bab ii tinjauan pustakalibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam...

22
5 Universitas Islam Riau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 EMULSI DALAM MINYAK MENTAH Kandungan air di dalam minyak mentah perlu diminimalisir. Air yang terdapat di dalam minyak mentah akan bersenyawa dengan minyak mentah dan membentuk emulsi. Emulsi tersebut sulit dipisahkan dan akan mengganggu proses fraksinasi. Air yang ikut terproduksi ke dalam suatu produk yang dihasilkan dari minyak mentah (BBM) dapat menurunkan nilai bakar BBM tersebut (Hayuningwang, Fadli, & Akbar, 2015). Minyak mentah umumnya bercampur dengan air selama produksi. Air menciptakan beberapa masalah dan biasanya akan meningkatkan biaya unit produksi minyak. Air yang dihasilkan harus dipisahkan dari minyak, diolah, dan dibuang dengan benar. Hal ini dilakukan karena minyak mentah yang dapat dijual harus sesuai dengan spesifikasi produk tertentu, seperti; jumlah air dan sedimen yang terkandung dalam minyak mentah (BS&W). Campuran minyak dan air selama aktivitas produksi dikenal dengan istilah emulsi. Emulsi sebenarnya didefinisikan sebagai suspensi tetesan berdiameter lebih dari 0,1 mikron, yang terdiri dari dua cairan yang tidak saling bercampur. Emulsi air dalam minyak distabilkan oleh berbagai bahan yang terdapat secara alami dalam minyak berat, seperti aspal, surfaktan alami dan lempung (Oriji & Appah, 2012). Emulsi makro adalah dispersi liquid-in-liquid, dengan ukuran tetesan berkisar antara 1 sampai 100 μm (dalam kasus tertentu dapat mencapai 0,5 μm atau sampai 500 μm). Dalam rentang ini, tetesan pada umumnya memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk menetap di bagian bawah akibat pengaruh gravitasi. Mekanisme kinetik yang terlibat dalam pemecahan emulsi bisa sangat lambat sehingga emulsi dianggap stabil (Henríquez, 2009). Wylde et al. (2008) menyatakan bahwa emulsi minyak mentah adalah dispersi air dalam minyak dan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori: 1. Emulsi air dalam minyak 2. Emulsi minyak dalam air

Upload: others

Post on 29-Mar-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

5 Universitas Islam Riau

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EMULSI DALAM MINYAK MENTAH

Kandungan air di dalam minyak mentah perlu diminimalisir. Air yang

terdapat di dalam minyak mentah akan bersenyawa dengan minyak mentah dan

membentuk emulsi. Emulsi tersebut sulit dipisahkan dan akan mengganggu proses

fraksinasi. Air yang ikut terproduksi ke dalam suatu produk yang dihasilkan dari

minyak mentah (BBM) dapat menurunkan nilai bakar BBM tersebut

(Hayuningwang, Fadli, & Akbar, 2015).

Minyak mentah umumnya bercampur dengan air selama produksi. Air

menciptakan beberapa masalah dan biasanya akan meningkatkan biaya unit

produksi minyak. Air yang dihasilkan harus dipisahkan dari minyak, diolah, dan

dibuang dengan benar. Hal ini dilakukan karena minyak mentah yang dapat dijual

harus sesuai dengan spesifikasi produk tertentu, seperti; jumlah air dan sedimen

yang terkandung dalam minyak mentah (BS&W). Campuran minyak dan air

selama aktivitas produksi dikenal dengan istilah emulsi. Emulsi sebenarnya

didefinisikan sebagai suspensi tetesan berdiameter lebih dari 0,1 mikron, yang

terdiri dari dua cairan yang tidak saling bercampur. Emulsi air dalam minyak

distabilkan oleh berbagai bahan yang terdapat secara alami dalam minyak berat,

seperti aspal, surfaktan alami dan lempung (Oriji & Appah, 2012).

Emulsi makro adalah dispersi liquid-in-liquid, dengan ukuran tetesan

berkisar antara 1 sampai 100 μm (dalam kasus tertentu dapat mencapai 0,5 μm

atau sampai 500 μm). Dalam rentang ini, tetesan pada umumnya memiliki

kemungkinan yang cukup besar untuk menetap di bagian bawah akibat pengaruh

gravitasi. Mekanisme kinetik yang terlibat dalam pemecahan emulsi bisa sangat

lambat sehingga emulsi dianggap stabil (Henríquez, 2009).

Wylde et al. (2008) menyatakan bahwa emulsi minyak mentah adalah

dispersi air dalam minyak dan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori:

1. Emulsi air dalam minyak

2. Emulsi minyak dalam air

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

6

Universitas Islam Riau

3. Emulsi multipel atau kompleks

Henríquez (2009) menyatakan bahwa terdapat beberapa jenis emulsi yang

diklasifikasikan berdasarkan bagaimana fase minyak dan air berada pada sistem

dispersi. Istilah minyak dan air digunakan dalam arti, lebih polar dari dua fasa

yang tidak saling bercampur. Gambar 1 menunjukkan berbagai jenis emulsi

seperti; emulsi air dalam minyak (W/O) menunjukkan tetesan air yang terdispersi

dalam fasa minyak (Gambar 1b), atau minyak dalam emulsi air (O/W) jika yang

terjadi adalah tetesan minyak yang terdispersi dalam fasa air (Gambar 1a),

sementara dua atau beberapa emulsi dilambangkan dengan W1/O/W2 (Gambar

1c) atau O1/W/O2 (Gambar 1d). Di sini, W1 (masing-masing O1) dan W2

(masing-masing O2) menunjukkan fasa paling eksternal dan yang paling internal.

Biemulsi adalah emulsi yang mengandung dua droplet fasa internal yang berbeda,

dengan perbedaan ukurannya atau sifatnya (Gambar 1e).

Gambar 2.1 Tipe-Tipe Emulsi

(a) O/W, (b) W/O, (c) W1/O/W2, (d) O1/W/O2, (e) Biemulsi O1+O2/W

(Henríquez, 2009, p.12)

Fingas (seperti yang dikutip pada Nofrizal & Prashetya, n.d.) berpendapat

bahwa air dalam emulsi minyak (W/O emulsion), dimana minyak mentah sebagai

fase kontinu dan air (yang mengandung berbagai garam terlarut) sebagai fase

terdispersi.

