bab ii kajian pustaka 2.1 2.1.1 klasifikasi tanaman

32
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Dewandaru 2.1.1 Klasifikasi Tanaman Dewandaru (Eugenia uniflora L) Klasifikasi tanaman Dewandaru (Eugenia uniflora L.) dengan nama daerah Cereme asem (Melayu), Asem selong, belimbing londo, Dewandaru (Jawa) dalam sistematika tumbuhan (Hutapea, 1994), dapat dilihat pada Gambar 2.1 adalah : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Myrtales Suku : Myrtaceac Marga : Eugenia Jenis : Eugenia uniflora L. 2.1.2 Buah Dewandaru Buah dewandaru berupa buah buni bulat dengan diameter kurang lebih 1,5 cm dan berwarna merah, seperti pada Gambar 2.1 . Bijinya keras, berwarna coklat, dan kecil. Akar yang dimiliki berwarna coklat dan merupakan akar tunggang. Gambar 2.1 Buah Dewandaru (Eugenia uniflora L)

Upload: others

Post on 15-Jan-2022

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Dewandaru

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Dewandaru (Eugenia uniflora L)

Klasifikasi tanaman Dewandaru (Eugenia uniflora L.) dengan nama daerah

Cereme asem (Melayu), Asem selong, belimbing londo, Dewandaru (Jawa) dalam

sistematika tumbuhan (Hutapea, 1994), dapat dilihat pada Gambar 2.1 adalah :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Myrtales

Suku : Myrtaceac

Marga : Eugenia

Jenis : Eugenia uniflora L.

2.1.2 Buah Dewandaru

Buah dewandaru berupa buah buni bulat dengan diameter kurang lebih 1,5

cm dan berwarna merah, seperti pada Gambar 2.1 . Bijinya keras, berwarna coklat,

dan kecil. Akar yang dimiliki berwarna coklat dan merupakan akar tunggang.

Gambar 2.1 Buah Dewandaru

(Eugenia uniflora L)

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

11

Tanaman Dewandaru (Eugenia uniflora L.) berbentuk perdu yang tumbuh

secara tahunan dengan tinggi lebih dari 5 meter. Batangnya tegak berkayu,

berbentuk bulat dan berwarna coklat. Daun yang dimiliki berwarna hijau serta

merupakan daun tunggal tersebar berbentuk lonjong dengan ujung runcing dan

pangkal meruncing. Tepi daun rata, pertulangan menyirip dengan panjang lebih dari

5 cm dan lebar kurang lebih 4 cm. Tanaman ini memiliki bunga berbentuk tunggal

berkelamin dua dengan daun pelindung yang kecil berwarna hijau. Kelopak bunga

bertaju tiga sampai lima, benangsari yang dimiliki banyak dengan warna putih.

Putik berbentuk silindris, mahkota bunga berbentuk kuku dan berwarna kuning

(Hutapea, 1994).

2.1.3 Kegunaan Tanaman

Di Brasil buah Dewandaru sering digunakan sebagai antihipertensi dan

pengobatan untuk gangguan pencernaan. Di beberapa daerah, digunakan sebagai

diuretik, hipotensi, anti inflamasi, anti diare, dan antimikroba. Kandungan fitokimia

pada spesies Eugenia mengungkapkan adanya flavonoid, tanin, terpenoid, dan

minyak minyak esensial. Secara farmakologi, penelitian yang dilakukan dengan

ekstrak buah dan senyawa telah terbukti memiliki efek anti inflamasi, analgesik dan

antipiretik, antijamur, hipotensi, antihiperlipidemia, hipoglikemik, dan aktivitas

antioksidan (Figueiroa, et al., 2013).

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

12

2.1.4 Kandungan Kimia Buah Dewandaru (Eugenia uniflora L)

Dewandaru mengandung senyawa flavonoid dan fenolik monoterpene

(75,3%) ditemukan sebagai kandungan minyak atsiri tertinggi dalam buah

Dewandaru. Senyawa lainnya yaitu transbeta-ocimene (36,2%), cis-ocimene

(13,4%), isomenic beta-ocimene (15,4%), dan beta-pinene (10,3%). Kandungan

terapeutik pada ekstrak daun seperti selina-1,3,7(11)-trien-8-one juga ditemukan

pada ekstrak volatile buah. Hal itu menunjukkan kemungkinan buah bermanfaat

terapeutik seperti layaknya ekstrak daun (Suhendi. et al. 2011).

Minyak esensial buah Dewandaru didapat melalui ektraksi dengan pelarut

etil asetat dan dianalisis dengan gas chromatography-mass spectrometry (GC-MS).

Terdeteksi senyawa monoterpen (75,3%), ditemukan pada sejumlah besar trans-β-

ocimene (36,2%), cis-ocimene (13,4%), isomer β-ocimene (15,4%) dan β-pinene

(10,3%), kandungan minyak menguap yang hampir sama dengan daun (Alessandra,

et al., 2006). Buah Dewandaru yang berwarna merah keunguan mempunyai

aktivitas antioksidan yang kuat karena terdapat kandungan total fenol dan

antosianin yang tinggi (Bagetti, et al., 2011).

2.2 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat

memberikan elektron kepada radikal bebas tanpa terganggu fungsinya dan dapat

memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Revolta, 2010). Antioksidan secara

nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah

teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah (Halliwel, et al., 1998).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

13

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menyerap atau

menetralisir radikal bebas sehingga mampu mencegah penyakit-penyakit

degeneratif seperti kardiovaskuler, karsinogenesis dan penyakit lainnya. Senyawa

antioksidan merupakan subtansi yang diperlukan untuk menetralisir radikal bebas

terhadap sel normal, protein, dan lemak. Senyawa ini memiliki struktur molekul

yang dapat memberikan elektron nya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu

sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas

(Murray, et al, 2009). Antioksidan dapat digolongkan menjadi antioksidan

enzimatis dan non enzimatis. Antioksidan enzimatis disebut juga antioksidan

primer atau antioksidan endogen, diantaranya SOD, GPx, dan Catalase.

Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau antioksidan

eksogen, digolongkan sebagai yang larut dalam lemak seperti tokoferol, karotenoid,

flavonoid, quinon, dan bilirubin, sementara yang larut dalam air seperti asam

askorbat, asam urat, protein pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi,

2007).

Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), propel galat,

tert-butil hidroksi quinon (TBHQ) merupakan antioksidan sintetik digunakan pada

produk makanan (Prangdimurti,2007).

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa adanya peningkatan konsumsi

antioksidan alami yang terdapat dalam buah, sayur, bunga dan bagian-bagian lain

dari tumbuhan dapat mencegah penyakit-penyakit akibat stres oksidatif seperti

kanker, jantung, peradangan, ginjal dan hati (Yevgenia, et al., 2013).

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

14

Mikronutrien yang terkandung dalam tumbuhan seperti vitamin A, C, E,

asam folat, karotenoid, antosianin dan polifenol memiliki kemampuan menangkap

radikal bebas sehingga dapat dijadikan pengganti konsumsi antioksidan sintetis

(Gill, et.al., 2002). Hal ini dibuktikan oleh Shafie (2011) bahwa vitamin E yang

diberikan pada mencit secara oral dapat mencegah terjadinya penyakit periodontal.

(Wrasiati, 2011) menyatakan bahwa ekstrak bunga kamboja cendana dapat

meningkatkan aktivitas enzim SOD, GPx dan katalase. Zheng dan Wang (2009)

menyatakan bahwa lebih dari 40 herbal tanaman obat di Cina mempunyai aktivitas

antioksidan yang cukup tinggi dan dari 40 herbal tersebut mengandung senyawa

fenol yang tinggi termasuk diantaranya kandungan flavonoidnya yang tinggi. Hasil

penelitian You, et.al., (2010) menyatakan bahwa kandungan senyawa fenol dan

aktivitas antioksidan 40 spesies tanaman obat di China dapat dipergunakan untuk

mencegah terapi penyakit cardiovaskular dan cerebrovascular. Adanya gugus -OH

pada tokoferol (Vit.E) dan senyawa fenol lainnya serta ikatan rangkap (>C=C<)

pada β-karoten dapat menghambat dan menetralisir reaksi radikal bebas (Murray,

et.al., 2009).

2.2.1 Enzim Antioksidan

Enzim antioksidan endogen atau antioksidan endogenous enzimatik adalah

antioksidan yang diproduksi oleh tubuh manusia sebagai penangkal radikal bebas

eksogen maupun radikal bebas endogen seperti superoksida dismutase (SOD),

Glutation Peroksida (GPx) dan katalase (CAT). Antioksidan enzimatik disebut juga

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

15

antioksidan primer yaitu antioksidan yang berfungsi menangkap radikal bebas dan

menghentikan pembentukan radikal bebas (Sadikin, 2002; Murray et.al., 2009).

2.2.1.1 Super Oksida Dismutase (SOD)

Superoksida dismutase terdapat dalam semua organisme aerob, dan

sebagian besar berada dalam tingkat intraseluler. Organisme aerob selalu

membutuhkan oksigen untuk hidupnya, namun dalam setiap aktivitas nya dapat

menimbulkan senyawa oksigen reaktif atau radikal bebas (Winarsi, 2007). Enzim

antioksidan SOD merupakan kelompok enzim yang dapat ditemukan dalam sel

(sitosol dan mitokondria) juga dalam plasma. SOD yang terdapat dalam sitoplasma

ada dalam bentuk CuZn-SOD , mempunyai berat molekul 23.000 Dalton.

Sedangkan dalam plasma berupa EC-SOD dengan berat molekul 135.000 dalton.

Semua bentuk SOD tersebut mengkatalis perubahan anion superoxide menjadi

hydrogen peroxide (Marciniak et al., 2009) seperti reaksi:

2O2- + 2H+ SOD H2O2 + O2

Secara fisiologis tubuh menghasilkan senyawa radikal bebas melalui proses

fosforilasi oksidatif. Selama proses ini, O2 akan tereduksi menjadi H2O dengan

penambahan 4 elektron, sehingga terbentuk radikal anion superoksida dengan yang

kemudian diubah menjadi hidrogen peroksida (H2O2) oleh enzim SOD. Proses

fosforilasi dalam mitokondria menyebabkan satu molekul O2 tereduksi oleh 4

elektron bersama-sama ion H+ membentuk dua molekul H2O. Jika jumlah elektron

yang mereduksi O2 kurang dari 4. proses fosforilasi berlangsung tidak sempurna

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

16

sehingga akan terbentuk senyawa radikal bebas (Mc. Cord and Fridovich, 2006;

Goodsell, 2007; Murray, et.al., 2009).

Gambar 2.2 Peran SOD pada stres oksidatif (Zainuri dan Septelia, 2012)

Kondisi hipoksia pada hewan coba menyebabkan terbentuk nya ROS seperti

radikal super oksida (O2•), enzim MnSOD mengubah menjadi H2O2 dan katalase

mengubah hidrogen peroksida menjadi air. Antioksidan endogen yang dapat

menangkap dan menguraikan radikal bebas di dalam sel menjadi zat yang kurang

reaktif, disajikan pada Gambar 2.2 (Zainuri and Septelia, 2012).

2.2.2 Antioksidan Non Enzimatis

Antioksidan non-enzimatis banyak ditemukan dalam sayuran dan buah-

buahan. Komponen yang bersifat antioksidan dalam sayuran dan buah-buahan

meliputi vitamin C, E, β-karoten, flavonoid, isoflavon, antosianin, katekin, dan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

17

isokatekin (Kahkonen, et al., 1999), serta asam lipoat (Andreassen, et al.,2001).

Klopotek, et.al. (2005) menyatakan bahwa kandungan vitamin C dan senyawa

fenolik pada buah strawberi yang sudah mengalami pengolahan (prossesing)

mengalami penurunan yang cukup signifikan. Hal ini mengakibatkan aktivitas

antoksidan pada produk segar lebih tinggi dibandingkan dengan produk olahan.

Penelitian yang dilakukan oleh Indriati, et.al. (2002) menyatakan bahwa buah

jambu mete yang mengalami penundaan pengolahan mengakibatkan penurunan

senyawa polifenol yang dapat menurunkan aktifitas antioksidannya.

