bab ii tinjauan pustaka 1. tinjauan umum tentang notaris 1 ...repository.ump.ac.id/3369/3/bab...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Umum tentang Notaris
1.1 Sejarah Notariat di Indonesia
Asal usul perkataan Notaris berasal dari perkataan notarius, adalah
nama yang pada zaman Romawi diberikan kepada orang-orang yang
menjalankan pekerjaan menulis. Fungsi notarius ini masih sangat berbeda
dengan fungsi Notaris pada waktu sekarang. Nama notarius ini lambat laun
mempunyai arti yang berbeda dengan pada mulanya, sehingga kira-kira pada
abad kedua sesudah Kristus yang disebut dengan nama notarius ialah mereka
yang mengadakan pencatatan dengan tulisan cepat, jadi seperti stenograf
sekarang. Selain itu ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa notarius
itu berasal dari perkataan nota literaria, yaitu tanda (letter merk atau
karakter) yang menyatakan sesuatu perkataan. Kemudian dalam abad kelima
dan keenam sebutan notarius itu diberikan kepada penulis (sekretaris)
pribadi dari raja (kaisar), sedangkan pada akhir abad kelima sebutan tersebut
diberikan kepada pegawai-pegawai istana yang melaksanakan pekerjaan
administratif (Tedjosaputro, 1991: 10).
Sejarah Notariat di Indonesia dimulai pada permulaan abad ke-17 yaitu
tepatnya pada tanggal 27 Agustus 1620, Melchior Kerchem diangkat sebagai
Notaris pertama di Indonesia. Kepadanya ditugaskan untuk menjalankan
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
tugas pekerjaannya sesuai sumpah setia yang diucapkannya yaitu dengan
kewajiban untuk mendaftarkan semua akta yang dibuatnya. Setelah
pengangkatan pertama itu selanjutnya jumlah Notaris bertambah
(Notodisoerjo, 1993: 22).
Masuknya lembaga notariat di Indonesia, diawali dari sejarah lembaga
notariat itu sendiri, yaitu yang berasal dari negara-negara di Eropa dan
khususnya dari negara Belanda. Belanda sebagai negara yang menjajah
bangsa Indonesia, yang mengatur peraturan tentang notariat tersebut. Sejak
Notaris yang pertama kali diangkat sampai dengan tahun 1822, lembaga
notariat ini diatur dengan dua peraturan, yaitu pada tahun 1625 dan 1765 dan
selalu mengalami perubahan, sesuai dengan kebutuhan yang dengan tiba-tiba
dibutuhkan pada masa tersebut. Pada tahun 1860, Pemerintah Belanda
merubah peraturan-peraturan yang lama dengan Peraturan Jabatan Notaris
dikenal dengan Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stbl. 1860: 3),
yang mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 1860. Dengan diundangkannya
Peraturan Jabatan Notaris ini, maka diletakkanlah dasar yang kuat bagi
pelembagaan notariat di Indonesia (Tobing, 1983: 20).
Menurut Adityo Ariwibowo (2013) Peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang Jabatan Notaris yang berlaku, sebagian besar masih
didasarkan pada peraturan perundang-undangan peninggalan zaman kolonial
Hindia Belanda, yaitu Peraturan Jabatan Notaris yang termuat dalam Stbl.
1860 Nomor 3 yang sudah beberapa kali dirubah, terakhir dirubah dalam
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101 dan sebagian lagi merupakan
peraturan perundang-undangan nasional. Akhirnya setelah hampir 144 tahun
menjadi dasar yang kuat bagi pelembagaan notariat di Indonesia, pada
tanggal 6 Oktober Tahun 2004, Peraturan Jabatan Notaris tersebut telah
dinyatakan tidak berlaku, pada tanggal tersebut telah diundangkan Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Oktarino, 2012).
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
dibentuk, karena berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
tentang jabatan Notaris peninggalan zaman kolonial Hindia Belanda,
dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan
hukum masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia
menganggap perlu, diadakan pembaharuan dan pengaturan kembali secara
menyeluruh dalam satu Undang-undang yang mengatur tentang jabatan
Notaris, sehingga dapat tercipta suatu unifikasi hukum yang berlaku untuk
semua penduduk di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, khususnya
unifikasi hukum di bidang kenotariatan dan dari itu lahirlah Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris ini menjadi dasar yang baru bagi pelembagaan notariat di
Indonesia (Taligara, 2014).
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
1.2 Pengertian Notaris
Pengertian Notaris dalam sistem Civil Law yang diatur dalam Pasal 1
Ord, stbl. 1860 Nomor 3 tentang Jabatan Notaris di Indonesia mulai berlaku
tanggal 1 Juli 1860 yang kemudian diterjemahkan oleh Soegondo
Notodisoedo (1993) menyatakan bahwa pengertian Notaris adalah sebagai
berikut:
“Notaris adalah pejabat umum, khususnya (satu-satunya) yang berwenang untuk membuat akta-akta otentik tentang semua tindakan, perjanjian-perjanjian, dan keputusan-keputusan yang diharuskan oleh perundang-undangan umum untuk dikehendaki oleh yang berkepentingan bahwa hal itu dinyatakan dalam surat otentik, menjamin tanggalnya, menyimpan akta-akta dan mengeluarkan grosse, salinan-salinan (turunan-turunan) dan kutipan-kutipannya, semuanya itu apabila pembuatan akta-akta demikian itu atau dikhususkan itu atau dikhususkan kepada pejabat-pejabat atau orang-orang lain.”
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa Notaris adalah
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini atau
Undang-undang lainnya.
Notaris sebagai salah satu penegak hukum karena Notaris membuat
alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan pembuktian. Para ahli hukum
berpendapat bahwa akta Notaris dapat diterima dalam pengadilan sebagai
bukti yang mutlak mengenai isinya, tetapi meskipun demikian dapat
diadakan penyangkalan dengan bukti sebaliknya oleh saksi-saksi, yang dapat
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
membuktikan bahwa apa yang diterangkan oleh Notaris dalam aktanya
adalah benar (Tedjosaputro, 1991: 4).