Karakterisasi emulsi meliputi analisis sedimen dan air (BS&W), SARA

(jenuh, aromatik, resin, dan aspal), efek demulsifier dan aditif, suhu, shear,

watercut, pencampuran minyak mentah yang berbeda, dan padatan yang

berpengaruh terhadap stabilitas emulsi (Kokal & Al-Juraid, 1999).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

7

Universitas Islam Riau

2.2 STABILITAS EMULSI

Emulsi distabilkan oleh zat-zat kimia alami yang terkandung dalam minyak

mentah itu sendiri, seperti: asphaltene, resin, dan wax yang dikenal sebagai

interfacial active components atau surfaktan alami. Adanya surfaktan alami dapat

menyebabkan emulsi minyak menjadi stabil, di mana akan menimbulkan berbagai

masalah perubahan yang signifikan terhadap karakteristik dan sifat fisik minyak.

Ketika terjadi emulsi densitas minyak dapat meningkat dari 800 kg/m3 menjadi

1030 kg/m3. Perubahan paling signifikan diamati pada viskositas, yang biasanya

beberapa Mpa.s atau kurang menjadi sekitar 1000 Mpa.s (Nofrizal & Prashetya,

n.d.).

Wylde et al. (2008) menyatakan bahwa surfaktan atau yang disebut

pengemulsi, memusatkan diri pada antarmuka air-minyak dan membentuk film

antarmuka yang dapat mengurangi tegangan antarmuka serta meningkatkan

emulsifikasi juga penyebaran tetesan. Banyak pengemulsi alami terkandung di

dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua

pengemulsi ini cenderung terkonsentrasi pada fraksi titik didih yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, cenderung memiliki konsentrasi yang lebih tinggi untuk jenis

minyak berat. Bahan kimia produksi lainnya juga dapat bertindak sebagai

pengemulsi (seperti corrosion inhibitor, scale inhibitor, drilling fluid, dll.)

Padatan halus dapat bertindak sebagai penstabil mekanis, dengan syarat bahwa

partikel padat ini harus jauh lebih kecil daripada tetesan emulsi dan berkonsentrasi

terhadap antarmuka air-minyak yang dibasahi oleh minyak dan air. Efikasi

padatan dalam menstabilkan emulsi bergantung pada ukuran partikel, interaksi

dan wettability relatif pada partikel. Beberapa penelitian telah mengemukakan

bahwa padatan dapat dikatakan sebagai salah satu parameter yang paling

berpengaruh terhadap stabilitas emulsi. Padatan yang dimaksud bisa meliputi

pasir, aspal, lilin, clays, lumpur, corrosion product, mineral scale, lumpur

pengeboran dll. Zanten, Miller, & Baker (2012) menyatakan bahwa stabilitas

emulsi ditentukan oleh interaksi antarmolekul dan kekuatan permukaan. Agar

emulsi terbentuk, sejumlah besar energi harus dimasukkan ke dalam sistem yang

dipengaruhi oleh shear. Energi ini diperlukan karena adanya peningkatan entropi

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

8

Universitas Islam Riau

dan luas permukaan. Yang dapat dijelaskan dengan menggunakan kerangka

termodinamika. Perubahan energi bebas dari sebuah sistem diwakili oleh:

∆𝐺 = ∆𝐻 − 𝑇∆𝑆 ......................................................................................... (1)

atau

∆𝐺 = ∆𝐴 . 𝛾𝑜𝑤 − 𝑇∆𝑆 ................................................................................. (2)

Dimana:

G = Energi bebas Gibbs,

T = Suhu,

S = Entropi,

A = Daerah antarmuka,

γ = Tegangan antarmuka pada antarmuka air-minyak.

Saat emulsi terbentuk, entropi akan meningkat dengan terbentuknya

beberapa tetesan kecil. Namun, pembentukan tetesan ini juga menyebabkan area

antarmuka minyak/air bertambah besar. Penambahan surfaktan dapat menurunkan

tegangan antarmuka, sehingga mengurangi jumlah energi yang dibutuhkan untuk

membentuk sebuah interface.

Kegagalan emulsifikasi dapat terjadi apabila, coalescence terjadi ketika dua

tetesan yang terdispersi saling bersentuhan dan digabungkan sehingga membentuk

tetesan yang lebih besar. Hal ini akan menyebabkan tetesan menjadi lebih besar

seiring berjalannya waktu, yang akhirnya menyebabkan pemisahan menjadi dua

fase. Hal ini bisa dijelaskan dengan Istilah tekanan Laplace:

𝑃 =2 .𝛾𝑜𝑤

𝑟 ..................................................................................................... (3)

Dimana:

P = Tekanan di dalam droplet

r = Jari-jari tetesan.

Dengan demikian tetesan yang lebih kecil (yaitu, istilah r yang lebih kecil)

memiliki tekanan internal yang lebih tinggi yang dapat menyebabkan

kemungkinan terbentuknya tetesan yang lebih besar. Kedua proses tersebut pada

akhirnya menghasilkan pemisahan fasa.

Stabilitas emulsi dapat meningkat apabila terdapat:

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

9

Universitas Islam Riau

1. Penambahan surfaktan/pengemulsi yang dapat menurunkan tegangan

permukaan dan membuat tetesan lebih stabil. Surfaktan bisa dapat dijadikan

sebagai pembentuk steric atau elektrostatik untuk memperlambat

koalesensi.

2. Interaksi hidrodinamika antar tetesan dan partikel tetesan dapat

menyebabkan cairan menjadi lebih kental, yang akan memperlambat

kinetika koalesensi. Viskositas dapat ditentukan berdasarkan persamaan:

𝜂 = 𝜂𝑠𝑜𝑙𝑣𝑒𝑛𝑡 (1 +5

2𝜙) ........................................................................... (4)

Dimana:

η = Viskositas,

ηsolvent = Viskositas fasa kontinu,

φ = Fraksi volume fase terdispersi

Dengan demikian, semakin tinggi fraksi volume fasa internal, emulsi

akan semakin kental dengan syarat dispersi terjadi dengan baik. Interaksi ini

juga dapat diamati dengan menggunakan berbagai campuran surfaktan yang

dapat mengubah tegangan permukaan serta sudut kontak dari tetesan dan

partikel. Interaksi inilah yang dapat meningkatkan hasil dan kekuatan dari

cairan.

