bab ii tinjauan umum tentang notaris, akta notaris … ii.pdf · dalam pasal 1 angka 1...

45
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS, AKTA NOTARIS DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER 2.1. Tinjauan Umum tentang Notaris 2.1.1. Pengertian dan Wewenang Notaris Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 30 Tahun 2004 Jabatan Notaris (UUJN), notaris didefinisikan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN. Definisi yang diberikan oleh UUJN ini merujuk pada tugas dan wewenang yang dijalankan oleh notaris. Artinya notaris memiliki tugas sebagai pejabat umum dan memiliki wewenang untuk membuat akta autentik serta kewenangan lainnya yang diatur oleh UUJN. 1 Mengenai kewenangan notaris dapat dijumpai pada Pasal 15 ayat (1) UUJN. Pada ketentuan tersebut disebutkan notaris berwenang membuat akta autentik mengenai perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan 1 Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hlm. 14 34

Upload: lythien

Post on 08-Apr-2019

241 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

34

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS, AKTA NOTARIS

DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

2.1. Tinjauan Umum tentang Notaris

2.1.1. Pengertian dan Wewenang Notaris

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-undang nomor 30 Tahun 2004 Jabatan Notaris (UUJN),

notaris didefinisikan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN. Definisi

yang diberikan oleh UUJN ini merujuk pada tugas dan wewenang yang dijalankan

oleh notaris. Artinya notaris memiliki tugas sebagai pejabat umum dan memiliki

wewenang untuk membuat akta autentik serta kewenangan lainnya yang diatur

oleh UUJN.1

Mengenai kewenangan notaris dapat dijumpai pada Pasal 15 ayat (1)

UUJN. Pada ketentuan tersebut disebutkan notaris berwenang membuat akta

autentik mengenai perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh

peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang

berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian

tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan

kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan

1 Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan

Etika, UII Press, Yogyakarta, hlm. 14

34

35

oleh undang-undang. Selanjutnya dapat dilihat kewenangan Notaris selain

membuat akta autentik yaitu menurut Pasal 15 ayat (2) UUJN, Notaris juga

memiliki wewenang untuk :

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di

bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus;

3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang

memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan;

4. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

7. Membuat akta risalah lelang.

Sedangkan Pasal 15 ayat (3) menyatakan bahwa selain kewenangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai

kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Berbeda dengan rumusan UUJN yang baru tersebut Peraturan Jabatan

Notaris yang lama (PJN, Ordonansi Staatsblad 1860 Nomor 3) mendefinisikan

notaris sebagai pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta

autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan

oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk

dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya,

36

menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semua

sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan

atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.

Pengertian notaris sebagai pejabat umum satu-satunya yang berwenang

membuat akta dalam rumusan PJN tidak lagi digunakan dalam UUJN.

Penggunaan kata satu-satunya (uitsluitend) dimaksudkan untuk memberikan

penegasan bahwa notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum

itu, tidak turut pejabat lainnya. Semua pejabat lainnya hanya mempunyai

wewenang tertentu yang artinya wewenang mereka tidak meliputi lebih daripada

pembuatan akta autentik yang secara tegas ditugaskan kepada mereka oleh

undang-undang. Perkataan uitsluitend dengan dihubungkan dengan bagian kalimat

terakhir PJN mempunyai arti dengan mengecualikan setiap orang lain. Dengan

perkataan lain, wewenang notaris bersifat umum sedang wewenang para pejabat

lainnya adalah pengecualian. Itulah sebabnya bahwa apabila di dalam peraturan

perundang-undangan untuk suatu perbuatan hukum diharuskan adanya akta

autentik, maka hal itu hanya dapat dilakukan dengan suatu akta notaris, terkecuali

peraturan perundang-undangan ada yang menyatakan dengan tagas, atau sebagia

yang satu-satunya berwenang untuk itu.2 Dalam hal demikian berlaku asas lex

specialis derogate legi generali yakni notaris sebagai pejabat yang berwenang

untuk membuat akta disimpangi oleh adanya pejabat lain yang berwenang untuk

membuat akta pengecualian ini dengan didasarkan pada peraturan perundang-

undangan (khusus) lainnya.

2Ibid., hlm. 34

37

Dalam UUJN terminologi satu-satunya (uitsluitend) tidak lagi

dicantumkan. Meskipun demikian pengertian notaris tidak berubah secara radikal.

Hal ini dikarenakan terminologi uitsluitend telah tercakup dalam penjelasan

UUJN yang menyatakan bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang

untuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta autentik tertentu tidak

dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Selanjutnya dalam penjelasan UUJN

diterangkan pentingnya profesi notaris yakni terkait dengan pembuatan akta

autentik. Pembuatan akta autentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dalam rangka kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Selain

akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris, bukan saja karena

diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki

oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak

demi kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang

berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.

Pembuatan akta tersebut harus berdasarkan aturan hukum yang erkaitan

dengan prosedur pembuatan akta notaris, sehingga jabatan notaris sebagai pejabat

umum tidak perlu lagi diberi sebutan lain yang berkaitan dengan kewenangan

notaris, seperti notaris sebagai pembuat akta koperasi berdasarkan Keputusan

Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

nomor 98/KEP/M.KUKN/IX/2004, tanggal 24 September 2004 tentang Notaris

sebagai Pejabat Pembuat Akta Koperasi, kemudian Notaris sebagai Pejabat

Pembuat Akta Ikrar Wakaf(PPAIW) berdasarkan pasal 37 ayat (3) dan (4)

Peraturn Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang

38

No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Pemberian sebutan lain kepada Notaris seperti

tersebut diatas telah mencederai makna Pejabat Umum. Seakan-akan Notaris akan

mempunyai kewenangan tertentu jika disebutkan dalam suatu aturan hukum dari

instansi Pemerintah.3

Melalui pengertian notaris tersebut terlihat bahwa tugas seorang notaris

adalah menjadi pejabat umum, sedangkan wewenangnya adalah membuat akta

autentik. Sedangkan akta autentik adalah suatu akta yang bentuknya ditentukan

oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang

berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Akta notaris sebagai akta

autentik dibuat menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan oleh UUJN.

Rumusan UUJN dan PJN menyatakan bahwa notaris adalah pejabat umum

(openbaar ambtenaar). Seseorang menjadi pejabat umum, apabila ia diangkat dan

diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk

melayani publik dalam hal-hal tertentu. Karena itu notaris sebagai pejabat umum

ikut serta melaksanakan kewibawaan (gezag) dari pemerintah. Notaris disebut

sebagai pejabat umum dikarenakan kewenangannya untuk membuat akta autentik.

Meskipun disebut sebagai pejabat umum namun notaris bukanlah pegawai negeri

sebagaimana dimaksud oleh peraturan perundang-undangan yang mengatur

tentang kepegawaian. Notaris merupakan swasta yang terikat dengan peraturan

jabatannya dan selanjutnya notaris bebas dalam menjalankan profesinya. Notaris

diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, namun notaris tidak menerima gaji

3Habib Adjie,’’Penggerogotan Wewenang Notaris Sebagai Pejabat Umum”,Renvoi,

Nomor 04.Th,II,3 September 2004,hlm.32

39

dan pensiun dari pemerintah. Pendapatan notaris diperoleh dari honorarium

kliennya.

Arti penting dari profesi notaris disebabkan karena notaris oleh undang-

undang diberi wewenang untuk menciptakan alat pembuktian yang mutlak, dalam

pengertian bahwa apa yang disebut dalam akta autentik itu pada pokoknya

dianggap benar. Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat

pembuktian untuk sesuatu keperluan, baik untuk kepentingan pribadi maupun

untuk kepentingan suatu usaha. Untuk kepentingan pribadi misalnya adalah untuk

membuat testament, mengakui anak yang dilahirkan di luar pernikahan, menerima

dan menerima hibah, mengadakan pembagian warisan dan lain sebagainya.

Sedangkan untuk kepentingan suatu usaha misalnya adalah akta-akta dalam

mendirikan suatu PT (Perseroan Terbatas), Firma, CV (Comanditer Vennotschap)

dan lain-lain serta akta-akta yang mengenai transaksi dalam bidang usaha dan

perdagangan, pemborongan pekerjaan, perjanjian kredit dan lain sebagainya.4

Sehubungan dengan wewenang notaris dalam menjalankan tugas

jabatannya, notaris hanya diperbolehkan untuk melakukan jabatannya di dalam

daerah tempat kedudukannya. Dengan demikian, notaris wajib mempunyai hanya

satu kantor dan dengan hanya mempunyai satu kantor, berarti notaris dilarang

mempunyai kantor cabang, perwakilan, dan/atau bentuk lainnya. Selain itu notaris

tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatannya di luar tempat

kedudukannya. Artinya akta notaris sedapat-dapatnya dilangsungkan di kantor

notaris kecuali pembuatan akta-akta tertentu. Apabila hal ini dilanggar, maka akta

4Hartanti Sulihandri dan Nisya Rifiani,2013, Prinsip-prinsip dasar profesi

Notaris,Cipayung-Jakarta, hlm. 17.

40

yang dibuat oleh notaris tersebut tidak autentik dan hanya mempunyai kekuatan

sebagaimana akta di bawah tangan.

