tinjauan kepustakaan ki-67 sebagai parameter …

24
TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER PROGNOSIS PADA LIMFOMA NON HODGKIN OLEH: dr. Karlina Isabella PEMBIMBING: dr. I Wayan Losen Adnyana, SpPD-KHOM PROGRAM STUDI PENYAKIT DALAM FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2018

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Ki-67 SEBAGAI PARAMETER PROGNOSIS PADA LIMFOMA NON HODGKIN

OLEH:

dr. Karlina Isabella

PEMBIMBING:

dr. I Wayan Losen Adnyana, SpPD-KHOM

PROGRAM STUDI PENYAKIT DALAM

FK UNUD/RSUP SANGLAH

DENPASAR

2018

Page 2: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan

rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tinjauan kepustakaan yang berjudul “Ki-67

Sebagai Paramater Prognosis Pada Limfoma Non Hodgkin”. Laporan kasus ini merupakan

bagian dari tugas ilmiah Program Studi Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah,

Denpasar.

Terima kasih kami ucapkan kepada dr. I Wayan Losen Adnyana, SpPD-KHOM yang

telah membimbing kami dalam menyusun tinjauan ini, sehingga dapat diselesaikan dengan

baik.

Kami menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, sehingga kami

mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan laporan kasus ini.

Denpasar, 6 Februari 2018

Penulis

Page 3: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR..................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................... 1

BAB II ISI

2.1 ISI………………………………………………………………….. . 3

BAB III PENUTUP

3.1 Ringkasan ......................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 18

Page 4: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Patofisiologi LNH ........………………………………………… . ……….. 5

Gambar 2 Siklus dan Proliferasi Sel………………………………………………... 11

Gambar 3. Gambaran Histopatologi Ki-67 pada 50 % sel dan kurang dari 50%

sel dengan pembesaran 400x………………………………………………………… 12

Page 5: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pendahuluan

Limfoma maligna merupakan penyakit keganasan primer jaringan limfoid

yang bersifat solid, meskipun kadang-kadang dapat menyebar secara sistemik.1

Secara garis besar berdasarkan gambaran klinis dan patologis limfoma maligna

dibedakan menjadi dua golongan yaitu limfoma Hodgkin (LH) dan limfoma Non-

Hodgkin (LNH). Limfoma non-Hodgkin cukup sering dijumpai dengan frekuensi

3% dari seluruh kanker dan merupakan penyebab kanker keenam tersering di

Inggris dan diperkirakan terdapat 69.740 penderita LNH di Amerika Serikat pada

tahun 2013.1-3

Terdapat hubungan antara usia dengan insiden limfoma non-

Hodgkin dimana insiden LNH semakin besar dengan bertambahnya usia.2

Diagnosis LNH ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan

hematologi, histopatologi kelenjar getah bening atau jaringan ekstranodal dan

beberapa pemeriksaan lain seperti petanda imunologis, sitogenetik, pemeriksaan

biologi molekuler dan lain-lain. Secara umum klasifikasi LNH dibuat berdasarkan

kemiripan sel-sel pada suatu tipe LNH dengan limfosit normal dalam brbagai

kompartemen deferensiasi. Klasifikasi yang umum dipakai antara lain klasifikasi

Kiel dan working formulation, klasifikasi Rappaport, maupun klasifikasi REAL.1

Prognosis LNH sangat bervariasi mengingat gambaran klinis dan patologis

yang beraneka ragam. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi prognosis

seperti usia, stadium, jenis limfoma maligna, keterlibatan limfonodi dan

sebagainya. Untuk menilai prognosis LNH agresif saat ini dipakai International

Prognostic Index for Aggressive Lymphomas (IPI). 1

Beberapa biomarker mulai diperkenalkan sebagai penanda untuk

meramalkan prognosis dan merancang strategi penatalaksanaan LNH. Salah satu

biomarker yang dikenal pada keganasan adalah protein Ki-67. Antigen Ki-67

pertama kali dikemukakan oleh Gerdes dkk. awal tahun 1980 dengan

Page 6: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

2

2

menggunakan antibodi monokonal terhadap antigen dari limfoma Hodgkin.3

Metode yang digunakan untuk mengetahui ekspresi Ki-67 adalah dengan

pemeriksaan histokimia menggunakan antibodi monoklonal MIB1. Protein Ki-67

dapat terdeteksi pada seluruh fase aktif siklus sel (fase G1,S,G2 dan mitosis)

sebaliknya tidak ditemukan saat fase istirahat (G0). Dengan demikian Ki-67

mencerminkan proliferasi selular yang tinggi pada keganasan sehingga dipakai

sebagai parameter prognostik pada beberapa keganasan. Saat ini banyak penelitian

menunjukkan Ki-67 cukup baik dalam meramalkan prognosis limfoma non-

Hodgkin.3,4

Page 7: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

3

3

BAB II

ISI

Etiologi dan patogenesis limfoma non Hodgkin

LNH merupakan keganasan primer limfosit yang berasal dari limfosit B,

limfosit T dan kadang-kadang berasal dari sel natural killer yang berada dalam

sistem limfe dengan gambaran yang sangat heterogen baik secara histologis,

gejala, perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan maupun prognosis.5 Seperti

keganasan lain, LNH merupakan hasil dari akumulasi kelainan genetika yang

bertahap sehingga terjadi pertumbuhan yang tidak terkendali klon sel-sel ganas.