3. Padatan juga dapat bertindak sebagai pengemulsi sekunder yang terdapat

pada antarmuka air-minyak untuk menstabilkan emulsi. Energi yang

dibutuhkan untuk mengganti partikel padat yang terdapat di antarmuka kira-

kira 10-100 kali yang akan digantikan dengan surfaktan/pengemulsi pada

interface yang sama. Dengan demikian, terjadi peningkatan stabilitas pada

surfaktan/padatan.

Hajivand & Vaziri (2015) dalam papernya menyatakan bahwa emulsi

merupakan sistem bisa saja menjadi tidak stabil akibat dipengaruhi oleh

termodinamika. Sehingga, sistem cairan dapat digunakan untuk memisahkan dan

mengurangi area antarmuka dan energi. Banyak emulsi yang dapat stabil dalam

jangka waktu yang lama karena mereka memiliki stabilitas kinetik. Hal ini

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

10

Universitas Islam Riau

menyebabkan emulsi diklasifikasikan berdasarkan pada stabilitas dari emulsi

tersebut:

1. Emulsi longgar : terpisah dalam beberapa menit

2. Emulsi sedang : terpisah dalam 10 menit atau lebih

3. Emulsi ketat : bisa stabil berjam-jam atau berhari-hari dan dalam

beberapa kasus mungkin tidak akan pernah bisa teratasi.

Banyak faktor yang memengaruhi stabilitas emulsi :

1. Suhu

Suhu memengaruhi sifat air yang dihasilkan, film antarmuka, dan kelarutan

pengemulsi dalam minyak mentah maupun air. Ada juga beberapa

komponen yang memengaruhi sifat fisik minyak mentah, yaitu viskositas.

Viskositas emulsi menurun seiring dengan meningkatnya suhu karena

kenaikan suhu dapat menurunkan viskositas minyak mentah. Hal ini

terutama dapat terjadi bila minyak mentah mengandung komponen parafin

dan penerapan panas dapat menghilangkan masalah emulsi dengan

melarutkan parafin ke dalam minyak mentah. Suhu juga berfungsi untuk

meningkatkan energi fluida. Sehingga, dapat meningkatkan jumlah

tumbukan tetesan dan koagulasi. Lagerlef (2000) menyatakan bahwa

ketegangan emulsi akan meningkat seriringnya dengan terjadinya penurunan

suhu. Oleh karena itu, masalah emulsi dan konsumsi demulsifier akan

meningkat selama musim dingin.

2. pH

Banyak zat pengemulsi yang dipengaruhi oleh asam dan basa pH-organik,

asphaltenes dan padatan. Sehingga mengubah pH dapat memengaruhi

ionisasi dari komponen ini film antarmuka yang menyebabkan sifatnya akan

berubah. pH juga memengaruhi jenis emulsi, misalnya pH rendah umumnya

menghasilkan emulsi air dalam minyak (W/O), sedangkan pH tinggi

menghasilkan emulsi minyak dalam air (O/W).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

11

Universitas Islam Riau

3. Minyak mentah yang memiliki fraksi berat

Zat pengemulsi alami memiliki titik didih yang lebih tinggi. Komponen ini

meliputi resin, asphaltenes, naphthenic dan carboxylic acids and bases.

Semakin berat minyak mentah atau semakin tinggi titik didih, emulsi yang

terbentuk semakin stabil karena senyawa tersebut merupakan unsur utama

dari film antarmuka atau yang memengaruhinya.

4. Padatan

Partikel padat yang halus dapat menstabilkan emulsi minyak mentah.

Namun mekanismenya bergantung pada beberapa faktor seperti ukuran

partikel, material dan ketahanan. Partikel padat ini berdifusi ke antarmuka

air-minyak dimana mereka akan membentuk film dan menghambat

koalesensi pada tetesan. Stabilisasi emulsi kritikal merupakan sifat muatan

pada partikel dan ukurannya harus jauh lebih kecil daripada tetesan emulsi

yang mereka stabilkan.

5. Ukuran tetesan

Umumnya emulsi yang memiliki ukuran tetesan yang rata-rata lebih kecil

atau lebih stabil ini sebagian dijelaskan oleh Hukum Stoke yang

menggambarkan penyelesaian partikel dalam situasi ideal. Menurut Hukum

Stoke, tingkat pengendapan tetesan sebanding dengan perbedaan densitas

antara fasa dan kebalikan dari viskositas.

Stabilitas emulsi W/O dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk sifat kimia

minyak, sifat kimia air garam, dan suhu. Formasi emulsi W/O dapat berkorelasi

erat dengan jumlah asam total rendah (TAN). Pada proses waterflooding,

demulsifier dapat terdispersi dalam air garam atau air, dan dapat dibawa bersama

cairan injeksi sebagai tambahan untuk proses pemisahan minyak yang lebih baik.

Kedua pengamatan mikromodel dan hasil pengikatan inti menunjukkan bahwa

formasi W/O-emulsi dapat dihindari saat demulsifier 100ppm disuntikkan ke

dalam air garam. Hasil juga menunjukkan bahwa ada peningkatan recovery

minyak. Penambahan demulsifier juga meningkatkan perolehan minyak dengan

mengurangi sisa minyak. Recovery minyak dapat ditingkatkan dalam tes

waterflooding, yang mana di inti minyak jenuh dan juga pada inti semen yang

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

12

Universitas Islam Riau

awalnya dijenuhi di ruangan dengan suhu reservoir (Sun, Mogensen, Bennetzen,

& Firoozabadi, 2016).

Asphaltenes diyakini berada di dalam minyak sebagai suspensi koloid dan

distabilisasi oleh resin yang menempel di permukaannya. Dalam hal ini, resin

bertindak sebagai agen peptisasi untuk aspal dan bersama-sama membentuk gugus

yang disebut micelles. Serat atau koloid ini mengandung sebagian besar bahan

polar yang ditemukan di minyak mentah dan memiliki sifat aktif permukaan

(interfacial active material). Mereka dihasilkan dari Belerang, Nitrogen, Oksigen,

dan entitas yang mengandung logam dalam molekul aspalena yang membentuk

gugus polar, seperti; Aldehid, Karbonil, Asam Karbosilat, Amina, dan Amida,

yang berperan penting dalam menstabilkan emulsi. Resin adalah senyawa

kompleks dengan berat molekul tinggi yang tidak larut dalam etilasetat, tetapi

dapat larut dalam n-heptana. Tampaknya rasio aspal-resin dalam minyak mentah

bertanggung jawab atas jenis film yang terbentuk (padat atau bergerak) dan oleh

karena itu, berhubungan langsung dengan stabilitas emulsi (Hajivand & Vaziri,

2015). Pengamatan skala anorganik (kalsium karbonat) pada emulsi, dapat

digunakan sebagai salah satu kunci dalam stabilisasi emulsi (Lagerlef, 2000).