2.1.2. Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum

Istilah notarius oleh masyarakat romawi diberikan kepada mereka yang

melakukan pekerjaan menulis, dimana fungsi dari notarius sendiri pada zaman

tersebut tidaklah sama dengan fungsi notaris pada saat ini.5 Sedangkan istilah

Pejabat Umum di dalam Burgelijk Wetboek diterjemakan oleh Subekti dan

Tjitrosudibio sebagai Pejabat Umum.6Ambtenaren jika diterjemahkan adalah

pejabat7, sedangkan Openbare adalah umum atau publik8, dengan dengan

demikian Openbare Ambtenaren dapat dikatakan sebagai Pejabat Umum. Lantas

apa maksud dari pejabat umum. Jika dilihat dari segi etimologi bahasa, maka

dapat diartikan bahwa Pejabat Umum adalah pejabat yang diangkat oleh

pemerintah serta memiliki kewenangan tertentu dalam suatu lingkungan pekerjaan

yang tetap (karena memangku suatu jabatan) yang berkaitan dengan pelayanan

terhadap masyarakat. Apakah sama dengan Pegawai Negeri karena sama-sama

diangkat oleh pemerintah. Hal tersebut tidak membuat Jabatan Notaris sama

dengan Pegawai Negeri, karena selain diatur atau tunduk pada peraturan yang

berbeda juga karakteristik notaris bersifat mandiri (autonomous), tidak memihak

siapapun (impartial), tidak bergantung pada siapapun (independent), yang berarti

5Abdul Ghofur Anshori, 2010, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan

Etika, Cetakan kedua, UII Press, Yogyakarta, hal. 8. 6R.Subekti dan R. Tjitrosudibio, 2004, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya

Paramita, Jakarta. 7Marjanne Termoshuizen, 2002, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Djambatan, Jakarta,

hal. 21. 8Habib Adjie, 2008, Hukum Notaris Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hal. 16.

41

dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dcampuri oleh pihak lain

termasuk pihak yang mengangkatnya.9

Di Indonesia, asal mula diaturnya mengenai notarius itu pada Ordonnantie

Stb. 1860 Nomor 3 dengan judul “Reglement Op Het Notaris Ambt in Indonesia”,

yang mulai berlakunya pada tanggal 1 Juli 1860 (di Indonesia lebih dikenal

dengan Undang-undang Jabatan Notaris). Pada Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris

diberikan definisi mengenai notaris sebagai berikut:

Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat

akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang

diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan

dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian

tanggalnya, menyimpan aktanya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh

suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat

lain atau orang lain.

Berdasarkan pengertian notaris di atas maka dapat dikemukakan beberapa

unsur didalamnya, yakni:

1. Notaris adalah pejabat umum

2. Notaris merupakan satu-satunya pejabat yang berwenang untuk membuat

akta autentik

3. Akta-akta yang berkaitan dengan perbuatan, perjanjian dan penetapan

yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang

berkepentingan supaya dinyatakan dalam suatu akta autentik

4. Adanya kewajiban untuk menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan

akta, memberikan groose, salinan dan kutipannya

5. Terhadap pembuatan akta-akta itu tidak juga ditegaskan atau dikecualikan

oleh suatu peraturan umum kepada pejabat atau orang lain.

9Ibid

42

Profesi notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang

menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani

kepentingan umum dan inti tugas notaris adalah mengatur secara tertulis dan

otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat

meminta jasa notaris. Notaris perlu memperhatikan apa yang disebut sebagai

perilaku profesi yang memiliki unsur-unsur sebagai berikut:10

1. Memiliki integritas moral yang mantap;

2. Harus jujur terhadap klien maupun diri sendiri;

3. Sadar akan batas-batas kewenangannya;

4. Tidak semata-mata berdasarkan pertimbangan uang.

Notaris tidak boleh membuat akta kalau tidak diminta.Akta Notaris harus

ditulis dan dapat dibaca serta harus memenuhi ketentuan dari undang-undang

yang berlaku. Bahkan untuk melindungi agar akta notaris tidak mudah dipalsukan

dalam rangka untuk menjamin kepastian hukum maka bentuk dari akta notaris

telah ditentukan secara tegas sebagaimana diatur pada Pasal 42, 43, 48, 49 dan 50

UUJN.

Dalam penjelasan UUJN diterangkan pentingnya profesi notaris yakni

terkait dengan pembuatan akta autentik. Pembuatan akta autentik ada yang

diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka kepastian,

ketertiban dan perlindungan hukum.Selain akta autentik yang dibuat oleh atau

dihadapan notaris, dijumpai juga karena dikehendaki oleh pihak yang

berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian,

10Liliana Tedjosaputro, 2003, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Semarang, Aneka Ilmu,

hal. 93.

43

ketertiban dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus

bagi masyarakat secara keseluruhan.

Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa meski sebenarnya hanya

diperuntukkan bagi golongan Eropa, masyarakat Indonesia secara umum pun

dapat membuat suatu perjanjian yang dilakukan dihadapan notaris. Hal ini

menjadikan lembaga notariat sangat dibutuhkan keberadaannya di tengah-tengah

masyarakat. Kemudian dalam perkembangannya, lembaga notariat yang mula-

mula muncul pada zaman Romawi, diadopsi menjadi Hukum Indonesia, yaitu

Hukum Notariat Indonesia dan berlaku untuk semua golongan.

Kedudukan notaris sebagai pejabat umum memberikan wewenang kepada

notaris untuk dapat membuat akta-akta autentik. Sebelum menjalankan

jabatannya, notaris harus disumpah terlebih dahulu. Hal ini sebagai konsekuensi

bahwa dalam menjalankan jabatannya, notaris sebagai pejabat umum harus

senantiasa menghayati sumpah jabatannya yang termuat dalam Pasal 4 UUJN.

Sebagaimana dikatakan oleh Liliana Tedjosaputro bahwa:11 Pada asasnya jabatan

notaris ini juga seharusnya memberikan keadilan yang menuju kepada

keselarasan, keserasian, keseimbangan, tidak memihak kepada para pihak dan

juga bebas dari kekuasaan eksekutif.

Hal ini sebenarnya menegaskan bahwa jabatan sebagai notaris haruslah

independen, dalam arti kata tidak memihak kepada pihak-pihak tertentu, sehingga

notaris menjadi jabatan kepercayaan. Selain sebagai jabatan kepercayaan, notaris

juga berperan sebagai pelayan kepentingan umum serta mengatur secara tertulis

11Liliana Tedjosaputro, Op Cit, hlm. 89

44

dan autentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakat

meminta jasa notaris, maka notaris dituntut mempunyai pengetahuan yang luas

serta tanggung jawab yang besar terhadap segala hal yang telah dilakukannya.

Notaris sebagai pejabat umum menjalankan sebagian dari fungsi negara

terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat umum, khususnya

membuat alat bukti tertulis dan autentik dari perbuatan hukum yang dibuat atau

diadakan oleh para pihak. Hal demikian menjadi keharusan oleh karena akta

autentik lahir jika dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum.

Penunjukan notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta

autentik berkaitan erat dengan wewenang atau kewajibannya yang utama.

Kewenangan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 huruf 1 UUJN dikaitkan

dengan Pasal 1868 KUHPerdata yang memuat ketentuan akta autentik dan syarat-

syarat agar supaya sesuatu akta dapat dikatakan dan berlaku sebagai akta autentik

adalah akta yang dalam bentuknya telah ditentukan oleh undang-undang, dibuat

oleh atau dihadapa pejabat umum yang berwenang untukitu, di tempat di mana

akta dibuat.

Ketentuan mengenai kedudukan sebagai pejabat umum dapat dilihat pada

Pasal 1 angka (1) UUJN di sana dinyatakan bahwa notaris adalah pejabat umum

yang berwenang untuk membuat akta autentik. Dengan demikian ditugaskan

untuk menjalankan kekuasaan pemerintah, notaris memperoleh kekuasaan

tersebut dari eksekutif, artinya notaris diberi kekuasaan langsung sebagian hak

dan wewenang eksekutif.

45

Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh pemerintah yaitu oleh

Menteri Kehakiman dan HAM RI dengan suatu surat keputusan. Hal ini berarti

turut serta melaksanakan kewibawaan dari pemerintah, meski demikian notaris

bukanlah pegawai negeri tetapi merupakan pejabat negara, notaris tidak tunduk

pada undang-undang kepegawaian, melainkan tunduk pada UUJN dan ia tidak

menerima gaji dari pemerintah tetapi menerima honorarium dari klien atas

jasanya. Berkaitan dengan honorarium bagi notaris, diatur dalam Pasal 36 ayat (1)

UUJN yaitu bahwa “notaris berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang

diberikan sesuai kewenangannya”.

Seorang notaris meskipun sudah diangkat secara resmi dengan suatu surat

keputusan dari pejabat yang berwenang namun belum disumpah, maka ia belum

bisa melakukan tugas jabatannya, oleh karena itu setelah ia menerima surat

keputusan seorang notaris harus mengajukan permohonan kepada pemerintah

melalui kantor pemerintah daerah di mana notaris yang bersangkutan

ditempatkan.