Pemerintah menghendaki Notaris sebagai pejabat umum yang diangkat
dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban
untuk dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam membantu
membuat perjanjian, membuat akta beserta pengesahannya yang juga
merupakan kewenangan Notaris. Meskipun disebut sebagai pejabat umum,
namun Notaris bukanlah pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kepegawaian. Notaris
terikat dengan peraturan jabatan pemerintah, Notaris tidak menerima gaji
dan pensiun dari pemerintah, tetapi memperoleh gaji dari honorarium atau
fee dari kliennya (Anshori, 2009: 16).
1.3 Tugas dan Wewenang Notaris
Tugas pokok Notaris ialah membuat akta otentik. Adapun kata otentik
itu berdasarkan Pasal 1870 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
memberikan kepada pihak-pihak yang membuatnya suatu pembuktian
sempurna. Disinilah letak arti penting dari seorang Notaris, bahwa Notaris
karena Undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang
sempurna, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik itu
pada pokoknya dianggap benar sepanjang tidak ada bukti sebaliknya
(Rachman, 2011).
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
Mengenai wewenang yang harus dipunyai oleh Notaris sebagai pejabat
umum untuk membuat suatu akta otentik, seorang Notaris hanya boleh
menjalankan di daerah atau wilayah yang ditentukan baginya dan hanya di
dalam daerah atau wilayah hukum itu ia berwenang (Pasal 18 Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Apabila Notaris membuat
akta di luar wilayah hukumnya maka akta tersebut adalah tidak sah.
Kewenangan Notaris meliputi empat hal, yaitu:
a. Notaris berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuatnya itu.
Notaris hanya berwenang membuat akta otentik bidang hukum perdata
sepanjang bukan merupakan wewenang dari pejabat umum lain dan tidak
berwenang membuat akta otentik di bidang hukum publik;
b. Notaris berwenang sepanjang mengenai orang-orang untuk kepentingan
siapa akta itu dibuat. Notaris tidak berwenang membuat akta untuk
kepentingan setiap orang, seperti yang tercantum dalam Pasal 52 Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat dimana akta itu
dibuat. Sesuai Pasal 19 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris, Notaris tidak berwenang membuat akta di luar wilayah
kedudukannya;
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Notaris tidak boleh membuat akta selama ia masih cuti atau dipecat dari
jabatannya dan juga ia tidak boleh membuat akta selama ia memangku
jabatannya (Anshori, 2009: 17).
1.4 Aturan Hukum Jabatan Notaris
Aturan hukum Jabatan Notaris di Indonesia, dari pertama kali banyak
mengalami perubahan dan bermacam-macam. Dari beberapa aturan hukum
yang ada, kemudian dimasukkan ke dalam satu aturan hukum yaitu Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Misalnya tentang
pengawasan, pengangkatan dan pemberhentian Notaris. Dengan lahirnya
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris maka telah
terjadi unifikasi hukum dalam pengaturan Notaris di Indonesia dan Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris merupakan hukum
tertulis sebagai alat ukur bagi keabsahan Notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya (Adjie, 2011: 38).
Mengenai pengangkatan Notaris ditentukan dalam Pasal 3 Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang ditambah lagi syarat
sebagaimana tersebut dalam Bab II Pasal 2 ayat (1) dan tata cara
pengangkatan Notaris diatur dalam Bab III, Pasal 3-8 Peraturan Menteri
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.01.HT.03.01
Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Perpindahan, dan
Pemberhentian Notaris .
Notaris tidak dapat melakukan tindakan apapun, seperti merubah isi
akta, tapi yang dapat dilakukannya yaitu merawat dan mengeluarkan salinan
atas permintaan para pihak yang namanya tersebut dalam akta atau para ahli
warisnya. Mereka yang menjalankan tugas jabatan Notaris oleh umur
biologis. Umur yuridis akta Notaris bila sepanjang masa, sepanjang aturan
hukum yang mengatur jabatan Notaris masih ada, dibandingkan dengan
umur biologi Notaris sendiri yang akan berakhir karena Notaris meninggal
dunia (Adjie, 2008: 31).
1.5 Tanggung Jawab Notaris
Notaris tidak bertanggung jawab atas kelalaian dan kesalahan isi akta
yang dibuat di hadapannya, melainkan Notaris hanya bertanggung jawab
bentuk formal akta otentik sesuai yang diisyaratkan oleh Undang-undang.
Mengenai tanggung jawab Notaris selaku pejabat umum yang berhubungan
dengan kebenaran materil dibedakan menjadi empat poin, yaitu:
a. Tanggung jawab Notaris terhadap kebenaran materil terhadap akta yang
dibuatnya;
b. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materil dalam
akta yang dibuatnya;
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
c. Tanggung jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap
kebenaran materil dalam akta yang dibuatnya;
d. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya
berdasarkan kode etik Notaris (Anshori, 2009: 16).
1.6 Notaris Setelah Berlakunya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris
Sebelumnya Profesi Notaris di atur di dalam Undang-undang Nomor
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Setelah hampir 10 tahun untuk
menyesuaikan perkembangan yang ada di masyarakat, pengaturan Notaris
masuk ke dalam tatanan baru dengan adanya perubahan terhadap Undang-
undang jabatan Notaris. Pada saat ini Notaris diatur dalam Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris, Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang ini atau berdasarkan Undang-undang lainnya. Dari Pasal ini terlihat
sebuah perbedaan dengan pada masa awal Notaris di Indonesia.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
Menurut Widijatmoko Ketua Litbang Pengurus Pusat Ikatan Notaris
Indonesia (2010) Notaris bukan lagi pegawai pemerintah melainkan pejabat
umum yang mandiri yang memiliki kewenangan dalam membuat akta
otentik sepanjang untuk pembuatan akta tersebut tidak dikecualikan kepada
pejabat lain. Seiring dengan pentingnya Notaris dalam kehidupan
masyarakat khususnya dalam pembuatan akta otentik yang digunakan
sebagai alat bukti, maka Notaris mempunyai kedudukan sebagai pejabat
umum yang berwenang membuat akta otentik dan sekaligus merupakan
perpanjangan tangan pemerintah.