Sifat-sifat emulsifikasi dapat meningkat jika penambahan fosfolipida dalam

konsentrasi meningkat (Estiasih & Ahmadi, n.d.).

2.3 DEMULSIFIKASI

Kerusakan formasi yang disebabkan oleh air di dalam emulsi minyak

memberikan dampak besar pada produksi minyak. Penambahan bahan kimia

sering diterapkan dengan menginjeksikan surfaktan yang dikenal sebagai

demulsifier untuk memecahkan air pada emulsi minyak (Zhou et al., 2012).

Kerusakan formasi yang disebabkan oleh emulsi pada batu pasir singkapan rendah

hingga medium dapat diimbangi dengan permeabilitas (100-300 md). Kerusakan

formasi akibat emulsi bisa bersifat non-permanen karena termodinamika tidak

stabil. Potensi kerusakan permanen yang disebabkan oleh emulsi. Oleh karena itu,

potensi kerusakan permanen lebih rendah pada kondisi suhu yang lebih tinggi.

Sehingga semakin rendah suhu, tingkat kerusakan formasi yang terjadi semakin

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

13

Universitas Islam Riau

tinggi (Fjelde, 2009). Dari hal tersebut maka diperlukannya demulsifikasi untuk

mengurangi efek dari emulsi yang terdispersi dengan baik (stabil), demulsifikasi

dapat dilakukan berdasarkan mekanisme serta dengan berbagai metode, sebagai

berikut;

2.3.1 Mekanisme Demulsifikasi

Mekanisme demulsifikasi dianggap sebagai konkurensi antar muka, di

mana molekul demulsifier bermigrasi ke antar muka minyak-air dengan

menggantikan surfaktan alami (aspal dan resin). Film baru yang terbentuk oleh

demulsifier menggantikan jauh lebih tidak rigrid (kaku) dan tidak stabil, sehingga

meningkatkan koalesensi pada tetesan air (Zhou et al., 2012).

D. Nguyen, Sadeghi, & Company (2012) menyatakan mekanisme

demulsifikasi diusulkan agar pengemulsi mengganti sebagian surfaktan yang

teradsorbsi pada antarmuka air-minyak, sehingga menyebabkan penurunan

modulus elastis dan tegangan antarmuka. Modulus elastis, E, didefinisikan

sebagai rasio tegangan permukaan terhadap regangan per satuan luas (dyne/cm),

Modulus elastis mengukur ketahanan film terhadap deformasi atau koalesensi.

Semakin kecil nilai E, emulsi menjadi kurang stabil.,

𝐸 =𝑑𝛾

𝑑𝐴

𝐴=

𝑑𝛾

𝑑𝑙𝑛𝐴 (𝑑𝑦𝑛𝑒/𝑐𝑚) .............................................................. (5)

Thomas, S., (seperti yang dikutip pada D. T. Nguyen, Sadeghi, &

Company, 2011).

Wylde et al. (2008) menyatakan bahwa destabilisasi (demulsifikasi) air

dalam emulsi minyak terjadi secara bertahap dan terjadi melalui:

a) Flokulasi/Agregasi: tetesan rumpun air bersama membentuk agregat.

Tetesan mungkin menyentuh tapi tidak benar-benar menyatu karena

adanya film antarmuka yang mengelilingi tetesan air. Hal ini sangat

dipengaruhi oleh penurunan air, suhu, viskositas dan kontras kepadatan

minyak-air.

b) Creaming/water drop, perbedaan densitas menyebabkan terbentuknya

creaming dan hasil dari proses ini adalah konsentrasi tetesan yang

terdispersi yang akan turun ke bagian dasar.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

14

Universitas Islam Riau

c) Coalescence/free water breaking, inilah titik tetesan air untuk

membentuk tetesan yang lebih besar dalam proses irreversibel.

Coalescence cepat terjadi jika ada ketegangan antar muka yang tinggi,

viskositas rendah, watercut tinggi dan suhu yang tinggi.

Gambar 2.2 Skema Destablisasi Pada Emulsi

(Barkat Ali Khan et al., 2011, p.2719)

Evaluasi kuantitatif stabilitas emulsi dengan teknik medan listrik kritis (CEF)

dikembangkan untuk memainkan peran penting dalam riset demulsifier kimia.

Ditemukan bahwa teknik CEF berguna tidak hanya dalam evaluasi stabilitas

emulsi air dalam minyak, tetapi juga dalam mempelajari mekanisme stabilisasi

dan demulsifikasi. Dalam teknik CEF, sampel emulsi air dalam minyak dilakukan

di antara dua pelat elektroda paralel. Tegangan arus searah diterapkan antara dua

elektroda dan ditingkatkan dalam tahap inkremental, dengan pemantauan terus

menerus terhadap konduktivitas atau jumlah arus listrik melalui sampel minyak.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

15

Universitas Islam Riau

Gambar 2.3 Mekanisme Proses Demulsifikasi pada Metode CEF

(Beetge, Horne, & Technologies, 2008, p.347)

2.3.2 Metode Demulsifikasi

Metode demulsifikasi bisa diklasifikasikan secara luas sebagai kimiawi,

elektrik, dan mekanik. Demulsifikasi menggunakan bahan kimia merupakan

metode yang paling sering diaplikasikan dalam memisahkan air dari emulsi

minyak dan minyak dari emulsi air, dengan melibatkan penggunaan aditif kimia

untuk mempercepat proses pemecahan emulsi. Memahami dan mengendalikan

demulsifikasi sangat penting untuk menghancurkan emulsi limbah dan untuk

menggunakan emulsi dalam proses industri memerlukan destabilisasi emulsi

sebagai langkah utama. Di industri minyak, air akan bersentuhan dengan minyak

dibanyak kesempatan, menciptakan emulsi yang distabilkan oleh berbagai

komponen dalam minyak, termasuk aspal dan resin. Di tempat pengeboran,

minyak yang diperoleh akan mengandung beberapa air yang mengandung zat

pengotor dan hidrofilik yang perlu dihilangkan sebelum proses pengiriman dan

pengolahan. Konsentrasi air dapat bervariasi, spesifikasi target untuk pembuangan

air dan kandungan sedimen mungkin sebesar ± 1% (Nour, Abu Hassan, & Yunus,

2007).