2.1.3. Sumpah Jabatan Notaris

Menurut ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris dinyatakan bahwa sebelum menjalankan jabatannya,

notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Menteri

atau pejabat yang diunjuk. Adapun sumpah/janji tersebut berbunyi sebagai

berikut:

“Saya bersumpah/berjanji:

Bahwa saya akan patuh dan setiap kepada Negara Republik Indonesia,

Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

46

Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan

lainnya.

Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama,

mendiri dan tidak berpihak.

Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan

kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan

tanggung jawab saya sebagai Notaris.

Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam

pelaksanaan jabatan saya.

Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung

maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak

akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun”.

Pengucapan sumpah/janji jabatan notaris tersebut di atas dilakukan dalam

waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal keputusan

pengangkatan sebagai notaris.Dalam hal pengucapan sumpah/janji tidak dilakukan

dalam jangka waktu 2 (dua) bulan, maka keputusan pengangkatan notaris dapat

dibatalkan oleh menteri. Selanjutnya menurut Pasal 7 Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 dinyatakan bahwa dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung

sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan notaris, yang bersangkutan wajib:

1. Menjalankan jabatannya dengan nyata;

2. Menyampaikan berita acara sumpah/janji jabatan notaris kepada menteri,

organisasi notaris dan majelis pengawas daerah; dan

3. Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan dan paraf, serta teraan

cap/stempel jabatan notaris berwarna merah kepada menteri dan pejabat

lain yang bertanggung jawab di bidang agraria pertanahan, organisasi

notaris, ketua pengadilan negeri, majelis pengawas daerah, serta bupati

atau walikota di tempat notaris diangkat.

Dalam sumpah jabatan notaris yang bersangkutan ditetapkan, bahwa

notaris berjanji di bawah sumpah untuk merahasiakan serapat-rapatnya isi akta-

47

akta selaras dengan ketentuan-ketentuan peraturan-peraturan itu. Dalam pada itu,

apabila secara teliti dibaca isi sumpah jabatan tersebut, maka di dalamnya hanya

dikatakan “isi akta-akta selaras dengan ketentuan-ketentuan peraturan-peraturan

tadi”, dengan peraturan-peraturan mana tentunya dimaksudkan peraturan-

peraturan dalam P.J.N., khususnya Pasal 40 yang berisikan larangan bagi para

notaris untuk memberikan grosee, salinan atau kutipan atau memperlihatkan atau

memberitahukan isi akta-aktanya selain kepada orang-orang yang langsung

berkepentingan pada akta itu, para ahli waris dan para penerima hak mereka,

kecuali dalam hal-hal yang diatur dalam peraturan-peraturan umum, dengan

ancaman dikenakan denda uang sebesar Rp. 100,- sampai Rp. 200,- dan dalam hal

pelanggaran itu terulang, dengan ancaman dipecat dari jabatannya selama tiga

sampai enam bulan, semuanya dengan tidak mengurangi kewajiban membayar

biaya, kerugian dan bunga.

Sebagaimana dikatakan di atas, di dalam sumpah jabatan itu hanya

dikatakan “isi akta-akta“ dan oleh karena undang-undang tidak menyebutkan

tentang kewajiban merahasiakan semua apa yang tidak dicantumkan dalam akta,

maka timbul pertanyaan, apakah hal ini berarti bahwa tidak ada kewajiban bagi

notaris untuk merahasiakan apa yang tidak tercantum dalam akta, yang

diberitahukan kepadanya selaku notaris oleh kliennya.

Ada beberapa penulis yang berpendapat, bahwa tidak ada kewajiban bagi

para notaris untuk merahasiakan apa yang tidak tercantum dalam akta, yang

diberitahukan kepadanya selaku notaris oleh kliennya, dengan menunjuk kepada

Pasal 40 P.J.N., di dalam pasal mana hanya dikatakan isi akta-akta.

48

Akan tetapi sebagian terbesar dari para penulis berpendapat bahwa

sekalipun hal itu tidak dinyatakan secara tegas dalam sumpah jabatan notaris yang

diatur dalam Pasal 17 dan dalam Pasal 40 P.J.N., namun tidaklah berarti bahwa

notaris dan para pembantunya tidak diwajibkan untuk merahasiakan apa yang

dibicarakan atau yang terjadi di kantor notaris, yang tidak dicantumkan dalam

akta. Dalam hubungan dengan yang dikemukakan di atas, Melis mengatakan

bahwa baik sifat dari jabatan notaris itu sendiri maupun “de eer en de

waardigheid” dari jabatan notaris itu, demikian juga “de zorgvuldigheid, welke in

het maatschappelijk” verkeer betaamt ten aanzien van eens anders persoon of

goed”.12, sebagai suatu perjanjian yang tidak diungkapkan (stilzwijgend) yang

diadakan mengenai itu dengan kliennya, mengharuskan juga dalam hal itu

kewajiban merahasiakan serapat-rapatnya.

GHS Lumban Tobing13 tidak sependapat dengan mereka yang

mengatakan, bahwa oleh karena di dalam sumpah jabatan notaris, demikian juga

di dalam Pasal 40 P.J.N., hanya disebutkan isi akta-akta, maka tidak ada

kewajiban bagi para notaris untuk merahasiakan apa yang diberitahukan

kepadanya selaku notaris oleh kliennya. Dikatakan demikian, oleh karena di

dalam praktek adalah merupakan kenyataan, bahwa sebelum dibuat sesuatu akta

oleh notaris, senantiasa diadakan pembicaraan terlebih dahulu mengenai segala

sesuatu yang diinginkan oleh klien dan yang juga perlu diketahui oleh notaris

untuk kemudian dituangkan dalam suatu akta, yang mana justru pada umumnya

lebih banyak dan lebih luas dari pada apa yang kemudian dicantumkan dalam akta

12GHS Lumban Tobing, Op. Cit., hlm. 116 13Ibid., hlm. 117

49

itu dan yang mana semuanya itu pada hakekatnya sangat erat hubungannya

dengan isi akta itu. Apabila notaris membocorkan apa yang tidak tercantum dalam

akta, yang mana seperti dikatakan di atas pada hakekatnya sangat erat

hubungannya dengan apa yang tercantum dalam akta ini, maka kiranya tidak

dapat disangkal, bahwa sebenarnya notaris dalam hal itu telah pula membocorkan

isi akta itu sendiri, kalaupun tidak seluruhnya, sekurang-kurangnya sebagian dari

isi akta itu. Walaupun diakui, bahwa baik Pasal 17 maupun Pasal 40 P.J.N.,

adalah kurang sempurna, akan tetapi hal itu kiranya tidaklah dapat dijadikan

alasan untuk mengambil kesimpulan, bahwa seorang notaris dengan

mendasarkannya kepada kata-kata dari sumpah jabatan itu dapat secara bebas,

tanpa dapat dihukum, untuk memberitahukan setiap rahasia yang dipercayakan

kepadanya selaku notaris oleh kliennya, yang tidak dicantumkan dalam akta.

Jabatan yang dipanggu notaris adalah jabatan kepercayaan (vertrouwensambt) dan

justru oleh karena itu seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya.

Sebagai seorang kepercayaan, notaris berkewajiban untuk merahasiakan semua

apa yang diberitahukan kepadanya selaku notaris, sekalipun ada sebagian tidak

dicantumkan dalam akta. Notaris tidaklah bebas untuk memberitahukan apa yang

diberitahukan kepadanya selaku notaris oleh kliennya pada waktu diadakan

pembicaraan-pembicaraan sebagai persiapan untuk pembuatan sesuatu akta,

sekalipun tidak semuanya dicantumkan dalam akta. Kewajiban untuk

merahasiakannya, selain diharuskan oleh undang-undang, juga oleh kepentingan

notaris itu sendiri. Seorang notaris yang tidak dapat membatasi dirinya

akanmengalami akibatnya di dalam praktek, ia akan segera kehilangan

50

kepercayaan publik dan ia tidak lagi dianggap sebagai orang kepercayaan

(vertrouwenspersoon).

Dalam hubungannya mengenai janji di bawah sumpah untuk merahasiakan

isi akta serapat-rapatnya, Bertling mengatakan14 sesuai dengan Pasal 1, yang

menyebutkan notaris sebagai pejabat yang membuatakta, maka Pasal 18 (Pasal 17

P.J.N) mewajibkan notaris untuk bersumpahmerahasiakan isi akta-akta.

Ketidaksempurnaan dari Pasal 1 juga menimpa Pasal 18.

Akan tetapi ketidaksempurnaan itu tidak mempunyai akibat bahwa notaris

diperkenankan untuk memberitahukan semua apa yang diberitahukan kepadanya

dalam jabatannya tersebut. Sebaliknya jabatan yang dipangkunya, sebagaimana

juga jabatan pengacara, dokter dan petugas-petugas agama, adalah jabatan

kepercayaan. Sebagai orang kepercayaan, notaris wajib untuk merahasiakan

semua apa yang diberitahukan kepadanya dalam jabatannya tersebut. Kewajiban

untuk merahasiakan itu ada, tidak menjadi soal apakah itu oleh mereka terhadap

siapa itu ditentukan atau dibebankan secara tegas atau tidak.Jabatan notaris

sebagai jabatan kepercayaan dengan sendirinya melahirkan kewajiban itu.