Secara administratif, Notaris memiliki hubungan dengan negara dalam
hal pemerintahan. Salah satunya adalah berkaitan dengan pengangkatan dan
pemberhentian Notaris. Menurut Komar Andasasmita (1981: 12), bentuk
atau corak Notaris dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok utama yakni:
Notariat functional, hal mana wewenang-wewenang pemerintah
didelegasikan (gedelegeerd) dan demikian itu diduga mempunyai kebenaran
isinya, mempunyai kekuatan bukti formal dan mempunyai daya/kekuatan
eksekusi. Di negara-negara yang menganut bentuk notariat ini terdapat
pemisahan yang keras antara wettelijke dan niet wetteljike, wekzaamheden
yaitu pekerjaan-pekerjaan yang didasarkan Undang-undang atau hukum dan
yang tidak/bukan dalam notariat. Notariat profesional, dalam kelompok ini
walaupun pemerintah mengatur tentang organisasinya tetapi akta-akta
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
Notaris ini tidak mempunyai akibat-akibat khusus tentang kebenarannya,
kekuatan bukti demikian kekuatan eksekutorialnya.
2. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum Notaris
2.1 Pengertian Hukum
Menurut Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka (1994) menyebutkan
arti yang diberikan masyarakat pada hukum sebagai berikut:
a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara
sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.
b. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau
gejala-gejala yang dihadapi.
c. Hukum sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau
perikelakuan yang pantas atau diharapkan.
d. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-
kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu.
e. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan
yang berhubungan erat dengan penegakan hukum.
f. Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang
menyangkut keputusan penguasa.
g. Hukum sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal-balik
antara unsur-unsur pokok sistem kenegaraan.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
h. Hukum sebagai sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yaitu
perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan
untuk mencapai kedamaian.
i. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan-jalinan dari konsepsi-
konsepsi abstrak tentang apa yang siagap baik dan buruk.
2.2 Pengertian Perlindungan Hukum
Secara umum pengertian perlindungan hukum dapat diartikan bahwa setiap
hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban, selain itu masing-
masing anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan kepentingan yang
berbeda-beda dan saling berhadapan atau berlawanan, untuk mengurangi
ketegangan dan konflik maka hukum yang mengatur dan melindungi
kepentingan tersebut yang dinamakan perlindungan hukum (Royen, 2009: 53).
2.3 Pengertian Perlindungan Hukum Notaris
Perlindungan hukum Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya diatur
dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang khusus terkait dengan tentang
sumpah atau janji Notaris dan kewajiban Notaris untuk menjaga kerahasiaan
atas akta yang dibuatnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak
yang terkait dengan akta yang dibuatnya.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
Bila Undang-undang menentukan bahwa suatu informasi boleh dibuka
maka hal tersebut bukan berarti kewajiban Notaris untuk merahasiakan tidak
berlaku lagi. Apabila Notaris atas dasar ketentuan Undang-undang membuka
rahasia jabatannya, maka Notaris selain dilindungi oleh Pasal 16 ayat (1)
huruf f Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juga dilindungi oleh
Pasal 50 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa
barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan Undang-
undang, tidak dipidana.
3. Tinjauan Umum tentang Pengawasan Notaris di Indonesia
3.1 Pengertian Pengawasan
Dalam setiap organisasi terutama dalam organisasi pemerintahan fungsi
pengawasan adalah sangat penting, karena pengawasan adalah usaha untuk
menjamin adanya kearsipan antara penyelenggara tugas pemerintahan oleh
daerah-daerah dan oleh pemerintah untuk menjamin kelancaran
penyelenggaraan pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna.
Pengawasan adalah salah satu fungsi dasar manajemen yang dalam bahasa
Inggris disebut controlling. Dalam bahasa Indonesia, fungsi controlling itu
mempunyai dua arti yaitu pengawasan dan pengendalian (Oktarino, 2012).
Pengawasan dalam hal ini adalah pengawasan dalam arti sempit, yaitu
segala usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau pekerjaan, apakah sesuai dengan
yang semestinya atau tidak, sedangkan pengendalian pengertiannya lebih
forceful daripada pengawasan, yaitu sebagai segala usaha atau kegiatan untuk
menjamin dan mengarahkan agar pelaksanaan tugas atau pekerjaan berjalan
dengan yang semestinya (Sujamto, 1996: 53).
Pengertian dasar dari pengawasan adalah segala usaha atau kegiatan
untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang
pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau
tidak. Pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh
kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang
dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya (Sujamto, 1987: 53).
Dari beberapa pengertian tentang pengawasan yang telah disebut di atas
maka jelaslah bahwa manfaat pengawasan secara umum adalah untuk
mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang objek yang
diawasi, apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak. Jika dikaitkan
dengan masalah penyimpangan, manfaat pengawasan adalah untuk
mengetahui terjadi atau tidak terjadinya penyimpangan dan bila terjadi perlu
diketahui sebab-sebab terjadinya penyimpangan tersebut (Sujamto, 1983: 64).
Selain itu pengawasan berfungsi pula sebagai bahan untuk melakukan
perbaikan-perbaikan di waktu yang akan datang, setelah pekerjaan suatu
kegiatan dilakukan pengawasan oleh pengawas.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
3.2 Pengawasan Notaris
Notaris sebagai pejabat umum menjalankan suatu fungsi sosial yang
sangat penting, yang meliputi kehidupan masyarakat pada umumnya, yang
mana masyarakat meminta nasehat-nasehat dari Notaris mengenai isi dari
akta-akta yang dibuat oleh Notaris. Notaris juga memberikan nasehat-nasehat
dan pendapat-pendapat agar para pihak yang melakukan transaksi berjalan
sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Notaris juga diharapkan berperan
dalam rangka memberikan perlindungan-perlindungan kepada pihak
masyarakat yang akan melakukan investasi (Hamzah, 2011).
Pada awalnya pengawasan Notaris berdasarkan Undang-undang Nomor
14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman,
bahwa Departemen Kehakiman mempunyai otoritas terhadap organisasi,
administrasi dan finansial pengadilan, termasuk di dalamnya pengawasan
terhadap Notaris. Dalam Pasal 2 ayat (1-4) Bab II Keputusan Bersama Ketua
Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Tahun 1985
juga disebutkan tentang Ruang Lingkup Pengawasan Notaris.
