen (Semangun, 1991).
3. Hawar daun (yang disebabkan oleh Helminthosporium turcicum)
Pada awal infeksi gejala berupa bercak kecil, berbentuk oval kemudian
bercak semakin memanjang berbentuk ellips dan berkembang menjadi nekrotik
dan disebut hawar, warnanya hijau keabu-abuan atau coklat. Panjang hawar 2,5-5
cm. Bercak muncul awal pada daun yang terbawah kemudian berkembang menuju
daun atas. Infeksi berat dapat mengakibatkan tanaman cepat mati atau mengering
dan jamur ini tidak menginfeksi tongkol atau klobot. Jamur ini dapat bertahan
hidup dalam bentuk miselium dorman pada daun atau pada sisa sisa tanaman di
lapang (Semangun, 1991).
4. Karat (yang disebabkan oleh Puccinia polysora)
Bercak-bercak kecil (uredinia) berbentuk bulat sampai oval terdapat pada
permukaan daun jagung di bagian atas dan bawah. Uredinia menghasilkan
uredospora yang berbentuk bulat atau oval dan berperan penting sebagai sumber
inokulum dalam menginfeksi tanaman jagung yang lain dan sebarannya melalui
angin. Penyakit karat dapat terjadi di dataran rendah sampai tinggi dan infeksinya
berkembang baik pada musim penghujan atau musim kemarau (Semangun, 1991).
5. Hawar upih daun (yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani)
Gejala penyakit hawar upih daun pada tanaman jagung umumnya terjadi
pada pelepah daun. Bercak berwarna agak kemerahan kemudian berubah menjadi
abu-abu. Bercak meluas dan seringkali diikuti pembentukan sklerotium dengan
bentuk yang tidak beraturan. Mula-mula sklerotium berwarna putih kemudian
berubah menjadi cokelat (Semangun, 1991).
Gejala hawar dimulai dari bagian tanaman yang paling dekat dengan
permukaan tanah dan menjalar ke bagian atas. Pada varietas yang rentan serangan
15
jamur dapat mencapai pucuk atau tongkol. Jamur ini bertahan hidup sebagai
miselium dan sklerotium pada biji, di tanah dan pada sisa-sisa tanaman di lapang.
Keadaan tanah yang basah, lembab dan drainase yang kurang baik akan
merangsang pertumbuhan miselium dan sklerotia, sehingga merupakan sumber
inokulum utama (Semangun, 1991).
6. Busuk Batang
Tanaman jagung tampak layu atau kering seluruh daunnya.
Umumnya gejala tersebut terjadi pada stadia generatif, yaitu setelah stadia
pembungaan. Pangkal batang yang terinfeksi berubah warna dari hijau menjadi
kecoklatan, bagian dalamnya membusuk, sehingga mudah rebah. Pada bagian
pangkal batang yang terinfeksi memperlihatkan warna merah jambu, merah
kecoklatan atau coklat. Penyakit busuk batang jagung dapat disebabkan oleh tujuh
spesies jamur, seperti: (1) Colletotrichum graminearum, (2) Diplodia maydis,
(3) Gibberella zeae, (4) Erwinia moniliforme, (5) Macrophomina phaseolina, (6)
Pythium apanidermatum, dan (7) Cephalosporium maydis (Subandi, 1998).
7. Virus mosaik kerdil jagung
Gejala penyakit menyebabkan tanaman menjadi kerdil, daun berwarna
mosaik atau hijau dengan diselingi garis-garis kuning. Dilihat secara keseluruhan
tanaman tampak berwarna agak kekuningan mirip dengan gejala bulai tetapi
apabila permukaannya daun bagian bawah dan atas dipegang tidak terasa adanya
serbuk spora. Penularan virus dapat terjadi secara mekanis atau melalui serangga.
Tanaman yang terinfeksi virus ini umumnya terjadi penurunan hasilnya
(Semangun, 1991).
2.1.7. Musuh Alami Hama Tanaman Jagung
Teori dasar dalam pengelolaan hama terpadu adalah mempertimbangkan
komponen musuh alami dalam strategi pemanfaatannya dan pengembangannya.
Teknik pengelolaan hama terpadu yang melibatkan musuh alami untuk dapat
menurunkan populasi hama disebut pengendalian hayati (Pedigo, 1999).
Musuh alami merupakan agen pengendali hayati untuk mereduksi populasi
hama, yang terdiri dari: predator, parasitoid, dan patogen penyebab penyakit pada
hama (Untung, 1997). Pemanfaatan musuh alami dapat menghasilkan suatu
keseimbangan populasi hama sehingga tidak merugikan (DeBach, 1979).
16
Beberapa musuh alami dari hama dan patogen penyakit tanaman Jagung disajikan
pada Tabel 2.1. (Natawigena, 1990).