Kewajiban itu akan berakhir, apabila pada umumnya ada suatu kewajiban menurut

hukum untuk bicara, yakni apabila seseorang dipanggil sebagai saksi. Sekalipun

demikian, notaris masih dapat merahasiakannya dengan mempergunakan hak

yang diberikan kepadanya dalam Pasal 1946 ayat (3) (Pasal 1909 ayat (3) KUH

Perdata) dan Pasal 148 KUH Pidana (Pasal 146 ayat (3) HIR) untuk

mengundurkan diri sebagai saksi.Kewajiban untuk memberikan kesaksian baginya

14Ibid., hlm. 118

51

adalah fakultatif, artinya hal itu tergantung pada penilaian dari notaris itu sendiri.

Hal itu adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Prof. Van Bovenal Faure:

“Akhirnya notaris adalah “meester” dari kesaksiannya, akan tetapi kepadanya

dibebankan dua kewajiban : ditempatkan di antara kepentingan umum dan

kepentingan khusus, diserahkan kepadanya untuk menyesuaikannya dengan hati

nuraninya”.15

2.2. Tinjauan Umum tentang Akta Autentik

2.2.1. Pengertian Akta Autentik

Akta otentik merupakan salah satu bukti tulisan di dalam bentuk yang

ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pejabat/ pegawai

umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta di buatnya. (pasal 1867 dan

1868 KUHPerd).16 Sedangkan akta di bawah tangan adalah akta yang sengaja

dibuat untuk pembuktian oleh para pihak sendiri tanpa bantuan dari seorang

pejabat. Kedua akta tersebut mempunyai perbedaan-perbedaan, baik dari cara

pembuatan, bentuk maupun kekuatan pembuktiannya.

Menurut Pasal 1868 KUH Perdata akta autentik adalah akta yang di dalam

bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau dihadapan

pegawai yang berkuasa (pegawai umum) untuk itu, di tempat di mana akta

dibuatnya. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa disebut akta

autentik apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

15Ibid., hlm. 119 16Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di bidang kenotariatan, 2015, Pt

Cirra adtya bakti, hlm. 77.

52

1. Akta yang dibuat oleh atau akta yang dibuat di hadapan pegawai umum,

yang diunjuk oleh undang-undang

2. Bentuk akta ditentukan undang-undang dan cara membuatnya akta harus

menurut ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang

3. Di tempat dimana pejabat berwenang membuat akta tersebut.

Menurut A.Pitlo akta itu sebagai surat-surat yang ditandatangani, dibuat

untuk dipakai sebagai bukti, dan dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa

surat itu dibuat. Kemudian menurut Sudikno Merto kusumo akta adalah surat

yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa, yang menjadi dasar

dari suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk

pembuktian.17

Apabila seorang Notaris membuat suatu laporan tentang rapat yang

dihadiri dalam suatu rapat umum pemegang saham perseroan terbatas maka

laporan itu merupakan akta autentik yang dibuat oleh Notaris.Seorang juru sita

Pengadilan Negeri yang memanggil seorang tergugat atau seorang saksi, maka

Berita Acara Pemanggilan itu termasuk akta autentik yang dibuat oleh juru

sita.Akta ini sebenarnya laporan yang dibuat oleh pegawai umum tentang

perbuatan resmi yang dilakukan.18

Apabila dua orang datang kepada Notaris atau PPAT menerangkan bahwa

mereka telah mengadakan suatu perjanjian misalnya perjanjian jual beli, sewa

menyewa gedung dan meminta Notaris untuk membuatkan akta itu adalah akta

17Daeng Naja, Teknik Pembuatan Akta,Pustaka Yustisia,Yogyakarta,2012, hlm 1 18Sutarno, 2004, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, hlm.

101

53

yang dibuat dihadapan Notaris atau PPAT.Notaris di sini hanya mendengarkan

dari para pihak yang menghadap dan menerangkan dalam suatu akta.

Pegawai yang berkuasa atau pegawai umum yang dimaksud pada Pasal

1868 KUH Perdata yaitu seorang Notaris, seorang hakim, seorang juru sita pada

Pengadilan, seorang pegawai catatan sipil dan dalam perkembangannya seorang

Camat karena jabatannya diunjuk sebagai Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Dengan demikian suatu akta Notaris, surat keputusan hakim, berita acara

yang dibuat oleh juru sita pengadilan, surat perkawinan yang dibuat oleh pegawai

Catatan Sipil/KUA dan akta jual beli tanah yang dibuat PPAT adalah akta-akta

autentik.

Akta-akta lainnya yang bukan akta autentik dinamakan akta di bawah

tangan. Menurut Pasal 1874 KUH Perdata yang dimaksud akta di bawah tangan

adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantaraan

Pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti. Jadi semata-

mata dibuat antara para pihak yang berkepentingan.

Dengan demikian semua perjanjian yang dibuat antara para pihak sendiri

disebut akta di bawah tangan.Jadi akta di bawah tangan dapat dibuat oleh siapa

saja, bentuknya bebas, terserah bagi para pihak yang membuat dan tempat

membuatnya di mana saja diperbolehkan.

Yang terpenting bagi akta di bawah tangan itu terletak pada tanda tangan

para pihak, hal ini sesuai ketentuan Pasal 1876 KUH Perdata yang menyebutkan:

barangsiapa yang terhadapnya dimajukan suatu tulisan (akta) di bawah tangan,

diwajibkan secara tegas mengakui atau memungkiri tandatangannya. Kalau tanda

54

tangan sudah diakui, maka akta di bawah tangan berlaku sebagai bukti sempurna

seperti akta autentik bagi para pihak yang membuatnya. Sebaliknya jika tanda

tangan itu dipungkiri oleh pihak yang telah membubuhkan tanda tangan, maka

pihak yang mengajukan akta di bawah tangan itu harus berusaha mencari alat-alat

bukti lain yang membenarkan bahwa tanda tangan tadi dibubuhkan oleh pihak

yang memungkiri. Selama tanda tangan terhadap akta di bawah tangan masih

dipersengketakan kebenarannya, maka tidak mempunyai banyak manfaat yang

diperoleh bagi pihak yang mengajukan akta di bawah tangan.

Kalau dalam akta autentik tanda tangan tidak merupakan persoalan namun

dalam suatu akta di bawah tangan pemeriksaan kebenaran tanda tangan

merupakan acara pertama untuk menentukan kekuatan akta di bawah tangan

sebagai bukti sempurna seperti akta autentik. Perbedaan antara akta autentik dan

akta di bawah tangan adalah sebagai berikut:19

1. Akta Autentik

a. Bentuk akta ditentukan undang-undang. Contoh Akta Jual Beli

Tanah yang dibuat PPAT, Akta Kelahiran, Akta Perkawinan,

Anggaran Dasar Perseroan Terbatas, Keputusan Hakim dan lain

sebagainya

b. Dibuat oleh Pejabat Umum seperti Notaris, PPAT, Pejabat Catatan

Sipil, Pejabat KUA, Ketua Pengadilan, Hakim Pengadilan dan lain

sebagainya

19Ibid, hlm. 103-105

55

c. Kekuatan pembuktian akta autentik sempurna artinya akta autentik

itu dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan atau

menyelidiki keabsahan tanda tangan pihak-pihak tersebut

d. Akta autentik mempunyai kekuatan formal artinya akta autentik

membuktikan kebenaran daripada yang dilihat, didengar dan

dilakukan para pihak tersebut. Jadi dapat menjamin kebenaran

identitas para pihak, tanda tangan para pihak, tempat akta dibuat

dan para pihak menjamin keterangan yang diuraikan dalam akta

e. Akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian materiil artinya

akta autentik isinya mempunyai kepastian sebagai alat bukti yang

sah di antara para pihak, para ahli waris dan orang-orang yang

memperoleh hak dari akta tersebut. Dengan diajukannya akta

autentik, hakim terikat dan tidak diperkenankan meminta alat bukti

tambahan, kecuali ada pembuktian sebaliknya yang menyanggah

isi akta tersebut

f. Apabila akta autentik diajukan sebagai alat bukti di depan hakim,

kemudian pihak lawan membantah akta autentik tersebut maka

pihak pembantah yang harus membuktikan kebenaran/

bantahannya.

2. Akta di bawah tangan

a. Bentuk akta di bawah tangan bebas artinya para pihak yang

membuat akta di bawah tangan tersebut bebas untuk menentukan

bentuknya

56

b. Kalau akta autentik dibuat oleh pejabat negara, notaris/PPAT maka

akta di bawah tangan dibuat oleh pihak-pihak yang membuat akta

tersebut. Jadi setiap orang yang cakap menurut hukum dapat

membuat akta di bawah tangan

c. Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan hukum pembuktian

seperti akta autentik jika tanda tangan yang ada dalam akta tersebut

diakui oleh yang menandatangani

d. Akta di bawah tangan baru mempunyai kekuatan materiil jika

tandatangannya itu diakui oleh yang menandatangani akta itu

e. Untuk pembuktian di depan hakim, jika salah satu pihak

mengajukan bukti akta di bawah tangan dan akta tersebut dibantah

oleh pihak lawannya, maka pihak yang mengajukan akta di bawah

tangan itu yang harus mencari bukti tambahan (misalnya saksi-

saksi) untuk membuktikan bahwa akta di bawah tangan yang

diajukan sebagai alat bukti tersebut benar-benar ditandatangani

oleh pihak yang membantah.