Setelah Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman tersebut kemudian dicabut dan digantikan dengan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, maka
berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
kehakiman yang baru tersebut, secara substansi Departemen Kehakiman,
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
Menteri Kehakiman sudah tidak lagi mempunyai otoritas untuk melakukan
pengawasan terhadap Notaris. Tapi pengawasan Notaris tersebut menjadi
otoritas penuh badan peradilan, hal ini sesuai dengan Pasal 54 ayat (1)
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, sedangkan Menteri
Kehakiman dapat melakukan tindakan terhadap Notaris berdasarkan laporan
Ketua Pengadilan Negeri dan setelah mendengar pendapat dari organisasi
Notaris (Adjie, 2008: 127).
Ketentuan sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 54 Undang-undang
Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 2 Tahun
1986 tentang Peradilan Umum tersebut di atas telah dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku lagi berdasarkan Pasal 91 ayat (4) Undang-undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris. Berdasarkan Undang-undang Jabatan Notaris tersebut
pengawasan Notaris memasuki babak baru, dimana pengawasan tidak hanya
dari Notaris saja akan tetapi juga dari unsur pemerintah (Departemen Hukum
dan Hak Asasi Manusia) dan akademis bidang hukum (Renvoi, 2005: 36).
Berdasarkan Staatblad Tahun 1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan
Notaris, Pengertian pengawasan dalam Pasal 50 alinea (1) sampai alinea (3),
yaitu:
“tindakan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri berupa peneguran dan/atau pemecatan selama tiga (3) sampai enam (6) bulan terhadap Notaris yang mengabaikan keluhuran dari martabat atau tugas
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
jabatannya atau melakukan pelanggaran terhadap peraturan umum atau melakukan kesalahan-kesalahan lain, baik di dalam maupun diluar jabatannya sebagai Notaris, yang diajukan oleh penuntut umum pada Pengadilan Negeri pada daerah kedudukannya.
Pasal 67 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-undang 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan yaitu meliputi juga
pembinaan yang dilakukan oleh Menteri kepada Notaris. Dalam Pasal 67 ayat
(2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dinyatakan bahwa
dalam melaksanakan pengawasan berdasarkan Pasal 67 ayat (1) Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dilakukan oleh Menteri namun dalam
pelaksanaannya dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris yang dibentuk oleh
Menteri.
Pasal 1 angka (1) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata Cara
Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Majelis Pengawas Notaris menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan pengawasan adalah kegiatan prefentif dan represif termasuk kegiatan
pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas terhadap Notaris.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (8) Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia Nomor M-OL.H.T.03.01 Tahun 2003 tentang Kenotarisan
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
menyatakan bahwa pengawasan adalah kegiatan administratif yang bersifat
preventif dan represif oleh Menteri yang bertujuan untuk menjaga agar para
Notaris dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004 tentang Pedoman
pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris menyatakan bahwa pengawasan
adalah pemberian pembinaan dan pengawasan baik secara preventif maupun
kuratif kepada Notaris dalam menjalankan profesinya sebagai pejabat umum
sehingga Notaris senantiasa harus meningkatkan profesionalisme dan kualitas
kerjanya, sehingga dapat memberikan jaminan kepastian dan perlindungan
hukum bagi penerima jasa Notaris dan masyarakat luas.
Menurut Juniver Ganap (2014) tujuan dari pengawasan yang dilakukan
tehadap Notaris adalah supaya Notaris sebanyak mungkin memenuhi
persyaratan-persyaratan yang dituntut kepadanya. Persyaratan-persyaratan
yang dituntut itu tidak hanya oleh hukum atau Undang-undang saja, akan
tetapi juga berdasarkan kepercayaan yang diberikan oleh klien terhadap
notaris tersebut. Tujuan dari pengawasan itu tidak hanya ditujukan bagi
penataan kode etik Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya memenuhi
persyaratan-persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-undang demi
pengamanan atas kepentingan masyarakat yang dilayani
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
Menurut Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
M.39-PW.07.10 Tahun 2004 tentang Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas
Majelis Pengawas Notaris, mengingat peranan dan kewenangan Notaris
sangat penting bagi lalu lintas kehidupan masyarakat, maka perilaku dan
perbuatan Notaris dalam menjalankan jabatan profesinya, rentan terhadap
penyalahgunaan yang dapat merugikan masyarakat, sehingga lembaga
pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris perlu diefektifkan. Ketentuan
yang mengatur Majelis Pengawas dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 tentang Jabatan
Notaris, merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi kelemahan dan
kekurangan dalam sistem pengawasan terhadap Notaris, sehingga diharapkan
dalam menjalankan profesi jabatannya, Notaris dapat meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat.
Menurut Desny Prianty (2009) Institusi Notaris di Indonesia perlu
dilakukan pengawasan oleh pemerintah. Adapun yang merupakan tujuan dari
pengawasan agar para Notaris ketika menjalankan tugas jabatannya memenuhi
semua persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris,
demi untuk pengaman kepentingan masyarakat, karena Notaris diangkat oleh
pemerintah, bukan untuk kepentingan diri Notaris sendiri melainkan untuk
kepentingan masyarakat yang dilayaninya.
Menurut Lessa Lestari (2015) sebagai konsekuensi logis seiring dengan
adanya tanggung jawab Notaris kepada masyarakat, maka haruslah dijamin
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
adanya pengawasan dan pembinaan terus menerus agar Notaris selalu sesuai
dengan kaidah hukum yang mendasari kewenangannya dan dapat terhindar
dari penyalahgunaan kewenangan atau kepercayaan yang diberikan. Agar
nilai-nilai etika dan hukum yang seharusnya dijunjung tinggi oleh Notaris
dapat berjalan sesuai Undang-undang yang ada, maka sangat diperlukan
adanya pengawasan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, adapun
tujuan pengawasan Notaris adalah memenuhi persyaratan-persyaratan dan
menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perundang-
undangan yang berlaku demi pengaman kepentingan masyarakat umum,
sedangkan yang menjadi tugas pokok pengawasan Notaris adalah agar segala
hak dan kewenangan maupun kewajiban yang diberikan kepada Notaris dalam
menjalankan tugasnya sebagaimana yang diberikan oleh peraturan dasar yang
bersangkutan, senantiasa dilakukan di atas jalur yang telah ditentukan bukan
saja jalur hukum tetapi juga atas dasar moral dan etika profesi demi
terjaminnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Menurut Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (2011)
Pengawasan Notaris sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris dilakukan oleh Pengadilan Negeri dalam hal ini oleh Hakim.