Translokasi berulang yang terjadi pada beberapa tingkat deferensiasi sel B

merupakan awal dari transformasi maligna. Translokasi ini mengakibatkan

deregulasi ekspresi onkogen yang mengontrol proliferasi, survival dan

deferensiasi sel. Menariknya, translokasi saja tidak cukup untuk menyebabkan

terjadinya limfoma, sehingga diperlukan gangguan genetika sekunder berikutnya

untuk terjadinya transformasi maligna seutuhnya.6

Sel limfosit dari kelenjar limfe berasal dari sel sel induk multipotensial di

dalam sumsum tulang. Sel induk akan bertransformasi menjadi sel progenitor

limfosit yang kemudian akan berdiferensiasi melalui dua jalur. Sebagian akan

mengalami pematangan di dalam kelenjar timus menjadi limfosit T. Sebagian lagi

akan menuju kelenjar limfe ataupun tetap berada di sumsum tulang dan

berdiferensiasi menjadi limfosit B. Apabila ada rangsangan antigen yang sesuai

maka limfosit T akan aktif berpoliferasi sebagai respon sistem imun seluler.

Sedangkan limfosit B akan aktif menjadi imunoblas yang kemudian menjadi sel

plasma dan akan membentuk imunoglobulin. Terjadi perubahan pada sitoplasma

sel plasma menjadi lebih banyak dari pada sitoplasma sel B. Sedangkan limfosit T

yang aktif akan berukuran lebih besar dari pada sel T yang belum aktif. Perubahan

sel limfosit normal menjadi sel limfoma (abnormal) merupakan akibat terjadinya

mutasi gen pada salah satu sel dari kelompok sel limfosit yang belum aktif yang

tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas akibat respon dari

Page 8: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

4

4

adanya antigen. Beberapa perubahan pada sel limfosit inaktif adalah ukurannya

semakin lebih besar, kromatin inti menjadi lebih halus, nukleolinya terlihat dan

perubahan pada protein permukaan sel. 6,7

Etiologi LNH sebagian besar tidak diketahui, namun beberapa faktor risiko

diketahui berhubungan dengan terjadinya LNH diantarannya imunodefisiensi

seperti severe combined immunodeficiency, hypogammaglobulinemia, common

variable immunodeficiency, Wiskott-Aldrich syndrome, dan ataxia telangiectasia.

Infeksi virus merupakan salah satu yang dicurigai menjadi etiologi LNH

contohnya ialah infeksi virus Epstein Barr dan HTLV (Human T Lymphoytopic

Virus type 1) yang berhubungan dengan limfoma Burkitt, yang merupakan

limfoma sel B. Selain itu abnormalitas sitogenik seperti translokasi kromosom

juga ikut berperan menyebabkan proliferasi dari limfosit.6

Pada limfoma sel B ditemukan abnormalitas kromosom, yaitu translokasi

lengan panjang kromosom nomor 8 (8q) ke lengan panjang kromosom nomor 14

(14q). Faktor risiko berhubungan juga dengan paparan lingkungan, pekerjaan,

diet, dan paparan lainnya. Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan

resiko tinggi adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan

karena adanya paparan herbisida dan pelarut organik. Risiko LNH juga meningkat

pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan

terkena paparan ultraviolet berlebihan.1,2

Limfoma sel B terjadi pada beberapa tahapan pembentukan sel limfosit B

(Gambar 1). Pembentukan sel limfosit B melelui beberapa tahapan berbeda dan

dimulai dari organ limfoid primer dan diikuti oleh diferensiasi berikutnya di

jaringan limfoid sekunder seperti limfonodi, limpa dan tonsil. Pada tahapan ini

terjadi beberapa modifikasi DNA yang esensial sebagai respon imun normal.

Namun modifikasi ini dapat menjadi predisposisi terjadinya abnormalitas genetik

yang berevolusi menjadi limfoma.5

Pembentukan sel B di sumsum tulang dimulai dengan rekombinasi gen

secara random yang mengkode regio antibodi rantai berat dan rantai ringan untuk

membentuk reseptor sel B (B cell receptor/BCR). Proses ini dikenal sebagai

rekombinasi V (D) J yang meliputi pecahnya double stranded DNA oleh

Page 9: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

5

5

recombination activating gene 1 (RAG1) dan recombination activating gene 2

(RAG2), yang umumnya akan diperbaiki oleh proses nonhomologous end-joining

repair. Gen immunoglobulin rantai berat (IgH) tersusun dari elemen V (variable),

D (diversity) dan J (joining) sedangkan rantai ringan tersusun atas elemen V dan J.