Dengan kata lain, jika akta di bawah tangan disangkal kebenarannya

maka yang mengajukan akta di bawah tangan sebagai alat bukti harus

mencari tambahan bukti untuk membenarkan akta di bawah tangan.

Tambahan bukti misalnya saksi-saksi yang dianggap mengetahui

tentang pembuatan akta di bawah tangan dan tanda tangan tersebut

benar ditandatangani oleh pihak yang membantah.

57

3. Legalisasi dan Waarmerking

Supaya akta di bawah tangan tidak mudah dibantah atau

disangkal kebenaran tanda tangan yang ada dalam akta tersebut dan

untuk memperkuat pembuktian formil, materiil dan pembuktian di

depan hakim maka akta yang dibuat di bawah tangan sebaiknya

dilakukan legalisasi.

Secara harfiah legalisasi artinya menyatakan kebenaran ialah

pernyataan benar dengan jalan memberi pengesahan oleh pejabat yang

berwenang atas akta di bawah tangan meliputi tanda tangan, tanggal

dan tempat dibuatnya akta dan isi akta.Dengan adanya legalisasi maka

para pihak yang membuat perjanjian di bawah tangan tersebut tidak

dapat mengingkari lagi keabsahan tanda tangan, tempat dan tanggal

dibuatnya akta karena isi akta di bawah tangan dibacakan dan

diterangkan sebelum para pihak membubuhkan tanda tangan.

Berdasarkan ordonansi staatsblad 1916 No. 43 dan 46 pejabat

yang diberikan wewenang untuk melakukan legalisasi yaitu Notaris,

Ketua Pengadilan Negeri, Bupati Kepala Daerah dan Walikota.

Dengan adanya legalisasi oleh Notaris atas akta di bawah tangan seperti

tersebut di atas maka kekuatan hukum akta-akta di bawah tangan yang dilegalisasi

secara yuridis tidak mengubah status alat bukti dari akta di bawah tangan menjadi

akta autentik.Akta di bawah tangan tetap bukan alat bukti sempurna.Tetapi

sebagai alat bukti akta di bawah tangan yang dilegalisasi berkekuatan hukum

seperti akta autentik.

58

Meskipun akta di bawah tangan yang dilegalisasi tidak mengubah status

akta di bawah tangan menjadi akta autentik, namun dengan adanya legalisasi para

pihak yang menandatangani akta di bawah tangan tidak dapat lagi menyangkal

atau mengingkari keabsahan tanda tangan dan isi akta itu karena Notaris telah

menyaksikan dan membacakan isi akta sebelum para pihak menandatangani akta

tersebut. Berarti akta-akta di bawah tangan yang dilegalisasi mempunyai kekuatan

hukum pembuktian seperti akta autentik baik pembuktian materiil, formil dan

pembuktian di depan hakim.

Selain legalisasi terhadap akta di bawah tangan ada yang disebut

waarmerking. Secara harfiah waarmerking dapat diartikan pengesahan ialah

pengesahan atas akta di bawah tangan oleh pejabat berwenang yang diunjuk oleh

undang-undang atau peraturan lain. Secara yuridis sebenarnya dalam

waarmerking Notaris hanya sekedar mencatat perjanjian yang telah dibuat oleh

para pihak di dalam daftar yang disediakan untuk itu sesuai urutan yang ada.Jadi

waarmerking itu tidak menyatakan kebenaran atas tanda tangan, tanggal dan

tempat dibuatnya akta dan kebenaran isi akta seperti halnya dalam legalisasi.

Dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris Staatsblad Tahun 1860 Nomor 3

disebutkan notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk

membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang

diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan, semuanya

sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan

atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.

59

Menurut ketentuan di atas maka notaris berwenang untuk membuat akta

autentik apapun, kecuali peraturan umum sudah menunjuk pejabat atau orang lain

untuk itu. Akta-akta yang dapat dibuat oleh seorang notaris, antara lain : Akta Jual

Beli, Akta Sewa Menyewa, Akta Wasiat, Akta Adopsi, Akta Pendirian Perseroan

Terbatas (PT) dan sebagainya. Sedangkan akta yang tidak boleh dibuat oleh

seorang notaris misalnya adalah Akta Catatan Sipil (Akta Perkawinan) yang

hanya wenang dibuat oleh Pegawai Pencatatan Sipil, Akta Jual Beli Tanah yang

hanya wenang dibuat oleh PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), dan notaris juga

tidak berwenang untuk membuat akta di bidang Hukum Publik.

Akta dapat mempunyai fungsi formil (formalitatis causa), yang berarti

bahwa untuk lengkapnya atau sempurnanya (bukan untuk sahnya) suatu perbuatan

hukum, haruslah dibuat suatu akta.Berdasarkan hal tersebut, maka akta

merupakan syarat formil untuk adanya suatu perbuatan hukum. Sebagai contoh

dari suatu perbuatan hukum yang harus dituangkan dalam bentuk akta sebagai

syarat formil ialah: Pasal 1610 KUH Perdata tentang perjanjian pemborongan,

Pasal 1767 KUH Perdata tentang perjanjian hutang piutang dengan bunga dan

Pasal 1851 KUH Perdata tentang perdamaian. Untuk itu semuanya disyaratkan

adanya akta di bawah tangan. Sedangkan yang disyaratkan dengan akta autentik

antara lain ialah: Pasal 1171 KUH Perdata tentang pemberian hipotik, Pasal 1682

KUH Perdata tentang Schenking dan Pasal 1945 KUH Perdata tentang melakukan

sumpah oleh orang lain.

Di samping fungsinya yang formil, akta mempunyai fungsi sebagai alat

bukti (probationis causa).Dari definisi yang telah diketengahkan di muka telah

60

jelas bahwa akta itu dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian di

kemudian hari.Sifat tertulisnya suatu perjanjian dalam bentuk akta itu tidak

membuat sahnya perjanjian tetapi hanyalah agar dapat digunakan sebagai alat

bukti di kemudian hari.

Sebagai akta autentik, maka akta notaris merupakan bukti wajib sempurna

yang diterangkan oleh notaris dan pihak-pihak kecuali kemungkinan pihak lawan

dapat membuktikan sebaliknya, seperti disebutkan dalam Pasal 165 HIR (Pasal

1868 KUH Perdata, 286 Rbg) yang menentukan sebagai berikut:

Akta autentik yaitu suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak dari padanya tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan tentang yang tercantum di dalamnya sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanyalah sepanjang yang diberitahukan itu erat hubungannya dengan pokok dari pada akta.

Sedangkan terhadap pihak ketiga, maka akta autentik ini mempunyai

kekuatan pembuktian yang bebas, yaitu penilaiannya diserahkan kepada hakim

untuk mempertimbangkannya. Dan sebagai alat bukti, maka akta autentik ini

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai berikut:20

1. Kekutan pembuktian lahiriah

2. Kekuatan pembuktian formal.

3. Kekutan pembuktian materil.

Dari ketiga kekuatan pembuktian akta autentik inilah, maka jabatan notaris

merupakan jabatan kepercayaan (vertrouwen ambts), sebab berdasarkan atas

keadaan lahir, kebenaran isi dan kebenaran dari keterangan pejabat yang

20Habib adjie Op.Cit hlm 73

61

berwenang itulah, maka akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang

dianggap sempurna.

Dan agar suatu akta yang dibuat oleh dan/atau dihadapan notaris dapat

memenuhi ketiga kekuatan pembuktian di atas sehingga dapat menjadi alat bukti

yang dianggap sempurna kekuatan pembuktiannya, maka harus terpenuhi syarat-

syarat tertentu yang telah ditentukan. Syarat-syarat tersebut misalnya yang

tercantum di dalam Peraturan Jabatan Notaris adalah pada Pasal-pasal : 22, 24, 25

dan 28 PJN. Bila semua syarat-syarat tersebut telah terpenuhi dan benar-benar

dilaksanakan oleh notaris, maka akta yang dibuat adalah akta autentik.Notaris

fungsinya hanya mencatatkan (menukiskan) hal-hal yang dikehendaki dan

dikemukakan oleh para pihak.Tidak ada kewajiban bagi notaris untuk menyelidiki

secara materil hal-hal yang dikemukakan oleh para pihak yang menghadap

Notaris tersebut.21

Menurut Pasal 165 HIR (Pasal 285 Rbg, baca juga Pasal 1870 dan 1871

KUH Perdata) maka akta autentik bagi para pihak dan ahli warisnya serta mereka

yang memperoleh hak dari padanya, merupakan bukti sempurna, tentang apa yang

termuat di dalamnya dan bahkan tentang yang terdapat dalam akta sebagai

penuturan belaka, yang terakhir ini hanya sepanjang yang dituturkan itu ada

hubungannya langsung dengan pokok akta. Kalau yang dituturkan dalam akta

tersebut tidak ada hubungan langsung dengan pokok akta, menurut Pasal 1871

KUH Perdata hal itu hanya akan berlaku sebagai permulaan bukti tertulis.

21M.Ali Boediarto,Kompilasi Kaidah Hukum Putusan Mahkamah Agung,Hukum Acara

Perdata Setengah Abad,Swa Justitia,Jakarta,2005,hlm 74.