Namun setelah keberadaan Pengadilan Negeri diintegrasikan satu atap di
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
bawah Mahkamah Agung maka pengawasan dan pembinaan Notaris beralih
ke Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, pada
dasarnya yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
mempunyai tugas yang dalam pelaksanaanya Menteri membentuk Majelis
Pengawas Notaris. Menteri sebagai kepala Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan
sebagian urusan pemerintah di bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Majelis Pengawas Notaris terbagi menjadi 3 yaitu Majelis Pengawas Daerah
yang berkedudukan di Kabupaten/Kota, Majelis Pengawas Wilayah
berkedudukan di ibukota Provinsi dan Majelis Pengawas Pusat yang
berkedudukan di Ibukota Negara.
3.3 Majelis Pengawas Notaris
Menurut Syafran Sofyan (2013) Notaris selaku pejabat umum
mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu melaksanakan sebagian
kewibawaan pemerintah. Notaris diberi wewenang untuk membuat akta
otentik berdasarkan hubungan hukum para pihak yang menjadi klien dari
Notaris yang bersangkutan. Notaris dalam menjalankan jabatannya adalah
untuk kepentingan masyarakat dan negara, sehingga Notaris yang merupakan
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
jabatan kepercayaan. Kepercayaan bagi masyarakat dan juga kepercayaan
bagi negara.
Seorang Notaris dalam menjalankan tugasnya dituntut untuk
mempunyai sikap yang dapat dipercayai dan netral. Bagi seorang Notaris
untuk dapat mempertahankan kepercayaan pihak lain terhadap dirinya ialah
sangat mudah yaitu dengan sungguh-sungguh mematuhi rambu-rambu yang
telah tetapkan bagi seorang Notaris berdasarkan Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Andyaksa, 2010: 12).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 67
sampai dengan Pasal 81 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris mengatur tentang pengawasan bagi Notaris. Hal ini dikarenakan
seorang Notaris tidak lain adalah manusia tidak lepas dari kesempurnaan dan
tetap mungkin dapat melanggar rambu-rambu yang telah ditetapkan bagi
dirinya tersebut.
Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri dengan membentuk
Majelis Pengawas. Pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas
meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris. Yang dimaksud
dengan “pengawasan” dalam ketentuan ini termasuk pembinaan yang
dilakukan oleh Menteri terhadap Notaris. Dalam melaksanakan pembinaan,
Menteri membentuk Majelis Kehormatan Notaris.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
Berdasarkan Pasal 67 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris, Majelis Pengawas berjumlah sembilan orang, yang terdiri atas unsur
Pemerintah sebanyak tiga orang, Organisasi Notaris sebanyak tiga orang dan
Ahli atau akademisi sebanyak tiga orang. Ketentuan lebih lanjut mengenai
tugas dan fungsi, syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian,
struktur organisasi, tata kerja, dan anggaran Majelis Pengawas Notaris diatur
dengan Peraturan Menteri Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004 tentang Tata
Cara Pengangkatan Anggota, Nomor M.39-PW.07.10 Tahun 2004 tentang
Pedoman Pelaksanaan Tugas Majelis Pengawas Notaris, Nomor
M.03.HT.03.10 Tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta dan Pemanggilan
Notaris.
Majelis Pengawas dalam menjalankan tugasnya dibagi menjadi tiga
bagian, dimana diatur dalam Pasal 67 ayat (2) Undang-undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, yang masing-masing memiliki peran dan fungsi yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Pembagian tersebut terdiri atas
Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas
Pusat.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
3.3.1 Majelis Pengawas Daerah
3.3.1.1 Pengertian Majelis Pengawas Daerah
Berdasarkan Pasal 69 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, Majelis Pengawas Daerah adalah
Majelis Pengawas terhadap Notaris yang dibentuk di
Kabupaten atau Kota. Keanggotaan Majelis Pengawas Daerah
terdiri dari sembilan orang. Sembilan orang tersebut terdiri atas
unsur pemeritah, organisasi Notaris dan ahli atau akademisi di
bidang hukum. Dalam beberapa daerah yang baru terbentuk
(daerah pemekaran) atau daerah yang tidak banyak Notarisnya,
terjadi pemborosan dan tidak adanya efesiensi pengawasan
karena anggota Majelis Pengawas Daerah lebih banyak dari
jumlah Notaris yang diawasi. Misalnya, dalam satu kabupaten
hanya ada dua Notaris, sedangkan jumlah Majelis Pengawas
Daerah ada sembilan orang. Untuk menghemat biaya
pengawasan dan efisiensi pengawasan maka dirasa perlu untuk
penggabungan beberapa wilayah Kabupaten atau Kota.
3.3.1.2 Masa Jabatan Majelis Pengawas Daerah
Berdasarkan Pasal 69 ayat (4) Undang-undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
2004 tentang Jabatan Notaris, Ketua dan Wakil Ketua Majelis
Pengawas Daerah dipilih dari dan oleh kesembilan orang
anggota Majelis Pengawas Daerah. Masa jabatan ketua, wakil
ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah adalah tiga tahun
dan dapat diangkat kembali.
3.3.1.3 Kewenangan Majelis Pengawas Daerah
Kewenangan Majelis Pengawas Daerah diatur dalam Pasal 70
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
3.3.1.4 Kewajiban Majelis Pengawas Daerah
Kewajiban Majelis Pengawas Daerah yang diatur dalam Pasal
71 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan
atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
3.3.2 Majelis Pengawas Wilayah
3.3.2.1 Pengertian Majelis Pengawas Wilayah
Berdasarkan Pasal 72 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, Majelis Pengawas Wilayah adalah
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
Majelis Pengawas terhadap Notaris yang dibentuk dan
berkedudukan di Ibukota Provinsi. Keanggotaan Majelis
Pengawas Wilayah terdiri dari sembilan orang. Sembilan orang
tersebut terdiri atas unsur pemeritah, organisasi Notaris dan ahli
atau akademisi dibidang hukum.