Pada proses ini, hanya sel yang memiliki variabel region gen rantai berat dan

ringan yang bisa ditranslasi menjadi protein yang memungkinkan untuk survive

sedangkan sel lainnya akan mengalam apoptosis.7

Gambar 1. Patofisiologi LNH 2

Setelah BCR diekspresikan, limfosit akan meninggalkan sumsum tulang

dan menjadi matur sel B naif. Pada aktivasi sel B yang dirangsang oleh antigen,

terjadi reaksi pusat germinal di jaringan limfoid sekunder. Pada saat ini terjadi

minimal dua modifikasi DNA yang berbeda yaitu hipermutasi somatik (SHM) dan

class switch recombination (CSR). Kedua reaksi dimediasi oleh B-cell specific

enzyme activation-induced cytidine deaminase (AID). SHM memodifikasi

immunoglobulin variable region dengan cara mutasi, delesi atau insersi sehingga

membentuk antibodi dengan peningkatan afinitas terhadap antigen. Sebaliknya

CSR merupakan proses dimana kelas rantai berat mengalami perubahan dari IgM

menjadi IgG, IgA atau IgE. CSR terjadi melalui rekombinasi DNA secara

berulang ulang . Setelah terjadi reaksi pusat germinal, sel B berkembang menjadi

Page 10: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

6

6

sel B memori atau sel plasma. Tahapan pembentukan sel B yang terkontrol ketat

secara genetik dapat mengalami kesalahan dan limfoma akan terbentuk.8

Rekombinasi V(D)J, SHM, dan khususnya CSR merupakan proses yang

berperan pada keganasan ini. Sebagai contoh, translokasi yang terjadi pada

rekombinasi V(D)J yaitu t(14;18) and t(11;14). Translokasi t(14;18) yag terdeteksi

pada limfoma folikular, fraksi diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) meliputi

gen BCL2 dan lokus IgH, menyebabkan disregulasi BCL2.5

SHM juga berperan dalam limfomagenesis. BCL6 sering mengalami

mutasi akibat penyimpangan SHM pada DCLBL. Beberapa mutasi BCL6 terjadi

pada titik autoregulasi negatif yang mengakibatkan peningkatan ekspresi BCL6.

CSR juga mempengaruhi pecahnya DNA, kemudian menyebabkan penyimpangan

regulasi sehinga mengakibatkan translokasi kromosom dimana AID menjadi

mediator translokasi karena AID diperlukan untuk terjadinya translokasi spontan

MYC/IgH. Limfoma sel B berkembang pada beberapa tahap diferensiasi yang

berbeda sehingga akan memberikan perbedaan tipe limfoma pregerminal maupun

postgerminal.5

Klasifikasi Limfoma non-Hodgkin

Klasifikasi LNH dibuat berdasarkan kemiripan sel-sel pada suatu tipe

LNH dengan limfosit normal dalam berbagai kompartemen deferensiasi. Dua

klasifikasi yang paling umum dipakai adalah klasifikasi Kiel dan Working

formulation. Berikut beberapa klasifikasi LNH.1

Klasifikasi Rappaport

1. Lymphocytic, poorly differentiated

a. Nodular (NLPD)

b. Diffuse (DLPD)

2. Lymphocytic, well differentiated

a. Diffuse (DLWD)

3. Mixed lymphocytic histiocytic

Page 11: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

7

7

a. Nodular (NMLH)

b, Diffuse (DMLH)

5. Undifferentiated

a. Diffuse (DU)

- Burkitt type

- non-Burkitt

Klasifikasi Kiel

Klasifikasi ini sesudah menyesuaikan dengan kompartemen dari kelenjar

getah bening, serta membedakan asal sel, apakah dari limfosit B atau limfosit T

(tabel. 1).4

Klasifikasi yang baru dibuat berdasarkan perkembangan limfosit yang

dengan demikian dapat dihubungkan dengan letak sel pada kompartemen kelenjar

getah bening normal. Maka secara umum klasifikasi limfoma yang berasal dari sel

B adalah: 8

1. Precursor B-cell lymphoma

Limfoma dianggap berasal dari limfoblas. Dapat terjadi dalam bentuk

leukemia ataupun limfoma, yang keduanya identik atau disebut limphoblastic

leukemia/lymphoma.

2. LNH yang berasal dari naive B-cell

LNH ini disebut sebagai small lymphocytic lymphoma (SLL) yang juga

disebut sebagai chronic lymphocytic leukemia (CLL).

3. LNH yang berasal dari germinal center dari suatu folikel limfoid. LNH dari

germinal center dibagi menjadi 2 golongan besar, yaitu:

a. Follicular lymphoma

Terdiri dari sel yang sangat mirip dengan sel dari germinal center normal.

LNH jenis ini biasanya bersifat indolen, tetapi prognosisnya buruk. Follicular

lymphoma sering disertai translokasi kromosom 14 dan 18 ft (14;18) yang

menyebabkan juxtaposisi gen bcl-2 yang mengatur apoptosis dengan Ig heavy

chain gene.

Page 12: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

8

8

b. Large cell lymphomas

Terdiri dari sel-sel besar yang sering dalam folikel normal (centro blast).