62

Selanjutnya menurut Pasal 1872 KUH Perdata apabila akta autentik yang

bagaimanapun sifatnya diduga palsu, maka pelaksanaannya dapat ditangguhkan.

Ada dua ketentuan mengenai sanksi yang dapat dijatuhkan apabila terdapat

pelanggaran dalam pembuatan akta, yaitu:

1. Terhadap Notaris yang bersangkutan,

a. Sanksi Pidana (Pasal 263, 264 dan 266 Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana)

b. Sanksi Perdata, yang dapat berupa denda, membayar kerugian dan

bunga, pemberhentian untuk sementara/diskors, pemberhentian

dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat (Pasal 84

dan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris)

2. Terhadap akta notaris itu sendiri

a. Pengesampingan akta sebagai bukti, yaitu bahwa akta tersebut

tidak mengikat bagi hakim dan hanya berlaku sebagai akta di

bawah tangan

b. Pembatalan akta berdasarkan putusan hakim yang sudah

berkekuatan hukum yang tetap.

2.2.2 Akta Notaris sebagai Akta Autentik

Pengertian akta tidak semata-mata sebagai surat yang diperbuat sebagai

alat bukti, namun ada juga yang menyatakan bahwa perkataan akta yang

dimaksud tersebut bukanlah “surat”, melainkan suatu perbuatan.

63

Menurut Pasal 108 KUHPerdata terkait dengan keberadaan akta

menyebutkan “Seorang istri, biar ia kawin di luar persatuan harta kekayaan atau

telah berpisah dalam hal itu sekalipun, namun tak bolehlah ia menghibahkan

barang sesuatu atau memindahtangankannya, atau memperolehnya baik dengan

cuma-cuma maupun atas beban, melainkan dengan bantuan dalam akta atau

dengan ijin tertulis dari suaminya.” R. Subekti menyatakan kata “akta” pada Pasal

108 KUHPerdata tersebut bukanlah berarti surat atau tulisan melainkan

“perbuatan hukum” yang berasal dari bahasa Prancis yaitu “acte” yang artinya

adalah perbuatan.22 Sehubungan dengan adanya dualisme pengertian mengenai

akta ini, maka yang dimaksud disini sebagai akta adalah surat yang memang

sengaja dibuat dan diperuntukkan sebagai alat bukti dalam pendirian suatu

persekutuan komanditer (CV).

Suatu akta notaris selain merupakan sumber untuk otentisitas, akta notaris

juga merupakan dasar dari legalitas eksistensi akta notaris bersangkutan, dengan

syarat-syarat sebagai berikut:

1. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang

pejabat umum. Apabila akta notaris hanya memuat apa yang dialami dan

disaksikan oleh notaris sebagai pejabat umum, maka akta itu dinamakan

akta verbal atau akta pejabat (ambtelijke akten). Salah satu contoh akta

pejabat adalah akta berita acara yang dianut oleh notaris dari suatu rapat

pemegang saham dari suatu perseroan terbatas. Apabila suatu akta selain

memuat catatan tentang apa yang disaksikan atau dialami oleh notaris

juga memuat tentang apa yang diperjanjikan atau ditentukan oleh pihak-

22R. Subekti, 2006, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, hlm. 29

64

pihak yang menghadap pada notaris, maka akta itu dinamakan “akta

partij”.

2. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-

Undang. Mengenai bentuk yang telah ditentukan oleh UUJN adalah akta

tersebut terdiri dari kepala akta, badan akta, akhir akta. Bagian-bagian

akta yang terdiri dari kepala akta dan akhir akta adalah bagian yang

mengandung unsur autentik, artinya apa yang tercantum dalam kepala

akta dan akhir akta tersebut akan menentukan apakah akta itu dibuat

dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang atau tidak.

3. Pejabat Umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus

mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut. Salah satu syarat

yang harus dipenuhi agar suatu akta memperoleh otentisitas adalah

wewenang notaris yang bersangkutan untuk membuat akta tersebut.

Oleh karena itu, otensitas dari suatu akta notaris bersumber dari Pasal 1

ayat (1) Jo Pasal 15 ayat (1) UUJN. Sebagai akta autentik, akta notaris merupakan

akta notariil yang dibuat dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang

ditetapkan dalam Undang-Undang ini, sehingga akta yang di buat oleh Notaris

mempunyai sifat autentik.

Mengenai jenis aktanotaris berdasarkan pihak yang membuatnya dapat

dibedakan atas 2 (dua) jenis. Kedua jenis akta notaris yang dimaksudkan, yaitu:

1. Akta para pihak (partij akte)

Akta para pihak (partij akte) adalah akta yang memuat

keterangan (berisi) apa yang dikehendaki oleh pihak-pihak yang

bersangkutan. Misalnya pihak-pihak yang bersangkutan mengatakan

65

menjual/membeli selanjutnya pihak notaris merumuskan kehendak para

pihak tersebut dalam suatu akta; Partij akte ini mempunyai kekuatan

pembuktian sempurna bagi pihak-pihak yang bersangkutan termasuk

para ahli warisnya dan orang-orang yang menerima hak dari mereka

itu.Ketentuan Pasal 1870 KUH Perdata dianggap berlaku bagi partij

akte ini. Mengenai kekuatan pembuktian terhadap pihak ketiga tidak

diatur, jadi partij akte adalah:

a. Inisiatif ada pada pihak-pihak yang bersangkutan;

b. Berisi keterangan pihak pihak.

2. Akta Pejabat (Ambtelijke Akte atau Relaas Akte)

Akta yang memuat keterangan resmi dari pejabat yang

berwenang, sehingga akta ini hanya memuat keterangan dari satu pihak

saja, yakni pihak pejabat yang membuatnya. Akta ini dianggap

mempunyai kekuatan pembuktian terhadap semua orang, misalnya akta

kelahiran. Jadi Ambtelijke Akte atau Relaas Akte merupakan:

a. Inisiatif ada pada pejabat;

b. Berisi keterangan tertulis dari pejabat (ambtenaar) pembuat akta.

Dengan demikian, mengenai otensitasnya suatu akta notaris pada

dasarnyakarena akta itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum,

seperti yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Sebaliknya,

menurut Habib Adjie bahwa kewenangan yang dimiliki oleh seorang

66

notaris membuat akta secara umum dapat dipandang sah sepanjang

dalam kriteria, antara lain:23

1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh

Undang-Undang;

2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta

autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang

diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang

bersangkutan;

3. Mengenai subyek hukum (orang atau badan hukum) untuk

kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang

berkepentingan;

4. Berwenang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat, hlm. ini sesuai

dengan tempat kedudukan dan wilayah jabatan notaris;

5. Mengenai waktu pembuatan akta, dalam hlm. ini notaris harus

menjamin kepastian waktu menghadap para penghadap yang

tercantum dalam akta.

Autentik atau tidaknya suatu akta juga tidak cukup apabila akta

itu dibuat oleh atau dihadapkan pegawai umum, tetapi juga cara

pembuatannya harus menurut ketentuan yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan. Suatu akta yang dibuat oleh pejabat yang tidak

berwenang dan tanpa adanya kemampuan untuk membuatnya atau tidak

memenuhi syarat-syarat tertentu, tidak dianggap sebagai akta autentik

tetapi mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan.

2.2.3 Keabsahan Akta Notaris sebagai Akta Autentik

Akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris berkedudukan sebagai akta

autentik menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN, hal ini sesuai

dengan pendapat Philipus M. Hadjon, bahwa syarat akta autentik yaitu :24

23 Habib Adjie, 2008, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai

Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, hlm. 56 24Philipus M. Hadjon, “Formulir Pendaftaran Tanah Bukan Akta Otentik”, Surabaya

Post, 31 Januari 2001,hlm 3.

67

1. Didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang(bentuknya baku);

2. Dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Umum.

Dikemukakan pula oleh Irawan Soerodjo, bahwa ada 3 (tiga) unsur

esenselia agar terpenuhinya syarat formal suatu akta autentik, yaitu:25

1. Didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang;

2. Dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Umum;

3. Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Pejabat Umum yang berwenang

untuk itu dan ditempat dimana akta itu dibuat.

Pasal 1868 BW merupakan sumber untuk otensitas akta Notaris juga

merupakan dasar legalitas eksistensi akta Notaris, dengan syarat-syarat sebagai

berikut :

a. Akta itu harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan), seorang

Pejabat Umum.Pasal 38 UU perubahan atas UUJN yang mengatur

mengenai sifat dan bentuk akta tidak menentukan mengenai sifat akta.

Dalam pasal 1 angka 7 UU perubahan atas UUJN menentukan bahwa akta

notaris adalah akta autentik yang dibuat dihadapan Notaris menurut bentuk

dan tatacara yang ditetapkan dalam UUJN, dan secara tersirat dalam pasal

58 ayat (2) UU perubahan atas UUJN disebutan bahwa Notaris wajib

membuat naskah akta dan mencatat semua akta yang dibuat oleh atau

dihadapan Notaris.

b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.

Setelah lahirnya UU perubahan atas UUJN keberadaan akta notaris

25Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Arkola, Surabaya,

2003, hlm.148.