Gugus aktif yang umum berfungsi sebagai penangkap dan penghambat

reaksi radikal bebas selanjutnya adalah gugus-gugus –OH dan ikatan rangka dua

(>C=C<) Karena gugus-gugus ini dapat memberikan 1 molekul hidrogennya

sehingga ROS menjadi stabil dan terbentuk radikal bebas baru yang kurang reaktif.

Contoh senyawa antioksidan yang merupakan metabolit sekunder (senyawa

fitokimia) dari tanaman dapat dilihat pada Gambar 2.3 (Winarsi, 2007).

Gambar 2.3 Berbagai senyawa antioksidan (Winarsi, 2007)

Isovlafon

Monoterpen

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

18

Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang

tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi. Lebih

dari 4000 jenis flavonoid telah teridentifikasi dan beberapa di antaranya berperan

dalam pewarnaan bunga, buah dan daun. Flavonoid dapat memberikan efek

antioksidan dengan cara mencegah terbentuknya ROS, langsung menangkap ROS,

melindungi antioksidan lipofilik dan merangsang terjadinya peningkatan

antioksidan enzimatik (Winarsi, 2007).

2.2.2.1 Flavonoid

Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman tersebar

luas dalam berbagai bahan makanan. Lebih dari 4000 jenis flavonoid telah

diidentifikasi, dan beberapa diantaranya berperan dalam pewarnaan bunga, buah,

dan daun (Winarsi, 2007). Flavonoid juga ditemukan dalam Dewandaru, wortel,

jeruk, brokoli, kol, mentimun, bayam, tomat, merica, dan terung. Secara in vitro,

senyawa flavonoid telah terbukti mempunyai efek biologis yang sangat kuat.

Sebagai antioksidan, flavonoid dapat menghambat penggumpalan keping-keping

sel darah, merangsang produksi nitrit oksida yang dapat melebarkan (relaksasi)

pembuluh darah, dan dapat menghambat pertumbuhan sel kanker. Aktivitas

antiperoksidatif flavonoid ditunjukkan melalui potensinya sebagai pengkelat Fe

(Afanas, et al., 1989; Morel, et al., 1993).

Antioksidan senyawa fenol dan flavonoid dapat menghambat reaksi

oksidasi lemak atau molekul lainnya dalam tubuh dengan cara menyerap,

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

19

menangkap dan menetralisir radikal bebas atau mendekomposisi peroksida (Zheng

and Wang, 2009). Netralisir ini dilakukan dengan cara memberikan satu

elektronnya pada saat reaksi inisiasi atau propagasi sehingga menjadi radikal yang

kurang reaktif. Netralisasi dapat juga terjadi pada saat reaksi terminasi radikal

menjadi senyawa-senyawa yang lebih stabil. Adanya hambatan ini menyebabkan

reaksi-reaksi radikal bebas berakhir atau stress oksidatif tidak terjadi pada sel. Hal

ini didukung oleh penelitian yang dilakukan (Praveen, et al., 2007; Aziatul, et al

2016) menyatakan bahwa kandungan senyawa fenol dan flavonoid pada ekstrak

buah mengkudu mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi secara in vitro dan in

vivo.

Farmakokinetik dan farmakodinamika flavonoid pada Gambar 2.4,

Penyerapan flavonoid yang dibebaskan dari makanan tergantung pada sifat

fisikokimia seperti ukuran molekul, konfigurasi, lipofilisitas, kelarutan, dan pKa.

Flavonoid dapat diserap dari usus halus tergantung pada struktur flavonoid, yaitu

apakah itu glikosida atau aglikon. Sebagian besar flavonoid, kecuali subkelas

katekin, hadir dalam tumbuhan yang terikat pada gula sebagai β-glikosida . Aglikon

dapat dengan mudah diserap oleh usus halus, sedangkan flavonoid glikosida harus

diubah menjadi bentuk aglikon (Day, A.J., 2000; Cassidy and Anne., 2017).

Absorbsi setelah pemberian oral dari 0 sampai lebih dari 50% dari dosis pemberian.

Waktu paruh eliminasi pemberian intravena dan oral adalah 0,7 dan 2,4 jam

(Graefe, et al., 1999).

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

20

Gambar 2.4 Metabolisme Flavonoid (Cassidy and Anne, 2017)

Setelah penyerapan, flavonoid terkonjugasi di hati dengan glukuronidasi,

sulfasi, atau metilasi atau dimetabolisme menjadi senyawa fenolik yang lebih kecil

(Bravo, L., 1998). Karena reaksi konjugasi ini, tidak ada aglikon flavonoid bebas

yang dapat ditemukan dalam plasma atau urine, kecuali katekin. Bergantung pada

sumber hayati bioavailabilitas flavonoid tertentu sangat nyata; Misalnya,

penyerapan kuersetin dari bawang adalah empat kali lipat lebih besar dari pada apel

atau the (Hollman, 2004). Flavonoid disekresikan dengan empedu di usus dan tidak

dapat diserap dari usus halus terdegradasi di usus besar dengan mikroflora usus

yang juga memecah struktur cincin flavonoid (Cassidy and Anne., 2017).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

21

Flavonoid memiliki banyak sifat biokimia, namun sifat terbaik dari

hampir setiap kelompok flavonoid adalah kemampuan mereka untuk bertindak

sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada pengaturan

kelompok fungsional tentang struktur kimia. Konfigurasi, substitusi, dan jumlah

gugus hidroksil secara substansial mempengaruhi beberapa mekanisme aktivitas

antioksidan seperti penangkap radikal dan kemampuan kelat ion logam ( Kumar, S

and Pandey, 2013). Konfigurasi cincin B hidroksil adalah penentu paling signifikan

untuk penangkap ROS dan RNS karena menyumbangkan hidrogen dan elektron ke

radikal hidroksil, peroksil, dan peroksinitrit, menstabilkannya dan membentuk

flavonoid radikal yang relatif stabil (Cao, et al.,1997).Struktur hidroksil pada cincin

B memberikan atom hidrogen membentuk flavonoid-radikal, dengan memperluas

delokalisasi elektron sehingga lebih stabil. Kehadiran 3-OH dan 5-OH, keduanya

memaksimalkan penangkapan dan penyerapan radikal bebas, seperti terlihat pada

gambar 2.5 (Dragan, et al., 2007)

Gambar 2.5 Struktur Flavonoid yang mempunyai aktivitas antioksidan tinggi

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

22

Mekanisme kerja antioksidan dapat mencakup (1) menekan pembentukan

ROS baik dengan penghambatan enzim atau dengan mengkelat unsur-unsur yang

terlibat dalam generasi radikal bebas; (2) menangkap ROS; dan (3) perlindungan

pertahanan antioksidan (Halliwel, 1998; Mishra., A., et al., 2013). Sebagian besar

mekanisme kerja flavonoid melibatkan mekanisme yang disebutkan di atas.