Tabel 1. Klasifikasi Kiel 1

Sel B Sel T

Low grade malignancy

Lymphocytic

Lymphoplasmacytic

Plasmacytic

Centroblastic/centrocytic

Follicular

Diffuse

Centrocytic

High grade malignancy

Centro blastic

Immunoblastic

Large cell anaplastic

(Ki 1+)

Burkitt's lymphoma

Lymphoblastic

Rare types

High grade malignancy

Lymphocytic

Small cerebriform cell

mycosis funguides

Sezary's syndrome

Lymphoepitheloid

(Lennert's lymphomas)

Angioimmunoblastic

T Zone

Pleomorphic small cell

High grade malignancy

Pleomorphic medium and large cell

Large cell

Immunoblastic

Large cell anaplastic

(Ki-1+)

Lymphoblastic

Rare types

Page 13: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

9

9

Tabel 2. Klasifikasi REAL 1

B-Cell Neoplasms

Precursor B-Cell Neoplasm

Precursor B-ymphoblastic leukemia lymphoma

Peripheral B-Cell Neoplasm

1. B-Cell CLL/PLL/SLL

2. Lymphoplasmacytoid lymphomalimmunocytoma

3. Mantle cell lymphoma

4. Follicle center lymphoma, follicular

Provisional cytologic grades: I (small), II (mixed), III (large)

Provisional subtype: diffuse, predominantly small cell

5. Marginal zone B-cell lymphoma

Extranodal (MALTt monocytoid cells)

Provisional category Nodal (monocytoid B cells)

6. Provisional entity: Splenic marginal zone lymphoma

7. Hairy cell leukemia

8. Plasmacy toma/myeloma.

9. Diffuse large B-cell lymphoma

10. Burkitt's lymphoma

11. Provisional entity: High-grade B-cell lymphoma, Burkitt's like

TCell and Putative NK-Cell Neoplasms

Precursor T Cell Neoplasm

Precursor T lymphoblastic leukemia/lymphoma.

Peripheral T-Cell and NK- Cell Neoplasms

1. Cell CLL/PLL

2. Large granular lymphocyte leukemia

3. Mycosis funguides Sezary syndrome

4. Peripheral Tcell lymphomas, unspecified

Cell and Putative NK-Cell Neoplasms

Provisional categories: medium, mixed, large, lymphoepitheloid

Provisional subtypes.

Hepatosplenic gdT-cell lymphoma

Subcutaneous panniculitic T-cell lymphoma

5. Adult cell lymphoma/eukemia

6. Angioimmunoblastic Tcell lymphoma

7. Angiocentric lymphoma/nasal TNK cell lymphoma)

8 Intestinal Tcell lymphoma t enteropathy)

9. Anaplastic large cell lymphoma (T/Nul)

10. Provisional ALCL, Hodgkin's like

Hodgkin's Disease

1. Lymphocyte predominance (nodular t diffuse)

2. Nodular sclerosis

3. Mixed cellularity

4. Lymphocyte depletion

5. Lymphocyte-rich classic HD (provisional)

Page 14: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

10

10

Karsinogenesis dan siklus sel

Proses dasar terjadinya keganasaan adalah perubahan genetik akibat

terjadinya mutasi sel somatik. Ada empat gen yang berperan penting dalam

mengatur sinyal pertumbuhan dan siklus sel yaitu protoongkogen, gen supresi

tumor, gen yang mengatur apoptosis, dan gen yang mengatur perbaikan DNA.8

Salah satu sifat sel ganas adalah tidak sensitif terhadap sinyal penghambat

pertumbuhan dan mampu menghindar dari apoptosis sehingga akan bereplikasi

secara tidak terbatas.8,9

Siklus sel adalah suatu proses yang tertata amat teratur untuk

menggandakan informasi genetik dari satu generasi sel ke generasi yang

berikutnya. Selama proses ini berjalan, DNA haus mengalami replikasi secara

tepat dan salinan kromosom harus persis sama pada sel baru yang terbentuk.

Secara umum, pembelahan sel terbagi menjadi dua tahap, yaitu mitosis (M) yang

merupakan perkembangan satu sel menjadi dua sel dan interfase (proses di antara

dua mitosis). Interfase terdiri dari fase gap 1 (G1), sintesis DNA (S) dan gap 2

(G2). Setiap tahap dalam siklus sel dikontrol secara ketat oleh regulator siklus sel,