68

mendapat pengukuhan karena bentuknya ditentukan oleh Undang-undang,

dalam hal ini ditentukan dalam pasal 38 UU perubahan atas UUJN.

c. Pejabat Umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus

mempunyai wewenang untuk membuat akta tersebut. Pasal 15 UU

perubahan atas UUJN telah menentukan wewenang Notaris. Wewenang

ini merupakan suatu batasan, bahwa Notaris tidak boleh melakukan suatu

tindakan diluar wewenang tersebut.

2.3. Tinjauan Umum tentang Persekutuan Komanditer (CV)

2.3.1 Pengertian Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap)

Maatschap atau persekutuan Perdata, adalah kumpulan dari orang-orang

yang biasanya memiliki profesi yang sama dan berkeinginan untuk berhimpun

dengan menggunakan nama bersama. Persekutuan Perdata sebenarnya adalah

bentuk umum dari Firma dan Perseroan Komanditer (Commanditaire

Venootschap). Adapun pengaturan dari persekutuan perdata, Firma dan

Commanditaire Venootschap pada dasarnya sama, namun ada hal-hal yang

membedakan di antara ketiganya. Persekutuan ini diatur dalam bab ke VIII bagian

pertama dari buku IIIKUH Perdata.

Di Inggris perserikatan perdata dikenal dengan istilah Hukum Persekutuan

ataucompany law suatu himpunan hukum atau ilmu hukum mengenai bentuk-

bentuk kerjasama, baik yang berstatus badan hukum (partnership) ataupun yang

tidak berstatus badan hukum (corporation). Di Belanda istilah Hukum

Persekutuan dikenal dengan nama Vennotschapsretchts yang lebih sederhana

sekedar terbatas pada NV, Firma dan CV yang diatur dalam KUH Dagang,

69

sedangkan Persekutuan Perdata (maatschap) yang dianggap sebagai induknya

diatur dalam KUH Perdata.

Mengenai pengertian persekutuan Perdata pada Pasal 1618 KUH Perdata

dikemukakan sebagai perjanjian antara dua orang atau lebih yang mengikat diri

untuk memasukkan sesuatu (inbreng) ke dalam persekutuan dengan maksud

membagi keuntungan yang diperoleh karenanya. Dari pengertian tersebut dapat

ditemukan unsur-unsur dalam suatu persekutuan Perdata adalah:

1. Adanya suatu perjanjian kerjasama antara dua orang atau lebih.

2. Masing-masing pihak harus memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan

(inbreng).

3. Bermaksud membagi keuntungan bersama.

Selanjutnya Angela Schneeman mendefinisikan partnership sebagai suatu

asosiasi yang terdiri dari dua orang atau lebih melakukan kepemilikan bersama

suatu bisnis untuk mendapatkan keuntungan. Partnership dapat juga diartikan

sebagai suatu perjanjian (agreement) diantara dua orang atau lebih untuk

memasukkan uang, tenaga kerja, dan keahlian ke dalam suatu perusahaan, untuk

mendapatkan keuntungan yang dibagi bersama sesuai dengan bagian atau proporsi

yang telah disepakati bersama.

Hubungan yang terbangun antar para sekutu pada persekutuan Perdata

didasarkan atas dasar perjanjian. Dengan perkataan lain, persekutuan perdata

tunduk pada hukum perjanjian. Orang (person) yang melakukan kerjasama di

dalam berbadan hukum, atau bentuk persekutuan lainnya. Sementara itu, makna

bisnis (business) di dalam persekutuan mencakup setiap aktivitas atau kegiatan

70

dalam bidang perdagangan dan pekerjaan (occupation) atau profesi (profession).

Oleh karena itu, persekutuan Perdata merupakan suatu wadah untuk menjalankan

kegiatan yang bersifat komersial dan profesi seperti pengacara (advokat) dan

akuntan. Adapun jumlah sekutu dalam suatu persekutuan perdata minimal ada dua

orang. Namun demikian, Pasal 19 KUH Perdata tidak menyebutkan berapa jumlah

maksimal sekutu dalam perserikatan.

Menurut pandangan klasik, Burgelijke Maatschap atau lebih popular

disebut Maatschap/Persekutuan Perdata merupakan bentuk genus (umum) dari

Persekutuan Firma (VoF) dan Persekutuan Komanditer (Comanditaire

Venootschap). Bahkan menurut pandangan klasik, Maatschap/Persekutuan

tersebut merupakan bentuk genus pula dari Perseroan Terbatas.Hanya saja, karena

saat ini tentang Perseroan Terbatas sudah jauh berkembang, maka ada pendapat

yang mengatakan Perseroan Terbatas bukan lagi termasuk bentuk species (khusus)

dari Maatschap.26Maatschap juga bersifat 2 (dua) muka, yaitu bisa untuk kegiatan

yang bersifat komersial atau bisa pula untuk kegiatan non komersial termasuk

dalam hal ini untuk persekutuan-persekutuan yang menjalankan profesi.

Dalam praktek dewasa ini, yang paling banyak dipakai justru untuk non

profit kegiatan profesi itu, misalnya persekutuan diantara para lawyerdan notaris

yang biasa dikenal sebagai “associated” atau “partner” (rekan) atau “compagnon”

yang disingkat “Co”.27Adapun jenis-jenis persekutuan perdata yang berkembang

sampai saat ini adalah:

26Rudhi Prasetya, 2002, Maatschap, Firma, dan Persekutuan Komanditer, PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung, hlm. 2 27Ibid, hlm. 4-5

71

1. Persekutuan Perdata umum (Pasal 1622 KUH Perdata). Persekutuan

perdata umum meliputi apa saja yang akan diperoleh para sekutu sebagai

hasil usaha mereka selama perserikatan berdiri. Persekutuan jenis ini

usahanya bisa bermacam-macam (tidak terbatas) yang penting

inbrengnya ditentukan secara jelas/terperinci.

2. Persekutuan Perdata khusus (Pasal 1623 KUH Perdata). Persekutuan

perdata khusus (bijzondere maatschap) adalah persekutuan yang gerak

usahanya ditentukan secara khusus, bisa hanya mengenai barang-barang

tertentu saja, atau pemakaiannya, atau hasil yang akan didapat dari

barang-barang itu, atau mengenai suatu usaha tertentu atau

penyelenggaraan suatu perusahaan atau pekerjaan tetap.

Persekutuan Perdata termasuk salah satu jenis kemitraan (partnership)

yang dikenal dalam hukum Perusahaan di Indonesia disamping bentuk lainnya

seperti Vennootschap Onder Firma (Fa) dan Commanditaire Vennootschap

(CV).Persekutuan merupakan bentuk usaha yang biasa dipergunakan oleh para

konsultan, ahli hukum, dokter, arsitek dan profesi-profesi sejenis lainnya.

Persekutuan Perdata merupakan bentuk permitraan yang paling sederhana, karena

alasan sebagai berikut:28

1. Dalam hal modal, tidak ada ketentuan tentang besarnya modal, seperti

yang berlaku dalam Perseroan Terbatas (PT) yang menetapkan besar

modal minimal;

28I.G. Rai Widjaya, 2005, Hukum Perusahaan, Kesaint Blanc, Jakarta, hlm. 36

72

2. Dalam rangka memasukkan sesuatu dalam persekutuan atau maatschap,

selain berbentuk uang atau barang, boleh menyumbangkan tenaga saja;

3. Lapangan kerjanya tidak dibatasi, juga bisa dalam bidang perdagangan;

4. Tidak ada pengumuman kepada pihak ketiga seperti yang dilakukan

dalam Firma.

Persekutuan Komanditer (Commanditaire Vennootschap) selanjutnya

disingkat CV adalah persekutuan firma yang mempunyai satu atau beberapa orang

sekutu komanditer. Yang dimaksud sekutu komanditer adalah sekutu yang hanya

menyerahkan uang atau barang sebagai pemasukan pada persekutuan, sedangkan

dia tidak turut campur dalam pengurusan atau penguasaan dalam persekutuan.

Status seorang sekutu komanditer dapat disamakan dengan seorang yang

menitipkan modal pada suatu perusahaan, yang hanya menantikan hasil

keuntungan dari modal tersebut.

Bila Persekutuan Firma diatur dalam Pasal 16 s/d 35 KUHD, maka tiga

pasal diantaranya yakni Pasal 19, 20 dan 21 merupakan aturan mengenai CV. Hal

itulah sebabnya dalam Pasal 19 KUHD disebutkan bahwa Persekutuan

Komanditer (persekutuan pelepas uang) sebagai bentuk lain dari Firma, yakni

firma yang lebih sempurna dan memiliki satu atau beberapa orang sekutu pelepas

uang/komanditer. Dalam Firma biasa, sekutu komanditer ini tidak dikenal, tetapi

masing-masing sekutu wajib memberikan pemasukan (inbreng) dalam jumlah

yang sama, sehingga kedudukan mereka dari segi modal dan tanggung jawab juga

sama. Dalam CV ada pembedaan antara sekutu komanditer (sekutu diam; mitra

pasif; sleeping patners) dan sekutu komplementer (sekutu kerja; mitra aktif; mitra

73

biasa; pengurus). Adanya pembedaan sekutu-sekutu itu membawa konsekuensi

pada pembedaan tanggung jawab yang dimiliki oleh masing-masing sekutu yang

berbeda itu.