3.3.2.2 Masa Jabatan Majelis Pengawas Wilayah
Berdasarkan Pasal 72 ayat (4) Undang-undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris, Ketua dan Wakil Ketua Majelis
Pengawas Wilayah dipilih dari dan oleh kesembilan orang
anggota Majelis Pengawas Wilayah dengan masa jabatan
selama tiga tahun dan dapat diangkat kembali.
3.3.2.3 Kewenangan Majelis Pengawas Wilayah
Kewenangan Majelis Pengawas Wilayah diatur dalam Pasal 73
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
3.3.2.4 Kewajiban Majelis Pengawas Wilayah
Kewajiban Majelis Pengawas Wilayah diatur dalam Pasal 75
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
3.3.3 Majelis Pengawas Pusat
3.3.3.1 Pengertian Majelis Pengawas Pusat
Berdasarkan Pasal 76 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, Majelis Pengawas Pusat adalah
Majelis Pengawas terhadap Notaris yang dibentuk dan
berkedudukan di Ibukota Negara. Keanggotaan Majelis
Pengawas Wilayah terdiri dari sembilan orang. Sembilan orang
tersebut terdiri atas unsur pemerintah, organisasi Notaris dan
ahli atau akademisi di bidang hukum.
3.3.3.2 Masa Jabatan Majelis Pengawas Pusat
Berdasarkan Pasal 76 ayat (4) Undang-undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris, Ketua dan Wakil Ketua Majelis
Pengawas Pusat dipilih dari dan oleh kesembilan orang anggota
Majelis Pengawas Pusat dengan masa jabatan selama tiga tahun
dan dapat diangkat kembali.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
3.3.3.3 Kewenangan Majelis Pengawas Pusat
Kewenangan Majelis Pengawas Pusat diatur dalam Pasal 77
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
3.3.3.4 Kewajiban Majelis Pengawas Wilayah
Berdasarkan Pasal 79 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris, Majelis Pengawas Pusat berkewajiban
menyampaikan hasil keputusan pemeriksaan kepada Menteri
dan Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada
Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah yang
bersangkutan serta Organisasi Notaris. Pengawasan terhadap
Notaris sangat penting dilakukan, dengan dibentuknya majelis
pengawas ini, diharapkan agar Notaris dalam melaksanakan
jabatannya dapat selalu dimonitor. Masyarakat yang merasa
dirugikan atas tindakan Notaris yang diduga melanggar hukum,
melanggar peraturan jabatan Notaris dan/atau melanggar kode
etik Notaris dapat melaporkannya kepada majelis pengawas.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
3.4 Majelis Kehormatan Notaris
Dalam melaksanakan pembinaan, Menteri membentuk majelis
kehormatan Notaris. Majelis Kehormatan Notaris berjumlah 7 (tujuh) orang,
terdiri atas unsur Notaris sebanyak 3 (tiga) orang, Pemerintah sebanyak 2
(dua) orang dan ahli atau akademisi sebanyak 2 (dua) orang. Ketentuan lebih
lanjut mengenai tugas dan fungsi, syarat dan tata cara pengangkatan dan
pemberhentian, struktur organisasi, tata kerja, dan anggaran Majelis
Kehormatan Notaris diatur dengan Peraturan Menteri.
Sesuai Pasal 66A Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris, Majelis Kehormatan juga mempunyai peran dalam hal membela hak-
hak dari Notaris, seperti memberi persetujuan dalam hal terdapat aparat
penegak hukum yang membutuhkan fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat
yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan
Notaris untuk kepentingan Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim. Selain itu
yang terutama untuk memberikan rasa aman bagi seorang Notaris dalam
menjalankan jabatannya, pemanggilan Notaris oleh aparat penegak hukum
harus memperoleh persetujuan Majelis Kehormatan Notaris. Jadi peran
Majelis Kehormatan Notaris bagi jabatan Notaris cukup besar, hal ini pada
intinya bertujuan agar jabatan Notaris itu sendiri keberadaannya selalu ada
dalam masyarakat Indonesia.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
4. Tinjauan Umum Akta Otentik
4.1 Pengertian Akta
Akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan yang
memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat
sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Pembuktian merupakan salah
satu langkah dalam proses perkara perdata. Pembuktian diperlukan karena
adanya bantahan atau penyangkalan dari pihak lawan atau untuk
membenarkan sesuatu hak yang menjadi sengketa (Mertokusumo, 1999: 124).
Akta adalah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan
sesuatu hal peristiwa, karenanya suatu akta harus ditandatangani (Subekti,
1984: 178). Ketentuan Pasal 1 ayat (7) dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris menyatakan bahwa akta Notaris adalah akta yang dibuat oleh
atau dihadapan Notaris berdasarkan bentuk dan tata cara yang ditetapkan
dalam Undang-undang ini.
Menurut Hasyim Soska (2011) semua akta yang dibuat di hadapan
Notaris dapat disebut sebagai akta otentik. Meskipun demikian, bukan berarti
hanya Notaris yang berwenang membuat surat otentik. Ada pihak lain yang
juga berwenang membuat akta otentik, yaitu kepolisian dan catatan sipil.
Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, akta otentik adalah
sebuah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang
atau dibuat di hadapan pejabat umum yang berwenang di tempat pembuatan
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
akta itu. Akta otentik itu proses pembuatan dan penandatangannya dilakukan
dihadapan Notaris. Akta otentik dapat membantu bagi pemegang /pemiliknya
jika tersangkut kasus hukum.
Berdasarkan Pasal 165 Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R), Pasal 285
Rechtsreglement Buitengewesten (RBg) dan Pasal 1870 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata menyatakan bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta
yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-undang oleh atau
dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu (seperti Notaris, Hakim,
Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatat Sipil) di tempat akta itu dibuat. Dalam
menjalankan tugas dan jabatannya Notaris mempunyai tugas untuk membuat
akta otentik bagi masyarakat yang membutuhkan, akta otentik yang dibuat
oleh Notaris adalah merupakan suatu pembuktian yang sempurna yang
melahirkan suatu kepastian hukum apabila sewaktu-waktu terjadi perselisihan
diantara para pihak yang membuat dan membutuhkan akta tersebut.
Dari beberapa pengertian mengenai akta yang penulis kutip tersebut
diatas, jelaslah bahwa tidak semua dapat disebut akta, melainkan hanya surat-
surat tertentu yang memenuhi beberapa syarat tertentu saja yang disebut akta.