yaitu, cyclin, cyclin-dependent kinases (cdk) dan cyclin–dependent kinase

inhibitor (CKI). Selama fase G, sel dapat mengalami stimulasi dari berbagai

mitogen dan faktor pertumbuhan (growth factor) ekstraselular. Selanjutnya sel

memasuki fase S, pada fase ini DNA digandakan dengan cara membuat salinan

komplemennya (complementary copy). Fase G2 adalah interval antara

penyempurnaan sintesis DNA (fase S) dan mitosis (fase M). Fase M ditandai

dengan pembentukan benang-benang mitotik yang terpisah pada kedua kutub sel,

pemisahan kromatid menjadi dua bagian yang sama persis secara kualitas dan

kuantitas dan pembelahan sel. 9

Page 15: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

11

11

Gambar 2. Siklus dan proliferasi sel 9

Untuk menjamin bahwa DNA berduplikasi dengan akurat dan pemisahan

kromosom terjadi dengan benar, maka siklus sel melakukan mekanisme

checkpoint. Untuk itu beberapa protein bertanggungjawab sebagai checkpoint

yang berperan mendeteksi kerusakan DNA. Apabila terdapat kerusakan DNA,

checkpoint akan memacu cell cycle arrest sementara untuk perbaikan DNA atau

cell cycle arrest permanen sehingga sel memasuki fase senescent. Bila mekanisme

cell cycle arrest tidak cukup menjamin DNA yang rusak diduplikasi, maka sel

akan dieliminasi dengan cara apoptosis. Faktor checkpoint pertama pada sel

mamalia dikenal dengan restriction point (R) dan muncul menjelang akhir G1.9

Pada checkpoint ini, DNA sel induk diperiksa apakah terdapat kerusakan

atau tidak. Bila terdapat DNA yang rusak, siklus sel dihentikan hingga mekanisme

repair DNA selesai. Setelah melampaui restriction point, sel menjadi commited

(komitment) untuk menyelesaikan keseluruhan satu siklus dan selanjutnya sel

harus mampu melakukan replikasi DNA. Bila tidak melampaui R, sel dapat

kembali ke fase G0. Hilangnya kontrol dari R akan menghasilkan survival DNA

yang rusak.9

Page 16: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

12

12

Ki-67 sebagai penanda prognosis pada Limfoma non-Hodgkin

Ki-67 merupakan suatu protein nonhiston yang disintesis pada proliferasi

sel dan diekspresikan pada seluruh fase sel, terutama pada fase G1. Kadarnya

meningkat pada fase S dan G2, kemudian memuncak pada fase M. Protein ini

dikatabolisme dengan cepat pada akhir fase M dan tidak terdeteksi pada fase

istirahat (fase G0 dan awal G1). Ekspresi Ki-67 menunjukkan hubungan yang erat

dengan fraksi pertumbuhan sel dan sepertinya tidak diekspresikan pada saat proses

DNA repair sehingga Ki-67 dipakai sebagai penanda proliferasi sel.10,11

Antigen Ki-67 pertama kali dikemukakan oleh Gerdes dkk pada awal

tahun 1980 dengan mengunakan antibodi monoklonal terhadap antigen inti dari

sel Limfoma Hodgkin. Ekspresi Ki-67 dapat dideteksi dengan menggunakan cara

pengecatan imunohistokimia (gambar 3). Ekspresinya pada potongan parafin

dinilai dengan Ki-67 proliferative index, mewakili fraksi pertumbuhan aktif

tumor. Index proliferasi Ki-67 dapat dihitung dengan cara membagi jumlah sel

yang positif Ki-67 pada pengecatan dengan jumlah sel pada sampel. Beberapa

penelitian menunjukkan hubungan index Ki-67 dengan grade tumor dan perangai

tumor sehingga antigen ini sering menjadi pemeriksaan rutin terutama pada

kanker payudara dan keganasan limfoid. 11,13

Gambar 3. Gambaran histopatologi Ki-67 pada 50% sel (kiri) dan kurang dari 50%

(kanan) dengan pembesaran 400x 10

Pengecatan imunohistokimia (IHC) dilakukan dengan cara memfiksasi

jaringan dengan formalin 10%, lalu dilakukan blok paraffin dengan potongan

Page 17: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

13

13

sampel 4 μm. IHC dilakukan pada potongan paraffin dengan menggunakan

antibodi monoklonal anti KI-67 (clone MIB-1) diencerkan 1:50. Teknik

imunohistokimia dengan menggunakan antibodi monoklonal MIB-1 merupakan

teknik yang paling mudah dikerjakan daripada teknik lain seperti mitotic figure

counting and measurement of proliferating cell nuclear antigen (PCNA). Teknik

ini memungkinkan untuk membedakan sel yang sedang berproliferasi dengan sel

yang dalam fase istirahat sehingga Ki-67 dihubungkan dengan agresivitas tumor

dan prognosis buruk keganasan.10

Signifikansi Ki-67 dalam menilai prognosis LNH diteliti pada beberapa

subtipe LNH. Pada studi retrospektif B-cell lymphoma, Ki-67 dihubungkan

dengan hasil terapi yang buruk dan survival yang lebih pendek. 12

Hasil penelitian

ini menghasilkan model prognosis berdasarkan usia diatas 60 tahun, kadar LDH

yang tinggi, dan ekspresi Ki-67 yang tinggi.12,13

Beberapa penelitian tentang KI-67 memperlihatkan hasil yang tidak

bersesuaian. Penelitian oleh Nordic Lymphoma Group menunjukkan bahwa

ekspresi Ki-67 tidak berhubungan dengan perbedaan survival penderita diffuse

large B-cell lymphoma. Walaupun penjelasan mengenai hal ini belum begitu pasti

namun beberapa alasan dimungkinkan yaitu, pertama definisi berbeda mengenai

cut-off ekspresi Ki-67 yang tinggi pada LNH sehingga memberikan hasil yang

berbeda. Beberapa variasi cut-off yang dipakai untuk menyatakan ekpresi Ki-67

yang tinggi antara 20-80%. Kedua, sel limfoma memiliki aktivitas proliferasi yang