Beberapa efek yang dimediasi oleh gabungan hasil aktivitas penangkapan radikal

dan interaksi dengan fungsi enzim. Flavonoid menghambat enzim yang terlibat

dalam pembentukan ROS, yaitu monooxygenase mikrosomal, glutathione S-

transferase, suksinoksidase mitokondria, oksidase NADH (Brown, et al., 1998).

Flavonoid dapat memberikan efek antioksidan dengan cara mencegah

terbentuknya ROS, langsung menangkap ROS, melindungi antioksidan lipofilik

dan merangsang terjadinya peningkatan antioksidan enzimatik seperti yang

disajikan dalam Gambar 2.6.(Akhlaghi, et al., 2009).

Gambar 2.6 Pengaruh Flavonoid terhadap ROS (Akhlaghi, et al.,2009)

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

23

Flavonoid dapat menangkap secara langsung superoksida peroksinitrit.

Proses penangkapan superoksida, flavonoid dapat meningkatkan bioavailabilitas

NO dan menghambat pembentukan peroksinitrit yang merusak vacorelaxation

endothelium dan mengganggu endothelium, sehingga pada akhirnya menyebabkan

sirkulasi darah yang lebih baik dalam arteri koroner , seperti pada gambar 2.7

(Akhlaghi, et.al.,2009).

Gambar 2.7 Pengaruh Flavonoid terhadap radikal •NO (Akhlaghi, et al.,2009)

Mekanisme flavonoid sebagai antioksidan dapat langsung menangkap

radikal bebas, mengkelat ion logam dan menghambat enzim pembetukan radikal

bebas (Dragan, et al., 2007, Kumar and Pandey, 2013) seperti yang disajikan pada

Gambar 2.8.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

24

Gambar 2.8 Mekanisme Flavonoid menangkap radikal bebas

(Dragan, et al., 2007, Kumar and Pandey, 2013)

Gambar 2.9. Mekanisme Flavonoid mengkelat logam

(Dragan, et al., 2007, Kumar and Pandey, 2013)

Flavonoid dapat memberikan efek antioksidan dengan cara mencegah

terbentuknya ROS, langsung menangkap ROS, melindungi antioksidan lipofilik

dan merangsang terjadinya peningkatan antioksidan enzimatik . Flavonoid dapat

menangkap secara langsung superoksida dan peroksinitrit, Melalui penangkapan

superosida, flavonoid dapat secara langsung dapat menangkap peroksinitrit yang

merusak vascorelaxation endotelium dan mengganggu endotelium, sehingga pada

akhirnya menyebabkan sirkulasi darah yang lebih baik dalam arteri koroner

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

25

(Akhlaghi, et al, 2009). Peningkatan antioksidan endogen oleh flavonoid telah

terbukti dalam penelitian in vitro melalui peningkatan transkripsi Nrf2 yang

meningkatkan ekspresi protein HO-1 (Maher and Hanneken, 2005). Peran

flavonoid terhadap antioksidan endogen tergantung dari jenis flavonoid, Flavonoid

dapat mengaktifkan ERK (extracelluler signal-regulated protein kinase), JNK (c-

Jun N-terminal kinase) dan p38. Flavonoid meningkatkan ekspresi mRNA yang

selanjutnya mengaktifkan Nrf2 sehingga terjadi peningkatan gen antioksidan

endogen.

2.3 Malondihaldehide

Malondialdehid adalah senyawa organik dengan rumus CH2(CHO)2,

struktur senyawa ini lebih komplek dari pada rumusnya, senyawa reaktif ini hasil

alami dan penanda dari stress oksidatif. Malondialdehid merupakan senyawa yang

sangat reaktif yang tidak biasanya diamati dalam bentuk murni. Di laboratorium

dapat dihasilkan dengan hidrolisis dari 1,1,3,3-tetramethoxypropane, yang tersedia

secara komersial. (Nair et al, 2008). Reaktif oksigen spesies mendegradasi lemak

tak jenuh membentuk malondihaldehid. Senyawa ini merupakan aldehida reaktif

dan merupakan salah satu dari banyak senyawa elektrofil reaktif yang menimbulkan

stres toksik dalam sel dan bentuk protein kovalen yang disebut produk lipoxidation

sebagai hasil akhir (Farmer dan Davoine, 2007). Produk aldehid ini digunakan

penanda tingkat stress oksidatif dari suatu organisme (Del Rio et al., 2005).

Malondialdehid bereaksi dengan deoxyadenosine dan deoxyguanosine dalam

DNA, membentuk komplek DNA yang mutagenik. (Marnett, 1999). Analisis

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

26

malondihaldehid dan zat reaktif tiobarbiturat lain membentuk kondensasi yang

setara dengan dua asam tiobarbiturat menghasilkan warna merah derivatif yang bisa

diamati dengan spektrofotometer (Botsoglou,1994).

2.4 8OHdG

Delapan hidroksi-2-dioksiguanosin merupakan basa nukleosida yang telah

dimodifikasi , pada umumnya 8-hidroksi-2-dioksiguanosin diketahui sebagai hasil

samping dari kerusakan DNA yang diekskresi dalam serum DNA repair. Pada

saluran kemih 8-OHdG dan analog nya 8-hidroksiguanin, dapat dikaitkan dengan

penyakit degeneratif. Asosiasi ROS dan penggunaan 8-OHdG sebagai biomarker

stress oksidatif telah diselidiki dalam berbagai penyakit termasuk kandungan kemih

dan kanker prostat (Dorall, et al, 2012).