Tabel 2.1. Musuh alami dan statusnya pada tanaman jagung
Musuh Alami Status Hama dan Patogen Penyakit
Laba – laba (Lycosa sp.) Predator Aphis spp, kutu daun (Stemhause,1963)
Kumbang Bulan (Verania sp. ) Predator Aphis spp, kutu daun, kebul (Natawigena,1990)
Kumbang kubah
(Menochilus sexmaculatus)
Predator Semut, Aphid (Natawigena,1990)
Semut semai (Ordo Coleoptera
littoralis)
Predator Aphis spp, wereng (Galloghen,1991)
Belalang sembah (Mantodea carolina) Predator Aphis spp., Hellopeltis spp., kutu kebul
(Subyakto,2000)
Anggang-anggang Lymnoganus sp. Predator Nyamuk, wereng (Gallogher,1991)
Capung (Anax juinus) Predator Walang sangit (Natawigena,1990)
Serangga Trichograma sp. Parasitoid Telur, serangga, ngengat (Subyakto,2000)
Jamur Beauveria bassiana Patogen Belalang, tawon (Natawigena, 1990)
Jamur Trichoderma sp. Patogen Jamur, penyakit akar (Natawigena,1990)
2.1.8. Tanaman Refugia
Refugia merupakan beberapa jenis tumbuhan atau tanaman yang dapat
menyediakan tempat perlindungan, sumber pakan (nutrisi) tambahan, atau
sumberdaya yang lain bagi musuh alami seperti predator dan parasitoid (Nentwig,
1998). Refugia berfungsi sebagai mikrohabitat yang diharapkan mampu
memberikan kontribusi dalam usaha konservasi musuh alami. Musuh alami akan
berdampak pada dinamika serangga dan meningkatkan peluang lingkungan bagi
musuh alami dalam pengendalian hama secara biologis (Solichah, 2001).
Tumbuhan liar merupakan mikrohabitat bagi kelangsungan hidup suatu
organisme tertentu. Dalam ekosistem pertanian, mikrohabitat buatan yang baik
adalah jika dibuat pada tepian atau di dalam lahan pertanian (Klingauf, 1988).
Heitzmen, dkk. (1990) mengatakan bahwa refugia adalah tumbuhan terpilih yang
diatur dalam satu lajur di lahan pertanian, tidak menunjukkan pengaruh
kompetisinya yang berarti bagi tanaman budidaya.
2.1.9. Pranata Mangsa
Pranata mangsa merupakan kearifan lokal yang diciptakan oleh
Ronggowarsito untuk pengenalan waktu dan telah dikenal oleh masyarakat di
pulau Jawa selama ribuan tahun. Pranata mangsa telah disejajarkan dengan
kalender Gregorius dan dipergunakan secara resmi dalam pemerintahan oleh Sri
17
Pakubuwono VII (raja di kerajaan Surakarta) pada tanggal 22 Juni 1855,
meskipun sebenarnya pranata mangsa telah ada jauh sebelumnya. Pranata mangsa
menjadi pedoman formal dalam berbagai aktivitas sosial dan ekonomi
masyarakat, terutama dalam kegiatan bercocok tanam (Wisnubroto, 1997).
Pranata mangsa Jawa dilakukan dengan membaca tanda-tanda alam untuk
menentukan perhitungan musim yang akan digunakan dalam mengelola lahan
pertanian. Sistem pranata mangsa terbagi menjadi empat musim, yaitu: musim
hujan (rendheng), pancaroba akhir musim hujan (mareng), musim kemarau
(ketiga), dan musim pancaroba menjelang hujan (labuh). Kepercayaan yang
berkembang di tengah masyarakat Jawa sangatlah komplek. Pengetahuan
masyarakat Jawa terhadap dunia yang bersifat rasional dan irrasional memiliki
kompleksitas yang cukup tinggi (Fidiyani dan Kamal, 2012).
Tabel 2.2 Jenis-jenis musim (mangsa) menurut kalender pranata mangsa
(Daldjoeni, 1997)
Mangsa Nama
Mangsa Keterangan
Kasa
Ketiga
Musim menanam palawija, tanah sawah
melungka.
Karo Musim bertanam palawija tahap kedua.
Katelu Musim panen palawija, udara dingin, minyak
goring membeku, ada lintang kemukus.
Kapat
Labuh
Musim sumur mongering
Kalima Musim hujan mulai turun, pohon asam
bertunas, pohon kunyit berdaun muda.
Kanem Musim buah-buahan mulai tua dan petani
mulai menggarap sawah.
Kapitu
Rendheng
Musim banjir, badai, petir dan petani mulai
tandur.
Kawolu Musim padi mulai tegak, banyak hama dan
penyakit.
Kasanga Musim padi berbunga
Kasepuluh
Mareng
Musim padi mulai berbuah
Dhesta Musim panen padi, dan mulai menanam
palawija.
Sadha Musim memupuk jerami.
2.1.10. Mulsa Organik Jerami
Menurut Buckman dan Brady (1969) dalam Utomo (2007) bahwa mulsa
adalah semua bahan yang digunakan pada permukaan tanah terutama untuk
18
menghalangi hilangnya air karena penguapan atau untuk mematikan tumbuhan
pengganggu (gulma). Setelah mulsa organik menjadi kompos selain
meningkatkan kadar hara makro dan mikro, juga bertindak sebagai penyangga
biologi dan menyebabkan struktur tanah lebih remah dan stabil. Kondisi tersebut
menunjang pertumbuhan tanaman (Budiman dkk., 2007).