Selain itu, demulsifikasi air dalam emulsi minyak melibatkan penerapan

proses kimia, termal, listrik, kimia dan kombinasi mereka.

a. Proses listrik, dilakukan dengan mengganggu ketegangan permukaan

setiap tetesan, kemungkinan dengan menyebabkan molekul polar

merobek diri mereka sendiri. Reorientasi ini melemahkan film di sekitar

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

16

Universitas Islam Riau

tetesan karena molekul polar tidak lagi kuat pada permukaan tetesan.

Proses ini biasanya tidak mengatasi emulsi sepenuhnya dengan

sendirinya, meskipun ini adalah penambahan bahan kimia atau panas

yang efisien dan sering dibutuhkan.

b. Thermal treatment biasanya digunakan sebagai salah satu metode

demulsifikasi. Metode ini dilakukan dengan memanaskan emulsi

minyak, yang mana memiliki beberapa manfaat seperti; meningkatkan

laju dari flokulasi pada droplet air, meningkatkan solubilitas dari emulsi

kemudian mendestabilitasikan emulsi, menurunkan viskositas dari

emulsi yang mana dapat meningkatkan kemungkinan koalesensi

(Hamadi & Mahmood, 2009). Proses termal dalam memecahkan emulsi

biasanya didasarkan pada keseluruhan aspek gambaran ekonomi dari

fasilitas pengolahan. Kelebihan panas tidak dapat menjadi pelengkap

bila lebih komersial jika dengan menambahkan bahan kimia atau

mengatur panas elektrostatik. Suhu tidak cukup tinggi untuk secara

signifikan meningkatkan kelarutan air dalam minyak mentah tertentu,

dan suhu tinggi tidak menyebabkan sejumlah besar aspal menjadi tidak

larut dalam minyak mentah dan membentuk pad antarmuka (Sulaiman

et al., 2015).

c. Proses kimia adalah metode resolusi emulsi yang paling umum di

ladang minyak dan kilang. Kombinasi panas dan penerapan bahan

kimia yang dirancang untuk menetralkan efek agen pengemulsi

memiliki keuntungan besar karena dapat memutus film antarmuka

secara efektif tanpa penambahan peralatan baru atau modifikasi

peralatan yang ada (Sulaiman et al., 2015).

Kinetika proses demulsifikasi kimia disebabkan oleh tiga efek utama,

yaitu; perpindahan film pada aspal dari permukaaan (air dalam minyak) oleh

demulsifier, flokulasi, dan koalesensi pada droplet air (Hamadi & Mahmood,

2009).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

17

Universitas Islam Riau

Ada banyak prosedur untuk netralisasi dan pengurangan zat pengemulsi

yang telah digunakan, misalnya pada paper yang dituliskan oleh Bailes et al. pada

1997, Hennessey et al. pada tahun 1995, Lissant pada tahun 1983 (seperti yang

dikutip pada Nour et al., 2007) mereka melakukan percobaan menggunakan

metode pemisahan berdasarkan pengaruh gaya gravitasi dan pengaruh sementara

terhadap koherensi elektrostatik. Dan juga metode sentrifugal serta filtrasi, teknik

yang digunakan untuk memecahkan emulsi.

Metode demulsifikasi dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa aspek

yang berbeda satu sama lainnya, yang mana dibagi menjadi beberapa metode,

yaitu;

Metode Bottle Test 2.3.2.1

Metode bottle test merupakan salah satu metode yang paling sering

digunakan dalam uji demulsifikasi. Pemilihan metode ini dilakukan berdasarkan

beberapa variabel di lapangan meliputi pengaruh sifat kimia dari demulsifier,

dosis demulsifier, lama waktu pegujian, suhu, dan tingkat agitasi. Metode bottle

test ini digunakan untuk mengetahui tingkat permukaan minyak/air secara teoritis

(biasa disebut grindout), penurunan air, oil dryness, dan kualitas antarmuka. Data

bottle test dapat dihubungkan dengan sifat minyak mentah, yang dilakukan

berdasarkan analisis laboratorium untuk menguji kekuatan emulsi. Jumlah air

yang tersisa dalam minyak menggambarkan aspek stabilitas emulsi secara lebih

lanjut, air sisa ini dapat dihitung dengan menggunakan beberapa parameter yang

berbeda. Beberapa sisa-sisa air di dalam fasa minyak tetap dalam kondisi emulsi.

Jenis air ini dapat memberikan deskripsi stabilitas emulsi yang lebih lengkap dan

membantu menggambarkan perbedaan yang diamati di antara emulsi yang

terdapat pada lapangan minyak yang berbeda (Poindexter, Chuai, Marble, &

Marsh, 2006). Bottle test merupakan tes empiris di mana sejumlah demulsifier

potensial yang bervariasi ditambahkan ke dalam serangkaian tabung atau botol

yang mengandung substitusi emulsi yang akan dipecah. Setelah beberapa waktu

tertentu, tingkat pemisahan fasa dan tampilan antarmuka yang memisahkan fase

dicatat. Selain demulsifier, pelarut dapat ditambahkan untuk mengurangi

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

18

Universitas Islam Riau

viskositas. Secara umum, melibatkan proses agitasi untuk membuat emulsi

homogen, waktu periode menunggu dan pengamatan selama fase pemisahan dapat

dipantau bersamaan dengan melihat antarmuka dan kekeruhan fasa air (Mat & Al.,

2006).

Metode Microwave Separation 2.3.2.2

Metode microwave separation juga dapat dalam diterapkan dalam proses

demulsifikasi. Efek pemanasan secara volumetrik pada metode microwave

separation, menawarkan tingkat pemrosesan lebih cepat daripada metode

pemanasan tradisional. Pemisahan air dari emulsi minyak mentah terjadi dalam

beberapa tahap; yaitu; pengendapan gravitasi, tetesan air/flokulasi tetesan terjadi

saat tetesan air saling mendekati. Tujuan pemanasan emulsi air dalam minyak

dengan radiasi gelombang mikro adalah memisahkan air dan minyak. Ketika

emulsi air dalam minyak dipanaskan dengan radiasi gelombang mikro, dua

fenomena akan terjadi. Yang pertama adalah kenaikan suhu, yang menyebabkan

reduksi viskositas dan koalesensi. Hasilnya adalah pemisahan air tanpa

penambahan bahan kimia. Menurut hukum Stoke, jika minyak adalah fase

kontinu, kecepatan tetesan tetesan air diberikan oleh:

𝑉𝑤 =(𝜌𝑤−𝜌0) 𝑔 𝐷2

18𝜇𝑜 ............................................................................... (6)

Dimana:

D = Diameter tetesan.