Adapun syarat yang harus dipenuhi agar suatu akta disebut bukti adalah:
a. Surat itu harus ditandatangani.
Keharusan ditanda tangani sesuatu surat untuk dapat disebut akta
ditentukan dalam Pasal 1874 Kitab Undang-undang Hukum Perdata;
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
b. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar sesuatu hak atau
perikatan.
Jadi surat itu harus berisikan suatu keterangan yang dapat menjadi bukti
yang dibutuhkan, dan peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu
haruslah merupakan peristiwa hukum yang menjadi dasar dari suatu hak
atau perikatan.
c. Surat itu diperuntukan sebagai alat bukti.
Jadi surat itu memang sengaja dibuat untuk dijadikan alat bukti.
Berdasarkan Pasal 23 ketentuan aturan Bea Materai Tahun 1921 ditentukan
antara lain: bahwa semua tanda yang ditanda tangani yang diperbuat
sebagai buktinya perbuatan kenyataan atau keadaan yang bersifat hukum
perdata dikenakan bea materai tetap sebesar Rp. 25,-. Oleh karena itu surat
yang akan dijadikan alat pembuktian di pengadilan harus ditempeli bea
materai secukupnya (sekarang sebesar Rp. 6.000,-). Akta Notaris yang
dapat dibatalkan dan batal demi hukum ditinjau dari ketentuan Pasal 38
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Adjie,
2009: 36). Keterangan akta Notaris yang dapat dibatalkan Akta Notaris
batal demi hukum Alasan Melanggar syarat subyektif, yaitu:
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Melanggar syarat objektif, yaitu:
1) Suatu hal tertentu;
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
2) Suatu sebab yang terlarang.
Mulai Berlaku/terjadinya pembatalan:
1) Akta tetap mengikat selama belum ada putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
2) Akta menjadi tidak mengikat sejak akta tersebut ditandatangani dan
tindakan hukum yang tersebut didalam akta dianggap tidak pernah
terjadi, dan tanpa mengikat sejak ada putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap perlu ada putusan pengadilan
(Adjie, 2009: 37).
4.2 Jenis-Jenis Akta
Menurut bentuknya akta dapat dibagi menjadi akta otentik dan akta di
bawah tangan. Pengertian akta otentik dapat ditemukan dalam Pasal 1868
Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu akta yang di dalam bentuk yang
ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-
pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta itu dibuatnya
atau dengan kata lain akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang
diberi wewenang untuk itu oleh penguasa menurut ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan,
yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang
berkepentingan.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
Sedangkan yang dimaksud dengan akta di bawah tangan menurut Herry
Susanto (2010) ialah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para
pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat jadi hanya antara para pihak yang
berkepentingan saja. Pasal 1875 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
mengatur bahwa suatu tulisan di bawah tangan yang diakui oleh orang
terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, atau yang dengan cara berdasarkan
Undang-undang dianggap sebagai diakui. Memberikan terhadap orang-orang
yang menandatanganinya serta para ahli warisnya dan orang-orang yang
mendapat hak dari pada mereka, bukti yang sempurna seperti suatu akta
otentik.
4.3 Kekuatan Pembuktian Akta
Akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna, pembuktian dalam
hukum acara mempunyai arti yuridis berarti hanya berlaku bagi pihak-pihak
yang berperkara atau yang memperoleh hak dari mereka dan tujuan dari
pembuktian ini adalah untuk memberikan kepastian kepada Hakim tentang
adanya suatu peristiwa-peristiwa tertentu. Maka pembuktian harus dilakukan
oleh para pihak dan siapa yang harus membuktikan atau yang disebut juga
sebagai beban pembuktian berdasarkan Pasal 163 Herzien Inlandsch
Reglement (H.I.R) menyatakan bahwa barang siapa yang menyatakan ia
mempunyai hak atau ia menyebutkan sesuatu perbuatan untuk menguatkan
haknya itu atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu. Ini berarti dapat ditarik
kesimpulan bahwa siapa yang mendalilkan sesuatu maka ia yang harus
membuktikan.
Berdasarkan sistem dari Herzien Inlandsch Reglement (H.I.R) Hakim
hanya dapat mendasarkan putusannya atas alat-alat bukti yang sudah
ditentukan oleh Undang-undang. Berdasarkan Pasal 164 Herzien Inlandsch
Reglement (H.I.R) menyatakan bahwa alat-alat bukti terdiri dari bukti tulisan,
bukti dengan saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah.
Akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1870 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Akta
otentik memberikan diantara para pihak termasuk para ahli warisnya atau
orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti yang sempurna
tentang apa yang diperbuat atau dinyatakan di dalam akta ini.
Kekuatan pembuktian sempurna yang terdapat dalam suatu akta otentik
merupakan perpaduan dari beberapa kekuatan pembuktian dan persyaratan
yang terdapat padanya. Ketiadaan salah satu kekuatan pembuktian ataupun
persyaratan tersebut akan mengakibatkan suatu akta otentik tidak mempunyai
nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat yang membuat akta
akan kehilangan keotentikannya dan tidak lagi menjadi akta otentik. Dalam
suatu akta otentik harus memenuhi kekuatan pembuktian lahiriah, formil dan
materil (Mertokusumo, 1993: 121).
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
Menurut Habib Adjie (2013) Penilaian akta Notaris harus dilakukan
dengan asas praduga sah (Vermoeden van Rechtmatigheid) atau Presumptio
Iustae Causa yang dipergunakan untuk menilai akta Notaris, yaitu akta
Notaris harus dianggap sah sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut
tidak sah. Untuk menyatakan atau menilai akta tersebut tidak sah harus
dengan gugatan ke pengadilan umum.
5. Hak Ingkar
5.1 Pengertian Hak Ingkar
Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang
mengadili perkaranya. Yang dimaksud dengan hak ingkar adalah hak
seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alas
an terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya. Hak ingkar
merupakan pengecualian terhadap ketentuan Pasal 1909 ayat (1) Kitab
Undang-undang Hukum Perdata dan Pasal 146 dan 227 Herzien Inlandsch
Reglement (H.I.R). Hak ingkar adalah merupakan konsekuensi dari adanya
kewajiban merahasiakan sesuatu yang diketahuinya (Tobing, 1983: 120).