tinggi yang direpresentasikan dengan ekpresi Ki-67 sehingga lebih sensitif

terhadap kemoterapi dibandingkan dengan ekspresi Ki-67 yang rendah.13

Ekspresi Ki-67 yang mencerminkan proliferasi sel yang tinggi juga

berhubungan dengan agresifitas LNH. Penelitian yang dilakukan oleh Hashmi

dkk. membandingkan ekpresi Ki-67 pada beberapa subtipe LNH. Dari 172 kasus

LNH didapatkan rata-rata indeks Ki-67 sebesar 65,9% + 20,5. Indeks Ki-67 yang

tinggi secara signifikan didapatkan pada LNH yang bersifat agresif seperti

Burkitts lymphoma (BL), diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), lymphoblastic

dan T-cell lymphomas dibandingkan dengan limfoma yang indolen. Indeks Ki-67

tertinggi didapatkan pada Burkitts lymphoma (94%) diikuti oleh lymphoblastic

lymphoma (83%) dan anaplastic large cell lymphoma (80%). Rerata indeks Ki-67

Page 18: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

14

14

pada LNH indolen yaitu 23 % pada small cell, 25% pada mantle cell, 28,5% pada

marginal zone dan 34,6% pada limfoma folikular. Hal ini memperlihatkan bahwa

indeks Ki-67 semakin tinggi pada limfoma yang bersifat agresif.14

Ekspresi Ki-67 juga digunakan untuk meramalkan prognosis penderita

LNH. Jerkman dkk. meneliti ekspresi Ki-67 pada 185 kasus DLBCL. Ekspresi Ki-

67 diklasifikasikan menjadi, proliferative index (PI) rendah (PI <60%) pada 116

kasus (63%), sedang (PI 60-90%) pada 59 kasus (32%) dan tinggi (PI >90%) pada

10 (5%) kasus. Hasil ini berhubungan dengan performance status, dan nilai PI

<60% berhubungan dengan buruknya survival. Broyde dkk. mendapatkan bahwa

nilai cut-off proliferative index 70% merupakan nilai untuk membedakan

prognosis buruk dan sebaliknya.14,15

Pada meta analisis mencakup 27 studi (3902 pasien), indeks Ki-67 tinggi

ditemukan berkorelasi negatif dengan overall survival dan disease free survival.

Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara indeks Ki-67 dengan parameter

klinikopatologis seperti kadar LDH, simptom B, stadium tumor, keterlibatan

ekstranodal, dan performance status.7,14

Pada penelitian Broyde pada 319 sampel

LNH mendapatkan hubungan yang signifikan antara rerata indeks KI-67 dengan

peningkatan grade tumor (P < 0,001). Pada analisis ROC curve, nilai indeks 45%

menjadi batas untuk membedakan antara limfoma indolen dengan agresif (AUC =

0,877 dengan P < 0,001) dengan sensitivitas 82,2% dan spesifitas 77,4% untuk

limfoma indolen dan sensitivitas 85% dengan spesifitas 88,8% untuk limfoma

agresif. Martin dkk. meneliti 106 pasien limfoma folikular dan mendapatkan

indeks KI-67 rendah (<40%) memiliki overall survival lebih lama dibandingkan

dengan mereka dengan indeks KI-67 lebih tinggi. Hal ini dapat dipahami karena

tumor dengan indeks KI-67 yang tinggi merupakan tumor dengan sifat yang lebih

agresif dari tumor dengan KI-67 rendah.14

Perkembangan terapi limfoma dengan target terapi seperti rituximab telah

memperbaiki survival rate LNH. Menurut statistik American Cancer Society pada

2012, seiring dengan tatalaksana LNH yang semakin baik maka 5-year survival

rate LNH meningkat dari 47% pada tahun 1970an menjadi 70% saat ini. Perlu

diketahui bahwa setelah diperkenalkannnya rituximab, beberapa faktor prognostik

yang telah dipakai secara luas menjadi tidak lagi signifikan kegunaannya.

Page 19: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

15

15

Stadium III-IV Ann Arbor, usia, B symptom dan kadar LDH serum yang dapat

memprediksi survival pada penderita yang mendapat kemoterapi tanpa rituximab

tidak lagi akurat pada kelompok kemoterapi dengan rituximab.15

Studi meta analisis oleh Gilles dkk. yang menganalisis efek rituximab

dengan signifikansi ekspresi Ki-67 pada DLBCL dan mantle cell lymphoma

(MCL). Pada DLBCL tanpa rituximab, ekspresi KI-67 tidak berhubungan dengan

overall survival (OS), sesuai dengan hasil dari Nordic Lymphoma Group Study.

Namun nilai prognosis ekspresi Ki-67 pada DLBCL menjadi signifikan dengan

terapi rituximab (HR = 1,459 pada 95% CI: 1.084-2.062, p = 0,014). Sebuah

penelitian besar secara prospektif dari Lunenburg Lymphoma Biomarker

Consortium dengan melibatkan 2.451 pasien yang menemukan ekpresi Ki-67 yang

tinggi menjadi faktor prediksi yang baik pada DLBCL dengan terapi rituximab.