Dengan kata lain, terdapat dua macam sekutu dalam CV. Pertama, sekutu

komanditer yakni sekutu yang tidak bertanggung jawab pada pengurusan

persekutuan, sekutu ini hanya mempunyai hak mengambil bagian dalam aset

persekutuan bila ada untung sebesar nilai kontribusinya. Demikian juga, dia akan

menanggung kerugian sebesar nilai kontribusinya. Sedangkan kedua, sekutu

komplementer yakni sekutu yang menjadi pengurus yang bertanggung jawab atas

jalannya persekutuan, bahkan pertanggung jawabannya sampai kepada harta

pribadinya. Molengraaff melihat CV sebagai suatu perkumpulan (vereeniging)

perjanjian kerja sama, dimana satu atau lebih sekutu mengikatkan diri untuk

memasukkan modal tertentu untuk perkiraan bersama oleh satu atau lebih sekutu

lain menjalankan perusahaan niaga (handelsbedrijf).29

Perumusan ini terlalu sederhana sehingga masih kurang mencakup unsur-

unsur yang diperlukan oleh suatu CV seperti pencerminan adanya sekutu yang

secara tanggung menanggung sepenuhnya bertanggung jawab bersama, disamping

adanya sekutu yang bertanggung jawab terbatas, sekutu pengurus dan sekutu

komanditer serta unsur menjalankan perusahaan.30 Rancangan BW Nederland

Pasal 7.13.3.1 ayat (1) menetapkan bahwa CV adalah persekutuan terbuka terang-

terangan yang menjalankan suatu perusahaan, dimana disamping satu orang atau

29 Sentosa Sembiring, 2001, Hukum Dagang, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 188 30Ibid

74

lebih sekutu biasa (gewone vennoten), juga mempunyai satu orang atau lebih

sekutu diam (commanditaire vennoten).31

Dalam KUHD sekutu komanditer disebut juga dengan sekutu pelepas uang

(geldschieter). Diantara penulis ada yang tidak setuju dengan penggunaan istilah

“pelepas uang” yang dipersamakan dengan istilah “sekutu komanditer”. Menurut

Purwosujipto, pada “pelepas uang” (geldschieter), uang atau benda yang telah

diserahkan kepada orang lain dapat dituntut kembali bila si debitur jatuh pailit.

Tetapi uang atau modal yang diserahkan oleh sekutu komanditer kepada sebuah

persekutuan, tidak dapat dituntut kembali bila persekutuan itu jatuh pailit.

Istilah “geldschieter” dan “commanditaire” dalam Pasal 19 ayat (1)

KUHD dapat menimbulkan salah paham. Pada dasarnya kedua istilah itu tidak

bisa disamakan, seperti apa yang dilakukan dalam bunyi undang-undang.

Geldschieter memiliki maksud meminjamkan uang, dan pada saat tertentu ia bisa

berkedudukan sebagai penagih (schuldeiser). Padahal sekutu komanditer bukanlah

peminjam uang atau penagih, mereka adalah para peserta dalam persekutuan yang

memikul hak dan kewajiban untuk mendapatkan keuntungan/laba dan saldo dalam

hal persekutuan dilikuider serta memikul kerugian menurut jumlah inbreng

(saham) yang dimasukkan. Bila hal itu dimaksudkan sebagai kreditur penagih

(schuldeiser), maka pembayaran tagihan dapat dilakukan selama masih ada uang

di kas persekutuan, sebaliknya bagi pemasukan uang yang dilakukan oleh sekutu

31Ibid

75

komanditer tidaklah dapat dilakukan penagihan selama persekutuan

berlangsung.32

Dalam ketentuan pinjam meminjam uang (Pasal 1759 dan 1760

KUHPerdata) ditetapkan bahwa orang yang meminjamkan uang tidak dapat

meminta uangnya kembali sebelum lewat waktu yang telah ditentukan dalam

perjanjian, dan hakim dapat memberikan kelonggaran kepada si peminjam dalam

pengembalian uang bila keadaan tidak memungkinkan. Perbedaan yang paling

jelas adalah bahwa sekutu komanditer dapat memikul risiko untung atau rugi,

sedangkan peminjam uang atau penagih tidaklah dibebani dengan kerugian.

Modal yang dimasukkan oleh sekutu komanditer dapat merupakan modal

tambahan terhadap modal yang telah ada atau dijanjikan dimasukkan oleh para

sekutu komplementer. Pada dasarnya mempunyai kedudukan yang sama dengan

Persekutuan Firma yang bertanggung jawab secara tanggung menanggung

bersama. Sehingga dengan demikian maka sekutu sekutu komanditer hanya

bertanggung jawab secara intern kepada sekutu pengurus, untuk secara penuh

memasukkan modal yang telah dijanjikan, dan uang yang dimasukkan itu dikuasai

dan dipergunakan sepenuhnya oleh pengurus dalam rangka pengurusan

persekutuan guna mencapai tujuan.33 Saat ini, dalam BW baru Belanda sudah

tidak ditemukan/dikenal istilah “geldschieter” tetapi hanya menggunakan istilah

“commanditairevennoten” disatu pihak dan “gewone vennoten” di pihak lain.

32Ibid, hlm. 195 33Ibid, hlm. 196

76

2.3.2 Jenis-Jenis Persekutuan Komanditer (CV)

Menurut Farida Hasyim menyebutkan bahwa terdapat tiga jenis

persekutuan komanditer (CV) yang dikenal: 34

1. CV diam-diam, yaitu CV yang belum menyatakan dirinya terang-

terangan kepada pihak ketiga sebagai CV. Ke luar, persekutuan ini

masih menyatakan dirinya sebagai Firma, tetapi ke dalam persekutuan

ini sudah menjadi CV, karena salah seorang atau beberapa orang sekutu

sudah menjadi sekutu komanditer.

2. CV terang-terangan (terbuka), yaitu CV yang terang-terangan

menyatakan dirinya kepada pihak ketiga sebagai CV. Hal itu terlihat dari

tindakannya dalam bentuk publikasi berupa papan nama yang

bertuliskan “CV” (misalnya CV. Sejahtera). Bisa juga dalam penulisan

kepala surat yang menerangkan nama CV tersebut dalam berhubungan

dengan pihak ketiga.

3. CV dengan saham, yaitu CV terang-terangan, yang modalnya terdiri dari

kumpulan saham-saham. Jenis terakhir ini sama sekali tidak diatur

dalam KUHD, ia hanya muncul dari praktek di kalangan

pengusaha/dunia perniagaan. Pada hakekatnya CV dengan saham sama

saja dengan jenis CV terang-terangan, bedanya hanya pada

pembentukan modalnya saja yang sudah terdiri dari saham-saham.

Pembentukan modal CV dengan saham ini dimungkinkan oleh Pasal

34Farida Hasyim,2013,Hukum Dagang,Sinar Grafika,Jakarta,hlm 146.

77

1337 ayat (1), 1338 ayat (1) KUHPerdata jo Pasal 1 KUHD. Karenanya,

CV jenis terakhir ini juga semacam CV terang-terangan (CV biasa).

2.3.3 Bubarnya CV

Persekutuan Komanditer pada hakikatnya adalah Firma, sehingga cara

pembubaran Firma berlaku juga pada CV, yaitu dengan cara sebagai berikut

(Pasal 31 KUHD):

1. Berakhirnya jangka waktu CV yang ditetapkan dalam anggaran dasar

2. Akibat pengunduran diri atau pemberhentian sekutu

3. Akibat perubahan anggaran dasar

Pembubaran CV sama dengan Firma, yaitu harus dilakukan dengan akta

autentik yang dibuat di muka notaris, didaftarkan di kepaniteraan pengadilan

negeri, dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara. Kelalaian pendaftaran

dan pengumuman ini mengakibatkan tidak berlakunya pembubaran, pengunduran

diri, pemberhentian, dan perubahan anggaran dasar terhadap pihak ketiga.

Setiap pembubaran CV memerlukan pemberesan, baik mengenai

keuntungan maupun kerugian. Pemberesan keuntungan dan kerugian dilakukan

menurut ketentuan dalam anggaran dasar. Apabila dalam anggaran dasar tidak

ditentukan, berlakulah ketentuan Pasal 1633 s/d 1635 KUHPerdata. Apabila

pemberesan selesai dilakukan masih ada sisa sejumlah uang, sisa uang tersebut

dibagikan kepada semua sekutu menurut perbandingan pemasukan (inbreng)

masing-masing. Jika setelah pemberesan terdapat kekurangan (kerugian), maka

penyelesaian atas kerugian tersebut juga dilakukan menurut perbandingan

pemasukan masing-masing.

78

Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa kelebihan dan kekurangan

yang dimiliki oleh badan usaha berbentuk CV ini bila dijalankan, sebagai berikut:

1. Kelebihan:

a. Kemampuan manajemen lebih besar

b. Proses pendirianya relatif mudah

c. Modal yang dikumpulkan bisa lebih besar

d. Mudah memperoleh kredit

2. Kekurangan:

a. Sebagian sekutu yang menjadi Persero Aktif memiliki tanggung

tidak terbatas

b. Sulit menarik kembali modal

c. Kelangsungan hidup perusahaan tidak menentu