Gambar 2.10 Sumber radikal bebas yang menyerang DNA (Vasudevan and

Sreekumari,2004)

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

27

Berdasarkan bukti eksperimental bahwa kerusakan oksidatif permanen

terjadi pada lipid membran seluler, protein dan DNA. DNA mitokondria, 8-

hidroksi-2-dioksiguanosin (8-OHdG) adalah salah satu bentuk dominan dari radikal

bebas yang disebabkan lesi oksidatif, dan telah banyak digunakan sebagai

biomarker untuk stress oksidatif dan karsinogenesis, Gambar 2.9 (Vasudevan and

Sreekumari, 2004). Studi menunjukkan bahwa 8-OHdG adalah biomarker untuk

penilaian resiko berbagai kanker dan penyakit degeneratif. Biomarker 8-OHdG atau

8-oxodG telah menjadi penanda penting untuk mengukur dampak kerusakan

oksidatif endogen pada DNA dan sebagai faktor inisiasi dan promosi

karsinogenesis dan juga digunakan untuk memperkirakan kerusakan DNA pada

manusia setelah terpapar agen penyebab kanker, seperti asap tembakau, serat asbes,

logam berat, dan hidrokarbon aromatik polisiklik (Cheng, et al., 2006).

Gambar 2.11 Mekanisme Reaksi Pembentukkan Senyawa 8-OHdG

(Chabowska, et al., 2009)

Arsen mempunyai peran penting dalam penyebab kanker pada manusia,

pada lingkungan industri. Terdapat sebuah hipotesis bahwa arsen memacu

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

28

terbentuk nya ROS yang berperan pembentukan 8-hidroksi deoksiguanosin, seperti

pada Gambar 2.11 (Chabowska, et al., 2009)

2.5 F2 Isoprostan

Morrow pada tahun 1990, menemukan substansi isoprostan dalam tubuh

manusia yang menyerupai prostaglandin , yang kemudian dinamakan F2-

isoprostane. F2-isoprostan merupakan suatu metabolit hasil peroksidasi asam

arakhidonat oleh radikal bebas, melalui mekanisme yang di katalisir langsung

oleh radikal bebas (free radical-calatyzed mechanism) dan tidak bergantung pada

peranan enzim cyclooxygenase, disajikan pada Gambar 2.11 (Pilacik, et al.,2002).

F2-IsoP ini memiliki struktur kimia yang cukup stabil, dibentuk pada tempat

serangan dari radikal bebas, kemudian segera bersirkulasi dalam darah dan

diekskresikan melalui urin (Cracowski, et al., 2003).

Gambar 2.12 Jalur Biosintesis Metabolisme Asam Arahidonat melalui Free

Radical-Calatyzed Mechanism (Pilacik et al, 2002)

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

29

Dibandingkan dengan yang lainnya bentuk F2-IsoP merupakan yang paling

banyak terdapat dalam plasma ( Fam and Morrow, 2003; Farooqui and Horrock,

2007). F2-IsoP mempunyai empat isomer, yaitu seri 5, 8, 12, dan 15. Seri 8 atau 8-

isoprostan, merupakan isomer F2-IsoP yang paling banyak dihasilkan dan

merupakan F2-IsoP yang paling banyak diteliti. Sifat dari molekul F2-Isoprostan

yaitu stabil, kuat, dan dapat dideteksi melalui berbagai cairan tubuh seperti urin,

plasma, atau cairan serebrospinal (Aschner and Milatovic, 2009). Hingga saat ini

F2-IsoP,merupakan petanda yang dianggap sebagai petanda lipid peroksidasi in

vivo yang paling baik, baik pada manusia maupun pada binatang, yang secara

signifikan lebih akurat dan stabil daripada senyawa lainnya (Dalle-Donne, et al .,

2006). Pengukuran F2-IsoP sebagai marker stres oksidatif mempunyai beberapa

keuntungan dibandingkan dengan metode lain karena F2-IsoP secara kimia stabil,

hasil spesifik dari peroksidasi, terbentuk in vivo, terdeteksi pada jaringan dan

cairan, naik secara substansial pada model binatang dengan jejas oksidan, tidak

dipengaruhi oleh jumlah lemak dalam makanan dan sensitif terhadap dosis

antioksidan (Montuschi et al., 2004).

2.6 Stres Oksidatif

Stres oksidatif merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara produksi

radikal bebas dengan antioksidan, di mana kadar radikal bebas lebih tinggi

dibandingkan antioksidan. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh faktor internal seperti

genetik, umur, oksidasi fosforilasi, proses patofisiologi, dan faktor eksternal seperti

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

30

olahraga berlebih, asupan makanan, patogen, sinar ultraviolet, dan bahan kimia

(Waris and Ahsan, 2006).

Faktor internal utama yang menimbulkan stres oksidatif adalah oksidasi

fosforilasi akibat melakukan aktivitas fisik maksimal. Selama akvifitas fisik,

terbentuk radikal bebas bersamaan dengan reaksi oksidasi fosforilasi untuk

membentuk energi (ATP) dalam mitokondria. Dalam reaksi tersebut dibutuhkan

oksigen di mana oksigen akan bereaksi dengan hidrogen untuk membentuk air,

tetapi sejumlah oksigen dapat berubah menjadi radikal bebas (Marciniak, et

al.,2009).

2.7 Aktivitas Fisik maksimal

Latihan fisik (exercise) dan aktivitas fisik (physical activity) sering

digunakan secara tertukar, tetapi istilah ini bukan merupakan sinonim. Aktivitas

fisik adalah setiap pergerakan tubuh yang dihasilkan oleh kontraksi dari otot rangka

yang menyebabkan terjadinya penggunaan energi yang lebih tinggi dari pada saat

istirahat. Sedangkan latihan fisik adalah bentuk dari aktivitas fisik yang

didefinisikan sebagai pergerakan tubuh yang direncanakan , terstruktur, dan

repetitif yang dilakukan untuk meningkatkan atau memelihara satu atau lebih dari

komponen-komponen kebugaran fisik (physical fitnes). Physical fitnes secara

khusus di definisikan sebagai sekumpulan karakteristik yang dimiliki atau dicapai

oleh seseorang yang berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas

fisik (Haskell, et al., 2007).