μ = Viskositas minyak sangat sensitif terhadap suhu;

Saat suhu meningkat, viskositas minyak menurun jauh lebih cepat

daripada di antara air dan minyak. Hasilnya, bila viskositas menurun, ukuran

tetesan air meningkat. Oleh karena itu, pemanasan gelombang mikro

meningkatkan dan mempercepat kecepatan pengendapan air (νw) dan pemisahan

emulsi. Fenomena kedua adalah koagulasi. Suhu yang lebih tinggi dan viskositas

yang lebih rendah memudahkan proses koagulasi, menghasilkan diameter tetesan

yang lebih besar (D) dan pemisahan yang lebih cepat. Tingkat demulsifikasi

secara signifikan dipercepat oleh radiasi gelombang mikro (Abdulbari,

Abdurahman, Rosli, & Mahmood, 2011).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

19

Universitas Islam Riau

Metode Blending with Diluent 2.3.2.3

Proses demulsifikasi dapat dilakukan dengan mencampurkan pengencer

(Diluent) berupa gasoline kedalam emulsi minyak berat. Pengencer (Diluent)

berasal dari hidrokarbon ringan ditambahkan dalam proporsi yang bervariasi ke

beberapa sampel emulsi yang dikumpulkan dari lapangan minyak yang berbeda.

Dari metode ini didapatkan nilai viskositas minyak mentah yang ditaksir

berbanding terbalik dengan peningkatan volume pengencer (gasoline) yang

dicampur dengan emulsi. Pengaruh gasoline terhadap reduksi viskositas diamati

sebagai fungsi dari berat emulsi minyak mentah, karena semakin tinggi viskositas

emulsi, maka semakin rendah persentase reduksi pada nilai viskositas. (BS&W)

berkurang karena volume pengencer yang dicampur dengan emulsi meningkat.

Hal ini juga merupakan fungsi viskositas emulsi sebelum dicampur karena BS&W

menurun seiring dengan penurunan nilai viskositas. Dan juga total hidrokarbon

dari minyak bumi (TPH) menurun dengan meningkatnya volume pengencer

sampai konsentrasi pengencer optimum tercapai dan TPH meningkat seiring

dengan peningkatan volume pengencer. Namun, di atas volume optimum

pengencer pada TPH dapat menimbulkan masalah lain menyangkut dengan

pembuangan air (Salam, Alade, Arinkoola, & Opawale, 2013).

Metode Oliensis Spot Test dan Asphaltene Dispersant Test (ADT) 2.3.2.4

Wiggett, Hughes, Ricza, & Plc (2013) menggunakan dua metode

pengujian dari proses demulsifikasi yaitu, Oliensis Spot Test dan Asphaltene

Dispersant Test (ADT). Oliensis Spot Test adalah metode cepat untuk

menentukan titik ketidakstabilan aspal dan flokulasi dengan memberi titrasi

larutan minyak mentah dengan heptana dan merekam hasil visual pada kertas

saring gridded. Minyak yang tidak stabil akan memiliki titik uji di bawah 3.

Minyak yang stabil biasanya memiliki titik uji yang lebih tinggi. Selain itu juga

terdapat metode Asphaltene Dispersant Test (ADT), yang mana n-heptana dipilih

sebagai zat pengendapan untuk aspal. Agen n-heptana adalah pelarut non-polar,

dan menghasilkan aglomerasi dan presipitasi aspal polar. Ketika dispersan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

20

Universitas Islam Riau

semakin baik, maka semakin banyak asphaltenes yang akan dilarutkan atau

tersuspensi dalam n-heptana.

Metode Elektrostatik 2.3.2.5

Noïk, Chen, & Dalmazzone (2006) dalam penelitiannya mengatakan

bahwa koalesensi elektrostatik adalah teknologi demulsifikasi air dalam minyak

mentah yang paling efisien yang telah digunakan dalam operasi desalting hulu dan

hilir. Saat ini, kemungkinan metode pemisahan emulsi air dalam minyak (W/O)

meliputi gaya berat atau settling sentrifugal, perlakuan termal, demulsifikasi

kimia, penyesuaian pH, demulsifikasi elektrostatis, metode pembekuan/pencairan,

penyaringan, pemisahan membran, radiasi gelombang mikro dan energi

ultrasonik, dll. Sistematis dari proses demulsifikasi elektrostatik, untuk dehidrator

elektrostatik/desalter lebih memperhatikan kepada elektroda pelat komposit, (PC-

LRC) berbasis Load Responsive Controller, meningkatkan distribusi feed stream

dan variabel tegangan/frekuensi pada medan listrik. Variabel teknologi

tegangan/frekuensi adalah kecenderungan yang memungkinkan pelanggan

menyesuaikan voltase dan frekuensi secara simultan sesuai dengan sifat fisik dan

arus minyak mentah yang masuk, sehingga efisiensi dehidrasi pasti akan

meningkat. Beberapa kecenderungan teknologi yang terkait dengan koalesensi

elektrostatik emulsi air dalam minyak telah disajikan, seperti integrasi dengan

sentrifugal, kombinasi dengan flotasi, dll. Sehingga, meningkatnya tantangan dan

juga terdapat beberapa percobaan yang berhasil untuk kasus dehidrasi

elektrostatik minyak berat. Mengingat bahwa minyak berat menjadi semakin

menarik dari sudut pandang cadangan dan status ekonomi.

2.4 DEMULSIFIER

Demulsifier adalah senyawa kimia yang bisa digunakan untuk memecah

emulsi. Dengan fungsinya tersebut diharapkan emulsion blocking dapat

dipecahkan dan tidak lagi menghambat aliran dari formasi ke lubang sumur.