7,16 Pada MCL didapatkan hasil yang berbeda dimana indeks Ki-67 yang tinggi

berhubungan dengan overall survival yang buruk pada LNH dengan terapi

rituximab (HR = 1,981, 95% CI: 1.099-3.569, p = 0,023), dan juga berhubungan

dengan buruknya survival tanpa diikuti oleh terapi rituximab (HR = 3,123, 95%

CI: 2.049-4.76, p = 0,000).15

Mantle cell lymphoma (MCL) merupakan LNH sel B dengan ciri

translokasi t (11;14) (q13,q32) dan overekspresi protein yang meregulasi siklus sel

yaitu, cyclin D1. Mayoritas pasien akan muncul dengan stadium III atau IV Ann

Arbor diikuti dengan keterlibatan darah tepi dan sumsum tulang pada saat

diagnosis. MCL merupakan salah satu neoplasma yang agresif dengan survival

jangka panjang yang buruk. Beberapa penelitian melaporkan bahwa indeks Ki-67

yang tinggi berhubungan dengan survival yang buruk pada MCL.7,17,18

Pada

penelitian Jeong dkk. mendapatkan bahwa cut off nilai 20% PI Ki-67secara

signifikan sangat bermakna, terlepas dari adanya keterlibatan sumsum tulang.

Penelitian kohort skala besar dari European MCL Network juga menemukan

bahwa PI Ki-67 merupakan faktor prognostik independen pada pasien MCL.15

Gabungan antara MCL International Prognostic Index (MIPI) dengan indeks Ki-

67 menjadi penanda biologis dan klinis yang sangat penting dalam membuat

stratifikasi risiko pasien MCL yang lebih superior dari MIPI saja.18

Page 20: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

16

16

Penelitian oleh El-Esawy dkk. dengan menggunakan cut off nilai indeks

Ki-67 sebesar 45% dihubungkan dengan usia, jenis kelamin, keterlibatan

ekstranodal, staging, kadar LDH dan adanya symptom B. Hasilnya tidak

didapatkan hubungan yang signifikan antara Ki-67 dengan usia, jenis kelamin dan

staging. Namun, terdapat hasil yang signifikan antara PI Ki-67 yang tinggi dengan

keterlibatan ekstranodal dan adanya symptom B. Penelitian oleh Szczuraszek dkk.

juga tidak mendapatkan hubungan yang signifikan antara ekspresi Ki-67 dengan

parameter klinis dan patologis, subtipe limfoma, usia dan jenis kelamin.13

Keterlibatan ekstranodal menunjukkan agresivitas penyakit dan PI Ki-67 yang

tinggi diatas 45% berkorelasi signifikan pada penderita dengan keterlibatan

ekstranodal (p = 0,004).19

Pada beberapa penelitian yang membandingkan ekspresi Ki-67 dengan

turunan limfoma sel B dan sel T terdapat beberapa hasil yang berbeda. Hayward

R.L, dkk. menggunakan cut off nilai 45% tidak mendapatkan hubungan yang

signifikan antar PI Ki-67dengan asal sel limfoma (P= 0,634). Sedangkan Melo

dkk. menemukan ekspresi Ki-67 lebih tinggi pada limfoma sel T (11,2%)

dibandingkan dengan sel B (2,9%), (p< 0,001) berlawanan dengan hasil yang

ditemukan oleh Tominaga dkk. yang melaporkan ekspresi Ki-67 lebih rendah

pada limfoma sel T dibandingkan limfoma sel B walaupun prognosis limfoma sel

T diketahui lebih buruk daripada limfoma sel B. 19

Page 21: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

17

17

BAB III

PENUTUP

Limfoma maligna merupakan keganasan primer pada jaringan limfoid

yang dapat menyebar secara sistemik. Limfoma maligna dicirikan oleh keganasan

hematologi dengan karakteristik yang sangat heterogen. Secara umum limfoma

maligna dibagi menjadi dua kelompok yaitu limfoma Hodgkin dan limfoma non

Hodgkin (LNH). Walaupun beberapa faktor prognostik berdasarkan karakteristik

klinis dan patologis telah dipakai secara luas untuk meramalkan prognosis

penderita LNH seperti Ann Arbor staging dan IPI, tetapi penanda survival

berdasarkan marker biologis belum dipakai secara luas. Sehingga diperlukan

biomarker yang dapat dipakai untuk meramalkan prognosis dan menyusun strategi

penanganan yang baik.

Ki-67 merupakan protein yang disintesis pada proliferasi sel kecuali pada

fase G0 dan ekspresinya dapat diidentifikasi dengan pengecatan imunohistokimia

dan dinilai dengan proliferative index (PI). Indeks Ki-67 yang tinggi secara

signifikan didapatkan pada LNH yang bersifat agresif seperti Burkitts lymphoma

(BL), diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL), lymphoblastic dan T-cell

lymphomas dibandingkan dengan limfoma yang indolen. Nilai PI Ki-67 sebesar

45% menjadi batas untuk membedakan antara limfoma indolen dengan agresif.

Nilai PI <60% berhubungan dengan buruknya survival pada DLBCL dan Ki-67

tinggi merupkan faktor prediksi yang baik pada DLBCL dengan terapi rituximab

sedangkan pada MCL Ki-67 berhubungan dengan overall survival yang buruk..