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

31

Pelatihan fisik merupakan suatu gerakan fisik atau aktivitas mental yang

dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitif) dalam jangka waktu

(durasi) lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif dan individual,

yang bertujuan untuk memperbaiki sistim serta fungsi fisiologis tubuh agar pada

waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal

(Nala, 2011). Kegiatan berolahraga dapat meningkatkan konsumsi oksigen (VO2),

yang digunakan untuk menghasilkan energi berupa ATP, melalui proses fosforilasi

oksidatif dalam mitokondria. Dalam proses ini oksigen akan tereduksi menjadi air,

namun sekitar 4-5% oksigen akan berubah menjadi senyawa oksigen reaktif atau

ROS yang terjadi pada rantai transport elektron pada membran dalam mitokondria

(Sutarina & Edward, 2004). Aktivitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan

konsumsi oksigen menjadi 100-200 kali lipat karena terjadi peningkatan

metabolisme dalam tubuh. Hal ini disebabkan oleh kontraksi otot, yang dapat

menyebabkan terjadinya peningkatan kebocoran elektron dari mitokhondria

menjadi ROS (Reactive Oxygen Species) (Clarkson & Thomson, 2000 ; Sauza et al,

2005). Latihan fisik maksimal meningkatkan stres oksidatif di dalam darah dan otot

berupa lipid peroksidasi berupa pentana, malondihaldehida, isoprostan, dan 8OHdG

(Maria and Priscilla, et al., 2003)

Proses terjadinya peningkatan radikal bebas akibat latihan fisik berlebih

disebabkan oleh (Miyazaki, et al., 2000) :

1. Selama latihan fisik berlebih, seluruh tubuh mengkonsumsi oksigen (VO2)

menjadi 20 kali lebih besar dibandingkan pada saat istirahat. Bahkan di dalam

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

32

otot, peningkatan konsumsi oksigen dapat mencapai 100 - 200 kali lebih besar

dibandingkan saat istirahat. Mitokondria adalah tempat utama pembentukan

spesies oksigen reaktif (SOR) selama latihan melalui jalur transpor elektron.

akibatnya akan terbentuk radikal bebas superoksid.

2. Radikal superoksida (O2^) secara cepat akan direduksi menjadi hidrogen

peroksida (H2O2) oleh enzim superoksid dismutase dalam mitokondria.Bila

molekul H2O2 bereaksi dengan logam transisi seperti Fe+ dan Cu+ (reaksi

Fenton atau reaksi Haber-Wess) akan meningkatkan pembentukan radikal

hidroksil (*OH) yang merupakan senyawa paling reaktif dan berbahaya.

3. Kondisi hipoksia relatif yang terjadi di dalam organ hati, ginjal dan usus

disebabkan redistribusi aliran darah ke otot yang bekerja. Keadaan ini akan

menyebabkan aktivasi xantin oksidase dengan reduksi satu elektron oksigen

sehingga akan meningkatkan pembentukan radikal superoksida (O2.). Pada

aktivitas fisik berlebih akan mengaktifkan jalur xanthin oksidase ini.

Konsentrasi hypoxanthin dan xanthin dalam darah meningkat setelah latihan

yang intensif.

4. Neutrofil dan respon inflamasi

Neutrofil berperan penting dalam pertahanan jaringan dari invasi virus dan

bakteri. Neutrofil akan bermigrasi pada tempat injuri yang ditarik oleh faktor

kemotaktik yang dihasilkan oleh sel yang rusak dan melepaskan dua faktor

utama selama fagositosis yaitu lysozim dan radikal superoksida (O2^).

Lysosome memfasilitasi kerusakan protein sedangkan radikal superoksida

(O2^) dihasilkan oleh myeloperoksidase dan NADPH oksidase.Walaupun

respon inflamasi ini adalah mencegah infeksi bakteri dan virus,senyawa oksigen

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

33

reaktif (SOR) dan oksidan lainnya yang dilepaskan dari neutrofil juga dapat

menyebabkan kerusakan sekunder seperti peroksidasi lipid.

2.8 Reaktif Oksigen Spesies (ROS)

Sering kali pengertian radikal bebas disamakan dengan oksidan karena

keduanya memiliki kemiripan sifat yakni agresivitas untuk menarik elektron di

sekelilingnya. Setiap radikal bebas adalah oksidan, tetapi tidak setiap oksidan

adalah radikal bebas. Oksidan adalah senyawa penerima elektron atau suatu

senyawa yang dapat menarik elektron (electron acceptor) seperti ion ferri yang

berubah menjadi ferro (Fe 3+ + e ̂ Fe 2+). Sedangkan, radikal bebas merupakan atom

atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan.

Molekul ini sangat reaktif dan akan menyerang molekul stabil di dekatnya sehingga

menjadi radikal bebas (Winarsi,2007). Dengan demikian maka radikal bebas akan

memicu terjadinya reaksi berantai. Ada dua bentuk umum dari radikal bebas yaitu

ROS dan reactive nitrogen species (RNS). Termasuk ROS di antaranya ion

superoxide (O2_•), hydrogen peroxide (H2O2), hydroxyl radical (OH•), dan peroxyl

radical (OOH•). Sementara RNS sering dianggap sebagai subklas dari ROS, di

antaranya nitic oxide (NO), nitrous oxide (N2O), peroxynitrite (NO3-), nitroxyl anion

(HNO) dan peroxynitrous acid (HNO3-) (Marciniak, et al., 2009).

Reactive oxygen species dapat terbentuk sebagai produk samping selama

reaksi oksidasi fosforilasi dalam rantai transpor elektron pada mitokondria.

Fosforilasi oksidatif bertujuan untuk membentuk energi dalam bentuk ATP.

Pembentukan ATP tersebut membutuhkan O2, tetapi tidak semua O2 berikatan

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

34

dengan hidrogen untuk membentuk air, sekitar 4% - 5% berubah menjadi radikal

bebas (Figueiredo et al., 2008; Marciniak et al., 2009). Dengan demikian, maka

oksigen hanya mampu menerima elektron tahap demi tahap dan hanya satu elektron

tiap tahapnya. Pemindahan elektron yang tidak sempurna tersebut mengakibatkan

terbentuknya ROS (Winarsi, 2007). Elektron pertama mereduksi oksigen untuk

membentuk anion superoxide, kemudian reduksi berikutnya membentuk hydrogen

peroxide dan hydroxyl radical, elektron terakhir mereduksi hydroxyl radical.