Demulsifier ini bisa terlarut dalam air ataupun minyak (Rusin, 2012). Demulsifier

merupakan senyawa aktif permukaan yang bermigrasi ke antarmuka air-minyak

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

21

Universitas Islam Riau

dan pecah atau melemahkan film yang kaku sehingga meningkatkan koalesensi

pada tetesan air. Demulsifier dapat mengubah wettability zat padat untuk

meningkatkan koalesensi. Bahan kimia demulsifier khas meliputi rantai polimer

dari etilena oksida dan propilena oksida alkohol, alkohol teretoksilasi, fenol

teretoksilasi, amina teretoksilasi, resin asam teretoksilasi, garam asam sulfonat,

diepoksida, nonylfenol teretoksilasi, alkohol polihidrat dan kemudian sejumlah

besar kimia surfaktan (Wylde et al., 2008).

Demulsifier merupakan surfaktan, sangat penting memahami peran

demulsifier sebagai zat aktif di permukaan. Pada dasarnya, ada dua kelompok

dalam molekul demulsifier; kelompok hidrofobik (tidak mudah larut dengan air)

dan kelompok hidrofilik (kelompok yang mudah larut dengan air). Molekul

demulsifier dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4 Struktur Dasar pada Demulsifier ((Porter,1994) dalam

(Mat & Al., 2006, p.35))

Radhakrisnan Selvarajan et al. (2001) berpendapat bahwa terdapat

pembuatan serta evolusi dari penggunaan bahan kimia terhadap pembuatan

demulsifier dari tahun 1920-1990, yang sebagaimana tertera pada tabel 2.1

berikut.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

22

Universitas Islam Riau

Tabel 2.1 Pembuatan Serta Evolusi dari Penggunaan Bahan Kimia pada

Demulsifier

Tahun Demulsifier

1920-1930 Sabun, garam asam naftenat dan alkil aril sulfonat, minyak

jarak silang

1930-1940 Minyak sulphonate, turunan dari minyak jarak yang

teroksidasi asam sulfo dan ester asam sulfosuksinat

1940-1950 Asam lemak, alkohol berlemak, alkilfenol

1950-1960 Kopolimer etilena oksida/propilena oksida, resin

formaldehid sikloksiklik siklikat alkoksilat

1960-1970 Amine alkoksilat

1970-1980 Resin formaldehida sikloksiklik siklikat alkoksilat

1980-1990 Poliesteramin dan campuran

Sumber: (Mat & Al., 2006)

Saat ini, mekanisme untuk destabilisasi belum sepenuhnya dipahami dan

pilihan demulsifier yang paling efisien merupakan tugas yang panjang dan sulit.

Selain itu, seumur hidup kondisi produksi (suhu, salinitas, pH, zat aktif

permukaan, tekanan sumur bor, dll) dapat berubah-ubah dan sering diperlukan

untuk melanjutkan ke pemilihan aditif lain (Graham & Stockwell, 1980).

Demulsifier dapat menurunkan muatan anionik pada permukaan tetesan

minyak, menurunkan elastisitas film, dan menurunkan tingkat reduksi ketegangan

antarmuka, membuat pemisahan fasa lebih cepat (D. T. Nguyen, Sadeghi, &

Company, 2011).

Terdapat dua jenis formulasi demulsifier yang digunakan, yaitu:

2.4.1 Demulsifier Konvensional

Formulasi demulsifier dibuat dari surfaktan kationik, anionik atau non-

ionik dengan berbagai tingkat nilai Hydrophilic-Lipophilic Balance (HLB) dan

berbagai bobot molekul (Wylde et al., 2008). Nilai Hydrophilic-Lipophilic

Balance (HLB) merupakan karakteristik surfaktan yang digunakan sebagai ukuran

afinitas relatif surfaktan untuk fase air dan minyak. HLB mengukur kepentingan

relatif kelompok hidrofilik dan lipofilik dalam molekul surfaktan. Hidrofilik

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

23

Universitas Islam Riau

didefinisikan sebagai material yang dibasahi hanya oleh air, sedangkan material

yang secara istimewa dibasahi oleh parafin didefinisikan sebagai lipofilik

(Henríquez, 2009).

Demulsifier konvensional pada umumnya diformulasikan dalam pelarut

seperti alkohol rantai pendek, aromatik, atau aromatik aromatik berat dan dapat

mengandung campuran beberapa bahan aktif (Particle Sciences, 2011).

2.4.2 Demulsifier “Green”

Demulsifier yang umumnya digunakan di dalam industri lapangan minyak

bumi sering mengandung bahan kimia yang dianggap tidak dapat diterima

lingkungan. Dengan semakin ketatnya standar dan keamanan untuk penggunaan

bahan kimia di lapangan minyak, adanya dorongan yang signifikan untuk

mengembangkan formulasi yang lebih ramah lingkungan untuk diaplikasikan di

lapangan minyak dengan seefisien mungkin menggunakan bahan kimia yang ada.

Dalam sistem penilaian, kategori bahaya dipertimbangkan menjadi tiga yaitu;

lingkungan, kesehatan, dan fisik. Jordan (seperti yang dikutip pada Zhou et al.,

2012) menyatakan setiap kategori dibagi lagi menjadi beberapa kriteria, bahaya

lingkungan meliputi toksisitas akuatik akut/kronis, bioakumulasi, biodegredasi,

polutan prioritas, dan senyawa organik volatil (VOC). Bahaya kesehatan

memperhitungkan toksisitas mamalia akut, karsinogenisitas, toksisitas genetik,

toksisitas reproduksi, perkembangan, dan iritasi/korosi. Bahaya fisik

mempertimbangkan sifat fisik bahan kimia, seperti mudah terbakar, oksidasi, dan

korosi, dll (Zhou et al., 2012).

Dalmazzone & Noïk (2001) menyatakan bahwa demulsifier silikon tampil

sebagai salah satu “kandidat yang baik” untuk pengembangan formulasi “green”

dalam produksi minyak. Sekarang sedang dalam proses pengembangan formulasi.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan pentingnya pengukuran sifat antarmuka

untuk memahami mekanisme stabilisasi dan destabilisasi pada air dalam emulsi

minyak. Definisi formulasi yang lebih baik, sekarang dapat dicapai dengan

menggunakan pengukuran antarmuka yang spesifik:

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

24

Universitas Islam Riau

a) Pengukuran tegangan antarmuka dinamis dengan metode drop volume

untuk menentukan kinetika adsorpsi dan untuk membandingkan

perilaku surfaktan yang berbeda pada interface minyak/air.

b) Pengukuran interfacial rheology dengan teknik yang berbeda

(Langmuir Balance or Drop Volume Method) untuk menentukan sifat

viskoelastik film antar muka.