Hubungan yang signifikan juga ditemukan antara rerata indeks Ki-67 dengan

peningkatan grade tumor serta keterlibatan ekstranodal. Namun beberapa

penelitian melaporkan hasil yang tidak bersuaian antara ekspresi Ki-67dengan asal

turunan sel LNH.

Page 22: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

18

18

Daftar Pustaka

1. Bakta I M. Limfoma Non Hodgkin. Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2006. h: 202-19.

2. Payandeh M, Masoud S, Sadeghi E.The Ki-67 Index in Non-Hodgkin's

Lymphoma: Role and Prognostic Significance. American Journal of Cancer

Prevention. 2015; 3(5):100-2.

3. Inwald EC, Schalke, Hofstadter F, Zeman F, Koller M, Gerstenhauer M,

Ortmann O. Ki-67 is a Prognostic Parameter in Breast Cancer Patients: Results

of a Large Population-based Cohort of a Cancer Registry. Breast Cancer Res

Treat. 2013;139:539–52.

4. Reksodiputro AH, Irawan C. Limfoma Non Hodgkin. 2009.PAPDI; Jilid III.

Interna Publishing. h:1251-61.

5. Nogai H, Dorken B, and Lenz G. Pathogenesis of Non-Hodgkin’s Lymphoma.

Journal of Clinical Oncology. 2011; 129:1803-11.

6. Xin H, Chen Zg, Huang L H. Ki-67 is a Valuable Prognostic Predictor of

Lymphoma but its Utility Varies in Lymphoma. BMC Cancer. 2014;14:120-53.

7. Wilson LM. Gangguan Pertumbuhan, Proliferasi, dan Diferensiasi Sel. In:

Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. EGC,

2006, h: 139-11.

8. Karsono B. Aspek Selular dan Molekular Kanker. PAPDI, Jilid II, h: 1413-21.

9. Puay H T, Boon H B, Yip G, Selvajaran D, Wu J, Tan P H et al.

Immunohistochemical Detection of Ki-67 in Breast Cancer Correlates with

Transcriptional Regulation of Genes Related to Apoptosis and Cell Death.

Modern Pathology. 2005; 18: 374.

10. Kim S J, Choi C W. Ki-67 Expression is Predictive of Prognosis in Patients

with Stage I/II Extranodal NK/T-cell Lymphoma, Nasal type. Annals of

Oncology. 2017; 18: 1382–87,

Page 23: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

19

19

11. Went P. Marker Expression in Peripheral T-Cell Lymphoma: A Proposed

Clinical-Pathologic Prognostic Score. Journal Clinic Oncology. 2016; 24:2472-

79.

12. Szczuraszek K, Mazur G, Jelen M, Dziegel P. Prognostic Significance of Ki-

67Antigen Expression in Non-Hodgkin’s Lymphomas. Anticancer research.

2008; 28: 1113-18.

13. Hashmi A A, Hussain Z F, Faridi N, Khurshid A. Distribution of Ki-67

Proliferative Indices Among WHO Subtypes of Non-Hodgkin’s Lymphoma:

Association with other Clinical Parameters. Asian Pacific Journal of Cancer

Prevention. 2014; 15: 248-65.

14. Broyde A, Boycov O, Sternov Y, Eilmech O, Sphilberg O, Bairey O, et al.

Role and Prognostic Significance of the Ki-67 index in Non-Hodgkin’s

Lymphoma. American Journal of Hematology. 2009; 84:338–43.

15. Naz E, Mirza T, Aziz N, Ali A,Danish F. Correlation of Ki-67 Proliferative

Index with Clinical and Pathological Features on Tissue Sections of Non

Hodgkins Lymphoma by Immunostaining. Journal Pak Medical Association.

2011; 6(8) 124-29.

16. Gilles S, De Jong D, Wanling, Rosenwald A. The American Society of

Hematology. Prognostic Significance of Immunohistochemical Biomarkers in

Diffuse Large B-cell Lymphoma. Lunenburg Lymphoma Biomarker

Consortium. 2011;17(26): 1123-45.

17. Tae D J, Chi H S, Huh J R, Min S K. Prognostic Relevance of the Ki-67

Proliferation Index in Patients with Mantle Cell Lymphoma. Korean Society

of Hematology. 2016; 51 (2) 378-90.

18. Hoster E, Rosenwald A, Berger F, Bernd H W. Prognostic Value of Ki-67

Index, Cytology, and Growth Pattern in Mantle-Cell Lymphoma: Results

From Randomized Trials of the European Mantle Cell Lymphoma Network.

American Society of Clinical Oncology. 2016; 34:1386-94.

19. El-Esawy B H, Alghamdy A N, El Askary. Clinicopathologic Correlation of

Ki-67 Proliferative Indices Among WHO Subtypes of Non-Hodgkin’s

Lymphoma & Its Prognostic Significance. Research Journal of Medicine and

Medical Sciences. 2015; 10(1): 1-6.

Page 24: TINJAUAN KEPUSTAKAAN Ki-67 SEBAGAI PARAMETER …

20

20