2.9 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah molekul, atom atau gugus yang memiliki 1 atau lebih

electron yang tidak berpasangan pada kulit terluarnya sehingga sangat reaktif dan

radikal seperti misalnya radikal bebas turunan oksigen reaktif (Reactive Oxygen

Species). Radikal bebas cukup banyak jenisnya tapi yang keberadaannya paling

banyak dalam sistem biologis tubuh adalah radikal bebas turunan oksigen atau

reactive oxygen species (ROS) (Sadikin,2002 ; Murray, et.al.,2009).

Radikal-radikal bebas ini merupakan hasil pemecahan hemolitik dari ikatan

kovalen suatu molekul atau pasangan elektron bebas suatu atom. ROS merupakan

bagian dari hasil metabolisme sel normal atau sel yang terpapar zat-zat lain yang

menyebabkan terjadinya inflamasi atau peradangan. ROS sebagian besar

merupakan hasil dari respon fisiologis (ROS endogen) yaitu hasil metabolisme sel

normal dan sebagian kecil merupakan hasil paparan dari luar tubuh (ROS eksogen)

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

35

yaitu oksigen reaktif yang berasal dari polutan lingkungan, radiasi, infeksi bakteri,

jamur dan virus (Sadikin, 2002 ; Murray, et.al., 2009).

ROS terdiri dari superoksida (•O₂), hidroksil (•OH), peroksil (ROO•),

hidrogen peroksida (H₂O₂), singlet oksigen (•O₂), oksida nitrit (NO•), peroksinitrit

(ONOO•) dan asam hipoklorit (HOCl). Radikal bebas yang paling banyak terbentuk

didalam tubuh adalah superoksida. Superoksida ini akan diubah menjadi hidrogen

peroksida (H₂O₂). Hidrogen ini dalam tahap propagasi akan diubah menjadi radikal

hidroksil (•OH). Radikal hidrosil inilah yang menyebabkan terjadinya peroksidasi

lemak pada membran sel sehingga sel mengalami kerusakan, (Sadikin, 2002 ;

Murray, et.al., 2009).

Radikal bebas dapat berada di dalam tubuh karena adanya hasil samping

dari proses oksidasi dan pembakaran sel yang berlangsung pada waktu bernafas,

metabolisme sel, olahraga yang berlebih, peradangan, dan terpapar polusi (asap

kendaraan, asap rokok, makanan, logam berat, dan radiasi matahari). Radikal bebas

akan bereaksi dengan molekul sel di sekitarnya untuk memperoleh pasangan

elektron sehingga menjadi lebih stabil, tetapi molekul sel tubuh yang diambil

elektronnya akan berubah menjadi radikal bebas. Reaksi ini akan berlangsung terus

menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan stress oksidatif

yang menyebabkan suatu peradangan, kerusakan DNA atau sel dan berbagai

penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif

lainnya, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.12 (Akhlaghi, et al., 2009)

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

36

Gambar 2.12 Pengaruh ROS dan RNS terhadap kesehatan manusia

(Akhlaghi, et.al., 2009)

Akibat begitu besarnya pengaruh radikal bebas terhadap kesehatan manusia

maka tubuh memerlukan suatu asupan yang mengandung suatu senyawa yaitu

antioksidan yang mampu menangkap dan menetralisir radikal bebas tersebut

sehingga reaksi-reaksi lanjutan yang menyebabkan terjadinya stres oksidatif dapat

berhenti dan kerusakan sel dapat dihindari atau indikasi suatu penyakit dapat

dihentikan (Sibuea, 2003). Reaksi terminasi antioksidan biasanya menangkap

radikal hidroksil (•OH) pada tahap reaksi peroksidasi lemak protein atau molekul

lainnya pada membran sel normal sehingga kerusakan sel dapat dihindari (Sadikin,

2002 ; Murray, et.al., 2009)

Keberadaan radikal bebas tidak selamanya merugikan tubuh manusia akan

tetapi ada juga yang mempunyai efek yang menguntungkan, seperti membantu

destruksi sel-sel mikroorganisme, kanker dan proses pematangan sel-sel di dalam

tubuh. Leukosit memproduksi radikal bebas untuk memusnahkan gingival, ligamen

periodontal dan tulang alveolar dengan cara merusak DNA, menganggu produksi

prostaglandin dan merangsang pembentukan sitokin proinflamasi seperti IL-6 dan

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

37

TNF-α. Akan tetapi produksi radikal bebas yang berlebihan dan produksi

antioksidan yang tidak memadai dapat menyebabkan kerusakan sel-sel jaringan dan

enzim-enzim. Kerusakan jaringan dapat terjadi akibat gangguan oksidatif yang

disebabkan radikal bebas asam lemak atau dikenal sebagai peroksidasi lipid (Zheng

dan Wang, 2009 ; Murray, et. al 2009).

Reaksi-reaksi radikal di dalam tubuh merupakan penyebab atau mendasari

berbagai keadaan patologis suatu penyakit. Diantara senyawa-senyawa ROS,

radikal hidroksil (•OH) merupakan radikal bebas yang yang paling reaktif atau

berbahaya karena mempunyai tingkat reaktivitas sangat tinggi. Radikal hidroksil

(•OH) dapat merusak tiga jenis senyawa yang penting mempertahankan ketahanan

sel yaitu :

1. Asam lemak tak jenuh (PUFA) yang merupakan komponen penting fosfolipid

penyusun membran sel.