Yang et al. (2009) menyatakan dalam penelitiannya, efektivitas

demulsifikasi minyak mentah telah diuji dengan menggunakan demulsifier

berbasis mikroemulsi baru (ME) dengan formulasi yang lebih aman lingkungan.

Produk berbasis ME ini, yang diuji pada kisaran minyak mentah, telah terbukti

lebih efektif daripada demulsifiers non-ME yang tersedia secara komersial. Data

komparatif menunjukkan inisiasi demulsifier berbasis mikroemulsi dan

melengkapi proses destabilisasi emulsi lebih cepat daripada demulsifier non-

mikroemulsi sejenis. Hasil demulsifikasi yang sangat baik telah diperoleh untuk

minyak mentah yang mengandung aspal dan parafin. Pembentuk demulsifier

berbasis mikroemulsi memulai dan menyelesaikan destabilisasi emulsi lebih cepat

daripada pengemulsi non-ME sejenis. Setelah demulsifier yang tepat

diidentifikasi, kinerjanya dapat ditingkatkan dengan merumuskannya menjadi

mikroemulsi. Mikroemulsi dapat diformulasikan untuk treatment berbasis minyak

atau air.

Sulaiman et al. (2015) menyatakan dalam penelitiannya, campuran

demulsifier dapat diformulasikan dengan menggunakan berbagai campuran bahan

lokal, yaitu benih Jatropha curcas, pati singkong dan lilin, dan bahan baku

kamper dan sabun cair lokal tersedia,dll.

Emuchay et al. (2013) menyatakan dalam penelitiannya, formulasi bahan

lokal dapat digunakan untuk menciptakan demulsifier yang lebih efektif dari

demulsifier konvensional seperti campuran bahan lokal berupa minyak kelapa,

lemon, paraffin wax, pati singkong, dan bahan baku kamper, sabun cair lokal

tersedia,serta kalsium hidroksida yang dicampur dengan penambahan massa serta

volume yang berbeda dari setiap bahannya. Mengenai fungsi dari bahan-bahan

organik dan lokal tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

25

Universitas Islam Riau

Tabel 2.2 Contoh Bahan-Bahan Lokal Beserta Fungsinya yang Digunakan

dalam Memisahkan Emulsi

Bahan Kode Sumber Keterangan

Minyak

Jarak

Pagar

Jo Biji Jarak

Pagar

Minyak kuning kehijauan yang

tidak dapat dimakan ini bertindak

sebagai pelarut kamper dan juga

untuk meningkatkan sifat

lipofilik pada minyak mentah.

Kamper C

Pohon Konifer

/ Pinene

(Turpene)

Pembentuk ujung lipofilik

demulsifier yang bersumber dari

bahan lokal.

Lilin Cw Minyak

Mentah

Berfungsi sebagai agen bulking

(penggumpal) dalam demulsifier

yang bersumber dari bahan lokal.

Pati S Singkong

Pembentuk ujung hidrofilik dari

demulsifier yang bersumber dari

bahan lokal karena afinitasnya

yang kuat terhadap air.

Sabun cair Ls

Saponifikasi

asam lemak

dan basa

Berfungsi sebagai pengikat

formulasi demulsifier yang

bersumber dari bahan lokal untuk

mengikat ujung lipofilik dan

hidrofilik.

Air

sulingan Ds Uap

Digunakan sebagai pelarut untuk

larutan pati.

D-

Limonene Dl Lemon

Digunakan untuk mencegah

adhesi di antara dua permukaan

Minyak

Kelapa Co Kelapa

Memiliki sifat dehidrasi dan juga

dapat mengontrol interface

dengan baik

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKAlibrary.uir.ac.id/skripsi/pdf/143210643/bab2.pdf · 2018. 7. 2. · dalam minyak mentah, meliputi: aspal, resin, asam organik dan basa. Semua pengemulsi ini

26

Universitas Islam Riau

Kalsium

Hidroksida Ca(OH)2

Kapur atau

kapur sirih

yang

dicampur, atau

dicairkan

dengan air.

Berfungsi sebagai flocculants

dan pit booster

Sumber: (Sulaiman et al., 2015) dan (Emuchay et al., 2013)

Penggunaan bahan organik serta bahan lokal dalam formulasi demulsifier

organik pada penelitian ini terdiri dari Jeruk Purut (Citrus Hystrix), Lemon (Citrus

Limon), dan sabun cair. Penentuan penggunaan bahan lokal tersebut dilakukan

berdasarkan sifat kandungan dari bahan tersebut yang mampu memecahkan

emulsi. Berikut penjelasan singkat mengenai hal tersebut;

1. Asam Sitrat

Asam sitrat (Citric Acid) memiliki efisiensi demulsifikasi yang tinggi

dikarenakan memiliki lebih banyak gugus karboksil yang lebih tinggi dari asam

lainnya, sehingga efisiensi demulsifikasi menggunakan asam sitrat memiliki nilai

yang tinggi. Selain itu, asam sitrat merupakan jenis asam yang tidak beracun,

tidak menimbulkan iritasi, dan ramah lingkungan (Liu et al., 2018). Asam sitrat

juga mudah ditemukan pada bahan organik sejenis jeruk (citrus) termasuk jeruk

purut (Citrus Hystrix) dan lemon (Citrus Limon). Kandungan asam sitrat yang

terdapat dalam jeruk purut (sejenis lime) adalah 45.8 g/L, sedangkan kandungan

asam sitrat yang terdapat dalam lemon adalah 48.0 g/L (L., Penniston, Stephen Y.

Nakada, Ross P. Holmes, & Dean G. Assimos, 2008).

2. Surfaktan

Sabun cair (detergent) merupakan cairan pembersih yang komposisi

utamanya terdiri dari surfaktan, yang mana pada umumnya surfaktan yang

digunakan dalam sabun cair adalah anionic surfactant (Colgate-Palmolive

Australia, 2006). Surfaktan anionik merupakan agen yang ramah lingkungan dan

telah dievaluasi sebagai pengemulsi untuk memecahkan air dalam emulsi minyak

mentah dan juga telah dievaluasi baik menggunakan prosedur bottle test maupun

menggunakan interval pemanasan microwave dielektrik (Martínez-palou &

Aburto, 2015).