Mulsa yang sengaja dihamparkan di permukaan tanah atau lahan pertanian
dapat melindungi lapisan atas tanah dari cahaya matahari langsung, terutama pada
intensitas cahaya yang tinggi. Mulsa dapat mengurangi kompetisi antar tanaman
dengan gulma dalam memperoleh sinar matahari dan mencegah proses evaporasi
sehingga penguapan hanya melalui transpirasi yang normal dilakukan oleh
tanaman (Rukmana dan Saputro, 1999).
2.2. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, model hipotetis dan tinjauan
pustaka maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Jagung yang ditanam pada dua waktu tanam yang berbeda (berdasarkan
kebiasaan petani versus ramalan pranata mangsa) yang dikombinasikan dengan
pemberian jerami dan penanaman refugia akan mempengaruhi pertumbuhan
dan hasil produksi tanaman Jagung.
2. Jagung yang ditanam pada dua waktu tanam yang berbeda (berdasarkan
kebiasaan petani versus ramalan pranata mangsa) yang dikombinasikan
dengan pemberian jerami dan penanaman refugia akan mempengaruhi jenis
dan populasi hama.
3. Jagung yang ditanam berdasarkan waktu tanam pranata mangsa yang
dikombinasikan dengan pemberian jerami dan penanaman refugia akan
memiliki pertumbuhan dan hasil produksi yang lebih tinggi.
4. Penanaman refugia di antara barisan tanaman jagung akan berdampak
meningkatkan populasi musuh alami.
2.3. Definisi dan Pengukuran Variabel
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda terhadap hipotesis yang
dikemukakan, maka dibuat definisi dan pengukuran variabel sebagai berikut:
1. Stadia pertumbuhan adalah tahapan pertumbuhan tanaman pada saat memasuki
stadia tertentu dari pertumbuhan.
19
2. Tinggi tanaman pada stadia vegetatif diukur dari buku pertama pada pangkal
batang sampai ke ujung daun paling atas. Tinggi tanaman pada stadia generatif
diukur dari pangkal batang sampai bagian teratas dari bunga jantan.
Pengukuran dilakukan pada setiap stadia pertumbuhan tanaman, dengan satuan
pengukuran adalah cm.
3. Jumlah daun dihitung dari munculnya daun tanaman yang terbuka secara
sempurna, dihitung mulai daun pertama sampai keluarnya bunga jantan. Satuan
pengukuran yang digunakan adalah helai.
4. Intesitas serangan patogen penyakit dihitung dengan formula sebagai berikut:
Keterangan:
I = intensitas serangan penyakit (%)
ni = jumlah tanaman yang bergejala pada skor ke-i
vi = skor ke-i
N = jumlah seluruh tanaman yang diamati
Z = skor tertinggi
5. Persentase jumlah tanaman yang diserang patogen penyakit dilakukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
6. Musuh alami dari hama tanaman adalah berbagai organisme yang menjadi
predator, parasit atau parasitoid dan patogen pada hama tanaman jagung.
Musuh alami dipilah berdasarkan ordonya. Populasi musuh alami adalah
jumlah musuh alami yang ditemukan pada tanaman contoh.
7. Jumlah biji per tongkol adalah jumlah seluruh biji dalam satu tongkol.
8. Bobot kering brangkasan adalah penimbangan seluruh bagian tanaman (akar,
batang, daun dan bunga jantan tanpa tongkol jagung) setelah dikeringkan
dengan menggunakan oven pada suhu 65 oC, sampai bobotnya konstan.
Penimbangan dilakukan setelah didinginkan dalam keadaan terbungkus kertas
koran.
20
9. Bobot biji kering per tanaman adalah bobot biji yang dihasilkan per tanaman
yang ditimbang dengan satuan pengukuran gram.
10. Bobot biji kering per petak perlakuan adalah bobot biji jagung yang
diperoleh dari petak sampel berukuran 2,5 m x 2,5 m, yang di ambil secara
acak pada setiap petak perlakuan dan diulang sebanyak tiga kali dalam
dengan satuan pengukuran kilogram.
11. Bobot 1000 biji adalah bobot 1000 butir biji jagung yang ditimbang dengan
menggunakan satuan pengukuran gram. Untuk memperoleh bobot 1000 biji
di ambil secara acak 100 biji kemudian ditimbang. Penimbangan di ulang
delapan kali. Setiap kali pengulangan dilakukan penggantian sepuluh biji
secara acak. Kemudian purata hasil penimbangan 100 biji dikalikan sepuluh.
12. Hama dan musuh alami diamati kehadirannya pada setiap stadia pertumbuhan
tanaman, dan dihitung populasinya.
13. Bobot biji jagung per hektar adalah bobot biji per hektar yang diperoleh dari
konversi bobot biji per petak berukuran 2,5 m x 2,5 m.
Rumus yang digunakan adalah:
k