2. DNA, yang merupakan piranti genetik dari sel

3. Protein, yang memegang berbagai peran penting seperti enzim, reseptor,

antibodi, dan pembentukan matriks serta sitoskeleton (Fessenden and

Fessenden, 1999 ; Sadikin, 2002 ; Murray ,et.al., 2009)

Regulasi jumlah radikal bebas secara normal dalam sistem biologis tubuh

dilakukan oleh enzim-enzim antioksidan endogenous seperti enzim superoksida

dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GPx). Pengukuran radikal

bebas di dalam tubuh sangat sulit dilakukan karena radikal bebas bereaksi sangat

cepat sehingga seringkali dilakukan pengukuran tidak langsung melalui produk

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

38

turunannya seperti malondialdehida (MDA) dan 4-hidroksinonenal. Kedua

senyawa tersebut sering digunakan untuk pengukuran reaksi radikal bebas lipid

(Fessenden and Fessenden, 1999 ; Sadikin, 2002 ; Murray , et.al., 2009).

2.10 n-Butanol

n-Butanol atau n-butil alkohol atau normal butanol adalah alkohol primer

dengan struktur 4-karbon, dan memiliki rumus kimia C4H9OH. Isomernya antara

lain isobutanol, 2-butanol, dan tert-butanol. Sifat kimia fisika, tak berwarna , bentuk

cair, bau mirip amil alkohol , titik didih 117,70C, dapat campur dengan banyak

pelarut organik seperti, sangat larut dalam aseton, dapat campur dengan etanol dan

etil eter. Pada suhu 250C dapat larut 63200 mg/L air. (Haynes, W.M, 2014)

2.11 Kapasitas Antioksidan

Aktivitas antioksidan menggambarkan kemampuan suatu senyawa

antioksidan untuk menghambat laju reaksi pembentukan radikal bebas.

Penentuan kapasitas antioksidan secara invitro ditentukan secara spektroskopi

UV-Vis. Eksplorasi senyawa fitokimia terutama senyawa bioaktif yang

terdapat pada tanaman obat atau bukan tanaman obat secara terus menerus

diteliti untuk mendapatkan senyawa antioksidan yang berfungsi menjaga

kesehatan tubuh manusia dari serangan penyakit (Prakash, 2001).

Pengujian aktivitas antioksidan harus didasari atas efek farmakologis

dari zat tersebut diantaranya adalah :

1. Mempunyai aktivitas antioksidan endogen seperti SOD sintetis, katalase

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

39

rekombinan

2. Menangkap ion logam yang diperlukan untuk tujuan katalisis reaksi

oksidasi oleh radikal bebas seperti deferoksamin

3. Menangkap (scavenging) atau memutus reaksi rantai (chainbreaking) dari

radikal bebas seperti vitamin C, E, β-karoten dan senyawa fenol

(flavonoid)

4. Menghambat aktivitas enzim-enzim yang terlibat dalam pembentukan

radkal bebas seperti allopurinol

2.11.1 Pengukuran Kapasitas Antioksidan secara in vitro

Beberapa metode pengukuran kapasitas antioksidan secara in vitro

yang digunakan dewasa ini adalah beta karoten bleaching, 1,1 Dhifenyl-2-

Picrrylhydrazyl (DPPH Radical Scavenging) method, Thiobarbituric Acid-

Reactive-Subtances (TBARS) assay, Oxygen Radical Absorbance Capacity

(ORAC) assay, Total Radical-Trapping Antioxidant Parameter (TRAP) dan

Ferric Reducing/Antioxidant Power (FRAP) assay, Trolox Equivalent

Antioxidant Capacity (TEAC) method, Peroxyl Radical Scavenging (PSC) dan

Total Oxyradical Scavenging Capacity (TOCS) method dan Folin-Ciocalteau

Total Phenolic Assay dan lain-lain (Zou, et al., 2004).

Klopotek, et. Al., (2005) menyatakan bahwa metode FRAP assay dan

TEAC assay yang digunakan untuk mengukur perubahan aktivitas antioksidan

buah strawberi segar dan olahannya memberikan hasil yang tidak jauh

berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Gill, et al. (2002) menghasilkan

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

40

bahwa aktivitas antioksidan pada buah plum menggunakan FRAP assay lebih

tinggi (40.0 mg) sampai dengan 127.2 mg ekivalen vitamin C) dibandingkan

pengukuran dengan DPPH Radical Scavenging Method (27.4 mg sampai

dengan 61.1 mg ekivalen vitamin C). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa

analisis aktivitas antioksidan menggunakan Total Phenolic Assay dan FRAP

assay memiliki hubungan positif yang sangat kuat (R2 = 94.8%) antara daun ,

batang, dan ekstrak buah tanaman Momordica charantia L (Kubola and

Siriamornpun, 2008).

2.11.2 Pengukuran Akvititas Antioksidan secara in vivo

Wolfe, et.al., (2007 ; 2008) menyatakan bahwa disamping analisis in

vitro, perlu dilakukan pengukuran aktivitas antioksidan secara in vivo pada

hewan coba yang selanjutnya diterapkan pada sukarelawan manusia agar

didapatkan efikasi actual antioksidan tersebut di dalam tubuh.

Hewan coba yang biasa digunakan dalam menetukan aktivitas

antioksidan secara in vivo adalah mencit dan tikus. Dalam penelitian ini

peneliti menggunakan tikus sebagai hewan coba karena beberapa alasan dan

beberapa penelitian sebelumnya yaitu (Ridwan, 2013) :

1. Keragaman dari subyek penelitian dan dapat diminimalisasi karena secara

genetic hampir sama atau identik.

2. Variabel penelitian lebih mudah dikontrol, karena tikus ini secara genetik

mirip, patuh dan secara cepat beradaptasi dengan lingkungannya sehingga

mudah dikendalikan dari umur, jenis kelamin, berat badan,

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

41

kenyamanannya, kesehatan, makanan dan minuman.

3. Pemilihan jenis hewan dapat disesuaikan dengan kepekaan hewan terhadap

materi penelitian yang dilakukan.

4. Biaya relatif murah karena harga tikus, makanan dan minuman relatif

murah.

5. Mendapatkan informasi lebih mendalam dari penelitian yang dilakukan

karena karakteristik genetic, biologi, kelengkapan organ, kebutuhan

nutrisi, metabolisme biokimia dan perilaku sangat mirip dengan manusia

sehingga kita dapat membuat sediaan biologi dari organ hewan yang

digunakan.

6. Memperoleh data maksimum untuk keperluan penelitian simulasi.

7. Dapat digunakan untuk uji keamanan, diagnostik dan toksisitas.