5.2 Dasar Hukum Hak Ingkar
Berdasarkan Pasal 1909 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata
menyatakan bahwa namun dapatlah meminta dibebaskan dari kewajibannya
memberikan kesaksian siapa yang bertalian kekeluargaan darah dalam garis
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
samping dalam derajat kedua atau semenda dengan salah satu pihak. Siapa
yang ada pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam garis
samping dalam derajat kedua dengan suami atau isteri salah satu pihak. Segala
pekerjaannya atau jabatannya berdasarkan Undang-undang diwajibkan
merahasiakan sesuatu namun hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang
pengetahuannya dipercayakan kepadanya sebagai demikian.
Berdasarkan Pasal 170 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata
menyatakan bahwa mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau
jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari
kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang
dipercayakan kepada mereka. Hakim menentukan sah atau tidaknya alasan
untuk permintaan tersebut.
5.3 Hak Ingkar Notaris
5.3.1 Dasar Filosofi Hak Ingkar Notaris
Dasar filosofi hak ingkar bagi jabatan-jabatan kepercayaan
terletak pada kepentingan masyarakat, agar apabila seseorang yang
berada dalam keadaan kesulitan, dapat menghubungi seseorang
kepercayaan untuk mendapatkan bantuan yang dibutuhkannya di bidang
yuridis, medis atau kerohanian dengan keyakinan bahwa akan mendapat
nasehat-nasehat, tanpa yang demikian itu akan merugikan baginya. Hal
tersebut sesuai dengan penjelasan Pasal 16 Undang-undang Nomor 30
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa kewajiban
untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan akta dan
surat-surat lainnya adalah untuk melindungi kepentingan semua pihak
yang terkait dengan akta tersebut (Tobing, 1996: 21).
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum, tidak jarang
Notaris berurusan dengan proses hukum baik ditahap penyelidikan,
penyidikan maupun persidangan. Pada proses hukum ini Notaris harus
memberikan keterangan dan kesaksian menyangkut isi akta yang
dibuatnya. Dilihat sekilas, hal ini akan bertentangan dengan sumpah
jabatan Notaris, dimana Notaris wajib merahasiakan isi akta yang
dibuatnya. Hak ingkar atau hak untuk dibebaskan menjadi saksi, ada
pada beberapa jabatan yang oleh Undang-undang diberikan.
Sumpah jabatan Notaris dalam Pasal 4 dan kewajiban Notaris
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (f) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris mewajibkan Notaris untuk tidak bicara, sekalipun di
muka pengadilan, artinya tidak dibolehkan untuk memberikan kesaksian
mengenai apa yang dimuat dalam akta. Notaris tidak hanya berhak
untuk bicara, akan tetapi mempunyai kewajiban untuk tidak bicara.
Kewajiban ini mengenyampingkan kewajiban umum untuk memberikan
kesaksian yang dimaksud dalam Pasal 1909 ayat (1) Kitab Undang-
undang Hukum Perdata.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
5.3.2 Hak Ingkar Notaris merupakan Hak dan Kewajiban
Berdasarkan simposium hak ingkar Notaris diselenggarakan oleh
Komisariat Ikatan Notaris Jawa Timur tanggal 11 Desember 1982, Hak
ingkar Notaris bukan hanya merupakan hak namun merupakan
kewajiban karena apabila dilanggar akan terkena sanksi (Kohar, 1984:
157). Senada dengan pendapat tersebut adalah pendapat Tobing dengan
mendasarkan pada pendapat Pitlo dan Asser (Tobing, 1983: 124-126)
5.3.2.1 Ruang Lingkup Hak Ingkar Notaris
5.3.2.1.1 Perihal yang Wajib Dirahasiakan Notaris
Berdasarkan bunyi sumpah jabatan Notaris, maka
yang wajib dirahasiakan adalah terbatas pada isi
akta-akta (Peraturan Jabatan Notaris) yang
selanjutnya perluas menjadi isi akta dan keterangan
yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan (Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris). Sebelum berlaku Undang-undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, pada
masa berlakunya Peraturan Jabatan Notaris, yang
wajib dirahasiakan hanya meliputi isi akta saja.
Sekarang hal tersebut telah disempurnakan oleh
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris yang juga memasukkan
keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan
jabatan selain isi akta sebagai hal-hal yang wajib
dirahasiakan oleh Notaris.
5.3.2.1.2 Pihak yang Terkait dengan Hak Ingkar Notaris
Notaris sebagai pejabat kepercayaan, wajib
merahasiakan semua yang diberitahukan kepadanya
selaku Notaris. Kewajiban tersebut tidak hanya wajib
dilaksanakan oleh Notaris namun juga oleh pihak-
pihak yang berhubungan dengan notaris, antara lain
karyawan kantor Notaris.
5.3.2.2 Pelanggaran Rahasia Jabatan Notaris
5.3.2.2.1 Ancaman Pidana
Apabila Notaris membuka rahasia jabatan yang
diamantkan padanya, maka kepadanya diancam
dengan pidana berdasarkan Pasal 322 ayat (1) Kitab
Undang-undang Hukum Pidana.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015
5.3.2.2.2 Ancaman Perdata
Apabila akibat dibukanya rahasia seseorang oleh
notaris atau karyawan Notaris sehingga menjadi
diketahui umum dan mengakibatkan kerugian bagi
yang bersangkutan maka Notaris bersangkutan dapat
digugat secara perdata berdasarkan Pasal 1365 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata.
5.3.2.3 Sanksi Berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Jabatan Notaris
Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuat dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta
merupakan salah satu kewajiban Notaris. Pelanggaran terhadap
kewajiban merahasiakan dapat mengakibatkan Notaris
dikenakan sanksi dalam Pasal 85 Undang-undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
5.3.2.4 Izin Menggunakan Hak Ingkar Notaris
Setelah notaris mengajukan permohonan untuk menggunakan
hak ingkarnya dihadapan majelis hakim yang akan memeriksa
perkara baik secara lisan atau tertulis, maka Pasal 170 Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana, hakim yang akan
menimbang sah tidaknya alasan permintaan tersebut.
Perlindungan Hukum Terhadap..., Alif Nur Choliq, Fakultas Hukum UMP, 2015